Makalah Farmasi Rumah Sakit Ifrs

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FARMASI RUMAH SAKIT

INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT (IFRS)

DISUSUN OLEH :

Nama : Aldy Maerzyda Arsa (22210006)

Greisilla Rona Lembayung Ache (22210008)

Niva Amelia Salsabila (22210009)

Shakti Putradewa Fazly (22210024)

Kelompok :6

Dosen Pengampu : apt. Febriana Astuti., M,Farm

PROGRAM STUDI D3 FARMASI

POLITEKNIK KESEHATAN TNI AU ADISUTJIPTO

YOGYAKARTA
2024
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) merupakan salah satu komponen


utama dalam sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit. Fungsi utamanya
adalah menyediakan obat-obatan dan alat kesehatan yang diperlukan oleh
pasien secara tepat waktu dan tepat jumlah. Pelayanan farmasi di rumah sakit
tidak hanya terbatas pada pengelolaan logistik, tetapi juga meliputi aspek farmasi
klinik yang berfokus pada keselamatan dan kualitas terapi pasien (Kusumawati &
Hadisoemarto, 2021). Dalam era modern ini, peran IFRS semakin berkembang
seiring dengan peningkatan kompleksitas pelayanan kesehatan yang menuntut
integrasi farmasi dengan berbagai disiplin medis lainnya.

Keberadaan IFRS sangat vital dalam menunjang pelayanan kesehatan


karena selain bertanggung jawab atas ketersediaan obat, IFRS juga mengelola
penyimpanan, distribusi, serta penggunaan obat yang rasional. Penggunaan
obat yang tidak tepat dapat berdampak buruk bagi pasien, mulai dari interaksi
obat yang berbahaya hingga penurunan efektivitas terapi. Oleh sebab itu,
manajemen obat yang baik di IFRS sangat diperlukan untuk mengurangi risiko ini
dan memastikan kualitas pelayanan kesehatan yang optimal (Rahman & Haris,
2020).

Salah satu tugas utama IFRS adalah memastikan bahwa sistem


pengadaan obat berjalan dengan lancar dan efektif. Pengadaan obat harus
mengikuti peraturan yang berlaku serta memastikan bahwa semua jenis obat
yang diperlukan oleh rumah sakit tersedia dalam jumlah yang cukup. Namun,
masalah yang sering dihadapi oleh rumah sakit adalah ketidakseimbangan
antara permintaan dan persediaan obat. Pengelolaan stok yang tidak efisien
dapat menyebabkan kekurangan obat yang diperlukan, atau sebaliknya,
kelebihan stok yang menyebabkan pemborosan anggaran (Sari, 2019).
IFRS juga bertanggung jawab dalam penerapan standar pelayanan
farmasi klinik di rumah sakit, yang mencakup pemberian konsultasi kepada
dokter mengenai pemilihan terapi obat yang paling tepat bagi pasien. Farmasis
di rumah sakit diharapkan mampu bekerja sama dengan dokter dan perawat
dalam mengidentifikasi terapi obat yang optimal berdasarkan kondisi klinis
pasien, serta melakukan medication review dan drug monitoring secara berkala.
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pasien menerima terapi obat yang
paling sesuai dan aman, serta mencegah terjadinya efek samping yang
merugikan (Pratiwi & Nugroho, 2020).

Seiring perkembangan teknologi informasi, pengelolaan logistik di IFRS juga


mulai memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi
dalam pengadaan serta distribusi obat. Penggunaan sistem informasi farmasi
memungkinkan pengelolaan stok obat yang lebih terintegrasi dan terukur,
sehingga dapat menekan risiko kekurangan atau kelebihan obat serta
mempercepat distribusi obat ke unit-unit pelayanan. Implementasi teknologi ini
juga berperan penting dalam mengurangi kesalahan manusia dalam proses
distribusi dan pemantauan stok (Susanti, 2020).

Dengan peran yang semakin luas, IFRS tidak hanya harus berfokus pada aspek
operasional dan manajemen logistik, tetapi juga pada peningkatan kompetensi
farmasis dalam memberikan layanan farmasi klinik yang berorientasi pada
keselamatan pasien. Penerapan standar nasional dan internasional dalam
pelayanan farmasi menjadi kunci utama dalam memastikan bahwa seluruh
kegiatan yang dilakukan IFRS berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip Good
Pharmacy Practice (GPP), yang menitikberatkan pada keselamatan dan
kenyamanan pasien dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu unit di rumah sakit
tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan
untuk keperluan rumah sakit dan pasien. Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud
adalah kegiatan yang menyangkut pembuatan, pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengelolaan perbekalan farmasi (perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, distribusi, pencatatan, pelaporan,
pemusnahan/penghapusan), pelayanan resep, pelayanan informasi obat,
konseling, farmasi klinik di ruangan. IFRS merupakan suatu organisasi
pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan produk yaitu sediaan
farmasi, perbekalan kesehatan dan gas medis habis pakai serta pelayanan jasa
yaitu farmasi klinik (PIO, Konseling, Meso, Monitoring Terapi Obat, Reaksi
Merugikan Obat) bagi pasien atau keluarga pasien.

