Kel 8 Ilmu Al-Mu'jam Wa Sinaatuhu
Kel 8 Ilmu Al-Mu'jam Wa Sinaatuhu
Kel 8 Ilmu Al-Mu'jam Wa Sinaatuhu
Karyanya
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Al Mu’jam waa Sinaatuh
Oleh :
HIDAYATULLAH JAKARTA
2024M/1445H
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Leksikologi dan leksikografi adalah dua disiplin ilmu yang berkaitan erat dengan studi
kata dan kamus. Leksikologi fokus pada analisis dan deskripsi struktur, makna, dan
penggunaan kata dalam suatu bahasa, sementara leksikografi adalah seni dan ilmu pembuatan
kamus. Dalam konteks bahasa Arab, kedua disiplin ini memiliki sejarah panjang dan kaya
yang dipengaruhi oleh berbagai tokoh penting yang telah berkontribusi secara signifikan
terhadap pengembangan dan pemahaman bahasa Arab.
Bahasa Arab memiliki tradisi leksikografi dan leksikologi yang mendalam yang berakar
dari kebutuhan untuk memahami dan menginterpretasikan teks-teks agama, terutama Al-
Qur'an. Pada masa awal Islam, muncul kebutuhan mendesak untuk mengkodifikasi dan
menjelaskan kosakata bahasa Arab klasik. Hal ini dipicu oleh penyebaran Islam ke berbagai
wilayah yang berbahasa non-Arab, yang menyebabkan peningkatan permintaan akan panduan
bahasa Arab yang sistematis dan akurat. Tokoh-tokoh utama dalam leksikologi dan
leksikografi Arab telah memainkan peran krusial dalam perkembangan bahasa ini. Mereka
tidak hanya menyusun kamus dan glosarium tetapi juga mengembangkan teori-teori
leksikologi yang kompleks.
B. Rumusan Masalah
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Mukarram bin Ahmad bin Habqah Al-
Anshari Al-Ifriqy, dan dia hidup dari tahun 630 hingga 711 H atau 1232 hingga 1311 M. Ibnu
Mandzur lahir di Kairo dan berasal dari Ruwaifi bin Tsabit Al-Anshari, salah satu sahabat
Rasulullah SAW. Pendapat lain menyatakan bahwa Ibnu Mundzir lahir di Tharablis, tetapi
pendapat yang paling kuat menyatakan bahwa ia lahir di Kairo. Di Tharablis, ia bekerja
sebagai qadhi dan direktur Darul-Insya', sebuah penerbitan buku ilmiah.
Ibnu Mundzir adalah seorang ahli dalam bahasa Arab, sejarah dan fiqih. Karya Ibnu
Mundzir yang paling terkenal adalah kamus Lisan Al-'Arab, yang merupakan kamus paling
besar dan lengkap di zamannya yang dapat menampung semua kandungan dari kamus-kamus
sebelumnya, seperti Al-Muhkam, Al-Shihah, Tahdzib Al-Lughah, Al-Jamharah, Al-Nihayah,
dan Hasyiyah Al-Shihah. Para ulama mengatakan bahwa membaca kamus Lisan Al-'Arab
Ibnu Mundzir adalah seperti membaca semua kamus-kamus pendahulunya. Tak berlebihan,
jika kamus Lisan Al-'Arab tergolong kamus paling lengkap, sebab kamus tersebut memuat
lebih dari 80.000 kata. "Itu pun, belum termasuk kata-kata derivasinya." Sayangnya, menurut
Abed Al-Jabiri, kamus Lisan Al-'Arab yang terdiri dari banyak volume ini tidak memuat
nama-nama segala sesuatu yang berkaitan dengan alam dan industri, serta konsep teoritis dan
berbagai istilah yang telah dikenal di Kairo, salah satu pusat peradaban Islam utama pada
abad 7 dan 8 H. dan terletak di Kairo, yang merupakan salah satu pusat peradaban Islam yang
paling penting. Para kritikus kamus mengatakan bahwa Lisan Al-'Arab, yang dihormati oleh
orang Arab, sebenarnya tidak berasal dari kehidupan Badui—atau, seperti yang disebutkan
Ibnu Khaldun, "kehidupan nomadisme yang keras". (khusyunah al-badawah) dimana Pada
masa kodifikasi, mereka dianggap sebagai pahlawan. Sejak era kodifikasi hingga era Ibnu
Mandzur, kata-kata dan istilah baru, termasuk konsep-konsep filosofis dan ilmiah, telah
masuk ke dalam bahasa Arab.
