Pengaruh Insentif Pajak GP Laverage Terhadap Prudence

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 182

“PENGARUH INSENTIF PAJAK, GROWTH OPPORTUNITY

DAN LEVERAGE TERHADAP ACCOUNTINGPRUDENCE”


(Studi pada Perusahaan Manufaktur Sektor Barang Konsumsi
Yang Terdaftar di BEI Periode 2014-2018)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat


untuk Menempuh Ujian Akhir Program Strata (S1)
Program Studi AkuntansiSTIE STAN–Indonesia Mandiri

Disusun oleh :

DEWI RATNASARI

371662005

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMISTAN-INDONESIA MANDIRI

BANDUNG

2020
“PENGARUH INSENTIF PAJAK, GROWTH OPPORTUNITY
DANLEVERAGE TERHADAP ACCOUNTINGPRUDENCE”
(Studi pada Perusahaan Manufaktur Sektor Barang Konsumsi
Yang Terdaftar di BEI Periode 2014-2018)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat


untuk Menempuh Ujian Akhir Program Strata(S1)
Program Studi Akuntansi STIE STAN–Indonesia Mandiri

Disusun oleh :

DEWI RATNASARI

371662005

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMISTAN-INDONESIA MANDIRI

BANDUNG

2020
i
LEMBAR PERNYATAAN PLAGIARISME

Yangbertandatangandibawah ini :

Nama : Dewi Ratnasari

Nim : 371662005

Jurusan : Akuntansi / S1

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya susun dengan judul :

“PENGARUH INSENTIF PAJAK, GROWTH OPPORTUNITY DAN


LEVERAGE TERHADAP ACCOUNTING PRUDENCE”
(Studi pada Perusahaan Manufaktur Sektor Barang Konsumsi Yang Terdaftar
di BEI Periode 2014-2018)

Adalah benar benar hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan plagiat dari skripsi

orang lain. Apabila dikemudian hari pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademis yang berlaku.

Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, untuk dapat

dipergunakan bilamana diperlukan.

Bandung, Januari 2020


Yangmembuat pernyataan,

Dewi Ratnasari
NIM. 371662005
ii
iii
MOTTO

Mulailah dari tempatmu berada, gunakan yang kau punya dan lakukan yang kau
bisa.

““Kupersembahkan karya sederhana ini untuk kedua Orang tuaku yang sangat
kusayangi dan kuhormati, yang selalu mendoakanku dan menjagaku”

iv
ABSTRAK

Accounting Prudence sebagai prinsip kehati-hatian dalam pelaporan keuangan


dimana perusahaan tidak terburu-buru dalam mengakui dan mengukur aktiva dan laba
serta segera mengakui kerugian dan utang yang mempunyai kemungkinan yang
terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh insentif pajak, growth
opportunity dan leverage terhadap accounting prudence pada perusahaan manufaktur
sektor Industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2014-
2018. Sampel dalam penelitian ini adalah 12 perusahaan sektor pertambangan dalam
kurun waktu selama 5 tahun. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif, uji
asumsi klasik dan pengujian hipotesis dengan metode regresi berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan, insentif pajak,
growth opportunity dan leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap
accounting prudence. Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa, insentif
pajak, growth opportunity dan leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap
accounting prudence.

Kata kunci: insentif pajak, growth opportunity, leverage, accounting prudence,


regresi berganda.

iv
ABSTRACT

Accounting Prudence as the principle of prudence in financial reporting


where the company is not in a hurry in recognizing and measuring assets and profits
and immediately recognizes losses and debts that have the possibility of happening.
This study aims to determine the effect of tax incentives, growth opportunity and
leverage on accounting prudence in manufacturing companies in the consumer goods
industry sector which are listed on the Indonesia Stock Exchange in the 2014-2018
period. The sample in this study was 12 mining sector companies in a period of 5
years. Data analysis was performed with descriptive analysis, classic assumption test
and hypothesis testing with multiple regression methods.
The results of this study indicate that simultaneously, tax incentives, growth
opportunities and leverage have a positive and significant effect on accounting
prudence. The results of partial testing indicate that, tax incentives, growth
opportunities and leverage have a positive and significant effect on accounting
prudence.

Keywords: tax incentives, growth opportunity, leverage, accounting prudence,


multiple regression.

v
PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Segala puji dan syukur semoga selalu terlimpah kehadirat Allah Subhanahu

Wa Ta’ala, karena berkat karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Tidak lupa shalawat serta salam semoga selalu terlimpah kepada Nabi

Muhammad Shalallahu alaihi Wasallam, kepada para keluarga dan sahabat tabi’u

tabi’in serta seluruh umat muslim di seluruh dunia.

Skripsi yang penulis teliti dengan judul “Pengaruh Insentif pajak, Growth

opportunity dan leverage Terhadap Prudence accounting (Perusahaan

manufaktur sektor barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

tahun 2014-2018)” ini dengan baik. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka

memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan

Akuntansi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi STAN-Indonesia Mandiri.

Dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari adanya

ketidaksempurnaan akibat masih kurangnya pengalaman dan pengetahuan penulis,

karena itu penulis memohon maaf apabila dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak

kekurangan. Oleh karena itu, penulis pun dengan senang hati menerima kritik dan

saran dari pembaca sekalian.

Selama proses penyusunan skipsi ini, penulis banyak sekali mendapatkan

bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan secara materi maupun bantuan secara

dukungan moril. Maka atas bantuan tersebut, dengan segala kerendahan hati,

vi
perkenankanlah penulis untuk menyampaikan banyak-banyak ucapan terima kasih

kepada :

1. Allah SWT yang selalu memudahkan segala urusan dan memberikan limpahan

rahmat, hidayah dan karunia-Nya kepada penulis selama pembuatan skripsi ini.

2. Bapak Dani Sopian, S.E., M.Ak. selaku Dosen Pembimbing yang telah

meluangkan waktu, tenaga, pikiran, ilmu yang sangat berharga serta

memberikan petunjuk dan nasehat yang sangat berarti bagi penulis dalam

menyusun skripsi ini.

3. Bapak Dani Sopian, S.E., M.Ak. selaku Kepala Prodi Akuntansi di STIE STAN-

IM Bandung.

4. Bapak Dr. Chairuddin, IR., M.M., M.T. selaku ketua STMIK dan STIE STAN

Indonesia Mandiri.

5. Bapak Ferdiansyah, S.E., M.Ak. selaku Ketua Yayasan Indonesia Mandiri.

6. Seluruh Dosen yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menempuh

pendidikan di STIE STAN – Indonesia Mandiri Bandung.

7. Kepala dan seluruh Staf Administrasi, BAAK, BAUKe, Perpustakaan, dan

Karyawan STIE STAN – Indonesia Mandiri Bandung.

8. Kedua orang tua tercinta, Ibu Ooh Rubaedah dan Bapak Abdul Syukur yang selalu

mendoakan, memberikan semangat, dan selalu memberikan kasih sayangnya

kepada penulis. Kakak tercinta Roroh Rahmawati,SE. dan Yuyun Yuningsih,SE.

yang selalu mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis.

vii
9. Bapak Drs. Dadang Hermawan dan Ibu Aat Dekawati Machdalena sekaligus Lurah

Karang Pamulang di tempat saya bekerja yang selalu memberikan pengertian,

motivasi, dukungan, doa, dan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis untuk

dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

10. Ibu Ami Rahmiani,S.Sos, Rika Kartika,SE, Dede Nurman Kurnia,SH.,MM, Dudi

Yuniadi,SH.,MM dan Agus Firmansyah,SIP.,MM. selaku ASN sekaligus atasan di

tempat saya bekerja yang selalu memberikan doa, dukungan, dan pengertian

kepada penulis.

11. Rekan kerja dan seluruh staf di tempat saya bekerja yang telah memberikan

motivasi dan dukungan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang

yang lebih tinggi.

12. Achmad Fauzan Akbar Natsir yang tidak pernah berhenti memberi semangat,

selalu membantu, berkorban dan mendukung selama proses pengerjaan skripsi

ini.

13. Teman satu perjuangan dan satu angkatan yang saling memotivasi, memberikan

saran, berbagi pengetahuan dan bertukar informasi sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

14. Teman-teman seperjuangan bimbingan Rusini, Dian Deliana, Sabilla Al Rasyid

dan Ririn Oktaviani yang selalu bersama, selalu membantu dan saling

memotivasi semoga kita semua sukses.

15. Sahabat terbaik Lia Aprillia yang selalu memberikan keceriaan dan dukungan

selama proses pengerjaan skripsi.


viii
16. Seluruh Mahasiswa/Mahasiswi STMIK dan STIE STAN Indonesia Mandiri

angkatan 2017, 2018 dan 2019 yang selalu memberikan inspirasi dan semangat

bagi penulis.

17. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu, yang telah

memberikan bantuan baik moril maupun materil kepada penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

Semoga semua amal baik yang telah di berikan akan menjadi pahala dan

mendapat balasan berlipat dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Aamiin.

Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca

sekalian.

Bandung, Januari 2020

Pembuat pernyataan,

Dewi Ratnasari
NIM: 371662005

ix
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ....................................... Error! Bookmark not defined.


LEMBAR PERNYATAAN PLAGIARISME ............................................................ i
MOTTO................................................................................................................... iii
ABSTRAK .............................................................................................................. iv
ABSTRACT ............................................................................................................... v
PENGANTAR ......................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiii
DAFTAR GRAFIK................................................................................................ xiv
BAB I ....................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah .................................................................................................. 9
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 10
1.4. Kegunaan Penelitian ................................................................................................ 10
1.4.1. Kegunaan Teoritis ....................................................................................... 10
1.4.2. Kegunaan Praktis ........................................................................................ 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS, DAN PENGEMBANGAN
HIPOTESIS ....................................................................................................................... 12
2.1 Tinjauan Pustaka................................................................................................. 12
2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory) ...................................................................... 12
2.1.2. Teori Sinyal (Signalling theory) ........................................................................ 15
2.1.3. Laporan Keuangan ............................................................................................ 16
2.1.4. Analisis Laporan Keuangan .............................................................................. 21
2.1.5. Accounting Prudance ........................................................................................ 25
2.1.6. Leverage ........................................................................................................... 34

x
2.1.7. Growth Opportunity .......................................................................................... 37
2.1.8. Insentif Pajak .................................................................................................... 39
2.2. Penelitian Terdahulu ................................................................................................ 44
2.3. Kerangka Teoritis .................................................................................................... 52
2.3.1 Pengaruh Insentif Pajak Terhadap Konservatisme Akuntansi .............................. 52
2.3.2 Pengaruh Growth Opportunity Terhadap Konservatisme Akuntansi ................... 53
2.3.3 Pengaruh Leverage Terhadap Konservatisme Akuntansi..................................... 53
2.4. Model Analisis dan Hipotesis .................................................................................. 54
2.4.1. Model Analisis.................................................................................................. 54
2.4.2. Hipotesis Penelitian .......................................................................................... 54
BAB III .............................................................................................................................. 56
OBJEK DAN METODE PENELITIAN ............................................................................. 56
3.1. Objek Penelitian ...................................................................................................... 56
3.2. Lokasi Penelitian ..................................................................................................... 56
3.3. Metode Penelitian ............................................................................................... 57
3.3.1. Unit Analisis ..................................................................................................... 58
3.3.2. Populasi dan Sampel ......................................................................................... 58
3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel dan Penentuan Ukuran Sampel ....................... 59
3.3.4. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 61
3.3.5. Jenis dan Sumber Data ................................................................................ 61
3.3.6. Operasionalisasi Variabel ............................................................................ 62
3.3.7. Instrumen Pengukuran................................................................................. 64
3.3.8. Teknik Analisis Deskriptif........................................................................... 65
3.3.9. Uji Asumsi Klasik ....................................................................................... 68
3.3.10. Pengujian Hipotesis ..................................................................................... 71
BAB IV ............................................................................................................................. 75
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................................... 75
4.1. Hasil Penelitian ................................................................................................... 75
4.1.1. Populasi dan Sampel ................................................................................... 75
4.1.2. Gambaran Umum Perusahaan ........................... Error! Bookmark not defined.

xi
4.2. Analisis Data ...................................................................................................... 76
4.2.1. Perkembangan Insentif Pajak....................................................................... 77
4.2.2. Perkembangan Growth Opportunity ............................................................ 79
4.2.3. Perkembangan Leverage ............................................................................. 81
4.3. Analisis Deskriptif .............................................................................................. 86
4.3.1. Rata-rata dan Standar Deviasi...................................................................... 86
4.3.2. Korelasi antar Variabel ................................................................................ 87
4.4. Uji Asumsi Klasik............................................................................................... 88
4.4.1. Uji Normalitas ............................................................................................ 88
4.4.2. Uji Multikolonieritas ................................................................................... 89
4.4.3. Uji Heteroskedastisitas ................................................................................ 90
4.4.4. Uji Autokorelasi .......................................................................................... 91
4.5. Pengujian Hipotesis ............................................................................................ 92
4.5.1. Uji-F ........................................................................................................... 92
4.5.2. Uji Parsial (Uji- t) ....................................................................................... 92
4.5.3. Koefisien Determinasi ................................................................................. 94
4.6. Pembahasan, Implikasi dan Keterbatasan ............................................................ 95
4.6.1. Pembahasan ................................................................................................ 95
4.6.2. Koefisien Determinasi ................................................................................. 98
4.6.3. Implikasi ..................................................................................................... 99
4.6.4. Keterbatasan ............................................................................................. 100
BAB V............................................................................................................................. 101
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................ 101
5.1. Kesimpulan....................................................................................................... 101
5.2. Saran ................................................................................................................ 103
5.2.1. Saran Teoritis ............................................................................................ 103
5.2.2. Saran Praktis ............................................................................................. 104
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 106

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Populasi perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi .......... 58

Tabel 3.2. Kriteria Sampel…………………………………………………………...60

Tabel 3.3. Sampel Penelitian………………………………………………………...61

Tabel 3.4. Operasionalisasi Variabel ....................................................................... 63

Tabel 3.5. Pengambilan Keputusan Autokorelasi .................................................... 73

Tabel 4.1. Kriteria Sampel ...................................................................................... 77

Tabel 4.2. Sampel Penelitian ................................................................................... 78

Tabel 4.3. Perkembangan Insentif Pajak .................................................................. 96

Tabel 4.4. PerkembanganGrowth Opportunity ........................................................ 99

Tabel 4.5. Perkembangan Leverage ....................................................................... 101

Tabel 4.6. Perkembangan Accounting prudence .................................................... 104

Tabel 4.7. Statistik Deskriptif ................................................................................ 106

Tabel 4.8. Analisis Korelasi Antar Variabel .......................................................... 107

Tabel 4.9. Uji Normalitas ...................................................................................... 109

Tabel 4.10. UjiMultikolonieritas ........................................................................... 109

Tabel 4.11. Uji Autokorelasi ................................................................................. 111

Tabel 4.12. Durbin Watson Test Bound ................................................................. 111

Tabel 4.13. Uji Simultan (Uji-F) ........................................................................... 112

Tabel 4.14. Uji Parsial (Uji-t) ................................................................................ 113

Tabel 4.15. Uji Koefisien Determinasi .................................................................. 114

xiii
DAFTAR GRAFIK

Grafik4.1. Grafik Insentif Pajak .............................................................................. 98

Grafik 4.2. Grafik Growth Opportunity ............................................................... 100

Grafik 4.3. Grafik Leverage ................................................................................ 102

Grafik 4.4. Grafik Accounting prudence .............................................................. 105

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan menggambarkan kinerja

manajemen dalam mengelola sumber daya perusahaannya. Informasi yang

disampaikan melalui laporan keuangan ini digunakan oleh pihak internal maupun

pihak eksternal. Laporan keuangan tersebut harus memenuhi tujuan, aturan serta

prinsip-prinsip akuntansi yang sesuai dengan standar yang berlaku umum agar

dapat menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan dan

bermanfaat bagi setiap penggunanya. Informasi laba adalah fokus utama dalam

pelaporan keuangan yang menyediakan informasi mengenai kinerja keuangan

suatu perusahaan selama satu periode tertentu (Fajri Al Hayati,2013).

Konservatisme dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk memilih

metode akuntansi berterima umum yang akan menghasilkan pengakuan

pendapatan selambat mungkin, pengakuan beban secepat mungkin, penilaian

aktiva yang lebih rendah dan penilaian kewajiban yang lebih tinggi. Secara

spesifik, prinsip ini menunjukkan bahwa lebih disukai melaporkan nilai terendah

untuk asset dan revenue dan nilai tertinggi untuk utang dan beban (Riahi

Belkaoui,2000) dalam Raharja dkk (2014). Konservatisme merupakan prinsip

yang paling mempengaruhi penilaian dalam akuntansi. (Wibowo,2002) dalam

(Widya,2005) memperkuat argumen tersebut bahwa konservatisme merupakan

prinsip penting dalam pelaporan keuangan yang dimaksudkan agar pengakuan dan

1
pengukuran aset serta laba dilakukan dengan penuh kehati-hatian, hal tersebut

terjadi karena aktivitas ekonomi dan bisnis dilingkupi ketidakpastian.

Prudence merupakan prinsip akuntansi yang jika diterapkan akan

menghasilkan angka-angka pendapatan dan aset cenderung rendah, serta angka-

angka biaya cenderung tinggi. Kecenderungan itu terjadi karena accounting

prudence menganut prinsip memperlambat pengakuan pendapatan serta

mempercepat pengakuan biaya (Fatmariani, 2013). (Watts, 2003) mendefinisikan

accounting prudence sebagai tindakan manajemen dengan lebih lambat mengakui

pendapatan atau laba. Prinsip ini tidak mengimplikasikan bahwa semua arus kas

masuk seperti pendapatan harus diterima sebelum diakui tetapi arus kas

tersebutharus bisa diverifikasi.

Prudence juga di interpretasikan sebagai kecenderungan akuntan untuk

mengakui berita baik sebagai keuntungan daripada mengakui berita buruk sebagai

kerugian (Basu,1997). (Watts,2003) menyatakan bahwa accounting prudence

muncul dari insentif yang berkaitan dengan biaya kontrak, litigasi, pajak, dan

politik yang bermanfaat bagi perusahaan untuk mengurangi biaya keagenan dan

mengurangi pembayaran yang berlebihan kepada pihak-pihak seperti manajer,

pemegang saham, pengadilan, dan pemerintah. Implikasi konsep ini terhadap

pelaporan keuangan adalah pada umumnya akuntansi akan segera mengakui biaya

atau rugi yang kemungkinan besar akan terjadi tetapi tidak mengantisipasi

(mengakui lebih dahulu) profit atau pendapatan yang akan datang walaupun

kemungkinannya besar terjadi (Mudrika,2014).

2
Istilah konservatisme tidak lagi digunakan dalam International Financial

Reporting Standard (IFRS) dan diganti dengan prudence sejak tahun 2010.

Prudence lebih berfokus pada kehati-hatian dalam melakukan penilaian pada

keadaan yang tidak pasti pada suatu perusahaan, sehingga penilaian 5 perusahaan

terhadap aset, utang, dan lainnya memang mencerminkan kondisi perusahaan

yang sebenarnya tanpa direkayasa. Penerapan konservatisme semenjak

diberlakukannya IFRS tetap dilaksanakan, meskipun IFRS menyiratkan bahwa

prinsip ini tidak lagi digunakan (Saputra,2018).

Peraturan dari IFRS tersebut belum dapat diterapkan secara menyeluruh di

Indonesia, karena masih terdapat beberapa pilihan metode akuntansi yang

memungkinkan perusahaan untuk menggunakan prinsip prudence. Terdapat

banyak kritikan yang muncul, namun ada pula yang mendukung penerapan

prinsip prudence. Hal ini didasari oleh pengertian accounting prudence yang

mengharuskan pengakuan biaya dan kerugian lebih cepat, menunda pengakuan

laba dan pendapatan, menilai kewajiban dengan nilai yang tinggi, dan melakukan

penilaian aset dengan nilai paling rendah (Basu, 1997).

Menurut Basu (1997) prudance sebagai praktik mengurangi laba dan

mengecilkan laba bersih dalam merespons berita buruk (bad news), tetapi tdak

meningkatkan laba (meninggikan aktiva bersih) dalam merespon berita baik (good

news). Kemudian menurut Sari (2004) prudence adalah reaksi hati-hati untuk

menghadapi ketidakpastian dalam mencoba memastikan bahwa ketidakpastian

dan risiko pada situasi bisnis telah dipertimbangkan.

3
Kurangnya penerapan accounting prudance dapat menimbulkan berbagai

fenomena kecurangan yangdilakukan oleh perusahaan-perusahaan baik dalam

negeri maupun luar negeri. Terjadinya kasus kecurangan secara tidak langsung

mengindikasikan rendahnya tingkat accounting prudance yang diterapkan

perusahaan dalam menyusun laporan keuangannya. Kecurangan yang terjadi pada

perusahaan PT. Toshiba di Jepang pada tahun 2015 merupakan kasus manipulasi

laporan keuangan yang disajikan secara overstate. Kasus mark-up laporan

keuangan PT Toshiba di ketahui bahwa PT. Toshiba telah kesulitan mencapai

target keuntungan bisnis sejak tahun 2008 dimana pada saat tengah terjadi krisis

blobal. Krisis tersebut juga melanda usaha PT. Toshiba hingga akhirnyaPT.

Toshiba melakukan suatu kebohongan dengan menaikkan laba senilai USD 1.22

milyar pada hasil laporan keuangan untuk tahun 2014 (www.integrity-

indonesia.com). Kasus yang terjadi pada PT. Toshiba tersebut menunjukkan

manajemen tidak menerapkan prinsip accounting prudance. Dalam hal ini

perusahaan dinilai menargetkan laba terlalu tinggi sehingga manajemen

melakukan segala hal untuk memenuhi target tersebut dan mengabaikan prinsip

accounting prudance.

Sampai saat ini, prinsip accounting prudance masih dianggap sebagai

prinsip yang kontroversial. Terdapat banyak kritikan yang muncul, namun ada

pula yang mendukung penerapan prinsip accounting prudance. Laporan akuntansi

yang dihasilkan dengan metode yang konservatif cenderung bias dan tidak

mencerminkan realita (Kiryanto dan Supriyanto,2006). Pendapat lain yang

mendukung menyatakan bahwa semakin tinggi konservatisme maka nilai buku

4
yang dilaporakan akan semakin bias. Kritikan ini didasrkan pada pengertian

prudance dalam akuntansi, dimana metode ini mengakui kerugian lebih cepat dari

pada pendapatan. Namun, ada juga pendapat yang mendukung penerapan metode

ini. Menurut Fitri (2010) penggunaan metode akuntansi yang konservatif akan

menghasilkan laporan keuangan yang pesimis. Hal ini diperlukan untuk

menetralkan sikap optimistis yang berlebihan pada manajer dan pemilik bahwa

perusahaan tidak selalu mendapakan keuntungan yang sama. Kemudian menurut

Kim dan Pevzner (2010) terungkap bahwa prudance juga dapat mengurangi

manfaat dari manajemen laba, meningkatkan kualiatas informasi, serta merupakan

sinyal informasi pribadi manajerial.

Raharja dan Sandra (2011) menyatakan bahwa penelitian tentang

accounting prudance, salah satunya menggunakan penjelasan yang berhubungan

dengan pajak. Karena hampir seluruh sektor industri dan bisnis di pengaruhi oleh

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Peraturan perpajakan sering

mengalami perubahan untuk menyesuaikan dengan keadaan sosial, ekonomi dan

politik suatu Negara.

Pajak meupakan kontribusi wajib kepada negara yang tertuang oleh orang

pribadi atau badan sebagai wajib pajak dengan tidak mendapatkan timbal balik

secara langsung bersifat memaksa, dan pemungutannya dilakukan berdasarkan

undang-undang. Pemerintah menggunakan pajak untuk melaksanakan

pembangunan nasional dalam rangka mencapai kesejahteraanumumdi berbagai

sektor kehidupan (Darmawan dan Sukartha,2014).

5
Pajak penghasilan badan dikenakan atas laba usaha yang diperoleh suatu

perusahaan pada tahun berjalan. Sedangkan dalam prinsip prudece, laba dapat

diakui sampai bukti cairnya dana didapatkan, sehingga laba pada tahun ini

menjadi lebih rendah. Perlakuan ini juga memberi dampak timbulnya konflik

antara perusahaan dengan fiskus, yang dapat menimbulkan perusahaan menjadi

kurang bayar dan selanjutnya dapat menjadi awal dari munculnya sengketa pajak

penghasilan. Bagi pihak perusahaan, prudence merupakan loophole dalam

mengurangi beban pajak perusahaan. Dengan memanfaatkan celah tersebut,

perusahaan yang mendapatkan laba besar pada tahun sekarang, akan

menggesernya ke tahun yang akan datang (Wicaksono dan Herry,2012).

Oleh karena itu wajib pajak badan maupun perseorangan diharapkan dapat

patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya secara sukarela dan patuh

terhadap peraturan perpajakan. Ketidak patuhan wajib pajak dapat menimbulkan

terganggunya keuangan negara. Salah satu cara ketidak patuhan tersebut

dilakukan wajib pajak dengan cara mengurangi jumlah pajak terutang dengan

mencari kelemahan (Dewi dan Jati, 2014). Dengan sistem pemungutan pajak di

Indonesia yang menggunakan self assesment system merupakan salah satu upaya

yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kemandirian dan melepas

ketergantungan dari negara lain serta beralih pada kemampuan bangsa, dimana

salah satu caranya adalah dengan meningkatkan penerimaan negara dan sektor

pajak (Dewi dan Setiawan,2016).

6
Insentif pajak merupakan suatu pemberian fasilitas perpajakan yang

diberikan kepada investor luar negeri maupun dalam negeri untuk aktivitas

tertentu atau suatu umtuk suatu wilayah tertentu yang mempengaruhi kegiatan

ekonomi (Maulina,2016). Wicaksono & Laksito (2012) menyatakan perubahan

insentif pajak dari tarif progresif menjadi tarif tunggal memberikan dampak

tersendiri bafi perusahaan.

Selain Insentif Pajak, Growth Opportunity juga dianggap sebagai salah

satu faktor yang mempengaruhi accounting prudence. Sari, Yusralaini & Al

Azhar (2014:4) menyatakan bahwa growth opportunity merupakan kemampuan

perusahaan untuk meningkatkan size, yang dapat diproksikan dengan adanya

peningkatan aktiva, ekuitas, laba dan penjualan. Saputra (2016: 2213) menyatakan

bahwa growth opportunity adalah kesempatan perusahaan untuk melakukan

investasi pada hal-hal yang menguntungkan.

Perusahaan dengan growth opportunity yang tinggi akan cenderung

membutuhkan dana dalam jumlah yang cukup besar untuk membiayai

pertumbuhan perusahaan tersebut pada masa yang akan datang, oleh karenanya

perusahaan akan mempertahankan pendapatan untuk diinvestasikan kembali pada

perusahaan dan pada waktu bersamaan perusahaan diharapkan akan tetap

mengandalkan pendanaan melalui utang yang lebih besar Baskin (1989) dalam

Astarini (2011).

7
Adapun faktor lain yang mempengaruhi accounting prudence adalah

tingkat hutang. Tingkat hutang (leverage) adalah penggunaan asset dan sumber

dana (sources of funds) oleh perusahaan yang memiliki beban tetap dengan

maksud meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham Sartono (2001).

Menurut Bringham (2001) penggunaan hutang pada tingkat tertentu akan dapat

mengurangkan biaya modal perusahaan karena biaya atas hutang merupakan

pengurangan atas pajak perusahaan, dan dapat meningkatkan harga saham,

dimana pada akhirnya hal ini akan menguntungkan manajemen, investor, kreditor,

dan perusahaan.

Biasanya, semakin tinggi tingkat leverage, semakin besar kemungkinan

perusahaan akan melanggar perjanjian kredit, sehingga perusahaan akan berusaha

melaporkan laba sekarang lebih tinggi yang dapat dilakukan dengan cara

mengurangi biaya-biaya yang ada. Oleh karena itu, tidak hanya kreditur saja yang

dapat mengawasi aktivitas perusahaan, tetapi mekanisme corporate governance

juga ikut berperan dalam mengawasi penggunaan dana dari kreditor oleh pihak

manajemen perusahaan.

Leverage menunjukkan seberapa besar aset perusahaan dibiayai oleh

hutang dan merupakan indikasi tingkat keamanan dari para pemberi pinjaman

(Risdiyani dan Kusmuriyanto, 2015: 3). Penggunaan utang yang terlalu tinggi

akan membahayakan perusahaan karena perusahaan akan masuk dalam kategori

extreme leverage (utang ekstrem) yaitu perusahaan terjebak dalam tingkat utang

yang tinggi dan sulit untuk melepaskan beban utang tersebut.

8
Dari hasil penelitian terdahulu, Saputra (2016) dan Apriani (2015)

menunjukkan bahwa variabel insentif pajak, peluang pertumbuhan (growth

opportunity), dan leverage memiliki pengaruh signifikan terhadap accounting

prudence. Sedangkan hasil yang berbeda, Nuraini (2017) dan Verawaty (2015)

menunjukkan bahwa variabel insentif pajak, growth opportunities dan leverage

tidak berpengaruh signifikan terhadap accounting prudence.

Berdasarkan inkonsistensi dan penjelasan latar belakang di atas maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Insentif

Pajak, Growth Opportunity, dan Leverage terhadap Accounting Prudence

(studi pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang

terdaftar di bursa efek indonesia (BEI) periode 2014-2018)”.

1.2. Identifikasi Masalah

Untuk menyelesaikan masalah yang akan dibahas selanjutnya, maka

diperlukan identifikasi masalah sehingga hasil penelitian dapat terarah dan sesuai

dengan tujuan penelitian, dan latar belakang yang sebelumnya telah dipaparkan

dapat diidentifikasi permasalahan-permasalahan yang muncul dalam penelitian :

1. Apakah Insentif Pajak berpengaruh posif signifikan terhadap accounting

prudence?

2. Apakah Growth Opportunity berpengaruh positif signifikan terhadap

accounting prudence?

3. Apakah Laverage berpengaruh positif signifikan terhadap accounting

prudence?

9
4. Apakah Insentif Pajak, Growth Opportunity dan Leverage berpengaruh posif

signifikan terhadap accounting prudence?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah sebagai berikut :.

1. Untuk mengetahui pengaruh Insentif Pajak terhadap Accounting Prudence.

2. Untuk mengetahui pengaruh Growth Opportunity terhadap Accounting

Prudence.

3. Untuk mengetahui pengaruh Leverage terhadap Accounting Prudence.

4. Untuk mengetahui pengaruh Insentif Pajak, Growth Opportunity dan

Leverage terhadap Accounting Prudence.

1.4. Kegunaan Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan mampu memberikan informasi

yang berguna dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Manfaat

dari hasil penelitian ini, diantaranya :

1.4.1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih

mendalam mengenai pengaruh insentif pajak, growth opportunity dan leverage

terhadap accounting prudence, dapat berperan dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dalam bidang akuntansi dan diharapkan dapat berguna untuk

pengembangan teori bagi penelitian serupa di masa yang akan datang.

10
1.4.2. Kegunaan Praktis

1. Bagi sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yaitu sebagai

masukan tentang accounting prudence perusahaan yang sedang atau telah

terjadi selama ini.

2. Bagi STIE STAN INDONESIA MANDIRI, yaitu memperkaya hasil-hasil

penelitian yang berkaitan tentang insentif pajak, growth opportunity dan

laverage terhadap accounting prudence.

3. Bagi perusahaan, diharapkan dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk

dapat melakukan tanggung jawab penerapan atas accounting prudence yang

memadai dan sesuai dengan prinsip untuk masa yang akan datang dan

menjadi bahan evaluasi pembanding atas accounting prudence yang sudah di

ungkapkan selama ini.

4. Bagi investor dan kreditor, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

dalam pengambilan keputusan investasi maupun keputusan memberikan

kredit.

5. Bagi Penelitian selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan referensi dan

perbandingan terkait accounting prudence.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS, DAN

PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan (agency theory) mendasarkan hubungan antara prinsipal

atau pemegang saham dengan agen atau manajemen. Menurut Jensen dan

Meckling dalam Wulandari (2014) merupakan hubungan keagenan sebagai suatu

kontrak yang mana satu atau lebih prinsipal (pemegang saham) menggunakan

orang lain atau agen (manajer) untuk menjalankan aktifitas perusahaan. Prinsipal

menyediakan fasilitas dan dana untuk kebutuhan operasi perusahaan, sedangkan

agen sebagai pengelola berkewajiban untuk mengelola perusahaan sebagimana

dipercayakan oleh pemegang saham (prinsipal), untuk meningkatkan nilai

perusahaan.

Pada praktiknya di perusahaan ternyata agen aktifitasnya kadangkala tidak

sesuai dengan kontak kerja yang disepakati dari awal untuk mengingkatkan

kemakmuran pemegang saham, melainkan cenderung untuk kepentingan sendiri.

Teori agensi mengasumsikan bahwa setiap individu bertindak atas kepentingan

mereka sendiri. Para investor atau pemegang saham memiliki kepentingan agar

investasi meraka pada perusahaan bertambah sehingga semakin cepat untuk

mendapatkan pengembalian atas investasi yang dilakukan dalam bentuk kenaikan

nilai deviden. Sedangakan pihak manajemen harus dapat memenuhi kepentingan

12
pemegang saham namum mereka pun mempunyai kepentingan agar bisa

mendapat bonus atau insentif yang tinggi dari pemegang saham atas pekerjaan

yang telah dilakukan.

