Askep Ppok
Askep Ppok
Askep Ppok
NIRA : 13750648051
1
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya yang ta terhingga, sehingga penuis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul, “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)” untuk Untuk emenuhi syarat
memperoleh SKP PPNI.
Sebagai sebuah tugas penulis mengakui dan menyadari bahwa makalah masih
jauh dari kesempurnaan, karena penulis menerima segala bentuk kritik dan saran dari
berbagai pihak untuk kesempurnaan dan semoga makalah ini dapat manfaat bagi kita
semua terutama bagi penulis. Selesainya penulisannya ini tidak terlepas dari bantuan
pihak-pihak yang telah memberikan jasanya. Maka penulis mengucapkan terima kasih
terutama :
1. Ns. Aldo Yuliano, S.Kep, MM
2. Semua pihak yang memberikan bantuannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini.
Penulis berharap semoga makalah ini dpat dijadikan sebagai bahan kajian
tambahan yang mungkin sangat berguna untuk menambah wawasan kita. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sangat membangun untuk dapat digunakan
sebagai bahandalam upaya menyusuri makalah yang lebih baik untuk masa yang akan
dating dan akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermaanfaat bagi para
pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan............................................................................................................... i
Kata Pengantar....................................................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................................ iii
BAB I Pendahuluan............................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Masalah.......................................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................................ 3
2.1 Pengertian................................................................................................................... 3
2.2 Etiologi....................................................................................................................... 3
2.3 Klasifikasi.................................................................................................................. 4
2.4 Patofisiologi............................................................................................................... 6
....................................................................................................................................
2.5 Pathway...................................................................................................................... 8
....................................................................................................................................
2.6 Manifestasi Klinis...................................................................................................... 8
2.7 Pemeriksaan Penunjang............................................................................................. 9
2.8 Penatalaksanaan......................................................................................................... 10
2.9 Pengkajian.................................................................................................................. 12
2.10 Diagnosa.................................................................................................................. 14
2.11 Intervensi................................................................................................................. 14
2.12 Implementasi............................................................................................................ 18
2.13 Evaluasi.................................................................................................................... 18
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN................................................................................. 19
BAB IV PENUTUP............................................................................................................... 58
4.1 Kesimpulan................................................................................................................ 58
4.2 Saran........................................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA
iii
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit paru obstruktif Kronis (PPOK) merupakan istilah lain dari beberapa
jenis penyakit paru-paru yang berlangsung lama atau menahun, ditandai dengan
meningkatnya resistensi terhadap aliran udara
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu kelompok
penyakit tidak menular yang menjadi masalah di bidang kesehatan baik di Indonesia
maupun di dunia. PPOK adalah penyakit inflamasi kronik pada saluran napas dan paru
yang ditandai oleh adanya hambatan aliran udara yang bersifat persisten dan progresif
sebagai respon terhadap partikel atau gas berbahaya. Karakteristik hambatan aliran udara
PPOK biasanya disebabkan oleh obstruksi saluran nafas kecil (bronkiolitis) dan
kerusakan saluran parenkim (emfisema) yang bervariasi antara setiap individu
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam Agustin, 2017). Pada umumnya penyakit ini
dapat dicegah dan diobati (Suyanto dalam Agustin, 2017)..
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik
dengan lingkungan. Adapun faktor penyebabnya adalah: merokok, polusi udara, dan
pemajanan di tempat kerja (terhadap batu bara, kapas, padi-padian) merupakan faktor-
faktor resiko penting yang menunjang pada terjadinya penyakit ini. Prosesnya dapat
terjadi dalam rentang lebih dari 20 tahunan. (Smeltzer dan Bare dalam Rahmadi, 2015.
Penyakit ini juga mengancam jiwa seseorang jika tidak segera ditangani (Smeltzer dan
Bare dalam Rajmadi, 2015).
Angka kejadian PPOK di Indonesia cukup tinggi dengan menggambil beberapa sempel di
daerah DKI Jakarta 2,7%, Jawa Barat 4,0%, Jawa Tengah 3,4%, DI Yogyakarta 3,1%,
Jawa Timur 3,6% dan Bali 3,6%. Hasil wawancara pada peserta umur kurang lebih 30
tahun berdasarkan gejala. Dalam kasus PPOK laki-laki cenderung lebih tinggi di banding
perempuan dan lebih tinggi pedesaan di banding perkotaan (Kemenkes dalam Agustin,
2017). World Health Organizatiton (WHO) memperkirakan pada tahun 2020 yang akan
datang angka kejadian PPOK akan mengalami peningkatan dan menduduki dari peringkat
1
6 menjadi peringkat 3 sebagai penyebab kematian tersering (Ikawati dalam Agustin,
2017).
Berdasarkan Latar belakang di atas terlihat bahwa angka kejadian penderita
PPOK semakin meningkat setiap tahun, maka kami sebagai penyusun makalah tertarik
untuk membuat “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis” untuk menambah wawasan bagi mahasiswa Keperawatan maupun untuk
pembaca lain agar menambah ilmu pengetahuan.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar PPOK
2.1 Pengertian
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta
adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009).
PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE)
merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang
berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai
gambaran patofisiologi utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2005)
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit
paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu
kesatuan yang dikenal dengan COPDadalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan
asthma bronchiale (S Meltzer, 2001)
PPOK adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Bruner & Suddarth,
2002).
PPOK merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan ireversibel,
terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya (Snider, 2003).
2.2 Etiologi
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel
gas yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :
1. Asap rokok
a. perokok aktif
b. perokok pasif
2. Polusi udara
a. polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor
b. polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotorn- debu jalanan
3
3. polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
a. infeksi saluran nafas bawah berulang
2.3 Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai
berikut:
1. Bronchitis Kronis
a. Definisi
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan
mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk
kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun
berturut – turut (Bruner & Suddarth, 2002).
b. Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:
1) Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.
2) Alergi
3) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
c. Manifestasi klinis
1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana
akan meningkatkan produksi mukus.
2) Mukus lebih kental
3) Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus.
Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan dan
meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar
mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan
meningkat.
4) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan
normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan
produksi mukus yang banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan
mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi
hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
4
5) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas,
terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap
pada bagian distal dari paru- paru.Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi
alveolar, hypoxia dan asidosis.
6) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal
timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga
meningkatkan nilai PaCO2.
7) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi
polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi
sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.
8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV
dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang
akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF
2. Emfisema
a. Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus
alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).
b. Etiologi
1) Faktor tidak diketahui
2) Predisposisi genetic
3) Merokok
4) Polusi udara
c. Manifestasi klinis
1) Dispnea
2) Takipnea
3) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6) Hipoksemia
7) Hiperkapnia
8) Anoreksia
5
9) Penurunan BB
10) Kelemahan
3. Asthma Bronchiale
a. Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan
bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran
bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas
(Bruner & Suddarth, 2002).
b. Etiologi
1) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
2) Infeksi saluran nafas
3) Stress
4) Olahraga (kegiatan jasmani berat)
5) Obat-obatan
6) Polusi udara
7) Lingkungan kerja
8) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
c. Manifestasi Klinis
1) Dispnea
2) Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat),
3) Wheezing,
4) Batuk non produktif
5) Takikardi
6) Takipnea
2.4 Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan
oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai
hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi.
Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah
peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah
distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan
6
restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa
perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat
gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi
digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume
ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood,
2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang
melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.
Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem
eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar
dan sulit dikeluarkan dari saluran napas.Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen.Timbul peradangan yang
menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang
kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada
paru.Mediator - mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur
penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus,
maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi
normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan
demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru
dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil,
komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic
Factorsdan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi
kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan
pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi
berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan
7
hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada
arteriol (Chojnowski, 2003).
2.5 Pathway
8
adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya
membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat
melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:
1) Batuk bertambah berat
2) Produksi sputum bertambah
3) Sputum berubah warna
4) Sesak nafas bertambah berat
5) Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6) Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
7) Penurunan kesadaran
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Faal Paru
a.Spirometri (FEV1, FEV1 prediksi, FVC, FEV1/FVC) Obstruksi
ditentukan oleh nilai FEV1 prediksi (%) dan atau FEV1/FVC (%). FEV1 merupakan
parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau
perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin
dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.
b.Peak Flow Meter
2. Radiologi (foto toraks)
Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru berupa
hiperinflasi atau hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler
meningkat, jantung pendulum, dan ruang retrosternal melebar. Meskipun kadang-
kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan
radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru
lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien.
3. Analisagas darah
Harus dilakukan bila ada kecurigaan gagal nafas. Pada hipoksemia kronis
kadar hemiglobin dapat meningkat.
4. Mikrobiologi sputum
5. Computed temography
9
1.Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi
sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko.
Spirometri : Normal
2.8 Penalataksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas.
b. Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada 20-40% kasus.
c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam memperpanjang
usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan
FEV 1 sebesar 1,5L).
d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat simtomatik
yang signifikan pada pasien dengan pnyakit sedang-berat.
e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan
meningkatkan
elastic recoil sehingga mempertahankan potensi jalan nafas (Davey, 2002).
2. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
a. Mempertahankan patensi jalan nafas
b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
c. Meningkatkan masukan nutrisi
d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
10
e. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan
program pengobatan (Doenges, 2000)
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut,
tetapi juga fase kronik.
2.Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian
3.Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1.Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2.Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3.Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat
sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas
atau pengobatan empirik.
4.Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.
a. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri
penderita dengan penyakit yang dideritanya.
5.Pengobatan simtomatik.
6.Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7.Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
8.Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a.Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
b.Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
c.Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
d.Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula.
11
B. Konsep Asuhan Keperawatan secara Teoritis
2.10 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi, pekerjaan
pasien, dan nama penanggungjawab.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk,
sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya.
Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.Apa tindakan yang telah
dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan keluhan yang
sama.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang
sama.
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
f. Aktivitas dan Istirahat
Gejala :
· Keletihan, kelelahan, malaise,
· Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas
· Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
· Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
· Keletihan
· Gelisah, insomnia
· Kelemahan umum/kehilangan massa otot
g. Sirkulasi
Gejala :Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
· Peningkatan tekanan darah
· Peningkatan frekuensi jantung
· Distensi vena leher · Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
· Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameterAPdada)
· Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh dansianosis
perifer · Pucat dapat menunjukkan anemia.
h. Integritas Ego
12
Gejala :
· Peningkatan factor resiko
-Perubahan pola hidup
Tanda :
· Ansietas, ketakutan, peka rangsang
i. Makanan/ cairan
Gejala :
· Mual/ muntah
· Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
· Ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan
· Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan
edema (bronchitis)
Tanda :
· Turgor kulit buruk · Edema dependen
· Berkeringat
j. Hyegene
Gejala :
· Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitassehari-hari
Tanda :
· Kebersihan buruk, bau badan
k. Pernafasan
Gejala :
· Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada
emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode berulangnyasulit nafas (asma); rasa
dada tertekan,m ketidakmampuan untuk bernafas(asma)
· Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama
minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2tahun. Produksi sputum (hijau,
puith, atau kuning) dapat banyak sekali(bronchitis kronis)
· Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap dinimeskipun dapat
menjadi produktif (emfisema)
· Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasandalam jangka
panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap (mis.asbes, debu batubara, rami katun,
serbuk gergaji
Tanda :
13
· Dada: gerakan diafragma minimal.
14
No SDKI SLKI SIKI INTERVENSI
15
No SDKI SLKI SIKI INTERVENSI
(3)
Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head tilt dan chin lift
3. Ekskursi dada membaik dari
Posisikan semi fowler dan fowler
menurun (1) ke sedang (3)
Berikan minuman hangat
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak kontra indikasi
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian broncodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
16
No SDKI SLKI SIKI INTERVENSI
17
menurun (1) ke sedang (3)
18
2.9 Implementasi
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh
karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-
faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien (ASKEP, n.d.)
2.10 Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan pasien dengan berpedoman kepada hasil dan
tujuan yang hendak dicapai.
19
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PPOK
DI RUANG INTERNE RSUD SIJUNJUNG
1. Pengkajian
A. Identitas Pasien
Nama : Tn S
Jenis Kelamin : Laki laki
Umur : 61 Tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Tani
Pendidikan Terakhir : SD
Alamat : Sikaladi
No RM : 09.22.44.
Diagnosa Medis : PPOK (klien masuk IGD tanggal 8 juli 2020 dan
pengkajian tanggal 10 Juli Desember 2020)
B. Penanggung Jawab
Nama : Tn R
Umur : 19 Tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Sikaladi
No. Telp : 085265642534
C. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama.
Susah untuk bernafas ( Dipsnoe)
Pasien mengatakan tidak ada menderita penyakit lain sealain sesak napas,dan
siudah di diagnosa PPOK semenjak 2 tahun yang lalu dan sudah dirawat sebanyak
4 kali.Riwayat kontak dengan pasien TB aktif tidak jelas, pasien merupakan
perookok berat.
Pasien tidak ada riwayat alergi makanan dan obat selama ini.
D. Fisiologis
1. Fisik
Inspeksi : bentuk dada simetris kiri-kanan
Sela iga simetris kiri-kanan
21
Pembuluh darah vena ectasis ( - )
Buah dada simetris
Tidak ada massa
Palpasi : fremitus raba menurun pada hemitorax sinistra dan dextra
setinggi ics 1 kali
tidak ada nyeri tekan
perkusi : Paru : redup pada ICS III kiri dan kanan
pekak pada ICS IX paru Ki – Ka
batas paru depan kanan : ICS VI dextra
batas paru belakang kanan : vertebra thorakalis IX dextra
posterior
batas paru belakang kiri : vertebra thorakalis X sinistra
posterior
Auskultasi : Bunyi napas : vesikuler
Napas tambahan : terdengar ada ronky dan wheezing
Pemeriksaan Ro Thorax : ada dilakukan tgl 8/7-2020
Kesan : Infeksi paru
Pemeriksaan laboratorium
Kesan : hasil TCM klien belum keluar
2. Sirkulasi
a. Fisik
TD : 170/100 mmhg, N : 112x/i
Inspeksi : ictus kordis tidak tampak pembesaran, tidak ada
sianosis, sclera tidak ikterik, konjungtiva anemis
Palpasi : CRT < 2 detik, akral hangat, tidak ada nyeri tekan,
nadi 82x/I, tidak teraba pembesaran ictus cordis
Perkusi : Pekak,
Batas kanan atas ICS II linea parastenarlis dekstra
Batas kiri atas ICS II linea midklavikularis sinistra
Batas kanan bawah ICS V linea parastenarlis dekstra
Batas kiri bawah ICS V linea midklavikula sinistra
Auskultasi : BJ I DAN BJ II murni regular, tidak ada bunyi
jantung tambahan
22
Labor
3. Nutrisi
1. Antropometri
TB : 155 cm
BB : 40 kg
2. Bimedik : Pemeriksaan labor
HB : 13,8 gr/dl
3. Clinical signs : konjungtiva tidak anemis
Turgor kulit jelek
BB menurun
Mukosa mulut kering
4. Diet : MLPPOK
5. Pemeriksaan fisik abdomen
Inspeksi : Tidak ada terlihat massa
Datar, ikut gerak napas
Palpasi : nyeri tekan epigastrium ( - )
Hati : Tida teraba
Limpa : Tida teraba
Ginjal : Tida teraba
Perkusi : Tympani, ascites (-)
Auskultasi: Peristaltik (+) kesan normal
4. Eliminasi
a. Fisik
23
Tn S mengatakan tidak ada keluhan saat BAK warna BAK
kuning. Sebelum sakit frekuensi BAK 6-7 x/hari (1700cc). Saat sakit
sakit Tn S mengatakan BAB 1x/hari. Saat sakit BAB kadang 1x/2 hari.
Aktifitas/Kemampuan beraktifitas 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Berpakaian/berdandan √
Toileting √
Berpindah √
Berjalan √
Menaiki tangga √
24
Berbelanja √
Memasak √
Pemeliharaan rumah √
Kiri Kanan
4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4
b. Istirahat Tidur
Untuk istirahat kebiasaan tidur klien malam hari dari jam 22.00 sampai jam
05.00 total 8 jam dan siang hari sekitar jam 13.30 sampai 15.00 total 1,5 jam.
Klien tidur dengan keadaan lampu redup dan sebelum tidur klien minum air
hangat dan BAK dahulu.
c. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan Rontgen klien positif TB. Paru
6. Proteksi dan Perlindungan
25
a. Fisik
Pada saat pengkajian, Klien terpasang infus ditangan kanan
Nacl 0,9 % : Aminofluid (2:1) 8 jam/kolf, Suhu klien 37,5 º C,
Resiko jatuh
TANGGAL
FAKTOR RESIKO JATUH SKOR
USIA
Kurang dari 80 tahun 0
Antara 60-69 tahun 1 1
Lebih dari 70 Tahun 2
RIWAYAT JATUH
Tidak pernah jatuh 0 0
Pernah jatuh < 1 tahun 1
Pernah jatuh < 1 tahun 2
Jatuh pada saat dirawat sekarang 3
AKTIVITAS
Mandiri 0
ADL dengan alat Bantu 1 1
ADL dibantu penuh 2
MOBILITAS/MOTORIK
Mandiri 0
Menggunakan Alat 1
Koordinasi/keseimbangan buruk 2 2
KOGNITIF
Orientasi penuh 0 0
Gangguan memori 1
Bingung/disorientasi 2
POLA BAB/BAK
Teratur 0 0
Inkontinensia Urin / Faeses 1
Nokturia 2
26
Urgensi / Frekuensi 3
*PILIH DIBAWAH INI DAPAT DIJUMPAI LEBIH DARI SATU
DEFISIT SENSORIS
Kacamata bukan Biofokal 0
Kacamata Biofokal 1
Gangguan pendengaran 1
Kacamata Multifokal 2
Katarak / Glaucoma 2
Hampir tidak melihat / Buta 3
PENGOBATAN
Kurang dari 4 jenis dan tidak termasuk
1
yang tersebut dibawah
Antihipertensi/ Hipoglikemik/
2
Antidepresan/ Neurotopik
Sedatif / Psikotropika / Narkotika Infus
3
Epidural / Spinal / Diuretik / Laxativ
KOMORBIDITAS
Diabetes / Cardic / ISK 1
Gangguan SSP / Stroke / Parkinson 2
Pasca Bedah 0-24 jam 3
TOTAL SKOR 4
PEDOMAN PENCEGAHAN PASIEN RESIKO JATUH
RISIKO RENDAH ( 0 - 5 )
Pastikan bel mudah terjangkau √
Roda tempat tidur pada posisi terkunci √
Posisikan tempat tidur pada posisi rendah √
Pagar pengaman tempat tidur dinaikkan √
Lakukan SEMUA pedoman pencegahan
untuk risiko sedang √
Pasangkan gelang khusus (warna
kuning) sebagai tanda risiko jatuh √
√
Beri tanda Risiko pasien jatuh pada pintu
27
kamar pasien
RISIKO TINGGI ≥ 14
Lakukan SEMUA pedoman pencegahan
untuk risiko tinggi
Kunjungi dan monitor pasien setiap 1 jam
Tempatkan pasien dikamar yang paling
dekat dengan Nurse Station (jika
memungkinkan
28
Drain (-)
IWL 40x15=600
Diare = (-)
Muntah = (-)
Perdarahan (-)
Total : 1000 + 1500 = 2500 (input)
1500 (output)
Balance cairan = cairan masuk – (IWL + cairan keluar)
24 Jam
= 1500 – (600 + 1500)
24 Jam
= 1500 – 2100
= -600
Tanda dehidrasi : Bibir kering
: Mukosa mulut kering
: Lidah kotor
Distensi vena jugularis : tidak ada
Edema : tidak ada
Labor : Ureum = 36 (normal 10-50), Creatinin = 0,8 (0,6-1,1), Rapid tes
negatif
2. Fungsi Neurologi
Status mental : Memory = Panjang
Perhatian = Dapat mengulang
Bahasa = Baik
Kognitif = Baik
Orientas = Orang (+), waktu (+), tempat (+)
3. Endokrin
a. Fisik
Kelenjer tiroid : tidak ada pembesaran (-), Tremor (-)
GDS = 285 mg/
29
Citra tubuh : Pasien mengatakan bisa menerima penyakit dan eadaan dirinya yang
sudah kurus
Ideal diri : pasien mengataan ingin cepat pulang dan bisa beraktifitas kembali
Peran diri : pasien mengatakan dia berperan sebagai suami dan istri
Spiritual : Pasien mengatakan beragama islam dan jarang sholat maupun mengaji
C. Mode Fungsi Peran
Pasien berperan sebagai kepala RT ,ia bekerja sebagai petani untuk menghidupi
kebutuhan
keluarga sehari semenjak sakit klien tidak bisa lagi menjalankan kewajiban nya
memberi nafkah
lahir dan batin ,iya hanya menerima bantuan dari anggota keluarga yang lain nya.
D. Mode Interdependensi
Kemampuan bekerja sama :Selama masih sehat ia mampu bekerjasama dengan orang
lain seperti: Tetangga dan adiknya. Selama sehat ia bisa memberi nafkah kepada
keluarga walau dengan bertani . Istri dan anak mendukung apapun pekerjaan
suaminya .
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
a. Laboratorium
Darah Rutin
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
Hb 13,8 gr/dl 13-16
Ht 6600 mm 40-48
Erytrosit 5,19 mm³ 4,5-5,5
LED - 0-10
Leukosit 8300 Mm 5000-10.000
Trombosit 195000 FL 150rb-400rb
MCV -77,5 Pg 82-92
MCH 26,9 g/dl 27-31
MCHC 34,8 32-36
Jumlah Retiulosit
Absolut 25.000-75.000
Relatif 0,50-2,00
30
Hitung Jenis :
Kimia Darah :
b. Rontgen Thorax
Ada diperiksa ( Hasil ada gambaran infeksi pada paru) ( expertise ronsent terlampir)
c. ECG
Ada, kesan : Tacicardy
HR = 117, PR = 107, QRS = 102, QT = 315, QTC = 439, QTR = 0,72
d. CT Scan
Tidak ada
e. MRI
Tidak ada
f. Pemeriksaan Lainnya
Terpasang monitor tgl 12/ 07/ 2020-07-19
TD = 160/90mmhg, N = 102x/i, P = 34x/i, S = 95
E. TERAPI
a. Infus
Nacl 0,9% drip aminophilin 1 amp 8jam/kolf
b. Obat
Ceftriaxon IV 2X1
31
Azitromicyn 1X500 ( Po)
Salbutamol 3X2mg ( po)
OMZ IV 2X40
Vetryn Syrp 2X2 ( po)
Sleeding scale / 6 jam
Lantus 1X8
Levo IV 1X75
Combivent ( nebu) 4X1
Pulmi cord (Nebu ) 2X
8. Analisa Data
Nama Pasien : Tn S
Ruangan : Paru
32
nyaman
Data objektif
Napas sesak ( + )
Pernafasan = 40 X/i
Berkeringat dingin
Akral dingin
Sesak bertambah jika
tidur
Bernapas mengunakan
alat bantu napas
Terpasang Nrm 13 liter
Bunyi napas tambahan
wheezing, ronki
Takiardi , N = 112X/i
Dipsnea
Saturasi 02 85 %
Setelah dipasang NRM
saturasi 91%
2 Data subjetif Hipersekresi jalan napas Bersihan jalan napas tidak
pasien mengatakan batuk efektif
sejak 2 minggu yang lalu
pasien mengataan batuk
berdahak
pasien mengatakan susah
mengeluarkan dahak
pasien mengatakan nyeri
saat batuk
pasien mengataan batuk
bertambah jika malam
dating
Pasien mengatakan
tenggorokan terasa
33
penih dengan dahak
data objektif
pasien terlihat sesekali
batuk
sputum ( + )
sputum berwarna
kehijauan
pasien terlihat susah
mengeluarkan dahak
ada terdengar bunyi
ronki
frekuensi napas cepat
P 40X/menit
pat periksa TCM hari
kemaren
mengatakn napas
terasa sesak
Pasien
mengatakan
sesak bertambah
jika berjalan
Pasien
mengatakan dada
terasa berdebar
Data Objektif
Pernapasan ccepat
P 40X / MENIT
Bernapas menggunakan
34
otot bantu pernapasan
Data objektif
Pasien tampak ditempat
tidur saja
TD 170/100
NADI 112 X/MNIT
Saturasi 02 91 pakai
NRM 13 liter
Pasien tampak lemah
Gambaran EKG tidak
normal
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertuaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi perfusi
2. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d hiperseresi jalan napas
3. Pola napas tidak efeltif b/d kelemahan otot pernapasan
35
4. Intolerasi aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan o2
napas
-Bunyi nafas 2)monitor pola nafas
tambahan
tambahan tidak ada seperti bradipnea
- Pasien tidak takipnea, hiperventilasi
gelisah
- dispnea menurun 3)monitor kemampuan
- napas cuping
batuk efektif
hidung menurun
-takikardi membaik 4)monitor adanya
-Pola napas
produksi sputum
membaik
-Turgor kulit 5)monitor adanya
membaik
sumbatan jalan nafas
36
thorak
Terapeutik
1)atur interval
pemantauan
pasien
3)dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
prosedur 2)pemantauan
informasikan hasil
pemantauan jika
perlU
Terapi oksigen
Observasi
1. Monitor kecepatan
aliran oksigen
2. Monitor alat terapi
oksigen
3. Monitor efektifitas
terapi oksigen
4. Monitor tanda- tanda
37
hipoventilasi
5. Monitor integritas
mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Teraupetik
10. Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
Pemberian inhalasi
Observasi
1. Identifiaksi
kemungkinan alergi
dan kontra indikasi
obat
2. perikasa tanggal
kadarluaesa obat
3. monitor tanda-tanda
vital
38
4. monitor efek
teraupetik obat
teraupetik
5. lakukan prinsip 6
benar
6. kocok inhaler selama
2-3 detik
7. lepaskan penutup
inhaler dan pegang
terbalik
8. posisi inhaler didalam
mulut mengarah ke
tenggorakan
edukasi
9. anjurkan bernafas
lambat dan dalam
penggunaan nebulezer
10. anjurkan manahan
nafas selama 10 detik
11. anjurkan ekpirasi
lambat melalui hidung
12. ajarkan pasien dan
keluarga tentang
pemberian oksigen
13. jelaskan jenis obat
alasan pemberian
tindakan yang
diharapakan dan efek
samping obat
-Pola nafas
2)posisikan fowler
membaik
hangat
5)Lakukan penghisapan
lendir
6)Beriak O2
Edukasi
efektif
Kolaborasi
Kolaborasi dalam
40
pemberian bronkodilator
Observasi
1) identifikasi
kemampuan
batuk
2) monitor adanya
retensi sputum
gejala infeksi
saluran nafas
output cairan
Terapeutik
/fowler
bengkok dipangkuan
pasien
tempat sputum
41
Edukasi
1) Jelaskan tujuan
efektif
Anjurkan tarik
napas dalam
melalui hidung
selama 4 detik
ditahan sema 2
detik kemudian
keluarkan dari
2) mencucurselama 8
detik
3) Anjurkan
mengulangi tarik
napas dalam
hingga 3kali
4) Anjurkan batuk
dengan kuat
lansung setelah
yang ke 3
42
Kolaborasi
Kolaborasi dalam
perlu
Dipspnoe
2)monitor pola nafas
menurun seperti bradipnea
Penggunaaan otot takipnea, hiperventilasi
bantu nafas
3)monitor kemampuan
menurun
batuk efektif
Orthopnie
43
membaik 7)monitor hasil X-ray
thorak
Terapeutik
1)atur interval
pemantauan
pasien
3)dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
prosedur 2)pemantauan
informasikan hasil
pemantauan jika
perlU
Pengaturan Posisi
Observasi
-Monitor status
oksigenisasi sebelum dan
sesudah
mengubah posisi
selalu tepat
44
Terapeutik
terapeutik
jantung
pada leher
posisi
integritas traksi
Edukasi
-Informasikan pada
keluarga saat melakukan
perubahan
posisi
Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian
premedikasi sebelum
perlu
45
IV Intoleran Setelah dilakukan Manemen energi Manajemen energi
Aktifitas b/d intervensi Pemantauan TTV
Observasi
ketidak keperawatan 3x24
seimbangan intoleran aktifitas 1. Identifikasi
antara membaik dengan gangguan fungsi
suplai dan kriteria hasil: tubuh yang
kebutuhan menyebabkan
-frekuansi nadi
oksigen kelelahan
normal
2. Monitor kelehan
-saturasi normal
fisik dan
Dapat melakukan
emosional
aktifitas seperti
3. Monitor pola dan
biasa
jam tidur
-kelulah lelah
4. Monitor lokasi dan
berkurang
ketidaknyaman
-aritmia saat
setelah beraktivitas
aktifitas berkurang
Teraupetik
-tekanan darah
norma 5. Sediakan
-frekuensi napas lingkungan yang
bagus nyaman dan
-gambaran EKG rendah stimulus
mebaik cahaya
6. Lakukan latihan
rentang gerak
pasif/ dan aktif
7. Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
Fasilitasi duduk disisi
tempat, jika
46
1. dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
2. Anjurkan tirah
baring
3. Anjurkan
melakukan
aktivitas secara
bertahap
4. Anjurkan
menghubungi
perawat jika ada
tanda kelelahan
tidak berkurang
Kalaborasi
5. Kalaborasi dengan
ahli gizi tentang
asupan makanan
47
takipnea, hiperventilasi untuk bernapas
4)Memonitor adanya
O = Napas sesak
produksi sputum
-pernapasan 32x/menit
5)Memonitor adanya
-pasien masih berkeringat
sumbatan jalan nafas dingin
orderan P = Intervensi
(1,2,3,8,12,13,14 )
48
13) Memberikan Nebulezer lanjutkan
Pulmicort )
-suputium sudah
8)Beriakan O2 NRM 13
kekuningan tapi masih
LITER kental
efektiK -P 32X/MENIT
49
bronkodilator ( combivent) lanjutkan
11)menagjarkan pasien
batuk efketif
8)mengatur interval
pemantauan
9) melakukan
50
dokumentasikan
hasil pemantauan
51
berpindah atau berjalan P= Intervensi dilanjtukan
10 mengAnjurkan tirah (11,12,13,14)
baring
11 mengAnjurkan
melakukan aktivitas
secara bertahap
12 mengAnjurkan
menghubungi
perawat jika ada
tanda kelelahan
tidak berkurang
13 Kalaborasi dengan
ahli gizi tentang
asupan makanan
14 Memantau TTV
52
6) memberikan Oksigen Akral sudah hangat
orderan
Suara napas masih ada
7) Memberikan Nebulezer rongky
8)melakukan Kolaborasi
53
dalam pemberian P = Intervensi di lanjutkan
(1,2,3,7,8,9,)
bronkodilator ( combivent)
efketif
P=Intervensi (2,3,5)
IV
1. meMonitor kelehan
S= Pasien mengtakan sudah
fisik dan emosional
bisa berjalan kekamar
2. meLakukan latihan mandi dengan dibantu anak
rentang gerak pasif/ nya
dan aktif
54
3. mengAnjurkan -pasien mengatakan sesak
melakukan aktivitas berkurang jika setelah
secara bertahap berjalan
A = Masalah teratasi
sebagian
P = Intervensi dilanjutkan
(1,3,4)
kondisi pasieN
O = P 24X/MNIT
Pulmicort ) kanul
55
terpasang NRM lagi
- Terpasang o2 nasal
canul 4liter
A = Malasah teratasi
sebagian
P = Intervensi (4,5 )
dilanjutkan
bronkodilator ( combivent
Saturasi 98 % nasal canul
A = Masalah teratasi
P= Intervensi dipertahankan
2)melakukan
56
dokumentasikan O = Pernapasan 24 x /mnit
A=Masalah teratasi
sebagian
P=Intervensi dipertahankan
(1,2,3)
A= Malah teratasi
P=Intervensi di pertahankan
57
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Terkait dengan PPOK, maka penulis menyimpulkan
Penyakit paru obstruktif Kronis (PPOK) merupakan istilah lain dari beberapa jenis
penyakit paru-paru yang berlangsung lama atau menahun, ditandai dengan meningkatnya
resistensi terhadap aliran udara
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas yang
dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :
1. Asap rokok
a. perokok aktif
b. perokok pasif
2. Polusi udara
a. polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor
b. polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotorn- debu jalanan
3. polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
a. infeksi saluran nafas bawah berulang
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai
berikut:
1. Bronchitis Kronis
2. Emfisema
3. Asthma Bronchiale
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:
1) Batuk bertambah berat
2) Produksi sputum bertambah
3) Sputum berubah warna
4) Sesak nafas bertambah berat
5) Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6) Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
7) Penurunan kesadaran
58
Pemeriksaan Penunjang :
1. Tes Faal Paru
2. Radiologi (foto toraks)
3. Analisagas darah
4. Mikrobiologi sputum
5. Computed temography
4.2 Saran
Bagi perawat diharapkan dapat melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan
prosedur yang ada.
Bagi para orang tua diharapkan memantau pertumbuhan dan perkembangan anak
sejak dini untuk dapat mengetahui adakah gejala-gejala penyakit pada anak teruma
pengetahuan tentang penyakit TB.
59
DAFTAR PUSTAKA
Arthur C. Guyton and John E. Hal. (2016). Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 12.
EGC. Jakarta.
Brunner & Suddarth. (2014). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 5. EGC. Jakarta
Jurnal Media Analis Kesehatan, Vol.9, No.2, November 2018. Http://journal.poltekkes-
mks.ac.id/ojs2/indeks.php/mediaanalis
PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikasi Diagnostik.
Edisi I. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi I. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi I. Jakarta : DPP PPNI
Slyvia & Lorainne. (2018). Patofisiologi; konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.
EGC. Jakarta
60