Namun, pada masa kodifikasi yang dijadikan acuan referensi bahasa Arab, hanya
menerima bahasa Arab 'resmi' dan 'fusha', sehingga bahasa dalam kamus adalah bahasa yang
dikumpulkan dan dibentuk oleh Khalil bin Ahmad Al-Farahidi dan tokoh-tokoh sezamannya.
Perkembangan setelah itu, termasuk istilah dan kata-kata baru dalam bahasa Arab, dianggap
sebagai bahasa serapan (dakhil) bagi 'bahasa Badui yang asli', dan oleh karena itu, harus
diabaikan.
Dengan kenyataan historis ini, penyusunan kamus-kamus bahasa Arab yang masih di
bawah pengaruh prinsip yang kuat dan hanya berpegang pada bahasa Badui serta tidak
menganggap selainnya sebagai bahasa baru, menyebabkan kamus-kamus kontemporer bahasa
Arab hanya merupakan ringkasan, atau terkadang distorsi, dari kamus-kamus klasik.
Sekalipun kritik tersebut memiliki kebenarannya, yang pasti, kamus Lisan Al-'Arab
karya Ibnu Mandzur tetap diakui sebagai kamus bahasa Arab terbesar dan terlengkap
sepanjang sejarah. Kamus ini sering dijadikan objek penelitian oleh para ahli bahasa, yang
menghasilkan beberapa karya ilmiah seperti Tashih Al-Lughah karya Ahmad Taymur Basya
(1871-1930), Tahdzib Al-Lisan karya Abdullah Ismail Al-Shawi, Amtsilah min Al-Aghladz
Al-Waqi'ah fii Lisan Al-'Arab karya Taufiq Dawud Qurban, dan Tashihaat Lisan Al-'Arab
karya Abdul Sattar Ahmad Faraj.
Di antara karya tulis Ibnu Munzir, yaitu: Mukhtashar Al-Aghani, Mukhtashar Tarikh
Baghdad (Al-Khatib Al-Baghdady), Mukhtashar Tarikh Dimasyqa (Ibnu Asakir), Mukhtashar
Mufradaat Ibnu Baythar, Mukhtashar Al-Aqd Al-Farid (Ibnu Abdu Rabbih), Mukhtashar Al-
Hayawan (Al- Jahidz), Mukhtashar Yatimah Al-Dahr (Al-Tsa'aliby), Mukhtshar Nisywan Al-
Muhadharah (Al-Tanawwukhi) dan Mukhtashar Al-Dakhirah.
Nama lengkap penyusun kamus Al-Qomus Al-Muhit adalah Abu Thahir Majduddin
Muhammad bin Ya'qub bin Muhammad bin Ibrahim bin Umar Al-Syairazi Al-Fairuzabadi
(729-817 H/1319-1415 M). Dia lebih dikenal dengan sebutan Al-Fairuzabadi. Pakar bahasa
ini lahir di kota Karzen, Syairaz, sebuah wilayah di Persia, pada tahun 729 Hijriyah, tepatnya
pada masa pemerintahan Mongol yang telah menaklukkan Baghdad sejak tahun 656 Hijriyah
hingga Dinasti Ottoman menguasai Mesir pada tahun 923 Hijriyah. Al-Fairuzabadi lahir 18
tahun setelah kemangkatan Ibnu Mandzur, penyusun kamus Lisan Al-'Arab.