IFRS adalah fasilitas pelayanan penunjang medis, di bawah pimpinan


seorang Apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan kompeten secara profesional, yang bertanggung jawab atas
seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan
paripurna, mencakup perencanaan; pengadaan; produksi, penyimpanan
perbekalan kesehatan sediaan farmasi; dispensing obat berdasarkan resep bagi
penderita rawat inap dan rawat jalan: pengendalian mutu dan pengendalian
distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit, serta
pelayanan farmasi klinis.

A. TUGAS, TANGGUNGJAWAB DAN FUNGSI INSTALASI FARMASI RUMAH


SAKIT
1. Tugas IFRS
Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi dan pengelolaan perbekalan
kesehatan. Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang dimaksud
adalah obat, bahan obat, gas medis dan alat kesehatan, mulai dari pemilihan,
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang
diperlukan bagi kegiatan pelayanan rawat jalan dan rawat inap. IFRS
berperan sangat sentral terhadap pelayanan di rumah sakit terutama
pengelolaan dan pengendalian sediaan farmasi dan pengelolaan perbekalan
kesehatan.
2. Tanggung jawab IFRS
Mengembangkan pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan
baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan unit pelayanan yang bersifat
diagnosis dan terapi untuk kepentingan pasien yang lebih baik
3. Fungsi IFRS
IFRS berfungsi sebagai unit pelayanan dan unit produksi. Unit pelayanan
yang dimaksud adalah pelayanan yang bersifat manajemen (nonklinik)
adalah pelayanan yang tidak bersentuhan langsung dengan pasien dan
tenaga kesehatan lain. Pelayanan IFRS yang menyediakan unsur logistik
atau perbekalan kesehatan dan aspek administrasi.

IFRS yang berfungsi sebagai pelayanan nonmanajemen (klinik)


pelayanan yang bersentuhan langsung dengan pasien atau kesehatan lainnya.
Fungsi ini berorientasi pasien sehingga membutuhkan pemahaman yang lebih
luas tentang aspek yang berkaitan dengan penggunaan obat dan penyakitnya
serta menjunjung tinggi etika dan perilaku sebagai unit yang menjalankan
asuhan kefarmasian yang handal dan profesional.

B. STRUKTUR ORGANISASI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

1. Kepala IFRS adalah Apoteker yang bertanggung jawab secara keseluruhan


terhadap semua aspek penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dan
pengelolaan sediaan farmasi dan pengelolaan perbekalan kesehatan di
rumah sakit.
2. Panitia Farmasi dan Terapi adalah salah satu bagian yang tidak terpisahkan
dari IFRS sehingga tidak mempunyai jalur fungsional terhadap IFRS
melainkan jalur koordinasi dan bertanggung jawab kepada pimpinan rumah
sakit. Tugas PFT adalah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
pelayanan dan pengelolaan sediaan farmasi dan pengelolaan perbekalan
kesehatan di rumah sakit. Panitia ini terdiri unsur tenaga kesehatan
profesional (Dokter, Dokter Gigi, Apoteker, Ners) sehingga kredibilitas dan
akuntabilitas terhadap monitoring dan evaluasi pelayanan dan pengelolaan
sediaan farmasi dan pengelolaan perbekalan kesehatan dapat
dipertanggungjawabkan.
3. Famasi Klinik membidangi aspek yang menyangkut asuhan kefarmasian
terutama pemantauan terapi obat. Bidang ini membawahi konseling pasien,
pelayanan informasi obat dan evaluasi penggunaan obat baik pasien di
ruangan maupun pasien ambulatory.
4. Logistik mempunyai tugas dalam hal menyiapkan dan memantau
perlengkapan perbekalan kesehatan, perencanaan dan pengadaan, sistem
penyimpanan di gudang, dan produksi obat dalam kapasitas rumah sakit
nonsteril dan aseptik.
5. Distribusi mempunyai tugas bertanggung jawab terhadap alur distribusi
sediaan farmasi dan pengelolaan perbekalan kesehatan (obat, bahan baku
obat, alat kesehatan dan gas medis) kepada pasien rawat jalan, IRD,
ICU/ICCU, kamar operasi, bangsal atau ruangan.
6. Diklat mempunyai tugas dalam memfasilitasi tenaga pendidikan kesehatan
dan nonkesehatan yang akan melaksanakan praktek kerja sebagai tuntutan
kurikulum dan melaksanakan pelatihan.
7. Pendidikan dan pelatihan adalah suatu proses atau upaya peningkatan
pengetahuan dan pemahaman di bidang kefarmasian atau bidang yang
berkaitan dengan kefarmasian secara kesinambungan untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan di bidang kefarmasian.
8. Pendidikan dan Pelatihan merupakan kegiatan pengembangan sumber
daya manusia Instalasi Farmasi Rumah Sakit untuk meningkatkan potensi
dan produktivitasnya secara optimal, serta melakukan pendidikan dan
pelatihan bagi calon tenaga farmasi untuk mendapatkan wawasan,
pengetahuan dan keterampilan di bidang farmasi rumah sakit.
9. Litbang mempunyai tugas memfasilitasi penelitian dan pengabdian pada
masyarakat.
10. Penelitian yang dilakukan di rumah sakit yaitu: Penelitian farmasetik,
termasuk pengembangan dan menguji bentuk sediaan baru. Formulasi,
metode pemberian (konsumsi) dan sistem pelepasan obat dalam tubuh
Drug Released System.
11. Berperan dalam penelitian klinis yang diadakan oleh praktisi klinis, terutama
dalam karakterisasi terapetik, evaluasi, pembandingan hasil Outcomes dari
terapi obat dan regimen pengobatan.
12. Penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan, termasuk penelitian
perilaku dan sosioekonomi seperti penelitian tentang biaya keuntungan
cost-benefit dalam pelayanan farmasi.
13. Penelitian operasional operation research seperti studi waktu, gerakan, dan
evaluasi program dan pelayanan fanması yang baru dan yang ada
sekarang.
14. Pengembangan Instalasi Farmasi Rumah Sakit di rumah sakit pemerintah
kelas A dan B (terutama rumah sakit pendidikan) dan rumah sakit swasta
sekelas, agar mulai meningkatkan mutu perbekalan farmasi dan obat-
obatan yang diproduksi serta mengembangkan dan melaksanakan praktek
farmasi klinik.
15. Pimpinan dan Tenaga Farmasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus
berjuang, bekerja keras dan berkomunikasi efektif dengan semua pihak
agar pengembangan fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang baru itu
dapat diterima oleh pimpinan dan staf medik rumah sakit