Pemegang saham dapat menilai kinerja para manajer berdasarkan laba

yang dihasilkan perusahaan dan yang dialokasikan kepada deviden, sehingga

semakin tinggi laba, semakin tinggi juga harga saham perusahaan. Oleh karena

itu, manajer akan dianggap telah bekerja dengan baik sehingga layak untuk

mendapat insentif yang tinggi. Apabila pihak prinsipal tidak mengawasi kegiatan

yang dilakukan oleh agen dengan baik maka kegiatan yang dilakukan oleh agen

dapat menyalahi wewenang pengambilan keputusan (Godfrey et al, 2010).

Salah satu konflik keagenan adalah asimetri informasi. Asimetri informasi

adalah situasi saat informasi yang dimiliki oleh pihak agen, yaitu manajemen,

sebagai penyedia informasi lebih banyak dibandingkan pihak prinsipal atau

pemegang saham sebagai pengguna informasi. Situasi seperti ini menjadi

keuntungan tersendiri bagi manajer untuk melakukan tindakan memaksimumkan

utilitasnya sesuai keinginan dan kepentingannya. Situasi ini juga akan

menimbulkan perbedaan tujuan dan preferensi risiko antara agen dan prinsipal

karena prinsipal tidak dapat mengontrol dan tidak pernah tahu secara pasti

bagaimana aktualisasi kontribusi pihak agen akibat tidak mencukupinya informasi

yang dimiliki pihak prinsipal.

Menurut Scott (2009), terdapat dua macam asimetri informasi, yaitu:

1. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya

memiliki lebih banyak pengetahuan tentang keadaan dan prospek perusahaan

13
dibandingkan dengan pihak luar. Informasi mengenai fakta yang mungkin

dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham

tidak disampaikan oleh manajer kepada pemegang saham.

2. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakuka oleh manajer tidak

seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun kreditur. Sehingga

manajer dapat melakukan tindakan yang melanggar kontrak dan secara etika

atau norma tidak layak untuk dilakukan diluar sepengetahuan pemegang

saham.

Hubungan antara keagenan dapat terjadi antara pemegang saham (pemilik)

dengan manajer serta antara pemegang saham yang mendelegasikan wewenang

kepada manajer dengan kreditor (Alfian, 2013). Hubungan keagenan antara

pemegang saham (pemilik) dan manajer timbul dikarenakan perusahaan tidak

sepenuhnya dimiliki oleh manajer. Jika kepemilikan saham oleh pihak manajerial

rendah maka akan cenderung untuk memilih prinsip akuntansi untuk

memaksimalkan laba guna memaksimalkan kepentingan yaitu agar bisa

mendapatkan insentif atau bonus yang besar. Proporsi kepemilikan saham dalam

perusahaan akan mempengaruhi penerapan prinsip konservatisme. Apabila

semakin rendah kepemilikan manajerial makan akan terjadi manajemen laba dan

cenderung untuk tidak menerapkan prinsip konservatisme akuntansi.

Hubungan antara manajer dengan kreditor timbul karena kreditor

merupakan pihak eksternal yang meminjamkan perusahaan sejumlah dana untuk

keperluan operasional maupun untuk kegiatan investasi. Dengan adanya pinjaman

tersebut maka pihak kreditor akan melihat kemampuan perusahaan dalam

14
melunasi kewajiban, tingkat risiko dari aktiva perusahaan dimasa yang akan

datang, struktur modal perusahaan (jumlah pembiayaan yang berasal dari hutang),

dan perkiraan perubahan struktur modal dimasa mendatang. Penilaian yang

dilakukan oleh pihak kreditor atas dilakukan untuk menjaga keamanan dana yang

dipinjamkan. Oleh karena itu, perusahaan akan lebih cenderung untuk

menunjukkan kinerja yang baik agar mendapat penilaian yang baik dari pihak

kreditor dengan cara memaksimalkan laba perusahaan.

Teori keagenan digunakan dalam penelitian ini karena membahas tentang

konservatisme akuntansi perusahaan yang dilihat dari laporan keuangan yang bisa

mengakibatkan adanya masalah keagenan atara manajemen (agent) dan

stakeholder (principal). Penerapan teori ini terdapat pada variabel-variabel

independen yang digunakan yaitu, insentif pajak, growth opportunities, dan

leverage yang dapat mempengaruhi perusahaan itu sendiri.

2.1.2. Teori Sinyal (Signalling theory)

Signalling theory menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan oleh

manajer untuk mengurangi asimetri informasi. Manajer memberikan informasi

melalui laporan keuangan bahwa mereka menerapkan kebijakan akuntansi

konservatisme yang menghasilkan laba lebih berkualitas karena prinsip ini

mencegah perusahaan melakukan tindakan membesar-besarkan laba dan

membantu pengguna laporan keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva yang

tidak overstate. Watts (2003) menyatakan bahwa understatement aktiva bersih

yang sistematik atau relatif permanen merupakan salah satu ciri dari accounting

15
prudance, sehingga dapat dikatakan bahwa konservatisme akuntansi

menghasilkan laba yang lebih berkualitas karena prinsip ini mencegah perusahaan

melakukan tindakan membesar-besarkan laba dan membantu pengguna laporan

keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva yang tidak overstate.

2.1.3. Laporan Keuangan

2.1.3.1.Pengertian Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan hasil akhir proses akuntansi yang disusun

menurut prinsip-prinsip akuntansi yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan.

Proses akuntansi yang dimaksud meliputi proses pengumpulan dan pengolahan

data akuntansi perusahaan tersebut dalam satu periode akuntansi. Dalam proses

akuntansi tersebut didefinisikan berbagai transaksi atau peristiwa ekonomi yang

dilakukan atau dialami oleh perusahaan melalui pengukuran, pencatatan,

penggolongan atau pengklasifikasian, dan pengikhtisaran sedemikian rupa,

sehingga hanya informasi yang relevan, yang mana saling berhubungan antara

satu dengan yang lainnya serta mampu memberikan gambaran secara layak

tentang keandalan keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan

yang akan digabungkan dan disajikan dalam laporan keuangan.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2012:7), laporan keuangan meliputi

bagian dari proses laporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari

komponen-komponen berikut ini:

1. laporan posisi keuangan pada akhir periode

2. laporan laba rugi komprehensif selama periode

16
3. laporan perubahan ekuitas selama periode

4. laporan arus kas selama periode

5. catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting

dan informasi penjelasan lainnya

6. laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika

entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara detail.

Menurut PSAK No. 1 (2015:1) laporan keuangan adalah penyajian

terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Laporan ini

menampilkan sejarah entitas yang dikuantifikasi dalam nilai moneter.

Menurut Kieso, Weygandt dan Warfield (2011:5) laporan keuangan adalah

Financial statement are the principal means through which a company

communicates it’s financial information to those outside it. The statement provide

a company history quantified in money terms.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut diatas, sampai pada

pemahaman penulis bahwa laporan keuangan merupakan hasil dari proses

akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan data

keuangan atau aktivitas suatu perusahaan kepada pihak-pihak yang

berkepentingan, baik pihak intern maupun ekstern dalam rangka pengambilan

keputusan dengan data dan aktivitas keuangan tersebut. Melalui laporan

keuangan, pihak-pihak yang berkepentingan tersebut dapat melakukan

pengukuran dan analisis terhadap keberhasilan atau kegagalan perusahaan.

17
2.1.3.2.Tujuan Laporan Keuangan

Tujuan laporan keuangan menurut Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan (PSAK) No. 1 (2015:3) adalah memberikan informasi mengenai posisi

keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian

besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Juga

menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber

daya.

Menurut Kasmir (2016:11), tujuan pembuatan atau penyusunan laporan

keuangan adalah:

1. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang dimiliki

perusahaan pada saat ini.

2. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal yang

dimiliki perusahaan pada saat ini.

3. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang diperoleh

pada suatu periode tertentu.

4. Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang

dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu.

5. Memberikan informasi tentang perubahaan-perubahan yang terjadi terhadap

aktiva, pasiva dan modal perusahaan.

6. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam suatu

periode.

7. Memberikan informasi tentang catatan-catatan atas laporan keuangan.

8. Informasi keuangan lainnya.

18
Berdasarkan tujuan laporan keuangan tersebut diatas, sampai pada

pemahaman penulis bahwa tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan

informasi posisi keuangan, kinerja, perubahan ekuitas, dan arus kas perusahaan

yang bermanfaat bagi sebagian besar pengguna laporan dalam rangka membuat

keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban

manejemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.

2.1.3.3.Manfaat Laporan Keuangan

Ada beberapa manfaat yang diperoleh dari pembuatan laporan keuangan.

Seperti dikemukakan oleh Fahmi (2012:5), yang menyatakan bahwa dengan

adanya laporan keuangan yang disediakan pihak manajemen perusahaan maka

sangat membantu pihak pemegang saham dalam proses pengambilan keputusan,

dan sangat berguna dalam melihat kondisi pada saat ini maupun dijadikan sebagai

alat untuk memprediksi kondisi masa yang akan datang. Manfaat dari adanya

laporan ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam

proses pengambilan keputusan demi kemajuan perusahaan dimasa yang akan

datang.

2.1.3.4. Sifat Laporan Keuangan

Pencatatan yang dilakukan dalam penyusunan laporan keuangan harus

dilakukan dengan kaidah-kaidah yang berlaku demikian pula dalam hal

penyusunan laporan keuangan didasarkan kepada sifat laporan keuangan itu

sendiri.

19
Menurut Kasmir (2014:11), dalam prakteknya sifat laporan keuangan dibuat:

1. Bersifat historis

Bersifat historis artinya bahwa laporan keuangan dibuat dan disusun dari data

masa lalu atau masa yang sudah lewat dari masa sekarang. Misalnya laporan

keuangan disusun berdasarkan data satu atau dua atau beberapa tahun ke belakang

(tahun atau periode sebelumnya).

2. Menyeluruh

Bersifat menyeluruh maksudnya laporan keuangan dibuat selengkap mungkin.

Artinya laporan keuangan disusun sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Pembuatan atau penyusunan yang hanya sebagian-sebagian (tidak lengkap) tidak

akan memberikan informasi yang lengkap tentang keuangan suatu perusahaan.

2.1.3.5. Unsur-unsur Laporan Keuangan

Tujuan laporan keuangan perusahaan tercermin dari laporan keuangan

yang terdiri dari beberapa unsur laporan keuangan. Seperti yang diungkapkan

Hanafi (2007:12), menjelaskan bahwa ada tiga bentuk laporan keuangan yang

pokok yang dihasilkan oleh suatu perusahaan yaitu neraca, laporan rugi laba dan

laporan aliran kas. Secara lengkap menurut Kasmir (2014:28), menyebutkan ada

lima yang termasuk ke dalam unsur atau komponen laporan keuangan yakni:

1. Neraca

2. Laporan Laba Rugi

3. Laporan Perubahan Modal

4. Laporan Arus Kas

5. Catatan Atas Laporan Keuangan

20
2.1.4. Analisis Laporan Keuangan

2.1.4.1.Pengertian Analisis Laporan Keuangan

Analisis laporan keuangan pada dasarnya, dilakukan karena pemakai laporan

keuangan ingin mengetahui tingkat keuntungan dan tingkat risiko atau tingkat

kesehatan suatu perusahaan Hanafi dan Halim (2009:5).

Menurut Kasmir (2013:66) analisis laporan keuangan adalah suatu proses

analisis terhadap laporan keuangan dengan tujuan agar dapat mengetahui posisi

keuangan perusahaan saat ini. Dan hasil analisis laporan keuangan juga akan

memberikan informasi tentang kelemahan dan kekuatan yang dimiliki perusahaan.

Dengan mengetahui kelemahan ini, manajemen akan dapat memperbaiki atau

menutupi kelemahan tersebut dan kekuatan yang dimiliki perusahaan harus

dipertahankan atau bahkan ditingkatkan.

Dengan menganalisis laporan keuangan, seorang analisis dapat menilai

apakah manajer keuangan dapat merencanakan dan mengimplementasikan setiap

tindakan secara konsisten dengan tujuan memakmurkan para pemegang saham.

Menganalisis laporan keuangan dapat dilakukan dengan membandingkan laporan

keuangan satu periode dengan periode sebelumnya sehingga diketahui adanya

kecenderungan (Sartono, 2010:113).

2.1.4.2.Tujuan Analisis Laporan Keuangan

Menurut Kasmir (2013:68) tujuan analisis laporan keuangan adalah:

1. Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode tertentu,

baik harta, kewajiban, modal maupun hasil usaha yang telah dicapai untuk

beberapa periode.

21
2. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi kekurangan

perusahaan.

3. Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki perusahaan.

4. Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu dilakukan

kedepan yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan saat ini.

5. Untuk melakukan penilaian kinerja manajemen ke depan apakah perlu

penyegaran atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau gagal.

6. Dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan sejenis tentang

hasil yang mereka capai.

2.1.4.3. Metode dan Teknik Laporan Keuangan

Untuk melakukan analisis laporan keuangan diperlukan metode dan teknik

analisis yang tepat. Tujuan dari penentuan metode dan teknik analisis yang tepat

adalah agar laporan keuangan tersebut dapat memberikan hasil yang maksimal.

Hasil analisis laporan keuangan akan memberikan informasi tentang kelemahan

dan kekuatan yang dimiliki perusahaan.

Menurut Kasmir (2013:95) dalam praktiknya, terdapat dua macam metode

analisis laporan keuangan yang biasa dipakai, yaitu:

1. Analisis Vertikal (Statis)

2. Analisis Horizontal (Dinamis)

Adapun penjelasan dari kedua metode tersebut adalah sebagai berikut:

1. Analisis Vertikal (Statis)

Analisis vertikal merupakan analisis yang dilakukan terhadap hanya satu periode

laporan keuangan saja. Analisis dilakukan antara pospos yang ada dalam satu

22
periode. Informasi yang diperoleh hanya untuk satu periode saja dan tidak

diketahui perkembangan periode ke periode.

2. Analisis Horizontal (Dinamis)

Analisis horizontal merupakan analisis yang dilakukan dengan membandingkan

laporan keuangam untuk beberapa periode. Dan hasil analisis ini akan terlihat

perkembangan perusahaan dari periode yang satu ke periode yang lain.

Di samping metode yang digunakan untuk menganalisis laporan keuangan,

terdapat beberapa jenis teknik analisis laporan keuangan. Adapun jenis-jenis

teknik laporan keuangan menurut Kasmir (2013:96) adalah sebagai berikut:

1. Analisis Perbandingan antara Laporan Keuangan

2. Analisis Trend

3. Analisis Presentase

4. Analisis Sumber dan Penggunaan Dana

5. Analisis Sumber dan Penggunaan Kas

6. Analisis Rasio

7. Analisis Laba Kotor

8. Analisis Titik Pulang Pokok atau Titik Impas (Break Even Point).

Adapun penjelasan masing-masing teknik analisis laporan keuangan

adalah sebagai berikut:

1. Analisis perbandingan antara laporan keuangan, merupakan analisis yang

dilakukan dengan membandingkan laporan keuangan lebih dari satu period.

Artinya minimal dua periode atau lebih. Dari analisis ini akan dapat diketahui

perubahan-perubahan yang terjadi. Perubahan yang terjadi dapat berupa

23
kenaikan atau penurunan dari masing-masing komponen analisis. Dari

perubahan ini terlihat masing-masing kemajuan atau kegagalan dalam

mencapai target yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Analisis trend, merupakan analisis laporan keuangan yang biasanya dinyataka

dalam persentase tertentu. Analisis ini dilakukan dari periode ke periode

sehingga akan terlihat apakah perusahaan mengalami perubahan serta seberapa

besar perubahan tersebut dihitung dalam persentase.

3. Analisis persentase per komponen, merupakan analisis yang dilakukan untuk

membandingkan antara komponen-komponen yang ada dalam suatu laporan

keuangan, baik di neraca maupun laporan laba rugi.

4. Analisis sumber dan penggunaan dana, merupakan analisis yang dilakukan

untuk mmengetahui sumber-sumber dana perusahaann dan penggunaan dana

dalam suatu periode. Analisis ini juga untuk mengetahui jumlah modal kerja

dan sebab-sebab berubahnya jumlah modal kerja dalam suatu periode.

5. Analisis sumber dan penggunaan kas, merupakan analisis yang digunakan

untuk mengetahui sumber-sumber penggunaan kas perusahaan dan penggunaan

uang kas dalam suatu periode. Selain itu juga untuk mengetahui sebab-sebab

berubahnya jumlah kas dalam periode tertentu.

6. Analisis rasio, merupakan analisis rasio yang digunakan untuk mengetahui

hubungan pos-pos yang ada dalam satu lapotan keuangan atau pos-pos antara

laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi.

24
7. Analisis laba kotor, merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui

jumlah laba kotor dari satu periode lainnya dan untuk mengetahui sebab-sebab

berubahnya laba kotor tersebut antar periode.

8. Analisis titik pulang pokok disebut juga analisis titik impas atau breakeven

point. Tujuan analisis ini digunakan untuk mengetahui paa kondisi bagaimana

penjualan produk dilakukan dan perusahaan tidak mengalami kerugian.

Analisis laporan keuangan terdiri dari penelaahan atau mempelajari dari

pada hubungan dan tendensi atau kecenderungan (trend) untuk menentukan posisi

keuangan dan hasil operasi serta perkembangan perusahaan yang bersangkutan.

Metode dan teknik analisa digunakan untuk menentukan dan mengukur hubungan

antara pos-pos yang ada dalam laporan, sehingga dapat diketahui perubahan-

perubahan dari masing-masing pos tersebut bila diperbandingkan dengan laporan

dari beberapa periode untuk satu perusahaan tertentu, atau diperbandingkan

dengan alat-alat pembanding lainnya.

2.1.5. Accounting Prudance

2.1.5.1. Pengertian Accounting Prudance

Konservatisme merupakan pelaksanaan kehati-hatian dalam pengakuan

sertapengukuran pendapatan dan aset (Dini, 2012). Konservatisme merupakan

salah satu prinsip penting dalam pelaporan keuangan yang dimaksudkan agar

pengakuan dan pengukuran aktiva sertalaba dilakukan dengan penuh kehati-

hatianoleh karena aktivitas ekonomi dan bisnis dilingkupi ketidakpastian (Fajri,

2013).Konsep ini mengakui biaya dan rugi lebih cepat, mengakui pendapatan

25
lebih lambat, menilai aktiva dengan nilai yang terendahdan kewajiban dengan

nilai tertinggi (Ikhsan, 2015).Prinsip ini sering disebut sebagai prinsip kehati-

hatian. The FinancialAccounting Standart Board (FASB) dalam SFAC No. 2

tahun 1996 menjelaskan bahwa konservatisme akuntansi merupakan reaksi kehati-

hatian dalam menghadapi ketidakpastian. Reaksi kehati-hatian untuk menghadapi

ketidakpastianyang melekat dalam perusahaan mencoba memastikan bahwa

ketidakpastian dan resiko yang ada di dalam lingkungan perusahaan serta

lingkungan bisnis sudah cukup dipertimbangkan.

Pelaporan yang sudah didasari kehati-hatian akan memberimanfaat yang

baik bagi semua pemakai laporan keuangan. Konservatisme penting dalam

laporan keuangan, tetapi juga penting mengimplikasi kehati-hatiandalam

mengakuidan mengukur pendapatan dan aktiva (Nugroho dan Idriana,

2012).Sofyan (2013 : 63) menyatakan tentang konservatisme adalah adanya

kejadian-kejadian yang tidak pasti padaperusahaan. Dalam keadaan seperti ini

laporan keuangan denganmemilih menyajikan akibat angka yang kurang

menguntungkan. Laporan keuangan memilih dan menilai aset serta pendapatan

dengan nilai yang paling minimal. Scott (2012 : 16) menyatakan konservatisme

akuntansi menyebabkan penghapusan kerugian yang tidak terealisasi

karenakerugian tersebut telah diakui saat terjadi kemungkinan terjadi, tetapi

keuntungan dari peningkatan nilai tidak diakui hingga benar-benar terjadi.

Menurut Dini (2012) konservatisme merupakan pelaksanaan kehati-hatian

dalam pengakuan serta pengukuran pendapatan dan aset. Seiring dengan adanya

konvergensi IFRS, konsep konservatisme mengalami pergeseran ketika IASB

26
memperkenalkan sebuah prinsip baru yaitu accounting prudence. Dimana

accounting prudence merupakan prinsip kehati-hatian yang memperbolehkan

manajer mengakui pendapatan meskipun masih berupa potensi sepanjang

memenuhi ketentuan pengakuan pendapatan (revenue recognition).

Menurut Gunawan (2015) konservatisme, atau lebih dikenal dengan

prudence merupakan prinsip unik yang dihasilkan dari konvensi akuntansi.

Sebagian akuntan beranggapan bahwa konservatisme (prudence) merupakan

prinsip yang wajib dianut dalam penyusunan laporan keuangan agar manajemen

yang pada umumnya terlalu optimis dalam menghadapi ketidakpastian dapat

mengendalikan sifatnya tersebut.

Selanjutnya menurut Hendrik dan Van Breda (1995) dalam Juanda (2007)

yang berpendapat bahwa konservatisme (prudence) merupakan metode akuntansi

yang menghasilkan nilai paling rendah untuk aset dan pendapatan di satu sisi, dan

menghasilkan nilai paling tinggi untuk utang dan biaya di sisi lainnya. Secara

tidak langsung bisa dikatakan bahwa konservatisme (prudence) menghasilkan

nilai buku ekuitas yang paling rendah.

2.1.5.2. Accounting Prudence dalam PSAK

PSAK sebagai standar pencatatan akuntansi di Indonesia menjadi pemicu

timbulnya penerapan prinsip prudence. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang

menggunakan prinsip prudence adalah :

1. PSAK No. 14 tahun 2017 tentang persediaan yang menyatakan bahwa

persediaan dalam neraca disajikan berdasarkan nilai terendah antara harga

perolehan dan nilai realisasi bersih.

27
2. PSAK No. 48 tahun 2017 tentang penurunan nilai aset yang menyatakan bahwa

penurunan nilai aset merupakan rugi yang harus segera diakui dalam laporan

laba rugi komprehensif.

3. PSAK No.16 tentang aktiva tetap dan aktiva lain-lainyang mengatur estimasi

masa manfaat suatu aktiva tetap. Estimasi masa manfaat suatu aktiva

didasarkan pada pertimbangan manajemen yang berasal dari pengalaman

perusahaan pada saat menggunakan aktiva yang serupa. Estimasi masa manfaat

tersebut harus diteliti kembali secara periodik dan jika manajemen menentukan

bahwa masa manfaat suatu aktiva berbeda dari estimasi sebelumnya maka

harus dilakukan penyesuaian atas beban penyusutan saat ini dan dimasa

yangakan datang. Standar ini memungkinkan perusahaan untuk mengubah

masa manfaat aktiva yang digunakan dan dapat mendorong timbulnya laba

yang konservatif.

4. PSAK No.19 tentang aset tidak berwujud yang berkaitan dengan metode

amortisasi. Dijelaskan bahwa terdapat beberapa metode amortisasi untuk

mengalokasikan jumlah penyusutan suatu asetatas dasar yang sistematis

sepanjang masa manfaatnya.

Dengan adanya pilihan metode tersebut akan berpengaruh terhadap angka-

angka yang disajikan dalam laporan keuangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa

secara tidak langsung prinsip prudence ini akan mempengaruhi hasil dari laporan

keuangan tersebut. Penerapan prinsip ini juga akan menghasilkan laba yang

berfluktuatif akan mengurangi daya prediksi laba untuk memprediksi aliran kas

pada perusahaan pada masa yang akan datang (Sari dan Adhariani, 2009).

28
2.1.5.3. Accounting Prudencedalam IFRS

Seiring dengan adanya konvergensi IFRS, konsep konservatisme kini

digantikan oleh prudence. Setelah SAK mengadopsi IFRS, IASB mengatakan

bahwa sebenarnya baik prudence atau konservatisme bukanlah kualitas informasi

akuntansi yang diinginkan sehingga mereka menciptakan IFRS dengan harapan

laporan keuangan dapat menjadi relevan dan andal. Namun, pada kenyataannya

perusahaan-perusahaan tetap harus berhadapan dengan ketidakpastian ditengah

era IFRS. Hal ini dianggap tidak baik untuk mengatasi ketidakpastian tersebut

dengan menganut prinsip prudence pada level yang tepat dalam laporan

keuangan.

Khairina (2009) menyebutkan ada beberapa poin dalam IFRS mengenai

semakin berkurangnya penekanan atas penggunaan akuntansi konservatif dalam

IAS antara lain:

1. IAS 11 (Zero Profit Recognition for Fixed-Price Contracts), versi terbaru dari

IAS mulai berlaku sejak tahun 1995. (Precentage of Complain) untuk

pengakuan pendapatan dan biaya dalam kontrak konstruksi sebagai pengganti

dari metode CC (Complete Contract). Hellman (2017) menyatakan bahwa

metode CC dinilai lebih konservatif dibandingkan metode POC karena dalam

metode CC dinilai lebih konservatif dibandingkan metode POC karena dalam

POC karena dalam metode CC nilai keuntungan yang dapat diakui perusahaan

akan mengalami understatement selama proses kontrak dan akan mengalami

overstatement setelah kontrak selesai. Hal ini disebabkan perusahaan hanya

boleh mengakui pendapatan dari kontrak konstruksi tersebut setelah proses

29
konstruksi selesai. Sementara dalam metode POC perusahaan dapat mengakui

pendapatan berdasarkan estimasi persentase penyelesaian kontrak pada tanggal

neraca.

2. IAS 22 (Deferred Tax Asset), mengatur mengenai pengakuan deferred tax asset

pada neraca jika mungkin (probable) terdapat future taxable profit. Sebelum

dikeluarkannya IAS 12 tersebut, deferred tax asset tidak diakui di dalam neraca

karena terdapat ketidakjelasan atas perolehan taxable profit di masa yang akan

datang. Pemberlakuan efektif IAS 12 tersebut mempresentasikan perlakuan

akuntansi yang kurang konsevatif (Hellman, 2007).

3. IAS 16 (Property, Plant, Equipment), mengatur bahwa dalam pengukuran nilai

aktiva tetap, perusahaan dapat memilih penggunaan metode biaya atau

revaluasi. Metode biaya menggunakan metode yang telah lama digunakan

dalam akuntansi konvensional, sementara metode revaluasi yang mensyaratkan

perusahaan untuk memperbarui aktiva secara periodik atas nilai pasarnya

dinyatakan sebagai metode kurang konservatif. Dalam metode akuntansi ini,

perusahaan dapat mengakui peningkatan nilai aktiva sebagai penambahan atas

modal atau peningkatan nilai pendapata jika penurunan nilai pada periode

sebelumnya telah diakui sebagai biaya.

4. IAS 38 (Capitalism of Development Cost), pertama kali dikeluarkan pada tahun

1998, kemudian diikuti dengan revisinya yang berlaku sejak tanggal 31 Maret

2004. Berdasarkan IAS 38, aktiva tidak berwujud yang berasal dari aktivitas

pengembangan diakui sebagai aktiva jika telah memenuhi beberapa syarat

30
tertentu. Sebelum diberlakukannya standar ini, pembebanan langsung menjadi

acuan utama dalam perlakuan akuntansi yang konservatif.

2.1.5.4. Pengukuran Accounting Prudence

Watts (2003) membagi konservatisme menjadi tiga pengukuran, yaitu

Earning/Stock Return Relation Measure, Earning/Accrual Measures, Net Asset

Measure. Berbagai peneliti telah mengajukan berbagai metode pengukuran

konservatisme. Berikut beberapa pengukuran konservatisme jika dikelompokkan

sesuai dengan pendekatan Watt (2003) dalam Enni (2016):

1. Earnings/Stock Return Relation Measure

Stock market price berusaha untuk merefleksikan perubahan nilai aset

pada saat terjadinya perubahan, baik perubahan atas rugi maupun laba tetap

dilaporkan sesuai dengan waktunya. Basu (1997) dalam Savitri (2016:45)

menyatakan bahwa konservatisme menyebabkan kejadian-kejadian yang

merupakan kabar buruk atau kabar baik terefleksi dalam laba yang tidak sama

(asimetri waktu pengakuan) hal ini disebabkan karena kejadian yang diperkirakan

akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan harus segera diakui sehingga

mengakibatkan kerugian bagi perusahaan harus segera diakui sehingga

mengakibatkan bad news lebih cepat terefleksi dalam laba dibandingkan good

news. Dalam modelnya Basu menggunakan model pieceswise-linear regression

sebagai berikut:

∆NI = α0 + α1∆Nit-1 + α2D∆Nit-1 x ∆Nit-1 + εt

Dimana ∆NIt adalah net income sebelum adanya extraordinary items dari tahun t-

1 hingga t, yang diukur dengan menggunakan total assets awal nilai buku.

31
Sedangkan D∆NIt-1 adalah dummy variable, dimana bernilai 1 jika perubahan

∆NIt-1 bernilai negatif (Savitri, 2016:45).

2. Earning/Accrual measures

Ukuran konservatisme yang kedua ini menggunakan akrual, yaitu selisih

antara net income dan cash flow. Net income yang digunakan adalah net income

sebelum depresiasi dan amortisasi, sedangkan cash flow yang digunakan adalah

cash flow operasional (Alhayati, 2013). Menurut Givoly dan Hayn (2000) melihat

kecenderungan dari akun akrual selama beberapa tahun. Apabila terjadi akrual

negatif (net income lebih kecil dari pada cash flow operasional) yang konsisten

selama beberapa tahun, maka merupakan indikasi diterapkannya konservatisme.

Selain itu, Givoly dan Hayn (2000) membagi akrual menjadi dua, yaitu

operatingaccrual yang merupakan jumlah akrual yang muncul dalam laporan

keuangan sebagai hasil dari kegiatan operasional perusahaan dan non-operating

accrual yang merupakan jumlah akrual yang muncul diluar hasil kegiatan

operasional perusahaan.

a. Operating Accruals

Berdasarkan literatur Criterion Research Group, dinyatakan bahwa

operating accrual menangkap perubahan dalam aset lancar, kas bersih dan

investasi jangka pendek, dikurang dengan perubahan dalam aset lancar, utang

jangka pendek. Operating accrual yang utama meliputi piutang dagang dan

persediaan dan kewajiban. Akun ini merupakan akun klasik yang digunakan untuk

memanipulasi earnings untuk mencapai tujuan pelaporan (Hakim, 2017).

32
b. Non Operating Accruals

Non-current assets ini tergantung pada write down ketika aktiva tersebut

diputuskan telah di turunkan nilainya (impaired), dan penentuan dari beberapa

permanentimpairement yang banyakmelibatkan abnormal manajerial. Apabila

akrual bernilai negatif, maka laba digolongkan konservatif, yang disebabkan

karena laba lebih rendah dari cash flow yang diperoleh dari perusahaan pada

periode tertentu (Hakim, 2017).

Dalam penelitian ini accounting prudence diukur dengan non operating

accrualskarenajika menggunakan pengukuran ini dapat lebih mudah terlihat

tingkat penerapan prinsip accounting prudence suatu perusahaan tersebut karena

semakin besar ukuran akrual suatu perusahaan, menunjukkan bahwa semakin

kecil

perusahaan tersebut menerapkan prinsip accounting prudence. Persamaan

non operating accruals adalah sebagai berikut :

𝑁𝑜𝑛𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔𝐴𝑐𝑐𝑟𝑢𝑎𝑙𝑠
Prudence = x (-1)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠

Dimana :

Non Operating Accrual = Total Accrual – Operating Accrual

Total Accrual = (Net Income + Depreciation) – CFO

Operating Accrual = ∆account receivable - ∆inventories - ∆prepaid

expenses + ∆accounts payable + ∆taxes payable

c. Net Asset Measures

Ukuran ketiga yang digunakan untuk mengetahui tingkat konservatisme

dalam laporan keuangan adalah nilai aktiva yang understatement dan kewajiban

33
yang overstatement. Salah satu model pengukuran yang digunakan oleh Beaver

dan Ryan (2000) dalam Alhayati (2013) yaitu dengan menggunakan market to

book yang mencerminkan nilai pasar relatif terhadap nilai buku perusahaan. Rasio

yang bernilai lebih dari 1, mengindikasikan penerapan akuntansi yang konservatif

karena perusahaan mencatat nilai perusahaan lebih rendah dari nilai pasarnya.

Dalam penelitian ini pengukuran accounting prudence dilakukan dengan

menggunakan non operating accrual dengan rumus:

Total Accrual = Net Income + Depreciation – Cash Flow from Operation

2.1.6. Leverage

2.1.6.1. Pengertian Leverage

Leverage merupakan salah satu rasio solvabilitas yaitu rasio untuk

mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jika perusahaan

itu dilikuidasi. Rasio solvabilitas yang lain adalah dalam bentuk Debt to Equity

Ratio (DER), yaitu suatu perbandingan antara nilai seluruh hutang (total debt)

dengan nilai seluruh ekuitas (total equity). Rasio ini menunjukkan persentase

penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman

(Alhayati,2013) Rasio leverage menggambarkan hubungan antara hutang

perusahaan terhadap modal maupun aset. Rasio ini dapat melihat seberapa jauh

perusahaan dibiayai oleh hutang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan

yang digambarkan oleh modal (Harahap, 1999 dalam Alhayati, 2013).