Karya Al-Fairuzabadi, Al-Qamuus Al-Muhit, termasuk salah satu kamus besar bahasa
Arab yang mendapat sambutan luar biasa dari para ulama. Banyak ulama yang memberikan
penjelasan (syarah), kritik (naqd), pembelaan (difa'), dan juga ringkasan (ikhtishar) terhadap
kamus ini. Penggunaan istilah "Al-Qamuus" yang dipopulerkan oleh Al-Fairuzabadi sebagai
judul karyanya, berhasil menggantikan istilah "Mu'jam" yang sebelumnya telah lama
diperkenalkan oleh Khalil.
Beberapa karya ulama yang merespons Al-Qamuus Al-Muhith antara lain: kamus Taj
Al-Aruus min Jawahir Al-Qamuus karya Mahmud Murtadlo Al-Zubaidy yang merupakan
penjelasan (syarah) dari Al-Qamuus Al-Muhith dan memuat 120.000 kata; Al-Aqyanuus fi
Syarh wa Tarjamah Al-Qamuus oleh Ahmad Ashim bin Janani; Al-Qaul Al-Ma'nus fi Shifat
Al-Qamuus oleh Muhammad Sa'dullah; Al-Qaul Al-Ma'nus fi Hasyiyah Al-Qamuus oleh
Abdul Basith bin Khalil yang lebih dikenal sebagai Ibnul Wazir Al-Hanafi; Al-Takmilah wa
Al-Shilah wa Al-Dzail 'ala Al-Qamuus oleh Murtadho Al-Zubaidi; Al-Dar Al-Laqith fii
Aghlath Al-Qamuus Al-Muhith oleh Muhammad bin Mustofa Al-Dawudi; Al-Jassus 'ala Al-
Qamuus oleh Ahmad Faris Al-Syidyaq; dan Tashih Al-Qamuus oleh Ahmad Taymur Basya.
C. Butrus Al-Bustani
Butrus Al-Bustani lahir pada tahun 1819 di sebuah desa bernama Dibyah, yang
merupakan bagian dari Syuf di Lebanon. Sejak kecil, ia senang mempelajari ilmu agama,
khususnya linguistik. Studinya dimulai di sebuah madrasah bernama Ain Waraqh yang
merupakan madrasah terbesar di wilayah Syuf. Di sana ia belajar bahasa Arab, Syria, Latin,
Italia, filsafat, teologi dan ajaran Kristen. Tentang bahasa Inggris, dia belajar sendiri.
Pada tahun 1840, Butrus pindah ke Bairut. Sejak itu, ia berteman dengan dua jurnalis
Amerika yang mengajar bahasa Arab kepada Butris. Dia kemudian berkenalan dengan
Cornelius Fandaq, salah satu pendiri fakultas evangelis Suriah di Beirut. Setelah tahun 1848,
Butrus mulai mengembangkan visinya dengan mempelajari bahasa Yunani dan Ibrani.
Bersama Ali Smith, dia menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Arab. Pada tahun 1860,
Butrus mulai tertarik dengan perkembangan pendidikan kewarganegaraan dan informasi di
Lebanon. Oleh karena itu, ia mendirikan Nafir Suria, surat kabar lokal pertama yang berani
meminta perdamaian. Selain itu, ia mendirikan Madrasah Wathaniyah (Sekolah Nasional)
pada tahun 1863 untuk pemerataan pemahaman warga. Belakangan, madrasah itu
berkembang menjadi sekolah modern tempat belajar siswa dari berbagai negara. Bahasa
Arab, Inggris, Prancis, dan sebagainya dipelajari di sana."
Pada tahun 1870, Butrus mendirikan Al-Jina, sebuah surat kabar yang bernuansa
politik, sastra, dan sejarah. Pada tahun yang sama ia menerbitkan tabloid mingguan "Al-
Jannah" .", yang berisi berita tentang kedokteran, tentang bisnis dan budaya. Pada tahun
1871, Butrus mendirikan surat kabar harian bernama Al-Junainah dengan bantuan putranya
Salim.
Ensiklopedia Dairatul Ma'arif diterbitkan dalam enam bab pada masa hidup Butrus.
Sepeninggalnya, putra Butrus Salim ini terus menyempurnakan ensiklopedia tersebut hingga
berjumlah lima bab. Ensiklopedia Dairatul Ma'arif merupakan ensiklopedia nasional pertama
yang menggunakan metode modern. Karyanya yang lain yang kurang begitu populer adalah
Muhith Al-Muhith, kamus bahasa modern. Kamus tebal dua jilid ini dicetak di Bairut pada
tahun 1870 dan dianugerahi "karya ilmiah terbaik sultan Ottoman". Penerbit Maktabah
Lubnan terus menerbitkan kamus tersebut, karena karya Butris mendapat khalayak luas. Pada
tahun 1977, kamus Muhith Al-Muhith disusun, setelah itu diterbitkan dalam satu volume.
Pada tahun 1883 Butrus Al-Bustani meninggal. Namanya tertulis dengan tinta emas
sebagai orang pertama yang berhasil mendirikan madrasah nasional, orang pertama yang
menyusun kamus bahasa Arab terlengkap di Mesir, orang pertama yang membantu
menghidupkan kembali dunia pers Mesir.
D. Lewis bin Nuqala
Lewis bin Naqula Dhahir Al-Ma'luf (1867-1946) lahir di kota Zahlah di Lebanon, dia
adalah seorang pendeta dan beriman kepada Kristus. Ia memulai studi lanjutannya dengan
belajar di sekolah Christian Faktultas di Beirut. Ia kemudian belajar filsafat di Inggris dan
melanjutkan studi teologi di Perancis. Lewis bisa berkomunikasi dalam beberapa bahasa
asing. Pada tahun 1906, ia diangkat menjadi direktur surat kabar Al-Basyir. Lewis meninggal
di Beirut pada tahun 1906.
Karya Lewis yang masih populer dan telah dicetak ulang berkali-kali adalah Kamus
Al-Munjid. Padahal, sebaliknya, sebagian besar materi kamus Al-Mujid diambil dari Muhith
Al-Muhith (Butrus), hingga kamus Al-Munjid lebih dikenal dengan sebutan Ringkasan
Muhith Al-Muhith. Fuad Afram al-Bustan, seorang ahli leksikologi berhasil membuat
rangkuman kamus Al-Munjid yaitu Al-Munjid al-Abjad yang disusun khusus untuk pelajar
dan menggunakan sistem artikulasi (nidzam nuthqi).
Meskipun Lewis telah beberapa kali merevisi karyanya, begitu pula seluruh staf
redaksi Penerbit Darul Mashriq, penerbit kamus Al-Munjid, kamus ini bukannya tanpa
kesalahan. Akibatnya, tidak sedikit ulama yang mengkritik kamus Al-Munjid, padahal di sisi
lain fenomena tersebut menunjukkan bahwa Al-Munjid mendapat tanggapan dari para ulama
dalam bahasa Arab. Kamus Al-Munjid telah direvisi oleh : Abdulllah Kanun, Munir
Al-'Imady, Sa'id Al-Afghani, Abdul Sattar Fajar, Maniz Al-Mubarak, Husain Nashshar, Umar
Al-Daqqaq, Ibrahim Al-Qaththan dan masih banyak lagi yang lainnya.
E. Abdullah Al-‘Ulayali
Syekh Abdullah Al-Ulayali adalah salah satu guru besar di bidang bahasa dan fiqih. Ia
lahir di kota Bairut, Libanon, pada tahun 1914. la menempuh studinya di Universitas Al
Azhar, Kairo, Mesir. Pemikiran dan ide-idenya yang kreatif dalam hal leksikologi yang
dituangkan dalam karyanya berjudul Muqaddimah Li Dars Al-Arab Wa Kaifa Nadha'u Al-
Mu'jam Al-Jadid (Pengantar Studi Arab dan Tatacara Menyusun Kamus Baru), telah diakui
oleh para ulama bahasa. Sebenarnya, buku ini merupakan ensiklopedi bahasa, sains dan seni.
Hanya saja, materi kosakata dalam buku itu berhenti pada huruf alif, kata ()ألس.
Karya lain dari Al-'Ulayali adalah kamus Al-Mu'jam, sebuah kamus berukuran sedang
yang memuat materi seputar bahasa dan seni. Kamus Al-Mu'jam disusun dengan sistematika
artikulasi dimana semua kosakata diurut dan dimulai dari kata mufrad. Al-'Ulayali juga
menyusun sebuah kamus lain berjudul Al-Marja’ dengan sistematika yang sama. Namun,
seperti karya sebelumnya, baik Al-Mu'jam maupun Al-Marja', belum selesai dan hanya
berhenti pada jilid pertama. Sekalipun demikian, penggunaan sistematika baru yang disebut
nidzam al-nutq (sistem artikulasi), tetap menjadi nilai lebih dari kamus karya Al-Ulayali.
Ali bin Muhammad Al-Jurjani lahir pada tahun 740 H/1339 M di desa Taju, dekat
Istirabadz. Sejak masih kanak-kanak, Ali Al-Jurjani telah dikirim oleh orang tuanya ke kota
Hirah untuk belajar kepada Syekh Qutbuddin Muhammad Al-Razi Al-Tuhtani. Setelah lama
belajar di Hirah, lalu gurunya itu mengirim Ali Al-Jurjani ke Syekh Mubarak Syah, salah satu
guru besar Jami' Al-Azhar, Kairo, Mesir. Kecerdasan yang dimiliki Ali membuat kagum
gurunya. Karena itu, Syekh Mubarak menghimbau Ali untuk belajar ke guru-guru lainnya,
salah satunya adalah Syekh Ali bin Muhammad Al-Fanari."
Setelah empat tahun belajar di Kairo, ia meneruskan kariernya untuk berdakwah dan
menuntut ilmu ke daerah Ustanah pada tahun 776 H. Merasa kurang berkembang, Ali Al-
Jurjani pindah ke kota Syiraz. Di kota kecil ini, kredibilitas Ali Al-Jurjani di bidang bahasa
mulai diakui masyarakat, hingga ia berhasil mendirikan sebuah madrasah terbesar di kota
itu."
Karya Ali Al-Jurjani yang hingga kini masih tetap dijadikan rujukan dalam
memahami definisi sebuah kata atau kalimat, adalah Al-Ta'rifat. Sebuah kamus yang
menggunakan sistem artikulasi, sehingga ia lebih dianggap lebih mudah digunakan dalam
pencarian entri kosakata."
Kamus Al-Ta'rifat, pertama kali diterbitkan pada tahun 1897 di Kairo. Selain itu,
karya lain Ali Al-Jurjani adalah Syuruh ala Al- Kasyssyaf (Zamakhari), Syarah Al-Taftazi
(Al-Qazwini), Syarah Al-Faraid Al-Syirajiyah (Al-Sikaliki).
G. Ibnu Sidah
Nama lengkap beliau adalah Abul Hasan Ali bin Ismail (398-458 H/1007-1066 M)
tetapi ia lebih populer dengan nama 'Ibnu Sidah'. Beliau adalah salah satu pakar di bidang
bahasa dan sastra. Lahir di Mursiyah, sebelah timur Andalus, lalu ia pindah ke Daniyah
hingga meninggal dunia di sana. Konon, beliau dikenal buta seperti halnya sang ayah, tetapi
kekurangan fisiknya sedikitpun tidak mengurangi semangatnya belajar bahasa. Sejak muda,
ia telah sering menggubah syair dan belajar ilmu kosakata.
Karya tulisnya paling terkenal adalah Al-Mukhashshash sebanyak tujuh belas jilid,
sebuah kitab rujukan dalam mempelajari bahasa Arab. Selain kitab bahasa, Al-
Mukhashshash adalah kamus tematik yang memuat makna kosakata bahasa Arab yang
populer saat itu
Namun, karya kamusnya yang terkenal paling lengkap adalah Al- Muhkam wa Al-Muhith
Al-A'dzam sebanyak empat jilid adalah kamus bahasa Arab paling populer di zamannya
hingga tiba era Ibnu Mandzur, penyusun Lisan Al-Arab.
Pada awalnya, dalam proyek penyusunan kamus besar ini, ia didukung oleh Gubernur
Daniyah, Mujahid Al-Amiri. Akan tetapi, karena alasan kesibukan dengan penaklukan
(futuhat), proyek itu dihentikan dan ia dilarang untuk menyusun kamus. Kendala ini tidak
menyurutkan hati Ibnu Sidah untuk terus menyelesaikan penyusunan kamus yang telah lama
ia tulis jauh sebelum ada dukungan dari Gubernur Daniyah.
Menurut pengakuan Ibnu Mandzur, "Aku tak melihat kitab/ kamus bahasa Arab yang
lebih bagus daripada kamus Tahdzib Al- Lughah karya Al-Azhari dan tak ada yang lebih
lengkap daripada kamus Al-Muhkam karya Ibnu Sidah".
H. Ibnu Al-Sikkit
Ibnu Al-Sikkit (186-244 H/802-858), nama aslinya adalah Abu Yusuf Ya'qub bin
Ishaq. Sebenarnya, Al-Sikkit adalah gelar ayahnya. Gelar ini disematkan pada sang ayah,
sebab ia dikenal pendiam. Ayahnya adalah pria shaleh dan berpengetahuan luas di bidang
bahasa dan syair. Sang ayah juga dikenal senang dan gemar mengajar anak-anak kecil di
desanya, Dauraq. Kesabarannya dalam mengajar anak-anak kecil telah berhasil mencetak
generasi masa depan yang berpendidikan dan bermartabat, termasuk putranya sendiri.
Kemudian, ia beserta keluarganya pindah ke daerah Darbul Qantharah di kota Salam. Di
tempat barunya, ia kembali mengajar ilmu-ilmu agama dan bahasa kepada anak-anak kecil.
Tetapi kali ini, ia dibantu putranya, Ya'qub. Sejak kecil, Ya'qub memang hanya belajar di
bawah bimbingan ayahnya sendiri.
Menurut Al-Hamawi, tatkala Ibnu Sikiit mulai menginjak usia dewasa, ia pun tak bisa
menahan obsesinya untuk merantau ke Basrah dan Kufah demi mempelajari ilmu nahwu. Di
antara guru- gurunya di Kufah, antara lain: Abu Zakaria Al-Farra' (w. 207 H), Abu Amr Al-
Syaibani (w. 213 H), Abu Amr bin Al-A'rabi (w. 231 H), Abul Hasan Al-Atsram (w. 232 H)
dan Abul Hasan Al-Lihyani. Di Basrah, Ibnu Sikkit menimbah ilmu kepada Abu Zaid Al-
Anshari (w.215 H), Al-'Ashma'i Abdul Malik bin Qarib (w. 216 H) dan Abu Ubaid
Mu'ammar bin Al-Mutsanna (w. 209 H).
Ibnu Sikkit banyak menulis kamus-kamus ma'ani (tematik), antara lain: Al-Adhdadh
(antonim), Al-Hasyarat (serangga), Al-Nabaat (tumbuhan), Al-Wahsy (binatang buas), Al-
Ibil (unta), Al-Isytiqaq (derivasi), Al-Ashwaat wa Al-Alfadz (suara dan lafal) dan beberapa
karya lainnya. Semua karya tulisnya hampir berjumlah 40 judul buku. Karya terbesarnya,
berjudul Ishlah Al-Mantiq, sebuah buku yang memuat ilmu bahasa dan logika yang terkenal
paling baik di Baghdad pada era Ibnu Sikkit.