Jelita Putri K - 1111190016 - Resume Hukum Pidana Khusus
Jelita Putri K - 1111190016 - Resume Hukum Pidana Khusus
Jelita Putri K - 1111190016 - Resume Hukum Pidana Khusus
Kelas : 3F
Nim : 1111190016
Pertemuan ke-2
(4 September 2020)
• Secara definitif hk Pidana umum dpt diartikan sebagai perundang undangan pidana dan
berlaku umum yg tercantum dalam Kitab Undang-Undang hukum Pidana serta semua
perundang undangan yg mengubah dan menambah KUHP
• Hukum pidana khusus (peraturan perundang-undangan Tindak Pidana Khusus) bisa
dimaknai sebagai perundang-undangan di bidang tertentu yang memiliki sanksi pidana, atau
tindak tindak pidana yang diatur dalam perundang undangan khusus, diluar KUHP, baik
perundang undangan pidana maupun bukan pidana tetapi memiliki sanksi pidana (ketentuan
yang menyimpang dari KUHP)
Menurut Para Ahli :
• Andi hamzah menulis, peraturan hukum pidana yg tercantum di luar KUHP dpt disebut
Undang undang (Pidana) tersendiri atau disebut juga hukum pidana di luar kodifikasi atau
non kodifikasi.
• H.J.A Nolte membuat disertasi di universitas Utrecht, Belanda, pada 1949, berjudul het
strafrecht in de afzonderlijke wetten, yg jika dibahasa indonesiakan akan menjadi “hukum
pidana di dalam UU tersendiri).
• WP.J Pompe, dlm kata pengantar buku nolte hasil disertasi tersebut mengatakan bahwa
nolte mulai dengan pandangan dasar filosofis dan sejarah hukum. Ada hukum pidana
sebagian di dalam KUHP (kodifikasi) dan sebagian di luar KUHP atau di dalam undang-
undang tersendiri (Andi Hamzah: 2005)
Pertemuan ke-3
(11 September 2020)
Pertemuan ke-4
( 18 September 2020)
C. Sanksi Pidana
Sanksi pidana dalam Bahasa inggris criminal sanctions, Bahasa belanda strafrechtelijke sanscties
merupakan hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku yang melakukan perbuatan pidana.
Sanksi pidana dibagi 2 jenis, yaitu :
a. Pidana pokok
b. Pidana tambahan
Pidana pokok merupakan pidana yang dapat dijatuhkan tersendiri oleh hakim. Pidana pokok dibagi 5
macam :
1. Pidana mati, merupakan pidana yang dijatuhkan kepada terpidana atau terhukum, yang
berupa pencabutan nyawa yang bersangkutan.
2. Pidana penjara, ketentuannya di pasal 12 KUHP, berkaitan dengan jangka waktu terhukum
melaksanakan hukuman penjara.
3. Pidana kurungan, berupa hilangnya kemerdekaan yang bersifat sementara bagi seseorang
yang melanggara hukum. Pidana unu lebuih ringan daripada pidana penjara
4. Pidana denda, ‘pidana yang dijatuhkan kepada pelaku untuk pembayaran sejumlah uang
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pidana
denda dihitung menurut lamanya maksimum pidana kurungan pengganti yang ditentukan
untuk perbuatan itu’.
5. Pidana tutupan, ‘pidana yang dapat dijatuhkan kepada orang yang melakukan kejahatan
yang diancam dengan hukuman penjara karena terdorong oleh maksud yang patut
dihormati. Pidana tutupan disediakan bagi para politisi yang melakukan kejahatan oleh
ideolog yang dianutnya’.
Pidana tambahan merupakan pidana yang dijatuhkan kepada pelaku, tidak hanya pidana pokok
tetapu juga pidana tambahan. Pidana tambahan terdiri dari 3 macam, yaitu :
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim
Pertemuan ke-5
(September 2020)
Subjek pidana atau pelaku yang melakukan tindak pidana korupsi, yaitu:
1. Setiap orang
2. Pegawai negri
3. Penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji
4. Pemborong
5. Ahli bangunan
6. Penjual bahan-bahan bangunan
7. Pemberi gratifikasi
8. Hakim; dan/atau
9. Advokat
Pertemuan ke-6
( September 2020)
F. Lembaga yang Berwenang Memeriksa, Mengadili, dan Memutus Perkara Tindak Pidana
Korupsi
Lembaga yang Berwenang Memeriksa, Mengadili, dan Memutus Perkara Tindak Pidana Korupsi,
yaitu Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Ciri khas pengadilan tindak pidana korupsi, yaitu :
1. Pengadilan khusus yang berada dilingkungan peradilan umum
2. Berkedudukan disetiap ibu kota kabupaten/kota yang daerah hukumnya meliputi daerah
hukum pengadilan negri yang bersangkutan
3. Berwenang memeriksa,mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi
4. Tindak pidana korupsi yang diperiksa,diadili, dan diputus, meliputi :
a. Tindak pidana korupsi
b. Tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi
5. Tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang lain ditentukan sebagai tindak
pidana korupsi
6. Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh warga negara Indonesia diluar wilayah negara
republik Indonesia
7. Hakim memeriksa,mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi terdiri dari hakim
karier dan hakim ad hoc.
Hakim Karier adalah hakim pada ;
a. Pengadilan Negri
b. Pengadilan Tinggi
c. Pengadilan Agung
Hakim ad hoc adalah seseorang yang diangkat berdasarkan persyaratan yang ditentukan dalam
undang-undang ini sebagao hakim tindak pidana korupsi. Sifat hakim ad hoc adalah sementara.
H. Jenis- jenis sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana korupsi
Sanksi hukum bagi pelaku tindak pidana korupsi, tidak hanya berupa pidana penjara dan denda,
tetapi juga dijatuhkan pidana tambahan.
Pidana tambahan, meliputi :
1. Perampasan barang bergerak yang terwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak
bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi
2. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda
yang diperoleh dari tindak pidana korupsi
3. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 tahun
4. Pencabutan seluruh atau sebagian hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian
keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.
1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun
dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah):
a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan
bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan
curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan
negara dalam keadaan perang;
b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan
bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf
a;
c. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional
Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang
yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau
d. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional
Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan
perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
2) Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima
penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara
Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1).
5. Sanksi pidana bagi pelaku yang melakukan penggelapan uang atau surat berharga
Sanksi pidana bagi pelaku yang melakukan penggelapan uang atau surat berharga telah ditentukan
dalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, kini ketentuan itu telah diubah dan disempurnakan dengan pasal 8 Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 8 berbunyi :
“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain
pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena
jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang
lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.”
6. Sanksi pidana bagi pelaku yang melakukan pemalsuan buku-buku daftar-daftar yang khusus
untuk pemeriksaan administrasi
Sanksi pidana bagi pelaku yang melakukan pemalsuan buku-buku daftar-daftar yang khusus untuk
pemeriksaan administrasi telah ditentukan dalam pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Pasal 9 berbunyi :
“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri
yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftardaftar yang khusus untuk pemeriksaan
administrasi.”
7. Sanksi pidana bagi pelaku yang melakukan penggelapan, perusakan dan penghancuran
barang-barang
Sanksi pidana bagi pelaku yang melakukan penggelapan, perusakan dan penghancuran barang-
barang telah ditentukan dalam pasal 10 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan
atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 10
berbunyi :
“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri
yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu, dengan sengaja:
a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang,
akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka
pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau
b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak
dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atau
c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak
dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.”
Pertemuan ke-7
(September 2020)
Pertemuan ke-9
( September 2020)
Pertemuan ke-11
(September 2020)
Pertemuan ke-14
(September 2020)
Pertemuan ke-15
( 10 Desember 2020)