Jurnal Modul 2 Pse

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 12

JURNAL PEMBELAJARANKU

PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL

Disusun oleh :

CIKITA RAHMADANI
NO UKG. 201900712802

MAHASISWA PPG GURU TERTENTU PILOTING TAHAP 2 TAHUN


2024
UNIVERSITAS RIAU
A. Pentingnya Pembelajaran Sosial Emosional

Berdasarkan CASEL 1995 (Collaborative for Academic, Social, and Emotional


Learning) yaitu sekelompok pendidik, psikolog, salah satunya Daniel Goleman
seorang perintis konsep kecerdasan emosional mendefinisikan Pembelajaran Sosial
Emosional (PSE) merupakan “Proses dimana anak dan orang dewasa memperoleh
dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk mengembangkan
identitas yang sehat, mengelola emosi dan mencapai tujuan pribadi dan kolektif,
merasakan dan menunjukkan empati terhadap orang lain, membangun dan
memelihara hubungan yang mendukung, dan membuat keputusan yang
bertanggung jawab dan penuh rasa kepedulian.”
Dari definisi di atas apabila dikaitkan dengan konteks sekolah, maka PSE ini
meliputi orang-orang yang berada di sekolah baik itu peserta didik, pendidik, tenaga
kependidikan, dan warga sekolah yang mampu memahami diri, empati pada orang
lain, berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik sehingga membangun hubungan
yang positif dan memberikan inspirasi pada aspek keterampilan sosial, regulasi
emosi, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan yang bijaksana. Pada
dasarnya pembelajaran sosial emosional ini bisa terus dilatih dan disadari bahwa
setiap yang kita katakan, lakukan, rasakan memiliki konsekuensi dan dampak pada
kehidupan sehari-hari.
Proses belajar mengelola sosial emosional bukan hanya tanggung jawab untuk
orang dewasa saja, melainkan untuk seluruh tingkatan usia dimulai dari anak-anak,
remaja, dan dewasa. Maka sekolah adalah salah satu diantaranya sebagai wadah
untuk proses belajar bukan hanya terfokus pada akademik saja tapi memiliki
karakter yang kuat, keterampilan sosial yang baik yang siap menghadapi tantangan
di masa depan.
Pentingnya pembelajaran sosial emosional bagi siswa karena dapat membantu
mereka dalam mengenali diri, mengembangkan kemampuan berkomunikasi,
empati terhadap teman, membangun kerja sama yang baik, bertanggung jawab atas
perilakunya, serta belajar untuk mengambil keputusan yang bijaksana. Sehingga
mereka siap untuk menghadapi dan berkompetisi, serta berkolaborasi di dunia kerja
dan masyarakat.
Sebagai pendidik pembelajaran sosial emosional ini berguna untuk memberikan
teladan yang baik kepada siswa, membangun kolaborasi kepada rekan sejawat,
menciptakan suasana aman, nyaman, positif di sekitar kita.
B. Penerapan Pembelajaran Sosial Emosional
Menurut CASEL 1995, terdapat lima kompetensi sosial emosional sebagai
berikut:
1. Self-awareness (Kesadaran diri), merupakan kemampuan untuk
memahami emosi, pemikiran, dan nilai-nilai yang mempengaruhi perilaku
dalam berbagai konteks situasi. Misalnya, guru adalah seseorang yang
digugu dan ditiru maksudnya setiap perkataan dan perbuatannya harus bisa
dipertanggungjawabkan. Setiap sikap dan tingkah lakunya pantas untuk
dijadikan tauladan bagi siswa. Jadi guru harus menyadari posisi dan amanah
yang diberikan.
2. Self-management (Manajemen diri), merupakan kompetensi untuk
mengendalikan emosi, pikiran, dan tingkah laku secara efektif dalam
berbagai kondisi dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi. Misalnya,
pengaturan waktu antara prioritas dan kepentingan, menghindari
penundaan, mengambil tanggung jawab atas tindakan dan keputusan
pribadi, mengelola stres, mengembangkan ketahanan mental.
3. Social awareness (Kesadaran sosial), merupakan kemampuan untuk
memahami perspektif dan berempati dengan orang lain, termasuk mereka
yang berasal dari latar belakang, budaya, dan konteks yang berbeda.
Misalnya, di sekolah sedang menjalani projek penguatan profil pelajar
Pancasila atau biasa yang disebut dengan P5, maka setiap guru akan bekerja
sama untuk melaksanakan projek tersebut. Semua guru dituntut untuk aktif
berpartisipasi agar projek yang dibuat dapat mencapai tujuan yang
diinginkan. Dalam hal ini, kesadaran sosial kita dilatih dan diterapkan.
4. Relationship skills (Keterampilan sosial), merupakan kemampuan untuk
membangun dan memelihara hubungan yang sehat dan mendukung serta
menavigasi situasi dengan individu dan kelompok yang beragam secara
efektif. Contohnya, keterampilan sosial dapat dikembangkan di kelas seperti
membiasakan 3S (Senyum, Sapa, Salam), memahami dan menghargai
keadaan dan kemampuan siswa, menunjukkan empati, menerapkan disiplin
positif, memberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat kepada
siswa, dan lain-lain.
5. Responsible decision making (Pengambilan keputusan yang
bertanggung jawab), merupakan kemampuan membuat pilihan yang tepat
dan konstruktif tentang perilaku pribadi dan interaksi sosial dalam berbagai
situasi. Contohnya, pemilihan jabatan ketua kelas/pengurus kelas,
pembagian tugas untuk piket kelas, penyelesaian konflik di kelas, dan
sebagainya.

Kelima kompetensi sosial emosional itu, dapat terus dilatih dan diajarkan
pada setiap tahap perkembangan dari masa prasekolah hingga dewasa. Semakin
sering dilatih maka semakin terbiasa . Pelajar Indonesia adalah pelajar yang
memiliki karakter dan kompetensi sesuai keenam dimensi Profil Pelajar
Pancasila yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berakhlak mulia, berkebhinekaan global, gotong royong, mandiri, kreatif dan
bernalar kritis. Maka di dalam penerapan PSE di sekolah, guru dapat
menggunakan pendekatan sebagai berikut :
a. Pendekatan Peserta Didik Seutuhnya (Whole Child) artinya kita bukan
hanya mengajarkan soal akademik saja, namun motivasi, minat fisik,
spiritual, keterampilan social emosional, dan aspek-aspek lainnya untuk
mengantarkan siswa kita mengenali akan potensinya.
b. Pendekatan Sepanjang Hari (Whole Day) artinya kita berupaya untuk
melakukan praktik pembelajaran sosial emosional setiap saat dan
berkelanjutan.
c. Pendekatan Seluruh Anggota Komunitas Sekolah (Whole School) artinya
sebagai komunitas sekolah berupaya untuk senantiasa menciptakan
lingkungan yang aman, nyaman, kondusif, suportif, dan saling melibatkan.

Pada akhirnya setiap tahapan pembelajaran sosial emosinal ini akan


menciptakan lingkungan yang menguatkan kesejahteraan psikologis
(wellbeing) warga sekolah.
C. Refleksi Pengalaman Bermakna