C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup IFRS yaitu memberikan pelayanan farmasi berupa
pelayanan nonklinik dan klinik. Pelayanan nonklinik biasanya tidak secara
langsung dilakukan sebagai bagian terpadu, pelayanan ini sifatnya administrasi
atau manajerial seperti pengelolaan sediaan farmasi dan pengelolaan
perbekalan kesehatan dan interaksi profesional dengan tenaga kesehatan
lainnya. Pelayanan klinik mencakup fungsi IFRS yang dilakukan dalam program
rumah sakit yaitu Pelayanan obat di apotik/depo, konseling pasien, pelayanan
informasi obat, evaluasi penggunaan obat, monitoring efek samping obat,
pemantauan terapi obat.
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan
Pengelolaan sediaan famasi dan perbekalan kesehatan merupakan suatu
siklus kegutan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan,
administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan
pelayanan, dengan tujuan:
a. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.
b. Menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan
c. Meningkatkan kompetensi kemampuan tenaga farmasi.
d. Mewujudkan sistem informasi manajemen berdaya guna dan tepat
guna.
e. Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan

2. Farmasi Klinis
Pelayanan farmasi klinik adalah pelayanan langsung yang diberikan
kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat Pelayanan farmasi
klinik meliputi:
a. Pengkajian pelayanan dan resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk
peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi.
Pada setiap tahap alur pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan
terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error). Tujuan
pengkajian pelayanan dan resep untuk menganalisa adanya masalah
terkait obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan
kepada dokter penulis resep.
b. Penelusuran riwayat penggunaan obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat adalah proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain
yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat
diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan
penggunaan obat pasien.

c. Pelayanan informasi obat (PIO)


PIO adalah kegiatan penyediaan dan pemberian informasi,
rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan
komprehensif yang diberikan kepada dokter, apoteker, perawat, profesi
kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar rumah sakit.
Kegiatan yang dilakukan pada PIO meliputi:
1) Menjawab pertanyaan.
2) Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter.
3) Menyediakan informasi bagi komite subkomite farmasi dan terapi.
4) Sehubungan dengan penyusunan formularium rumah sakit.
5) Bersama dengan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit
6) (PKMRS) melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan
dan rawat inap.
7) Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya.
8) Melakukan penelitian

d. Konseling
Konseling obat adalah suatu proses diskusi antara apoteker
dengan pasien/keluarga pasien yang dilakukan secara sistematis untuk
memberikan kesempatan kepada pasien keluarga pasien
mengeksplorasikan diri dan membantu meningkatkan pengetahuan,
pemahaman, dan kesadaran sehingga pasien/keluarga pasien
memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam penggunaan obat
yang benar termasuk swamedikasi. Tujuan umum konseling adalah
meningkatkan keberhasilan terapi, memaksimalkan efek terapi
meminimalkan risiko efek samping, meningkatkan cost effectiveness
dan menghormati pilihan paaien dalam menjalankan terapi.

e. Vinte
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan
untuk mengamati kondis kimis pasien secara langsung, dan mengkagi
masalah terkait oba, menantan terapi obat dan reaksa obat yang tidak
dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan
informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan
lainnya. Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar
rumah sakit atas permintaan pasien yang biasa disebut dengan
pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care). Sebelum
melakukan kegiatan visite apoteker harus mempersiapkan diri dengan
mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa
terapi obat dari rekam medis atan sumber lain.

f. Pemantauan terapi obat (PTO)


PTO adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk
memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien.
Tujuan pemantauan terapi obat adalah meningkatkan efektivitas
terapi dan meminimalkan risiko ROTD.

g. Monitoring efek samping obat (MESO)


MESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respons terhadap
obat yang tidak dikehendaki (ROTD) yang terjadi pada dosis lazim
yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa, dan
terapi. Efek samping obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki
yang terkait dengan kerja farmakologi.

h. Evaluasi penggunaan obat (EPO)


EPO merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstrukturi
dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.
1) Dispensing sediaan khusus
Dispensing sediaan khusus steril dilakukan di instalasi
farmasi rumah sakit dengan tekhnik aseptik untuk menjamin
stenlitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari
paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan
pemberian obat. Tujuan dilakukan dispensing sediaan khusus
adalah untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk, melindungi
petugas dari paparan zat berbahaya, dan menghindari terjadinya
kesalahan pemberian obat.
Central Sterilization Supply Department (CSSD) atau instalasi
pusat pelayanan sterilisasi merupakan satu unit atau departemen
dari rumah sakit yang menyelenggarakan proses pencucian,
pengemasan, sterilisasi terhadap semua alat atau bahan yang
membutuhkan kondisi steril. Berdirinya CSSD di rumah sakit
dilatarbelakangi oleh:
a) Besamya angka kematian akibat infeksi nasokomial.
b) Kuman mudah menyebar, mengkontaminasi benda dan
menginfeksi manusia di lingkungan rumah sakit.

Fungsi utama CSSD adalah menyiapkan alat bersih dan steril


untuk keperluan perawatan pasien di rumah sakit. Secara lebih rinci
fungsinya adalah menerima, memproses, mensterilkan, menyimpan
serta mendistribusikan peralatan medis ke berbagai ruangan di
rumah sakit untuk kepentingan perawatan pasien. Alur aktivitas
fungsional CSSD dimulai dari proses pembilasan,
pembersihan/dekontaminasi, pengeringan, inspeksi dan
pengemasan, member label, sterilisasi, sampai proses distribusi.
Lokasi CSSD sebaiknya bendekatan dengan ruangan pemakai alat
steril terbesar. Dengan pemilihan lokasi seperti ini maka selain
meningkatkan pengendalian infeksi dengan meminimalkan risiko
kontaminasi silang, serta meminimalkan lalu lintas transportasi alat
steril.
KESIMPULAN

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu unit di rumah sakit tempat
penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk
keperluan rumah sakit dan pasien. Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud adalah
kegiatan yang menyangkut pembuatan, pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengelolaan perbekalan farmasi (perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
distribusi, pencatatan, pelaporan, pemusnahan/penghapusan), pelayanan resep,
pelayanan informasi obat. konseling, farmasi klinik di ruangan. Tugas IFRS,
Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi dan pengelolaan perbekalan kesehatan,
Tanggung jawab IFRS. Mengembangkan pelayanan farmasi yang luas dan
terkoordinasi. dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan unit pelayanan yang
bersifat diagnosis dan terapi untuk kepentingan pasien yang lebih baik. Fungsi IFRS,
IFRS berfungsi sebagai unit pelayanan dan unit produksi. Unit pelayanan yang
dimaksud adalah pelayanan yang bersifat manajemen (nonklinik) dan pelayanan farmasi
klinik. Central Sterilization Supply Department (CSSD) atau instalasi pusat pelayanan
sterilisasi merupakan satu unit atau departemen dari rumah sakit yang
menyelenggarakan proses pencucian, pengemasan, sterilisasi terhadap semua alat atau
bahan yang membutuhkan kondisi steril.
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar


Pelayanan Rumah Sakit.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/menkes/sk/x/2004


Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

Siregar Charles, J.P., Lia Amalia. 2003. Teori dan Penerapan Farmasi Rumah Sakit.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian


dan Alat Kesehatan. 2002. Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD), Jakarta

Rusli. 2016. Farmasi Rumah Sakit dan Klinik. Jakarta Pusdik SDM Kesehatan, Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusat Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai