Makalah Tujuan Penciptaan Manusia Sebagai Makhluk Yabg Sempurna

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TUJUAN PENCIPTAAN MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK PALING SEMPURNA

Mata Kulia
AKHLAK TASAWUF

Dosen Pengampu :
ARMIN S, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:
NURSADIN LATIF ( 201111070 )
AMIR ABDURAHMAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH


SEKOLAH TINGGI INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) AL-AMANAH JENEPONTO
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata’ala yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan lancar.

Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kiti nabi besar Muhammad
Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. yang telah membawa ummatnya dari zaman kegelapan menuju
zaman yang terang benderang yang disinari cahaya ilmu pengetahuan.

Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
pendidikan agama islam dengan judul “Tujuan Penciptaan Manusia Sebagai Makhluk Paling
Sempurna”. Disamping itu, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini.

Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu
masukan dan kritikan membangun sangat diharapkan demi perbaikan dimasa mendatang.

Flores, Mei 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................... i

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................................... ii

BAB I .............................................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .......................................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah......................................................................................................................... 2

C. Tujuan ......................................................................................................................................... 2

BAB II ............................................................................................................................................................. 3

PEMBAHASAN............................................................................................................................................. 3

A. Hakekat Manusia Sebagai Makhluk......................................................................................................... 3

B. Peranan Manusia Sebagai Hamba dan Khalifah ...................................................................................... 6

C. Tujuan Penciptaan Makhluk dan Kaitannya dengan manusia sebagai hamba dan Khalifah................ 11

BAB III ......................................................................................................................................................... 14

PENUTUP .................................................................................................................................................... 14

A. KESIMPULAN ........................................................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................. 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Alam semesta dan seisinya merupakan bentuk tatanan yang kompleks, di antaranya ada
manusia, hewan-hewan, tumbuh-tumbuhan, bumi, langit beserta isinya.
Manusia adalah salah satu makhluk ciptaan Allah Subhanahu Wata’ala yang memiliki
peranan penting dalam kehidupan di muka bumi. Manusia juga dipandang sebagai makhluk yang
paling tinggi derajatnya dibandingkan makhluk Allah Subhanahu Wata’ala yang lain bahkan
Allah Subhanahu Wata’ala menyuruh para malaikat untuk bersujud kepada Adam Alaihi Salam.
Salah satu kesempurnaan manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain adalah adanya
akal dan nafsu. Dua hal inilah yang membuat manusia dapat berpikir, bertanggung jawab, serta
memilih jalan hidup, sebagaimana dijelaskan pada Quran surat Al-Isra/17 ayat 70:
ً َ َ َ َ َ ٰ َ ٰ َّ َ َّ ٰ َ َ ٰ َ َٰ َ َ ََ
ࣖࣖ ‫۞ َولقد كَّرمنا َب ِني اد َم َوح َملن ُهم ِفى الب ِر َوال َبح ِر َو َرزقن ُهم ِم َن الط ِي ٰب ِت َوفضلن ُهم على ك ِثير َِّّمن خلقنا تف ِضيلا‬

Sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam dan Kami angkut mereka di darat dan di
laut. Kami anugerahkan pula kepada mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.
(QS. Al-Isra[17]:70).
Selain itu, ada kelebihan lain yang dimiliki oleh manusia sehingga membuat manusia
berbeda dari sesama manusia, yaitu hati. Jika hatinya bersih dari segala perbuatan yang kotor
tentu derajatnya akan ditinggikan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Namun sebaliknya jika hati
manusia itu kotor, derajatnya tentu akan sangat rendah di mata Allah Subhanahu Wata’ala.
Sebagai makhluk Allah Subhanahu Wata’ala tentu manusia selain memiliki hak juga
memiliki kewajiban. Kewajiban yang utama adalah beribadah pada Allah Subhanahu Wata’ala
yang merupakan tugas pokok dalam kehidupan manusia hingga apapun yang dilakukan manusia
harus sesuai dengan perintah Allah Subhanahu Wata’ala. Adapun tanggung jawab manusia
diciptakan oleh Allah Subhanahu Wata’ala di dunia ini adalah sebagai khalifatullah dan sebagai
abdi/hamba Allah.
1
Dalam Al-Quran, terdapat banyak ayat dan petunjuk yang menjelaskan tujuan penciptaan
manusia. Tujuan-tujuan ini memberikan pedoman bagi manusia dalam menjalani kehidupan dan
membangun hubungan yang baik dengan Allah dan sesama makhluk-Nya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah di jelaskan maka dapat dibuat perumusan
masalah sebagai berikut:
1. Jelaskan pengertian hakekat manusia sebagai makhluk ?
2. Apa peranan manusia sebagai hamba dan khalifah ?
3. Apa tujuan penciptaan makhluk dan kaitannya dengan manusia sebagai hamba serta
khalifahnya.?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan ini adalah untuk :

1. Untuk mengetahui pengertian hakekekat manusia sebagai makhluk.

2. Untuk mengetahui peranan manusia sebagai hamba dan khalifah.

3. Untuk mengetahui tujuan penciptaan makhluk dan kaitannya dengan manusia sebagai hamba
serta khalifah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Manusia Sebagai Makhluk

Berbicara tentang “manusia” sebagaimana disebut dalam Al-Quran, terdapat sekurang


kurangnya tiga istilah yang mengacu pada makna pokok manusia, yaitu: basyar, insan, dan an-
naas.
Pertama, basyar disebut dalam Al-Quran sebanyak 27 kali. Dari seluruh ayat tersebut,
kalimat basyar menunjuk pada referensi manusia sebagai makhluk biologis. Sebagaimana
terdapat dalam Quran surat Al-Furqan/25 ayat 7 yang artinya “ Mereka berkata, ‘Bukankah
Rasulullah itu makan makanan dan berjalan-jalan di pasar?”.
Kedua, insan disebut sebanyak 65 kali dalam Al-Quran. Kita dapat mengelompokkan
konteks insan tersebut dalam tiga katagori pokok: a) dihubungkan dengan keistimewaan sebagai
khalifah atau pemikul amanah, b) dihubungkan dengan predisposisi negatif diri manusia, dan c)
dihubungkan dengan proses penciptaan manusia. Semua konteks insan menunjuk pada sifat
psikologis atau spiritual, kecuali poin c.
Adapun ketiga, an-naas mengacu pada manusia sebagai makhluk sosial. Kata ini
merupakan panggilan yang paling banyak terdapat dalam Al-Quran, yakni sebanyak 240 kali.
Dari uraian di atas, terdapat banyak ayat yang menjelaskan hakikat dari manusia. Dengan
begitu dapat dimaknai bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah Subhanahu Wata’ala yang
bukan sekedar hadir untuk meneruskan kehidupan di muka bumi, akan tetapi memiliki kewajiban
memahami isi wahyu (Al-Quran dan Hadits), berakidah (bertuhan), beribadah, dan berakhlakul
karimah
Manusia memiliki dua dimensi pada dirinya, yaitu dimensi jasmani dan juga dimensi
rohani. Bukti kongkret dari manusia adalah makhluk jasmani dimana manusia makhluk yang
terbentuk dari sari pati tanah, kemudian tumbuh menjadi segumpal darah dan menjadi segumpal
daging. Setelah sembilan bulan dikandung, manusia baru pun lahir ke dunia, kemudian tumbuh
dan berkembang hingga akhirnya meninggal dunia. Namun di sisi lain manusia juga adalah
makhluk rohani, terbukti dengan ditiupkan ke dalam tubuh roh pada usia empat bulan dalam
3
kandungan. Selain itu bukti manusia merupakan makhluk rohani ialah pada saat manusia
meninggal dunia, manusia tidak lagi hidup karena roh telah berpisah dengan jasad.
Dengan demikian manusia menduduki posisi yang unik antara alam semesta dengan Allah,
yang memungkinkan berkomunikasi dengan keduanya. Manusia diibaratkan buah di sebuah
pohon, sekalipun munculnya belakangan setelah kemunculan batang dan ranting, namun pohon
itu sendiri tumbuh demi menghasilkan buah. Dan sebagai halnya buah mengandung semua unsur
pohon itu dalam bijinya, maka demikian juga manusia sebagai mikrokosmos mengandung semua
unsur yang ada dalam alam semesta. Tentu manusia yang menjadi tujuan akhir penciptaan adalah
manusia yang telah mencapai kesempurnaan (al-insan al-kamil) yang dalam bentuk kongkretnya
diwakili oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sebagai contoh par excellent.

B. Peranan Manusia Sebagai Hamba Dan Khalifah

1. Manusia Sebagai Hamba

Kata hamba dalam bahasa Arab yaitu ‘abd. Makna yang esensial dari kata ‘abd adalah
ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan. Ketaatan, ketundukan dan kepatuhan hanya layak
diberikan kepada Allah, yang dicerminkan dalam ketaatan, kepatuhan, dan ketundukan pada
kebenaran dan keadilan.
Sebagai hamba, tugas utama manusia adalah mengabdi (beribadah) kepada Sang Khaliq;
menaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Hubungan manusia menjalin
perkenalan dan hubungan antara seorang hamba dengan dengan Allah Subhanahu Wata’ala
bagaikan hubungan seorang hamba (budak) dengan tuannya. Hamba harus senantiasa patuh,
tunduk, dan taat atas segala perintah tuannya. Demikianlah, karena posisinya sebagai ‘abid,
kewajiban manusia di bumi ini adalah beribadah kepada Allah dengan ikhlas sepenuh hati.
Sebagaimana dalam firman Allah Al-Quran surat Al-Bayinnah/98 ayat 5:َ
َ َ ٰ َ ٰ َّ ُ ُ َ َ ٰ َّ ََ ُ َ َ ُ َٰ ُ ُ َ َّ ُ َ
ُ َ
‫الزكوة َوذ ِلك ِدي ُن الق ِي َم ِة‬ ‫الدين ە حنفا َۤء َو ُي ِقي ُموا الصلوة ويؤتوا‬ َ
ِ ‫وما ا ِم ُروا ِالا ِليعبدوا اّلل مخ ِل ِصين له‬

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka

4
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”
(QS. Al-Bayinnah/98:5).
Karena itu Allah selalu mengingatkan kepada manusia, melalui para Nabi atau Rasul-rasul-
Nya sampai dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sebagai Nabi dan Rasul
terakhir, agar manusia senantiasa tetap berada pada naturnya sendiri, yaitu taat, patuh dan tunduk
kepada Allah Subhanahu Wata’ala. (’abdullah). Setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam. Wafat, maka tugas memperingatkan manusia itu diteruskan oleh para shahabat, dan para
pengikut Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam (dari dulu sampai sekarang) yang setia terhadap
ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya, termasuk di dalamnya adalah para pendidik muslim.
Hal tersebut diperkuat lagi dalam Al-Quran surat Al-An`am/6 ayat 102:َ
َ ُ ٰ َ ُ ُ َ َ ُ ُ َ ُ َّ َ ٰ َ ُ ُ ٰ ُ ُ ٰ
‫اّلل َر ُّبكم لا ِاله ِالا ه َو خا ِلق ك ِل شيء فاع ُبدو ُه َوه َو على ك ِل شيء َّو ِكيل‬ ‫ذ ِلكم‬

“Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada
Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah
Pemelihara segala sesuatu.” (QS. Al-An`am/6:102).

2. Manusia Sebagai Khalifah fil Ardhi


Khalifah, sebuah istilah bagi pemimpin tertinggi di dunia Islam. Kata khalifah yang
berasal dari kata kerja khalafa berarti pengganti atau penerus. Dalam al-Quran surat Al-
Baqarah/2 ayat 30 yang berbunyi:
َ َ ُ ُ َ ُ ََ َ ُ ُ َ ََ ُ َ ً َ َ َ َ َ ٰۤ َ ُّ َ َ َ َ
‫الد َما َۤء َونح ُن ن َس ِبح ِبحم ِدك‬ ُّ َ َ
ِ ‫واِ ذ قال ربك ِلل َملىِٕك ِة ِ ِاني ج‬
ِ ‫اعل ِفى الار ِض خ ِليفة قالوا اتجعل ِفيها من يف ِسد ِفيها ويس ِفك‬

َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َُ
‫َونق ِد ُس لك قال ِ ِاني اعل ُم َما لا تعل ُمون‬

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah/2:30).

5
Dalam melaksanakan kekhalifahannya, untuk menjalankan ajaran-ajaran Allah seperti yang
dicontohkan Nabi dan Rasul, manusia mendapatkan fasilitas alam semesta yang terus berputar,
bergerak, tumbuh, dan berproses secara pasti di bawah takdir Allah. Kepastian proses itu
menjadikan manusia tidak ragu untuk melakukan sesuatu sesuai pilihan masing-masing.

3. Memakmurkan Bumi

Manusia mempunyai kewajiban kolektif yang dibebankan Allah Subhanahu Wata’ala.


Manusia harus mengeksplorasi kekayaan bumi bagi kemanfaatan seluas-luasnya umat manusia.
Maka sepatutnyalah hasil eksplorasi itu dapat dinikmati secara adil dan merata, dengan tetap
menjaga kekayaan agar tidak punah. Sehingga generasi selanjutnya dapat melanjutkan eksplorasi
itu.

4. Memelihara Bumi

Memelihara bumi dalam arti luas termasuk juga memelihara akidah dan akhlak
manusianya sebagai sumber daya manusia. Memelihara dari kebiasaan jahiliyah, yaitu
merusak dan menghancurkan alam demi kepentingan sesaat. Hal tersebut karena sumber daya
manusia yang rusak akan sangat berpotensi merusak alam. Oleh karena itu, hal semacam ini
perlu dihindari. Allah berfirman dalam surat Az-Zumar/39 ayat 62:
َ ُ ٰ َ ُ َ ُ ُ َ ُٰ َ
‫ّلل خا ِلق ك ِل شيء َّوه َو على ك ِل شيء َّو ِكيل‬ ‫ا‬

“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (QS. Az-
Zumar/39:62).

Mengapa Allah memerintahkan umat Nabi Muhammad Shallalhu ‘Alaihi Wa Sallam untuk
memelihara bumi dari kerusakan? Karena sesungguhnya manusia lebih banyak yang
membangkang dibanding yang benar-benar berbuat shaleh sehingga manusia akan cenderung
untuk berbuat kerusakan daripada berbuat kebaikan, misalnya saja kaum Bani Israil, seperti yang
Allah sebutkan dalam firman-Nya dalam surat Al-Isra/17 ayat 4:ِ

َ ُُ ُ ََ َ َ َّ ُ َُ ٰ َ ٰ َ َ َ
‫َوقضينا ِالى َب ِني ِاس َرا ِۤءيل ِفى ال ِكت ِب لتف ِسدن ِفى الار ِض َمَّرتي ِن َولتعلَّن عل ًّوا ك ِبي ًرا‬

6
“Dan telah kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu : ‘Sesungguhnya kamu
akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan
menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar.” (QS. Al-Isra/17:4).

C. Tujuan Penciptaan Makhluk dan Kaitannya dengan Manusia Sebagai


Hamba dan Khalifah
Alam semesta bukanlah realitas terakhir sebagaimana yang disangkakan para ilmuan alam
yang ateis atau sekuler. Alam semesta tidak lain hanya tanda-tanda (ayat) dari kekuasaan dan
keberadaan Allah, satu-satunya realitas yang patut disebut Realita Terakhir (The Ultimate
Reality). Oleh karena itu mempelajari alam semesta sama dengan mempelajari tanda-tanda
kebesaran Allah. Alam semesta diciptakan bukan memulai keniscayaan sebagaimana yang
disangkakan oleh kaum Neoplatonis, akan tetapi melalui kehendak Allah yang mutlak. Selain itu
alam semesta tidak bersifat abadi, sebagaimana yang disangkakan Aristoteles, Al-Farabi, dan
Ibnu Sina, akan tetapi tercipta dalam waktu dengan titik awal.
Alam diatur melalui apa yang Al-Quran sebut sebagai sunnah Allah. Sunnah Allah berbeda
dengan hukum alam karena hukum alam tidak mengizinkan suatu pengertian kreativitas apa pun,
sunnah Allah memberikannya. Sunnah Allah adalah kebiasaan atau cara Allah dalam
menyelenggarakan alam. Sunnah Allah berlaku secara umum di alam semesta ini, yang
menyebabkan ada kesan keteraturan di dalamnya, sehingga alam semesta disebut “cosmos”
bukan “chaos”.
Di antara makhluk Allah yang ada di alam semesta, manusialah yang secara biologis paling
lengkap dan paling rumit. Pada dirinya terkandung unsur yang membentuk alam semesta,; dari
mulai unsur mineral, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia itu sendiri, dengan masing-masing
dayanya yang istimewa. Itulah sebabnya manusia sering disebut sebagai “mikrokosmos”.
Manusia merupakan cermin potensial bagi seluruh sifat-sifat Allah yang di luar diri manuisa
terpantul secara fragmenter di dalam aneka tingkat wujud yang terpisah. Terdapat sebuah
ungkapan bijak, “Siapa yang mengetahui dirinya dengan sebenarnya (ma’rifah), maka akan
mengenal tuhannya”. Manusia adalah astrolab yang dapat menyingkap rahasia-rahasia Allah
yang biasa tersimpan rapat dalam berbagai sekat simbolisme.

7
Allah telah menurunkan Al-Quran untuk semua manusia sebagai petunjuk dan bertafakur.
Dalam Al-Quran, manusia diseru untuk merenungi berbagai kejadian dan benda alam, yang
dengan jelas memberikan kesaksian akan beradaan dan ke-Esa-an Allah beserta sifat-sifat-Nya.
Dalam Al-Quran, segala sesuatu yang memberikan kesaksian ini disebut “tanda-tanda”, yang
berarti “ bukti yang teruji kebenarannya, pengetahuan mutlak, dan pernyataan kebenaran”. Jadi,
tanda-tanda kebasaran Allah terdiri atas segala sesuatu di alam semesta ini yang memperlihatkan
dan menyampaikan keberadaan dan sifat-sifat Allah. Orang-orang yang dapat mengamati dan
senantiasa ingat hal ini akan memahami bahwa seluruh jagad raya tersusun hanya dari tanda-
tanda kebesarannya. Dengan cara itu, ia akan mengenal Sang Pencipta yang menciptakan dirinya
beserta alam semesta, menjadi lebih dekat kepada-Nya, menemukan makna keberadaaan
hidupnya, dan menjadi orang yang beruntung di dunia dan akhirat. Allah berfirman dalam A-
Quran surat Al-Baqarah/2 ayat 164:
ِ‫س َم ۤاء‬ ‫اس َو َما ٓ ا َ ْنزَ َل ه‬
َّ ‫ّٰللاُ مِ نَ ال‬ َ ‫ي فِى ْال َبحْ ِر ِب َما َي ْنفَ ُع ال َّن‬ْ ‫ار َو ْالفُ ْلكِ الَّ ِت ْي تَجْ ِر‬
ِ ‫اخت ََِلفِ الَّ ْي ِل َوال َّن َه‬
ْ ‫ض َو‬ ِ ‫اْل ْر‬َ ْ ‫ت َو‬ِ ‫ق السَّمٰ ٰو‬ ِ ‫ا َِّن فِ ْي خ َْل‬
‫ت ِلقَ ْو ٍم‬ ٍ ٰ‫ض َ ْٰلي‬ َ ْ ‫س َم ۤاءِ َو‬
ِ ‫اْل ْر‬ َّ ‫س َّخ ِر َبيْنَ ال‬ َ ‫ب ْال ُم‬ِ ‫س َحا‬ َّ ‫يٰح َوال‬
ِ ‫الر‬ِ ِ‫ث فِ ْي َها مِ ْن ُك ِل د َۤا َّب ٍة ۖ َّوتَص ِْريْف‬ َّ ‫ض َب ْعدَ َم ْو ِت َها َو َب‬ َ ْ ‫مِ ْن َّم ۤاءٍ فَاَحْ َيا ِب ِه‬
َ ‫اْل ْر‬
َ‫َّي ْع ِقلُ ْون‬
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan
siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan
apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan
bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan,
dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh
(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang
memikirkan.” (QS. Al-Baqarah/2:164).
Maka dari itu, sejatinya penciptaan makhluk memiliki kaitan yang erat dan penting dengan
peran manusia sebagai hamba Allah juga sebagai khalifah di muka bumi. Manusia diciptakan
oleh Allah dengan potensi akal dan hati. Akal merupakan alat yang digunakan oleh manusia
untuk melahirkan ilmu pengetahuan serta alat untuk berpikir. Adapaun hati merupakan alat bagi
manusia untuk mengimani Dzat yang tidak dapat dicapai oleh akal. Allah sebagai khaliq
menciptakan makhluk yakni hewan-hewanan, tumbuh-tumbuhan, gunung, matahari, jin,
malaikat, surga, neraka, dan hal-hal yang lainnya sebagai penunjang kehidupan manusia dan juga

8
sebagai bukti nyata eksistensi khaliq. Makhluk yang ada di alam semesta akan menjadi
bermanfaat jika manusia mau memerankan fungi akal dan hatinya.
Dengan adanya akal, maka manusia dapat merenungkan keajaiban-keajaiban ciptaan Allah,
menyadari keindahan ciptaan-Nya serta senantiasa mengagungkan Allah yang Maha Memiliki
Alam Semesta. Namun hal tersebut dapat terjadi jika manusia memiliki keimanan terhadap Allah
Subhanahu Wata’ala. Jika tanpa iman, maka manusia akan dikuasai oleh ego dan kesombongan
yang menafikan wujud Allah.
Iman dan ilmu yang dimiliki manusia belum sempurna jika belum diamalkan. Maka dari
itu, konsekuensi dari adanya ilmu dan iman pada manusia sejatinya melahirkan perbuatan-
perbuatan yang baik yakni menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Perbuatan manusia secara sederhana terbagi menjadi dua macam, yaitu hubungan vertikal yakni
menjalin hubungan dengan Allah (hablu minallah) dengan menjadi hamba Allah yang taat, juga
hubungan horizontal yakni menjalin hubungan dengan sesama manusia (hablu minannas) dan
dengan alam semesta (hablu minal ‘alam) sebagai wakil Allah atau khalifah yang adil. Manusia
hidup di dunia untuk beramal, namun amal yang didasari iman dan ilmu akan bernilai ibadah.
Maka dari itu dengan memerankan fungsi akal dan hati atau ilmu dan iman, serta
mengamalkannya secara nyata maka akan dapat menjadikan dirinya lebih mengenal Allah dan
juga menempatkan dirinya pada kedudukan yang mulia di mata Allah yakni manusia yang
sempurna (kamil) dan bertakwa.

9
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Manusia adalah salah satu makhluk ciptaan Allah Subhanahu Wata’ala yang memiliki
peranan penting dalam kehidupan di muka bumi. Manusia juga dipandang sebagai makhluk yang
paling tinggi derajatnya dibandingkan makhluk Allah Subhanahu Wata’ala yang lain bahkan
Allah Subhanahu Wata’ala menyuruh para malaikat untuk bersujud kepada Adam Alaihi Salam.
Salah satu kesempurnaan manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain adalah adanya
akal dan nafsu. Dua hal inilah yang membuat manusia dapat berpikir, bertanggung jawab, serta
memilih jalan hidup.
Berbicara terkait hakekat manusia sebagai makhluk terdapat sekurang kurangnya tiga
istilah yang mengacu pada makna pokok manusia, yaitu: basyar, insan, dan an-naas.
1. Basyar, menunjuk pada referensi manusia sebagai makhluk biologis.
2. Insan, menunjuk pada sifat psikologis dan spiritual.
3. An-Naa, mengacu pada manusia sebagai makhluk sosial.

Peranan Manusia Sebagai Hamba Dan Khalifah di bumi ini adalah


1. Sebagai hamba yaitu mengabdi (beribadah) kepada Sang Khaliq; menaati perintah-Nya
dan menjauhi segala larangan-Nya.
2. Sebagai Khalifah fil ‘Ard yaitu memelihara dan memanfaatkan apa yang ada I muka
bumi ini dengan baik. Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka
bumi, ada dua peranan penting yang diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai
hari kiamat. Pertama, memakmurkan bumi (al-’imarah). Kedua, memelihara bumi dari
upaya-upaya perusakan yang datang dari pihak manapun.

Alam semesta bukanlah realitas terakhir sebagaimana yang disangkakan para ilmuan alam
yang ateis atau sekuler. Alam semesta tidak lain hanya tanda-tanda (ayat) dari kekuasaan dan
keberadaan Allah, satu-satunya realitas yang patut disebut Realita Terakhir

10
Di antara makhluk Allah yang ada di alam semesta, manusialah yang secara biologis paling
lengkap dan paling rumit. Pada dirinya terkandung unsur yang membentuk alam semesta,; dari
mulai unsur mineral, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia itu sendiri, dengan masing-masing
dayanya yang istimewa.

Manusia merupakan cermin potensial bagi seluruh sifat-sifat Allah yang di luar diri
manuisa terpantul secara fragmenter di dalam aneka tingkat wujud yang terpisah.

Maka dari itu, sejatinya penciptaan makhluk memiliki kaitan yang erat dan penting dengan
peran manusia sebagai hamba Allah juga sebagai khalifah di muka bumi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Zainal Abidin. 1973. Membangun denan Iman Ilmu dan Amal. Jakarta: Bulan
Bintang.
Al-Ghazali, Abu Hamid bin Muhammad. 1997. Tafakur Dibalik Penciptaan Makhluk.
Disunting oleh Tim Risalah Gusti. Dialihbahasakan oleh Abu Ahmad Najieh.
Surabaya: Risalah Gusti.
Firdaus, Feris. 2004. Alam Semesta: Sumber Ilmu, Hukum dan Informasi Ketiga Setelah Al-
Qur`an dan Al-Sunnah. Yogyakarta: Insania Citra Press.
Hasan dan Purwakania, Aliah B. 2006. Psikologi Perkembangan Islam. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
Hidayat, Tatang, ed. Profesionalisme Guru Dalam Membangun Karakter Bangsa Dan
Mengokohkan NKRI (Kumpulan Artikel Ilmiah Seminar Nasional Dan Pelatihan Guru).
1st ed. Bandung: IKA IPAI Press, 2018.
Hidayat, Tatang, and Abas Asyafah. “Paradigma Islam Dalam Metodologi Penelitian Dan
Implikasinya Terhadap Penelitian Pendidikan Agama Islam.” Tadrib IV, no. 2
(2018): 225–45. https://doi.org/https://doi.org/10.19109/tadrib.v4i2.2507.
Hidayat, Tatang, and Toto Suryana. “Menggagas Pendidikan Islami: Meluruskan
Paradigma Pendidikan Di Indonesia.” Jurnal Pendidikan Islam Indonesia. Vol. 3, 2018.
Hidayat, Tatang, and Makhmud Syafe’i. “Filsafat Perencanaan Dan Implikasinya Dalam
Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Sekolah.” LenteraPendidikan 21,
no. 2 (2018): 188–205.
https://doi.org/https://doi.org/10.24252/lp.2018v21n2i5.
Kartanegara, Mulyadhi. 2007. Nalar Religius: Memahami Hakikat Tuhan, Alam dan
Manusia. Jakarta: Erlangga.
Nasution, Harun. 1992. Ensiklopedia Islam. Jakarta: Djambatan.
Parlina, Ika, Aam Abdussalam, and Tatang Hidayat. “Analisis Metode Tafsir Al-Marāghī.”
ZAD Al-Mufassirin 3, no. 2 (December 30, 2021): 225–49.
https://doi.org/10.55759/zam.v3i2.27
12

Anda mungkin juga menyukai