Setelah memahami modul dua ini tentang Pembelajaran Sosial


Emosional (PSE) saya menerapkannya di kegiatan belajar mengajar di kelas
saya. Saya adalah seorang guru mata pelajaran Bahasa inggris jenjang SMP
yang memiliki tugas mengajar di kelas 8 dan kelas 9. Berdasarkan pengalaman
bermakna yang sudah saya terapkan di beberapa kelas, saya sangat terkejut
dengan hasil yang saya peroleh. Saya menemukan banyak kasus. Seperti,
banyak siswa yang belum terampil mengelola emosinya, cara meluapkan
perasaan mereka, dan masalah di keluarga masing-masing yang sangat
mengganggu konsentrasi dalam belajar. Saya menerapkan Teknik STOP selama
kurang lebih 7 menit saat di kegiatan inti pembelajaran. Saya mengamati situasi
pembelajaran di kelas VIII-2, VIII-3 dan IX-7 kurang kondusif. Kemudian saya
berinisiatif untuk melakukan Teknik STOP sejenak. Saat Teknik itu dilakukan,
saya banyak mengamati dan mengobservasi ekspresi dan gerak gerik siswa.
Bermacam-macam reaksi yang mereka eekspresikan: seperti ada beberapa
siswa yang tiba-tiba mengeluarkan air mata, ada yang biasa saja, bahkan ada
beberapa siswa yang benar-benar rileks dan santai.
Teknik Stop ini saya lakukan di dalam kelas, dengan cara mengatur
suasana yang nyaman dan hening. Membuat posisi duduk ternyaman lalu
menginstruksikan siswa untuk menarik nafas secara perlahan-lahan dengan
memejamkan mata. Kemudian saya memberikan afirmasi positif, nasehat, dan
motivasi. Saya mengamati suasana kelas begitu ekspresif. Siswa mulai
mengekspresikan dengan caranya masing-masing. Setelah pengamatan itu, saya
melanjutkan dengan menginstruksikan siswa untuk menulis apa yang mereka
rasakan dengan menggambarkan ekspresi wajah. Setelah itu mereka
melanjutkan kembali aktivitas pembelajaran di kelas.
Menurut saya, dengan adanya teknik stop ini berguna untuk diterapkan
di dalam kegiatan pembelajaran. Teknik ini bisa dilakukan pada saat kegiatan
pembuka, inti, maupun kegiatan penutup. Hal ini sangat bermanfaat bagi
seorang pendidik agar bisa mengoptimalkan pembelajaran di kelas. Perlunya
mengetahui pengelolaan sosial emosional siswa. Sehingga kita bisa menyiapkan
strategi yang tepat untuk menangani masalah yang sedang dihadapi siswa.
Yang kedua saya juga melakukan strategi POOCH di sela-sela waktu
istirahat. Setelah mengobservasi siswa, saya mendapati siswa yang memiliki
masalah di kelas. Saya membimbing satu per satu dengan mendengarkan
masalah dan pilihan-pilihan solusi yang langsung mereka katakan. Lalu saya
arahkan dan tegaskan untuk mempertimbangkan keputusan yang ingin mereka
buat. Setelah strategi ini saya lakukan. Sebagian besar siswa mulai mengalami
perubahan. Mereka mulai bisa mengenali diri, emosi, dan interaksi sesame
teman.
Strategi Pooch (Problem, Options, Outcomes, and Choices) memandang
apa yang menjadi masalah (problem), lalu mempertimbangkan pilihan
(options), Solusi (outcomes) ,atau konsekuensi (choices) yang akan dihadapi.
Sehingga guru bisa mengarahkan peserta didik untuk membiasakan diri mereka
mengatasi masalah dan tantangan yang sedang mereka hadapi.
Saya menyadari bahwa pentingnya pembelajaran sosial emosional bisa
mendukung kegiatan pembelajaran lebih bermakna dan lebih menciptakan
lingkungan belajar yang jauh lebih kondusif dan positif. kolaborasi, kerja sama
di kelompok semakin membaik, optimal, dan holistik. Kita sebagai pendidik
bukan hanya terfokus pada perkembangan akademiknya, namun seluruh aspek
harus terus berkembang. Ketika kita sudah mampu mengelola sosial emosional
kita dapat mengurangi konflik, meningkatkan keterlibatan positif siswa,
membantu mengelola stress, kegagalan, frustasi, sehingga mengurangi risiko
masalah kesehatan mental yang sering kita lihat, dengar, dan alami terutama di
lingkungan sekolah.
D. Umpan Balik dan Dokumentasi Pengalaman Bermakna

Gambar 1. Berdiskusi dengan


pimpinan terkait PSE.

Gambar 2. Berdiskusi dengan


rekan sejawat.

Gambar 3. Melalui komunitas


belajar dapat meningkatkan
hubungan kerja sama yang
efektif.
Gambar 4. Menerapkan Teknik
STOP di kelas.

Gambar 5. Mengubah suasana


pembelajaran dengan games dapat
membangun kolaborasi yang efektif.
Gambar 6. Kelompok diskusi
untuk memecahkan suatu masalah.

Gambar 7. Menunjukkan hasil


karya untuk meningkatkan rasa
percaya diri.
Gambar 8 dan 9. Menerapkan
strategi POOCH untuk menangani
masalah yang dihadapi siswa.
Gambar 10 dan 11. Umpan balik siswa yang mengikuti Teknik STOP.
Gambar 12 dan 13. Umpan balik siswa yang mengikuti Strategi POOCH.

Anda mungkin juga menyukai