Kajian Jum'am Malam

Unduh sebagai rtf, pdf, atau txt
Unduh sebagai rtf, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 5

SAINS DALAM KHAZANAH PERADABAN ISLAM

Oleh: Muhammad Hamdani/PAI/III

Islam adalah agama kemaslahatan hidup bagi umat manusia. Mulai dari
perbaikan akhlak, cara beribadah, hingga upaya menjalani kehidupan di dunia ini
sebagai bekal di akhirat nanti.

Tak ada yang meragukan itu. Islam laksana cahaya yang senantiasa
menyinari umat manusia. Ia akan memberikan pencerahan dan kemudahan hidup.
Tak heran, bila Islam selalu dikaitkan dengan kegemilangan dan kejayaan.

Sepanjang sejarahnya, Islam telah hadir dengan beragam ilmu


pengetahuan dan melahirkan ribuan intelektual Muslim. Ilmu pengetahuan yang
dikembangkan, memudahkan manusia dalam membangun peradaban dunia.
Bahkan, pada abad ke-6 hingga 14 Masehi, Islam mengalami masa kejayaannya
(The Golden Age of Islam). Saat itu, sejumlah intelektual Muslim berhasil
mewujudkan karya-karya mereka dengan bersumber dari Alquran. Dan Islam pun
identik dengan sains dan teknologi.

Untuk menggambarkan kegemilangan itu, seorang sejarawan sains


terkemuka, George Sarton, menuliskan dalam jilid pertama bukunya yang terkenal
di bidang ini, Introduction to the History of science.

''Cukuplah kita menyebut nama-nama besar yang tak tertandingi di masa


itu oleh seorang pun di Barat: Jabir bin Hayyan, Al-Kindi, Al-Khawarizmi, Ar-
Razi, Al-Farabi, At-Thabari, Al-Biruni, Ibnu Sina, serta Umar Khayyam. Jika
seorang mengatakan kepada anda bahwa Abad Pertengahan sama sekali steril dari
kegiatan ilmiah, kutiplah nama-nama ilmuwan tersebut di atas. Mereka semua
hidup dan berkarya dalam periode yang amat singkat, yakni dari 750 hingga 1100
M.''

Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban,


disebutkan bahwa perkembangan sains dan teknologi dalam sejarah Islam tidak

1
bisa dilepaskan dari tiga landasan, yakni landasan agama, filsafat, dan
kelembagaan.

Pengembangan sains dalam sejarah Islam sejalan dengan perintah Alquran


untuk mengamati alam dan menggunakan akal, dua dasar metodologis sains.
Alquran sendiri merupakan sumber pertama ilmu, seperti yang dinyatakan dalam
Surah An-Nisa' ayat 82: ''Maka, apakah mereka tidak memerhatikan Alquran?
Kalau kiranya Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat
pertentangan yang banyak di dalamnya.”

Perintah penggunaan akal sebagai dasar kerasionalan ilmu dengan perintah


mengamati alam sebagai dasar keempirikan(pengalaman) ilmu selalu berjalan
seiring, misalnya dalam Surah Ar-Rum ayat 22, Al-Baqarah ayat 164, Ali Imran
ayat 190-191, Yunus ayat 5, dan Al-An'am ayat 97. Firman Allah SWT juga sering
disertai pertanyaan afala ta'qilun (mengapa tidak kau gunakan akalmu) dan afala
tatafakkarun (mengapa tak kau pikirkan).

Transformasi peradaban menyentuh bangsa Arab. Para sejarawan mencatat


terjadinya perubahan besar berupa pencapain luar biasa di bidang sains dan
teknologi. Pada awalnya, tak banyak yang bersentuhan dengan ilmu pengetahuan.
Kedatangan Islam mengantarkan mereka pada beragam literatur.

Istilah ilmu atau ilmu yang terdapat dalam kitab suci dan hadis,
mendorong geliat tradisi keilmuan. Mereka menyerap ilmu pengetahuan dari
beragam sumber. Pedagang dan penjelajah Muslim berperan besar dalam
memajukan gairah perubahan di kalangan masyarakat Arab Muslim pada masa
awal.

Mereka berasal dari Makkah, Madinah, dan Yaman. Setelah mengadakan


perjalanan melintasi gurun pasir, mereka mencapai Mesir, Mesopotamia, dan
Suriah yang dikenal sebagai pusat peradaban kuno. Dari wilayah-wilayah itu,
berbagai pemikiran ilmiah maupun teknik instrumen lawas dibawa dan
diperkenalkan ke jazirah Arab.

2
Di saat yang bersamaan, muncul kelompok baru di masyarakat Muslim,
yakni kalangan terpelajar yang terdiri dari ulama, filsuf, dan cendekiawan. Para
tokoh ini sangat tertarik dengan keunggulan peradaban kuno. Mereka menjelma
sebagai pendorong utama percepatan kemajuan ilmu di dunia Islam.

Hanya dalam waktu singkat, terjadi perkembangan pesat di bidang politik,


sosial, budaya, dan pemikiran. Muhammad Abdul Jabar Beg, peneliti tamu di
Cambridge Universtity, Inggris, dalam tulisannya The Origins of Islamic Science
menyatakan, Muslim tak hanya mengubah cara pikir, tetapi juga pandangan dunia.

Menurut dia, sikap ini mendorong mereka mengkaji dan mempelajari


warisan peradaban kuno yang mereka temukan. Kegiatan itu terus berlangsung
hingga masa kekhalifahan pada abad ke-8 Masehi. Para penguasa memberikan
kontribusi besar terhadap perkembangan bidang ilmu.

Buku berjudul Ilmuwan Muslim Pelopor Hebat di Bidang Sains Modern


karya sejarawan Ehsan Masood mengungkapkan, salah satu ciri periode
pembangunan Islam yakni menyerap keunggulan peradaban lain, memodifikasi,
dan melakukan inovasi. Islam kemudian melahirkan sejumlah ilmuwan terkemuka
di bidang sains dan teknologi.

Kota-kota pusat ilmu, bermunculan di seantero dunia Islam, mulai dari


Damaskus, Basra, Kordoba hingga Kairo. Kegiatan intelektual mencapai
puncaknya pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah yang ditandai gencarnya
gerakan penerjemah literatur ilmiah asing.

Beberapa cendekiawan Muslim klasik secara khusus mencatat fenomena


perubahan yang terjadi pada masyarakat Arab, terutama kecenderungan akan pen
carian ilmu. Mereka itu antara lain Ibnu Qutaibah, AlKhawarizmi, serta Ibnu Al-
Qifti. Karya Ibnu Qutaibah berjudul AlMa'arif mengulas hal tersebut dalam
perspektif sejarah.

Pada buku ensiklopedia ilmu ini, Ibnu Qutaibah menyingkap beragam


pemikiran kuno, termasuk legenda, mitos, dan kepercayaan yang diketahui

3
komunitas Muslim pada masa awal. Terdapat pula kajian terkait ilmu
pengetahuan, misalnya, teori penciptaan, astronomi, maupun ilmu bumi.

Deskripsi dari Ibnu Qutaibah menjadi rujukan ilmiah para sarjana Muslim
berikutnya, bahkan memengaruhi perkembangan sains di dunia Barat. Sedangkan,
buku Mafatih AlUlum (Kunci Ilmu), yang disusun AlKhawarizmi, dipandang
sebagai karya umat Islam pertama yang meneliti asal mula sains Islam.

Gagasan itu lantas diperluas AlQifti lewat karyanya, Tarikh AlHukama. Ia


menuliskan secara perinci sebanyak 144 biografi filsuf dan cendekiawan kondang
pada masa Yunani kuno hingga masa kekhalifahan. Menurut dia, proses transfer
ilmu pada masa awal Islam berlangsung lebih pesat di kawasan Semenanjung
Arab.

Wilayah itu berdekatan dengan pusat-pusat peradaban kuno. Pengetahuan


kuno dalam bidang seni, teknologi, dan pemikiran, disampaikan oleh para hukama
(tetua) melalui cerita, dongeng, dan mitos, dari generasi ke generasi. Informasi
ihwal pengetahuan dan teknologi itu juga berasal dari para pengembara dan
pedagang Islam.

Bangsa Arab menyebut sains kuno itu dengan Ulum Al Awa'il, yang segera
disesuaikan dengan tradisi setempat dan mulai digunakan secara luas. Misalnya,
roda dan kapal layar yang dite mukan peradaban Mesopotamia. Begitu pula
standar timbangan dari bangsa Sumeria. Sistem angka Arab berasal dari peradaban
India kuno. Proses peralihan Al Qifti mencatat, hingga akhir abad ke-7 Masehi,
orang-orang Arab melakukan proses peralihan pengetahuan masih secara lisan,
belum dengan tulisan ilmiah. Keingintahuan yang besar dan semangat keilmuan
yang membuncah mampu meningkatkan intensitas interaksi antara umat Islam dan
sains teknologi kuno.

Penyebaran agama Islam yang kian luas semakin menambah jumlah orang
dari berbagai wilayah untuk memeluk agama ini. Hal itu akan memperbanyak
khazanah pengetahuan asing yang dapat diserap. Umat Islam menjadi begitu dekat
dengan tradisi, sejarah, dan sains peradaban kuno.

4
"Sebagai contoh, Khalifah Khalid bin Yazid mengawali studi kimia yang
diperolehnya dari literatur kuno," urai Muhammad Abdul Jabar Beg. Catatan
sejarah mengungkapkan, sang khalifah merupakan salah satu pakar kimia pertama
di dunia Islam. Ia memiliki peran besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Khalifah Khalid bin Yazid mendorong para ilmuwan dari Damaskus,


Suriah dan Kairo, serta Mesir untuk menerjemahkan buku-buku bidang kimia,
kedokteran, dan astronomi dari literatur Yunani kuno dan Koptik ke dalam bahasa
Arab. Selanjutnya, kaum cendekia Muslim mengembangkan pemikiran dan
inovasinya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai