Dermatitis Rumput
Dermatitis Rumput
Dermatitis Rumput
4(2), 58‐
64, June 2023.
https://doi.org/10.24123/kesdok.v4i2.5616
Original Research
Abstract—Data from the World Health Organization (WHO) shows that 50‐90% of cases of skin disease are contact dermatitis.
The purpose of this study was to analyze determinants of incidence of contact dermatitis in seaweed farmers in Muna District,
Southeast Sulawesi. This research is a quantitative study with a cross sectional study design. The population in this study is 526
people who work as seaweed farmers with a total sample of 222 people calculated using the formula n = N Z2 P(1‐P)/(N‐1)d2 + Z2
P(1‐P). Samples were taken by accidental sampling technique. Data was collected using a questionnaire. Analysis of data used the
chi square test with α = 0.05. The results of the analysis showed that a history of skin disease (p = 0.000 <0.05) and personal
hygiene (p = 0.000 <0.05).Thus it can be concluded that a history of skin disease and personal hygiene are determinants of the
incidence of contact dermatitis in seaweed farmers.
Abstrak—Word Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa 50‐90% kasus penyakit kulit yang terjadi adalah dermatitis
kontak. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis determinan kejadian dermatitis kontak pada petani rumput laut yang ada di
Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional study. Populasi
dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bekerja sebagai petani rumput sebanyak 526 dengan jumlah sampel 222 orang yang
dihitung menggunakan rumus n = N Z2 P(1‐P)/(N‐1)d2 + Z2 P(1‐P). Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik accidental
sampling. Intrumen pengumpul data penelitian ini adalah kuesioner. Analisis data penelitian menggunakan uji chi square dengan
α =0,05. Hasil analisis menunjukan bahwa riwayat penyakit kulit (p=0,000<0,05) dan personal hygiene (p=0,000<0,05). Dapat
disimpulkan bahwa riwayat penyakit kulit dan personal hygiene merupakan determinan kejadian dermatitis kontak pada petani
rumput laut.
PENDAHULUAN
Masyarakat pesisir memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan karakteristik
masyarakat secara umum [1]. Pekerjaan atau usaha untuk mencukupi kebutuhan hidup pada
masyarakat pesisir cenderung melakukan usaha kelautan dan perikanan seperti nelayanan dan
petani rumbut laut serta pengelolaan hasil laut lainnya [1]. Kegiatan yang berkaitan dengan
pengelolaan hasil laut sering kali menyebabkan timbulnya masalah kesehatan pada
masyarakat pesisir, misalnya penyakit kulit. Penyakit kulit yang sering terjadi pada masyarakat
pesisir dapat disebabkan oleh berbagai faktor [2].
Ada empat jenis dermatitis yang sering terjadi pada pekerja termasuk petani rumput
laut yaitu dermatitis statis, dermatitis nummular, dermatitis atopic dan dermatitis kontak. Dari
ke empat jenis dermatitis ini, dermatitis kontak merupakan jenis dermatitis yang paling sering
terjadi pada pekerja [3]. Dermatitis kontak adalah penyakit kulit yang memilliki gejala klinis
seperti gatal, kemerahan, muncul lepuhan yang berisi cairan, terasa nyeri. Penyebab
dermatitis kontak adalah faktor eksogen dan faktor endogen [4]. Faktor eksogen meliputi lama
bekerja, riwayat penyakit kulit, riwayat pekerjaan, lingkungan dan jenis pekerjaan. Faktor
endogen meliputi usia, jenis kelamin, penggunaan alat pelindung diri dan kebersihan diri [3].
Data World Health Organization (WHO, 2014) menunjukkan bahwa 50‐90% penyebab
dari semua penyakit kulit adalah karrena kerja yang berkaitan dengan bahan kimia dan di
tempat basah. Menurut studi lanjutan di Amerika, 80% tipe dermatitis kontak adalah penyakit
kulit akibat kerja. Di antara dermatitis kontak tersebut, urutan pertama ditempati dermatitis
kontak iritasi (jumlah kasus sekitar 80%), urutan kedua adalah dermatitis kontak alergi dengan
jumlah kasus sekitar 14‐20% [5].
Penelitian lain menunjukkan bahwa dermatitis kontak akibat kerja merupakan
masalah kesehatan kedua setelah kasus muskuloskeletal. Sekitar 22% dari semuanya kejadian
penyakit akibat kerja adalah kasus dermatitis kontak. Dari kasus yang ada sekitar sekitar 80%
merupakan dermatitis kontak non‐alergi atau iritan dan sisanya yaitu 20% adalah dermatitis
kontak alergi [6]. Di sisi lain, penelitian dari Munawar (2020) menunjukkan bahwa sebesar
53,6% proporsi dermatitis kontak terjadi pada petani [7]. Demikian juga hasil penelitian dari
Rahmatika et al (2020) menemukan bahwa proporsi dermatitis kontak pada petani sebesar
13,5% [8].
Kasus dermatitis akibat kerja di Indonesia mencapai 97% dari total 389 kasus yang
dilaporkan. Sebanyak 66,3% dari kasus tersebut merupakan dermatitis iritan, dan 33,7% adalah
dermatitis kontak alergi [9]. Di Sulawesi Tenggara insidensi penyakit kulit berdasarkan
kunjungan pasien pada poli klinik kulit RSUD Bahteramas pada tahun 2020 sebanyak 386 kasus
dan pada tahun 2021 sebanyak 326 kasus [10]. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten
Muna, pada 2020 jumlah kasus dermatitis yaitu 2.649, lalu 2021 sebanyak 1.876 kasus [11].
Pada 2020 di Puskesmas Marobo sebanyak 293 kasus, sementara 2021 terjadi peningkatan
yaitu terdapat 497 orang menderita penyakit kulit. Penyakit kulit di wilayah kerja puskesmas
Marobo termasuk dalam salah satu sepuluh besar penyakit. Pada 2022 (Januari‐Desember),
jumlah penyakit dermatitis yang dialami oleh masyarakat adalah 495 dan desa Tapi Tapi masuk
dalam peringkat pertama terbanyak yaitu sebanyak 150 orang [12].
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan dermatitis kontak yang terjadi
pada masyarakat pesisir yang bekerja sebagai petani rumput laut di Kabupaten Muna Provinsi
Sulawesi Tenggara. Informasi tentang determinan kejadian penyakit dermatitis kontak ini
selenjutnya dapat dimanfaatkan sebagai informasi dasar untuk melakukan upaya pencegahan
dan pengendalaian terhadap penyakit ini.
METODE
Penelitian ini menggunakan jenis observasional analitik dengan desain Cross Sectional
Study. Analisis faktor determinan yang dilakukan berupa riwayat penyakit kulit dan personal
hygiene dermatitis kontak pada masyarakat pesisir yang bekerja sebagai petani rumput laut di
desa Tapi‐Tapi, Kecamatan Marobo, Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara. Populasinya adalah
masyarakat yang bekerja sebagai petani rumput sebanyak 526 dengan jumlah sampel 222
orang yang dihitung menggunakan rumus n = N Z2 P(1‐P)/(N‐1)d2 + Z2 P(1‐P). Pengambilan
sampel dilakukan dengan teknik accidental sampling. Intrumen pengumpul data
menggunakan kuesioner. Analisis data penelitian menggunakan Uji Chi Square dengan tingkat
kepercayaan 95% (α =0,05). Hasil penelitian disajiakan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
dan tabel kontingensi 2 x 2 yang disertai dengan narasi .