Leverage menunjuk pada hutang yang dimiliki perusahaan. Dalam arti

harafiah, leverage berarti pengungkit/tuas. Sumber dana perusahaan dapat

34
dibedakan menjadi dua yaitu sumber dana intern dan sumber dana ekstern.

Sumber dana intern berasal dari laba yang ditahan, pemilik perusahaan yang

tercermin pada lembar saham atau prosentasi kepemilikan yang tertuang dalam

neraca. Sementara sumber dana ekstern merupakan sumber dana perusahaan yang

berasal dari luar perusahaan, misalnya hutang. Kedua sumber dana ini tertuang

dalam neraca pada sisi kewajiban.

Leverage juga dapat diartikan sebagai penggunaan aktiva atau dana

dimana untuk penggunaan tersebut perusahaan harus menutup biaya tetap atau

membayar beban tetap. Pada “operating leverage” penggunaan aktiva dengan

biaya tetap adalah dengan harapan bahwa revenue yang dihasilkan oleh

penggunaan aktiva itu akan cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya variabel,

maka pada “financial leverage” penggunaan dana dengan beban tetap itu adalah

dengan harapan untuk memperbesar pendapatan per lebar saham biasa. Masalah

leverage timbul karena perusahaan menggunakan hutang yang menyebabkan

perusahaan menanggung beban tetap.

Leverage dibagi menjadi dua macam yaitu :

1. Laverage Operasi (Operating leverage)

Laverage Operasi adalah pengunaan aktiva yang menyebabkan perusahaan

harus menanggung biaya tetap berupa penyusutan. Penggunaan leverage

operasi oleh perusahaan diharapkan agar penghasilan yang diperoleh atas

penggunaan aktiva tetap tersebut cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya

variabel.

35
2. Leverage finansial (Financial Leverage)

Laverage finansial merupakan penggunaan dana yang menyebabkan

perusahaan harus menanggung beban tetap berupa bunga. Penggunaan dana

yang menyebabkan beban tetap ini diharapkan penghasilan yang diperoleh

lebih besar di bandingkan dengan beban yang dikeluarkan.

Menurut (putri,2016) Leverage adalah salah satu rasio keuangan yang

menggambarkan hubungan antara hutang perusahaan terhadap modal maupun

asset perusahaan. Rasio leverage menggambarkan sumber dana operasi yang

digunakan oleh perusahaan. Rasio leverage juga menunjukkan risiko yang

dihadapi perusahaan. Menurut Irfan Fahmi (2012:62) rasio leverage adalah

mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan hutang. Rasio ini dapat

melihat sejauh mana perusahaan dibiayai oleh hutang atau pihak luar dengan

kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal.

2.1.6.2 Pengukuran Laverage

Rasio hutang dengan modal sendiri (debt to equity ratio) merupakan

imbangan antara hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin

tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit dibanding dengan hutangnya.

Bagi perusahaan, sebaiknya besarnya hutang tidak boleh melebihi modal sendiri

agar beban tetapnya tidak terlalu tinggi. Untuk pendekatan konservatif besarnya

hutang maksimal sama dengan modal sendiri, artinya debt to equitynya maksimal

100% untuk menghitung debt to equity ratio bisa menggunakan rumus sebagai

berikut:

36
Total 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
𝐷𝑒𝑏𝑡𝑡𝑜𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = x 100%
Modal

2.1.7. Growth Opportunity

2.1.7.1. Pengertian Growth Opportunity

Pertumbuhan merupakan elemen yang terjadi dalam siklus

perusahaan.Ukuran pertumbuhan dalam perusahaan tergantung dari

kegiatanperusahaan. Pengertian pertumbuhan dalam manajemen keuangan pada

umumnya menunjukkan peningkatan ukuran skala perusahaan. Pertumbuhan ini

akan direspon positif oleh investor sehingga nilai pasar perusahaan yang lebih

besar dari nilai bukunya sehingga akan tercipta goodwill. Pasar menilai positif

atas investasi yang dilakukan perusahaan karena dari investasi yang dilakukan

saat ini diharapkan perusahaan akan mendapatkan kenaikan arus kas dimasa

depan (Wulandari, 2014).

Pertumbuhan perusahaan dapat dilihat dari kesempatan bertumbuh

(growth opportunities). Perusahaan untuk tumbuh dan berkembang membutuhkan

kesempatan dan peluang. Selain growth opportunities, perusahaan juga

membutuhkan dana dimana terdapat tantangan bagi manajer untuk

menyeimbangkan pendapatan dan penggunaan utang yang diperlukan perusahaan.

Semakin tinggi kesempatan bertumbuh perusahaan maka semakin besar

kebutuhan dana yang diperlukan perusahaan. Besarnya dana yang dibutuhkan

perusahaan menyebabkan manajer menerapkan prinsip konservatisme agar

pembiayaan untuk investasi dapat terpenuhi, yaitu dengan meminimalkan laba

(Fatmariani, 2013).

37
Collins dan Kothari (1989) dalam Fatmariani (2013) memproksikan

growth opportunities dengan market to book value of equity. Rasio dari market to

book value of equity menunjukkan besarnya perbandingan antara nilai pasar

saham dengan besarnya ekuitas perusahaan. Rasio ini mencerminkan pasar yang

menilai return dari investasi perusahaan di masa datang akan lebih besar dari

return yang diharapkan dari ekuitasnya. Rasio market to book value of equity

merupakan nilai sekarang dari pilihan-pilihan perusahaan untuk membuat

investasi di masa depan (Fatmariani, 2013).

2.1.7.2. Pengukuran Growth Opportunity

Rasio Market to Book Value Equity merupakan bagian dari proksi IOS

(Investment Opportunity Set) berdasarkan harga yang menyatakan bahwa prospek

pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar yang

beranggapan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan yang secara pasrial

tergabung dalam harga saham (Agustina,2016). Smith dan Watts dalam kutipan

Syardiana (2015) berpendapat rasio MBVE mencerminkan bahwa harga pasar

melalui return dari investasi perusahaan dimasa depan akan lebih besar dari return

yang diharapkan dari ekuitasnya. Perusahaan yang tumbuh akan mempunyai nilai

pasar yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan aktiva riilnya, karena rasio ini

merupakan prospek pertumbuhan perusahaan parsial yang tergabung dalam harga

saham, dan pertumbuhan akan lebih besar dari nilai pasar relatif terhadap aktiva-

aktiva yang dimiliki. Untuk menghitung Market to Book Value Equity bisa

menggunakan rumus sebagai berikut :

38
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚𝑦𝑎𝑛𝑔𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟𝑥𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎𝑃𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚
𝑀𝐵𝑉𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦

2.1.8. Insentif Pajak

2.1.8.1. Definisi dan UnsurPajak

Menurut Undang-undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan ke

empat atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan pada pasal 1 ayat 1 berbunyi pajak Pajak adalah kontribusi

wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.

Sedangkan menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro,S.H., pajak adalah iuran

rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat

ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur :

1. Iuran dari rakyat kepada negara.

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut uang (bukan

barang).

2. Berdasarkan Undang-undang.

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan

pelaksanaannya.

39
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat

ditunujukan. Dalam pembayaran opajak tidak dapat ditunjukan adanya

kontraprestasi individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-

pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2.1.8.2. Fungsi Pajak

Ada dua fungsi pajak, yaitu :

1. Fungsi anggaran (budgetair)

Pajak berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi pemerintah untuk

membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

2. Fungsi mengatur (cregulerend)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan

pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

2.1.8.3. Kedudukan Hukum Pajak

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., Hukum Pajak mempunyai kedudukan

di antara hukum-hukum sebagai berikut :

1. Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu

lainnya.

2. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya.

Hukum ini dapat dirinci lagi sebagai berikut :

a. Hukum Tata Negara

b. Hukum Tata Usaha (Hukum Administratif)

40
c. Hukum Pajak

d. Hukum Pidana

Dengan demikian kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari hukum

publik.

2.1.8.4. Dasar Hukum Pajak

Dasar hukum ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah Undang-

undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-

undang No. 16 Tahun 2009.

● Pengertian-pengertian

Dalam pembahasan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan akan dijumpai

pengertian-pengertian atau istilah-istilah yang sudah baku. pengertian-pengertian

atau istilah-istilah tersebut antara lain :

a. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak

mendaptkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara

bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

b. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak,

pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban

perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

c. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam

masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

41
d. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan

pajak.

2.1.8.5. Insentif Pajak

Insentif pajak merupakan suatu pemberian fasilitas perpajakan yang

diberikan kepada investor luar negeri maupun dalam negeri untuk aktivitas

tertentu atau untuk suatu wilayah tertentu yang mempengaruhi kegiatan ekonomi

(Maulina, 2016). Biasanya insentif pajak ini diberikan guna pembangunan

ekonomi suatu negara khususnya negara berkembang. Suandy (2013:17)

menjelaskan secara umumnya terdapat empat macam bentuk insentif pajak, yaitu :

a. Pengecualian dari pengenaan pajak

b. Pengurangan dasar pengenaan pajak

c. Pengurangan tarif pajak

d. Penangguhan pajak

Menurut T. Hani Handoko, 2002 dalam Fitri Yani, 2015 Insentif

merupakanperangsang yang ditawarkan kepada para karyawan untuk

melaksanakan kerja sesuaiatau lebih tinggi dari standar-standar yang telah

ditetapkan. Adapun insentif pajak sendiri berarti bahwa suatu perangsang yang

ditawarkan kepada wajib pajak, denganharapan wajib pajak termotivasi untuk

patuh terhadap ketentuan pajak. Macam insentif pajak diantaranya adalah

pembebasan pajak (tax holiday) dan pemotongan pajak (tax allowance).

Dalam Undang-Undang PPh No 36 tahun 2008, terdapat penurunan dalam

tarif PPh bagi wajib pajak badan. Penurunan tarif PPh ini dimaksudkan untuk

menyesuaikan dengan tarif PPh yang berlaku di negara-negara tetangga yang

42
relatif lebih rendah, meningkatkan daya saing di dalam negeri, mengurangi beban

pajak danmeningkatkan kepatuhan wajib pajak (WP). Tarif PPh yang semula

terdiri dari 3 lapisan (10%, 15%, dan 30%) menjadi tarif tunggal 28% di tahun

2009 dan 25% tahun 2010.Perencanaan pajak (tax planning) merupakan langkah

yang ditempuh oleh wajib pajak untuk meminimumkan beban pajak tahun

berjalan maupun tahun yang akan datang agar pajak yang dibayar dapat ditekan

seefisien mungkin dan dengan berbagai carayang memenuhi ketentuan perpajakan

(Wijaya dan Martani, 2011: 14). (Resti , 2012 dalam Fitri Yani,2015)

menyatakan semakin besar perusahaan, maka semakin besar perhatian pemerintah

terhadap perusahaan tersebut dan semakin besar kemungkinan untuk diatur.

Penelitian ini memprediksi bahwa perusahaan dengan pajak semakin besar

cenderung memilih akuntansi yang lebih konservatif.

2.1.8.5 Pengukuran Insentif Pajak

Untuk menghitung Insentif Pajak bisa menggunakan rumus sebagai

berikut :

Tarif PPh ( PTI − CTE )


𝑇𝑃 =
TA

Dimana :

TP = Tax Plan (Perencanaan Pajak)

PTI = Pre-tax Income (Laba Sebelum Pajak)

CTE = Current Tax Equipment (Beban pajak saat ini)

TA = Total Aktiva

43
2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang accouting prudence telah dilakukan oleh beberapa

peneliti. Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian antara

lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2017) dengan judul “ Pengaruh Growth

Opportunity dan Leverage terhadap Konservatisme Akuntansi (Studi empiris

perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI)”. Penelitian ini dilakukan

terhadap semua perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(BEI) dengan tahun penelitian 2013-2015. Total populasi 147 perusahaan

dengan total sampel 51 perusahaan dan menggunakan purposive sampling.

Analisis yang digunakan adalah anailis regresi linier berganda. Hasilpenelitian

tersebut menunjukan bahwa secara simultan growth opportunity dan leverage

berpengaruh positif signifikan terhadap konservatisme.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Sofianty (2017) dengan judul “Pengaruh Risiko

Litigasi, Laverage dan tingkat Kesulitan Keuangan Perusahaan terhadap

Konservatisme Akuntansi”. Penelitian ini dilakukan terhadap semua

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan

tahun penelitian 2012-2015. Sampel yang diambil melalui tahap populasi,

target populasi, sampling frame, sampling design dan sampling minimum

dengan menggunakan 9 peusahaan.Analisis yang digunakan adalah anailis

regresi linier berganda. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terdapat

pengaruh signifikan leverage terhadap konservatisme akuntansi.

44
3. Penelitian yang dilakukan oleh Pramana (2010) dengan judul “Pengaruh

Mekanisme Corporate Governance, Profitabilitas, dan Leverage terhadap

Konservatisme Akuntansi di Indonesia”. Penelitian ini dilakukan terhadap

semua perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

dengan tahun penelitian 2006-2008. Teknik pengambilan sampel dengan

menggunakan purposive sampling. Analisis data dilakukan dengan

menggunakan regresi linier berganda. Hasil dari penelitian tersebut

menunjukkan bahwa leverage berpengaruh signifikan terhadap konservatisme

akuntansi.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Yoga Utama (2015) dengan judul “Pengaruh

Struktur Kepemilikan Manajerial, Leverage, Growth Opportunity dan Ukuran

Perusahaan terhadap Konservatisme Akuntansi (studi pada perusahaan farmasi

yang terdaftar di Bursa Efek Inonesia tahun 2010-2014)”. Penelitian ini

dilakukan terhadap semua perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) dengan tahun penelitian 2010-2014. Penelitian ini

menggunakan metode purposive sampling dengan penentuan sampel jumlah

populasi sebanyak 35 perusahaan dan sampel 7 perusahaan. Analisis yang

digunakan adalah anailis regresi berganda dengan program SPSS versi 22.

Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa Leverage, dan growth

opportunity berpengaruh signifikan terhadap konservatisme akuntansi.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Egi Putra Utama (2018) dengan judul

“Pengaruh Laverage, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Manajerial dan

Profitabilitas terhadap Konservatisme Akuntansi (studi pada subsektor

45
telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2016)”.

Penelitian ini dilakukan terhadap Subsektor telekomunikasi yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan tahun penelitian 2011-2016. Penelitian ini

menggunakan metode purposive sampling sehingga diperoleh 5 perusahaan

dengan 30 sampel yang diobservasi. Analisis yang digunakan adalah anailis

regresi data panel. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa leverage,

secara simultan berpengaruh signifikan terhadap konservatisme akuntansi.

6. Penelitian yang dilakukan oleh Alhayati (2007) dengan judul “Pengaruh

Tingkat Hutang (Laverage), dan Tingkat Kesulitan Keuangan Perusahaan

terhadap Konservatisme Akuntansi (studi empiris pada perusahaan yang

terdaftar di PT BEI)”. Penelitian ini dilakukan perusahaan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan tahun penelitian 2008-2010. Penelitian ini

menggunakan metode purposive sampling dengan menentukan jumlah sampel

perusahaan yang diambil dengan kriteria tertentu. Analisis yang digunakan

adalah anailis regresi berganda. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan

bahwa tingkat hutang(leverage) berpengaruh signifikan positif terhadap

konservatisme akuntansi.

7. Penelitian yang dilakukan oleh Anna (2018) dengan judul “Pengaruh Financial

distress dan Laverageterhadap Konservatisme Akuntansi. Penelitian ini

dilakukan di perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

dengan tahun penelitian 2012-2016. Penelitian ini menggunakan metode

deskriptif dan verikatif.Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa

leverageberpengaruh signifikan terhadap konservatisme akuntansi.

46
8. Penelitian yang dilakukan oleh Riliyanti (2016) dengan judul “Pengaruh

Struktur Kepemilikan, Growth Opportunities, Debt Covenant, dan Ukuran

Perusahaan terhadap Konservatisme Akuntansi (studi empiris pada seluruh

perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-

2015)”. Penelitian ini dilakukan terhadap seluruh perusahaan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan tahun penelitian 2011-2015. Penelitian ini

menggunakan metode purposive sampling sehingga diperoleh 186 sampel,

setelah dikurangi pacilan. Analisis yang digunakan adalah anailis regresi linier

berganda. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa growth

opportunity berpengaruh positif signifikan terhadap konservatisme akuntansi.

9. Penelitian yang dilakukan oleh Hamdi (2015) dengan judul “Pengaruh Insetif

Pajak dan Faktor Non Pajak terhadap Konservatisme Akuntansi pada

perusahaan manufaktur terdaftar di BEI”. Penelitian ini dilakukan pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan

tahun penelitian 2009-2013. Penelitian ini menggunakan metode purposive

sampling dengan pertimbangan kriteria tertentu. Analisis yang digunakan

adalah anailis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian tersebut

menunjukkan bahwa insentif pajak berpengaruh signifikan terhadap

konservatisme akuntansi.

10. Penelitian yang dilakukan oleh Rosidi (2018) dengan judul “Pengaruh

Financial Distress dan Growth Opportunity terhadap Konservatisme

Akuntansi (studi empiris pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2016)”. Penelitian ini dilakukan terhadap

47
perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

dengan tahun penelitian 2013-2016. Penelitian ini menggunakan metode

purposive sampling dengan total populasi 41 perusahan dengan total sampel 14

perusahaan. Analisis yang digunakan adalah anailis regresi linier berganda.

Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan secara simultan growth opportunity

berpengaruh signifikan terhadap konservatisme akuntansi.

48
Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No. Nama Judul Metode Sampel Hasil Penelitian


Wijaya Pengaruh Growth Opportunity dan Regresi Sampel penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan
1. (2017) Leverage terhadap Konservatisme linier adalah 51 perusahaan growth opportunity dan
Akuntansi (Studi empiris perusahaan berganda leverage berpengaruh
manufaktur yang terdaftar di BEI) signifikan positif terhadap
konservatisme akuntansi.
Sofiyanty Pengaruh Risiko Litigasi, Laverage, Regresi Sampel penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan
2. (2017) dan tingkat Kesulitan Keuangan linier adalah 9 perusahaan bahwa leverage berpengaruh
Perusahaan terhadap Konservatisme berganda signifikan terhadap
Akuntansi konservatisme akuntansi.
Pramana Pengaruh Mekanisme corporate Regresi Purposive sampling Hasil penelitian menunjukkan
3. (2010) Governance, Profitabilitas, dan linier bahwa Leverage berpengaruh
Leverage terhadap Konservatisme berganda signifikan terhadap
Akuntansi di Indonesia konservatisme akuntansi.
Yoga Pengaruh Struktur Kepemilikan Regresi Sampel penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan
4. Utama Manajerial, Leverage, Growth linier adalah 35 perusahaan dan growth opportunity dan
(2015) Opportunity dan Ukuran Perusahaan berganda sampel 7 perusahaan leverage berpengaruh
terhadap Konservatisme Akuntansi signifikan terhadap
(studi pada perusahaan farmasi yang konservatisme akuntansi.
terdaftar di BEI tahun 2010-2014)

49
No. Nama Judul Metode Sampel Hasil Penelitian
Egi Putra Pengaruh Leverage, Ukuran Perusahaan, Regresi Sampel penelitian ini Hasil penelitian tersebut menunjukkan
5. Utama Kepemilikan Manajerial dan data adalah 30 sampel yang leverage berpengaruh signifikan
(2018) Profitabilitas terhadap Konservatisme panel diobservasi. terhadap konservatisme akuntansi.
Akuntansi (studi pada subsektor
telekomunikasi yang terdaftar di BEI
tahun 2011-2016)
Alhayati Pengaruh Leverage, dan tingkat kesulitan Regresi Sampel penelitian ini Hasil penelitian tersebut menunjukkan
6. (2007) keuangan perusahaan terhadap berganda adalah seluruh bahwa leverage berpengaruh
konservatisme akuntansi (studi empiris perusahaan yang signifikan terhadap konservatisme
pada perusahaan yang terdaftar di PT terdaftar di PT BEI akuntansi.
BEI
Anna Pengaruh Financial Distress dan Deskriftif Sampel penelitian ini Hasil penelitian tersebut menunjukkan
7. (2018) Leverage terhadap Konservatisme dan adalah seluruh bahwa leverage berpengaruh
Akuntansi Verikatif perusahaan signifikan terhadap konservatisme
pertambangan yang akuntansi.
terdaftar di BEI

Riliyanti Pengaruh Stuktur Kepemilikan, Growth Regresi Sampel penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan growth
8. (2016) Opportunity Debt Covenant, dan Ukuran berganda adalah 186 opportunity berpengaruh signifikan
Perusahaan terhadap Konservatisme perusahaan terhadap konservatisme akuntansi.
Akuntansi (studi empiris pada seluruh
perusahaan non keuangan yang terdaftar
di BEI tahun 2011-2015)

50
No. Nama Judul Metode Sampel Hasil Penelitian
Hamdi Pengaruh Insentif Pajak dan Faktor Regresi Sampel penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan
9. (2015) Non Pajak terhadap Konservatisme berganda adalah seluruh Insentif Pajak berpengaruh
Akuntansi pada perusahaan perusahaan manufaktur signifikan terhadap konservatisme
manufaktur terdaftar di BEI yang terdaftar di BEI akuntansi.
Rosidi Pengaruh Financial Distress dan Regresi Sampel penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan
10. (2018) Growth Opportunity terhadap berganda adalah 14 perusahaan growth opportunity berpengaruh
KonservatismeAkuntansi (studi dengan populasi 41 signifikan terhadap konservatisme
empiris pada perusahaan sektor perusahaan akuntansi.
pertambanagan yang terdaftar di BEI
tahun 2013-2016)

51
2.3. Kerangka Teoritis

Salah satu prinsip yang dianut dalam proses keuangan adalah prinsip

accounting prudence yaitu reaksi yang berhati-hati atas ketidakpastian yang ada

agar ketidakpastian dan risiko yang berkaitan dalam situasi bisnis dapat

dipertimbangkan dengan cukup memadai. Ketidakpastian dan risiko tersebut

harus dicerminkan dalam laporan keuangan agar nilai prediksi dan kenetralannya

dapat diperbaiki.

Pada penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah Accounting

Prudence yang hendak di prediksi oleh variabel independen adalah Insentif Pajak,

Growth Opportunity dan Leverage.

Peneliti berharap hasil pengujian data dapat memberikan pengaruh antara

adalah Insentif Pajak, Growth Opportunity dan Leverageterhadap Accounting

Prudence pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2014-2018.

2.3.1 Pengaruh Insentif Pajak Terhadap Konservatisme Akuntansi

Perubahan tarif pajak penghasilan badan dari tarif progresif menjadi tarif

tunggal rnenjadi pendorong terjadinya praktik konservatisme akuntansi. Zarowin

(1997) menyatakan bahwa rasio antara laba akuntansi sebelum pajak pada laba

fiskal kena pajak dapat digunakan sebagai ukuran konservatisme akuntansi.

Penelitian yang dilakukan oleh Yin dan Cheng (2004) menggunakan proksi

perencanaan pajak sebagai ukuran dari insentif pajak. Widya (2004 )menyatakan

semakin besar perusahaan, maka semakin besar perhatian pemerintah terhadap

perusahaan tersebut dan semakin besar kemungkinan untuk diatur. Dengan

52
demikian, semakin besar perusahaan semakin besar pajak perusahaannya maka

cenderung lebih besar penerapan accounting prudence terhadap perusahaan

tersebut.

2.3.2 Pengaruh Growth Opportunity Terhadap Konservatisme Akuntansi

Perusahaan yang akan meningkatkan jumlah investasi atau disebut juga

dengan perusahaan growth cenderung akan memilih konservatisme akuntansi

karena perhitungan laba yang lebih rendah daripada menggunakan akuntasi

optimis yang perhitungan labanya lebih tinggi (Wulandari dkk, 2014). Hasil

penelitian Fatmariani (2013) menyimpulkanbahwa growth opportunity

berpengaruh signifikan positif terhadap konservatisme akuntansi. Dengan

demikian, perusahaan yang peluang pertumbuhannya lebih tinggi cenderung akan

lebih meningkatkan accuting prudence untuk melaporkan labanya agar dapat

mengurangi biaya dan risiko yang tinggi.

2.3.3 Pengaruh Leverage Terhadap Konservatisme Akuntansi

Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi, cenderung menggunakan

akuntansi yang konservatif. Dalam penerapan konservatisme, semakin tinggi

tingkat hutang maka pengakuan terhadap laba akan dilakukan oleh pihak

manjemen secara lebih hati-hati dengan memperlambat pengakuannya

(konservatif). Hasil penelitian Alfian dan Sabeni (2013) menyimpulkan bahwa

rasio leverage berpengaruh positif signifikan terhadap konservatisme akuntansi.

Dengan demikian, tingkat hutang (leverage) semakin tinggi makan akan

mendorong manajer untuk lebih meningkatkan accouting prudence, dan

53
sebaliknya semakin rendah tingkat hutang (leverage) makan akan semakin rendah

penerapan accounting prudence terhadap pelaporan yang digunakan.

2.4. Model Analisis dan Hipotesis

2.4.1. Model Analisis

Berdasarkan kerangka teoritis tersebut, maka dapat dikemukakan model analisis

seperti ditunjukkan pada gambar berikut :

Insentif Pajak
H1 +

+ Accounting Prudence
Growth Opportunity
H2

H3
Leverage

2.4.2. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan pernyataan singkat yang disimpulkan dari tinjauan

pustaka, tujuan penelitian serta merupakan jawaban sementara tehadap masalah

yang diteliti.

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikembangkan diatas, maka

hipotesis dalam penelititan ini adalah sebagai berikut:

𝐻1 : Insentif Pajak berpengaruh positif signifikan terhadap Accounting

Prudence.

54
𝐻2 : Growth Opportunityberpengaruh positif signifikan terhadap Accounting

Prudence.

𝐻3 : Leverageberpengaruh positif signifikan terhadap Accounting Prudence.

55
BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1. Objek Penelitian

Sugiyono (2017) mengemukakan bahwa objek penelitian adalah sasaran

ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu tentang

sesuatu hal objektif, valid dan reliable tentang suatu hal (variabel tertentu).

Variabel adalah apapun yang membedakan, membawa variasi pada nilai. Variabel

penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan

yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

dan

ditarik kesimpulannya.

Pada penelitian ini, yang menjadi objek penelitiannya adalah insentif pajak,

growth opportunity, leverage dan accounting prudence serta pengaruh insentif

pajak, growth opportunity dan leverage terhadap accounting prudence dalam

laporan keuangan.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang diindikasi menggunakan

prinsip accounting prudence dalam laporan keuangan dengan periode penelitian

selama 5 tahun yaitu Januari 2014 sampai dengan Desember 2018 pada

perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia

(BEI).

56
3.3. Metode Penelitian

Menurut Sugiyono (2017:2) metode penelitian pada dasarnya merupakan

cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara

ilmiah berarti kegiatan penelitian ini didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu

rasional, empiris, dan sistematis.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif dan

verifikatif. Metode deskriptif adalah metode statitika yang digunakan

untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data

yang telash terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat

kesimpulan terhadapobyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi

sebagaimana adanya,tanpamelakukan analisis dan membuat kesimpulan yang

berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono , 2016:147).

Metode verifikatif adalah metode penelitian yang bertujuan untuk

mengetahui hubungan kausalitas antar variabel melalui suatu pengujian hipotesis

melalui suatu perhitungan statistik sehingga didapat hasil pembuktian yang

menunjukkan hipotesis ditolak atau diterima (Moch. Nazir, 2011:91).Berdasarkan

penjelasan tersebut maka pengaruh atau bentuk hubungan kausal antara variabel

independen dan variabel dependen dapat diketahui dari metode verifikatif.

Penelitian ini menggunakan empat variabel yang terdiri dari tiga variabel

independen yaitu insentif pajak, growth opportunity dan leverage dan satu

variable dependen yaitu accounting prudence. Keempat variabel tersebut

dianalisis dengan menggunakan analisis regresi untuk mengetahui hubungan antar

variabel sehingga dapat diketahui hipotesis yang diajukan tepat atau tidak.

57
3.3.1. Unit Analisis

Menurut Arikunto (2013:187) unit analisis adalah satuan tertentu yang

diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Unit analisis dalam penelitian ini adalah

laporan keuangan dari perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2014 sampai dengan

2018 yang bersumber dari www.idx.co.id.

3.3.2. Populasi dan Sampel

3.3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2017:80). Populasi

dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur sektor industri barang

konsumsi yang terdaftar (lising) di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun

2014 sampai dengan 2018 dengan populasi sebanyak 18 perusahaan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Indonesia Stock Exchange (IDX)

periode 2014 sampai dengan 2018, maka diperoleh populasi penelitian sebagai

berikut :

Table 3.1. Populasi Perusahaan Manufaktur

No. Kode Nama Perusahaan

1. AISA PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk


2. ALTO PT Tri Banyan Tirta Tbk
3. CAMP PT Campina Ice Cream Industri Tbk
4. CEKA PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk
5. CLEO PT Sariguna Primatirta Tbk
6. DLTA PT Delta Djakarta Tbk
7. HOKI PT Buyung Poetra Sembada Tbk

58
8. ICBP PT Indofood CP Sukses Makmur Tbk
9. INDF PT Indofood Sukses Makmur Tbk
10. MLBI PT Multi Bintang Indonesia Tbk
11. MYOR PT Mayora Indah Tbk
12. PCAR PT Prima Cakrawala Abadi Tbk
13. PSDN PT Prashida Aneka Niaga Tbk
14. ROTI PT Nippon Indosari Corporindo Tbk
15. SKBM PT Sekar Bumi Tbk
16. SKLT PT Sekar Laut Tbk
17. STTP PT Siantar Top Tbk
18. ULTJ PT Ultrajaya Tbk
Sumber : Bursa Efek Indonesia

3.3.1.1.Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Bila populasi besar, dan penelitia tidak mungkin mempelajari

semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan

waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu

(Sugiyono, 2017:81). Sugiyono (2017:85), mengemukakan perusahaan yang

menjadi sampel dalam penelitian ini adalah peusahaan yang dipilih dengan

menggunakan metode purposive sampling.

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel dan Penentuan Ukuran Sampel

Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel untuk menentukan

sampel yang akan digunakan dalam penelitian (Sugiyono, 2017:81). Pengambilan

sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Purposive

Sampling yang merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu

(Sugiyono, 2017:85). Adapun kriteria yang digunakan untuk memilih sampel

dengan menggunakan metode purposive sampling adalah sebagai berikut :

1. Perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2014 sampai dengan tahun 2018.

59
2. Perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menerbitkan annual report selama kurun

waktu penelitian tahun 2014 sampai dengan tahun 2018.

3. Laporan keuangan perusahaan yang memiliki data-data yang berkaitan dengan

variabel penelitian dari tahun 2014-2018.

Berdasarkan populasi yang telah ditentukan, diperoleh jumlah sampel

perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia (BEI) dan memenuhi kriteria sebanyak 12 perusahaan yaitu

sebagai berikut :

Tabel 3.2. Kriteria Sampel


Kriteria
No. Kode Nama Perusahaan keterangan
1 2 3
1. AISA PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk    Tidak Memenuhi
2. ALTO PT Tri Banyan Tirta Tbk    Memenuhi
PT Campina Ice Cream Industri
3. CAMP    Tidak memenuhi
Tbk
4. CEKA PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk    Memenuhi
5. CLEO PT Sariguna Primatirta Tbk    Tidak memenuhi
6. DLTA PT Delta Djakarta Tbk    Memenuhi
7. HOKI PT Buyung Poetra Sembada Tbk    Tidak memenuhi
PT Indofood CP Sukses Makmur
8. ICBP    Memenuhi
Tbk
9. INDF PT Indofood Sukses Makmur Tbk    Memenuhi
10. MLBI PT Multi Bintang Indonesia Tbk    Memenuhi
11. MYOR PT Mayora Indah Tbk    Memenuhi
12. PCAR PT Prima Cakrawala Abadi Tbk    Tidak memenuhi
13. PSDN PT Prashida Aneka Niaga Tbk    Tidak Memenuhi
PT Nippon Indosari Corporindo
14. ROTI    Memenuhi
Tbk
15. SKBM PT Sekar Bumi Tbk    Memenuhi
16. SKLT PT Sekar Laut Tbk    Memenuhi
17. STTP PT Siantar Top Tbk    Memenuhi
18. ULTJ PT Ultrajaya Tbk    Memenuhi
Sumber : Bursa Efek Indonesia

60
Tabel 3.3. Sampel Penelitian
No. Kode Nama perusahaan
1. ALTO PT Tri Banyan Tirta Tbk
2. CEKA PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk
3. DLTA PT Delta Djakarta Tbk
4. ICBP PT Indofood CP Sukses Makmur Tbk
5. INDF PT Indofood Sukses Makmur Tbk
6. MLBI PT Multi Bintang Indonesia Tbk
7. MYOR PT Mayora Indah Tbk
8. ROTI PT Nippon Indosari Corporindo Tbk
9. SKBM PT Sekar Bumi Tbk
10. SKLT PT Sekar Laut Tbk
11. STTP PT Siantar Top Tbk
12. ULTJ PT Ultrajaya Tbk
Sumber : Bursa Efek Indonesia

3.3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah teknik pengumpulan

data sekunder atau sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data melainkan melalui oranglain atau melalui dokumen (Sugiyono,

2017:137). Dokumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengumpulkan

data sekunder pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2014 sampai tahun 2018.

3.3.5. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif.

Data kuantitatif adalah pengumpulan data menggunakan instrument penelitian

yang disajikan berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik dengan

tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2017:7).

Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui

sumber yang ada dan tidak perlu dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Data yang

61
dibutuhkan dalam penelitian ini berupa laporan tahunan (annual report)

perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi tercatat pada periode

tahun 2014 sampai 2018. Data-data tersebut diperoleh dari situs Bursa Efek

Indonesia yaitu Indonesia Stock Exchange (IDX), Finance Market (IDN) dan

website resmi masing-masing perusahaan.

3.3.6. Operasionalisasi Variabel

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,

objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiyono,2016:38). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu:

1. Variabel Independen ( variabel bebas), Menurut Sekaran (2003) variabel

independen atau variabel bebas adalah variabel yang membantu menjelaskan

varians dalam variabel terikat (variabel dependen). Dalam penelitian ini

variabel independennya adalah Insentif pajak, Growth Opportunity, dan

Leverage.

2. Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang dijelaskan atau

dipengaruhi oleh variabel independen atau variabel bebas (Sekaran, 2003).

Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah accounting prudence.

Sebagai penjabaran lebih lanjut dari operasionalisasi variabel, dalam table 3.4.

disajikan pengukuran variabel observasi yang terdiri dari unsur variabel, konsep,

indicator dan skala pengukuran.

62
Tabel 3.4. Operasionalisasi Variabel
Variabel Konsep Indikator Skala

Merupakan suatu pemberian


fasilitas perpajakan yang
diberikan kepada investor Tarif PPh ( PTI − CTE )
luar negeri maupun dalam TA
Insentif Rasio
negeri untuk aktivitas
Pajak
tertentu atau untuk suatu
wilayah tertentu yang
mempengaruhi kegiatan
ekonomi (Maulina, 2016)
peluang pertumbuhan suatu 𝐽𝑆𝐵𝑥𝐻𝑃𝑆
perusahaan di masa depan
(Mai, 2006). Definisi lain 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦
Growth peluang pertumbuhan
JSB : Jumlah Saham Rasio
Opportunity adalah perubahan total
yang Beredar
aktiva yang dimiliki
HPS : Harga Penutup
perusahaan (Kartini dan
Saham
Arianto, 2008)
merupakan salah satu rasio
solvabilitas yaitu rasio
untuk mengetahui
Total 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
Leverage kemampuan perusahaan x 100% Rasio
dalam membayar kewajiban Modal
jika perusahaan itu
dilikuidasi (Alhayati,2013)
merupakan konvergensi dari
konservatisme akuntansi
atau yang berarti prinsip
kehati-hatian dalam
mengakui pendapatan atau
𝑁𝑜𝑛𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔𝐴𝑐𝑐𝑟𝑢𝑎𝑙𝑠
aset dan
Accounting 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠
beban yang dapat berakibat × (−1) Rasio
Prudence
mengecilkan laba yang
dihasilkan suatu perusahaan
guna mengurangi resiko dari
ketidakpastian dimasa
depan. (Suwardjono,2014:
245)

63
3.3.7. Instrumen Pengukuran

Instrumen pengukuran adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur

fenomena sosial maupun alam yang diamati, secara spesifik fenomena tersebut

adalah variabel penelitian (Sugiyono, 2017:102). Instrumen pengukuran dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Insentif Pajak

Dalam penelitian ini, rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya

insentif pajak adalah sebagai berikut,

Tarif PPH(PTI − CTE)


𝑇𝑃 =
TA

dimana,
TP = Tax Plan (Perencanaan Pajak)
PTI = Pre-tax Income (Laba Sebelum Pajak)
CTE = Current Tax Equipment (Beban pajak saat ini)
TA = Total Aktiva

2. Growth Opportunity

Growth Opportunity diukur berdasarkan Market to Book Value of Equity :

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚𝑦𝑎𝑛𝑔𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟𝑥𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎𝑃𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚
𝑀𝐵𝑉𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦

3. Leverage

Leverage diproksikan dengan Debt To Equity Ratio, yang dihitung dengan

rumus:

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑏𝑡
𝐿𝑒𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦

64
4. Accounting Prudence

Dalam penelitian ini, penulis menggunakannon operating accruals

untuk mengukur accounting prudence, karena dengan menggunakan

pengukuran ini, tingkat penerapan prinsip accounting prudence suatu

perushaan lebih mudah terlihat. Persamaan non operating accruals adalah

sebagai berikut :

𝑁𝑜𝑛𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔𝐴𝑐𝑐𝑟𝑢𝑎𝑙𝑠
Prudence = x (-1)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠

dimana :

Non Operating Accrual = Total Accrual – Operating Accrual


Total Accrual = (Net Income + Depreciation) – CFO
Operating Accrual = ∆account receivable - ∆inventories -
∆prepaid expenses + ∆accounts payable + ∆taxes payable

Semakin besar nilai non-operating accrual, maka akan semakin kecil

perusahaan tersebut menerapkan prinsip accounting prudence (Hakim, 2007).

3.3.8. Teknik Analisis Deskriptif

Analisis awal dalam penelitian ini sebelum dilakukan pengujian hipotesis

adalah analisis dekriptif. Analisis deskriptif berhubungan dengan pengumpulan

data, peringkasan data dan penyajian hasil peringkasan tersebut. Statistik

deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan secara statistik variabel-variabel

dalam penelitian ini (Kuncoro, 2016). Statistik deskriptif memberikan gambaran

atau deskripsi suatu data sehinggamenjadi sebuah informasi yang lebih jelas dan

mudah dipahami. Statistik deskriptif dapat dilihat dari rata-rata (mean), medium,

modus, standar devisi, nilai maksimum dan minimum (Ghozali, 2012).

65
Statistik deskriptif dapat menjelaskan variabel yang terdapat dalam

penelitian ini. Uji statistic deskriptif dilakukan dengan program SPSS 22. Tujuan

dari analisis statistik deskriptif berguna untuk mengetahuigambaran umum

penyebaran data dalam penelitian dan deskripsi mengenai insentif pajak, growth

opportunities, leveragedan accounting prudence.

3.3.8.1 Rata-rata dan Standar Deviasi

Menurut Sugiyono (2016:49) rata-rata (mean) merupakan teknik

penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai rata-rata dari kelompok tersebut.

Rata-rata ini didapat dengan menjumlahkan data seluruh individu dalam

kelompok itu, kemudian dibagi dengan jumlah individu yang ada pada kelompok

tersebut. Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

∑𝑥𝑖
Me =
𝑛

Keterangan:

Me : Mean (rata-rata)
∑ : Epilson (Jumlah)
𝑥𝑖 :Nilai x sampai ke n
n : Jumlah sampel

Lebih lanjut menurut Sugiyono (2017:56) salah satu teknik statistik yang

digunakan untuk menjelaskan homogenitas kelompok adalah dengan varians.

Varians merupakan jumlah kuadrat semua deviasi nilai-nilai individual terhadap

rata-rata kelompok. Akar varians disebut standar devisi atau simpangan baku.

Adapun rumus yang digunakan untuk mencari standar deviasi yaitu:

66
∑(𝑥𝑖 − 𝑥)2
𝑠= √
(𝑛 − 1)

Keterangan:

s : Standar Deviasi
𝑥 : Rata-rata
𝑥𝑖 : Nilai 𝑥 dari 𝑖 sampai ke- n
𝑛 : Jumlah sampel

3.3.8.2 Korelasi antar Variabel

Analisis korelasi digunakan untuk mencari hubungan variabel independen

dengan variabel dependen(Riduwan, 2015:227). Nilai koefisien korelasi akan

terdapat dalam baris -1 ≤ r ≥ + 1, yang akan menghasilkan kemungkinan sebagai

berikut :

1. r bernilai positif, menujukan adanya pengaruh yang positif atau adanya

korelasi langsung antara dua variabel yang diuji. Artinya bila variabel X

bernilai kecil, maka akan berpasangan dengan variabel Y yang bernilai kecil

juga, dan sebaliknya jika variabel X bernilai besar, maka akan berpasangan

dengan variabel Y yang besar pula. Jika r = +1 atau mendekati +1, dua

variabel yang diteliti akan sangat kuat secara positif.

2. r bernilai negatif, ini menyatakan bahwa terjadi korelasi negatif atau

korelasi invers antar dua variabel yang diteliti. Artinya bila varibel X

bernilai kecil, maka akan berpengaruh dengan variabel Y yang bernilai kecil

juga, dan sebailiknya jika variabel X bernilai lebih besar, maka akan

67
berpasangan dengan variabel Y yang besar pula. Jika r = -1 atau mendekati -

1, maka korelasi tiga variabel yang diteliti akan sangat kuat secara negatif.

3. r = 0, atau mendekati 0, artinya bahwa korelasi antara tiga variabel yang

ditelitilemah atau bahkan tidak ada korelasi sama sekali.

3.3.9. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi

yangdigunakan benar-benar menunjukkan hubungan yang signifikan. Uji asumsi

klasik diperlukan untuk mengetahui apakah data terdistribusinormal dan hasil

estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas dari uji normalitas,

ujimultikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.

3.3.9.1 Uji Normalitas

Menurut Imam Ghozali (2007:110) tujuan dari uji normalitas adalah untuk

mengetahui apakah masing-masing variabel berdistribusi normal atau tidak. Uji

normalitas diperlukan dengan mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti

distribusi normal.Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau

mendekati normal. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji

Kolmogorov-Smirnov. Ukuran yang digunakan untuk menerima (H1) atau

menolak (Ho) adalah menggunakan nilai Asymp. Sig.(2 tailed).

Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid

dan tidak dapat digunakan. Adapun pengambillan keputusan dalam uji normalitas

ini adalah sebagai berikut :

68
a. Angka signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov Sig. > 0,05 menunjukan data

berdistribusi normal.

b. Angka signifikansi uji Kolmogorov-Smimov Sig. < 0,05 menunjukkan

data tidak berdistribusi normal.

3.3.9.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pad model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang

baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (tidak menjadi

multikolinearitas). Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-

variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang

nilai korelasi antar sesame variabel independen sama dengan nol. Untuk

mendeteksi ada tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi pada penelitian

ini menggunakan besaran VIF (Variance Inflation Factor)dan Tolerance, untuk

mendeteksi multikolinearitas adalah sebagai berikut:

Besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance

a. Mempunyai nilai VIF +/- 1

b. Mempunyai angka tolerance +/- 1

c. Atau tolerance = I/VIF dan VIF=1/Tolerance

d. Nilai cut off yang umumnya dipakai untuk menunjukkan adanya

multikolinearitas adalah nilai VIF >5% dipastikan terjadi multikolinearitas.

Untuk mempermudah dalam melakukan perhitungan secara statistic, maka

analisis yang dilakukan dalam penelitian ini akan diolah dengan bantuan software

SPSS.

69
3.3.9.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan viarian dari residual satu pengamatan kepengamatan

yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,

maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.

Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi

heteroskedastisitas (Ghozali, 2011: 139). Uji ini dapat dilakukan dengan melihat

gambar plot antara nilai prediksi variabel independen (ZPRED) dengan residual

(SRESID). Apabila dalam grafik tersebut tidak terdapat pola tertentu yang teratur

dan data tersebar acak diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka

diidentifikasi tidak terdapat heterokedastisitas. selain itu pendeteksian ada atau

tidaknya heterokedastisitas dapat dilihat dengan uji glejser, yaitu

mengregresikan absolute nilai residual sebagai variabel independen

(Ghozali,2018:142) dengan persamaan regresi:

│Ut│= α + βXt +vt

Jika variabel independen secara statistik mempengaruhi variabel dependen,

maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas.

3.3.9.4 Uji Autokorelasi

Uji autokerelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear

ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan

pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) (Ghozali, 2018:111). Model regresi

yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Autokorelasi muncul

karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.

70
Masalah ini timbul karena residual (kesalahan penganggu) tidak bebas dari satu

observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtun waktu

(time series) karena “gangguan” pada seseorang individu/kelompok cenderung

mempengaruhi “gangguan” pada individu/kelompok yang sama pada periode

berikutnya.

Lebih jauh Ghozali (2018:112) menjelaskan pada data crossection (silang

waktu), masalah autokorelasi relatif jarang terjadi karena “gangguan” pada

observasi yang berbeda berasal dari individu/kelompok yang berbeda. Alat ukur

yang digunakan untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam penelitian ini

menggunakan tes Durbin-Watson (DW), dengan kriteria sebagai berikut (Ghozali,

2018:112).

Tabel 3.5. Pengambilan keputusan Uji Autokorelasi


Hipotesis nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl
Tidak ada autokorelasi positif No desicison dl ≤ d ≤ du
Tidak ada autokorelasi negatif Tolak 4 – dl < d < 4
Tidak ada autokorelasi negatif No desicison 4 – du ≤ d ≤ 4 – dl
Tidak ada autokorelasi, positif atau negatif Tidak ditolak du < d < 4 - du

3.3.10. Pengujian Hipotesis

Menurut Sugiyono (2017:159) mengemukakan bahwa hipotesis penelitian

adalah sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Secara

statistic, hipotesis diartikan sebagai pernyataan mengenai keadaan populasi

(parameter) yang akan diuji kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari

sampel penelitian (statistik). Oleh karena itu, dalam statistik yang diuji adalah

hipotesis nol (H0). Hipotesis nol adalah pernyataan tidak adanya perbedaan antara

parameter dengan statistik (data sampel). Kebalikan dari hipotesis nol adalah

71
hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan ada perbedaan antara parameter dan

statistik.

3.3.10.1 Analisis Regresi Berganda

Menurut Santosa dan Hamdani (2007:289), analisis regresi berganda

merupakan analisis terhadap suatu fenomena yang menunjukan hubungan sebab

dan akibat dimana suatu variabel terikat (dependen) ditentukan oleh lebih dari

satu variabel bebas (independen). Variabel independen dalam penelitian ini adalah

insentif pajak, growth opportunity, dan leveragesedangkan variabel dependen

accounting prudence.

Adapun persamaan regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini,

yaitusebagai berikut (Sugiyono, 2017:275):

𝑌 = 𝑎 + 𝑏1 𝑋1 + 𝑏2 𝑋2 + 𝑏3 𝑋3 + 𝑒

dimana,
𝑌 : accounting prudence
𝑎 : konstanta
𝑏1 −𝑏3 : koefisien regresi
𝑋1 : Insentif pajak
𝑋2 : growth opportunity
𝑋3 : leverage
𝑒 : error

72
3.3.10.2 Uji Simultan (Uji-F)

Uji-F menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam

model mempunyai pengaruh secara bersama-sama dengan variabel terikat

(Ghozali, 2018:98) . Hipotesis yang hendak diuji adalah sebagai berikut :

1. H0 : b1, b2, b3 = 0, Secara bersama-sama, insentif pajak, growth opportunity,

dan leverage mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap accounting

prudence.

2. Ha : b1, b2, b3 < 0, Secara bersama-sama, insentif pajak, growth opportunity,

dan leverage mempunyai pengaruh positif terhadap accounting prudence.

3.3.10.3 Uji Parsial (Uji-t)

Uji-t digunakan untuk mengukur kuatnya pengaruh atau signifikansi

yangditimbulkan oleh masing-masing variabel independen terhadap variabel

dependen secara parsial atau terpisah (Riduwan, 2015:229). Dalam penelitian ini,

uji-t dilakukan untuk mengetahui apakah secara secara parsial variabel insentif

pajak, growth opportunity, dan leverageberpengaruh secara signifikan atau tidak

terhadap accounting prudencedalam laporan keuangan.

Berdasarkan keterangan diatas, maka pengujian hipotesis secara parsial dapat

dilakukan sebagai berikut:

1. Insentif Pajak

 𝐻0 : 𝑏1 = 0, maka insentif pajak tidak mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap accounting prudence.

 𝐻𝑎 : 𝑏1 < 0, maka insentif pajak mempunyai pengaruh positif

terhadap accounting prudence.

73
2. Growth Opportunity

 𝐻0 : 𝑏2 = 0, maka growth opportunity tidak mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap accounting prudence.

 𝐻𝑎 : 𝑏2 < 0, maka growth opportunity mempunyai pengaruh positif

terhadap accounting prudence.

3. Leverage

 𝐻0 : 𝑏3 = 0, maka leverage tidak mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap accounting prudence.

 𝐻𝑎 : 𝑏3 < 0, maka leverage mempunyai pengaruh positif terhadap

accounting prudence.

Dengan pengambilan keputusan menggunakan angka probabilitas

signifikasi sebesar 5% atau α = 0,05.

1. Jika angka probabilitas signifikansi > 0,05 maka 𝐻0 diterima

2. Jika angka probabilitas signifikansi < 0,05 maka 𝐻0 ditolak.

3.3.10.4 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi yaitu angka yang menyatakan besar

kecilnyasumbangan yang diberikan variabel independen terhadap variabel

dependen (Riduwan, 2015:228). Rumus yang digunakan untuk menghitung

koefisien determinasi yaitu sebagai berikut:

𝐾𝑑 = 𝑅2 × 100

dimana,

𝐾𝑑 : Koefisien determinasi
𝑅2 : Koefisien korelasi ganda

74
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Populasi dan Sampel

Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan

manufaktur sektor industri barang dan konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) pada tahun 2014-2018 yang sesuai dengan kriteria yang telah

penulis tetapkan untuk mewakili dari populsai yang ada. Berdasarkan kriteria

yang telah ditetapakn dengan menggunakan metoda purposive sampling, maka

jumlah data yang menjadi sampel selama periode tahun 2014-2018 adalah

sebanyak 12 perusahaan manufaktur sektor industri barang dan konsumsi, dengan

total jumlah sampel selama periode penelitian adalah 60 data observasi dan

seluruh data yang dibutuhkan lengkap. Berikut tabel kriteria sampel yang sesuai

dengan penelitian :

Tabel 4.1. Kriteria Sampel


No. Kriteria Jumlah
Perusahaan manufaktur sektor industry barang dan konsumsi
1. yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2014 18
sampai tahun 2018.
Perusahaan manufaktur sektor industry barang dan konsumsi
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menerbitkan
2. 12
annual report selama kurun waktu penelitian tahun 2014 sampai
tahun 2018.
Laporan keuangan perusahaan yang tidak memiliki data-data
3. (6)
yang berkaitan dengan variabel penelitian dari tahun 2014-2018.
Jumlah Perusahaan 12
Tahun Pengamatan 5
Jumlah Total Sampel Tahun Pengamatan 60
Sumber : Bursa Efek Indonesia (BEI) yang telah diolah,2019

75
Berdasarkan hasil purposive sampling yang dilakukan, diperoleh 12

perusahaan sektor industri barang konsumsi yang menjadi objek penelitian ini.

Berikut tabel perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang

menjadi objek penelitian :

Tabel 4.2. Daftar Perusahaan sebagai Sampel Penelitian


No. Kode Nama Perusahaan
1. ALTO PT Tri Banyan Tirta Tbk.
2. CEKA PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk.
3. DLTA PT Delta Djakarta Tbk.
4. ICBP PT Indofood CP Sukses Makmur Tbk.
5. INDF PT Indofood Sukses Makmur Tbk.
6. MLBI PT Multi Bintang Indonesia Tbk.
7. MYOR PT Mayora Indah Tbk.
8. ROTI PT Nippon Indosari Corporindo Tbk.
9. SKBM PT Sekar Bumi Tbk.
10. SKLT PT Sekar Laut Tbk.
11. STTP PT Siantar Top Tbk.
12. ULTJ PT Ultrajaya Tbk.
Sumber : Bursa Efek Indonesia
Berdasarkan pada kriteria diatas, maka terdapat 12 perusahaan yang

menjadi sampel dalam penelitian ini, dari 18 perusahaan sektor industri barang

konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2014-2018.

4.2. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini meliputi analisis

terhadap variabel dependen yaitu accounting prudenceyang diukur dengan

menggunakan metode Non operating accruals untuk mengetahui seberapa banyak

perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi di Indonesia yang

menerapkan prinsip accounting prudence.

76
Analisis terhadap variabel independen yaitu insentif pajak yang diukur

berdasarkantax plan ratio dihitung dengan mengalikan tarif PPh dengan hasil

pengurangan dari laba sebelum pajak dan beban pajak pada perusahaan kemudian

dibagi dengan total aktiva perusahaan tersebut. Growth opportunity dihitung

dengan membagi hasil pengalian antara saham yang beredar dan harga penutup

saham dengan total modal (total equity). Dan variabel leverage diukur

berdasarkan leverage ratio yang dihitung dengan membagi utang dengan total

modal.

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel dan

perkembangan insentif pajak, growth opportunity, leverage, dan accounting

prudence pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi.

4.2.1. Insentif Pajak

Insentif pajak merupakan pemberian fasilitas perpajakan kepada investor

luar negeri maupun dalam negeri, guna pembangunan ekonomi suatu negara.

Dalam penelitian ini, insentif pajak didapatkan dari hasil pengalian tarif PPh

dengan hasil pengurangan antara laba sebelum pajak dan beban pajak yang

kemudian dibagi dengan total aktiva (aset) perusahaan.

Tabel 4.3 Insentif Pajak


No. Nama Perusahaan Insentif Pajak
2014 2015 2016 2017 2018 Rata-rata
1 PT Tri Banyan Tirta Tbk. -0.002 -0.011 -0.001 -0.017 -0.013 -0.009
2 PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk. 0.014 0.030 0.056 0.030 0.033 0.033
3 PT Delta Djakarta Tbk. 0.118 0.046 0.083 0.085 0.087 0.084
PT Indofood CBP Sukses Makmur
4 0.042 0.048 0.055 0.054 0.060 0.052
Tbk.
5 PT Indofood Sukses Makmur Tbk. 0.024 0.018 0.030 0.029 0.026 0.025

77
6 PT Multi Bintang Indonesia Tbk. 0.153 0.100 0.182 0.223 0.183 0.168
7 PT Mayora Indah Tbk. 0.010 0.028 0.027 0.027 0.025 0.023
PT Nippon Indosari Corporindo
8 0.022 0.025 0.024 0.007 0.014 0.018
Tbk.
9 PT Sekar Bumi Tbk. 0.050 0.018 0.006 0.004 0.004 0.016
10 PT Sekar Laut Tbk. 0.024 0.024 0.014 0.013 0.017 0.018
11 PT Siantar Top Tbk. 0.031 0.036 0.028 0.027 0.037 0.032
12 PT Ultrajaya Tbk. 0.040 0.062 0.068 0.065 0.054 0.058
Nilai Maksimal 0.153 0.100 0.182 0.223 87.050
Nilai Minimal -0.002 -0.011 -0.001 -0.017 -0.013
Rata-rata 0.044 0.035 0.048 0.046 0.044
Sumber : Data diolah oleh penulis

Berdasarkan tabel 4.3, dapat dilihat perkembangan insentif pajak yang

diukur dengan total aset dari 12 perusahaan manufaktur sektor industri barang

konsumsi di Indonesia yang diteliti selama periode 2014-2018. Secara

keseluruhan perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi dari tahun

2014 sampai dengan 2018 yang memiliki insentif pajak tertinggi yaitu PT Multi

Bintang Indonesia Tbk dengan rata-rata total insentif pajak sebesar 0,168 artinya

PT Multi Bintang Indonesia Tbk selama kurun waktu 2014 sampai 2018

mendapatkan laba yang cukup besar. Sedangkan yang memiliki tingkat insentif

pajak terendah yaitu PT Tri Banyan Tirta Tbk dengan rata-rata total -0.009 karena

pada perusahaan PT. Tri Banyan Tirta selama kurun waktu penelitian 2014-2018

mengalami kerugian secara signifikan.

Untuk lebih mudah memahami dan melihat perubahan nilai insentif pajak

yang diproksikan dengan total aset pada perusahaan manufaktur sektor industri

barang konsumsi di Indonesia periode 2014-2018, disajikan dalam bentuk grafik

sebagai berikut :

78
Grafik 4.1 Intensif Pajak Perusahaan Manufaktur

0.060

0.050 0.048
0.046
0.044 0.044

0.040 0.035

0.030

0.020

0.010

0.000

2014 2015 2016 2017 2018

Berdasarkan grafik 4.1, ditunjukkan hasil rata-rata insentif pajak pertahun

perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi periode 2014-2018,

kewajiban pajak terhadap total aset tertinggi terjadi pada tahun 2016 yaitu sebesar

0,048 atau sebesar 4,8% artinya setiap Rp. 1 aset perusahaan harus membayar

pajak sebesar Rp. 0,048. Sedangkan kewajiban pajak terhadap total aset terendah

terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar 0,035 atau 3,5% artinya setiap Rp. 1 aset

perusahaan harus membayar pajak sebesar Rp. 0,035.

4.2.2. Growth Opportunity

Growth opportunity merupakan pertumbuhan perusahaan yang menunjukan

besarnya perbandingan antara nilai saham dengan besarnya ekuitas perusahaan.

Dalam penelitian ini, growth opportunity diukur berdasarkan rasio market to book

value of equity, diperoleh dengan membagi hasil pengalian saham beredar dan

harga penutup saham dengan total ekuitas perusahaan. Rasio ini mencerminkan

79
pasar yang menilai return dari perusahaan di masa datang akan lebih besar dari

return yang diharapkan dari ekuitasnya.

Tabel 4.4 Growth Opportunity


Growth Opportunity
No. Nama Perusahaan Rata-rata
2014 2015 2016 2017 2018
1 PT Tri Banyan Tirta Tbk. 0.43 0.412 0.455 0.523 0.566 0.477
2 PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk. 0.28 0.232 0.168 0.165 0.152 0.199
3 PT Delta Djakarta Tbk. 0.02 0.019 0.013 0.014 0.249 0.064
4 PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. 0.04 0.036 0.032 0.029 0.026 0.032
5 PT Indofood Sukses Makmur Tbk. 0.02 0.020 0.020 0.019 1.759 0.368
6 PT Multi Bintang Indonesia Tbk. 0.04 0.027 0.026 0.020 0.018 0.026
7 PT Mayora Indah Tbk. 0.11 0.086 0.071 0.061 0.052 0.076
8 PT Nippon Indosari Corporindo Tbk. 0.11 0.085 0.070 0.044 0.042 0.069
9 PT Sekar Bumi Tbk. 0.29 0.272 0.254 0.169 0.166 0.231
10 PT Sekar Laut Tbk. 0.45 0.454 0.233 0.225 0.204 0.313
11 PT Siantar Top Tbk. 0.16 0.130 0.112 0.098 0.080 0.116
12 PT Ultrajaya Tbk. 0.26 0.206 0.166 0.138 0.121 0.177
Nilai Maksimal 0.450 0.454 0.455 0.523 1.759
Nilai Minimal 0.021 0.019 0.013 0.014 0.018
Rata-rata 0.184 0.165 0.135 0.125 0.286
Sumber : Data diolah oleh penulis

Berdasarkan tabel 4.4, dapat dilihat bahwa perkembangan growth

opportunity yang diukur dengan total ekuitas dari 12 perusahaan manufaktur

sektor industri barang konsumsi di Indonesia yang diteliti selama periode 2014-

2018. Secara keseluruhan perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi

dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2018 yang memiliki growth opportunity

tertinggi yaitu PT Tri Banyan Tirta Tbk dengan rata-rata sebesar 0,477 artinya

return dari PT Tri Banyan Tirta Tbk di masa datang lebih besar dari pada return

dari ekuitasnya. Sedangkan perusahaan yang memiliki growth opportunity

terendah yaitu PT. Multi Bintang Indonesua Tbk yang artinya perusahaan tersebut

80
memiliki return yang lebih besar dari ekuitasnya dari pada return di masa yang

akan datang.

Berikut grafik perkembangan growth opportunity perusahaan manufaktur

sektor industri barang konsumsi periode tahun 2014-2018.

Grafik 4.2 Growth Opportunity Perusahaan Manufaktur


0.350
0.286
0.300
0.250
0.200 0.184
0.165
0.150 0.135 0.125
0.100
0.050
0.000

2014 2015 2016 2017 2018

Berdasarkan grafik 4.2 secara keseluruhan perusahaan manufaktur sektor

industri barang konsumsi dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2018 untuk nilai

growth opportunity tertinggi terjadi pada tahun 2018 yaitu sebesar 0,286 atau 28,6

%, hal tersebut menunjukan bahwa pada tahun 2018 penjualan saham lebih besar

daripada tahun sebelumnya. Sedangkan nilai growth opportunity terendah terjadi

pada tahun 2017.

4.2.3. Perkembangan Leverage

Leverage merupakan pengungkapan sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai

dengan utang, pada penelitian ini leverage perusahaan diperoleh dari hasil

pembagian antara total hutang dengan total aset yang disebut Debt to Asset Ratio

(DAR).

81
Tabel 4.5 Leverage
Leverage
No. Nama Perusahaan Rata-rata
2014 2015 2016 2017 2018
PT Tri Banyan Tirta Tbk.
1 1.39 1.27 1.42 1.65 1.87 1.52
PT Wilmar Cahaya
2 Indonesia Tbk. 1.39 1.32 0.61 0.54 0.20 0.81
PT Delta Djakarta Tbk.
3 0.21 0.22 0.15 0.17 0.19 0.19
PT Indofood CBP Sukses
4 Makmur Tbk. 0.66 0.62 0.56 0.56 0.51 0.58
PT Indofood Sukses
5 Makmur Tbk. 1.08 1.13 0.87 0.88 0.93 0.98
PT Multi Bintang Indonesia
6 Tbk. 3.03 1.74 1.77 1.36 1.47 1.87
PT Mayora Indah Tbk.
7 1.51 1.18 1.06 1.03 1.06 1.17
PT Nippon Indosari
8 Corporindo Tbk. 1.23 1.28 1.02 0.62 0.51 0.93
PT Sekar Bumi Tbk.
9 1.04 1.22 1.72 0.59 0.70 1.05
PT Sekar Laut Tbk.
10 1.16 1.48 0.92 1.07 1.20 1.17
PT Siantar Top Tbk.
11 1.08 0.90 1.00 0.73 0.60 0.86
PT Ultrajaya Tbk.
12 0.00 0.27 0.21 0.23 0.16 0.18

Nilai Maksimal 3.03 1.74 1.77 1.65 1.87

Nilai Minimal 0.00 0.22 0.15 0.17 0.16

Rata-rata 1.15 1.05 0.94 0.78 0.78


Sumber : Data diolah oleh penulis

Untuk lebih mudah memahami dan melihat perkembangan nilai leverage

yang divproksikan dengan DAR pada perusahaan manufaktur sektor industri

barang konsumsi di Indonesia periode 2014-2018 maka disajikan dalam bentuk

grafik sebagai berikut :

82
Grafik 4.3 Leverage Perusahaan Manufaktur

1.40

1.20 1.15
1.05
1.00 0.94

0.78 0.78
0.80

0.60

0.40

0.20

2014 2015 2016 2017 2018

Berdasarkan grafik 4.3, secara keseluruhan perusahaan manufaktur sektor

industri barang konsumsi di Indonesia dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2108,

untuk nilai leverage per tahun perusahaan manufaktur sektor industri barang

konsumsi tertinggi pada tahun 2014 yaitu sebesar 1,15 yang artinya presentase

aset yang didanai dari hutang adalah 115% sedangkan nilai leverage per tahun

terendah terjadi pada tahun 2017 dan 2018 yaitu sebesar 0,78 yang artinya

presentase aset yang didanai dari hutang adalah 78%, terjadinya peningkatan

dalam DAR menunjukan bahwa kinerja perusahaan semakin menurun dengan

semakin meningkatnya porsi hutang dalam pendanaan aset.

Berdasarkan tabel 4.5, perkembangan leverage 2014-2018 perusahaan

manufaktur sektor industri barang konsumsi yang memiliki rata-rata tertinggi

yaitu PT Multi Bintang Indonesia Tbk dengan nilai rata-rata 187%. Sedangkan

yang memiliki nilai rata-rata leverage terendah yaitu PT Ultrajaya Tbk dengan

nilai rata-rata 18%.

83
Salah satu faktor yang mungkin terjadi pada PT Multi Bintang Indonesua

Tbk sehingga memiliki nilai rata-rata leverage tertinggi periode 2014-2018

disebabkan telah terjadinya peningkatan total hutang setiap tahunnya. Sedangkan

yang terjadi pada PT Ultrajaya Tbk yang memiliki nilai rata-rata leverage

terendah periode 2014-2018 kemungkinan karena total hutang yang dialami PT

Ultrajaya Tbk pada tahun 2014-2018 mengalami peningkatan yang rendah namun

signifikan.

4.5.1 Perkembangan Accounting Prudence

Accounting prudence atau konservatisme akuntansi merupakan prinsip

kehati hatian yang dapat menjadi pertimbangan dalam akuntansi laporan

keuangan, karena aktivitas perusahaan dilengkapi oleh ketidakpastian. Penelitian

ini mendeteksi accounting prudence dengan menggunakan perhitungan non

operating accrual. Semakin besar nilai non-operating accrual, maka semakin

kecil penerapan prinsip accounting prudence dalam perusahaan. Berikut tabel

yang menyajikan perkembangan accounting prudence.

Tabel 4.6 Accounting Prudence


Accounting Prudence
No. Nama Perusahaan Rata-rata
2014 2015 2016 2017 2018
1 PT Tri Banyan Tirta Tbk. 0.034 0.018 0.042 -0.226 0.022 (0.02)
PT Wilmar Cahaya Indonesia
(0.02)
2 Tbk. 0.020 -0.143 -0.112 -0.016 0.130
3 PT Delta Djakarta Tbk. -0.338 -0.346 -0.316 0.005 2.930 0.39
PT Indofood CBP Sukses
(0.11)
4 Makmur Tbk. -0.077 -0.124 -0.100 -0.100 -0.153
PT Indofood Sukses Makmur
(0.07)
5 Tbk. -0.097 -0.155 -0.155 0.038 0.022
PT Multi Bintang Indonesia
(0.58)
6 Tbk. -0.502 -0.955 -0.521 -0.381 -0.544
7 PT Mayora Indah Tbk. -0.390 -0.240 -0.289 -0.203 -0.225 (0.27)
PT Nippon Indosari
(0.53)
8 Corporindo Tbk. -0.670 -0.571 -0.565 -0.363 -0.460

84
9 PT Sekar Bumi Tbk. -0.440 -0.511 -0.356 -0.391 -0.344 (0.41)
10 PT Sekar Laut Tbk. -0.467 -0.414 -0.765 -0.409 -0.358 (0.48)
11 PT Siantar Top Tbk. 0.028 0.008 -0.016 1.243 0.036 0.26

PT Ultrajaya Tbk.
12 0.921 -1.135 -0.223 -0.779 -0.527 (0.35)

Nilai Maksimal 0.92 0.02 0.04 1.24 2.93

Nilai Minimal (0.67) (1.14) (0.76) (0.78) (0.54)

Rata-rata (0.16) (0.38) (0.28) (0.13) 0.04


Sumber: Data diolah oleh penulis

Untuk lebih mudah memahami dan melihat perkembangan nilai

accounting prudence pada perusahaan manufaktur sektor industri barang

konsumsi di Indonesia tahun 2014-2018 maka disajikan dalam bentuk grafik

sebagai berikut :

Grafik 4.4 Grafik Accounting Prudence Perusahaan Manufaktur


0.10 0.04

(0.10)

(0.20) (0.13)
(0.16)
(0.30)
(0.28)
(0.40)
(0.38)
(0.50)

2014 2015 2016 2017 2018

Secara keseluruhan perusahaan manufaktur sektor industri barang

konsumsi di Indonesia dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2018 untuk nilai

accounting prudence per tahun perusahaan manufaktur sektor industri barang

konsumsi tertinggi terjadi pada tahun 2018 yaitu sebesar 0,04 yang artinya pada

tahun 2018 rata-rata perusahaan tidak menerapkan prinsip accounting prudence

dalam akuntansi laporan keuangan. Sedangkan nilai accounting prudence

85
terendah terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar -0,38 yang artinya pada tahun 2015

rata-rata perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi paling banyak

menerapkan accounting prudence.

4.3. Analisis Deskriptif

4.3.1. Rata-rata dan Standar Deviasi

Setelah melakukan perhitungan dan merekapitulasi insentif pajak, growth

opportunity dan leverage langkah selanjutnya adalah melakukan uji statistik

deskriptif dengan hasil analisis yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.7
Statistik Deskriptif
Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Insentif Pajak -,02 87,05 1,4927 11,23270
Growth Opportunity ,02 23,01 1,3315 4,43103
Leverage ,03 302,86 94,2933 55,45364
Accounting prudence -1,14 2,93 -,1829 ,54588
Sumber : Output SPSS

Berdasarkan uji statistik deskriptif diatas diperoleh informasi mengenai nilai

minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi dari setiap variabel dalam

penelitian ini. Variabel insentif pajak dari 60 sampel perusahaan manufaktur

sektor industri barang konsumsi di Indonesia menunjukan nilai rata-rata untuk

insentif pajak sebesar 1,4297 sedangkan nilai deviasi standarnya sebesar

11,23270. Untuk variabel growth opportunity diperoleh nilai rata-rata sebesar

1,3315 dan nilai deviasai standar sebesar 4,43103. Untuk variabel leverage

diperoleh nilai rata-rata sebesar 94,2933 dan nilai deviasi standar sebesar 55,

45364. Dan untuk variabel accounting prudence diperoleh nilai rata-rata -0,1829

dan deviasi standarnya 0,54588.

86
Berdasarkan uraian tersebut, dari empat variabel yang diteliti, leverage

memiliki deviasi standar tertinggi. Terjadinya deviasi standar yang tinggi

dikarenakan nilai DAR yang tidak terlalu merata atau fluktuatif, hal ini terjadi

karena terdapat lonjakan angka hasil Debt to Asset Ratio (DAR), maka perubahan

dalam nilai DAR yang fluktuatif dapat menunjukan bahwa kinerja perusahaan

semakin menurun dengan semakin meningkatnya porsi hutang dalam pendanaan

aset.

4.3.2. Korelasi antar Variabel

Uji korelasi bertujuan untuk mengetahui kekuatan atau bentuk antar

hubungan diantara dua variabel dan besarnya pengaruh yang disebabkan oleh

variabel yang satu (variabel bebas) terhadap variabel lainnya (variabel terikat).

Arah dinyatakan dalam bentuk hubungan positif negatif, sedangkan kuatnya

hubungan dinyatakan dalam besarnya koefisien korelasi. Untuk mengetahui

seberapa kuat hubungan variabel-variabel yang diteliti, dapat dilihat dari tabel

pearson correlation berikut :

Tabel 4.8Analisis Korelasi


Accounting
Variabel Korelasi
Prudence
Pearson Correlation 0,748
Insentif Pajak
Signifikansi 0,032
Pearson Correlation 0,34
Growth Opportunity
Signifikansi 0,026
Pearson Correlation 0,257
Leverage
Signifikansi 0,047
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed),
Sumber : Output SPSS

87
Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel diatas, diperoleh koefisien

korelasi antara insentif pajak, growth opportunity,leverage dengan accounting

prudence sebagai berikut :

1. Besar korelasi antara insentif pajak dengan accounting prudence adalah 0,748

dan signifikan pada level 0,032. Karena level signifikansi 0,032 < 0,05

dengan demikian dapat disimpulkan bahwa insentif pajak memiliki korelasi

yang positif dan signifikan terhadap accounting prudence.

2. Besar korelasi antara growth opportunity dengan accounting prudence adalah

0,34 dan signifikan pada level 0,026. Karena level signifikansi 0,026 < 0,05

dengan demikian dapat disimpulkan bahwa growth opportunity memiliki

korelasi yang positif dan signifikan terhadap accounting prudence.

3. Besar korelasi antara leverage dengan accounting prudence adalah 0,257 dan

signifikan pada level 0,047. Karena level signifikansi 0,047 < 0,05 dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa leverage memiliki korelasi yang positif

dan signifikan terhadap accounting prudence.

4.4. Uji Asumsi Klasik

4.4.1. Uji Normalitas

Uji asumsi ini dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model

regresi, variabel independen, variabel dependen atau keduanya mempunyai

distribusi normal atau sebaliknya. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian

in adalah uji Kolmogorov-Smirnov (K-S). hasil pengujian dapat dikatakan normal

88
jika nilai Assymp. Sig. (2-tailed) melebihi 0,05 dan dikatakan tidak normal jika

signifikansi kurang dari 0,05. Hasil uji normalitas disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 4.9 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Unstandardiz
ed Residual
N 60
Normal Mean ,0000000
Parameters(a,b) Std. Deviation ,05427804
Most Extreme Absolute ,118
Differences Positive , 093
Negative -,118
Kolmogorov-Smirnov Z ,913
Asymp. Sig. (2-tailed) ,576
a Test distribution is Normal
b Calculated from data
Sumber : Output SPSS

Berdasarkan pada uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov (K-S)

diperoleh nilai Assymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,576 yang artinya lebih besar dari

0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan berdistribusi normal.

4.4.2. Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Penelitian menguji

multikolonieritas berdasarkan tolerance value dan variance inflation factor (VIF).

Model regresi yang bebas multikolonieritas yaitu apabila nilai VIF< dari 10 dan

mempunyai tolerance value> dari 0,10. Berikut hasil uji multikolonieritas :

Tabel 4.10 Hasil Uji Multikolonieritas


Collinearity Statistics
Variabel Keterangan
Tolerance VIF
Insentif Pajak ,958 1,044 Tidak terjadi multikolonieritas
Growth Opportunity ,870 1,149 Tidak terjadi multikolonieritas
Leverage ,843 1,186 Tidak terjadi multikolonieritas
Dependent Variable : Accounting Prudence
Sumber : Output SPSS

89
Hasil Output SPSS pada tabel 4.10 menunjukkan bahwa nilai VIF semua

variabel < 10 dan tolerance value > 0,10. Hal ini menunjukkan bahwa semua

variabel dalam penelitian ini tidak bermultikolonieritas dengan variabel lain

dalam model. Maka model regresi yang ada layak untuk digunakan selama

pengamatan.

4.4.3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui terjadi ketidaksamaan

varian dalam suatu model regresi dari suatu observasi ke observasi yang lain.

Model regresi yang baik adalah model yang tidak terjadi heteroskedistisitas.

Mendeteksi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan metode scatterplot dengan

memplotkan nilai ZPRED (nilai prediksi) dan nilai SRESID (nilai residualnya).

Jika titik-titik pada gambar menyebar maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Berikut hasil uji heteroskedastisitasScatterplot


:

Gambar 4.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas


Dependent Variable: AP
Regression Studentized Residual

-2

-4 -3 -2 -1 0 1 2 3

Regression Standardized Predicted Value

Sumber : Output SPSS

90
Berdasarkan gambar 4.1 hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat titik-titik

tersebut terjadi secara acak dan tidak membentuk pola-pola tertentu, serta tersebar

diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y. hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak

terjadi heteroskedastisitas pada model regresi yang digunakan.

4.4.4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk melihat apakah terdapat korelasi antara

kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode

t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka disimpulkan bahwa terdapat masalah

autokorelasi. Pengujian autokorelasi dapat dilakukan dengan Uji Durbin-Watson.

Tabel 4.11. Hasil Uji Autokorelasi


Model Summary (b)
Durbin-Watson
1,479
a. Predictors : (Constant), leverage, Growth Opportunity, Insentif Pajak
b. Dependent Variabel : Accounting Prudence
Sumber : Output SPSS

Tabel 4.12. Durbin Watson Test Bound


k=3
N dl du
60 1,4797 1,6889
Sumber : Buku SPSS Multivariate

Tabel 4.11. menunjukkan bahwa nilai Durbin-Watson adalah sebesar

1,479 sedangkan dari tabel Durbin-Watson dengan signifikansi 0,05 dan jumlah

data (n) = 60, serta k =3 diperoleh nilai dl 1,4797 dan du sebesar 1,6889. Nilai d

sebesar 1,479 lebih kecil dari dl sebesar 1,4797 sehingga dapat disimpulkan

bahwa dalam model regresi ini tidak mempunyai autokorelasi.

91
4.5. Pengujian Hipotesis

4.5.1. Uji-F

Uji statistik F digunakan untuk mengetahui tingkat signifikasi variabel-

variabel independent terhadap variabel dependen secara simultan. Jika nilai

probabilitas < 0,05 maka 𝐻0 diterima atau hipotesis dapat dikonfirmasi sedangkan

jika nilai probabilitas > 0,05 maka 𝐻0 ditolak. Hipotesis statistik yang di uji

adalah sebagai berikut :

Tabel 4.13 Uji Simultan (Uji-F)


Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Regression 10,176 3 3,392 25,651 ,000(a)
Residual 7,405 56 ,132
Total 17,581 59
a Predictors : (Constant), leverage, Growth Opportunity, Insentif Pajak
b Dependent Variabel : Accounting Prudence
Sumber : Output SPSS

Berdasarkan hasil output SPSS pada tabel 4.13 menunjukkan bahwa nilai

F hitung sebesar 25,651 pada signifikansi 0,000 yang berarti nilai signifikansi

lebih kecil dari nilai probabilitas 0,05 atau 0,000 < 0,05 dengan demikian 𝐻0

diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa secara simultan insentif pajak, growth

opportunity dan leverage berpengaruh positif signifikan terhadap accounting

prudence.

4.5.2. Uji Parsial (Uji- t)

Dengan diterimanya uji-F, maka selanjutnya pengujian akan dilakukan

secara parsial atau uji t. pengujian ini pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh

92
pengaruh satu variabel independen secara individual terhadap variable dependen.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan signifikansi 0,05.

Tabel 4.14 Hasil Uji Parsial (Uji t)


B Std. Error Beta t Sig.
(Constant) ,085 ,107 ,793 ,431
Insentif Pajak ,035 ,004 ,719 8,115 ,000
Growth Opportunity ,493 ,011 ,064 ,690 ,003
Leverage ,116 ,001 ,151 1,598 ,001
a Dependent Variabel : Accounting Prudence
Sumber : Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.14 menunjukkan hasil pengujian regresi linear

berganda pada tingkat signifikansi 0,05, maka diperoleh hasil persamaan sebagai

berikut :

Accounting Prudence = 0,085 + 0,035IP + 0,493GO + 0,116DAR+e

𝑯𝟏 : Insentif pajak memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

accounting prudence

Variabel independen insentif pajak mempunyai koefisien regresi positif sebesar

0,035 dan hasil uji t sebesar 8,115 dengan tingkat signifikansi 0,000. Ini

menunjukkan bahwa insentif pajak secara statistik signifikan pada 𝛼 = 0,05.

Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa insentif pajak memiliki

pengaruh dan signifikan terhadap accounting prudence dan dapat disimpulkan

bahwa 𝐻1 dapat di konfirmasi.

𝑯𝟐 : Growth opportunity memiliki pengaruh positif dan signifikan

terhadapaccounting prudence.

Variabel independen growth opportunity mempunyai koefisien regresi positif

sebesar 0,493 dan hasil uji t sebesar 0,690 dengan tingkat signifikansi 0,003.

93
Ini menunjukkan bahwa growth opportunity secara statistik signifikan pada 𝛼 =

0,05. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa growth

opportunity memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap accounting

prudence dan dapat disimpulkan bahwa 𝐻2 dapat di konfirmasi.

𝑯𝟑 : Leverage memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

accounting prudence.

Variabel independen leverage mempunyai koefisien regresi positif sebesar 0,116

dan hasil uji t sebesar 1,598 dengan tingkat signifikansi 0,001.Ini menunjukkan

bahwa leverage secara statistik signifikan pada 𝛼 = 0,05. Berdasarkan hasil

tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa leverage memiliki pengaruh positif dan

signifikan terhadap accounting prudence dan dapat disimpulkan bahwa 𝐻3 dapat

di konfirmasi.

4.5.3. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model dapat

menjelaskan variabel terikat. Nilai koefisien determinasi antara 0 dan 1. Nilai 𝑅2

yang kecil berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat

sangat terbatas, begitu pula sebaliknya. Berikut adalah hasil 𝑅2 :

Tabel 4.15 Koefisien Determinasi


Adjusted R Std. Error of
Model R R Square Square the Estimate
1 0,761 (a) 0,579 0,556 0,36364
a Predictors : (Constant), leverage, Growth Opportunity, Insentif Pajak
b Dependent Variabel : Accounting Prudence
Sumber : Output SPSS

94
Besarnya koefisien determinasi sebagai berikut :

𝐾𝑑 = 𝑅2 × 100%
= 0,579 × 100%
= 57,9%

Nilai 𝑅2 pada tabel 4.15 menunjukkan sebesar 0,579 yang berarti bahwa

kombinasi variabel independen insentif pajak, growth opportunity dan leverage

dapat menjelaskan variabel dependen yaitu accounting prudence sebesar 57,9%.

Sedangkan sisanya 42,1% dijelaskan oleh faktor-faktor lain.

4.6. Pembahasan, Implikasi dan Keterbatasan

4.6.1. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan melalui beberapa

pengujian seperti regresi parsial maupun simultan insentif pajak, growth

opportunity dan leverage terhadap accounting prudence. Berikut ini dipaparkan

mengenai penjelasan atas jawaban dari hipotesis penelitian :

Hasil penelitian statistik secara simultan (Uji-F) menunjukkan bahwa secara

bersama-sama insentif pajak, growth opportunity dan leverage berpengaruh

positif terhadap accounting prudence sebagai variabel dependen dengan

signifikansi pada level 0,000, sedangkan hasil penelitian statistik parsial (Uji-t)

terdapat pengaruh yang terjadi antara insentif pajak, growth opportunity dan

leverage terhadap accounting prudence. Berikut adalah pemaparan pengaruh

yang terjadi diantara variabel-variabel tersebut :

95
a. Pengaruh Insentif Pajak terhadap Accounting Prudence

Hasil penelitian diketahui bahwa insentif pajak berpengaruh positif

signifikan terhadap accounting prudence. Hal ini berarti bahwa pemberian insentif

pajak oleh pemerintah sesuai yang tercantun dalam undang-undang no.36 Tahun

2008 mengenai pajak penghasilan yaitu melalui pengurangan tarif pajak yang

berlaku mempengaruhi manajer untuk meminimalkan beban pajak perusahaan.

Perubahan tarif ini akan memicu praktik accounting prudence pada tahun sebelum

diberlakukannya tarif yang baru. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Raharja (2014) dan Hamdi (2015) yang menyatakan bahwa

insentif pajak berpengaruh secara signifikan terhadap accounting prudence.

b. Pengaruh Growth Opportunity terhadap Accounting Prudence

Hasil penelitian diketahui bahwa growth opportunity berpengaruh positif

signifikan terhadap accounting prudence. Variabel growth opportunity

mempunyai koefisien regresi positif sebesar 0,493 dan hasil uji t sebesar 0,690

dengan tingkat signifikansi 0,003.Ini menunjukkan bahwa growth opportunity

secara statistik signifikan pada 𝛼 = 0,05. Maka dengan ini 𝐻2 dapat di terima,

menjelaskan bahwa growth opportunity berpengaruh positif signifikan terhadap

accounting prudence. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wijaya (2017)

dan Riliyanti (2016) yang menyimpulkan bahwa growth opportunity berpengaruh

positif signifikan terhadap accounting prudence.

c. Pengaruh Leverage terhadap Accounting Prudence

Dari hasil uji t diperoleh nilai koefisien regresi positif sebesar 0,116 dan

hasil uji t sebesar 1,598 dengan tingkat signifikansi 0,001.Ini menunjukkan bahwa

96
leverage secara statistik signifikan pada 𝛼 = 0,05. Maka dengan ini 𝐻3 dapat

diterima, menjelaskan bahwa leverage berpengaruh positif signifikan terhadap

accounting prudence.

Leverage menggambarkan hubungan antara total aset dengan modal saham

biasa atau menunjukkan penggunaan utang untuk meningkatkan laba, leverage

dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui seberapa besar asset perusahaan

dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap

pengelolaan aset.

Perusahaan yang memiliki tingkat leverage yang tinggi berarti sangat

bergantung pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya. Sedangkan perusahaan

yang mempunyai tingkat leverage rendah lebih banyak membiayai asetnya

dengan modal sendiri. Tingkat leverage perusahaan dengan demikian

menggambarkan resiko keuangan perusahaan.

Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa leverage secara parsial

berpengaruh positif signifikan terhadap accounting prudence. Hal ini dapat

menunjukkan bahwa semakin tinggi leverage dapat mendorong perusahaan untuk

menerapkan prinsip accounting prudence dalam akuntansi laporang keuangannya.

Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wijaya

(2017) dan Pramana (2010) yang menunjukkan bahwa leverage berpengaruh

positif signifikan terhadap accounting prudence.

97
4.6.2. Koefisien Determinasi

Analisis koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase

variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini diperoleh

hasil koefisien determinasi sebesar 0,579, hal ini berarti bahwa sebesar 57,9%

variasi variabel accounting prudence mampu dijelaskan oleh insentif pajak,

growth opportunity dan leverage, dan sisanya 42,1% oleh faktor-faktor lain yang

tidak ditelitidalampenelitian ini,Seperti debt covenant dan financial distress. Debt

covenant diduga dapat mempengaruhi konservatisme akuntansi.

Menurut Harahap (2012) Kontrak hutang (debt covenant) merupakan

perjanjianuntuk melindungi pemberi pinjaman dari tindakan-tindakan manajer

terhadapkepentingan kreditor, seperti membagi dividen yang berlebihan, atau

membiarkanekuitas di bawah tingkat yang ditentukan. Semakin cenderung suatu

perusahaanmelanggar perjanjian utang maka manajer akan cenderung memilih

prosedurakuntansi yang dapat mentransfer laba periode mendatang ke periode

berjalan,karena hal tersebut dapat mengurangi risiko ‘default’. Debt covenant

menjelaskanbagaimana manajer menyikapi perjanjian hutang. Manajer dalam

menyikapiadanya pelanggaran atas perjanjian utang yang telah jatuh tempo, akan

berupayamengindarinya dengan memilih kebijakan akuntansi yang

menguntungkan.

Faktor selanjutnya yang mungkin mempengaruhi konservatisme

akuntansiyaitu financial distress,Financial distress diduga dapat mempengaruhi

accounting prudence. Menurut Hery (2016), financial distress adalah suatu

keadaan di mana sebuah perusahaan mengalami kesulitan untuk memenuhi

98
kewajibannya, keadaan dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total

biaya dan mengalami kerugian. Bagi kreditor, keadaan ini merupakan gejala awal

kegagalan debitor sehingga kondisi keuangan perusahaan yang bermasalah dapat

mendorong manajer mengatur tingkat accounting prudence.

4.6.3. Implikasi

4.6.3.1 Implikasi Teoritis

Implikasi teoritis pada pembahasan diatas dalam penelitian ini disebutkan

bahwa insentif pajak, growth opportunity danleverage berpengaruh positif dan

signifikan terhadap accounting prudence. Dengan demikian, maka model teoritis

konservatisme accounting prudence yangrelevan untuk perusahaan manufaktur

sektor industri barang konsumsi di Indonesia menggunakaninsentif pajak, growth

opportunity danleverage karena pengaruhnya yang positif dan signifikan.

4.6.3.2 Implikasi Prakis

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, implikasi praktis dari

hasil penelitian ini yaitu bagi kreditor maupun investor untuk mendeteksi

kemungkinan terjadinya penerapan konservatisme akuntansi dalam laporan

keuangan, maka pihak yang berkepentingan perlu memperhatikan faktor leverage,

karena hasil penelitian menunjukan bahwa leverage berpengaruh signifikan

terhadap konservatismeakuntansi.

Berdasarkan skala prioritas, pada hasil penelitian ini leverage yangmenjadi

faktor yang paling mempengaruhi konservatisme akuntansi, makaperusahaan

harus lebih mengawasi faktor leverage karena perusahaan yangmemiliki tingkat

99
utang relatif tinggi maka pihak kreditur kemungkinan akanberpikir dua kali untuk

memberikan sejumlah dana pinjaman karena hawatirperusahaan tidak mampu

membayar kewajibannya sehingga manajer cenderungmengurangi tingkat

konservatisme untuk mendapatkan dana pinjaman.

4.6.4. Keterbatasan

Meskipun peneliti telah berusaha merancang dan mengembangkanpenelitian

ini sedemikian rupa, namun masih terdapat beberapa keterbatasandalam penelitian

ini, antara lain :

1. Dalam penelitian ini hanya menggunakan perusahaan manufaktur sektor

industri barang konsumsi sub sektor makanan dan minuman sebagai lokasi

penelitian. Sehingga hasil penelitian tidak dapat menjelaskanaccounting

prudence pada seluruh sektor perusahaan yang terdaftar diBEI.

2. Pengukuran accounting prudence yang digunakan oleh peneliti. Hanya

berdasarkan earning and accrual measures dengan menggunakan

nonoperating accrual. Masih terdapat pengukuran konservatisme lainnya

seperti earning/stock return relation measures. Hal ini dapat menimbulkan

hasil yang berbeda bila dilakukan penelitian lebih lanjut dengan

menggunakan pengukuran yang berbeda.

3. Periode dalam penelitian ini hanya 5 tahun, jika periode penelitian ditambah

akan lebih besar kemungkinan untuk memperoleh hasil yang lebih mendekati

teori yang telah di paparkan pada landasan teoritis.

100
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada perusahaan manufaktur

sektorindustri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

periode2014-2018,mengenai pengaruh insentif pajak,growth opportunity

danleverage terhadap accounting prudenc, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut :

1. Dari hasil penelitian, untuk kondisi insentif pajak per tahun perusahaan

manufaktur sektorindustri barang konsumsi tertinggi terjadi pada tahun 2016,

sedangkan tingkat insentif pajak terendah terjadi pada tahun 2015. Hal ini

menunjukkan bahwa terjadi peningkatan namun tidak signifikan setiap

tahunnya yang terjadi pada perusahaan manufaktur sektorindustri barang

konsumsi. Dengan didukung hasil uji F yang memiliki nilai signifikansi

sebesar 0,000 yang menunjukkan bahwa secara simultan insentif pajak

berpengaruh terhadap accounting prudence, dan didukung dengan hasil uji-t

dengan nilai 0,035 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang artinya

insentif pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap accounting

prudence.

2. Dari hasil penelitian untuk nilai rata-rata growth opportunity pertahun

perusahaan manufaktur sektorindustri barang konsumsi yang diteliti, nilai

rata-rata total growth opportunity tertinggi terjadi pada tahun 2018,

101
sedangkan nilai rata-rata total growth opportunity terendah terjadi pada tahun

2017. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya lonjakan nilai rata-rata growth

opportunity dari tahun 2017 ke tahun 2018 walaupun pada tahun-tahun

sebelumnya yaitu 2014 sampai 2017 nilai rata-rata growth opportunity

mengalami penurunan setiap tahunnya pada perusahaan manufaktur

sektorindustri barang konsumsi. Dengan didukung hasil uji F yang memiliki

nilai signifikansi sebesar 0,000 yang menunjukkan bahwa secara simultan

growth opportunity berpengaruh terhadap accounting prudence, dan

didukung dengan hasil uji-t dengan nilai 0,493 dengan nilai signifikansi

sebesar 0,003 yang artinya growth opportunity berpengaruh positif dan

signifikan terhadap accounting prudence.

3. Dari hasil penelitian, untuk nilai rata-rata leverage per tahun perusahaan

manufaktur sektorindustri barang konsumsi yang diteliti, nilai rata-rata total

leverage tertinggiterjadi pada tahun 2014, sedangkan nilai rata-rata total

leverage terendahterjadi pada tahun 2017 dan 2018. Hasil tersebut

menunjukan bahwa terjadinyapenurunan leverage setiap tahunnyayang terjadi

pada perusahaan manufaktur sektorindustri barang konsumsi.

4. Dari hasil penelitian, untuk nilai rata-rata accounting prudence pada

perusahaan manufaktur sektorindustri barang konsumsi yang diteliti,

penerapan accounting prudence tertinggi terjadi pada tahun 2018, sedangkan

penerapanaccounting prudenceterendah terjadi pada tahun 2017. Hasil

tersebutmenunjukkan bahwa terjadi peningkatan tingkat penerapan

accounting prudence dari tahun ke tahun pada perusahaan manufaktur

102
sektorindustri barang konsumsi. Dengan didukung hasil uji F yang memiliki

nilai signifikansi sebesar 0,000 yang menunjukkan bahwa secara simultan

leverage berpengaruh terhadap accounting prudence, dan didukung dengan

hasil uji-t dengan nilai 0,116 dengan nilai signifikansi sebesar 0,001 yang

artinya leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap accounting

prudence.

5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoritis

Berdasarkan hasil penelitian insentif pajak,growth opportunity danleverage

terhadap accounting prudence. Hasil penelitian ini mengandung sejumlah

keterbatasankarena terdapat beberapa hal-hal yang masih diperlukan. Saran-saran

yangdapatdiberikan penulis pada peneliti-peneliti selanjutnya yang akan

melakukanpenelitian mengenai hal yang sama adalah sebagai berikut:

1. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini relatif sedikit yaitu

sebanyak 12 perusahaan manufaktur sektorindustri barang konsumsi sehingga

disarankan bagipenelitian selanjutnya untuk menambah jumlah sampel

penelitian misalnya dengan menggunakan perusahaan sektor lain yang

terdaftar di Bursa EfekIndonesia.

2. Pengukuran accounting prudence yang digunakan oleh

peneliti.Hanyaberdasarkan earning and accrual measures dengan

menggunakan nonoperating accrual. Masihterdapat pengukuran

konservatisme lainnya sepertiearning/stock return relation measures. Hal ini

103
dapat menimbulkan hasilyang berbeda bila dilakukan penelitian lebih lanjut

dengan menggunakanpengukuran yang berbeda.

3. Periode pengamatan dalam penelitian ini cukup pendek, yaitu 5 tahun untuk

ukuran sampel yang relatif sedikit hanya 12 perusahaan manufaktur

sektorindustri barang konsumsi.Sehingga mungkin belum dapat

menggambarkan keadaanyangsebenarnyamengenai accounting prudence

pada perusahaan manufaktur sektorindustri barang konsumsi.

Penelitianselanjutnya disarankan untuk menambah jumlah tahun pengamatan

agar dapatlebih menggambarkan konservatisme akuntansi di perusahaan

manufaktur sektorindustri barang konsumsi.

4. Besarnya koefisien determinasi dari model yang diuji dalam penelitian ini

menunjukkan bahwa faktor lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini

mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap accounting prudence,

sehingga penelitian selanjutnya sebaiknya mempertimbangkan untuk

menggunakan faktor lain diluar variabel dalam penelitian ini, seperti debt

covenant dan financial distress.

5.2.2. Saran Praktis

Berdasarkan hasil penelitian, agar dapat mendeteksi penerapan

accounting prudence maka pihak yang berkepentingan dalam laporan

keuangan harus memperhatikan aspek insentif pajak, growth opportunity

danleverage dalam laporan keuangan agartidak merugikan bagi investor dalam

pengambilan keputusan.

104
Berdasarkan skala prioritas, aspek leverage faktor yang paling penting

untuk mempengaruhi accounting prudence, maka pihak yang berkepentingan

dalam laporan keuangan harus memperhatikan komponen laporan keuangan.

Salah satu yang perlu diperhatikan adalah leverage karena semakin besar leverage

yang terjadi pada perusahaan justru akan semakin kecil penerapanaccounting

prudence-nya.

105
DAFTAR PUSTAKA

Agata. 2018. Pengaruh Tingkat Kesulitan Keuangan dan Struktur Kepemilikan


Terhadap Konservatisme Akuntansi. Penelitian ini dilakukan pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun
2009-2011.

Agus, Sartono. 2010. Menejemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi 4. BPFE
Yogyakarta.

Ahmadi, Nugroho. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intellectul capital


Disclousure. Accounting Analysis journal.

Alfian, A., dan Sabeni, A. 2013. Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
pemilihan konservatisme akuntansi. Diponegoro journal of Accounting,
123-132.

Alhayati, F. 2013. Pengaruh tingkat hutang (leverage) dan tingkat kesulitan


keuangan perusahaan terhadap konservatisme akuntansi (Studi Empiris
Pada Perusahaan Yang Terdaftar di PT BEI). Jurnal Akuntansi, 1(1).

Almilia, L. S., dan Sifa, L. L. 2006. Reaksi Pasar Publikasi Corporate Governance
Perception Index Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek
Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) IX Padang.

Altman, E. 1968. Financial Ratios, Discriminant Analysis and the Prediction of


Corporate Bankruptcy. Journal of Finance 23, September 1968, 589609.

Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: PT Rineka Cipta.

Aristyani dan Wirawanti. 2013. Pengaruh Debt To Total Assets, Dividen Payout
Ratio dan Ukuran Perusahaan pada Konservatisme Akuntansi Perusahaan
Manufaktur di BEI. Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, Volume 3.3,
hal 216-230.

Ayuningsih, L. D. 2016. Pengaruh Debt Covenant, Kepemilikan Manajerial, dan


Growth Opportunities terhadap Konservatisme Akuntansi. Kajian
Akuntansi, 16(1), 19-30.

106
Basu. 1997. The Conservatisme Principle and Asymetric Timeliness of Earning,
Journal of Accounting and Economics. Vol. 24, No. 1.

Beaver, W.H., Ryan, S.G., 2000. Biases and lags in book value and their effects
on the ability of the book-tomarket ratio to predict book return on equity.
Journal of Accounting Research 38, Hal 127–148.

Brigham, Eugene F dan Daves, Philip R. 2003. Intermediate Financial


Management. USA: Thompson South Western.

Brigham, Eugene F dan Gapenski, Louis C. 1997. Financial Management


Theoryand Practice. Orlando : The Dryden Press.

Deffa. 2012. Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial, Debt Covenant, Tingkat


Kesulitan Keuangan Perusahaan, dan Risiko Litigasi Terhadap
Konservatisme Akuntansi Pada Perusahaan Manufaktur Di BEI (Bursa
Efek Indonesia) Tahun 2008-2010.

Dini, Lastari. 2013. Pengaruh Growth Opportunities, Risiko Litigasi dan Tingkat
Kesulitan Keuangan Terhadap Konservatisme Akuntansi pada perusahaan
Food and Beverages di Bursa Efek Indonesia periode 2010- 2012. E-jurnal
Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji. Hal: 1143.

Dini. 2016. Pengaruh Leverage, Ukuran Perusahaan, dan Financial Distress


terhadap Konservatisme Akuntansi. Penelitian ini dilakukan di perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode
2013-2015.

Fahmi Irham. 2017. Analisis Laporan Keuangan. Bandung: CV. Alfabeta

Fathurahmi, A., Sukarmanto, E., dan Fadilah, S. 2015. Pengaruh Growth


Opportunities dan Financial Distress terhadap Conservatism Accounting
pada Perusahaan Textile dan Garment Yang Terdaftar di Pt. Bursa Efek
Indonesia Periode 2010-2014.

Fatmariani. 2013. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Debt Covenant Dan Growth


Opportunities Terhadap Konservatisme Akuntansi Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Universitas Negeri
Padang.

107
FITRI, G. A. 2017. ANALISIS PENGARUH FINANCIAL DISTRESS,
LEVERAGE DAN KEPEMILIKAN MANAJERIAL PERUSAHAAN
TERHADAP PENERAPAN KONSERVATISME DALAM
AKUNTANSI.

García, Lara, J.M., Mora, A., 2004. Balance sheet versus earnings conservatism
in Europe, European Accounting Review, vol. 13, no. 2, Hal 261-292.

Ghozali, Imam. 2018. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS 25.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Givoly, D., & Hayn, C. 2000. The changing time-series properties of earnings,
cash flows and accruals: Has financial reporting become more
conservative. Journal of accounting and economics, 29(3), 287-320.

Hakim, M. Z. 2017. DETERMINAN KONSERVATISME AKUNTANSI PADA


INDUSTRI DASAR DAN KIMIA PERIODE 2012-2014. Competitive
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 1(1), 111-135.

Halim, Abdul dan Mamduh M. Hanafi. 2009. Analisis Laporan Keuangan. Edisi
4. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.

Harahap, S. N. 2012. Peranan Struktur kepemilikan, Debt Covenant, dan Growth


Opportunities terhadap Konservatisme Akuntansi. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Akuntansi, 1(2), 69-73.

Hasan, M. A., dan Ramadhoni, Y. 2014. Pengaruh Tingkat Kesulitan Keuangan


Perusahaan, Risiko Litigasi, Struktur Kepemilikan Manajerial dan Debt
Convenant terhadap Konservatisme Akuntansi (Studi Empiris pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI). Jurnal Online Mahasiswa
Fakultas Ekonomi Universitas Riau, 1(2).

Hati, L. A. D. 2011. Telaah Literatur Tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Konservatisme Akuntansi. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, 8(2).

Hellman, Niclas. 2007. Accounting conservatism under IFRS. Stockholm School


of Economics.

Hery. 2014. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

108
Jensen, M. C., dan Meckling, W. H. 1976. Theory of the firm: Managerial
behavior, agency costs and ownership structure. Journal of financial
economics, 3(4), 305-360.

Kasmir. 2018. Analisis Laporan Keuangan, Depok: PT. Raja Grafindo Persada

Keuangan, P. S. A. 2017. PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan. Jakarta: IAI.

Keuangan, P. S. A. 2017. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: IAI.

Noviantari, N. W., dan Ratnadi, N. M. D. 2015. Pengaruh financial distress,


ukuran perusahaan, dan leverage pada konservatisme akuntansi. E-Jurnal
Akuntansi, 646-660.

Pramudita, N. 2012. Pengaruh Tingkat Kesulitan Keuangan Dan Tingkat Hutang


Terhadap Konservatisme Akuntansi Pada Perusahaan Manufaktur Di
BEI. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi, 1(2), 1-6.

Riduwan, Dr. M.B.A., M.Pd. 2010. Metode dan Teknik Menyusun Tesis.
Bandung: Alfabeta .

Sari, C., dan Adhariani, D. 2009. Konservatisme perusahaan di Indonesia dan


faktor-faktor yang mempengaruhinya. Simposium Nasional Akuntansi
XII, 12, 1-26.

Savitri. Enni. 2016. Konservatisme Akuntansi. Cara Pengukuran. Tinjauan


Empiris, dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Yogyakarta:Pustaka
Sahila.

Setyaningsih, H. 2016. Pengaruh tingkat kesulitan keuangan perusahaan terhadap


konservatisme akuntansi. Journal of Accounting and Investment, 9(1), 91-
107.

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta, CV.

________.2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif


dan R&D). Penerbit CV. Alfabeta: Bandung.

109
________. 2015. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D). Penerbit CV. Alfabeta: Bandung.

________. 2016. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif dan R&D). Penerbit CV. Alfabeta: Bandung.

Tista, K. W. N., dan Suryanawa, I. K. 2017. PENGARUH UKURAN


PERUSAHAAN DAN POTENSI KESULITAN KEUANGAN PADA
KONSERVATISME AKUNTANSI DENGAN LEVERAGE SEBAGAI
PEMODERASI. E-Jurnal Akuntansi, 2477-2504.

Watts, R. L. 2003. Conservatism in accounting part I: Explanations and


implications. Accounting horizons, 17(3), 207-221.

Wulandari, Indah. Andreas. Ilham, Elfi. (2014). Pengaruh Struktur Kepemilikan


Manajerial, Debt Covenant dan Growth Opportunities Terhadap
Konservatisme Akuntansi. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi.
Universitas Riau.

Zelmiyanti, R. 2014. Perkembangan Penerapan Prinsip Konservatisme Dalam


Akuntansi. JRAK (Jurnal Riset Akuntansi dan Komputerisasi Akuntansi),
5(1), 50-55.

Lainnya :

Http://Sahamok.Co.Id (akses, 20-11-2019).


www.idx.co.id. (akses, 18-11-2019).
www.idnfinancials.com. (akses, 17-11-2019).

110
Lampiran 1 : Gambaran Umum Perusahaan

1. PT Tri Banyan Tirta Tbk

Tri Banyan Tirta Tbk (ALTO) didirikan tanggal 03 Juni 1997.Kantor pusat

ALTO terletak di Kp. Pasir Dalem RT.02 RW.09 Desa Babakan pari, Kecamatan

Cidahu Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat 43158. Pemegang saham yang memiliki

5% atau lebih saham Tri Banyan Tirta Tbk (28/02/2015), antara lain: PT Fikasa

Bintang Cemerlang (pengendali) (53,53%) dan PT Tirtamas Anggada (pengendali)

(27,48%). Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan ALTO

adalah bergerak dalam bidang industri air mineral (air minum) dalam kemasan

plastik, makanan, minuman dan pengalengan/pembotolan serta industri bahan

kemasan. Produksi Air minum dalam kemasan secara komersial dimulai pada tanggal

3 Juni 1997.

Pada tanggal 28 Juni 2012, ALTO memperoleh pernyataan efektif dari

Bapepam-LK untuk melakukanPenawaran Umum Perdana Saham ALTO (IPO)

kepada masyarakat sebanyak 300.000.000 dengan nilai nominal Rp100,- per saham

saham dengan harga penawaran Rp210,- per saham disertai dengan Waran Seri I yang

diberikan secara cuma-cuma sebagai insentif sebanyak 150.000.000 dengan

pelaksanaan sebesar Rp260,- per saham. Setiap pemegang saham Waran berhak

membeli satu saham perusahaan selama masa pelaksanaan yaitu mulai tanggal 11 Juli

2012 sampai dengan 07 Juli 2017.Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek

Indonesia (BEI) pada tanggal 10 Juli 2012.

2. PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk.


PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk (sebelumnya PT Cahaya Kalbar Tbk)

(CEKA) didirikan 03 Februaru 1968 dengan nama CV Tjahaja Kalbar dan mulai

beroperasi secara komersial pada tahun 1971. Kantor pusat CEKA terletak di

Kawasan Industri Jababeka II, Jl. Industri Selatan 3 Blok GG No.1, Cikarang, Bekasi

17550, Jawa Barat.Lokasi pabrik CEKA terletak di Kawasan Industri Jababeka,

Cikarang, Jawa Barat dan Pontianak, Kalimantan Barat.Induk usaha CEKA adalah

Tradesound Investments Limited, sedangkan induk usaha utama CEKA adalah

Wilmar International Limited, merupakan perusahaan yang mencatatkan sahamnya di

Bursa Efek Singapura.

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan CEKA

meliputi bidang industri makanan berupa industri minyak nabati dan minyak nabati

spesialitas, termasuk perdagangan umum, impor dan ekspor. Saat ini produk utama

yang dihasilkan CEKA adalah Crude Palm Oil dan Palm Kernel. Pada 10 Juni 1996,

CEKA memperoleh pernyataan efektif dari Menteri Keuangan untuk melakukan

Penawaran Umum Perdana Saham CEKA (IPO) kepada masyarakat sebanyak

34.000.000 dengan nilai nominal Rp500,- per saham dengan harga penawaran

Rp1.100,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia

(BEI) pada tanggal 09 Juli 1996.

3. PT Delta Djakarta Tbk

PT. Delta Djakarta Tbk adalah perusahaan bir terbesar di Indonesia.PT Delta

Djakarta adalah produsen dan distributor beberapa merek bir terbaik di dunia di
bawah merek dagang Anker, Carlsberg, San Miguel, dan Kuda Putih. Perusahaan ini

juga merupakan figur kunci dalam pasar minuman non-alkohol di Indonesia dengan

mereknya Sodaku dan Soda Ice. Sejak didirikan pada tahun 1932 oleh perusahaan

Jerman Archipel Brouwerij NV, kepemimpinan PT Delta Djakarta telah berpindah

tangan berkali-kali. Pada Perang Dunia II, kendali perusahaan diserahkan kepada

sebuah perusahaan Belanda sebelum diturunkan ke sebuah perusahaan Jepang pada

tahun 1942. Tiga tahun kemudian, Belanda menguasai perusahaan ini kembali.

Pada tahun 1970, perusahaan mengambil nama PT Delta Djakarta, dan pada

tahun 1984 menjadi bagian dari generasi pertama dari perusahaan di Indonesia yang

go public dan menjual saham di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya. Sampai saat ini,

pemegang saham utama PT Delta Djakarta adalah Pemerintah Kota Jakarta dan San

Miguel Malaysia (L) Private Limited.Pabrik berlokasi di Jalan Inspeksi Tarum Barat,

Bekasi Timur dan Jawa Barat. Produk-produk dari perusahaan ini antara lain adalah

Anker Beer, Anker Stout, Kuda Putih, Carlsberg Beer, Soda Ice, Sodaku, San Miguel

Beer, dan San Mig Light.

4. PT Indofood CP Sukses Makmur Tbk

Pada awalnya PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, Divisi

Noodledidirikan di Jakarta dengan nama PT. Sanmaru Food Manufacturing Co. Ltd

yang berdiri pada tanggal 27 April 1970 yang bergerak dibidang pengolahan makanan

dan minuman. Sedangkan PT. Sanmaru Food Manufacturing Co. Ltd cabang

Semarang didirikan pada tanggal 31 Oktober 1987 diresmikan oleh menteri

perindustrian Ir. Hartanto dan menteri tenaga kerja Soedomo.


Pada tanggal 1 Maret 1994, PT. Sanmaru Food Manufacturing Co. Ltd dan

anak perusahaan yang berada di lingkup Indofood Group bergabung menjadi sebuah

perusahaan dengan nama PT. Indofood Sukses Makmur Tbk yang khusus bergerak

dibidang pengolahan mie instant. Kemudian pada tanggal 1 Oktober 2009, PT.

Indofood Sukses Makmur Tbk berganti nama menjadi PT. Indofood CBP Sukses

Makmur Tbk. Dalam beberapa dekade ini PT Indofood Sukses Makmur Tbk telah

bertransformasi menjadi sebuah perusahaan Total Food Solutions dengan kegiatan

operasional yang mencakup seluruh tahapan proses produksi makanan, mulai dari

produksi dan pengolahan bahan baku hingga menjadi produk akhir yang tersedia di

rak para pedagang eceran. Kini, Indofood dikenal sebagai perusahaan yang mapan

dan terkemuka di setiap kategori bisnisnya.

5. PT Indofood Sukses Makmur Tbk

Perusahaan ini didirikan dengan nama PT Panganjaya Intikusuma berdasarkan

Akta Pendirian No.228 tanggal 14 Agustus 1990 yang diubah dengan Akta No.249

tanggal 15 November 1990 dan yang diubah kembali dengan Akta No.171 tanggal 20

Juni 1991, semuanya dibuat dihadapan Benny Kristanto, SH., Notaris di Jakarta dan

telah mendapat persetujuan dari menteri kehakiman Republik Indonesia berdasarkan

Surat Keputusan No.C2-2915.HT.01.01Th.91 tanggal 12 Juli 1991, serta telah

didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dibawah No.579, 580 dan 581

tanggal 5 Agustus 1991, dan diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia

No.12 tanggal 11 Februari 1992, tambahan No.611. Perseroan mengubah namanya

yang semula PT Panganjaya Intikusuma menjadi PT Indofood Sukses Makmur,


berdasarkan keputusan rapat umum luar biasa para pemegang saham yang dituangkan

dakam Akta Risalah Rapat No.51 tanggal 5 Februari 1994 yang dibuat oleh Benny

Kristianto, SH., Notaris di Jakarta. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.

merupakan salah satu perusahaan mie instant dan makanan olahan terkemuka di

Indonesia yang menjadi salah satu cabang perusahaan yang dimiliki oleh Salim

Group.

PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Cabang Bandung didirikan pada

bulan Mei 1992 dengan nama PT Karya Pangan Inti Sejati yang merupakan salah satu

cabang dari PT Sanmaru Food Manufcturing Company Ltd. yang berpusat di Jakarta

dan mulai beroperasi pada bulan Oktober 1992. Pada saat itu jumlah karyawan yang

ada sebanyak 200 orang. Pada tahun 1994, terjadi penggabungan beberapa anak

perusahaan yang berada di lingkup Indofood Group, sehingga mengubah namanya

menjadi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. yang khusus bergerak dalam bidang

pengolahan mie instan. Divisi mie instan merupakan divisi terbesar di Indofood dan

pabriknya tersebar di 15 kota, diantaranya Medan, Pekanbaru, Palembang,

Tangerang, Lampung, Pontianak, Manado, Semarang, Surabaya, Banjarmasin,

Makasar, Cibitung, Jakarta, Bandung dan Jambi. Sedangkan cabang tanpa pabrik

yaitu Solo, Bali dan Kendari. Hal ini bertujuan agar produk yang dihasilkan cukup

didistribusikan ke wilayah sekitar kota dimana pabrik berada, sehingga produk dapat

diterima oleh konsumen dalam keadaan segar serta membantu program pemerintah

melalui pemerataan tenaga kerja lokal.

6. PT Multi Bintang Indonesia Tbk


Sejarah panjang perusahaan dimulai dengan didirikannya N.V Nederlandsch-

Indische Bierbrouwerijen di Medan pada tahun 1921.Brewery pertama berada di

Surabaya dan secara resmi beroperasi secara komersial pada 21 November 1931.

Pada tahun 1936, tempat kedudukan perusahaan dipindahkan dari Medan ke Surabaya

dan Heineken menjadi pemegang saham terbesar perusahaan dan berubah nama

menjadi N.V Heineken’s Nederlandsch-Indische Bierbrouweerijen Maatschappij.

Lalu pada tahun 1951, Perusahaan kembali berubah nama menjadi Heineken’s

Indonesische Bierbrouwerijen Maatschappij N.V.

Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan perusahaan, brewery kedua

dibangun di Tangerang. Di tahun yang sama, perusahaan berganti nama menjadi PT

Perusahaan Bir Indonesia. Brewery kedua ini kemudian mulai beroperasi pada tahun

1973. Pada 1 January 1981, Perusahaan mengambil alih PT Brasseries de l'Indonesia

yang memproduksi bir dan minuman ringan di Medan. Untuk mencerminkan

peningkatan usaha dan aktifitas akuisisi ini, sejak tanggal 2 September 1981, nama

perusahaan menjadi PT Multi Bintang Indonesia dan tempat kedudukan kemudian

dipindahkan ke Jakarta. Perusahaan juga mencatatkan sahamnya di Bura Efek

Indonesia (BEI).

Pada tahun 1997, kegiatan produksi di Surabaya dipindahkan ke Sampang

Agung, dimana dibangun fasilitas produksi baru.Di tahun 2010, Asia Pacific

Breweries Limited (APB) dari Singapura mengakusisi saham mayoritas dari

Heineken International B.V (HIBV) di perusahaan.Namun, di bulan September 2013,


HIBV dari Belanda kembali menjadi pemegang saham utama Perseroan, ketika

mengakusisi saham mayoritas perusahaan hingga saat ini.

Di tahun 2014, Multi Bintang sekali lagi menciptakan tonggak sejarah dengan

membangun fasilitas produksi baru yang dilengkapi teknologi canggih untuk

memproduksi minuman non-alkohol di Sampang Agung, Jawa Timur.Dengan

investasi sebesar Rp 210 miliar, fasilitas produksi ini dibangun hanya dalam waktu 9

bulan dan secara resmi beroperasi pada Agustus 2014.

Dengan sejarah panjang di Indonesia, perusahaan pun identik dengan salah

satu produk unggulan yaitu Bir Bintang, sebuah merek ikonik dan telah dikenal luas

di Indonesia. Multi Bintang juga memproduksi dan memasarkan merek bir premium

internasional, Heineken®; kategori 0,0% alkohol, minuman bebas alkohol Bintang

Zero dan Bintang Radler 0,0% dan inovasi terbaru Bintang Radler, kombinasi unik

Bir Bintang dengan jus lemon alami yang memberikan kesegaran ganda, sekarang

tersedia juga dalam varian berbeda, Bintang Radler Grapefruit dengan jus grapefruit

alami, minuman fine soda, Fayrouz minuman ringan Green Sands, dan merek cider

nomor satu di dunia, Strongbow.

Saat ini, dengan didukung kuatnya aktifitas Brewery perusahaan di Sampang

Agung dan Tangerang, Multi Bintang telah memantapkan pijakannya lewat anak

perusahaan, PT Multi Bintang Indonesia Niaga, dalam memasarkan dan menjual

produk-produk perusahaan di seluruh kota besar di Indonesia dan luar negeri. Anak

perusahaan ini beroperasi sebagai distributor utama dan memulai operasi komersial
pertama pada Januari 2005.Perusahaan mempunyai saham di PT Multi Bintang

Indonesia Niaga sebesar 99%.

7. PT Mayora Indah Tbk

PT Mayora Indah Tbk (IDX: MYOR) atau Mayora Group adalah salah satu

kelompok bisnis produk konsumen di Indonesia, yang didirikan pada tanggal 17

Februari 1977. Perusahaan ini telah tercatat di Bursa Efek Jakarta sejak tanggal 4 Juli

1990. Saat ini mayoritas kepemilikan sahamnya dimiliki oleh PT Unita Branindo

sebanyak 32,93%.

PT. Mayora Indah Tbk didirikan dengan akta No. 204 tanggal 17 Februari

1977 dari notaris Poppy Savitri Parmanto SH. Sebagai pengganti dari notaris Ridwan

Suselo SH. Akta pendirian ini telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman

Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. Y.A.5/5/14 tanggal 3 januari 1978

dan telah didaftarkan pada Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Tangerang No.

2/PNTNG/1978 tanggal 10 januari 1978. Anggaran Dasar Perusahaan telah

mengalami beberapa kali perubahan yang terakhir dengan akta notaris Adam

Kasdarmadji SH. No. 448 tanggal 27 Juni 1997, antara lain mengenai maksud dan

tujuan perusahaan. Akta perubahan ini telah mendapat persetujuan dari Menteri

Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No.C2-620.HT.01.04.TH98

tanggal 6 Pebruari 1998. Perusahaan berdomisili di Tangerang dengan pabrik

berlokasi di Tangerang dan Bekasi kantor Pusat Perusahaan berlokasi di Gedung

Mayora, Jl. Tomang Raya No. 21-23, Jakarta. Sesuai dengan pasal 3 anggaran dasar

perusahaan ruang lingkup kegiatan perusahaan adalah menjalankan usaha dalam


bidang industri, perdagangan serta agen atau perwakilan.Perusahaan mulai beroperasi

secara komersial pada bulan Mei 1978.jumlah karyawan perusahaan dan anak

perusahaan hingga saat ini sebanyak 5300 karyawan.

Didukung oleh jarring distribusi yang kuat, produk PT Mayora Indah Tbk

tidak hanya ada di Indonesia namun juga dapat kita jumpai di negara seberang lautan

seperti Malaysia, Thailand, philiphines, Vietnam, Singapore, Hong Kong, Saudi

Arabia, Australia, Africa, America dan Italy.

8. PT Nippon Indosari Corpindo Tbk

Nippon Indosari Corpindo Tbk merupakan salah satu perusahaan roti dengan

merek dagang Sari Roti terbesar di Indonesia. Perusahaan ini berdiri pada tahun 1995

sebagai sebuah perusahaan penanaman modal asing dengan nama PT Nippon Indosari

Corporation. Perkembangan perusahaan ini semakin meningkat dengan semakin

meningkatnya permintaan konsumen. Sehingga perseroan mulai meningkatkan

kapasitas produk dengan menambahkan dua lini produksi, yakni roti tawar dan roti

manis sejak tahun 2001.

Hal ini seiring dengan pembukaan pabrik baru yang mulai merambah hingga

Pasuruan, Jawa Timur pada tahun 2005.Tak hanya sampai di situ, perusahaan

semakin gencar untuk melebarkan sayap usahanya dengan membuka pabrik ketiga

yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat pada tahun 2008.

Sejak tanggal 28 Juni 2010 perseroan telah melakukan Penawaran Umum

Perdana dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Bisnis roti yang

dijalani perusahaan ini semakin berkembang, dengan ini perusahaan semakin giat
melakukan pembangunan pabrik baru di beberapa tempat, seperti pembangunan tiga

pabrik sekaligus di Semarang (Jawa Tengah), Medan (Sumatera Utara), dan Cikarang

(Jawa Barat) pada tahun 2011 serta pembangunan dua pabrik di Palembang

(Sumatera Selatan) dan Makassar (Sulawesi Selatan).

Pada tahun 2006, perseroan ini telah berhasil mendapatkan sertifikat HACCP

(Hazard Analysis Critical Control Point) yang merupakan sertifikat jaminan

keamanan pangan sebagai bukti komitmen Perseroan dalam mengedepankan prinsip

3H (Halal, Healthy, Hygienic) pada setiap produk Sari Roti. Produk Sari Roti juga

telah terdaftar melalui Badan BPOM Indonesia dam memperoleh sertifikat Halal dari

Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Tak hanya itu PT Nippon Indosari Corporindo Tbk. juga telah berhasil

memperoleh beberapa penghargaan, di antaranya Top Brands sejak tahun 2009

hingga 2011, Top Brand for Kids sejak tahun 2009 hingga 2012 Marketing Awards

2010, Indonesia Original Brands 2010, Investor Award 2012, penghargaan dari

Forbes Asia dan beberapa penghargaan lainnya.

Beberapa produk Sari Roti antara lain Roti Tawar Spesial 6 Slices, Roti

Tawar Keju, Sandwich Isi Coklat, Sandwich Isi Krim Peanut, Chiffon Cup Cake

Strawberry, Chiffon Cup Cake Pandan, Chiffon Cup Cake Coklat, Roti Isi Mix Fruit,

Roti Isi Krim Coklat Vanilla, Roti Isi Krim Coklat, Roti Isi Krim Keju, dan beberapa

varian produk lainnya. Dengan tetap dijaganya komitmen Sari Roti dalam proses

produksi mulai dari tahap pemilihan bahan-bahan yang berkualitas, tahap pemrosesan

hingga pendistribusian yang dilakukan secara profesional dengan bantuan tenaga-


tenaga ahli di bidangnya membuat Sari Roti selalu menjadi makanan pilihan bagi

keluarga Indonesia.

9. PT Sekar Bumi Tbk

Sekar Bumi pertama kali didirikan pada bulan April 1973 dengan keyakinan

bahwa sumber daya Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk ditawarkan

kepada dunia.Dengan slogan “Quality Food, Quality Life”.Sekar Bumi berkomitmen

untuk memastikan bahwa setiap produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang tepat

bagi pelanggannya.Dengan bahan berkualitas dari pemasok yang terpilih, diproses

oleh tenaga kerja yang kompeten dan terlatih, Sekar Bumi berfokus pada peningkatan

kualitas hidup pelanggannya dengan menawarkan makanan baik yang

berkualitas.Sekar Bumi percaya bahwa menghasilkan makanan berkualitas

meningkatkan kualitas hidup masyarakat.Komitmen Perseroan terhadap kualitas

adalah yang terutama.

Perseroan menghasilkan berbagai produk makanan beku.Saat ini, Sekar Bumi

memiliki 2 divisi produk, yaitu Hasil Laut Beku Nilai Tambah dan Makanan Olahan

Beku.Hasil Laut Beku Nilai Tambah meliputi berbagai jenis produk makanan laut

nilai tambah, seperti udang, ikan, cumi-cumi, dan produk hasil laut lainnya.Makanan

Olahan Beku meliputi berbagai macam produk dim sum, udang berlapis tepung roti,

bakso seafood, sosis, dan banyak lainnya.Selain itu, melalui anak perusahaannya,

Sekar Bumi juga memproduksi pakan ikan, pakan udang, kacang mete, dan sosis ikan

siap makan. Melalui merek FINNA, SKB, Bumifood, dan Mitraku, produk-produk
tersebut dijual secara lokal maupun internasional ke Amerika, Eropa, Jepang, dan

negara-negara Asia lainnya.

Sekar Bumi juga mempertahankan akreditasi internasional penting, seperti

Best Aquaculture Practice (BAP), Certificate of Registration US Food & Drug

Administration (USFDA) Green Ticket, Bureau Veritas Certification (BRC),

Certificate of Implementation of Hazard Analysis and Critical Control Point

(HACCP), Certificate of Good Manufacturing Practices (GMP), Halal Certificate,

dan ISO 22 000. Selain itu, selama bertahun-tahun, Sekar Bumi telah membangun

kepercayaan dan keyakinan yang lebih kuat, serta pengakuan yang lebih tinggi dari

pasar. Pada Oktober 2015, Sekar Bumi telah menunjukkan pencapaiannya sekali lagi

dengan menerima penghargaan primaniyarta untuk kinerjanya yang unggul, sebuah

pengakuan oleh Pemerintah Indonesia yang hanya sebagian eksportir Indonesia

unggul saja yang dapat mencapainya.

10. PT Sekar Laut Tbk

PT Sekar Laut Tbk. merupakan produsen makanan terkemuka di

Indonesia.Produk yang dihasilkan dari perusahaan yang berkantor pusat di Surabaya,

Jawa Timur ini antara lain krupuk, bumbu masakan instant, kacang mente, melinjo,

beras dan biji-bijian lain, saus, sarden, kacang gulung, dan sambal.Bisnis makanan ini

berawal dari sebuah usaha yang memperdagangkan produk-produk hasil laut yang

pertama kali didirikan di Sidoarjo, Jawa Timur.Bisnis yang dimulai sejak tahun 1966

itu kemudian berkembang menjadi sangat pesat dalam bisnis krupuk udang

tradisional.Perusahaan sendiri didirikan sebagai perseroan terbatas sejak tanggal 19


Juli 1976.Kemudian pada tanggal 1 Maret 1978 perusahaan terdaftar menjadi badan

perusahaan yang resmi di Departemen Kehakiman.

Perkembangan usaha makanan yang dijalani perusahaan ini terlihat semakin

meningkat.Sejak tanggal 4 Juli 1990 perusahaan melakukan penawaran umum

perdana dan resmi mencatatkan sahamnya untuk pertama kali di Bursa Efek Jakarta

(BEJ). Kualitas produk yang sempurna yang dibarengi dengan kemampuan distribusi

yang bersinergi akan terus mengantarkan perusahaan ini mengembangkan produk-

produk bermutu bagi konsumen. Jiwa kewirausahaan yang dimiliki oleh para perintis

perusahaan merupakan salah satu kunci sukses yang diraih perusahaan ini hingga

sekarang. Komitmen Sekar Laut untuk memanfaatkan segala kekayaan alam yang

tersedia di Indonesia, baik itu sayuran, buah-buahan, ragam ikan dan hasil lautnya,

dengan mengolah makanan dengan proses yang dibantu dengan tenaga-tenaga ahli di

bidangnya. Perusahaan ini menghasilkan produk-produk yang terbuat dari 100%

bahan-bahan alami guna menjaga kemurnian makanan sehingga menciptakan cita

rasa makanan yang nikmat, sehat dan aman dikonsumsi bagi masyarakat

Indonesia.Produk buatan perusahaan ini nyatanya tidak hanya memenuhi pasaran

dalam negeri saja, namun produk Sekar Laut telah mampu menaklukkan pasaran

internasional.

Dengan visi membuat komunitas dunia lebih tahu akan produk-produk

makanan dengan kualitas produk bagus, sehat dan bergizi serta mempertahankan

posisi sebagai perusahaan nomor satu dalam bidang krupuk, perusahaan akan terus
melakukan inovasi-inovasi terbaru guna memanjakan konsumen. Pada awal tahun

2011, perusahaan terus mengambangkan bisnis-nya dengan menjalin kerjasama

dengan perusahaan asal Korea Selatan PT Cheil Jedang Indonesia. Dalam proses

kerjasama tersebut, perusahaan akan membangun dua anak perusahaan yang akan

memproduksi dan mendistribusikan tepung bumbu, bumbu masak, dan saus.

Perusahaan baru tersebut akan diberi nama PT Sekar Cheil Jedang Manufacturing dan

PT Cheil Jedang Lestari Distrindo. Dengan pembentukan anak perusahaan ini

diharapkan akan menambah hasil produksi untuk pemasaran dalam negeri bagi

perusahaan. Selain itu, teknologi yang dipakai oleh Cheil Jedang nantinya akan

membantu proses produksi bagi perusahaan sendiri. Tak hanya itu, guna

meningkatkan kapasitas produksi pada pertengahan tahun 2013 perusahaan juga telah

menginvestasikan Rp. 15 miliar untuk penambahan mesin baru. Rencananya dengan

pembelian mesin baru ini kapasitas produksi akan naik hingga 17.000 ton per tahun

yang sebelum-nya hanya mencapai 14.000 ton per tahun. Hingga saat ini Sekar Laut

telah berhasil memproduksi lebih dari 40 varian produk.Dengan merek dagang

"Finna" produk buatan Sekar Laut telah terjamin mutu dan memenuhi standar

nasional dan internasional.

11. PT Siantar Top Tbk

PT Siantar Top Tbk. merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam

bidang industri makanan ringan (food industries) perusahaan ini berlokasi di jalan
Raya Medan Tanjung Morawa Km 12,5 Desa Bangun Sari, Kabupaten Deli Serdang.

PT Siantar Top Tbk dimulai dari bentuk industri rumah tanga yaitu pada tahun 1972

di Sidoarjo dengan produk yang pertama kali dibuat adalah kerupuk ubi dengan

jumlah karyawan 5 orang. Seiring dengan bertambahnya jenis produk yang dihasilkan

dan juga jumlah permintaan sehingga pada tahun 1987 didirikan suatu pabrik dalam

skala yang cukup besar dengan nama PT Siantar Top Tbk. yang berlokasi di Sidoarjo

(Surabaya). Perusahaan semakin berkembang pesat dan pada tahun 1996 mencatatkan

sahamnya di lantai Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia).

Pengembangkan usaha dan pendistribusikan produk yang dihasilkan pada

tahun 1997 PT Siantar Top Tbk. melakukan ekspansi ke pulau Sumatera, khusus ke

Sumatera Utara, sehingga pada tahun 1997 dibangun pabrik di Jalan Raya Medan

Tanjung Morawa Km 12,5 Desa Bangun Sari Kabupaten Deli Serdang dan mulai

beroprasi tahun 1998, dimana jenis produk yang dihasilkan yaitu Biskuit, Mie goreng,

Mie spix dan kemudian terus bertambah hingga pada saat ini ada sekitar ±30 jenis

produk. Selain mengembangkan pasar dalam negeri, perusahaan juga terus

mengembangkan pasar ekspor keberbagai negara di Asia, Timur Tengah, Eropa, dan

Amerika.

PT Siantar Top Tbk. mengembangkan produk-produk makanan berkualitas

dengan mengutamakan cita rasa terbaik (taste Specialist).Komitmen dan dedikasi

tinggi terhadap konsumen diwujudkan dengan menghadirkan produk sehat seperti

biscuit dan wafer di tahun 2008.


12. PT Ultrajaya Tbk

PT. Ultrajaya Milk Industry and Trading Company, Tbk merupakan salah satu

perusahaan yang bisnis utamanya yakni sebagai produsen minuman terkemuka di

Indonesia.Pada awal berdirinya, perusahaan ini merupakan sebuah industri rumah

tangga sederhana yang dimulai pada tahun 1958 di Bandung, Jawa Barat.Selanjutnya

industri sederhana yang dirintis oleh seorang pengusaha Tionghoa bernama Ahmad

Prawirawidjaja ini berkembang menjadi perseroan terbatas sejak tahun 1971.Reputasi

perusahaan ini sebagai pelopor minuman dalam kemasan di Indonesia membuat

Ultrajaya Milk tetap diterima di tengah-tengah konsumen Indonesia dengan baik.

Ultrajaya Milk awalnya hanya terbatas pada pengembangan produk susu.

Namun seiring dengan diversifikasi perusahaan, Ultrajaya Milk mulai

mengembangkan inovasi produk jus yang kemudian dikenal dengan merek Buavita,

Gogo. Perusahaan juga mengembangkan varian minuman lain yang populer seperti

Teh Kotak, Sari Asem Asli dan Sari Kacang Ijo. Pada tahun 2008, merek Buavita dan

Gogo diambil alih oleh PT. Unilever Indonesia Tbk. yang menyebabkan perusahaan

lebih terfokus dalam pengembangan produk susu. Saat ini di bawah kepemimpinan

generasi kedua dari Prawirawidjaja yang bernama Sabana Prawirawidjaja selalu

mencciptakan inovasi-inovasi terbaru bagi perusahaan.Sebagai contoh, perusahaan

telah menerapkan teknologi robot lengan, AGV, dan stacker crane dalam

pengoperasian sejak tahun 1995.

Dalam perkembangannya, Ultrajaya Milk berperan sebagai pemain utama

dalam industri susu cair di Tanah Air. Hal ini dibuktikan dengan pencatatan
kapasiitas produksi yang mencapai 1 juta liter tiap harinya.Dengan hal ini, total

produksi perusahaan telah menyerap setidaknya lebih dari 90% di pasar

domestik.Produk-produk Ultrajaya Milk nyatanya tidak hanya mampu memenuhi

permintaan pasaran domestik saja, melainkan telah merambah hingga pasaran

internasional seperti negara-negara ASEAN termasuk Singapura, Vietnam, dan

Filipina serta negara lain di Afrika seperti Nigeria. Rencana Ultrajaya Milk dalam

jangka panjang akan memperluas jaringan distribusi sebanyak 125.000 toko ritel

melalui 50 distributor yang tersebar di seluruh Indonesia. Memasuki tahun 2013,

Ultrajaya Milk akan menargetkan laba bersih perusahaan yang mencapai Rp 261,1

miliar atau naik sebesar 34% pada tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan kenaikan

yang diperoleh dari sektor penjualan yang menunjukkan perkembangan sebesar Rp

3,24 triliun atau 19,8%. Hal ini juga didukung dengan beroperasinya pabrik baru

yang terletak di Jakarta yang mampu memberikan tambahan kapasitas produksi

sebesar 20%-30% atau mencapai lebih dari 360 juta liter-390 juta liter susu cair per

tahun.
Lampiran 2 : Perhitungan Insentif Pajak
Pre-Tax Income
No. Nama Perusahaan
2014 2015 2016 2017 2018
1 PT Tri Banyan Tirta Tbk. (10.099.722.108) (39.117.374.969) (14.619.656.798) (69.728.704.187) (45.675.193.213)
2 PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk. 57.072.544.226 142.271.353.890 285.827.837.455 143.195.939.366 123.394.812.359
3 PT Delta Djakarta Tbk. 379.518.812.000 250.197.742.000 327.047.654.000 369.012.853.000 441.248.118.000
4 PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. 3.388.725.000.000 4.009.634.000.000 4.989.254.000.000 5.206.561.000.000 6.446.785.000.000
5 PT Indofood Sukses Makmur Tbk. 6.340.185.000.000 4.962.084.000.000 7.385.228.000.000 7.658.554.000.000 7.446.966.000.000
6 PT Multi Bintang Indonesia Tbk. 1.078.378.000.000 657.572.000.000 1.320.186.000.000 1.780.020.000.000 1.671.912.000.000
7 PT Mayora Indah Tbk. 529.701.030.755 1.640.494.765.801 1.845.683.269.238 2.186.884.603.474 2.381.942.198.855

8 PT Nippon Indosari Corporindo Tbk. 252.762.908.103 378.251.615.088 369.416.841.698 186.147.334.530 186.936.324.915


9 PT Sekar Bumi Tbk. 109.761.131.334 53.629.853.879 30.809.950.308 31.761.022.154 20.887.453.647
10 PT Sekar Laut Tbk. 23.544.037.458 27.376.238.223 25.166.206.536 27.370.565.356 39.567.679.343
11 PT Siantar Top Tbk. 167.765.041.979 232.005.398.773 217.746.308.540 208.055.960.323 324.694.650.175
12 PT Ultrajaya Tbk. 375.356.927.774 700.675.250.229 932.482.782.652 1.026.231.000.000 949.018.000.000
Beban Pajak
No. Nama Perusahaan
2014 2015 2016 2017 2018
1 PT Tri Banyan Tirta Tbk. 35.576.868 14.771.648.172 (11.880.908.965) 6.879.122.522 12.653.972.351

2 PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk. (16.071.129.272) (35.721.906.910) (36.130.823.829) (25.775.052.527) (30.745.155.584)

3 PT Delta Djakarta Tbk. (91.445.380.000) 58.152.543.000 (72.538.386.000) - 89.240.218.000,00 - 89.240.218.000,00

4 PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (857.044.000.000) (1.086.486.000.000) (1.357.953.000.000) (1.663.388.000.000) (1.788.004.000.000)
5 PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (1.855.939.000.000) (1.730.371.000.000) (2.532.747.000.000) (2.513.491.000.000) (2.485.115.000.000)
6 PT Multi Bintang Indonesia Tbk. (283.495.000.000) (178.663.000.000) (338.057.000.000) (457.953.000.000) (447.105.000.000)

7 PT Mayora Indah Tbk. 119.876.262.161 390.261.637.241 457.007.141.573 555.930.772.581 621.507.918.551

8 PT Nippon Indosari Corporindo Tbk. 64.185.387.029 107.712.914.648 89.639.472.867 50.783.313.391 (59.764.888.552)

9 PT Sekar Bumi Tbk. (20.645.137.227) (1.349.285.258) 8.243.597.327 6.629.186.369 (9.477.452.250)

10 PT Sekar Laut Tbk. (9.012.556.500) (8.620.014.750) (6.396.668.288) (4.791.040.000) (10.383.551.750)

11 PT Siantar Top Tbk. (44.299.638.031) (46.300.197.602) (43.569.590.674) (41.487.836.624) (69.605.764.156)

12 PT Ultrajaya Tbk. (91.996.013.563) (177.575.035.200) (222.657.146.910) (314.550.000.000) (247.411.000.000)


total Aset
No. Nama Perusahaan
2014 2015 2016 2017 2018
1 PT T ri Banyan T irta T bk. 1.236.807.511.653 1.180.228.072.164 1.165.093.632.823 1.109.383.971.111 1.109.843.522.344

2 PT Wilmar Cahaya Indonesia T bk. 1.284.150.037.341 1.485.826.210.015 1.425.964.152.418 1.392.636.444.501 1.168.956.042.706


3 PT Delta Djakarta T bk. 997.443.167.000 1.038.321.916.000 1.197.796.650.000 1.340.842.765.000,00 1.523.517.170

4 PT Indofood CBP Sukses Makmur T bk. 25.029.488.000.000 26.560.624.000.000 28.901.948.000.000 31.619.514.000.000 34.367.153.000.000
5 PT Indofood Sukses Makmur T bk. 86.077.251.000.000 91.831.526.000.000 82.174.515.000.000 88.400.877.000.000 96.537.796.000.000
6 PT Multi Bintang Indonesia T bk. 2.231.051.000.000 2.100.853.000.000 2.275.038.000.000 2.510.078.000.000 2.889.501.000.000
7 PT Mayora Indah T bk. 10.297.997.020.540 11.342.715.686.221 12.922.421.859.142 14.915.849.800.251 17.591.706.426.634

8 PT Nippon Indosari Corporindo T bk. 2.142.894.276.216 2.706.323.637.034 2.919.640.858.718 4.559.573.709.411 4.393.810.380.883


9 PT Sekar Bumi T bk. 652.976.510.619 764.484.248.710 1.001.657.012.004 1.623.027.475.045 1.771.365.972.009
10 PT Sekar Laut T bk. 336.932.338.819 377.110.748.359 568.239.939.951 636.284.210.210 747.293.725.435
11 PT Siantar T op T bk. 1.700.204.093.895 1.919.568.037.170 2.336.411.494.941 2.321.463.366.446 2.631.189.810.030
12 PT Ultrajaya T bk. 2.918.133.278.435 3.539.199.641.365 4.239.199.641.365 5.175.896.000.000 5.555.871.000.000
No. Nama Perusahaan Insentif Pajak Rata-rata
2014 2015 2016 2017 2018
1 PT T ri Banyan T irta T bk. -0,002 -0,011 -0,001 -0,017 -0,013 -0,009
2 PT Wilmar Cahaya Indonesia T bk. 0,014 0,030 0,056 0,030 0,033 0,033
3 PT Delta Djakarta T bk. 0,118 0,046 0,083 0,085 87,050 17,477
4 PT Indofood CBP Sukses Makmur T bk. 0,042 0,048 0,055 0,054 0,060 0,052
5 PT Indofood Sukses Makmur T bk. 0,024 0,018 0,030 0,029 0,026 0,025
6 PT Multi Bintang Indonesia T bk. 0,153 0,100 0,182 0,223 0,183 0,168
7 PT Mayora Indah T bk. 0,010 0,028 0,027 0,027 0,025 0,023
8 PT Nippon Indosari Corporindo T bk. 0,022 0,025 0,024 0,007 0,014 0,018
9 PT Sekar Bumi T bk. 0,050 0,018 0,006 0,004 0,004 0,016
10 PT Sekar Laut T bk. 0,024 0,024 0,014 0,013 0,017 0,018
11 PT Siantar T op T bk. 0,031 0,036 0,028 0,027 0,037 0,032
12 PT Ultrajaya T bk. 0,040 0,062 0,068 0,065 0,054 0,058
Nilai Maksimal 0,153 0,100 0,182 0,223 87,050
Nilai Minimal -0,002 -0,011 -0,001 -0,017 -0,013

Rata-rata 0,044 0,035 0,048 0,046 7,291


Lampiran 3 : Perhitungan Growth Opportunity

2014
No. KODE EMITEN JSB HPS TE GO
1 ALTO 2.186.527.777,00 100,00 506.972.183.527,00 0,43
2 CEKA 297.500.000,00 500,00 537.551.172.122,00 0,28
3 DLTA 16.013.181.000,00 1.000,00 695.930.711.000,00 23,01
4 ICBP 5.830.954.000,00 100,00 15.039.947.000.000,00 0,04
5 INDF 8.780.426.500,00 100,00 41.228.376.000.000,00 0,02
6 MLBI 2.107.000.000,00 10,00 553.797.000.000,00 0,04
7 MYOR 894.347.989,00 500,00 4.100.554.992.789,00 0,11
8 ROTI 5.061.800.000,00 20,00 960.122.354.744,00 0,11
9 SKBM 936.530.984,00 100,00 317.909.776.363,00 0,29
10 SKLT 690.740.500,00 100,00 153.368.106.620,00 0,45
11 STTP 1.310.000.000,00 100,00 817.593.813.061,00 0,16
12 ULTJ 2.888.382.000,00 200,00 2.265.097.759.730,00 0,26
Rata-rata 3.916.449.229,17 235,83 5.598.101.739.163,00 2,10
2015
No. KODE EMITEN JSB HPS TE GO
1 ALTO 2.186.528.006,00 100,00 531.135.559.047,00 0,41
2 CEKA 595.000.000,00 250,00 639.893.514.352,00 0,23
3 DLTA 800.659.050.000,00 20,00 849.621.481.000,00 18,85
4 ICBP 5.830.954.000,00 100,00 16.386.911.000.000,00 0,04
5 INDF 8.780.426.500,00 100,00 43.121.593.000.000,00 0,02
6 MLBI 2.107.000.000,00 10,00 766.480.000.000,00 0,03
7 MYOR 894.347.989,00 500,00 5.194.459.927.187,00 0,09
8 ROTI 5.061.800.000,00 20,00 1.188.534.951.872,00 0,09
9 SKBM 936.530.984,00 100,00 344.087.439.659,00 0,27
10 SKLT 690.740.500,00 100,00 152.044.668.111,00 0,45
11 STTP 1.310.000.000,00 100,00 1.008.809.438.257,00 0,13
12 ULTJ 2.888.382.000,00 200,00 2.797.505.693.992,00 0,21
Rata-rata 69.328.396.664,92 133,33 6.081.756.389.456,42 1,73
2016
No. KODE EMITEN JSB HPS TE GO
1 ALTO 2.186.603.090,00 100,00 480.841.418.401,00 0,45
2 CEKA 595.000.000,00 250,00 887.920.113.728,00 0,17
3 DLTA 800.659.050.000,00 20,00 1.197.796.650.000,00 13,37
4 ICBP 11.661.908.000,00 50,00 18.500.823.000.000,00 0,03
5 INDF 8.780.426.500,00 100,00 43.941.423.000.000,00 0,02
6 MLBI 2.107.000.000,00 10,00 820.640.000.000,00 0,03
7 MYOR 22.358.699.725,00 20,00 6.265.255.987.065,00 0,07
8 ROTI 5.061.800.000,00 20,00 1.442.751.772.026,00 0,07
9 SKBM 936.530.894,00 100,00 368.389.286.646,00 0,25
10 SKLT 690.740.500,00 100,00 296.151.295.872,00 0,23
11 STTP 1.310.000.000,00 100,00 1.168.512.137.670,00 0,11
12 ULTJ 2.888.382.000,00 200,00 3.489.233.494.783,00 0,17
Rata-rata 71.603.011.725,75 89,17 6.571.644.846.349,25 1,25
2017
No. KODE EMITEN JSB HPS TE GO
1 ALTO 2.191.870.558,00 100,00 419.284.788.700,00 0,52
2 CEKA 595.000.000,00 250,00 903.044.187.067,00 0,16
3 DLTA 800.659.050.000,00 20,00 1.144.645.393.000,00 13,99
4 ICBP 11.661.908.000,00 50,00 20.324.330.000.000,00 0,03
5 INDF 8.780.426.500,00 100,00 46.756.724.000.000,00 0,02
6 MLBI 2.107.000.000,00 10,00 1.064.905.000.000,00 0,02
7 MYOR 22.358.699.725,00 20,00 7.354.346.366.072,00 0,06
8 ROTI 6.186.488.888,00 20,00 2.820.105.715.429,00 0,04
9 SKBM 1.726.003.217,00 100,00 1.023.237.460.399,00 0,17
10 SKLT 690.740.500,00 100,00 307.569.774.228,00 0,22
11 STTP 1.310.000.000,00 100,00 1.339.945.296.254,00 0,10
12 ULTJ 11.553.528.000,00 50,00 4.197.711.000.000,00 0,14
Rata-rata 72.485.059.615,67 76,67 7.304.654.081.762,42 1,29
2018
No. KODE EMITEN JSB HPS TE GO
1 ALTO 2.191.870.558,00 100,00 387.126.677.545,00 0,57
2 CEKA 595.000.000,00 250,00 976.647.575.000,00 0,15
3 DLTA 16.013.181.000,00 20,00 1.284.163.814.000,00 0,25
4 ICBP 11.661.908.000,00 50,00 22.707.150.000.000,00 0,03
5 INDF 878.043.000.000,00 100,00 49.916.800.000.000,00 1,76
6 MLBI 2.107.000.000,00 10,00 1.167.536.000.000,00 0,02
7 MYOR 22.358.699.725,00 20,00 8.542.544.481.694,00 0,05
8 ROTI 6.186.488.888,00 20,00 2.916.901.120.111,00 0,04
9 SKBM 1.726.003.217,00 100,00 1.040.576.552.571,00 0,17
10 SKLT 690.740.500,00 100,00 339.236.007.000,00 0,20
11 STTP 1.310.000.000,00 100,00 1.646.387.946.952,00 0,08
12 ULTJ 11.553.528.000,00 50,00 4.774.956.000.000,00 0,12
Rata-rata 79.536.451.657,33 76,67 7.975.002.181.239,42 0,29
Lampiran 4 : Perhitungan Leverage

2014
No. KODE EMITEN TH TM Leverage (%)
1 ALTO 706.402.717.818,00 506.972.183.527,00 139,34
2 CEKA 746.598.865.219,00 537.551.172.122,00 138,89
3 DLTA 148.696.037.000,00 695.930.711.000,00 21,37
4 ICBP 9.870.264.000.000,00 15.039.947.000.000,00 65,63
5 INDF 44.710.509.000.000,00 41.228.376.000.000,00 108,45
6 MLBI 1.677.254.000.000,00 553.797.000.000,00 302,86
7 MYOR 6.190.553.036.545,00 4.100.554.992.789,00 150,97
8 ROTI 1.182.771.921.472,00 960.122.354.744,00 123,19
9 SKBM 331.624.254.750,00 317.909.776.363,00 104,31
10 SKLT 178.206.785.017,00 153.368.106.620,00 116,20
11 STTP 882.610.280.834,00 817.593.813.061,00 107,95
12 ULTJ 651.985.807,00 2.265.097.759.730,00 0,03
Rata-rata 5.552.178.573.705,17 5.598.101.739.163,00 114,93
2015
No. KODE EMITEN TH TM Leverage (%)
1 ALTO 673.255.888.637,00 531.135.559.047,00 126,76
2 CEKA 845.932.695.663,00 639.893.514.352,00 132,20
3 DLTA 188.700.435.000,00 849.621.481.000,00 22,21
4 ICBP 10.173.713.000.000,00 16.386.911.000.000,00 62,08
5 INDF 48.709.933.000.000,00 43.121.593.000.000,00 112,96
6 MLBI 1.334.373.000.000,00 766.480.000.000,00 174,09
7 MYOR 6.148.255.759.034,00 5.194.459.927.187,00 118,36
8 ROTI 1.517.788.685.162,00 1.188.534.951.872,00 127,70
9 SKBM 420.396.809.051,00 344.087.439.659,00 122,18
10 SKLT 225.066.080.248,00 152.044.668.111,00 148,03
11 STTP 910.758.589.913,00 1.008.809.438.257,00 90,28
12 ULTJ 742.490.216.326,00 2.797.505.693.992,00 26,54
Rata-rata 5.990.888.679.919,50 6.081.756.389.456,42 105,28
2016
No. KODE EMITEN TH TM Leverage (%)
1 ALTO 684.252.214.422,00 480.841.418.401,00 142,30
2 CEKA 538.044.038.690,00 887.920.113.728,00 60,60
3 DLTA 185.422.642.000,00 1.197.796.650.000,00 15,48
4 ICBP 10.401.125.000.000,00 18.500.823.000.000,00 56,22
5 INDF 38.233.092.000.000,00 43.941.423.000.000,00 87,01
6 MLBI 1.454.398.000.000,00 820.640.000.000,00 177,23
7 MYOR 6.657.165.872.077,00 6.265.255.987.065,00 106,26
8 ROTI 1.476.889.086.692,00 1.442.751.772.026,00 102,37
9 SKBM 633.267.725.358,00 368.389.286.646,00 171,90
10 SKLT 272.088.644.079,00 296.151.295.872,00 91,87
11 STTP 1.167.899.357.271,00 1.168.512.137.670,00 99,95
12 ULTJ 749.966.146.582,00 3.489.233.494.783,00 21,49
Rata-rata 5.204.467.560.597,58 6.571.644.846.349,25 94,39
2017
No. KODE EMITEN TH TM Leverage (%)
1 ALTO 690.099.182.411,00 419.284.788.700,00 164,59
2 CEKA 489.592.257.434,00 903.044.187.067,00 54,22
3 DLTA 196.197.372.000,00 1.144.645.393.000,00 17,14
4 ICBP 11.295.184.000.000,00 20.324.330.000.000,00 55,57
5 INDF 41.182.764.000.000,00 46.756.724.000.000,00 88,08
6 MLBI 1.445.173.000.000,00 1.064.905.000.000,00 135,71
7 MYOR 7.561.503.434.179,00 7.354.346.366.072,00 102,82
8 ROTI 1.739.467.993.982,00 2.820.105.715.429,00 61,68
9 SKBM 599.790.014.646,00 1.023.237.460.399,00 58,62
10 SKLT 328.714.435.982,00 307.569.774.228,00 106,87
11 STTP 981.518.070.192,00 1.339.945.296.254,00 73,25
12 ULTJ 978.185.000.000,00 4.197.711.000.000,00 23,30
Rata-rata 5.624.015.730.068,83 7.304.654.081.762,42 78,49
2018
No. KODE EMITEN TH TM Leverage (%)
1 ALTO 722.716.844.799,00 387.126.677.545,00 186,69
2 CEKA 192.308.466.864,00 976.647.575.000,00 19,69
3 DLTA 239.353.356.000,00 1.284.163.814.000,00 18,64
4 ICBP 11.660.003.000.000,00 22.707.150.000.000,00 51,35
5 INDF 46.620.996.000.000,00 49.916.800.000.000,00 93,40
6 MLBI 1.721.965.000.000,00 1.167.536.000.000,00 147,49
7 MYOR 9.049.161.944.940,00 8.542.544.481.694,00 105,93
8 ROTI 1.476.909.260.772,00 2.916.901.120.111,00 50,63
9 SKBM 730.789.419.438,00 1.040.576.552.571,00 70,23
10 SKLT 408.057.718.435,00 339.236.007.000,00 120,29
11 STTP 984.801.863.078,00 1.646.387.946.952,00 59,82
12 ULTJ 780.915.000.000,00 4.774.956.000.000,00 16,35
Rata-rata 6.215.664.822.860,50 7.975.002.181.239,42 78,38
Lampiran 5 : Perhitungan Accounting Prudence
Perhitungan Total Accruals
KODE Laba Bersih Depresiasi Arus Kas Operasi
No. Total Accruals
EMITEN 2014 2014 2014
1. ALTO - 10.135.298.976 23.147.883.402 - 30.575.376.304 43.587.960.730
2. CEKA 39.026.238.204 17.356.170.872 - 147.806.952.847 204.189.361.923
3. DLTA 288.073.432.000,00 301.294.616.000,00 143.003.228.000,00 446.364.820.000
4. ICBP 2.522.328.000.000,00 3.373.255.000.000,00 3.860.843.000.000,00 2.034.740.000.000
5. INDF 4.866.097.000.000,00 11.902.383.000.000,00 9.269.318.000.000,00 7.499.162.000.000
6. MLBI 788.057.000.000,00 1.315.305.000.000,00 913.005.000.000,00 1.190.357.000.000
7. MYOR 412.354.911.082 3.585.011.717.083 - 862.339.383.145 4.859.706.011.310
8. ROTI 188.577.521.074 1.679.981.658.119 364.975.619.113 1.503.583.560.080
9. SKBM 89.115.994.107 250.714.045.211 48.342.031.990 291.488.007.328
10 SKLT 16.480.714.984 175.210.633.301 23.398.218.902 168.293.129.383
11 STTP 123.465.403.948 36.700.153.995 198.516.135.904 - 38.350.577.961
12 ULTJ 283.360.914.211 1.003.229.206.363 128.022.639.236 1.158.567.481.338

Perhitungan Total Accruals


KODE Laba Bersih Depresiasi Arus Kas Operasi
No. Total Accruals
EMITEN 2015 2015 2015
1. ALTO - 24.163.431.625 21.929.932 22.598.090.912 - 46.739.592.605
2. CEKA 102.342.342.230 178.473.645.540 168.614.370.234 112.201.617.536
3. DLTA 191.304.463.000 340.327.719.000 246.625.414.000 285.006.768.000
4. ICBP 3.025.095.000.000 3.846.022.000.000 3.485.533.000.000 3.385.584.000.000
5. INDF 4.867.347.000.000 13.692.166.000.000 4.213.613.000.000 14.345.900.000.000
6. MLBI 503.624.000.000 1.266.072.000.000 508.104.000.000 1.261.592.000.000
7. MYOR 1.266.519.320.600 3.770.695.841.693 2.336.785.497.955 2.700.429.664.338
8. ROTI 263.710.727.440 1.821.378.205.498 555.511.840.614 1.529.577.092.324
9. SKBM 40.360.748.109 393.331.492.683 62.469.996.482 371.222.244.310
10 SKLT 18.202.605.538 148.556.690.479 2.966.923.359 163.792.372.658
11 STTP 183.516.218.337 36.293.093.713 194.843.122.728 24.966.189.322
12 ULTJ 524.199.537 1.160.712.905.883 669.463.282.890 491.773.822.530
Perhitungan Total Accruals
KODE Laba Bersih Depresiasi Arus Kas Operasi
No. Total Accruals
EMITEN 2016 2016 2016
1. ALTO - 26.149.160.706 2.087.701.473 20.444.874.139 - 44.506.333.372
2. CEKA 248.026.599.376 199.281.408.783 176.087.317.362 271.220.690.797
3. DLTA 258.831.613.000 361.525.943.000 259.851.506.000 360.506.050.000
4. ICBP 3.635.216.000.000 4.356.611.000.000 4.584.964.000.000 3.406.863.000.000
5. INDF 4.984.305.000.000 15.628.189.000.000 7.175.603.000.000 13.436.891.000.000
6. MLBI 979.530.000.000 1.278.015.000.000 870.344.000.000 1.387.201.000.000
7. MYOR 1.345.716.806.578 3.859.420.029.792 659.314.197.175 4.545.822.639.195
8. ROTI 263.392.353.864 1.842.722.492.525 414.702.426.418 1.691.412.419.971
9. SKBM 21.144.246.987 436.018.707.335 - 33.834.235.357 490.997.189.679
10 SKLT 169.180.507.911 299.674.475.232 1.641.040.298 467.213.942.845
11 STTP 170.805.302.545 35.953.845.852 166.186.126.054 40.573.022.343
12 ULTJ 699.894.687.972 1.042.072.476.333 779.108.645.836 962.858.518.469

Perhitungan Total Accruals


KODE Laba Bersih Depresiasi Arus Kas Operasi
No. Total Accruals
EMITEN 2017 2017 2017
1. ALTO - 62.411.606.647 2.422.304 5.602.423.448 - 68.011.607.791
2. CEKA 104.374.073.339 1.015.604.500 208.851.008.007 - 103.461.330.168
3. DLTA 276.390.014.000,00 1.127.540.000,00 342.202.126.000,00 - 64.684.572.000
4. ICBP 3.531.220.000.000,00 4.979.401.000.000,00 5.174.368.000.000,00 3.336.253.000.000
5. INDF 4.991.269.000.000,00 - 9.074.000.000,00 6.507.806.000.000,00 - 1.525.611.000.000
6. MLBI 1.320.897.000.000,00 1.364.068.000.000,00 1.380.649.000.000,00 1.304.316.000.000
7. MYOR 1.570.140.423.232 3.988.757.428.380 1.275.530.669.068 4.283.367.182.544
8. ROTI 124.467.558.054 1.993.663.314.016 370.617.213.073 1.747.513.658.997
9. SKBM - 1.826.980.240 485.558.490.029 - 98.662.799.904 582.394.309.693
10 SKLT - 8.443.904.742 311.810.228.981 2.153.248.753 301.213.075.486
11 STTP 215.838.898.689 2.131.798.562 3.090.817.273.031 - 2.872.846.575.780
12 ULTJ 701.364.000.000 2.792.706.000.000 - 399.687.000.000 3.893.757.000.000
Perhitungan Total Accruals
KODE Laba Bersih Depresiasi Arus Kas Operasi
No. Total Accruals
EMITEN 2018 2018 2018
1. ALTO - 32.011.335.901 863.109.707 7.723.486.943 - 38.871.713.137
2. CEKA 100.378.388.775 - 2.576.244.000 287.259.686.428 - 189.457.541.653
3. DLTA 347.689.774.000 - 3.186.596.000 342.493.551.000 2.009.627.000
4. ICBP 5.206.867.000.000 5.713.172.000.000 4.653.375.000.000 6.266.664.000.000
5. INDF 6.350.788.000.000 - 4.489.000.000 5.935.829.000.000 410.470.000.000
6. MLBI 1.228.041.000.000 1.524.061.000.000 1.205.705.000.000 1.546.397.000.000
7. MYOR 1.804.748.133.197 4.258.300.525.120 459.273.241.788 5.603.775.416.529
8. ROTI 136.301.090.897 2.222.133.112.899 295.922.456.326 2.062.511.747.470
9. SKBM 1.527.484.071 582.660.258.194 - 55.800.390.846 639.988.133.111
10 SKLT 4.063.766.669 323.244.348.971 14.653.378.405 312.654.737.235
11 STTP 258.245.878.592 3.249.167.808 303.579.486.112 - 42.084.439.712
12 ULTJ 702.345.000.000 1.453.135.000.000 - 1.089.186.000.000 3.244.666.000.000
Operating Accruals 2014
Piutang Usaha Persediaan biaya dibayar dimuka
No. KODE
2014 2013 ∆ 2014 2013 ∆ 2014 2013
1. ALT O 73.441.619.292 147.918.894.410 - 74.477.275.118 110.303.981.853 82.438.634.333 27.865.347.520 336.162.680.305 231.654.289.904
2. CEKA 315.050.325.217 283.864.064.723 31.186.260.494 475.991.159.222 365.614.090.062 110.377.069.160 67.083.519 53.076.833
3. DLT A 221.402.042 163.109.604 58.292.438 258.355.216 224.849.108 33.506.108 9.688.650 1.571.348
4. ICBP 2.695.540 2.454.573 240.967 2.821.618 2.868.722 - 47.104 179.582 45.896
5. INDF 3.555.067 4.429.073 - 874.006 8.446.349 8.160.539 285.810 390.760 355.291
6. MLBI 382.051 325.807 56.244 226.717 161.867 64.850 54.542 29.924
7. MYOR 1.960.164.516.232 2.049.772.304.055 - 89.607.787.823 1.966.800.644.217 1.456.454.215.049 510.346.429.168 57.407.483.947 15.395.201.044
8. ROT I 213.306.120.787 182.707.148.115 30.598.972.672 40.795.755.774 36.523.703.417 4.272.052.357 2.219.902.887 1.568.991.746
9. SKBM 109.126.959.276 138.194.772.290 - 29.067.813.014 111.766.911.295 88.932.449.912 22.834.461.383 501.735.149 216.231.920
10. SKLT 80.739.523.896 73.310.895.950 7.428.627.946 73.181.753.579 70.556.604.227 2.625.149.352 1.287.883.376 651.818.465
11. ST T P 259.526.887.337 217.472.413.620 42.054.473.717 309.595.185.554 285.793.792.774 23.801.392.780 5.870.132.867 993.331.700
12. ULT J 3.951.017.222.940 368.549.136.075 3.582.468.086.865 714.411.455.060 534.977.217.239 179.434.237.821 2.418.545.359 4.508.845.491

biaya dimuka utang usaha utang pajak


No. KODE
∆ 2014 2013 ∆ 2014 2013 ∆ Operating Accruals
1. ALT O 104.508.390.401 68.930.304.223 96.120.472.384 - 27.190.168.161 3.445.253.891 4.490.284.968 - 1.045.031.077 86.131.662.041
2. CEKA 14.006.686 101.225.328.275 187.071.374.897 - 85.846.046.622 690.493.733 2.770.641.311 - 2.080.147.578 229.503.530.540
3. DLT A 8.117.302 32.079.609 39.506.568 - 7.426.959 20.417.496 22.755.912 - 2.338.416 109.681.223
4. ICBP 133.686 2.292.396 2.137.102 155.294 131.117 61.339 69.778 102.477
5. INDF 35.469 3.818.843 3.677.850 140.993 478.529 305.536 172.993 - 866.713
6. MLBI 24.618 218.044 101.655 116.389 61.705 103.054 - 41.349 70.672
7. MYOR 42.012.282.903 822.654.918.011 1.083.847.310.035 - 261.192.392.024 26.857.761.785 141.675.841.459 - 114.818.079.674 838.761.395.946
8. ROT I 650.911.141 125.604.882.349 159.315.459.939 - 33.710.577.590 6.270.644.015 5.303.215.646 967.428.369 68.265.085.391
9. SKBM 285.503.229 73.723.450.356 80.645.458.921 - 6.922.008.565 12.852.645.564 16.301.697.279 - 3.449.051.715 4.423.211.878
10. SKLT 636.064.911 59.750.682.839 62.575.257.036 - 2.824.574.197 4.853.149.343 2.342.368.142 2.510.781.201 11.003.635.205
11. ST T P 4.876.801.167 165.403.967.607 109.260.771.008 56.143.196.599 10.688.972.765 5.568.502.952 5.120.469.813 9.469.001.252
12. ULT J - 2.090.300.132 381.899.807.713 463.538.990.751 - 81.639.183.038 17.414.824.736 22.410.075.747 - 4.995.251.011 3.846.446.458.603
Operating Accruals 2015
Piutang Usaha Persediaan biaya dibayar dimuka
No. KODE
2015 2014 ∆ 2015 2014 ∆ 2015 2014
1. ALT O 60.403.987.121 73.441.619.292 - 13.037.632.171 117.443.478.389 110.303.981.853 7.139.496.536 301.419.572.526 336.162.680.305
2. CEKA 260.193.339.065 315.050.325.217 - 54.856.986.152 424.593.167.957 475.991.159.222 - 51.397.991.265 1.781.125.000 67.083.519
3. DLT A 148.289.344 221.402.042 - 73.112.698 253.339.710 258.355.216 - 5.015.506 22.748.601 9.688.650
4. ICBP 3.197.834 2.695.540 502.294 2.546.835 2.821.618 - 274.783 49.512 179.582
5. INDF 4.255.794 3.555.067 700.727 7.627.360 8.446.349 - 818.989 253.910 390.760
6. MLBI 131.999 382.051 - 250.052 127.057 226.717 - 99.660 11.158 54.542
7. MYOR 2.153.904.487.339 1.960.164.516.232 193.739.971.107 1.966.800.644.217 1.763.233.048.130 203.567.596.087 23.695.686.178 57.407.483.947
8. ROT I 248.671.775.050 213.306.120.787 35.365.654.263 43.169.425.832 40.795.755.774 2.373.670.058 2.248.477.210 2.219.902.887
9. SKBM 94.300.351.510 109.126.959.276 - 14.826.607.766 108.659.590.967 111.766.911.295 - 3.107.320.328 187.639.673 501.735.149
10. SKLT 88.088.524.441 80.739.523.896 7.349.000.545 80.328.938.823 73.181.753.579 7.147.185.244 2.229.840.774 1.287.883.376
11. ST T P 289.000.051.239 259.526.887.337 29.473.163.902 298.729.619.637 309.595.185.554 - 10.865.565.917 5.126.434.699 5.870.132.867
12. ULT J 448.129.204.430 3.951.017.222.940 - 3.502.888.018.510 738.803.692.770 714.411.455.060 24.392.237.710 3.483.036.998 2.418.545.359

biaya dimuka utang usaha utang pajak


No. KODE
∆ 2015 2014 ∆ 2015 2014 ∆ Operating Accruals
1. ALT O - 34.743.107.779 54.317.127.920 68.930.304.223 - 14.613.176.303 2.584.141.390 3.445.253.891 - 861.112.501 - 25.166.954.610
2. CEKA 1.714.041.481 85.924.406.919 101.225.328.275 - 15.300.921.356 11.571.233.229 690.493.733 10.880.739.496 - 100.120.754.076
3. DLT A 13.059.951 32.848.577 32.079.609 768.968 29.350.484 20.417.496 8.932.988 - 74.770.209
4. ICBP - 130.070 2.190.692 2.292.396 - 101.704 235.593 131.117 104.476 94.669
5. INDF - 136.850 3.584.904 3.818.843 - 233.939 352.910 478.529 - 125.619 104.446
6. MLBI - 43.384 601.229 218.044 383.185 30.842 61.705 - 30.863 - 745.418
7. MYOR - 33.711.797.769 1.022.643.536.695 822.654.918.011 199.988.618.684 210.793.068.141 26.857.761.785 183.935.306.356 - 20.328.155.615
8. ROT I 28.574.323 159.666.893.953 125.604.882.349 34.062.011.604 26.145.331.440 6.270.644.015 19.874.687.425 - 16.168.800.385
9. SKBM - 314.095.476 82.708.712.342 73.723.450.356 8.985.261.986 4.867.209.823 12.852.645.564 - 7.985.435.741 - 19.247.849.815
10. SKLT 941.957.398 67.428.287.699 59.750.682.839 7.677.604.860 4.929.869.369 4.853.149.343 76.720.026 7.683.818.301
11. ST T P - 743.698.168 141.269.291.565 165.403.967.607 - 24.134.676.042 11.890.042.491 10.688.972.765 1.201.069.726 40.797.506.133
12. ULT J 1.064.491.639 367.005.334.619 381.899.807.713 - 14.894.473.094 81.026.828.371 17.414.824.736 63.612.003.635 - 3.526.148.819.702
Operating Accruals 2016
Piutang Usaha Persediaan biaya dibayar dimuka
No. KODE
2016 2015 ∆ 2016 2015 ∆ 2016 2015
1. ALT O 55.614.107.682 60.403.987.121 - 4.789.879.439 117.649.171.147 117.443.478.389 205.692.758 297.886.672.301 301.419.572.526
2. CEKA 282.360.634.308 260.193.339.065 22.167.295.243 556.574.980.730 424.593.167.957 131.981.812.773 224.502.139 1.781.125.000
3. DLT A 148.407.346 148.289.344 118.002 234.594.981 253.339.710 - 18.744.729 19.839.514 22.748.601
4. ICBP 3.721.206 3.197.834 523.372 3.109.916 2.546.835 563.081 45.505 49.512
5. INDF 4.616.846 4.255.794 361.052 8.469.821 7.627.360 842.461 214.044 253.910
6. MLBI 302.294 131.999 170.295 112.786 127.057 - 14.271 10.881 11.158
7. MYOR 2.831.124.973.353 2.153.904.487.339 677.220.486.014 2.123.676.041.546 1.763.233.048.130 360.442.993.416 32.099.706.600 23.695.686.178
8. ROT I 280.381.386.519 248.671.775.050 31.709.611.469 50.746.886.585 43.169.425.832 7.577.460.753 2.135.085.115 2.248.477.210
9. SKBM 158.097.017.422 94.300.351.510 63.796.665.912 238.247.341.317 108.659.590.967 129.587.750.350 1.316.266.145 187.639.673
10. SKLT 108.510.436.107 88.088.524.441 20.421.911.666 90.312.510.404 80.328.938.823 9.983.571.581 1.292.384.207 2.229.840.774
11. ST T P 361.142.451.690 289.000.051.239 72.142.400.451 279.955.459.843 298.729.619.637 - 18.774.159.794 5.316.319.393 5.126.434.699
12. ULT J 462.422.864.328 448.129.204.430 14.293.659.898 760.534.170.292 738.803.692.770 21.730.477.522 7.371.570.555 3.483.036.998

biaya dimuka utang usaha utang pajak


No. KODE
∆ 2016 2015 ∆ 2016 2015 ∆ Operating Accruals
1. ALT O - 3.532.900.225 44.611.471.643 54.317.127.920 - 9.705.656.277 205.732.832 2.584.141.390 - 2.378.408.558 3.966.977.929
2. CEKA - 1.556.622.861 107.744.230.649 85.924.406.919 21.819.823.730 30.884.338.994 11.571.233.229 19.313.105.765 111.459.555.660
3. DLT A - 2.909.087 29.436.778 32.848.577 - 3.411.799 29.043.926 29.350.484 - 306.558 - 17.817.457
4. ICBP - 4.007 2.692.349 2.190.692 501.657 288.397 235.593 52.804 527.985
5. INDF - 39.866 3.537.873 3.584.904 - 47.031 840.162 352.910 487.252 723.426
6. MLBI - 277 519.626 601.229 - 81.603 65.601 30.842 34.759 202.591
7. MYOR 8.404.020.422 1.329.633.152.416 1.022.643.536.695 306.989.615.721 139.293.768.623 210.793.068.141 - 71.499.299.518 810.577.183.649
8. ROT I - 113.392.095 172.453.494.255 159.666.893.953 12.786.600.302 11.877.411.678 26.145.331.440 - 14.267.919.762 40.654.999.587
9. SKBM 1.128.626.472 144.285.024.672 82.708.712.342 61.576.312.330 3.463.676.820 4.867.209.823 - 1.403.533.003 134.340.263.407
10. SKLT - 937.456.567 65.418.131.265 67.428.287.699 - 2.010.156.434 3.772.430.039 4.929.869.369 - 1.157.439.330 32.635.622.444
11. ST T P 189.884.694 191.716.507.632 141.269.291.565 50.447.216.067 12.149.249.829 11.890.042.491 259.207.338 2.851.701.946
12. ULT J 3.888.533.557 398.216.604.088 367.005.334.619 31.211.269.469 71.224.067.980 81.026.828.371 - 9.802.760.391 18.504.161.899
Operating Accruals 2017
Piutang Usaha Persediaan biaya dibayar dimuka
No. KODE
2017 2016 ∆ 2017 2016 ∆ 2017 2016
1. ALT O 41.149.558.556 55.614.107.682 - 14.464.549.126 125.753.902.334 117.649.171.147 8.104.731.187 1.978.260.158 297.886.67
2. CEKA 289.906.617.201 282.360.634.308 7.545.982.893 415.268.436.704 556.574.980.730 - 141.306.544.026 1.645.285.960 224.50
3. DLT A 146.029.615 148.407.346 - 2.377.731 178.863.917 234.594.981 - 55.731.064 19.008.975 19.83
4. ICBP 3.871.252 3.721.206 150.046 3.261.635 3.109.916 151.719 45.754 4
5. INDF 5.039.733 4.616.846 422.887 9.792.768 8.469.821 1.322.947 368.412 21
6. MLBI 312.552 302.294 10.258 142.535 112.786 29.749 44.187 1
7. MYOR 4.772.738.482.114 2.831.124.973.353 1.941.613.508.761 1.825.267.160.976 2.123.676.041.546 - 298.408.880.570 23.576.945.214 32.099.70
8. ROT I 324.917.530.235 280.381.386.519 44.536.143.716 50.264.253.248 50.746.886.585 - 482.633.337 7.951.582.514 2.135.08
9. SKBM 10.560.917.832 158.097.017.422 - 147.536.099.590 293.162.796.955 238.247.341.317 54.915.455.638 5.136.740.700 1.316.26
10. SKLT 120.296.300.417 108.510.436.107 11.785.864.310 120.795.774.143 90.312.510.404 30.483.263.739 2.177.283.085 1.292.38
11. ST T P 370.294.715.115 361.142.451.690 9.152.263.425 299.078.174.645 279.955.459.843 19.122.714.802 8.157.528.085 5.316.31
12. ULT J 504.629.000.000 462.422.864.328 42.206.135.672 682.624.000.000 760.534.170.292 - 77.910.170.292 5.598.000.000 7.371.57

biaya dimuka utang usaha utang pajak


No. KODE
∆ 2017 2016 ∆ 2017 2016 ∆ Operating Ac
1. ALT O - 295.908.412.143 58.441.540.294 44.611.471.643 13.830.068.651 2.785.568.464 205.732.832 2.579.835.632 - 318.678.13
2. CEKA 1.420.783.821 129.935.722.847 107.744.230.649 22.191.492.198 1.949.987.618 30.884.338.994 - 28.934.351.376 - 125.596.91
3. DLT A - 830.539 34.997.310 29.436.778 5.560.532 22.079.092 29.043.926 - 6.964.834 - 57.53
4. ICBP 249 2.904.233 2.692.349 211.884 212.476 288.397 - 75.921 16
5. INDF 154.368 4.075.987 3.537.873 538.114 392.351 840.162 - 447.811 1.80
6. MLBI 33.306 193.283 519.626 - 326.343 118.099 65.601 52.498 34
7. MYOR - 8.522.761.386 1.717.218.529.167 1.329.633.152.416 387.585.376.751 131.496.395.798 139.293.768.623 - 7.797.372.825 1.254.893.86
8. ROT I 5.816.497.399 150.071.397.891 172.453.494.255 - 22.382.096.364 7.791.273.454 26.145.331.440 - 18.354.057.986 90.606.16
9. SKBM 3.820.474.555 109.863.012.588 144.285.024.672 - 34.422.012.084 1.741.245.156 3.463.676.820 - 1.722.431.664 - 52.655.72
10. SKLT 884.898.878 67.460.147.048 65.418.131.265 2.042.015.783 3.611.751.120 3.772.430.039 - 160.678.919 41.272.69
11. ST T P 2.841.208.692 191.057.166.317 191.716.507.632 - 659.341.315 31.185.152.877 12.149.249.829 19.035.903.048 12.739.62
12. ULT J - 1.773.570.555 534.492.000.000 398.216.604.088 136.275.395.912 38.288.000.000 71.224.067.980 - 32.936.067.980 - 140.816.93
Operating Accruals 2018
Piutang Usaha Persediaan biaya dibayar dimuka
No. KODE
2018 2017 ∆ 2018 2017 ∆ 2018 2017
1. ALT O 49.919.466.350 41.149.558.556 8.769.907.794 121.306.183.449 125.753.902.334 - 4.447.718.885 3.506.022.375 1.978.260.158
2. CEKA 289.946.271.219 289.906.617.201 39.654.018 332.754.905.703 415.268.436.704 - 82.513.531.001 1.271.429.200 1.645.285.960
3. DLT A 157.118.125 146.029.615 11.088.510 205.396.087 178.863.917 26.532.170 17.505.624 19.008.975
4. ICBP 4.128.191 3.871.252 256.939 4.001.277 3.261.635 739.642 105.680 45.754
5. INDF 5.401.971 5.039.733 362.238 11.644.156 9.792.768 1.851.388 503.769 368.412
6. MLBI 289.373 312.552 - 23.179 106.855 142.535 - 35.680 14.931 44.187
7. MYOR 4.636.713.060.038 4.772.738.482.114 - 136.025.422.076 3.351.796.321.991 1.825.267.160.976 ############### 34.954.432.777 23.576.945.214
8. ROT I 412.949.853.861 324.917.530.235 88.032.323.626 65.127.735.601 50.264.253.248 14.863.482.353 7.313.394.437 7.951.582.514
9. SKBM 5.283.738.253 10.560.917.832 - 5.277.179.579 302.148.568.290 293.162.796.955 8.985.771.335 5.816.403.438 5.136.740.700
10. SKLT 169.035.452.486 120.296.300.417 48.739.152.069 154.839.960.751 120.795.774.143 34.044.186.608 748.149.965 2.177.283.085
11. ST T P 422.375.898.115 370.294.715.115 52.081.183.000 313.291.338.820 299.078.174.645 14.213.164.175 7.895.139.093 8.157.528.085
12. ULT J 530.498.000.000 504.629.000.000 25.869.000.000 708.773.000.000 682.624.000.000 26.149.000.000 7.805.000.000 5.598.000.000

biaya dimuka utang usaha utang pajak


No. KODE
∆ 2018 2017 ∆ 2018 2017 ∆ Operating Accruals
1. ALT O 1.527.762.217 81.380.552.541 58.441.540.294 22.939.012.247 558.498.877 2.785.568.464 - 2.227.069.587 - 14.861.991.534
2. CEKA - 373.856.760 70.573.607.072 129.935.722.847 - 59.362.115.775 15.398.067.378 1.949.987.618 13.448.079.760 - 36.933.697.728
3. DLT A - 1.503.351 54.116.481 34.997.310 19.119.171 32.603.996 22.079.092 10.524.904 6.473.254
4. ICBP 59.926 2.956.189 2.904.233 51.956 204.886 212.476 - 7.590 1.012.141
5. INDF 135.357 4.028.945 4.075.987 - 47.042 296.553 392.351 - 95.798 2.491.823
6. MLBI - 29.256 113.008 193.283 - 80.275 135.840 118.099 17.741 - 25.581
7. MYOR 11.377.487.563 1.551.171.543.758 1.717.218.529.167 - 166.046.985.409 61.507.726.963 131.496.395.798 - 69.988.668.835 1.637.916.880.746
8. ROT I - 638.188.077 190.086.375.903 150.071.397.891 40.014.978.012 29.692.476.082 7.791.273.454 21.901.202.628 40.341.437.262
9. SKBM 679.662.738 109.863.012.588 140.224.610.057 - 30.361.597.469 6.553.490.208 1.741.245.156 4.812.245.052 29.937.606.911
10. SKLT - 1.429.133.120 101.428.575.352 67.460.147.048 33.968.428.304 6.052.862.501 3.611.751.120 2.441.111.381 44.944.665.872
11. ST T P - 262.388.992 232.453.396.104 191.057.166.317 41.396.229.787 3.804.791.041 31.185.152.877 - 27.380.361.836 52.016.090.232
12. ULT J 2.207.000.000 302.403.000.000 534.492.000.000 - 232.089.000.000 5.297.000.000 38.288.000.000 - 32.991.000.000 319.305.000.000
NOA (2014)
Non Operating Accruals
No. KODE EMITEN Total Accruals Operating Accruals
TA-OA
1. ALTO 43.587.960.730 86.131.662.041 - 42.543.701.311
2. CEKA 204.189.361.923 229.503.530.540 - 25.314.168.617
3. DLTA 446.364.820.000 1,10E+11 336.683.597.000
4. ICBP 2.034.740.000.000 1,02E+11 1.932.263.000.000
5. INDF 7.499.162.000.000 -8,67E+11 8.365.875.000.000
6. MLBI 1.190.357.000.000 7,07E+10 1.119.685.000.000
7. MYOR 4.859.706.011.310 838.761.395.946 4.020.944.615.364
8. ROTI 1.503.583.560.080 68.265.085.391 1.435.318.474.689
9. SKBM 291.488.007.328 4.423.211.878 287.064.795.450
10. SKLT 168.293.129.383 11.003.635.205 157.289.494.178
11. STTP - 38.350.577.961 9.469.001.252 - 47.819.579.213
12. ULTJ 1.158.567.481.338 3.846.446.458.603 - 2.687.878.977.265

NOA (2015)

Non Operating Accruals


No. KODE EMITEN Total Accruals Operating Accruals
TA-OA
1. ALTO - 46.739.592.605 - 25.166.954.610 - 21.572.637.995
2. CEKA 112.201.617.536 - 100.120.754.076 212.322.371.612
3. DLTA 285.006.768.000 -7,48E+10 359.776.977.000
4. ICBP 3.385.584.000.000 9,47E+10 3.290.915.000.000
5. INDF 14.345.900.000.000 1,04E+11 14.241.454.000.000
6. MLBI 1.261.592.000.000 -7,45E+11 2.007.010.000.000
7. MYOR 2.700.429.664.338 - 20.328.155.615 2.720.757.819.953
8. ROTI 1.529.577.092.324 - 16.168.800.385 1.545.745.892.709
9. SKBM 371.222.244.310 - 19.247.849.815 390.470.094.125
10. SKLT 163.792.372.658 7.683.818.301 156.108.554.357
11. STTP 24.966.189.322 40.797.506.133 - 15.831.316.811
12. ULTJ 491.773.822.530 - 3.526.148.819.702 4.017.922.642.232
NOA (2016)

Non Operating Accruals


No. KODE EMITEN Total Accruals Operating Accruals
TA-OA
1. ALTO - 44.506.333.372 3.966.977.929 - 48.473.311.301
2. CEKA 271.220.690.797 111.459.555.660 159.761.135.137
3. DLTA 360.506.050.000 -1,78E+10 378.323.507.000
4. ICBP 3.406.863.000.000 5,28E+11 2.878.878.000.000
5. INDF 13.436.891.000.000 7,23E+11 12.713.465.000.000
6. MLBI 1.387.201.000.000 2,03E+11 1.184.610.000.000
7. MYOR 4.545.822.639.195 810.577.183.649 3.735.245.455.546
8. ROTI 1.691.412.419.971 40.654.999.587 1.650.757.420.384
9. SKBM 490.997.189.679 134.340.263.407 356.656.926.272
10. SKLT 467.213.942.845 32.635.622.444 434.578.320.401
11. STTP 40.573.022.343 2.851.701.946 37.721.320.397
12. ULTJ 962.858.518.469 18.504.161.899 944.354.356.570
NOA (2017)

Non Operating Accruals


No. KODE EMITEN Total Accruals Operating Accruals
TA-OA
1. ALTO - 68.011.607.791 - 318.678.134.365 250.666.526.574
2. CEKA - 103.461.330.168 - 125.596.918.134 22.135.587.966
3. DLTA - 64.684.572.000 -5,75E+10 - 7.149.540.000
4. ICBP 3.336.253.000.000 1,66E+11 3.170.202.000.000
5. INDF - 1.525.611.000.000 1,81E+12 - 3.335.510.000.000
6. MLBI 1.304.316.000.000 3,47E+11 957.158.000.000
7. MYOR 4.283.367.182.544 1.254.893.862.879 3.028.473.319.665
8. ROTI 1.747.513.658.997 90.606.162.128 1.656.907.496.869
9. SKBM 582.394.309.693 - 52.655.725.649 635.050.035.342
10. SKLT 301.213.075.486 41.272.690.063 259.940.385.423
11. STTP - 2.872.846.575.780 12.739.625.186 - 2.885.586.200.966
12. ULTJ 3.893.757.000.000 - 140.816.933.107 4.034.573.933.107
NOA (2018)

Non Operating Accruals


No. KODE EMITEN Total Accruals Operating Accruals
TA-OA
1. ALTO - 38.871.713.137 - 14.861.991.534 - 24.009.721.603
2. CEKA - 189.457.541.653 - 36.933.697.728 - 152.523.843.925
3. DLTA 2.009.627.000 6,47E+09 - 4.463.627.000
4. ICBP 6.266.664.000.000 1,01E+12 5.254.523.000.000
5. INDF 410.470.000.000 2,49E+12 - 2.081.353.000.000
6. MLBI 1.546.397.000.000 -2,56E+10 1.571.978.000.000
7. MYOR 5.603.775.416.529 1.637.916.880.746 3.965.858.535.783
8. ROTI 2.062.511.747.470 40.341.437.262 2.022.170.310.208
9. SKBM 639.988.133.111 29.937.606.911 610.050.526.200
10. SKLT 312.654.737.235 44.944.665.872 267.710.071.363
11. STTP - 42.084.439.712 52.016.090.232 - 94.100.529.944
12. ULTJ 3.244.666.000.000 319.305.000.000 2.925.361.000.000
AP (2014)

KODE AP
No. NOA T. Asset
EMITEN
(NOA/TA)*-1
1. ALTO - 42.543.701.311 1.236.807.511.653 0,03440
2. CEKA - 25.314.168.617 1.284.150.037.341 0,01971
3. DLTA 336.683.597.000 997.443.167.000 - 0,33755
4. ICBP 1.932.263.000.000 25.029.488.000.000 - 0,07720
5. INDF 8.365.875.000.000 86.077.251.000.000 - 0,09719
6. MLBI 1.119.685.000.000 2.231.051.000.000 - 0,50186
7. MYOR 4.020.944.615.364 10.297.997.020.540 - 0,39046
8. ROTI 1.435.318.474.689 2.142.894.276.216 - 0,66980
9. SKBM 287.064.795.450 652.976.510.619 - 0,43962
10. SKLT 157.289.494.178 336.932.338.819 - 0,46683
11. STTP - 47.819.579.213 1.700.204.093.895 0,02813
12. ULTJ - 2.687.878.977.265 2.918.133.278.435 0,92110

AP (2015)

AP
No. KODE EMITEN NOA T. Asset
(NOA/TA)*-1

1. ALTO - 21.572.637.995 1.180.228.072.164 0,01828


2. CEKA 212.322.371.612 1.485.826.210.015 - 0,14290
3. DLTA 359.776.977.000 1.038.321.916.000 - 0,34650
4. ICBP 3.290.915.000.000 26.560.624.000.000 - 0,12390
5. INDF 14.241.454.000.000 91.831.526.000.000 - 0,15508
6. MLBI 2.007.010.000.000 2.100.853.000.000 - 0,95533
7. MYOR 2.720.757.819.953 11.342.715.686.221 - 0,23987
8. ROTI 1.545.745.892.709 2.706.323.637.034 - 0,57116
9. SKBM 390.470.094.125 764.484.248.710 - 0,51076
10. SKLT 156.108.554.357 377.110.748.359 - 0,41396
11. STTP - 15.831.316.811 1.919.568.037.170 0,00825
12. ULTJ 4.017.922.642.232 3.539.199.641.365 - 1,13526
AP (2016)

KODE AP
No. NOA T. Asset
EMITEN
(NOA/TA)*-1
1. ALTO - 48.473.311.301 1.165.093.632.823 0,04160
2. CEKA 159.761.135.137 1.425.964.152.418 - 0,11204
3. DLTA 378.323.507.000 1.197.796.650.000 - 0,31585
4. ICBP 2.878.878.000.000 28.901.948.000.000 - 0,09961
5. INDF 12.713.465.000.000 82.174.515.000.000 - 0,15471
6. MLBI 1.184.610.000.000 2.275.038.000.000 - 0,52070
7. MYOR 3.735.245.455.546 12.922.421.859.142 - 0,28905
8. ROTI 1.650.757.420.384 2.919.640.858.718 - 0,56540
9. SKBM 356.656.926.272 1.001.657.012.004 - 0,35607
10. SKLT 434.578.320.401 568.239.939.951 - 0,76478
11. STTP 37.721.320.397 2.336.411.494.941 - 0,01614
12. ULTJ 944.354.356.570 4.239.199.641.365 - 0,22277

AP (2017)

AP
No. KODE EMITEN NOA T. Asset
(NOA/TA)*-1
1. ALTO 250.666.526.574 1.109.383.971.111 - 0,22595
2. CEKA 22.135.587.966 1.392.636.444.501 - 0,01589
3. DLTA - 7.149.540.000 1.340.842.765.000 0,00533
4. ICBP 3.170.202.000.000 31.619.514.000.000 - 0,10026
5. INDF - 3.335.510.000.000 88.400.877.000.000 0,03773
6. MLBI 957.158.000.000 2.510.078.000.000 - 0,38133
7. MYOR 3.028.473.319.665 14.915.849.800.251 - 0,20304
8. ROTI 1.656.907.496.869 4.559.573.709.411 - 0,36339
9. SKBM 635.050.035.342 1.623.027.475.045 - 0,39127
10. SKLT 259.940.385.423 636.284.210.210 - 0,40853
11. STTP - 2.885.586.200.966 2.321.463.366.446 1,24300
12. ULTJ 4.034.573.933.107 5.175.896.000.000 - 0,77949
AP (2018)

KODE AP
No. NOA T. Asset
EMITEN
(NOA/TA)*-1
1. ALTO - 24.009.721.603 1.109.843.522.344 0,02163
2. CEKA - 152.523.843.925 1.168.956.042.706 0,13048
3. DLTA - 4.463.627.000 1.523.517.170 2,92982
4. ICBP 5.254.523.000.000 34.367.153.000.000 - 0,15289
5. INDF - 2.081.353.000.000 96.537.796.000.000 0,02156
6. MLBI 1.571.978.000.000 2.889.501.000.000 - 0,54403
7. MYOR 3.965.858.535.783 17.591.706.426.634 - 0,22544
8. ROTI 2.022.170.310.208 4.393.810.380.883 - 0,46023
9. SKBM 610.050.526.200 1.771.365.972.009 - 0,34440
10. SKLT 267.710.071.363 747.293.725.435 - 0,35824
11. STTP - 94.100.529.944 2.631.189.810.030 0,03576
12. ULTJ 2.925.361.000.000 5.555.871.000.000 - 0,52654
Lampiran 6 : Data hasil perhitungan variabel penelitian
KODE NAMA PERUSAHAAN Tahun No Insentif Pajak Growth Leverage Accounting
2014 1 -0,002048682 0,431291469 139,3375694 0,034397997
2015 2 -0,01141496 0,411670424 126,7578262 0,018278364
ALTO PT TRI BANYAN TIRTA Tbk 2016 3 -0,000587667 0,454745163 142,3030938 0,041604649
2017 4 -0,017263596 0,522764149 164,5896062 -0,225951098
2018 5 -0,013139052 0,566189489 186,6874299 0,02163343
2014 6 0,014239706 0,276717841 138,8888917 0,019712781
2015 7 0,029948533 0,232460553 132,1989795 -0,142898524
CEKA PT WILMAR CAHAYA INDONESIA Tbk 2016 8 0,056445785 0,167526332 60,59599624 -0,112037273
2017 9 0,030332933 0,164720622 54,2157587 -0,015894736
2018 10 0,032965305 0,152306732 19,69067162 0,130478682
2014 11 0,118042864 23,00973466 21,36650023 -0,337546647
2015 12 0,04623932 18,84742954 22,20994163 -0,346498491
DLTA PT DELTA DJAKARTA Tbk 2016 13 0,083400225 13,36886441 15,48031062 -0,315849528
2017 14 0,085441239 13,98964352 17,14045006 0,005332124
2018 15 87,04994378 0,249394677 18,63884914 2,929817325
2014 16 0,042407669 0,038769778 65,62698658 -0,077199462
2015 17 0,04796687 0,035582997 62,08438552 -0,123902021
ICBP PT INDOFOOD CP SUKSES MAKMUR Tbk 2016 18 0,054902934 0,031517268 56,21979628 -0,099608442
2017 19 0,05431732 0,028689526 55,57469299 -0,100260934
2018 20 0,059903049 0,025678934 51,34947803 -0,152893753
2014 21 0,023804559 0,021297047 108,4459621 -0,097190313
2015 22 0,018219383 0,020362018 112,9594934 -0,155082406
INDF PT INDOFOOD SUKSES MAKMUR Tbk 2016 23 0,030173512 0,019982117 87,0092259 -0,154712991
2017 24 0,02876681 0,01877896 88,07880552 0,037731639
2018 25 0,025720706 1,759012998 93,39740528 0,021559981
Lampiran 6 : Data hasil perhitungan variabel penelitian
KODE NAMA PERUSAHAAN Tahun No Insentif Pajak Growth Leverage Accounting
2014 26 0,152604423 0,038046432 302,864407 -0,501864368
2015 27 0,099511365 0,027489302 174,0910396 -0,955331001
MLBI PT MULTI BINTANG INDONESIA Tbk 2016 28 0,182221462 0,025675083 177,227286 -0,520698995
2017 29 0,222898751 0,019785802 135,7091008 -0,381325999
2018 30 0,183337625 0,018046553 147,487101 -0,544030959
2014 31 0,009949138 0,109052066 150,9686627 -0,390458903
2015 32 0,02755586 0,086086716 118,3617902 -0,23986829
MYOR PT MAYORA INDAH Tbk 2016 33 0,026865632 0,071373619 106,2552893 -0,289051503
2017 34 0,027335919 0,060804043 102,8167978 -0,203037263
2018 35 0,025017958 0,052346698 105,9305218 -0,225439104
2014 36 0,02200033 0,105440728 123,1897076 -0,669803681
2015 37 0,024991348 0,085177133 127,7024864 -0,57116077
ROTI PT NIPPON INDOSARI CORPORINDO Tbk 2016 38 0,023956488 0,070168689 102,3661253 -0,565397424
2017 39 0,007421967 0,043874163 61,68094992 -0,363390879
2018 40 0,01403686 0,042418228 50,63281887 -0,460231584
2014 41 0,049927626 0,29459018 104,313953 -0,439624995
2015 42 0,01797916 0,272178195 122,1773191 -0,510762772
SKBM PT SEKAR BUMI Tbk 2016 43 0,005632256 0,254223162 171,9017757 -0,356066919
2017 44 0,003871135 0,168680613 58,61689372 -0,391274975
2018 45 0,004285521 0,165869893 70,22927988 -0,344395532
2014 46 0,024156626 0,450380796 116,1954652 -0,466828132
2015 47 0,023863184 0,454301034 148,0262893 -0,41395944
SKLT PT SEKAR LAUT Tbk 2016 48 0,013886244 0,23323906 91,87487878 -0,764779611
2017 49 0,012636494 0,224580098 106,8747528 -0,408528738
2018 50 0,016710709 0,203616505 120,2872661 -0,358239421
Lampiran 6 : Data hasil perhitungan variabel penelitian
KODE NAMA PERUSAHAAN Tahun No Insentif Pajak Growth Leverage Accounting
2014 51 0,031182239 0,160226261 107,9521722 0,028125788
2015 52 0,036245862 0,129856041 90,28053816 0,008247333
STTP PT SIANTAR TOP Tbk 2016 53 0,027961245 0,112108378 99,94755892 -0,016144982
2017 54 0,026873545 0,097765185 73,25060754 1,243003117
2018 55 0,037464079 0,079568124 59,81590578 0,03576349
2014 56 0,040038691 0,255033761 0,028784003 0,921095344
2015 57 0,062037351 0,206496952 26,54115121 -1,135263068
ULTJ PT ULTRAJAYA Tbk 2016 58 0,068122525 0,165559685 21,49372198 -0,222767134
2017 59 0,064760816 0,137617001 23,30281908 -0,779492852
2018 60 0,053836248 0,120980466 16,35439154 -0,526535083
Lampiran 7 : Data hasil Output SPSS

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
IP 60 -,02 87,05 1,4927 11,23270
GO 60 ,02 23,01 1,3315 4,43103
LEV 60 ,03 302,86 94,2933 55,45364
AP 60 -1,14 2,93 -,1829 ,54588
Valid N (listwise) 60

Correlations
IP GO LEV AP
IP Pearson Correlation 1 -,031 -,179 ,748(**)
Sig. (2-tailed) ,813 ,172 ,000
N 60 60 60 60
GO Pearson Correlation -,031 1 -,347(**) -,034
Sig. (2-tailed) ,813 ,007 ,026
N 60 60 60 60
LEV Pearson Correlation -,179 -,347(**) 1 -,257(*)
Sig. (2-tailed) ,172 ,007 ,047
N 60 60 60 60
AP Pearson Correlation ,748(**) -,034 -,257(*) 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,796 ,047
N 60 60 60 60
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Model Summary(b)

Model R R Square
1 ,761(a) ,579
a Predictors: (Constant), LEV, IP, GO
b Dependent Variable: AP

ANOVA(b)
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 10,176 3 3,392 25,651 ,000(a)
Residual 7,405 56 ,132
Total 17,581 59
a Predictors: (Constant), LEV, IP, GO
b Dependent Variable: AP
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.


1 (Constant) ,085 ,107 ,793 ,431
IP ,035 ,004 ,719 8,115 ,000
GO ,493 ,011 ,064 ,690 ,003
LEV ,116 ,001 ,151 1,598 ,001
a Dependent Variable: AP

Model Summary(b)

Durbin-Watson
1,479
a Predictors: (Constant), LEV, IP, GO
b Dependent Variable: AP

Coefficients(a

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

,958 1,044
,870 1,149
,843 1,186
a Dependent Variable: AP
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardize
d Residual
N 60
Mean ,0000000
Normal Parameters(a,b)
Std. Deviation ,35427804
Most Extreme Absolute ,118
Differences Positive ,118
Negative -,093
Kolmogorov-Smirnov Z ,913
Asymp. Sig. (2-tailed) ,376
a Test distribution is Normal.
b Calculated from data.
Scatterplot

Dependent Variable: AP
Regression Studentized Residual

-2

-4 -3 -2 -1 0 1 2 3

Regression Standardized Predicted Value

Anda mungkin juga menyukai