KMB SYAHRUL 3

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 85

MAKALAH

Asuhan keperawatan pasien dengan gangguan oksigen patologis


system pernapasan dan cardiovaskuler:
(COPD/PPOK)

DI
SUSUN OLEH
KELOMPOK 7
(MUHAMMAD SYAHRUL)
NIM. P00620423030

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES MATARAM
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN BIMA
TAHUN 2024/2025
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taala, yang
telah memberikan kemampuan dan petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan
kepada Nabi kita, yakni Nabi Muhammad shallahu alaihi wasallam, juga kepada
keluarga, sahabat, tabiin, serta para pengikutnya sampai akhir nanti.
Alhamdulillah, hanya kata syukur yang bisa penulis sampaikan sehingga
makalah dengan berjudul “Konsep Dasar Penyakit Paru Obstruktif Kronis”
yang menjadi tugas Ujian Akhir Semester Praktik Mata Kuliah Ilmu Penyakit bisa
terselesaikan dengan baik. Dilain sisi, penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Dra. Iryanti, S.Kp., M. Kes. dan tim mata kuliah ilmu penyakit yang
telah memaparkan materi yang menjadi salah satu rujukan dalam proses
penyusunan makalah ini.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat


menjadi salah satu penambah wawasan bagi penulis disamping menjadi tugas
Ujian Akhir Semester. Kritik dan saran senantiasa penulis harapkan agar makalah
ini dapat lebih ditingkatkan kedepannya.

Bima,2/agustus/2024

penulis
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas makalah ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan nilai mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah, disetujui pada :

Hari :

Tanggal :

Mengesahkan :

Dosen Pengampu PJMK


Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Hj. Nurwahidah, S.Pd.S.Kep.Ns.M.Pd.M.Kes. Hj. Nurwahidah, S.Pd.S.Kep.Ns.M.Pd.M.Kes.


NIP. 196804281989032002 NIP. 196804281989032002

Kaprodi
Sarjana Terapan Keperawatan Bima

Hj. Rini Hendari, S.Kep.Ns.M.Kep.


NIP. 196004231993032001

DAFTAR ISI
ASUHAN KEP, PASIEN DENGAN GANGGUAN (COPD)/ (PPOK)..................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
BAB IPENDAHULUAN........................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................6
2.1 Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronis......................................................................... 6
2.2 Etiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronis............................................................... 7
2.3 Patofisiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronis....................................................... 8
2.4 Faktor Resiko Penyakit Paru Obstruktif Kronis.................................................... 12
2.5 Tanda dan Gejala Penyakit Paru Obstruktif Kronis............................................... 14
2.6 Diagnosis Penyakit Paru Obstruktif Kronis.......................................................... 14
2.7 Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis............................................... 17
2.8 Pengkajian Keperawatan.................................................................................................. 7
2.9 Anamnesa ……………………………………................................................................ 8
3.1Pemeriksaan Fisi.............................................................................................................. 12
3.2 PengkajianKeperawatan....................................................................................................14
3.3 Diagnosis Keperawatan ................................................................................................... 14
3.4 Perencanaan Keperawatan............................................................................................. 17
3.5 Implementasi keperawatan .............................................................................................19
3.6 Evaluasi keperawatan ...................................................................................................... 19
BAB III PEMBAHASAN...................................................................................................... 21
BAB IV KESIMPULAN........................................................................................................22
3.1 Simpulan.......................................................................................................................... 22
3.2 Saran................................................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 23
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik
yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis
kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik adalah
kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3
bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut, tidak
disebabkan penyakit lainnya. Emfisema suatu kelainan anatomis paru yang
ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai
kerusakan dinding alveoli. Banyak penyakit dikaitkan secara langsung
dengan kebiasaan merokok, dan salah satu yang harus diwaspadai ialah
PPOK. Angka kesakitan penderita PPOK laki-laki mencapai 4%, angka
kematian mencapai 6% dan angka kesakitan wanita 2%, angka kematian
4%, umur di atas 45 tahun

Data badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) dari


seluruh perokok di dunia, 84% (1,09 milyar orang) berada di negara
berkembang. Depkes RI (2004) melaporkan bahwa penduduk Indonesia
hampir 70% telah mulai merokok di usia anak-anak dan remaja. Kondisi ini
menyebabkan mereka akan sulit berhenti merokok dan membuat mereka
mempunyai risiko yang tinggi mendapatkan penyakit yang berhubungan
dengan rokok pada usiapertengahan.

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) saat ini berada di urutan ke


empat penyebab kematian terbanyak di dunia setelah penyakit jantung,
kanker, serta penyakit serebrovaskular, dan memiliki potensi untuk naik ke
urutan ke tiga terbanyak pada tahun 2020 pada pria maupun wanita Pada
tahun 2012 angka kematian yang disebabkan PPOK mencapai 3 juta jiwa
atau secara proporsi sekitar 6% dari angka seluruh kematian dunia.
Selama tahun 2000, insiden PPOK di instalasi gawat darurat seluruh rumah
sakit di Amerika mencapai 1,5 juta kasus, 726.000 kasus diantaranya
memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 diantaranya meninggal.
Total estimasi biaya untuk pengobatan penyakit PPOK sediri diperkirakan
mencapai $24 milyar per tahunnya.
Di Indonesia, data mengenai insiden dan prevalensi PPOK secara akurat
belum dapat ditentukan, hal ini dikarenakan masih banyak penderita yang
tidak tercatat maupun tidak terdiagnosa dikarenakan kurangnya fasilitas.
Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) Depkes. RI tahun 2004
angka kejadian PPOK sebesar 13 dari 1000 orang penduduk, dimana
angka ini menempati urutan ke -5 terbesar sebagai penyebab kesakitan dari
10 penyebab kesakitan terbanyak (Depkes RI, 2005). Di Indonesia sendiri
diperkirakan terdapat sekitar 4,8 juta penderita PPOK. Angka ini bisa
meningkat dengan semakin banyaknya jumlah perokok karena 90% penderita
PPOK adalah perokok atau bekas perokok.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang diperoleh dari latar belakang, maka dapat


dirumusan masalah dalam makalah ini yaitu,
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis?
2. Bagaimana Konsep Penyakit Paru Obstruktif Kronis?
3. Bagaimana Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis?
4. Apa komplikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronis?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan apa yang diperoleh dari latar belakang, maka dapat
dirumusan masalah dalam makalah ini yaitu,
1. Untuk Mengetahui Apa Itu Penyakit Paru Obstruktif Kronis.
2. Untuk Mengetahui Konsep Penyakit Paru Obstruktif Kronis.
3. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis.
4. Untuk Mengetahui komplikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) atau dikenal juga dengan
penyakit paru obstruktif Kronis (PPOK), diartikan sebagai penyakit paru-
paru atau kondisi yang menyebabkan ventilasi abnormal berupa obstruksi
jalan napas yang progresif dan tidak sepenuhnya reversibel. Obstruksi ini
terkait dengan respon inflamasi paru-paru yang abnormal terhadap benda
asing atau gas berbahaya. Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronis, bronkitis
kronis dan emfisema memiliki patogenesis yang berbeda, tetapi seringkali
terjadi berdampingan.
Penyakit Paru Obstruktif Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah
dan diobati, ditandai oleh keterbatasan aliran udara persisten, bersifat
progresif,dan disertai dengan respons inflamasi kronis pada saluran napas
paru akibat gas atau partikel berbahaya. Eksaserbasi dan komorbid
berkontribusi terhadap perburukan penyakit. Penyakit Obstruktif Paru Kronis
merupakan proses inflamasi paru Kronis, termasuk bronkitis kronis dengan
fibrosis disertai obstruksi saluran napas kecil, dan emfisema dengan
pelebaran rongga udara disertai destruksi parenkim paru, penurunan
elastisitas paru, dan obstruksi saluran napas kecil.
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) menurut The Global Initiative for
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (GOLD) dan Perkumpulan Dokter
Paru Indonesia (PDPI, 2013) merupakan penyakit obstruksi paru dengan
beberapa gejala ekstrapulmonari yang khas, yang dapat mengakibatkan
tingkat keparahan kepada setiap orang. Lebih jelasnya lagi, GOLD pada tahun
2014 mendefinisikan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sebagai
penyakit respirasi kronis yang dapat dicegah dan dapat diobati, ditandai
adanya hambatan aliran udara yang persistxzen dan biasanya bersifat
progresif serta berhubungan dengan peningkatan respons inflamasi kronis
saluran napas yang disebabkan oleh gas atau partikel iritan tertentu.
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan salah satu dari
kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia
harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko seperti faktor
pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin
banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta
pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan (Menkes
RI ,2008)
Organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO)
dalam Global Status of Non-communicable Diseases tahun 2010
mengkategorikan PPOK ke dalam empat besar penyakit tidak menular
yang memiliki angka kematian yang tinggi setelah penyakit
kardiovaskular, keganasan dan diabetes. WHO juga mengatakan bahwa
pada tahun 2030 PPOK akan menempati urutan ketiga penyebab mortalitas
di seluruh dunia. Hasil survey penyakit tidak menular oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2004 di lima rumah sakit provinsi
(Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung dan Sumatera Selatan) pun
menunjukkan PPOK urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%)
diikuti asma (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%).

2.2 Etiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Penyebab atau resiko utama terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronis


(PPOK) adalah merokok. Sejumlah zat iritan yang ada didalam rokok
menstimulasi produksi mukus berlebih, batuk, merusak fungsi silia, menyebabkan
inflamasi, serta kerusakan bronkiolus dan dinding alveolus. Faktor resiko lain
termasuk polusi udara, perokok pasif, riwayat infeksi saluran nafas saat anak- anak,
dan keturunan. Paparan terhadap beberapa polusi industri tempat kerja juga dapat
meningkatkan resiko terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) (Black,
2014).
Selain merokok, faktor paparan lain yang dapat menyebabkan terjadinya Penyakit
Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dalah polusi udara hasil rumah tangga seperti asap
dapur, terutama pada dapur ventilasi buruk dan kaum Perempuan adalah yang
terutama terkena polusi tesebut. Selain asap dapur, debu, dan iritan lain seperti asap
kendaraan bermotor juga diduga menjadi penyebab karena partike-partikel yang
dikandung dapat menyebabkan kerja paru menjadi lebih berat dari biasanya,
meskipun dalam jumlah yang relatif kecil (GOLD, 2017).

Penyebab dari timbulnya penyakit Penyakit Paru Obstruksi Kronis


beradasarkan (Guyton & Hall, 2014; Wahid & Suprapto, 2013 dan Djojodibroto,
2016) adalah:

a) Infeksi kronis pada penyakit emifsema yang disebabkan oleh menghisap


rokok atau bahan-bahan lain yang mengiritasi bronkus dan bronkiolus.
Infeksi kronis ini sangat mengacaukan mekanisme pertahanan normal
saluran napas, termasuk kelumpuhan sebagian silia epitel pernapasan oleh efek
nikotin. Efek yang diakibatkan oleh zat nikotin ini membuat keadaan paru menjadi
abnormal, yaitu adanya pelebaran rongga udara pada asinus yang bersifat
permanen. Pelebaran ini disebabkan karena adanya kerusakan akibat infeksi
kronis tersebut. Kerusakan pada alveoli yang disebabkan karena adanya
proteolysis (degredasi) oleh enzim elastase juga banyak ditemukan pada makrofag
dan leukosit paru pada pasien perokok.
b) Infeksi bakteri pada penyakit bronkitis, eksaserbasi bronkitis disangka
paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan
infeksi sekunder bakteri. Penyebab yang paling sering adalah virus seperti virus
influenza, parainfluenza, adenovirus, serta rhinovirus. Bakteri yang sering menjadi
penyebab tercetusnya penyakit ini adalah mycoplasma pneumonia. Dikarenakan
banyak faktor seperti infeksi bakteri berulang, gejala eksaserbasi dan merokok
maka menyebabkan penyakit menjadi progresif dan berjangkit dalam waktu lama
sehingga disebut bronkitis kronis.

2.3 Patofisiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronis


PPOK merupakan suatu kelompok gangguan pulmoner yang ditandai
dengan adanya suatu obstruksi permanent (irreversible). Peradangan kronis ini adalah
suatu respon terhadap paru-paru yang terpapar bahan-bahan iritan seperti asap rokok
yang dihisap, gas beracun, polusi, debu, dan lain-lain yang merusak jalan nafas dan
parenkim paru. Iritasi kronik yang disebabkan oleh asap rokok dan polusi adalah faktor
pencetus. PPOK dikelompokkan menjadi subtipe bronchitis kronis dan emfisema,
walaupun kebanyakan pasien memiliki keduanya. Menurut Black (2014), patologi
penyakit tersebut adalah :
a) Bronkitis Kronis
Bronkitis kronis merupakan akibat dari inflamasi bronkus, yang
merangsang peningkatan produksi mukus, batuk kronis, dan kemungkinan terjadi
luka pada lapisan bronkus. Berbeda dengan bronkitis akut, manifestasi klinis
bronkitis kronis berlangsung minimal tiga bulan selama satu tahun dalam dua tahun
berturut-turut dan tidak disebabkan penyakit lain (Muhammad A, Alsagaf H,
2010).
Terjadinya PPOK yang disebabkan oleh merokok yaitu bermula
pada masuknya komponen-komponen rokok ataupun bahan-bahan iritan
yang akan merangsang terjadinya peradangan atau inflamasi pada sel-sel epitel
penghasil mukus di bronkus. Peradangan ini juga akan mengganggu sistem
escalator mukosiliaris karena silia pada sel epitel mengalami kelumpuhan atau
disfungsional dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar
dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus ini kemudian akan berfijngsi
sebagai tempat perkembangan dari mikroorganisme penyebab infeksi dan
menjadi sangat purulen. Timbul peradangan pada bronkus akan yang
menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan bronkiolus, terutama ekspirasi
yang terhambat .Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan
sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan. Proses ini
semua mengakibatkan terjadinya bronkitis kronis (Valentina L . Brashers, 2008,
Arif Mansjoer, dkk, 2001, Silvia & Lorraine, 1995, Soeparman, 1990, PDPI
2003, Hadi Halim, dkk, 2002).
b) Emfisema
Emfisema adalah keadaan terdapatnya pelebaran abnormal alveoli
yang permanen disertai destruksi dinding alveoli (kerusakan pada dinding
alveolus). Dua jenis emfisema yang relevan terhadap PPOK adalah emfisem
pan-asinar dan emfisema sentri-asinar.
1) Emfisema sentri-asinar
Secara selektif hanya menyerang bagian bronkiolus respiratorius.
Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhimya
cenderung menjadi satu ruang sewaktu dinding-dinding mengalami
integrasi .Mula-mula ductus alveolaris dan sakus alveolaris yang lebih distal
dapat dipertahankan. Penyakit ini seringkali lebih berat menyerang bagian
atas paru- paru, tetapi akhimya cenderung tersebar tidak merata. Emfisema
sentrilobular atau sentri-asinar lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan
dengan bronkitis kronis, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok
(Silvia & Lorraine 1995) .
2) Emfisema Pan-asinar
Pan-asinar mempakan bentuk morfologi yang lebih jarang, dimana alveolus
yang terletak distal dari bronkiolus terminalis mengalami pembesaran serta
kemsakan merata . Jika penyakit makin parah, maka semua komponen sinus
sedikit demi sedikit menghilang sehingga akhimya hanya tertinggal beberapa
lembar jaringan saja, yang biasanya berupa pembuluh-pembuluh darah. Pan-
asinar mempunyai gambaran khas yaitu: tersebar merata diseluruh paru-paru,
meskipun bagian-bagian basal cenderung terserang lebih parah

Pada jenis pan-asinar kerusakan asinar relative difus dan dihubungkan


dengan proses menua serta pengurangan permukaan alveolar. Keadaan ini
menyebabkan berkurangnya elastic recoil paru sehingga timbul obstruksi saluran
nafas. Pada jenis sentri-asinar kelainan terjadi pada bronkiolus dan aderah perifer
asinar, kelainan ini sangat erat hubungannya dengan asap rokok dan penyakit
saluran nafas perifer.

Emfisema

Obstruksi saluran nafas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena
perubahan struktural pada saluran nafas kecil yaitu: infamasi, fibrosis, metaplasia sel
goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan nafas.