HASIL
Analisis Univariat Variabel Penelitian
Analisis univariat ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang variabel penelitian pada
responden. Gambaran tersebut antara lain jumlah responden yang mengalami dermatistis
kontak, jenis kelamin responden yang dikelompokkan laki – laki dan perempuan. Selain itu
pada tahap analisis univariat ini juga akan diperoleh gambaran responden berdasarkan riwayat
penyakit kulit dan personal hygiene. Selengkapnya hasil analisis pada penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Variabel Penelitian
Analisis Bivariat
Analisis bivariat ini dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian dan membuktikan secara
statistik variabel yang merupakan determinan kejadian dermatitis kontak pada masyarakat
pesisir yang bekerja sebagai petani rumput laut di Desa Tapi – Tapi Kecamatan Marobo
Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara. Faktor determinan yang di uji antara lain faktor endogen
(jenis kelamin) dan faktor eksogen (riwayat penyakit kulit dan personal hygiene). Selengkapnya
hasil analisis pengaruh jenis kelamin, riwayat penyakit kulit dan personal hygiene disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2
Analisis Pengaruh Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Kulit dan Personal Hygiene Terhadap
Kejadian Dermatitis Kontak
Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 107 responden laki‐laki terdapat 66 orang (61,7%)
yang mengalami dermatitis kontak, dan 41 (38,3%) responden tidak mengalami dermatitis
kontak. Sedangkan responden yang berjenis kelamin perempuan dari 115 responden terdapat
78 (67,8%) responden mengalami dermatitis kontak, dan 37 (32,2%) responden tidak
mengalami dermatitis kontak. Berdasarkan hasil uji statistik Chi‐Square pada taraf kepercayaan
95% (α=0.05) menunjukan bahwa p value = 0,399 (p value = 0,399 >α=0.05). Dengan demikian,
H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara jenis
kelamin dengan kejadian dermatitis kontak, artinya jenis kelamin bukan merupakan faktor
determinan kejadian dermatitis kontak pada petani rumput laut kontak di Desa Tapi Tapi.
Hasil analisis selanjutnya pada Tabel 2 tampak bahwa dari 67 responden yang memiliki
riwayat penyakit kulit yakni 19 orang (33,3%) yang mengalami dermatitis kontak, dan 38
(66,7%) responden tidak mengalami dermatitis kontak. Sedangkan, dari 165 responden yang
tidak ada riwayat yakni 125 (75,8%) responden mengalami dermatitis kontak dan 40 (24,2%)
responden tidak mengalami dermatitis kontak. Berdasarkan hasil uji statistik Chi‐Square pada
taraf kepercayaan 95% (α=0.05) menunjukan bahwa p value = 0,000 (p value = 0,399 >
α=0.05). Dengan demikian maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh riwayat penyakit kulit terhadap kejadian dermatitis kontak, artinya personal hygiene
merupakan faktor determinan kejadian dermatitis kontak pada petani rumput laut di Desa Tapi
Tapi.
Tabel 2 juga menunjukkan bahwa dari 173 responden yang memiliki personal hygiene
yang kurang baik terdapat 136 (78,6%) responden yang mengalami dermatitis kontak, dan 37
(21,4%) responden tidak mengalami dermatitis kontak. Sedangkan dari 49 responden yang
memiliki personal hygiene baik yakni terdapat 8 (16,3%) responden mengalami dermatitis
kontak, dan 41 (83,7%) responden tidak mengalami dermatitis kontak. Berdasarkan hasil uji
statistik Chi‐Square pada taraf kepercayaan 95% (α=0.05) menunjukan bahwa p value = 0,000
(p value = 0,399 > α=0.05), dengan demikian maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh personal hygiene dengan kejadian dermatitis, artinya
personal hygiene merupakan faktor determinan kejadian dermatitis kontak pada petani
rumput laut di Desa Tapi Tapi.
BAHASAN
Jenis Kelamin dan Kejadian Dermatitis Kontak
Jenis kelamin adalah salah satu penyebab dermatitis kontak. Aesthetic Surgery Journal
melaporkan bahwa terdapat perbedaan antara kulit laki‐laki dan perempuan. Perbedaan
tersebut tampak dari jumlah folikel rambut, kelenjar keringat, dan hormon. Kulit wanita lebih
kering daripada pria karena kulit wanita memproduksi lebih sedikit minyak untuk melindungi
dan menjaga kelembaban kulit. Selain itu, kulit wanita juga lebih tipis daripada kulit pria,
sehingga lebih rentan menderita penyakit dermatitis tangan [13].
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara jenis kelamin dengan
kejadian dermatitis kontak di Desa Tapi Tapi pada 2022. Responden laki‐laki mengalami
dermatitis kontak dikarenakan bekerja lebih lama yakni sampai di malam hari, sehingga
berkaitan dengan durasi kerja, penggunaan APD ketika bekerja, kualitas fisik air, dan personal
hygiene. Sedangkan responden perempuan mengalami dermatitis kontak dikarenakan
responden perempuan selain bekerja sebagai nelayan dan petani rumput laut tetapi juga
melakukan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci piring dan pakaian sehingga responden
perempuan lebih banyak menerima banyak pajanan.
Peneliti berasumsi bahwa tingginya penderita dermatisitis kontak pada wanita dapat
disebabkan oleh berbagai hal salah satunya adalah akumulasi penggunaan bahan iritan seperti
detergen dan juga karena sering kotak dengan air laut dan rumput laut. Kondisi di lapangan
menunjukkan bahwa perempuan selain kontak dengan air laut dan material rumput laut juga
mereka lebih banyak dan sering kontak dengan bahan kimia seperti detergen saat mencuci
pakaian atau pun sambun cuci piring. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan
antara jenis kelamin dengan keluhan subjektif dermatitis kontak pada petani rumput laut.
Tidak adanya pengaruh jenis kelamin terhadap keluhan subjektif dermatitis kontak pada
petani rumput laut karena kemungkinan banyak faktor lain sebagai penentu terjadinya
dermatitis kontak yang belum sempat diteliti misalnya penggunaan Alat Pelindung Diri saat
bekerja dan juga durasi kontak dengan bahan iritan. Selain itu faktor personal hygiene juga
bisa menjadi faktor utama kejadian dermatitis kontak pada petani rumput laut. Ini dikarenakan
secara umum para petani rumput laut yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah
masyarakat pesisir yang tinggal di pulau‐pulau kecil di jazirah kepulauan Muna Sulawesi
Tenggara yang memiliki keterbatasan dalam mengakses sumber air bersih yang berkualitas.
Selain itu, kurangnya kesadaran akan perilaku personal hygiene para pekerja dapat
mengakibatkan terjadinya dermatitis kontak. Penelitian Ambarsari et al pada tahun 2018 juga
menemukan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin terhadap keluhan subjektif
dermatitis kontak iritan pada petugas pengepul sampah diwilayah kota Yogyakarta [13].
yang berpotensi terkena dermatitis kontak. Penelitian Rahmansyah juga menemukan fakta
adanya hubungan antara riwayat penyakit kulit dengan kejala dermatitis kontak iritan pada
petani rumput laut [15].
SIMPULAN
Determinan kejadian dermatitis kontak pada petani rumput laut adalah riwayat
penyakit dan personal hygiene yang kurang baik, karena adanya riwayat penyakit kulit
sebelumnya menjadikan seseorang rentan terhadap dermatitis kulit dan ditambah dengan
personal hygiene yang kurang baik menjadi mudah mengalami gangguan kulit termasuk
dermatitis kontak. Sedangkan jenis kelamin bukan merupakan determinan penyakit dermatitis
kulit pada petani rumput laut karena pada penelitian ini baik laki‐laki maupun perempuan
sama‐sama bekerja sebagai petani rumput laut dan sama‐sama mendapatkan paparan
terhadap zat atau material penyebab dermatitis. Selain perlu dilakukan penelitian lanjutan
untuk melihat determinan penyakit dermatitis yang lainnya khususnya pada petani rumput
laut.
PUSTAKA ACUAN
1. Purnomowati R. Pengaruh Pengembangan Budidaya Rumput Laut Terhadap
Kesejahteraan Masyarakat Pesisir di Pesisir Timur Pulau Lombok Provinsi NTB (Studi Kasus
Desa Pemongkong – Kecamatan Keruak). Agribus J. 2015;9(1):37–48.
2. Subarsimann M. Identifikasi dan pemberdayaan masyarakat miskin pesisir. 3(200):216–35.
3. Apriliani R, Romdhona N, Fauziah M, Studi P, Mayarakat K, Masyarakat FK, et al.
Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak. 2022;2(2):221–34.
4. Rahmah FA, Modjo R. Factors Related to Contact Dermatitis in Metal Industrial Workers
2022. Indones J Occup Saf Heal. 2022;11(SI):58–67.
5. Asrul R, Naiem MF, Muis M. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pencegahan Dermatitis
Kontak Akibat Kerja Pada Pekerja Percetakan Di Kota Makassar. Hasanuddin J Public Heal.
2021;2(1):106–15.
6. Budianti, W.K., Widyasari, I. and Miranda E. Penyakit Kulit Akibat Kerja Pada Tenaga
Kesehatan. Jakarta: MDVI,; 2020. 45–55 p.
7. Jumiati A, Kurniawati E, Munawar A. Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Klinis
Dermatitis Kontak pada Kelompok Petani Kelapa di Mendahara Ilir Kabupaten Tanjung
Jabung Timur. J Kesehat Masy Mulawarman. 2020;2(2):70.
8. Rahmatika A, Saftarina F, Anggraini DI, Mayasari D. Hubungan Faktor Risiko Dermatitis
Kontak pada Petani. J Kesehat. 2020;11(1):101.
9. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018 [Internet]. Health Statistics. Jakarta;
2019. 207 p. Available from:
https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profil‐kesehatan‐
indonesia/profil‐kesehatan‐indonesia‐2018.pdf
10. RUSD Bahteramas. Profil Rumah Sakit Umum Daerah Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2021. Kendari; 2022. 74–97 p.
11. Dinkes Kab.Muna. Laporan Sepuluh Besar Penyakit. Raha; 2022. 34–65 p.
12. Puskesmas Marobo. Profil Puskesmas Marobo Tahun 2021. Marobo; 2022. 15–17 p.
13. Gumelar H. Pengaruh Riwayat Atopi, Usia, Dan Jenis Kelamin Terhadap Kejadian
Dermatitus Tangan Pada Perawat. Jounal UMS‐Surabaya AcId [Internet]. 2020;2(2):1–9.
Available from: http://journal.um‐surabaya.ac.id/Index.Php/Jkm/Article/View/2203
14. Swaidatul Masluhiya A&, Irma I. Sindrom Penyakit Tropis sebagai Prediktor Terjadinya
Malnutrisi Balita di Daerah Pesisir. Ghidza J Gizi dan Kesehat. 2020;4(2):107–19.
15. Rahmansyah, Sitti F., Salcha, M. A., Juliani, A. & HA. A. Determinats of Irritant Contact
Dermatitis in Seaweed Farmers. Community Res Epidemiol Core Journal, [Internet].
2021;1(2):160–9. Available from: https://journal3.uin‐
alauddin.ac.id/index.php/corejournal/article/download/33458/16299
16. Suwandi N&, Amanah I. Hubungan Personal Hygiene Dan Penggunaan APD dengan
Kejadian Dermatitis Kontak Pada Nelayan Di Kelurahan Pontap Kota Palopo. J Kesehat
Karya Husada [Internet]. 2022;10(1):1–8. Available from:
https://jurnal.poltekkeskhjogja.ac.id/index.php/jkkh/article/view/491/333
17. Suryani, ND. Martini & Susanto H S. Perbandingan Faktor Risiko Kejadian Dermatitis
Kontak Iritan antara Petani Garam dan Petani Sawah di Kecamatan Kaliori Kabupaten
Rembang. J Kesehat Masy [Internet]. 2017;5(4):444–55. Available from:
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/18661/17739
18. Sirait RA, Siregar AO. Faktor‐Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Pada
Pedagang Ikan Di Pasar Tradisional Kota Kisaran Kabupaten Asahan. J Keperawatan Dan
Fisioter. 2021;4(1):82–9.