Pasquale Getrudio M.Mau-PENGARUH EFEKTIVITAS POC

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

EFEKTIVITAS PENCAMPURAN PUPUK ORGANIK CAIR DALAM

NUTRISI HIDROPONIK PADA PERTUMBUHAN TANAMAN SELEDRI


(Apium graveolens L.)

PROPOSAL PENELITIAN
Ditujukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Oleh:

PASQUALE GERTRUDIO MOSES MAU


NIM: 2106050067

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2023

LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal Penelitian dengan judul Pengaruh Efektivitas POC (Pupuk Organik


Cair) Ekstrak Daun Kelor Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman
Seledri (Apium graveolens L) Secara Hidroponik’ yang disusun dan diajukan oleh
PASQUALE GERTRUDIO MOSES MAU, NIM 2106050067 telah diperiksa
dan disetujui untuk diseminarkan.

Disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Koordinator Program Studi Biologi

Fakultas Sains dan Teknik

Universitas Nusa Cendana

Andriani Ninda Momo. S.Si, M.P


NIP. 19820928 200812 2 001
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produksi hortikultura di Indonesia semakin meningkat seiring dengan


bertambahnya kebutuhan gizi. Hal ini disebabkan oleh tingkat pengetahuan
dan tingkat pendapatan masyarakat. Kebutuhan akan gizi ini salah satunya
dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi sayuran. Salah satu jenis sayuran yang
mempunyai nilai gizi tinggi tinggi adalah selada, karena mengandung
vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Tanaman selada sudah
dikenal baik dan digemari oleh masyarakat Indonesia. Selada merupakan
sayuran yang mempunyai nilai komersial dan prospek yang cukup baik.
Ditinjau dari aspek klimatologi, aspek teknis, ekonomi dan bisnis, dapat
dikatakan bahwa saat ini selada layak diusahakan guna memenuhi permintaan
konsumen yang cukup tinggi dan peluangpasar internasional yang cukup besar
(Haryanto et al. 2003).

Permintaan selada di Indonesia saat ini belum dapat terpenuhi karena


produksi selada masih rendah, dari Badan Pusat Statistik (BPS) secara
nasional digambarkan bahwa ekspor selada pada tahun 2002 adalah 47.942
ton meningkat menjadi 55.710 ton pada tahun 2003. Kemudian banyaknya alih
fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman dan kawasan industri yang
menjadi salah satu penyebab lahan pertanian semakin sempit.
Menurut BPS pada tahun 2014, data menunjukkan alih fungsi lahan pertanian
di Pulau Jawa terjadi setiap tahunnya seluas 27.000 hektar. Sementara secara
nasional konversi lahan pertanian mencapai 100.000 hingga 110.000 hektar
per tahun (Badan Pusat Statistik 2014). Salah satu alternatif pemecahan
masalah di atas adalah membudidayakan tanaman secara hidroponik. Salah
satu budidaya hidroponik yang dikembangkan adalah Sistem Nutrient Film
Technique (NFT). NFT merupakan budidaya tanaman tanpa tanah dengan
akar tanaman berada dalam aliran dangkal bersirkulasi dalam air
mengandung unsur yang diperlukan tanaman. Dalam budidaya hidroponik
selain digunakan pupuk anorganik juga dapat digunakan pupuk organik.

Hidroponik adalah teknik budidaya dengan memanfaatkan air tanpa


menggunakan media tanah. Salah satu keuntungan budidaya secara
hidroponik adalah lebih mudah dalam pemberian nutrisi sehingga bisa lebih
efisien (Setyoadji 2015). Keberhasilan budidaya secara hidroponik selain
ditentukan oleh media yang digunakan juga ditentukan oleh larutan
nutrisi yang diberikan, karena tanaman tidak mendapatkan unsur hara dari media
tumbuhnya. Oleh karena itu tanaman harus mendapatkan hara melalui
larutan nutrisi yang diberikan secara terus menerus. Larutan nutrisi yang
digunakan pada hidroponik harus sesuai dengan kebutuhan tanaman,
yaitu mengandung unsur hara makro dan mikro. Menurut Wijayani dan
Indradewa (1998), tanaman selada memerlukan unsur hara makro terdiri dari C,
H, O, N, P, K, Ca, Mg, S dan unsur hara mikro yaitu Mn, Cu, Fe, Mo, Zn, B, Cl,
Co. Salah satu budidaya hidroponik yang dikembangkan adalah
Sistem Nutrient Film Technique (NFT). NFT merupakan budidaya
tanaman tanpa tanah dengan akar tanaman berada dalam aliran dangkal
bersirkulasi dalam air mengandung unsur yang diperlukan tanaman.
Lapisan aliran tersebut sangat dangkal (tipis seperti film) sehingga sebagian akar
tanaman terendam dalam lapisan larutan dan sebagian lagi berada pada bagian
atasnya. Sistem ini memiliki beberapa keunggulan dibanding sistem hidroponik
lainnya. Apabila saluran air tersumbat, akar tetap berwarna putih, tidak pucat,
serta tanaman tidak cepat layu (Karsono et al. 2002).

Dalam budidaya hidroponik selain digunakan pupuk anorganik juga


dapat digunakan pupuk organik. Penggunaan pupuk anorganik secara terus
menerus menyebabkan peranan pupuk kimia tersebut menjadi tidak
efektif. Pupuk organik mampu menjadi salah satu solusi dalam
mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Salah satu pupuk organik yang
banyak beredar di pasaran adalah pupuk organik cair. Menurut Salisbury
dan Ross (1995), pupuk organik cair selain mengandung unsur nitrogen
yang berfungsi menyusun semua protein, asam amino dan klorofil, pupuk
organik cair juga mengandung unsur hara mikro yang berfungsi sebagai
katalisator dalam proses sintesis protein dan pembentukan klorofil.
Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan pupuk organik cair
memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan tanaman. Penggunaan
pupuk organik cair harus memperhatikan konsentrasi atau dosis
yang diaplikasikan terhadap tanaman. Semakin tinggi dosis pupuk yang
diberikan maka kandungan unsur hara yang diterima oleh tanaman akan
semakin tinggi. Namun, pemberian dengan dosis yang berlebihan justru
akan mengakibatkan timbulnya gejala kelayuan pada tanaman (Djufry dan
Ramlan 2013). Oleh karena itu dosis yang tepat perlu diketahui. Untuk itu
perlu dilakukan uji efektivitas penggunaan pupuk organik cair untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap peningkatan produktivitas dan efisiensi
pada budidaya selada (Muhadiansyah et al., 2016).

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, karena belum banyak
informasi mengenai Efektivitas Pencampuran Pupuk Organik Cair Dalam Nutrisi
Hidroponik Pada Pertumbuhan Tanaman Seledri maka peneliti tertarik melakukan
penelitian dengan judul “ Efektivitas Pencampuran Pupuk Organik Cair Dalam
Nutrisi Hidroponik Pada Pertumbuhan Tanaman Seledri.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dikemukakan rumusan Masalah


antara lain:

1. Berapa dosis terbaik dari pencampuran pupuk organik cair dengan


nutrisi hidroponiK terhadap pertumbuhan tanaman seledri (Apium
graveolens L.)?
2. Bagaimana pengaruh pencampuran pupuk organik cair dengan nutrisi
hidroponik terhadap pertumbuhan tanaman seledri (Apium
graveolens L.)
1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dapat dikemukakan tujuan


penelitian antara lain:
1. Untuk mengetahui dosis terbaik dari pencampuran pupuk organik cair
dengan nutrisi hidroponiK terhadap pertumbuhan tanaman seledri
(Apium graveolens L.)
2. Untuk mengetahui hasil pengaruh pencampuran pupuk organik cair
dengan nutrisi hidroponik terhadap pertumbuhan tanaman seledri
(Apium graveolens L.)

1.4 Manfaat

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka dapat dikemukakan manfaat


penelitian yaitu Penelitian ini memberikan data ilmiah dan informasi mengenai
efektivitas pencampuran poc dengan nutrisi hidroponik dan mengetahui dosis
pencampuran yang memiliki hasil terbaik untuk pertumbuhan tanaman seledri
(Apium graveolens L.)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Pertumbuhan

Istilah pertumbuhan mengacu pada perubahan yang bersifat kuantitas. Artinya


konsep pertumbuhan lebih mengarah ke fisik yang bersifat pasti seperti dari kecil
menjadi besar, dari pendek atau rendah menjadi tinggi dan lain-lain. Pertumbuhan
(growth) merupakan peningkatan jumlah dan besar sel diseluruh bagian tubuh.
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses
pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang
sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses
transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang
herediter dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan (Ningrum et al.,
2023).

Tanaman seledri ini berupa herba tegak. Umur tanaman ini bisa mencapai 2
tahun. Seledri memiliki daun berpangkal pada batang dekat tanah, bertangkai, dan
mengeluarkan bau aromatis yang khas, bunga majemuk dan bertangkai pendek-
pendek dan buah membulat panjang, dan berwarna coklat serta biji berwarna
hitam.

Seledri merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada dataran rendah sampai
dataran tinggi, tumbuh optimal pada ketinggian tempat antara 1.000 – 1.200 m
dpl. Suhu udara yang dikehendaki untuk pertumbuhan dan produksi tanaman
seledri 15 ºC – 24 ºC dengan kelembaban antara 80 - 90 % serta cukup mendapat
sinar matahari sekitar 8 jam/hari (Jannah, 2016). Menurut Rukmana (2011),
seledri kurang tahan terhadap air hujan yang tinggi, sehingga penanaman
sebaiknya dilakukan pada akhir musim hujan atau pada periode bulan tertentu
yang curah hujannya berkisar antara 60-100 mm/bulan. Tanah yang ideal untuk
tanaman seledri adalah tanah yang subur, banyak mengandung humus, gembur,
serta mengandung garam dan mineral dengan pH tanah antara 6,0 – 7,0.
2.2 Tanaman Seledri ( Apium graveolens L)

2.2.1 Definisi Tanaman Seledri

Seledri (Apium graveolens, L.) berasal dari Eropa Selatan. Pertama kali
dijelaskan oleh Carotus Linnaeus (spesies Plantanum, 1753), di
Indonesiatanaman ini dikenal dengan nama seledri. Seledri merupakan herba
berbau aromatik, rasanya manis, sedikit pedasdan sifatnya sejuk, herba bersifat
tonik, memacu enzim pencernaan (stomatika), menurunkan tekanan darah
(hipotensif), penghenti pendarahan (hemostatika), peluruh kentut (karminatifa),
mengeluarkan asam urat darah yang tinggi, pembersih darah, dan memperbaiki
fungsi hormon yang terganggu.

2.2.2 Taksonomi Tanaman Seledri

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Trachcobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Apiales

Famili : Apiaceae

Genus : Apium

Spesies : Apium graveolens L

2.2.3 Morfologi Tanaman Seledri

1. Batang, tanaman seledri mempunyai batang yang tidak berkayu,


beralur, beruas, bercabang, tegak, dan warna yang hijau pucat.
2. Bunga, tunggal, dengan tangkai yang jelas, sisi kelopak yang
tersembunyi, daun bunga putih kehijaun atau merah jambu pucat
dengan ujungyangbengkok. Bunga betina majemuk yang jelas, tidak
bertangkai atau bertangkai pendek, sering mempunyai daun berhadapan
atau berbatasan dengantirai bunga.
3. Tirai Bunga, tidak bertangkai atau dengan tangkai bunga tidak lebih
dari 2 cm panjangnya.
4. Buah, panjangnya sekitar 3 mm batang angulat, berlekuk, sangat
aromatik.
5. Akar, tanaman seledri mempunyai akar yang tebal.

Tanaman seledri mempunyai akar tunggang dengan banyak akar samping


yang dangkal. Akar tunggang berkembang agak dangkal pada kedalaman 30
cm di bawah permukaan tanah, memiliki cabang-cabang akar yang menyebar
ke samping untuk memperluas bidang penyerapan air dan unsur hara serta
memperkuat berdirinya batang tanaman. Cabang akar terdiri atas akar-akar
halus yang berbentuk serabut (Tjitrosoepomo, 2011). Daun seledri terkumpul
pada leher akar sehingga batangnya pendek, berwarna hijau tua, berbentuk
baji dengan tepi daun bergerigi dan pangkal maupun ujungnya runcing,
termasuk daun majemuk menyirip dengan anak daun antara 3-7 helai, terletak
pada kedua sisi tangkai yang berseberangan.

Tulang-tulang daun menyirip dengan ukuran panjang 2-7,5 cm dan lebar


2-5 cm. Tangkai daun tumbuh tegak ke atas atau ke pinggir batang, berwarna
hijau dan dapat tumbuh sampai 60 cm (Fazal dan Singla, 2012). Daun seledri
mempunyai aroma harum yang spesifik berasal dari minyak atsiri yang
mengandung fraksi terpena dalam jumlah yang besar. Penurunan aroma
minyak atsiri pada seledri dapat disebabkan oleh proses oksidasi yang terjadi
pada senyawa terpena yang berisomerisasi dengan air, menyebabkan
terjadinya hidrolisis ester dalam minyak atsiri yang memungkinkan terjadinya
penurunan aroma pada daun seledri (Djubaedah dan Lubis, 2001). Bunga
seledri berukuran kecil dan berwarna putih kekuning-kuningan, berkumpul
menjadi satu dalam bonggol yang bertangkai panjang, tumbuh di bagian
pucuk tanaman yang sudah tua, termasuk dalam bunga majemuk yang
berbentuk seperti payung berjumlah 8-12 buah (Sunarjono dan Nurrohmah,
2018). Buah seledri merupakan buah sejati tunggal kering yang berbentuk
berbelah (berbelah dua), mengandung biji lebih dari satu, berwarna hijau saat
muda dan akan berubah menjadi coklat muda saat sudah tua. Biji seledri
berbentuk bersegi lima, memiliki lapisan kulit luar (testa) yang keras dan
lapisan kulit dalam (tegmen) yang tipis seperti selaput yang disebut kulit ari,
berwarna coklat keabu-abuan, tidak berbulu dan memiliki dua daun lembaga

2.2.4 Kandungan Kimia Tanaman Seledri

Secara umum kandungan senyawa fitokimia seledri terdiri dari


karbohidrat, fenol (flavonoid), alkaloid dan steroid. Keberadaan senyawa-
senyawaseperti limonen, selinen, prokoumarin glikosida, flavonoid, Vitamin A
dan C, menjadikan tanaman ini sering digunakan di dalam berbagai
pengobatantradisional dan berpotensi dapat memelihara kebugaran dan
kesehatan tubuh kita. Secara tradisional tanaman seledri digunakan sebagai
pemacuenzim pencernaan atau sebagai penambah nafsu makan, peluruh air
seni, danpenurun tekanan darah. Disamping itu, digunakan juga untuk
mengurangi rasasakit pada rematik, sebagai anti kejang, dan dapat menetralkan
asamlambung.

2.2.5 Manfaat Tanaman Seledri

Seledri merupakan sayuran daun yang biasa digunakan sebagai bumbu


masakan dan dapat digunakan sebagai tanaman obat, karena mengandung
berbagai macam nutrisi yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Seledri memiliki
manfaat sebagai stomakik, diuretik, antispasmodik, menurunkan kadar asam
urat darah, antirematik, karminatif, afrosidisiak, sedatif, pembersih darah dan
memperbaiki fungsi hormon yang terganggu. Seledri daun yang banyak
ditanam di Indonesia memiliki kalori yang sangat tinggi walaupun kadar
vitamin C dan B-nya rendah. Sebagai sayuran, setiap 100 g berat basah seledri
mengandung 1.0 g protein, 0.1 g lemak, 4.6 g karbohidrat, 130 iu vitamin A,
0.03 mg vitamin B, 11.0 mg vitamin C, 50 mg Ca, 40 mg P dan 0.1 mg Fe.

2.3 Pupuk Organik Cair (P0C)

Pupuk organik cair adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman dan
hewan yang sudah diproses dan diberikan melalui daun dengan cara
penyemprotan, guna mencukupi kebutuhan hara bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Mulyani, 2002). Pupuk organik mampu memperbaiki
struktur tanah, meningkatkan jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya
simpan air, sehingga kesuburan tanah meningkat (Yuliarti, 2009). Keuntungan dari
pupuk organik cair adalah hara yang diberikan akan lebih cepat diserap oleh
tanaman dibandingkan dengan pemberian melalui akar atau tanah (Adawiyah and
Afa, 2018)

2.4 Nutrisi Hidroponik

Hidroponik menurut Sutiyoso (2004), berasal dari kata hidro yang berarti air
dan ponus yang berarti daya. Disimpulkan bahwa hidroponik adalah usaha untuk
memberdayakan air. Hidroponik yang berkembang pertama kali yaitu hidroponik
substrat. Hidroponik substrat yaitu dengan cara memanfaatkan media tanam padat
selain tanah, yang dapat digunakan sebagai media tumbuh tanaman dengan cara
menyediakan nutrisi tanaman, air, oksigen serta dapat mendukung akar tanaman.
Penggunaan substrat sebagai media tanam hidroponik harus memperhatikan
kesterilan dari bahan yang digunakan. Menurut Sumardiyanti, Widaryanto dan
Koesriharti dalam Sutiyoso (2003), menyebutkan bahwa pemberian nutrisi sangat
penting bagi kelangsungan hidup tanaman, terutama disebabkan karena media
tanam yang diguanakan tidak mengandung unsur hara yang diperlukan tanaman.

Hidroponik adalah cara bercocok tanam tanpa menggunakan media tanah


melainkan menggunakan air atau bahan porous (Lingga, 2005). Salah satu sistem
hidroponik yang ada yaitu Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST).
Sistem ini mampu menyediakan oksigen terlarut dengan baik bagi tanaman.
Dalam budidaya hidroponik nutrisi diberikan dalam bentuk larutan yang harus
mengandung unsur makro dan mikro (Susila, 2006). Unsur makro yaituNitrogen
(N),fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S). Unsur
mikro yaitu mangan (Mn), cuprum (Cu), molibdin (Mo), zincum (Zn) dan
besi(Fe) (Tim KaryaTani Mandiri, 2010). Banyak merk nutrisi yang
diperdagangkan dipasaran, namun kualitasnya berbeda-beda. Perbedaan kualitas
nutrisiini dipengaruhibanyak faktor. Perbedaan jenis, sifat, dan kelengkapan kimia
bahan baku pupuk yang digunakan tentu akan sangat berpengaruh terhadap
kualitas pupuk yang dihasilkan (Sutiyoso, 2006). Di sisi lain, THST adalah sistem
statik (nutrisi tidak mengalir), sehingga jika kualitas pupuk kurang bagus atau ada
beberapa hara yang mengendap, maka penyerapan hara oleh tanaman juga akan
terpengaruh.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini akan dilaksanakan jalan Artha Graha III/30 Kecamatan Oebobo
Kelurahan Tuak Daun Merah, bulan juni-juli.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Alat yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu pH meter, EC meter, pompa nutrisi, bak nutrisi, tray
persemaian, paranet, pipa, selang nutrisi, rockwool, net pot, gergaji, bor
listrik, jangka sorong. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu
benih selada daun “Grand Rapid”, nutrisi AB Mix, pupuk organik cair GDM

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri


dari satu faktor yaitu pencampuran pupuk organik cair (POC). Pengaruh
perlakuan diuji menggunakan uji F (analisis ragam) dengan taraf 5%. Jika
terdapat pengaruh perlakuan dilanjutkan dengan uji BNJ (Beda Nyata Jujur)
pada taraf nyata 5%.

3.4 Prosedur Kerja

1. Instalasi Hidroponik
Pipa dengan Panjang 1,5 m disiapkan untuk penanaman bibit selada,
bagian pipa yang akan ditanami dilubangi menggunakan bor listrik
dengan diameter 5 cm. Kedua sudut ujung pipa diberikan penutup lalu
dilubangi sebesar diameter selang nutrisi yang akan digunakan. Pipa
yang telah dilubangi disusun pada rakyang sudah disiapkan.
2. Persemaian dan Pembibitan
Persemaian dan Pembibitan Benih selada yang akan ditanam pada
instalasi hidroponik, harus dilakukan persemaian terlebih dahulu. Untuk
menyemai benih tersebut, dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Media semai (rockwool) dipotong berukuran 3 x 3 cm.
b. Rockwool yang telah dipotong kecil-kecil kemudian
direndam dalam air hingga seluruhbagian rockwool basah
terkena air kemudian rockwool diletakkan pada tray semai.
c. Rockwool dilubangi dan disertai benih selada.
3. Pemupukan
Pemupukan dalam penelitian ini dilakukan pada saat tanaman
telah dipindahkan dari persemaian ke tempat peremajaan. Pemupukan
dilakukan dengan menggunakan pupuk organik cair buatan sendiri. Pupuk
organic cair dicampur dengan Nutrisi Hidroponik AB Mix ke dalam
bak penampungan nutrisi dengan dosis 10 ml untuk 1 liter air pada AB
Mix dan 25 ml untuk 1 liter air pada pupuk organik cair.

3.5 Variabel Penelitian

Variable penelitian yang diamati adalah antar lain :

1) Tinggi tanaman, diukur dari pangkal batang hingga titik


tumbuh. Pengukuran dilakukan 5 hari sekali mulai dari 10 HST
sampai 30 HST.
2) Jumlah daun, dihitung setiap 5 hari sekali mulai dari 10 HST
sampai 30 HST.
3) Bobot panen, dihitung berat per tanaman pada 30 HST
4) Bobot basah akar dan daun, dihitung bobot per tanaman pada
30 HST Panjang akar, dihitung dari mulai ujung akar sampai
pangkal batang pada 30 HST
5) Volume tanaman, dihitung volume akhir pada masa panen pada
30 HST. Pengukuran dilakukan menggunakan gelas ukur 1 L
dengan caramemasukkan seluruh bagian tanaman ke dalam gelas
ukur tersebut dan catat pertambahan volumenya.
3.6 Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
kuantitatif yang didasarkan pada pemberian pupuk organic cair bernutrisi
hidroponik.
DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, R. and Afa, M. (2018) ‘Pertumbuhan Tanaman Seledri (Apium


graveolens L .) pada Berbagai Media Tanam Tanpa Tanah dengan Aplikasi
Pupuk Organik Cair ( POC )’, Biowallacea, 5(1), pp. 750–760.

Muhadiansyah et al. (2016) ‘Efektivitas Pencampuran Pupuk Organik Cair Dalam


Nutrisi Hidroponik pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Selada
(Lactuca sativa L)’, Jurnal Agronida, 2(1), pp. 37–46.

Ningrum et al. (2023) ‘Penerapan Pendidikan Kesehatan Pada Ibu Tentang


Pengetahuan Tumbuh Kembang Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Di
Wilayah Kerja Puskesmas Metro Pusat Application of Health Education To
Mothers About Growth Knowledge Preschool Age Children (3-6 Years) in
the’, Jurnal Cendikia Muda, 3(3), pp. 364–370.

Anda mungkin juga menyukai