2.4 Faktor Resiko Penyakit Paru Obstruktif Kronis


PPOK mempunyai progresivitas yang lambat, diselingi dengan fase
eksaserbasi akut yang timbul secara periodik. Pada fase eksaserbasi akut terjadi
perburukan yang mendadak dari perjalanan penyakitnya yang disebabkan oleh suatu
faktor pencetus dan ditandai dengan suatu manifestasi klinis yang memberat.
Faktor risiko pada umunya PPOK berupa merokok, genetik, paparan terhadap
partikel berbahaya, usia, asmita atau hiperreaktivitas bronkus, status sosioekonomi,
dan infeksi. Francis mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor resiko yang
menyebabkan orang terjangkit Penyakit Paru Obstruktif Kroni.

1) Merokok

Merokok merupakan penyebab PPOK yang paling umum,


dan mencakup 80% dari semua kasus PPOK yang ditemukan. Rokok
mengandung banyak zat berbahaya penyebab iritasi pada saluran
napas, contohnya nikotin. Kandungan dalam nikotin mampu
mengiritasi saluran napas dan melemahkan sel pertahanan saluran napas
sehingga terjadi peradangan dan menyebabkan PPOK. Diduga bahwa
sekitar 20% orang yang merokok akan mengalami PPOK, dengan
risiko perseorangan meningkat sebanding dengan peningkatan jumlah
rokok yang diisapnya.
Merokok merupakan faktor utama pada PPOK. Gangguan
pernafasan dan penurunan faal paru paling sering terjadi pada
perokok. Dari lamanya merokok, usia mulai merokok, jumlah
bungkus rokok pertahun, dan merupakan perokok aktif atau perokok
pasif semua ini mempengamhi angka kematian PPOK (Siti Fadilah
Supari 2004 dalam keputusan Menkes RI, 2008).

2) Infeksi Saluran Pernafasan

Infeksi saluran pernafasan telah diteliti sebagai faktor risiko


potensial dalam perkembangan dan progresivitas PPOK pada orang
dewasa, terutama infeksi saluran nafas bawah berulang. Infeksi saluran
respirasi pada masa anak-anak juga telah dinyatakan sebagai faktor
predisposisi potensial pada perkembangan akhir PPOK.
Infeksi saluran pemafasan adalah faktor risiko yang
berpotensi menyebabkan kerusakan paru lebih hebat, sehingga
gejalanya pun lebih berat. Bakteri masuk ke saluran pemapasan
penderita PPOK akan menyebabkan inflamasi pada paru semakin hebat.

3) Paparan pekerjaan

Meningkatnya gejala-gejala respirasi dan obstruksi aliran


udara dapat diakibatkan oleh paparan debu di tempat kerja. Paparan
ini meliputi agen kimia debu organik dan non organik, serta bau-bauan.
Beberapa paparan pekerjaan yang khas termasuk penambangan batu
bara, panambangan emas, dan debu kapas tekstil telah diketahui
sebagai faktor risiko obstruksi aliran udara kronis
4) Polusi Udara
Polusi udara terdiri dari polusi di dalam ruangan seperti
asap rokok, asap kompor, asap kayu bakar, dan lain-lain, polusi di luar
ruangan, seperti gas buang industri, gas buang kendaraan bermoto,
debu jalanan, dan lain-lain, serta polusi di tempat kerja, seperti bahan
kimia, debu atau zat iritasi, gas beracun, dan lain- lain.

5) Faktor Genetik

Faktor genetik yang utama adalah defisiensi anti elastase


yaitu kurangnya α1 Antitrypsin atau (α1AT). Dimana alfa1- antitripsin
merupakan suatu protein yang menetralkan enzim elastase yang
sering dikeluarkan saat terjadi peradangan dan mencegah kerusakan
paru. Dengan demikian ketidak seimbangan antara enzim elastase dan
anti elastase ini menimbulkan kerusakan jaringan elastin paru .

2.5 Tanda dan Gejala Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Beberapa tanda gejala seorang mengidap penyakit paru obstruksi kronik


menurut (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2015) adalah :

1) Dyspnea, takipnea, penggunaan otot pernafasan tambahan dikarenakan


peningkatan kerja pernafasan disertai peningkatan produksi mukus
berwarna abu-abu, putih hingga kuning.
2) Dada berbentuk tong dengan peningkatan diameter anteroposterior karena
paru mengalami hiperinflasi dan terperangkapnya udara.
3) Ekspirasi memanjang dan mengerang sebagai upaya
untuk mempertahankan jalan napas tetap terbuka.

Gejala yang paling sering terjadi pada pasien PPOK adalah sesak napas.
Sesak napas juga biasanya menjadi keluhan utama pada pasien PPOK karena
terganggunya aktivitas fisik akibat gejala ini. Sesak napas biasanya menjadi
komplain ketika FEV1 <60% prediksi. Pasien biasanya mendefinisikan sesak
napas sebagai peningkatan usaha untuk bernapas, rasa berat saat bernapas,
gasping, dan air hunger. Batuk bisa muncul secara hilang timbul, tapi biasanya
batuk kronis adalah gejala awal perkembangan PPOK. Gejala ini juga biasanya
merupakan gejala klinis yang pertama kali disadari oleh pasien Batuk kronis
pada PPOK bisa juga muncul tanpa adanya dahak,

2.6 Diagnosis Penyakit Paru Obstruktif Kronis


Diagnosis PPOK dapat ditegakkan berdasarkan temuan klinis (anamnesis dan
pemeriksaan fisik) dan dibantu dengan pemeriksaan penunjang.

1) Anamnesis

Pada pasien PPOK ringan biasanya tidak menunjukkan gejala


sehingga sering luput dari perhatian dokter. Pada anamnesis kita mencari
tiga gejala respirasi yang umum terdapat pada pasien PPOK yaitu batuk
kronik, produksi sputum dan sesak napas (peningkatan usaha bemapas,
terasa berat, tersengal-sengal). Dicari dampak penyakit terhadap aktivitas
harian, pekerjaan, dampak ekonomi, perasaan depresi dan ansietas. Pada
PPOK sedang terjadi perburukan sesak napas pada aktivitas kerja atau
bukan kerja dan Pada PPOK berat pasien bisa henti napas (breathless)
saat meiakukan aktivitas harian . Dan ditanyakan juga riwayat paparan
dengan faktor resiko (intensitas dan lamanya), riwayat penyakit
sebelumnya, riwayat perawatan di rumah sakit akibat gangguan saluran
napas, riwayat penyakit keluarga dengan PPOK .

2) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pasien PPOK dapat bervariasi dari tidak


ditemukan kelainan sampai kelainan jelas dan tanda inflasi paru.

a) Inspeksi
i. Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu)
Sikap seseorang yang bernafas dengan mulut mencucu dan
ekspirasi yang memanjang. Ini diakibatkan oleh mekanisme tubuh
yang berusaha mengeluarkan CO2 yang tertahan di dalam paru
akibat gagal nafas kronis.
ii. Penggunaan alat bantu napas Penggunaan otot bantu napas terlihat
dari retraksi dinding dada, hipertropi otot bantu nafas, serta
pelebaran sela iga
iii. Barrel chest Barrel chest merupakan penurunan perbandingan
diameter antero- posterior dan transversal pada rongga dada
akibat usahamemperbesar volume paru. Bila telah terjadi gagal
jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema
tungkai.
iv. Pink puffer Pink puffer adalah gambaran yang khas pada
emfisema, yaitu kulit, kemerahan pasien kurus, dan pernafasan
pursed-lips breating.

v. Blue bloater
Blue bloater adalah gambaran khas pada bronkitis kronis, yaitu
pasien tampak sianosis sentral serta perifer, gemuk, terdapat edema
tungkai dan ronki basah di basal paru.

b) Palpasi
Pada palpasi dada didapatkan vokal fremitus melemah dan sela
iga melebar. Terutama dijumpai pada pasien dengan emfisema
dominan.
c) Perkusi Hipersonor akibat peningkatan jumlah udara yang
terperangkap, batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,
hepar terdorong ke bawah terutama pada emfisema.
d) Auskultasi Suara nafas vesikuler normal atau melemah, terdapat ronki
dan atau mengi pada waktu bernafas biasa atau pada ekspirasi
paksa, ekspirasi memanjang, bunyi jantung terdengar jauh.
3) Pemeriksaan Penunjang
a) Faal paru: spirometri dan uji bronkodilator
b) Darah Rutin: Hb , Ht , leukosit dll
c) Analisa Gas Darah
d) Radiologi
e) Mikrobiologi sputum (untuk pemelihan antibiotik bila terjadi
eksaserbasi).

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)


2011, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut:
1) Derajat 0 (berisiko) Gejala klinis: Memiliki satu atau lebih gejala batuk
kronis, produksi sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap factor resiko.
Spirometri: Normal.
2) Derajat I (PPOK ringan) Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan
atau tanpa produksi sputum. Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%.
3) Derajat II (PPOK sedang) Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan
atau tanpa produksi sputum. Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada
saat aktivitas). Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%.
4) Derajat III (PPOK berat)
Gejala klinis : Sesak napas ketika berjalan dan berpakaian. Eksaserbasi
lebih sering terjadi Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50% .
5) Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik. Disertai
komplikasi korpulmonale atau gagal jantung kanan. Spirometri
:FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%

2.7 Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Tujuan penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)


adalah mengurangi gejala dan risiko eksaserbasi akut. Indikato penurunan
gejala adalah gejala membaik, memperbaiki toleransi terhadap aktivitas,
dan memperbaiki status kesehatan. Sedangkan indikator penurunan
risiko adalah mencegah perburukan penyakit, mencegah dan mengobati
eksaserbasi, menurunkan mortalitas.

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan irreversible,


sehingga penatalaksanaan PPOK sebagai berikut :

1) Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang
pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK adalah menyesuaikan keterbatasan
aktivititas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru dan
menghindari pencetus dan memperbaiki derajat penyakit. Secara umum
bahan edukasi yang harus diberikan adalah:
a) Pengetahuan dasar tentang PPOK
b) Obat-obatan, manfaat dan efek sampingnya
c) Cara pencegahan perburukan penyakit
d) Menghindari pencetus (berhenti merokok)
e) Penyesuaian aktivitas.

2) Obat-obatan
a) Bronkodilator
Macam-macam bronkodilator :
i. Golongan antikolinergik
ii. Golongan agonis beta-2
iii. Kombinasi anti kolinergik dan agonis beta-2
iv. Golongan xantin

b) Anti inflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral
atau injeksi intra vena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih
golongan metalprednisolon atau prednisone. Bentuk inhalasi sebagai
terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif
yaitu terdapat perbaikan VEP l pascabronkodilator meningkat >20 %
dan minimal 250 mg.
c) Antibiotik Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan antibiotik
secara regular dapat menurunkan laju eksaserbasi. Azithromycin (250
mg/hari atau 500 mg 3 kali per minggu) atau eritromycin (500 mg 2 ali
per hari) dalam satu tahun dapat menurunkan risiko eksaserbasi.
Azithromycin berhubungan dengan peningkatan insiden resistensi
bakteri dan gangguan pendengaran.

d) Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) dan agen antioksidan


Pada pasien PPOK yang tidak mendapatkan kortikosteroid inhaler,
terapi regular dengan mukolitik seperti carbocystein dan N-
acetylcystein dapat menurunkan eksaserbasi dan memperbaiki
status kesehatan.
Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai pengobatan
simptomatik bila terdapat dahak yang lengket dan kental.
Diberikan secara rutin bila pada keadaan eksaserbasi akut karena
akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis
kronik dengan sputum ya g viscous. Mengurangi eksaserbasi pada
PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

e) Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup,
digunakan N-Asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
f) Antitusif
Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu.
Penggunaan secara rutin merupakan kontraindikasi, jadi pemberian antitusif
diberikan dengan hati-hati.

3) Terapi Oksigen
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama
dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemia dan mencegah keadaan yang
mengancam jiwa. Manfaat terapi oksigen:

i. Mengurangi sesak
ii. Memperbaiki aktivitas
iii. Mengurangi hipertensi pulmonal
iv. Mengurangi vasokonstriksi
4) Nutrisi
Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk dengan kalori yang dibutuhkan,
bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus-menerus (nocturnal feedings) dengan
pipa nasogaster. Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena
berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi
5) Rehabilitas
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki
kualitas hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program
rehabilitasi adalah mereka yang telah mendaptkan pengobatan optimal yang disertai:
i. Symptom pemapasan berat
ii. Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
iii. Kualitas hidup yang menurun
Program dilaksanakan didalam maupun di luar rumah sakit oleh suatu tim multi disiplin
yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapi, dan psikolog. Program
rehabilitasi terdi i dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan
pemapasan.
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat tejadi pada PPOK adalah:
1) Gagal nafas
a) Gagal nafas kronis
Dapat diatasi dengan menjaga keseimbangan PO2 dan PCO2, bronkodilator
adekuat, terapi oksigen yang adekuat terutama waktu aktivitas atau waktu tidur,
antioksidan, latihan pernapasan dengan pursed lips breathing.
b) Gagal nafas akut pada gagal nafas kronis, ditandai oleh sesak nafas
dengan atau tanpa sianosis, sputum bertambah dan purulen, demam, kesadaran
menurun.

2) Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk
koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang. Pada kondisi kronis
ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.

3) Kor pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai gagal
jantung kanan.

2.8 Pengkajian Keperawatan

Pada studi kasus ini terdapat seorang pasien yang dilakukan pengkajian,
yaitu Tn. A. Pada teori yang terdapat di bab 2 menurut PDPI 2011 keluhan
utama pasien PPOK umumnya yaitu sesak napas dan batuk berdahak.
Dilapangan didapatkan hasil klien memiliki keluhan utama yaitu sesak nafas.
Berdasarkan hasil anamnesa pada Tn. A sesak napas sejak 1 hari yang lalu
sampai pasien dibawah keRS hal ini disebabkan karena adanya riwayat
penyakit PPOK 4 bulan yang lalu. Jadi, terdapat teori dan data yang didapatkan
langsung dari Tn. A. Berdasarkan riwayat

kesehatan didalam teori untuk riwayat kesehatan sekarang yaitu sesak napas,
pusing, batuk berdahak , pengelihatan kabur , penurunan aktivitas, dan merasa
lelah. Sedangkan data yang didapatkan riwayat penyakit sekarang pada Tn. A
memiliki riwayat yaitu sesak napas, pusing, pengelihatan kabur, lemas, batuk
berdahak. Disini teori dan hasil data yang didapatkan langsung dari Tn. A.

Berdasarkan riwayat kesehatan dahulu Tn. A memiliki riwayat PPOK


sebelumnya., Tn. A pernah menderita penyakit PPOK 4 bulan yang lalu dan Tn.
A mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit
yangs ama. Pada sistem pemeriksaan fisik didalam teori, Terlihat adanya
peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan, penggunaan otot bantu nafas,
adanya suara mengi, bentuk dada barrelchest atau bisa juga normochest, sering
didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, Denyut nadi takikardi,
tekanan darah biasanya normal, Keadaanya biasanya composmentis. Pada saat
dilakukan pemeriksaan fisik terhadap Tn. A didapatkan hasil yaitu keadaan
compos mentis, keadaan umum lemah, terdapat penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan 29x/m, suara nafas mengi, bentuk dada
normochest,suara paru hipersonor, ekspansi dada meningkat. Dari hasil data
yang di dapatkan pada Tn. A.
2.9. Anamnesa

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. MN
Usia : 66 tahun
Alamat : Kembangsawit, Kebumen
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja (dulu petani)
Tanggal masuk : 1 April 2023
No. RM : 12.002801
Bangsal : Flamboyan

B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 1 April 2023 di
Balai Pengobatan Puskesmas Ambal II.

1. Keluhan Utama

Sesak napas

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Balai Pengobatan Puskesmas Ambal II dengan keluhan


sesak sejak 1 hari yang lalu. Sesak dirasak terus menerus baik saat beraktivitas
ataupun saat istirahat. Keluhan sesak saat berbaring terlentang, terbangun
tengah malam karena sesak, dan kaki bengkak disangkal. Pasien biasa tidur
dengan 1 bantal. Keluhan sesak membaik dengan beristirahat dan sesak sudah
pernah dirasakan sebelumnya. Terakhir kali sesak 1 bulan yang lalu. Pasien
masih bisa berkomunikasi dan mengeluarkan katakata dengan baik dan masih
bisa tidur malam. Pasien belum pernah masuk RS karena keluhan sesaknya ini,
selama ini hanya berobat ke Puskesmas. Selain sesak pasien juga mengeluhkan
batuk dahak dan demam sejak 3 hari terakhir. Dahak yang keluar berwarna
putih dan tidak ada pilek. Keluhan pusing atau sakit kepala, nyeri dada, mual,
muntah, nyeri perut disangkal. Nafsu makan baik, BAB dan BAK dalam batas
normal. Saat ini pasien sedang tidak berpuasa bulan ramadan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan

Riwayat keluhan serupa diakui dan didiagnosa penyakit paru obstruktif


kronis (PPOK). Saat ini tidak ada obat rutin yang diminum. Riwayat penyakit
paru lainnya (pneumonia, TB paru) disangkal. Riwayat alergi disangkal. Riwayat
hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit jantung disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga dan orang serumah tidak ada yang sedang memiliki keluhan serupa
saat ini, tidak ada riwayat pneumonia dan TB paru dalam keluarga. Di dalam
rumah pasien tidak ada yang merokok. alergi pada anggota keluarga tidak ada.

5. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien merupakan perokok aktif sejak dari usia remaja dan berhenti merokok
kurang lebih 5 tahun terakhir saat pasien merasakan sesak pertama kali.
Keluarga di rumah memasak dengan kompor gas dan kadang menggunakan
kayu bakar.

2.9 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : sakit sedang


2. Kesadaran : E4M6V5
3. BB : 46.7 kg
TB : 162 cm
IMT : 17.79 kg/m2 (underweight)
4. Tekanan Darah : 107/68 mmHg
Nadi : 98 kali/menit
regular Suhu : 36.6 oC
RR : 26 kali/menit S
pO2 : 97% free air

6. Status Generalis

a. Pemeriksaan Kepala
Bentuk : Mesosefal, simetris, rambut terdistribusi merata, tidak mudah
dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya
(+/+), pupil bulat isokor 3 mm/3 mm
Telinga : Deformitas (-/-), discharge (-/-), serumen (-/-), inflamasi (-/)
Hidung : Deformitas (-), discharge (-/-), napas cuping hidung (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa mulut basah, lidah tidak kotor
Leher : Deviasi trakea (-), tidak teraba pembesaran KGB
b. Pemeriksaan Dada
Bentuk simetris, deformitas (-/-)
Paru
Inspeksi : Gerakan dada simetris, tidak ada yang tertinggal, retraksi
sternocleidomastoid (-), retraksi suprasternal (-), retraksi interkostal
(-)
Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi kasar (+/-),
wheezing (+/+) Jantung Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung dbn Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-),
gallop (-)

c. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : datar, distensi (-), jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen
Edukasi:

Edukasi pola hidup sehat, hindari asap rokok/kayu bakar, perbanyak minum
air hangat, istirahat cukup, perbanyak makan sayur dan buah-buahan. Hindari
minuman dingin, minum manis/makan gorengan teralu sering. Jaga kebersihan
dan proteksi diri dan pencegahan penularan dengan menggunakan masker saat
keluar rumah. Kontrol setelah obat habis, dan jika keluhan sesak belum
membaik, segera ke RS.

3.1 Pengkajian Keperawatan.

Pengkajian merupakan tahap awal dari sebuah proses keperawatan. Pada


tahap pengkajian terjadi proses pengumpulan data. Berbagai data yang
dibutuhkan baik wawancara, observasi, atau hasil laboratorium dikumpulkan
oleh petugas keperawatan. Pengkajian memiliki peran yang penting, khususnya
ketika ingin menentukan diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan
keperawatan, implementasi keperawatan, serta evaluasi keperawatan (Prabowo,
2017) .

Pengkajian pada pasien PPOK dilakukan dengan menggunakan pengkajian


medalam mengenai bersihan jalan napas tidak efektif, dengan kategori
fisiologis dan subkategori respirasi. Pengkajian dilakukan sesuai dengan tanda
gejala mayor dan minor bersihan jalan napas tidak efektif dimana data
mayornya yaitu subjektif tidak tersedia dan data objektifnya batuk tidak efektif,
sputum berlebih, tidak mampu batuk, mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering,
sedangkan tanda gejala minor, data subjektif dyspnea, sulit bicara, ortopnea.
Data objektif yaitu gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas
berubah, pola napas berubah TIM POKJA SDKI DPP PPNI., (2017). Selain itu,
hal-hal yang perlu dilakukan pada pengkajian keperawatan pada pasien PPOK
dengan bersihan jalan napas tidak efektif Muttaqin (2014) yaitu :
a. Biodata pasien

Berisikan nama, jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan pendidikan.

b. Keluhan utama

Penting untuk mengenal tanda dan gejala untuk mengetahuai dan mengkaji
kondisi pasien. Keluhan utama yang muncul seperti batuk, produksi sputum
berlebih, sesak napas, merasa lelah. Keluhan utama harus diterangkan sejelas
mungkin.

c. Riwayat kesehatan saat ini

Setiap keluahan utama yang ditanyakan kepada pasien akan diterangkan


pada riwayat penyakit saat ini seperti sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama
dan berapa kali keluhan terjadi, bagaimana sifat keluhan yang dirasakan, apa yang
sedang dilakukan saat keluhan timbul, adakah usaha mengatasi keluhan sebelum
meminta pertolongan, berhasil atau tidak usaha tersebut, dan sebagainya.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Pengkajian riwayat penyakit keluarga sangat penting untuk mendukung


keluhan dari pasien, perlu dikaji riwayat keluarga yang memberikan
predisposisi keluhan seperti adanya riwayat batuk lama, riwayat sesak napas
dari generasi terdahulu. Adanya riwayat keluarga yang menderita kencing
manis dan tekanan darah tinggi akan memperburuk keluhan pasien.
e. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang difokuskan pada pasien PPOK dengan bersihan jalan
nafas tidak efektif Muttaqin (2014) yaitu :

1) Inspeksi
Inspeksi yang berkaitan dengan sistem pernapasan adalah melakukan
pengamatan atau observasi pada bagian dada, bentuk dada simetris atau tidak,
pergerakan dinding dada, pola napas, irama napas, apakah terdapat proses
ekhalasi yang panjang, apakah terdapat otot bantu pernapasan, gerak paradoks,
retraksi antara iga dan retraksi di atas klavikula. Dalam melakukan pengkajian
fisik secara inspeksi, pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat keadaan
umum dan adanya tanda-tanda abnormal seperti adanya sianosis, pucat,
kelelahan, sesak napas, batuk, serta pada pasien PPOK dapat dilihat bentuk
dada barrel chest

2) Palpasi

Palpasi dilakukan untuk mengetahui gerakan dinding terak saat proses


inspirasi dan ekspirasi. Cara palpasi dapat dilakukan dari belakang dengan
meletakkan kedua tangan di kedua sisi tulang belakang. Kelainan yang
mungkin didapat saat pemeriksaan palpasi antara lain nyeri tekan, adanya
benjolan, getaran suara atau fremitus vokal. Cara mendeteksi fremitus vokal
yaitu letakkan kedua tangan pada dada pasien sehingga kedua ibu jari
pemeriksa terletak di garis tengah di atas sternum, ketika pasien menarik nafas
dalam, maka kedua ibu jari tangan harus bergerak secara simetris dan terpisah
satu sama lain dengan jarak minimal 5 cm. Getaran yang terasa oleh tangan
pada saat dilakukan pemeriksaan palpasi disebabkan oleh adanya dahak dalam
bronkus yang bergetar pada saat proses inspirasi dan ekspirasi

3) Perkusi
Pengetukan dada atau perkusi akan menghasilkan vibrasi pada dinding dada
dan organ paru-paru yang ada dibawahnya, akan dipantulkan dan diterima oleh
pendengaan pemeriksa. Cara pemeriksa perkusi dengan cara permukaan jari
tengah diletakkan pada daerah dinding dada di atas sela-sela iga selanjutnya
diketuk dengan jari tengah yang lain.

4) Auskultasi

Auskultasi adalah mendengarkan suara yang berasal dari dalam tubuh


dengan cara menempelkan telinga ke dekat sumber bunyi atau dengan
menggunakan stetoskop. Pemeriksaan auskultasi berfungsi untuk mengkaji
aliran udara dan mengevaluasi adanya cairan atau obstruksi padat dalam
struktur paru. Untuk mengetahui kondisi paru-paru, yang dilakukan saat
melakukan pemeriksaan auskultasi yaitu mendengar bunyi napas normal dan
bunyi napas tambahan. Data pasien bersihan jalan napas tidak efektif termasuk
dalam kategori fisiologis subkategori respirasi, perawat harus mengkaji data
gejala dan tanda mayor minor TIM POKJA SDKI DPP PPNI., (2017) meliputi :

(a) Gejala dan tanda mayor


(1) Subjektif : tidak tersedia
(2) Objektif : batuk tidak efekti, tidak mampu batuk, sputum berlebih,
mengi,wheezing dan atau ronkhi kering
(b) Gejala dan tanda minor
(1) Subjektif : dyspnea, sulit bicara, ortopnea
(2) Objektif : gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas
berubah, pola napas berubah.

3.2 Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon


klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialami baik
yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan
untuk mengidentifikasi respon klien individu, keluarga, dan komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan TIM POKJA SDKI DPP
PPNI., (2017). Proses penegakan diagnosis merupakan suatu proses yang
sistematis yang terdiri atas tiga tahap yaitu analisa data, identifikasi masalah
dan perumusan diagnosis.

Diagnosis keperawatan memiliki dua komponen yang utama yaitu masalah


(problem) atau label diagnosis yang menggambarkan inti dari respon klien
terhadap kondisi kesehatan, dan indikator diagnostik yang terdiri atas penyebab
(etiology), tanda (Sign), gejala (Symptom) dan faktor risiko. Pada diagnosis
aktual, indikator diagnostik terdiri atas masalah,penyebab dan tanda/gejala.
Bersihan jalan napas tidak efektif termasuk dalam jenis kategori diagnosis
keperawatan negatif. Diagnosis negatif menunjukan bahwa klien dalam kondisi
sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan mengarah pada pemberian
intervensi yang bersifat penyembuhan (TIM POKJA SDKI DPP PPNI., 2017).

Diagnosis keperawatan yang akan difokuskan yaitu pasien PPOK dengan


diagnosis keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
(b.d) hipersekresi jalan napas dibuktikan dengan (d.d) batuk tidak efektif, tidak
mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing dan/ atau ronkhi kering.

2.7 Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah langkah ketiga yang juga amat penting


untuk menentukan berhasil atau tidaknya proses asuhan keperawatan. Jenis
luaran keperawatan dibagi menjadi luaran positif yaitu menunjukan kondisi,
perilaku, yang sehat dan luaran negatif yaitu kondisi atau perilaku yang tidak
sehat. Komponen dari luaran keperawatan terdiri dari label, ekspetasi, dan
kriteria hasil. Label luaran keperawtan merupakan kondisi, prilaku, dan
persepsi pasien yang dapat diubah, diatasi dengan intervensi keperawatan.
Ekspetasi adalah penilaian terhadap hasil yang dirapkan tercapai yang terdiri
dari tiga kemungkinan yaitu meningkat, menurun, dan membaik. Kriteria hasil
adalah karakteristik pasien yang dapat diamati atau diukur perawat dan menjadi
dasar untuk menilai pencapaian hasil intervensi.(Tim Pokja SIKI DPP PPNI.
(2018), 2018).

Perencanaan keperawatan yang diberikan sesuai dengan Standar Intervensi


Keperawatan Indonesia (SIKI) terdiri dari dua intervesi utama, untuk mengatasi
bersihan jalan nafas tidak efektif pada pasien PPOK adalah menggunakan label
latihan batuk tidak efektif dan manajemen jalan napas.
Tabel 2
Perencanaan Asuhan Keperawatan Pada Pasien PPOK dengan
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

Diagnosis Keperawatan Tujuan Keperawatan Intervensi Keperawatan

Bersihan Jalan Napas Tidak Setelah dilakukan Latihan Batuk Efektif


Efektif D.0001 Definisi : intervensi keperawatan (I.01006)
Bersihan jalan nafas tidak selama 1 x 2 jam maka
efektif adalah diharapkan bersihan jalan Tindakan:
ketidakmampuan napas Membaik dengan
membersihkan sekret atau kriteria hasil: Observasi:
obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan nafas Bersihan jalan napas  Identifikasi
tetap paten. (L.01001) kemampuan batuk
 Batuk efektif cukup
Penyebab : membaik Terapeutik:
 Produksi sputum cukup
Fisiologis membaik  Atur posisi semi fowler
 Dispnea cukup membaik atau fowler
 Spasme jalan napas  Frekuensi cukup  Buang secret pada
 Hipersekresi jalan napas membaik tempat sputum
 Disfungsi neuromuskuler   Pola napas cukup
Benda asing dalam jalan membaik Edukasi:
napas  Gelisah cukup membaik  Jelaskan tujuan dan
 Adanya jalan napas buatan  Wheezing cukup prosedur batuk efektif
 Skresi yang tertahan membaik  Anjurkan Tarik napas
 Hiperplasia dinding jalan  Ronchi cukup membaik dalam melalui hidung
napas selama 4 detik, ditahan
 Proses infeksi selama 2 detik,
 Respon alergi kemudian keluarkan
 Efek agen farmakologi dari mulut dengan bibir
( mis.anestasi) dibulatkan selama 8
detik
Situasional  Anjurkan mengulangi
Tarik napas dalam
 Merokok aktif hingga 3 kali
 Merokok pasif  Anjurkan batuk dengan
 Terpajan polutan kuat langsung setelah
Tarik napas dalam yang
ketiga
Gejala dan Data Mayor Kolaborasi:

Subjektif: tidak tersedia Kolaborasi


Objektif :
 Batuk tidak efektif pemberian bronkodilator,
mukolitik, ekspektoran
 Tidak mampu batuk.
 Sputum berlebih. Manajemen Jalan Napas
 Mengi,wheezing dan atau (I.01011)
ronkhi kering.
 Mekonium di jalan napas Tindakan:
( pada neonatus).
Observasi:
Gejala dan Data Minor
Subjektif :
 Dispnea  Monitor pola napas
 Sulit bicara (frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
 Ortopnea
 Monitor bunyi napas
Objektif tambahan (mis.
gurgling, mengi,
 Gelisah
wheezing, ronchi
 Sianosis
kering)
 Bunyi napas menurun
 Monitor sputum
 Frekuensi napas berubah (jumlah, warna, aroma)
 Pola napas berubah
Terapeutik:

 Posisikan semi-fowler
atau fowler
 Lakukan fisioterapi
dada
 Berikan oksigen

Edukasi

 Ajarkan tehnik batuk


efektif

Kolaborasi:

 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik
3.3 Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan adalah rencana tindakan yang dilakukan untuk


mencapai tujuan dari kriteria hasil yang dibuat. Tahap pelaksanaan dilakukan
setelah rencana tindakan di susun dan di tunjukkan kepada nursing order untuk
membantu klien mencapai tujuan dan kriteria hasil yang dibuat sesuai dengan
masalah yang klien hadapi. Tahap pelaksaanaan terdiri atas tindakan mandiri
dan kolaborasi yang mencangkup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Agar kondisi klien cepat
membaik diharapkan bekerja sama dengan keluarga klien dalam melakukan
pelaksanaan agar tercapainya tujuan dan kriteria hasil yang sudah di buat dalam
intervensi (Nursalam. (2017).

Implementasi yang dilakukan pada masalah keperawatan bersihan jalan


napas tidak efektif selama 1 x 2 jam diantaranya berupa tindakan observasi,
terapeutik, edukasi, kolaborasi dan tindakan terapeutik yang ditekankan yaitu
pada batuk efektif, tindakan batuk efektif yang meliputi posisi duduk, menarik
napas secara dalam dan menahan 1-3 detik kemudian menghembuskan
perlahan dengan mulut, menarik napas kembali 1-3 detik dan membatukkan
dengan kuat .Prosedur batuk efektif diulang sebanyak 2-6 kali (Pack, 2018).

2.9 Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan


untuk mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan
klien ke arah pencapaian tujuan. Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang
terjadi pada setiap langkah dari proses keperawatan dan pada kesimpuln
Herdman (2018). Evaluasi keperawatan dicatat menyesuaikan dengan diagnosa
keperawatan dimana evaluasi untuk setiap diagnosa keperawatan meliputi data
subjektif (S), data objektif (O), analisa permasalahan atau Assesment
merupakan kesimpulan antara data subjective dan data objective dengan tujuan
dan kriteria hasil, kemudian mencantumkan diagnosis atau masalah
keperawatan (A), serta perencanaan ulang berdasarkan analisa (P).

Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi


formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan yang disebut dengan evaluasi proses. Evaluasi formatif ini
dilakukan segera setelah tindakan keperawatan dilaksanakan. Evaluasi sumatif
dilakukan setelah perawat melakukan serangkaian tindakan keperawatan.
Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai kualitas asuhan keperawatan yang telah
diberikan. Indikator keberhasilan yang ingin dicapai sesuai SLKI yaitu pada
label bersihan jalan napas antara lain:
a. Batuk efektif cukup membaik
b. Produksi sputum cukup membaik
c. Dispnea cukup membaik
d. Frekuensi napas cukup membaik
e. Pola napas cukup membaik
f. Gelisah cukup membaik
g. Wheezing cukup membaik
h. Ronchi cukup membaik
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien datang ke Balai Pengobatan Puskesmas Ambal II dengan keluhan


sesak nafas sejak 1 hari yang lalu. Sesak dirasakan terus menerus, baik saat
beraktivitas ataupun saat istirahat. Hal ini menunjukkan sesak paling mungkin
disebabkan pada kelainan yang berasal dari paru jantung dibandingkan jatung.
Hal tersebut juga didukung dari pernyataan pasien yang menyangkal keluhan
tidak dipengaruhi aktivitas fisik atau dicetuskan oleh adanya usaha (dyspnea on
effort), tidak merasa sesak saat berbaring terlentang (ortopnea) dan pasien
hanya menggunakan 1 bantal saat tidur, tidak pernah terbangun tengah malam
karena sesak (paroxysmal nocturnal dyspnea), dan kedua kaki tidak bengkak.

Keluhan seperti ini pernah dirasakan oleh pasien sebelumnya pertama kali
kurang lebih 5 tahun yang lalu dan keluhan terakhir pada 1 bulan yang lalu. Hal
ini menandakan bahwa sesak yang dirasakan merupakan sesak yang kronis dan
merupakan gejala kambuhan. Keluhan lain didapatkan adanya batuk yang
berdahak berwarna putih dan demam sejak 3 hari yang lalu, tidak terdapat
keluhan adanya pilek. Batuk disertai demam yang terjadi menunjukkan
kemungkinan sedang terjadi proses infeksi saluran napas akut. Batuk dan
proses infeksi dapat merangsang reaksi bronkus yang menyebabkan
mengeluhkan sesak. Keluhan batuk lama yang tidak kunjung sembuh disangkal
pasien dapat mengesampingkan kemungkinan infeksi TB, keluhan serupa pada
keluarga disangkal menunjukkan kemungkinan sumber penularan dan
penyebab kekambuhan bukan berasal dari dalam rumah, bisa juga didapat dari
lingkungan sekitar dan orang-orang yang kontak dengan pasien. Pasien dan
keluarga juga tidak memiliki riwayat alergi, sehingga dapat dikesampingkan
kemungkinan sesak disebabkan oleh asma bronkial.

Pasien merupakan perokok aktif sejak dari usia remaja hingga sebelum
pasien merasakan sesak pertama kali, serta di rumah masih menggunakan kayu
bakar saat memasak. Hal ini dapat berkontribusi terhadap perjalanan penyakit
pasien, karena rokok dan asap dapat melepaskan mediator inflamasi dan
menyebabkan fibrosis jaringan ikat bronkus dan percabangannya. Jika proses
ini berlangsung dalam jangka panjang (kronis) maka akan terjadi penurunan
fungsi pernapasan secara ireversibel dan gejala utama yang timbul adalah sesak
seperti yang dirasakan pasien.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital pasien masih dalam batas
normal. Secara objektif pasien masih dapat berkomunikasi dan mengeluarkan
kata-kata dengan baik, RR 26x/menit, dan SpO2 97% menunjukkan sesak yang
dirasakan dalam intensitas ringan. Pada pemeriksaan lokalis pada paru
ditemukan rhonki kasar pada paru kanan dan wheezing pada kedua lapang paru
hal tersebut menunjukkan adanya infiltrat pada parenkim paru dan obstruksi
bronkus akibat bronkokonstriksi dan hipersekresi mukus. Dengan demikian
dapat diketahui bahwa batuk dan demam yang dikeluhkan pasien berasal dari
infeksi sebagian bronkus/pecabangannya dan sebagian parenkim paru. Sesak
yang dirasakan pasien terjadi karena bronkokonstriksi menyebabkan ekspirasi
memanjang dan otot pernapasan semakin berusaha mengeluarkan udara pada
saat ekspirasi. Proses infeksi pada saluran napas dapat merangsang pelepasan
mediator inflamasi dan mencetuskan bronkokostriksi, namun karena pasien
memiliki faktor risiko seperti riwayat merokok menggambarkan telah terjadi
kerusakan pada saluran napas dan remodelling bronkus yang sifatnya
ireversibel sehingga bronkus menjadi hipersensitif terhadap berbagai macam
rangsangan yang menyebabkan bronkokonstriksi. Sehingga mengembalikan
fungsi saluran napas akan menjadi lebih sulit. Dengan demikian berdasarkan
hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ini didiagnosis PPOK dengan
bronkopneumonia.

Pasien ini diberikan salbutamol merupakan agonis β2 kerja singkat (SABA)


yang bekerja untuk relaksasi otot polos saluran napas dan meningkatkan
pembersihan mukosilier. SABA merupakan terapi pilihan untuk serangan akut
(reliever) karena onsetnya yang cepat dan memberikan efek protektif terhadap
rangsangan bronkokonstriksi. Selain itu pasien juga diberikan
methylprednisolone yang merupakan kortikosteroid, berguna untuk menekan
proses inflamasi yang sedang terjadi dan menurunkan hipereaktivitas jalan
napas, mempercepat perbaikan serangan, dan mencegah kekambuhan. Kedua
terapi tersebut sesuai dengan rekomendasi terapi PPOK untuk rawat jalan
berdasarkan PDPI. OBH syr dan NAC diberikan untuk meredakan gejala batuk
dan mukolitik. Paracetamol diberikan untuk meredekan gejala demam.
Selanjutnya, pasien ini juga didiagnosis dengan bronkopneumonia.
Bronkopneumonia merupakan salah satu predileksi infeksi dari pneumonia
yang terjadi pada area bronkus dan parenkim paru. Berdasarkan pemeriksaan
fisik infeksi parenkim paru pada pasien ini kemungkinan tidak terlalu luas.
Terapi bronkopneumonia yang diberikan adalah amoxicilin. Pemilihan
antibiotik tersebut sudah sesuai dengan terapi empiris pneumonia komunitas
menurut PDPI 2014 yaitu golongan fluorokuinolon, makrolid, atau β laktam,
untuk rawat jalan dapat diberikan salah satunya dan untuk rawat inap dapat
diberikan fluorokuinolon atau kombinasi β lactam dan makrolid.

Setelah itu tidak lupa, pasien diberikan edukasi mengenai pola hidup sehat,
untuk menghindari asap rokok/kayu bakar, perbanyak minum air hangat,
istirahat cukup, perbanyak makan sayur dan buah-buahan. Hindari minuman
dingin, minum manis/makan gorengan teralu sering. Jaga kebersihan dan
proteksi diri dan pencegahan penularan dengan menggunakan masker saat
keluar rumah. Kontrol setelah obat habis, dan jika keluhan sesak belum
membaik, segera ke RS.
BAB IV
KESIMPULAN

PPOK merupakan penyakit yang sering, dapat dicegah, dan dapat


disembuhkan dengan karakteristik gejala respirasi persisten dan hambatan
aliran udara yang disebabkan oleh abdormalitas aliran udara dan/atau alveolar
biasanya diakibatkan oleh paparan signifikan partikel atau gas berbahaya. Tata
laksana PPOK bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas
hidup agar pasien PPOK dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari, sehingga pasien diberikan edukasi untuk kontrol kembali
agar petugas kesehatan dapat melakukan follow-up hasil pengobatan dan
melakukan penyesuaian dosis dan obat-obatan setelah PPOK pasien stabil.
DAFTAR PUSTAKA

Adi Napanggala. (2015). Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dengan Efusi
Pleura dan Hipertensi Tingkat I. Jurnal Medula Unila. Vol. 4, No. 2. 1-6.
Arto Yuwono Soeroto, Hendarsyah Suryadinata. (2014). Penyakit Paru Obstruktif
Kronik. Ina J Chest Crit and Emerg Med. Vol. 1, No. 2. 83-88.

Komilannaath Paramasivam. (2017). Praktik Belajar Lapangan; Penyakit. Paru


Obstruktif Kronis (PPOK). Laporan Praktik. Bali: Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.
Lindayani, L. P., Tedjamartono, T. D. (2017). Praktik Belajar Lapangan;
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Laporan Praktik. Bali: Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
Mangunnegoro H, dkk. (2001). PPOK, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia: hal. 1-56

Putri Fitriana E.S. (2015). Influence of Smoking on Chronic Obstructive


Pulmonary Disease (COPD). Jurnal Majority. Vol. 4, No. 5, 27-75

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2011). Penyakit paru obstruktif kronik


(PPOK). Pedoman Praktis dan Penatalaksanaaan di Indonesia. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; P. 1-88.

Vini Desi Arifiyanti. (2012). Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruktif


Kronik (PPOK) di Rumah Sakit Khusus Paru Palembang Periode Januari 2011-
Desember 2011. Skripsi. Palembang: Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.

WHO. (2010). Chronic Respiratory Diseases. https://www.who.int/health-


topics/chronic-respiratory-diseases#tab=tab_1 . Diakses pada 12 Januari 2020
MAKALAH
Praktika asuhan keperawatan pasien dengan gangguan
oksigen patologis sistem pernafasan dan cardiovaskuler :
(COPD / PPOK)

DI
SUSUN
OLEH
KELOMPOK 7
(MUHAMMAD SYAHRUL)
NIM. P00620423030

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES MATARAM
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN BIMA
TAHUN 2024/2025

LEMBAR PENGESAHAN

Tugas makalah ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan nilai mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah, disetujui pada :

Hari :

Tanggal :

Mengesahkan :

Dosen Pengampu PJMK


Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Hj. Nurwahidah, S.Pd.S.Kep.Ns.M.Pd.M.Kes. Hj. Nurwahidah, S.Pd.S.Kep.Ns.M.Pd.M.Kes.


NIP. 196804281989032002 NIP. 196804281989032002

Kaprodi
Sarjana Terapan Keperawatan Bima

Hj. Rini Hendari, S.Kep.Ns.M.Kep.


NIP. 196004231993032001
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taala, yang
telah memberikan kemampuan dan petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan
kepada Nabi kita, yakni Nabi Muhammad shallahu alaihi wasallam, juga kepada
keluarga, sahabat, tabiin, serta para pengikutnya sampai akhir nanti.
Alhamdulillah, hanya kata syukur yang bisa penulis sampaikan sehingga
makalah dengan berjudul “Konsep Dasar Penyakit Paru Obstruktif Kronis”
yang menjadi tugas Ujian Akhir Semester Praktik Mata Kuliah Ilmu Penyakit bisa
terselesaikan dengan baik. Dilain sisi, penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Dra. Iryanti, S.Kp., M. Kes. dan tim mata kuliah ilmu penyakit yang
telah memaparkan materi yang menjadi salah satu rujukan dalam proses
penyusunan makalah ini.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat


menjadi salah satu penambah wawasan bagi penulis disamping menjadi tugas
Ujian Akhir Semester. Kritik dan saran senantiasa penulis harapkan agar makalah
ini dapat lebih ditingkatkan kedepannya.

Bima,2/agustus/2024

penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................1
C. Tujuan......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................2
A. Pengkajian..........................................................................................2
1. Praktik Anamnesa.................................................................2
2. Prosedur Pemeriksaan Fisik................................................3
3. Prosedur Pemeriksaan Diagnostic.......................................7
BAB III PENUTUP.....................................................................................10
A. Kesimpulan.......................................................................................10
Daftar Pustaka..............................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik
yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis
kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik adalah
kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3
bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut, tidak
disebabkan penyakit lainnya. Emfisema suatu kelainan anatomis paru yang
ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai
kerusakan dinding alveoli. Banyak penyakit dikaitkan secara langsung
dengan kebiasaan merokok, dan salah satu yang harus diwaspadai ialah
PPOK. Angka kesakitan penderita PPOK laki-laki mencapai 4%, angka
kematian mencapai 6% dan angka kesakitan wanita 2%, angka kematian
4%, umur di atas 45 tahun

Data badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) dari


seluruh perokok di dunia, 84% (1,09 milyar orang) berada di negara
berkembang. Depkes RI (2004) melaporkan bahwa penduduk Indonesia
hampir 70% telah mulai merokok di usia anak-anak dan remaja. Kondisi ini
menyebabkan mereka akan sulit berhenti merokok dan membuat mereka
mempunyai risiko yang tinggi mendapatkan penyakit yang berhubungan
dengan rokok pada usiapertengahan.

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) saat ini berada di urutan ke


empat penyebab kematian terbanyak di dunia setelah penyakit jantung,
kanker, serta penyakit serebrovaskular, dan memiliki potensi untuk naik ke
urutan ke tiga terbanyak pada tahun 2020 pada pria maupun wanita Pada
tahun 2012 angka kematian yang disebabkan PPOK mencapai 3 juta jiwa
atau secara proporsi sekitar 6% dari angka seluruh kematian dunia.
Selama tahun 2000, insiden PPOK di instalasi gawat darurat seluruh rumah
sakit di Amerika mencapai 1,5 juta kasus, 726.000 kasus diantaranya
memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 diantaranya meninggal.
Total estimasi biaya untuk pengobatan penyakit PPOK sediri diperkirakan
mencapai $24 milyar per tahunnya.
Di Indonesia, data mengenai insiden dan prevalensi PPOK secara akurat
belum dapat ditentukan, hal ini dikarenakan masih banyak penderita yang
tidak tercatat maupun tidak terdiagnosa dikarenakan kurangnya fasilitas.
Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) Depkes. RI tahun 2004
angka kejadian PPOK sebesar 13 dari 1000 orang penduduk, dimana
angka ini menempati urutan ke -5 terbesar sebagai penyebab kesakitan dari
10 penyebab kesakitan terbanyak (Depkes RI, 2005). Di Indonesia sendiri
diperkirakan terdapat sekitar 4,8 juta penderita PPOK. Angka ini bisa
meningkat dengan semakin banyaknya jumlah perokok karena 90% penderita
PPOK adalah perokok atau bekas perokok.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang diperoleh dari latar belakang, maka dapat


dirumusan masalah dalam makalah ini yaitu,
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis?
2. Bagaimana Konsep Penyakit Paru Obstruktif Kronis?
3. Bagaimana Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis?
4. Apa komplikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronis?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan apa yang diperoleh dari latar belakang, maka dapat
dirumusan masalah dalam makalah ini yaitu,
1. Untuk Mengetahui Apa Itu Penyakit Paru Obstruktif Kronis.
2. Untuk Mengetahui Konsep Penyakit Paru Obstruktif Kronis.
3. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis.
4. Untuk Mengetahui komplikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronis.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Pengkajian dalam praktik asuhan keperawatan pasien dengan penyakit PPOK
adalah tahap awal dan kritis dalam proses keperawatan. Ini merupakan proses
sistematis untuk mengumpulkan data komprehensif tentang kondisi kesehatan
pasien PPOK. Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi yang akurat
dan relevan sebagai dasar untuk merencanakan dan memberikan perawatan
yang efektif.

1. Praktik Anamnesa

Praktik anamnesa dalam pengkajian praktik asuhan keperawatan pasien


dengan penyakit PPOK adalah proses pengumpulan informasi kesehatan
pasien melalui wawancara terstruktur. Ini merupakan bagian penting dari
pengkajian keperawatan yang membantu perawat memahami kondisi pasien
secara menyeluruh. Berikut penjelasan lebih detail:

1. Definisi Anamnesa: Anamnesa adalah proses wawancara medis yang


dilakukan oleh perawat untuk mengumpulkan informasi tentang riwayat
kesehatan pasien, gejala yang dialami, dan faktor-faktor terkait penyakit
PPOK.
2. Tujuan Anamnesa:
o Mengidentifikasi gejala dan tanda PPOK
o Menentukan faktor risiko dan riwayat paparan
o Menilai dampak penyakit terhadap kehidupan pasien
o Mengumpulkan informasi untuk diagnosis dan perencanaan perawatan
3. Komponen Anamnesa PPOK: a. Keluhan Utama:
o Batuk produktif yang berlangsung lebih dari 2-3 minggu
o Demam
o Penurunan berat badan
o Keringat malam
o Sesak napas
o Nyeri dada

b. Riwayat Penyakit Sekarang:

o Onset dan durasi gejala


o Perkembangan gejala dari waktu ke waktu
o Faktor yang memperburuk atau memperbaiki gejala
c. Riwayat Penyakit Dahulu:

o Riwayat PPOK sebelumnya atau pengobatan PPOK


o Penyakit paru lainnya
o Kondisi imunosupresi (seperti HIV/AIDS, diabetes)

d. Riwayat Keluarga:

o Anggota keluarga yang pernah atau sedang menderita PPOK


o Riwayat penyakit menular lain dalam keluarga

e. Riwayat Sosial:

o Kebiasaan merokok
o Konsumsi alkohol
o Kondisi tempat tinggal (ventilasi, kepadatan hunian)
o Pekerjaan dan lingkungan kerja
o Riwayat kontak dengan penderita PPOK

f. Riwayat Pengobatan:

o Obat-obatan yang sedang dikonsumsi


o Riwayat alergi obat
o Pengobatan alternatif yang pernah atau sedang dijalani
4. Teknik Anamnesa:
o Menggunakan pertanyaan terbuka dan tertutup
o Mendengarkan aktif
o Memberikan empati
o Menggunakan bahasa yang mudah dipahami pasien
o Memperhatikan komunikasi non-verbal pasien
5. Aspek Penting dalam Anamnesa PPOK:
o Menilai risiko penularan
o Mengidentifikasi kontak erat yang mungkin terpapar
o Mengevaluasi kepatuhan terhadap pengobatan (jika sudah dimulai)
o Menilai pengetahuan pasien tentang PPOK
6. Tantangan dalam Anamnesa PPOK:
o Stigma sosial yang mungkin membuat pasien enggan berbagi informasi
o Variasi gejala yang dapat menyerupai penyakit lain
o Keterbatasan bahasa atau budaya
7. Dokumentasi: Hasil anamnesa harus didokumentasikan secara akurat dan
lengkap dalam rekam medis pasien.
8. Tindak Lanjut: Informasi dari anamnesa digunakan untuk mengarahkan
pemeriksaan fisik, tes diagnostik, dan perencanaan perawatan selanjutnya.

Praktik anamnesa yang baik memungkinkan perawat untuk mengumpulkan data


yang komprehensif dan akurat, yang sangat penting untuk diagnosis dan
manajemen PPOK yang efektif. Ini juga membantu dalam membangun hubungan
terapeutik dengan pasien, yang penting untuk keberhasilan pengobatan jangka
panjang PPOK.

2. Prosedur Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah langkah penting dalam diagnosis medis yang melibatkan
penilaian langsung terhadap kondisi tubuh pasien. Prosedur ini biasanya melibatkan
beberapa tahap untuk memperoleh informasi yang komprehensif tentang kesehatan
pasien.

emeriksaan kecukupan oksigen dan sirkulasi merupakan bagian penting dari evaluasi
kesehatan untuk memastikan bahwa tubuh pasien mendapatkan oksigen yang cukup
dan sirkulasi darah berjalan dengan baik. Berikut adalah langkah-langkah umum
dalam pemeriksaan ini:

A. Pemeriksaan Kecukupan Oksigen

a. Pengukuran Saturasi Oksigen (SpO2)

 Oximeter Jari: Gunakan pulse oximeter, alat kecil yang diletakkan di jari
tangan atau kaki pasien untuk mengukur kadar oksigen dalam darah. Saturasi
oksigen normal biasanya antara 95% hingga 100%. Nilai di bawah 90% bisa
menunjukkan hipoksemia atau kekurangan oksigen.
b. Pengukuran Gas Darah Arterial (ABG)

3. Tes Laboratorium: Untuk evaluasi lebih mendalam, tes gas darah arterial dapat
dilakukan untuk mengukur pH darah, tekanan parsial oksigen (PaO2), dan
karbon dioksida (PaCO2). Ini biasanya dilakukan di laboratorium atau rumah
sakit dan memberikan informasi lebih detail tentang bagaimana oksigen dan
karbon dioksida dipertukarkan dalam

c. Penilaian Gejala Klinis

 Pengamatan: Perhatikan gejala klinis yang mungkin menunjukkan


kekurangan oksigen seperti sesak napas, kebiruan (sianosis) pada bibir atau
jari, serta penurunan kesadaran atau bingung.
 Tanya jawab: Tanyakan kepada pasien apakah mereka mengalami kesulitan
bernapas, nyeri dada, atau gejala lain yang mungkin terkait dengan
kekurangan oksigen.

B. Pemeriksaan Sirkulasi

a. Pengukuran Tekanan Darah

 Tensimeter: Gunakan tensimeter untuk mengukur tekanan darah pasien.


Tekanan darah normal biasanya berkisar antara 90/60 mmHg hingga 120/80
mmHg. Tekanan darah tinggi (hipertensi) atau rendah (hipotensi) dapat
menunjukkan masalah sirkulasi
b. Pemeriksaan Nadi

 Palpasi Nadi: Rasakan nadi di beberapa lokasi seperti pergelangan tangan


(nadi radialis), leher (nadi karotis), atau di belakang lutut (nadi poplitea).
Evaluasi frekuensi, ritme, dan kekuatan nadi. Nadi normal berkisar antara 60
hingga 100 denyut per menit.

c. Pemeriksaan Jantung dan Pembuluh Darah

 Auskultasi Jantung: Gunakan stetoskop untuk mendengarkan suara jantung.


Evaluasi irama dan suara jantung, apakah ada bunyi abnormal seperti murmur
atau klik.
 Pemeriksaan Edema: Periksa adanya pembengkakan pada ekstremitas, yang
bisa menunjukkan gangguan sirkulasi atau gagal jantung. Tekan lembut pada
area yang dicurigai dan lihat apakah ada indentasi yang tertinggal.

d. Evaluasi Warna dan Suhu Kulit

 Pengamatan Kulit: Amati warna kulit, apakah tampak pucat atau kemerahan
yang bisa menunjukkan masalah sirkulasi. Periksa suhu kulit dengan meraba,
kulit dingin atau berkeringat bisa menunjukkan masalah sirkulasi.

Pemeriksaan perubahan irama napas dan irama jantung merupakan bagian


penting dari evaluasi klinis untuk menilai kesehatan sistem pernapasan dan
kardiovaskular pasien. Berikut adalah langkah-langkah dan metode yang
umum digunakan untuk memeriksa keduanya:

Pemeriksaan perubahan irama napas dan irama jantung merupakan bagian


penting dari evaluasi klinis untuk menilai kesehatan sistem pernapasan dan
kardiovaskular pasien. Berikut adalah langkah-langkah dan metode yang
umum digunakan untuk memeriksa keduanya:
C. Pemeriksaan Perubahan Irama Napas

a. Observasi

Frekuensi dan Pola Pernapasan: Amati frekuensi napas pasien (jumlah napas
per menit), serta pola pernapasan apakah teratur atau tidak teratur. Napas
normal berkisar antara 12 hingga 20 kali per menit pada orang dewasa.

Dada dan Perut: Amati gerakan dada dan perut selama pernapasan untuk
memastikan bahwa pernapasan tidak tertekan dan teratur.

b. Palpasi

Rasa Nyaman dan Pindahnya Dada: Raba dada untuk menilai adanya
ketegangan atau sensasi tidak biasa selama pernapasan.

c. Auskultasi

Suara Napas: Gunakan stetoskop untuk mendengarkan suara napas di


berbagai area paru-paru. Suara normal termasuk vesikular (halus dan lembut)
di area perifer dan bronkial (lebih keras) di area dekat trakea.

Suara Abnormal: Identifikasi suara abnormal seperti wheezing (mengi),


rhonchi (suara gurgling), atau crackles (kericuhan) yang dapat menunjukkan
adanya penyumbatan atau infeksi pada saluran pernapasan.

d. Pemeriksaan Tambahan

Tes Fungsi Paru: Dalam beberapa kasus, tes fungsi paru seperti spirometri
mungkin diperlukan untuk menilai kapasitas paru-paru dan seberapa baik
paru-paru dapat mengalirkan udara.

D. Pemeriksaan Irama Jantung

a. Pengukuran Tekanan Darah

Tensimeter: Gunakan tensimeter untuk mengukur tekanan darah, yang bisa


memberikan informasi tentang kesehatan jantung secara keseluruhan.

b. Auskultasi Jantung

Suara Jantung: Gunakan stetoskop untuk mendengarkan suara jantung di


empat titik utama (aorta, pulmonal, trikuspida, dan mitral). Evaluasi irama
jantung apakah teratur atau tidak, serta dengarkan suara tambahan seperti
murmur, klik, atau gesekan.
c. Palpasi Nadi

Frekuensi dan Irama: Palpasi nadi di lokasi seperti pergelangan tangan


(radial) atau leher (karotis) untuk menilai frekuensi, ritme, dan kekuatan nadi.
Normalnya, nadi berkisar antara 60 hingga 100 denyut per menit pada orang
dewasa.

Kekuatan dan Irama: Cek apakah nadi terasa teratur atau ada ketidakberaturan
seperti aritmia.

d. Elektrokardiogram (EKG)

Rekam Aktivitas Listrik Jantung: EKG digunakan untuk merekam aktivitas


listrik jantung dan mendeteksi kelainan irama jantung, seperti fibrilasi atrium,
takikardia, atau bradikardia.

Analisis: Evaluasi gelombang P, kompleks QRS, dan gelombang T pada EKG


untuk menentukan adanya masalah irama jantung.

e. Pemantauan Jangka Panjang (Jika Perlu)

Holter Monitor: Untuk pasien dengan keluhan aritmia atau gejala yang tidak
konsisten, pemantauan Holter (monitor jantung portabel) dapat digunakan
untuk merekam aktivitas jantung selama 24 jam atau lebih.

Event Recorder: Alat ini memungkinkan pasien merekam aktivitas jantung


ketika mengalami gejala tertentu.

E. Pemeriksaan Bunyi Napas

a. Persiapan Pasien

Posisi Pasien: Minta pasien untuk duduk tegak atau berbaring dengan posisi
nyaman, serta pastikan mereka tidak terlalu kedinginan atau terlalu panas.
Persiapan Stetoskop: Gunakan stetoskop dengan baik dan pastikan kepala
stetoskop dalam keadaan bersih.

b. Auskultasi

Area Pemeriksaan: Periksa seluruh area paru-paru dengan mendengarkan di


bagian depan, samping, dan belakang dada. Biasanya, pemeriksaan dimulai
dari bagian atas paru-paru dan bergerak ke bawah.

Suara Napas Normal:

Vesikular: Suara lembut dan halus yang terdengar di area perifer paru-paru.

Bronkial: Suara lebih keras dan lebih tajam terdengar di area trakea dan
bronkus utama.

Suara Napas Abnormal:

Wheezing: Suara mengi atau seperti whistling yang biasanya menunjukkan


penyempitan saluran pernapasan (misalnya, pada asma atau bronkitis).

Rhonchi: Suara gurgling atau menggelegar yang disebabkan oleh sekret di


saluran pernapasan besar.

Crackles (Rales): Suara kericuhan atau gelembung kecil yang terdengar


seperti suara retakan, sering kali disebabkan oleh penumpukan cairan di paru-
paru (misalnya, pada pneumonia atau gagal jantung).

Pleuritic Rub: Suara gesekan yang timbul dari peradangan pleura, lapisan di
sekitar paru-paru, biasanya terdengar seperti gesekan kulit kering.

F. Pemeriksaan Bunyi Jantung

a. Persiapan Pasien

Posisi Pasien: Pasien biasanya dalam posisi duduk atau berbaring dengan
posisi setengah duduk (semi-fowler) untuk mendengarkan bunyi jantung
dengan lebih jelas.

Persiapan Stetoskop: Pastikan stetoskop dalam keadaan bersih dan kepala


stetoskop berfungsi dengan baik.
b. Auskultasi

Lokasi Pemeriksaan: Gunakan posisi stetoskop pada titik-titik tertentu di dada


untuk mendengarkan suara jantung:

Area Aorta: Di sebelah kanan sternum, pada level ruang interkostal kedua.

Area Pulmonal: Di sebelah kiri sternum, pada level ruang interkostal kedua.

Area Trikuspida: Di sebelah kiri sternum, pada level ruang interkostal


keempat atau kelima.

Area Mitral: Di sisi kiri dada, pada ruang interkostal kelima di garis mid-
klavikula.

Suara Jantung Normal:

Suara Jantung S1: Suara "lub" yang terdengar saat katup mitral dan trikuspida
menutup pada awal sistol.

Suara Jantung S2: Suara "dub" yang terdengar saat katup aorta dan pulmonal
menutup pada akhir sistol.

Suara Jantung Abnormal:

Murmur: Suara tambahan yang biasanya timbul dari aliran darah abnormal
melalui katup jantung (misalnya, stenosis katup atau regurgitasi).

Klik: Suara tambahan yang mungkin menunjukkan masalah katup seperti klik
awal atau klik tengah.

Gegaran: Suara yang mungkin mengindikasikan adanya masalah struktural


atau fungsional dalam jantung.

4. Prosedur Pemeriksaan Diagnostic


Perekaman EKG dan pengambilan spesimen darah adalah prosedur penting
dalam diagnosis dan pemantauan kondisi medis. Berikut adalah panduan rinci
tentang masing-masing prosedur:

A. Perekaman EKG (Elektrokardiogram)


Tujuan: Merekam aktivitas listrik jantung untuk mendeteksi kelainan irama,
iskemia, atau gangguan jantung lainnya.

a. Persiapan Pasien
Penjelasan: Jelaskan kepada pasien tentang prosedur, tujuan, dan apa yang
akan mereka rasakan selama EKG.
Posisi: Minta pasien untuk berbaring dalam posisi nyaman, biasanya di posisi
telentang.
b. Persiapan Kulit
Pembersihan Kulit: Bersihkan area kulit di tempat elektroda akan dipasang
dengan alkohol atau sabun pembersih untuk menghilangkan minyak dan
kotoran.
Penghilangan Rambut: Jika perlu, hilangkan rambut di area pemasangan
elektroda dengan gunting atau mesin cukur untuk memastikan kontak yang
baik.
c. Pemasangan Elektroda
Penempatan: Tempatkan elektroda pada lokasi standar:
6 Elektroda Prekordial: V1, V2, V3, V4, V5, dan V6 dipasang di area dada.
4 Elektroda Extremitas: RA (Right Arm), LA (Left Arm), RL (Right Leg),
dan LL (Left Leg) dipasang pada pergelangan tangan dan pergelangan kaki.
Penempelan: Pastikan elektroda terpasang dengan kuat dan tidak mengganggu
pasien.
d. Perekaman dan Interpretasi
Perekaman: Nyalakan alat EKG dan mulai perekaman. Pastikan sinyal EKG
stabil dan bebas dari gangguan.
Interpretasi: Setelah perekaman selesai, dokter atau ahli EKG akan
menganalisis hasil untuk mencari kelainan seperti aritmia, iskemia, atau
infark miokard.
B. Pengambilan Spesimen Darah
Tujuan: Mengumpulkan darah untuk analisis laboratorium guna membantu
diagnosis, pemantauan kondisi kesehatan, dan evaluasi fungsi organ.
a. Persiapan Pasien
Penjelasan: Informasikan kepada pasien tentang prosedur pengambilan darah,
termasuk lokasi pengambilan dan apa yang akan mereka rasakan.
Persetujuan: Pastikan pasien telah memberikan izin untuk pengambilan darah
jika diperlukan.
b. Persiapan Alat dan Lingkungan
Alat: Siapkan alat yang diperlukan seperti jarum suntik, tabung vakum,
tourniquet, alkohol swab, dan kasa steril.
Kebersihan: Cuci tangan dengan sabun dan air atau gunakan pembersih
tangan berbasis alkohol. Gunakan sarung tangan steril saat melakukan
prosedur.
c. Proses Pengambilan Darah
Penerapan Tourniquet: Tempatkan tourniquet di lengan pasien, sekitar 3-4 cm
di atas tempat pengambilan darah untuk memperbesar vena.
Penentuan Vena: Palpasi untuk menemukan vena yang cocok, biasanya vena
median cubital di lengan.
Pembersihan Area: Bersihkan area tempat pengambilan dengan alkohol swab
dan biarkan kering.
Pengambilan Darah:
Insersi Jarum: Masukkan jarum dengan sudut 15-30 derajat ke arah vena.
Pengambilan Darah: Setelah jarum berada di dalam vena, pasang tabung
vakum atau suntik untuk mengumpulkan darah.
Penanganan Jarum: Setelah darah terambil, lepaskan tabung dan cabut jarum
dengan hati-hati. Tekan area tusukan dengan kasa steril untuk menghentikan
perdarahan.
C. Vena dan Arteri

a. Vena

Fungsi: Vena adalah pembuluh darah yang membawa darah kembali ke


jantung dari berbagai bagian tubuh. Mereka biasanya membawa darah yang
kaya akan karbon dioksida dan limbah metabolik.

Ciri-ciri: Vena memiliki dinding yang lebih tipis dibandingkan arteri dan
dilengkapi dengan katup untuk mencegah aliran balik darah. Contoh vena
besar adalah vena cava superior dan inferior yang mengembalikan darah dari
tubuh ke atrium kanan jantung.

b. Arteri

Fungsi: Arteri adalah pembuluh darah yang membawa darah dari jantung ke
berbagai bagian tubuh. Mereka biasanya membawa darah yang kaya akan
oksigen (kecuali arteri pulmonalis yang membawa darah deoksigenasi ke
paru-paru).

Ciri-ciri: Arteri memiliki dinding yang lebih tebal dan lebih elastis
dibandingkan vena untuk menahan tekanan darah yang lebih tinggi. Contoh
arteri besar adalah aorta yang membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien datang ke Balai Pengobatan Puskesmas Ambal II dengan keluhan


sesak nafas sejak 1 hari yang lalu. Sesak dirasakan terus menerus, baik saat
beraktivitas ataupun saat istirahat. Hal ini menunjukkan sesak paling mungkin
disebabkan pada kelainan yang berasal dari paru jantung dibandingkan jatung.
Hal tersebut juga didukung dari pernyataan pasien yang menyangkal keluhan
tidak dipengaruhi aktivitas fisik atau dicetuskan oleh adanya usaha (dyspnea on
effort), tidak merasa sesak saat berbaring terlentang (ortopnea) dan pasien
hanya menggunakan 1 bantal saat tidur, tidak pernah terbangun tengah malam
karena sesak (paroxysmal nocturnal dyspnea), dan kedua kaki tidak bengkak.

Keluhan seperti ini pernah dirasakan oleh pasien sebelumnya pertama kali
kurang lebih 5 tahun yang lalu dan keluhan terakhir pada 1 bulan yang lalu. Hal
ini menandakan bahwa sesak yang dirasakan merupakan sesak yang kronis dan
merupakan gejala kambuhan. Keluhan lain didapatkan adanya batuk yang
berdahak berwarna putih dan demam sejak 3 hari yang lalu, tidak terdapat
keluhan adanya pilek. Batuk disertai demam yang terjadi menunjukkan
kemungkinan sedang terjadi proses infeksi saluran napas akut. Batuk dan
proses infeksi dapat merangsang reaksi bronkus yang menyebabkan
mengeluhkan sesak. Keluhan batuk lama yang tidak kunjung sembuh disangkal
pasien dapat mengesampingkan kemungkinan infeksi TB, keluhan serupa pada
keluarga disangkal menunjukkan kemungkinan sumber penularan dan
penyebab kekambuhan bukan berasal dari dalam rumah, bisa juga didapat dari
lingkungan sekitar dan orang-orang yang kontak dengan pasien. Pasien dan
keluarga juga tidak memiliki riwayat alergi, sehingga dapat dikesampingkan
kemungkinan sesak disebabkan oleh asma bronkial.

Pasien merupakan perokok aktif sejak dari usia remaja hingga sebelum
pasien merasakan sesak pertama kali, serta di rumah masih menggunakan kayu
bakar saat memasak. Hal ini dapat berkontribusi terhadap perjalanan penyakit
pasien, karena rokok dan asap dapat melepaskan mediator inflamasi dan
menyebabkan fibrosis jaringan ikat bronkus dan percabangannya. Jika proses
ini berlangsung dalam jangka panjang (kronis) maka akan terjadi penurunan
fungsi pernapasan secara ireversibel dan gejala utama yang timbul adalah sesak
seperti yang dirasakan pasien.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital pasien masih dalam batas
normal. Secara objektif pasien masih dapat berkomunikasi dan mengeluarkan
kata-kata dengan baik, RR 26x/menit, dan SpO2 97% menunjukkan sesak yang
dirasakan dalam intensitas ringan. Pada pemeriksaan lokalis pada paru
ditemukan rhonki kasar pada paru kanan dan wheezing pada kedua lapang paru
hal tersebut menunjukkan adanya infiltrat pada parenkim paru dan obstruksi
bronkus akibat bronkokonstriksi dan hipersekresi mukus. Dengan demikian
dapat diketahui bahwa batuk dan demam yang dikeluhkan pasien berasal dari
infeksi sebagian bronkus/pecabangannya dan sebagian parenkim paru. Sesak
yang dirasakan pasien terjadi karena bronkokonstriksi menyebabkan ekspirasi
memanjang dan otot pernapasan semakin berusaha mengeluarkan udara pada
saat ekspirasi. Proses infeksi pada saluran napas dapat merangsang pelepasan
mediator inflamasi dan mencetuskan bronkokostriksi, namun karena pasien
memiliki faktor risiko seperti riwayat merokok menggambarkan telah terjadi
kerusakan pada saluran napas dan remodelling bronkus yang sifatnya
ireversibel sehingga bronkus menjadi hipersensitif terhadap berbagai macam
rangsangan yang menyebabkan bronkokonstriksi. Sehingga mengembalikan
fungsi saluran napas akan menjadi lebih sulit. Dengan demikian berdasarkan
hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ini didiagnosis PPOK dengan
bronkopneumonia.

Pasien ini diberikan salbutamol merupakan agonis β2 kerja singkat (SABA)


yang bekerja untuk relaksasi otot polos saluran napas dan meningkatkan
pembersihan mukosilier. SABA merupakan terapi pilihan untuk serangan akut
(reliever) karena onsetnya yang cepat dan memberikan efek protektif terhadap
rangsangan bronkokonstriksi. Selain itu pasien juga diberikan
methylprednisolone yang merupakan kortikosteroid, berguna untuk menekan
proses inflamasi yang sedang terjadi dan menurunkan hipereaktivitas jalan
napas, mempercepat perbaikan serangan, dan mencegah kekambuhan. Kedua
terapi tersebut sesuai dengan rekomendasi terapi PPOK untuk rawat jalan
berdasarkan PDPI. OBH syr dan NAC diberikan untuk meredakan gejala batuk
dan mukolitik. Paracetamol diberikan untuk meredekan gejala demam.
Selanjutnya, pasien ini juga didiagnosis dengan bronkopneumonia.
Bronkopneumonia merupakan salah satu predileksi infeksi dari pneumonia
yang terjadi pada area bronkus dan parenkim paru. Berdasarkan pemeriksaan
fisik infeksi parenkim paru pada pasien ini kemungkinan tidak terlalu luas.
Terapi bronkopneumonia yang diberikan adalah amoxicilin. Pemilihan
antibiotik tersebut sudah sesuai dengan terapi empiris pneumonia komunitas
menurut PDPI 2014 yaitu golongan fluorokuinolon, makrolid, atau β laktam,
untuk rawat jalan dapat diberikan salah satunya dan untuk rawat inap dapat
diberikan fluorokuinolon atau kombinasi β lactam dan makrolid.

Setelah itu tidak lupa, pasien diberikan edukasi mengenai pola hidup sehat,
untuk menghindari asap rokok/kayu bakar, perbanyak minum air hangat,
istirahat cukup, perbanyak makan sayur dan buah-buahan. Hindari minuman
dingin, minum manis/makan gorengan teralu sering. Jaga kebersihan dan
proteksi diri dan pencegahan penularan dengan menggunakan masker saat
keluar rumah. Kontrol setelah obat habis, dan jika keluhan sesak belum
membaik, segera ke RS.
BAB IV
KESIMPULAN

PPOK merupakan penyakit yang sering, dapat dicegah, dan dapat


disembuhkan dengan karakteristik gejala respirasi persisten dan hambatan
aliran udara yang disebabkan oleh abdormalitas aliran udara dan/atau alveolar
biasanya diakibatkan oleh paparan signifikan partikel atau gas berbahaya. Tata
laksana PPOK bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas
hidup agar pasien PPOK dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari, sehingga pasien diberikan edukasi untuk kontrol kembali
agar petugas kesehatan dapat melakukan follow-up hasil pengobatan dan
melakukan penyesuaian dosis dan obat-obatan setelah PPOK pasien stabil.
CHEKLIST oksigen semple mask
No ASPEK YNG DINILIA ya tidak
1.Pengertian Pemberian oksigen kepada klien dengan menggunakan
masker yang dialiri oksigen dengan posisi menutupi
hidung dan mulut klien.

2.Tujuan a. mempertahankan dan memenuhi kebutuhan oksigen


b. mencegah atau mengatasi hipoksia

3.Kebijakan Pasien dengan gangguan oksigenisasi


4.persiapan dan Pasien:
Alat-Alat
(a) Tabung oksigen lengkap
(b) Simple mask
Persiapan alat
(a) Tabung oksigen lengkap
(b) Simple mask
Persiapan lingkungan

(a) Menyiapkan lingkungan aman dan nyaman


Prosedur kerja 1. mencuci tangan
2. mengantrol folw meter dan humidifier
3. mengontrol apakan peralatan berfungsi
4. mengikuti instruksi yang tertulis pada alat tersebut
5. mencuci tangan
6. melakukan pencatatan
a. jumlah liter oksigen yang diberikan biasanya untuk
face mask digunakan untuk memberikan oksigen
dengan konstrasi lebih dari nasal kanul (30-60) pada
5-8 liter?menit.
7. mengevaluasi toleransi pasien terhadap prosedur
8. cara pemberian masker :
a. memasangan selang masker pada perangkat
oksigen
b. mengatur aliran oksigen dengan instruksi
c. memakai masker pada wajar pasian
9. mengontrol apakah pasien sudah merasa nyaman
10. perawat mencuci tangan
Sikap

Sikap selama pelaksanaan :


1. menunjukan sikap sopan dan ramah
2. menjamin privacy pasien
3. bekerja dengan teliti
4. memperhatikan dosy mekanisme
Evaluasi;
1. Tindakan keadaan dan kenyamanan pasien
setelah Tindakan
2. observasi tanda kesulitan bernafas

Keterangan :
1 :Bila dikerjakan sebanyak 20%
2 :Bila dikerjakan sebenyak 50%
3 :Bila dikerjakan sebenyak 75%
4 :Bila dikerjakan sebenyak 100%
CHEKLIS penghisapan lendir

NO PENGHISAPAN LENDIR ya Tidak


PENGERTIAN Melakukan Tindakan penghisapan lender di
jalan nafas
1. mengeluarkan secret/cairan pada jalan nafas
2. pasien yang tidak mampu mengeluarkan
TUJUAN lender sendiri

KEBIJAKAN 1. Pasien tidak sadar


2. Pasien yang tidak mampu mengeluarkan
lender sendiri
PERALATAN 1. bak instrument berisi: pinset anatomi 2, kasa
secukupnya
2. NaCl atau air matang
3. canule section
4. perlak dan pengalas
5. mesin suction
6. kertas tissue
A. Tahap prainteraksi
1. mengecek program terapi
2. mencuci tangan
3. menyiapkan alat
B. Tahap Orientasi
1. memberikan salam dan nama pasien
2. menjelaskan tujuan dan prosedur
pelaksanaan
3. menanyakan persetujuan/kesiapan
pasien
C. Tahap Kerja
1. memberikan posisi yang nyaman
PROSEDUR pada pasien kepada sedikit ekstensi
PELAKSAAN 2. memberikan oksigen 2-5 menit
3. meletakan pengalas di bawah dagu
pasien
4. memakai sarunga tangan
5. menghidupkan mesin, mengecek
tekenan dan botol penampung
6. memasukan kanul cection dengan
hati-hati ( hidung, 5 cm, mulut 10
cm )
7. menghisap lender dengan menutup
lubang kanul, menarik keluar
perlahan sambil memutar ( + 5
detik untuk anak + 10 detik untuk
dewasa )
8. membilas kanul dengan NaCl,
berikan kesempatan pasien
bernapas
9. mengulangi prosedur tersebut 3-5
kali sucstionig
10. mengobserfasoi keadaan umum
pasien dan status pernapasannya
11. mengoserfas secret tentang warna,
baud arus volumenya
D. Tahap terminasi
1. mengevaluasi Tindakan yang di
lakukan
2. merapikan pasien dari lingkungan
3. berpamitan dengan pasien
4. membereskan dan kembalikan
alat ke tempat semula

Keterangan :
1 :Bila dikerjakan sebanyak 20%
2 :Bila dikerjakan sebenyak 50%
3 :Bila dikerjakan sebenyak 75%
4 :Bila dikerjakan sebenyak 100%
CHEKLIS memasang dan memonitoring tranfusi darah

NO MEMASANG DAN MEMONITORING TRANFUS


DARAH
A Tahap pre interaksi
1. pastikan Tindakan sesuai dengan asvis dalam
catatan medis klien
2. siapkan peralatan
a. selang tranfusi darah (set darah Y dengan filter
dalam selang )
b. NaCl 0,9%
c. pakert set atau darah lengkap, sesuai program
d. penghangat darah dan coiled tubing
e. lembar keterangan darah
f. alat TTV (tensimeter, thermometer, dan jam
tangan)
g. sarung tangan non steril
h. IV cath, tourniquet,plester,perlak,(apabila
belumterpasang IV line)
i. tiang infus
j. alcohol swab
3. cuci tangan

B Sikap dan perilaku


1. berikan salam, panggil nama pasien dengan
Namanya dan memperkenalkan diri
2. jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien dan keluarga
3. berikan kesempatan pasien untuk bertanya
4. atur posisi pasien
5. teruji tanggap terhadap reaksi pasien
6. teruji sabar dan teliti

C Tahap kerja
1. gunakan sampiran untuk menjaga privacy pasien
2. Memasang sarung tangan
3. pantau tanda tanda-tanda vita (tensi, nadi, respirasi
dan suhu badan)
4. kaji Riwayat pasien
5. siapkan selang tranfusi darah
6. pasang jalur intravena
a. gantunhkan caira NaCl 0,9% pada tiang infus
dan lakukan desenfeksi tutup botol cairan infus
dengan alcohol swab
b. apabila sedang diberikan infus larutan intra
fena periksa apakan jarumnya sesuai dengan
jarum tranfusi darah (20F/lebih besar)
c. apabila IV line belum terpasang, pasang IV line
terlebih dahulu (gunakan tehnik pemasangan
infus)

7. isi “ chamber” dengan cairan infus 1/3-1/2 bagian


dan alirkan NaCl secara samapai ke ujung selang,
8. atur kecepatan infus yang akan mempertahan kan
vena tetap terbuka (15 sampai 30 ml/jam) sampai
darah tersedia
9. ambil darah dan lakukan pemerikasaan untuk
keamanan, apabila darah masih dingin, hangatkan
terlebih dahulu
Perhatikan :
a. informasi darah dan informasi pasien,
bandingkan kemasan darah dengan catatan
program dan periksa nama pasien, nomor
institusi,golongan darah, nomor ID darah yang
telah dikomputerisasi dan tanggal kadar luasa
b. periksa identitas nama pasien: nama dan nomor
institusi, jika tercatat adanya tidaksesuai, segera
beri tahu bank darah dan tunda pemberian
sampai masalah teratasi
c. periksa ketepatan informasi indentitas dengan
perawat kedua (double check) libatkan pasien
dalam proses indentitas secara verbal
10. lakukan tranfusi darah
a. ganti cairan NaCl dengan malakukan penusukan
pada kantong darah
11. atur kecepatan tetesan infus tranfusi datah
a. alirkan darah secara perlahan selama 15 menit
pertama dengan tetesan 20-30 tetesan/menit
12. perhatikan adanya mengalami reaksi yang terjadi
setelah tranfusi seperti (menggigi, sakit kepala
gatal, kemerahan tanda ruam, dispnea)
13. ingatkan keluarga agar memanggil perawat
apabilaada gejala yang abnormal selama tranfusi
14. periksa tanda vital dan suhu sekali lagi setelah 15
menit dari awal transfuse, kemudian setiap
setengan jam atau setiap jam sampai transfuse
selesain
Catatan : jangan lakukan transfuse lebih dari 4 jam,
usahakan hanya -2 jam untuk 1 unit darah
15. mengakhiri transfusi darah
a. pasang handscoon klem selang darah lalu
lepaskan tusukan jarum dengan Gerakan sedikit
memutar.
b. lepaskan kantong darang yang telah kosong dan
tutup Kembali selang penusukan darah.
16. ganti kantong darah dengan memberikan infus
normal salin, sampai sisa darah pada selang infus
menghilang
17. bereskan peralatan dan rapikan pasien
18. isi waktu selesainya pemberian darah pada lembar
bank darah da letakan fotocopy lembar bank darah
dengan kantong kosong atau letakan fotocopy
lembar bank darah pada catatan, jika tidak ada lagi
darah yang akan diberikan, gantikan selang
transfuse darah dengan selang IV
D Tahap terminasi
1. evaluasi hasil yang dicapai ( subjektif dan objektif)
2. beri reinforcement positif pada pasien
3. mengakhiri pertemuan dengan baik
4. cuci tangan

E Dokumntas
1. dokumentasi Tindakan yang sudah dilakukan besrta
respon pasien

F Tehnik
1.berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat
sesuai dengan kondisi pasien
2. bekerja dengan hari-hati dan cermat
3. menghargai privasi atau budaya pasien
4. bekerja secara sistematis

Keterangan :
1 :Bila dikerjakan sebanyak 20%
2 :Bila dikerjakan sebenyak 50%
3 :Bila dikerjakan sebenyak 75%
4 :Bila dikerjakan sebenyak 100%

CHEKLIS melakukan postural drainage


NO MELAKUKAN POSTURAL DRAINAGE
Drainase postural (posisi drainase) merupakan
cara klasik untukmengeluarkan secret dari
DEFINISI: paru dengan mempergunakan gaya
berat(gravitasi) dari secret.

1.Untuk mengeluarkan secret yang


tertampung.
2.Untuk mencegah akumulasi secret agar
TUJUAN: tidak terjadi atelektasis.
3.Mencegah dan mengeluarkan secret.
4.Meningkatkan efisiensi polapernafasan.
5.Membersihkan jalan nafas

INDIKASI DAN Indikasi :


KONTRA 1.Profilaksis untuk mencegah penumpukan
INDIKASI sekret yaitu pada :
a. Pasien yang memakai ventilasi.
b. Pasien yang melakukan tirah baring
yang lama.
c. Pasien yang produksi sputum
meningkat seperti pada fibrosiskistik
atau bronkiektasis.
d. Pasien dengan batuk yang tidak efektif.

2. Mobilisasi sekret yang tertahan :


a. Pasien dengan atelektasis yang
disebabkan oleh secret.
b. Pasien dengan abses paru.
c. Pasien dengan pneumonia.
d. Pasien pre dan postoperatif.
e. Pasien neurologi dengan kelemahan
umum dan gangguanmenelan atau
batuk.

Kontra indikasi :
1. Tension pneumotoraks.
2. Hemoptisis.
3. Gangguan sistem kardiovaskuler seperti
hipotensi, hipertensi,infark miokard akut
dan aritmia.
4. Edema paru.
5. Efusi pleura yang luas.
Tahap Pre Interaksia.

a. Persiapan Pasien.

1. Mengucapkan salam terapeutik.


2. Memperkenalkan diri.
3. Menjelaskan pada klien dan keluarga
tentang prosedur dan ujuan tindakan yang
akan dilaksanakan.
4. Penjelasan yang disampaikan dimengerti
klien/keluarganya.
5. Selama komunikasi digunakan bahasa yang
jelas, sistematisserta tidak mengancam.
6. Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya
untuk klarifikasi.
7. Privacy klien selama komunikasi dihargai.
8. Memperlihatkan kesabaran , penuh empati,
sopan dan perhatian serta respek
PELAKSANAAN selama berkomunikasi dan
melakukantindakan.
9. Membuat kontrak (waktu, tempat dan
tindakan yang akandilakukan).

b. Persiapan Alat dan Bahan:

1. Bantal 2-3 buah


2. Tisu wajah
3. Segelas air hangat
4. Masker Sputum pot

c. Persiapan Lingkungan

1. Sampiran

Tahap Orientasi
1.Memberi salam.
2.Panggil klien denganpanggilan yang
disenangi.
3.Memperkenalkan nama perawat.
4.jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada
klien.
5.Menjelaskan kerahasiaan.

Tahap Kerja

1.Segmen bilateral paru

a. Cuci tangan.
b. Pakai sarung tangan jika perlu.
c. Pakai masker bila perlu.
d. Atur posisi pasien ± 75atau dengan
meletakkan 3 buah bantal di punggung klien
dan 1 bantal di bawah lutut.
e. Lepas sarung tangan.
f. Cuci tangan.

2.Segmen apeks lobus atas kanan-segmen


anterior paru

a. Cuci tangan.
b. Pakai sarung tangan jika perlu.
c. Pakai masker bila perlu .
d. Posisikan klien dengan terlentang, dengan
kepala terangkat(ekstensi).
e. Letakkan bantal dibawah lutut klien.
f. Lepas sarung tangan.
g. Cuci tangan

3.Lobus atas kiri-segmen anterior paru

a.Cuci tangan.
b. Pakai sarung tangan jika perlu.
c. Pakai masker bila perlu .
d. Atur posisi pasien terlentang semi fowler
(membentuk ± 45)atau dengan meletakkan 2
buah bantal di bawah kepala klien.
e. Lepas sarung tangan.
f. Cuci tangan.
4. Lobus atas kiri-segmen posterior paru

a. Cuci tangan.
b. Pakai sarung tangan jika perlu.
c. Pakai masker bila perlu.
d. Bantu pasien dengan posisi lateral kiri.
e. Letakkan bantal dibawah dada, dan di
antara kaki pasien.
f. Lepas sarung tangan.
g. Cuci tangan.

5. Lobus tengan kanan-segmen anterior


paru

a. Cuci tangan.
b. Pakai sarung tangan jika perlu.
c. Pakai masker bila perlu.
d. Bantu pasien dalam posisi trendelenburg.
e. Miringkan pasien dan letakkan bantal
dibawah punggung pasien.
f. Letakkan dua bantal untuk menopang kaki
pasien sebelahkanan.
g. Lepas sarung tangan.
h. Cuci tangan.

6. Lobus tengah kanan-segmen posterior


paru

a. Cuci tangan.
b. Pakai sarung tangan jika perlu.
c. Pakai masker bila perlu
d. Bantu pasien dalam posisi telentang.
e. Letakkan kedua tangan di samping kepala
pasien.
f. Letakkan 2 bantal di daerah dada sampai
perut pasien.
g. Letakkan 1 bantal di daerah paha sampai
lutut pasien, danletakkan 1 bantal didaerah
lutut pasien sampai punggungkaki pasien.
h. Lepas sarung tangan.
i. Cuci tangan.
7.Lobus tengah kanan-segmen posterior
paru

a. Cuci tangan.
b. Pakai sarung tangan jika perlu.
c. Pakai masker bila perlu.
d. Bantu pasien dengan posisi telungkup
dengan toraks danabdomen yang terangkat.
e. Letakkan bantal dibawah tubuh klien
dengan bawah perut lebih tinggi
f. Lepas sarung tangan.
g. Cuci tangan.

8. Kedua lobus bawah-segmen


anterior paru

a. Cuci tangan
b. Pakai sarung tangan jika perlu
c. Pakai masker bila perlu
d. Bantu pasien dalam posisi terlentang dalam
posisitrendelenburg
e. Letakkan kedua tangan di samping pasien
f. Letakkan 1 bantal di bawah kepala pasien
g. Letakkan 1 bantal di daerah paha sampai
lutut pasien
h. Lepas sarung tangan
i. Cuci tangan.

9. Lobus bawah kiri-segmen lateral paru

a. Cuci tangan.
b. Pakai sarung tangan jika perlu.
c. Pakai masker bila perlu.
d. Bantu pasien dalam posisi lateral kanan
dalam posisitrendelenburg.
e. Letakkan tangan kanan ke depan dengan
lengan bawah menuju kepala.
f. Letaakkan tangan kiri ke belakang.
g. Letakkan bantal di antara 2 kaki klien.
h. Lepas sarung tangan.
i. Cuci tangan.
10. Lobus bawah kanan-segmen lateral
paru

a. Cuci tangan.
b. Pakai sarung tangan jika perlu.
c. Pakai masker bila perlu.
d. Bantu pasien dalam posisi lateral kiri dalam
posisitrendelenburg.
e. Letakkan tangan kanan ke depan dengan
lengan bawahmenuju kepala.
f. Letakkan tangan kanan ke belakang.
g. Letakkan bantal di antara 2 kaki klien.
h. Lepas sarung tangan.
i. Cuci tangan.

11. Lobus bawah kanan-segmen posterior


paru

a. Cuci tangan.
b. Pakai sarung tangan jika perlu.
c. Pakai masker bila perlu.
d. Bantu pasien dalam posisi sim kiri dalam
posisitrendelenburg.
e. Letakkan tangan kanan ke depan dengan
lengan bawahmenuju kepala.
f. Letaakkan tangan kanan ke belakang.
g. Letakkan bantal di antara 2 kaki klien.
h. Lepas sarung tangan.
i. Cuci tangan.

12.Kedua lobus bawah-segmen posterior


paru

a. Cuci tangan.
b. Pakai sarung tangan jika perlu.
c. Pakai masker bila perlu .
d. Bantu pasien dengan posisi telungkup
dalam posisitrendelenburg.
e. Letakkan bantal dibawah perut bagian
bawah.
f. Letakkan bantal dibawah kaki klien (bawah
lutut).
g. Lepas sarung tangan.
h. Cuci tangan.
13. Bilateral-segmen apeks paru

a. Cuci tangan.
b. Pakai sarung tangan jika perlu.
c. Pakai masker bila perlu.
d. Bantu pasien anak-anak, dengan posisi
duduk pada pangkuan perawat,
sedikit membungkuk ke arah depan.
e. Letakkan bantal di depan dada klien.
f. Lepas sarung tangan.
g. Cuci tangan.

14. Bilateral-segmen anterior tengah paru

a. Cuci tangan.
b. Pakai sarung tangan jika perlu.
c. Pakai masker bila perlu.
d. Bantu pasien anak-anak, dengan posisi
duduk pada pangkuan perawat.
e. Sandarkan pasien ke tubuh perawat.
f. Perawat memegang bagian dada dan pundak
pasien.
g. Lepas sarung tangan.
h. Cuci tangan

15. obus bilateral-segmen anterior paru

a. Cuci tangan.
b. Pakai sarung tangan jika perlu.
c. Pakai masker bila perlu.
d. Bantu pasien anak-anak, dengan posisi
terlentang
yang berbaring di pangkuan perawat.
e. Letakkan bantal menyokong punggung
anak.
f. Lepas sarung tangan.
g. Cuci tangan.
1.Menyimpulkan hasil prosedur yang
dilakukan.
2.Menanyakan pada pasien apa yang
dirasakan setelah dilakukankegiatan.
3. Melakukan kontrak untuk tindakan
selanjutnya.
Tahap Terminasi 4.Berikan reinforcement sesuai dengan
kemampuan klien.

Tahap 1.Catat seluruh tindakan yang telah


Dokumentasi dilakukan dalam catatankeperawatan.

Keterangan :
1 :Bila dikerjakan sebanyak 20%
2 :Bila dikerjakan sebenyak 50%
3 :Bila dikerjakan sebenyak 75%
4 :Bila dikerjakan sebenyak 100%
CHEKLIS melakukan inhalasi (nebulizer)

NO CHEKLIS MELAKUKAN INHALASI


( NEBULIZER)
Pemberian inhalasi uap dengan obat/tanpa obat
1. Pengertian menggunakan nebulator

Sebagai acuan langkah – langakah untuk :


1. Merelaksasi jalan nafas.
2. Mengencerkan dan mempermudah
mobilisasi sekret.
2. Tujuan 3. Menurunkan edema mukosa. Pemberian obat
secara langsung pada saluran pernafasan
untuk pengobatan penyakit, seperti :
bronkospasme akut, produksi sekret yang
berlebihan, dan batuk yang disertai dengan
sesak nafas.
3. Alat dan Alat : - Nebulizer
Bahan Bahan : - Obat – obatan ( Ventolin, Bisolvon,
NaCL)
Petugas Mempersiapkan Peralatan dan Bahan
sebagai berikut :

Tahap Pra Interaksi

a. Melakukan verifikasi program pengobatan


klien
b. Mencuci tangan
c. Menempatkan alat di dekat pasien dengan
benar

Tahap Orientasi

a. Memberikan salam dan menyapa nama


pasien
4. Prosedur b. Menjelaskan tujuan dan prosedur
pelaksanaan Menanyakan kesiapan klien
sebelum kegiatan dilakukan

Tahap Kerja

a. Menjaga privacy
b. Mencuci tangan
c. Membawa alat-alat ke dekat pasien.
d. Mengatur posisi pasien sesuai dengan
keadaan pasien
e. Memasukkan obat kewadahnya (bagian dari
alat nebulizer).
f. Menghubungkan nebulizer dengan listrik
g. Menyalakan mesin nebulizer (tekan power
on) dan mengecek out flow apakah timbul
uap atau embun.
h. Menghubungkan alat ke mulut atau
menutupi hidung dan mulut (posisi) yang
tepat.
i. Menganjurkan agar klien untuk melakukan
nafas dalam, tahan sebentar, lalu ekspirasi.
j. Setelah selesai, mengecek keadaan umum
klien, tanda-tanda vital, dan melakukan
auskultasi paru secara berkala selama
prosedur.
k. Menganjurkan klien untuk melakukan nafas
dalam dan batuk efektif untuk mengeluarkan
sekret.

1. Perhatian :
- Tetap mendampingi klien selama prosedur
(tidak meninggalkan klien).
- Observasi adanya reaksi klien apabila terjadi
efek samping obat.
- Tempatkan alat nebulizer pada posisi yang
aman (jangan sampai jatuh).

Tahap Terminasi

a. Mengevaluasi hasil tindakan


b. Berpamitan dengan pasien
c. Membereskan dan kembalikan alat ke tempat
semula
d. Mencuci tangan
e. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
keperawatan
10. Dokumen 1. Rekam Medis.
terkait 2. Register Kunjungan Harian

Keterangan :
1 :Bila dikerjakan sebanyak 20%
2 :Bila dikerjakan sebenyak 50%
3 :Bila dikerjakan sebenyak 75%
4 :Bila dikerjakan sebenyak 100%
CHEKLIS pengambilan sempel darah kapilet
NO CHEKLIS PENGAMBILAN SEMPEL DATAH
KAPILER
Definisi Pengambilan darah kapiler atau dikenal dengan istilah
skinpuncture yang berarti proses pengambilan sampel darah
dengan tusukan kulit.

Indikasi dan kontra indikasi :

Indikasi :

Pengambilan darah kapiler dilakukan untuk tes-tes yang


memerlukansampel dengan volume kecil (kurang dari 0.5
ml), misalnya untukpemeriksaan kadar glukosa, kadar Hb,
hematokrit ( mikrohematoktrit )atau analisa gas darah
( capillary method).

Persiapan 1.Alat :

a. Kapas alkohol 70 %
b. Kapas steril
c. Lancet steril dan berujung tajam
d. Penampung darah

2. PASIEN

a. Pilih responden yang akan diambil spesimen darahnya.


b. Responden yang akan diambil spesimen darahnya
berpuasa selama10-14 jam sebelumnya
c. Ambil darah responden setelah persiapan selesai
dilaksanakan

3.LINGKUNGAN

4.Pasang sampiran

Tahap pre 1.Cuci tangan


interaksi 2.Siapkan alat-alat

Tahap 1.Memberi salam , panggil klien dengan panggilan yang


orientasi disenangi
2.Memperkenalkan nama perawat
3. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau
keluarga
4. Menjelaskan tentang kerahasiaan

Tahap KerjaCara Pengambilan Darah

a. Dekatkan alat
b. Posisikan pasien dengan nyaman
c. Memasang perlak dan pengalas
d. Memakai hand scoon jika diperlukan
e. Jelaskan kepada pasien alasan pengambilan darah yang
akandilakukan dan pemeriksaan yang akan dilakukan
Tahap denganspesimen tersebut.
KerjaCara f. Sebelum melakukan pengambilan darah bersihkan tangan
Pengambilan menggunakan alkohol 70 % dan gunakan sarung tangan.
Darah g. Pilihlah bagian ujung jari yang berdaging
h. Hangatkan bagian kulit yang akan ditusuk
denganmembungkusnya menggunakan handuk
hangat (kurang dari 42̊C), minimal 3 menit untuk
melancarkan aliran darah.
i. Bagian kulit yang akan ditusuk
harus didesinfeksi terlebihdahulu dengan alkohol 70%
atau povidine iodine kemudiandikeringkan dengan kapas
yang steril.(Povidone Iodone tidak boleh digunakan pada
tes : bilirubin, K, fosfor, dan asam urat).
j. Kulit setempat ditegangkan dengan memijatnya antara dua
jari.
k. Lakukan penusukan dengan gerakan yang cepat dengan
memakai lancet steril. Tusukan dilakukan dengan arah
tegaklurus pada garis sidik jari.
l. Tetesan darah yang pertama kali keluar dihapus
denganmenggunakan kapas streril dan tetasan beerikutnya
baru bolehdigunakan untuk pemeriksaan.
m. Merapikan alat
n. Melepaskan hand scoon
o. Cuci tangan

Tahap 1.Menyimpulkan hasil prosedur yang dilakukan


terminasi 2. Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
3.Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien

Tahap Menanyakan pada pasien apa yang dirasakan setelah


Evaluasi dilakukan kegiatan .
Tahap Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan
dokumentasi keperawatanKeterangan

Keterangan :
1 :Bila dikerjakan sebanyak 20%
2 :Bila dikerjakan sebenyak 50%
3 :Bila dikerjakan sebenyak 75%
4 :Bila dikerjakan sebenyak 100%
CHEKLIS PENGAMBILAN SEMPEL DARAH VENA
NO CHEKLIS PENGAMBILAN SEMPEL DARAH Ya Tidak
VENA

Pre interaksi
1. Cek catatan keperawatan dan catatan medis klien
(mengetahui TTV, therapy jenis pemeriksaan darah, dan
hal lain yang diperlukan)
2. cuci tangan
3. Siapkan alat-alat yang diperlukan
Orentasi
4. Beri salam, panggil dengan Namanya dan
memperkenalkan diri (untuk pertemuan pertama
5. Menanyakan keluhan pasien
6. Jelaskan tujuan, prosedur,hal yang perlu dilakukan pasien,
sepakati kode komunikasi
7. Berikan kesempatan kepada pasien, keluarga bertanya
sebelum kegiatan dilakukan
Tahap kerja
8. Atur posisi pasien senyaman mungkin
9. Jaga privasi pasien
10. Dekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau
11. Tekuk lengan baju pasien (jika baju lengan panjang),
temukan dan tentukan vena yang akan dilakukan punksi
12. Pasang sarung tangan disposable
13. Pasang touniquet 5-10 cm di atas tempat punksi yang akan
dilakukan pada posisi yang mudah dijangkau dan mudah
untuk dilepaskan. Pemasangan touniquet tidak boleh lebih
dari 1 menit. Jika lebih lepaskan selama 1 menit kemudian
diulang lagi
14. Anjurkan pasien untuk mengepal-ngepalkan tangan
dengan kuat beberapa kali
15. Inspeksi dan palpasi vena terbaik yang akan disuntik
dengan jari anda
16. Lakukan pengambilan darah
17. Siapkan spuit disposable, pegang spuit dengan tangan
yang dominan
18. Lepaskan tutupan spuit dan informasikan ke pasien
bahawa akan di tusuk dan akan sedikit sakit
19. Tempatkan ibu jari tangan yang dominan 2,5 cm di bawah
tempat penusukan, dan tekan dengan agak kuat.
Kencangkan kulit sampai vena yang akan ditusuk dalam
kondisi stabil
20. Arahkan jarum dengan sudut 15-30 kemudian tusukan
jarum perlahan ke vena yang telah di tentukan
21. Setelah terlihat/ keluar darah, lakukan penarikan piston
samapai sejumlah darah yang di butuh kan. Perhatikan
neddle tetap stabil
22. Lepakan tourniquet
23. Rapikan alat-alat
24. Tarik jarum dan tekan bekas tusukan dengan kapas alcohol
(kalua perlu diplester)
25. Masukan specimen darah ke dalam tabung yang telah
ditentukan (jika perlu tabung digoyangkan : bagi yang
memkai antikaogula)
26. Buang spuit pada tempatmya dan rapikan alat-alatnya
27. Berikan label pada tabung darah siap dikirim ke
laboratorium
29. Lepas sarung tangan
30. Cuci tangan
31. Rapikan klien dan posisikan klien pada posisi yang
nyaman
Terminasi
32. Evaluasi karakteristik urine, perasaan pasien simpulkan
hasil kegiatan, berikan umpan baik positif
33. Kontrak pertemuan selanjutnya
34. Bereskan alat-alat
35. Cuci tangan
Dokumentasi
36. Catat hasil kegiatan di dalam catatan keperawatan

Keterangan :
1 :Bila dikerjakan sebanyak 20%
2 :Bila dikerjakan sebenyak 50%
3 :Bila dikerjakan sebenyak 75%
4 :Bila dikerjakan sebenyak 100%
CHEKLIST FISIOTERAPI DADA
NO Komponen Ya Tidak
1. Persiapan alat
- bantal untuk pengaturan posisi
-tempat tidur yang bisa mengatur posisi trendelenbug
-kertas tisu
-tempat penampung buntum(bengkok)
-baju pelindung
2. Persiapan klien(komunikasi dengan klien dan
keluarga),memperkenalkan diri dan menjelaskan
tujuan Tindakan
3. Persiapan lingkungan(aman dan nyaman bagi klien
serta memperhatikan aspek privacy)
Portural drainase
4. Longgarkan pakaian yang ketat
5. Atur posisi dengan mengatur tempat tidur dengan
kepala lebih rendah sekitar 30 derajat
6. Letakan tempat sputum pada posisi yang mudah
diraih
7. Jelaskan pada klien bahwa posisi ini berlangsung
sekitaran 5-15 menit
8. Instruksikan klien untuk melakukan batuk efektif
untuk mengeluarkan secret pada jalan nafas
9. Lakukan oral hygiene dengan kumur kumur dan
bersihkan dengan tissue
Perkusi
10. Berikan klien minum air hangat terlebih dahulu
11. Atur posisi sesuai dengan segmen atau lobus yang
akan diperkusi(lobus yang akan di perkusi
sebelumnya harus ditentukan dengan menggunakan
pemeriksaan auskultasi pada area lobus paru)
12. Tutup are yang diperkusi dengan kain atau tissue
13. Buat seperti mangkuk pada telapak tangan dan
dengan ringan ditepukkan pada dinding dada dalam
Gerakan berirama
14. Lakukan perkusi dngan pergelangan tangan secara
bergantian fleksi dan ekstensi sehingga dada dipukul
atau ditepuk dengan cara yang tidak menimbulkan
rasa nyeri
15. Perkusi setiap area selama 3-5 menit
16. Jangan melakukan perkusi pada tulang dada seperti
pada tulang belakang atau skapula
17. Anjurkan klien untuk batuk efektif diantara perkusi
ke segmen berikutnya
18. Auskultasi bunyi nafas pada seluruh lobus paru
VIBRASI
19. Tutup area yang difibrasi dengan kain atau tissue
20. Instruksikan klien untuk bernapas dalam melalui
hidung dan mengeluarknnya secara perlahan melalui
mulut
21. Letakan satu telapak tangan pada area yang akan
dilakukan vibrasi dan satu tangan lainya
No. Indikator

22. Buat tangan menjadi lurus dan lakukan dengan


getaran selama 10 detik dan dilakukan selama 5-10
menit,perhatikan bahwa pergelangan tangan dan siku
dijaga agar tetap lurus dan Gerakan memvibrasi
dihasilkan oleh otot-otot bahu
23. Anjurkan klien untuk batuk efektif diantara vibrasi
ke segmen berikutnya
24. Berikan air minum putih hangat
25. Auskultasi bunyi nafas pada seluruh lobus paru
26. Melaksanakan Teknik komunikasi teraupeutik pada
klien
27. Merapikan Kembali klien dan alat yang digunakan
28. Mengakhiri Tindakan dan mengucapkan salam
penutup
29. Mencuci tangan
30. Melakukan pendokumentasian Tindakan
keperawatan
CEKLIS LATIHAN PURSED-LIP BREATHING
Aspek yang dinilai Ya tidak
A.Definisi : Merupakan bentuk Latihan napas yang
terdeiri atas pernapasan abdominal (diafragma) dan
pursed lip breathing.
B.Tujuan : Pernapasan abdominal atau diagfragma
memungkinkan napas dalam secara penuh dengan
sedikit usaha.pursed-lip bearthing membantu klien
mengontrol pernapasan yang berlebihan
C.Indikasi : Restriksi ekspansi,misalnya pada klien
dengan PPOM (misalnya astma dan bronchitis) atau
klien pada tahap penyembuhan setelah pembedahan
thoraks.
D.Kontraindikasi : Kelainan faal hemastatis,klien
dengan tekanan intracranial meningkat,pre oprasi
carcinoma paru,posisi drainage

Prosedur Pelaksanaan
A.Tahap preinteraksi
1.persiapan pasien :
a.memperkenalkan diri
b.bina hubungan saling percaya
c.meminta pengunjung atau keluarga
meninggalkan ruangan
d.menjelaskan tujuan
e.menjelaskan langkah prosedur yang akan
dilakukan
f.menyepakati waktu yang akan digunakan
2.persiapan alat dan bahan :
a.stetoskop
b.penggaris kecil
c.pensil gambar
d.bantal kecil
3.persiapan lingkungan
a.sampiran
Komponen Ya Tidak

1.Persiapan Alat:
1.spuit dewasa 2ml,anak-anak needle
2.antikoagulan (heparin)
3.gabus
4.kapas alcohol
5.pengalas
6.plester-kapas-guntimg
7.sarung tangan
8.formulir laboraturium untuk pemeriksaan Analisa gas
darah
9.label klien
10.K/p anestesi local seperti xylocin 2%
2.Persiapan pasien:
1.menjelaskan prosedur/Tindakan yang akan dilakukan
kepada pasien dan keluarga
2.memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga
1.Mencuci tangan
2.Memakai sarung tangan
3.Mengisi spuit dengan heparin 0,1 cc
4.Mengatur posisi pasien senyaman mungkin
5.Mengkaji lokasi denyut arteri dengan tepat/prioritas
pemiliha pemilihan lokasi
6.Membebaskan pakaian pada lokasi arteri
radialis/brankhialis/femoralis
7.Melakukan palpasi pada daerah yang akan dipungsi
8.Melakukan desinfusi pada lokasi/area pungsi dengan kapas
alcohol dan biarkan kering
9.menusuk kulit tepat diatas arteri sudut jarum 45-90 derajat
10.Membiarkan daerah arteri masuk kedalam spuit dengan
sendirinya minimal 0,5-2 ml
11.Membantu aspirasi darah
CEKLIS PEMANTAUAN
1 Penjelasan tentang prosedur transfuse darah oleh Ya Tidak
perawat
2 Tanda tangan informed concern
3 Riwayat transfusi sebelumnya
4 Kesesuaian identitas pasien
5 Kesesuaian golongan darah
6 Kesesuaian jenis produk darah
7 Kompatibilitas darah
8 Produk darah tidak kadaluwarsa
9 Petugas mencuci tangan dan memakai sarung tangan
sebelum tindakan
10 Petugas membuat jalur IV dengan kateter besar
(diameter 18-G atau 19-G) dengan selang infus tipe Y
yang mempunyai filter
11 Petugas menggantungkan flabot larutan 0,9 % Normal
salin untuk diberikan setelah menginfuskan/pemberian
transfuse darah
12 Petugas memeriksa tanda-tanda vital pasien
(Tensi,nadi,respirasi,suhu badan)
13 Petugas mulai untuk mentransfusikan darah dan catat
waktu mulai terpasang transfusi
14 Petugas observasi anda tanda vital pasien selama 15
menit dan 30 menit pertama transfusi
15 Petugas mencatat waktu selesai transfusi
16 Reaksi yang terjadi segera setelah transfusi yang terjadi
(menggigil,sakit kepala,gatal,kemerahan)
17 Tanda kemerahan,ruam kulit,gatal,dispnea,bitnik-bintik
merah di kulit
18 Petugas melepaskan,membuang sarung tangan
ditempat sampah medis
19 Petugas mencuci tangan
20 Petugas melanjutkan mengobservasi terhadap reaksi
samping/efek samping transfusi
21 Petugas mencatat pemberian darah dan produk
darah,petugas mencatat cairan yang digunakan
mengikuti kebijakan rumah sakit/institusi
22 Setelah transfuse selesai,ganti IV line yang baru
kantong plastik
23 Kantong plastik dan selang dibuang sebagai sampah
medis
CHECK LIST PEMANTAUAN RESPIRASI

Definisi :
Merupakan salah satu indicator untuk mengetahui fungsi sistem
pernafasan yang terdiri dari mepertahankan pertukaran oksigen dan
karbondioksida dalam paru dan pengaturan asam-basa
Tujuan :
 Mengetahui keadan umum pasien/TTV pasien
 Mengetahui jumlah dan sifat pernafasan dalam satu menit
 Membantu menegakkan diagnose
 Untuk mengetahui RR normal menurus usia
Pelaksanaan
1. Persiapan pasien :
 Memperkenalkan diri
 Bina hubungan saling percaya
 Menjelaskan tujuan
 Menjelaskan Langkah prosedur yang akan di lakukan
2.Persiapan alat dan bahan
 Jam tangan (dengan jarum detik)
 Sarung tangan bersih
 Stetoskop (Untuk mengkaji RR dengan mendengarkan suara nafas)
 Larutan klorin 0.5 %
 Alat tulis
3.Persiapan Lingkungan :
 Tutup pintu,jendela,gorden
 Beri penerangan yang cukup
 Atur posisi klien (supinasi atau duduk )

Tahap pre interaksi


1. Membaca status pasien
2. Mempersiapkan diri
3. Siapkan Alamat
4. Cuci tangan
Tahap orientasi
1. Memberi salam,panggil klien dengan panggilan yang disenangi
2. Memperkenalkan nama perawat
3. Jelaskan prosedur dan tujuan Tindakan pada klien atau keluarga
4. Menjelaskan tentang kerahasiaan
Tahap kerja
1. Cuci tangan
2. Pakai sarung tangan
3. Pengkajian respiratory Rate
- Lihat dan observasi naik-turunnya dinding
dada atau rasakan gerakan naik-turunnya
dinding dada dengan meletakkan telapak
tangan pada dinding dada
- Observasi siklus pernafasan lengkap (sekali
inspirasi dan sekali Ekspirasi )
- Jika siklus teratur, hitung selama 30 detik
hasilnya kalikan 2,jika Siklus tidak tidak
teratur hitung selama satu menit penuh (untuk
Bayi harus dihitung selama satu menit penuh )
- Dengan stetoskop (mendengar suara nafas
langsung),Letakkan/pasang stetoskop pada
salah satu lobus paru-paru Dengarkan suara
nafas dan jika nafasnya teratur hitung selama
30 detik hasilnya kalikan 2,dan selama satu
menit penuh jika Tidak teratur
- Sementara menghitung perhatikan kedalaman
pernafasan dan Juga pola nafasnya
4. Rapikan pasien,kembalikan pasien pada posisi yang nyaman
5. Rapikan peralatan
6. Lepas sarung tangan dan rendam dalam larutan klorin 0,5%
7. Cuci tangan
Tahap terminasi
1.Menanyakan pada pasien apa yang dirasakan setelah
Setelah dilakulan kegiatan
2. Menyimpulkan hasil prosedur yang dilakukan
3. Melakukan kontrak untuk Tindakan selanjutnya
4. Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien
Tahap dokumentasi
Catat seluruh hasil Tindakan dalam catatan keperawatan

Anda mungkin juga menyukai