proposal seminar stase kd klmpk 1
proposal seminar stase kd klmpk 1
proposal seminar stase kd klmpk 1
DISUSUN OLEH :
Rapita Lestari, S.Kep NPM.24260023
Jusnita Andriyani, S.Kep NPM.24260003
Hamzahas, S.Kep NPM.24260008
Haja Intan Soleha, S.Kep NPM.24260006
Nadia Utami, S.Kep NPM.24260002
Fahmi Rizaldi, S.Kep NPM.24260004
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, shalawat dan salam selalu kami
curahkan kepada Baginda Rasulullah SAW, atas berkat dan karunia-nya yang telah
diberikan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan Laporan seminar kelompok
Keperawatan Dasar di Ruang Igd Rumah Sakit Bhayangkara Kota Bengkulu.”
Dalam penyusunan Laporan Kasus Kelompok ini kami banyak mengalami kesulitan
dan hambatan akan tetapi semuanya bisa dilalui berkat bantuan dari berbagai pihak.
Bersama ini perkenankan kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada :
A. Ibu Ns. Danur Azisah Roeslina Sofasis, SST,S.Kep.M.Kep., selaku Ketua Program
Studi Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Dehasen Bengkulu.
B. Ibu Ns. Delta Aprianti, S.Kep,.M.Kep selaku Dosen pembimbing Stase
Keperawatan Dasar Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Dehasen Bengkulu.
C. Deki Apriansyah, S.Kep selaku Kepala Ruangan IGD Rumah Sakit Bhayangkara Kota
Bengkulu.
D. Bapak Ns. Ferry Parlaungan, S.Kep, selaku CI Lapangan Praktik Klinik
Keperawatan Dasar Program Studi Profesi Ners di Rumah Sakit Bhayangkara Kota
Bengkulu.
E. Ibu Ns. Halimah, S.Kep selaku CI Lapangan Praktik Klinik Keperawatan Dasar
Program Studi Profesi Ners di Rumah Sakit Bhayangkara Kota Bengkulu.
F. Bapak Ns. Novandri, S.Kep selaku CI Lapangan Praktik Klinik Keperawatan Dasar
Program Studi Profesi Ners di Rumah Sakit Bhayangkara Kota Bengkulu.
G. Seluruh Tim Perawat Ruangan IGD Rumah Sakit Bhayangkara Kota Bengkulu.
H. Seluruh Mahasiswa/Mahasisiwi Prodi Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Dehasen Bengkulu.
Laporan Kasus Kelompok ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu masukan, saran serta
kritik sangat diharapkan guna kesempurnaan Laporan Kasus Kelompok ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 2
C. Tujuan.............................................................................................. 2
D. Manfaat............................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Gangguan Kebutuhan Dasar............................................... 4
1. Definisi oksigenisasi................................................................. 4
2. Anatomi fisiologi sistem pernafasaan....................................... 4
3. Proses oksigenisasi.................................................................... 5
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenisasi....................... 7
5. Masalah kebutuhan oksigenisasi .............................................. 8
B. Konsep PPOK.................................................................................. 11
1. Definisi....................................................................................... 11
2. Anatomi & fisiologi .................................................................. 11
3. Etiologi....................................................................................... 13
4. Klasifikasi ................................................................................. 14
5. Patofisiologis.............................................................................. 15
6. Pathway ..................................................................................... 16
7. Manifestasi klinis....................................................................... 17
8. Komplikasi ................................................................................ 17
9. Penatalaksanaan......................................................................... 17
10. Pemeriksaan penunjang.............................................................. 18
C. Asuhan Keperawatan....................................................................... 18
1. Pengkajian.................................................................................. 18
2. Diagnosa..................................................................................... 22
3. Rencana keperawatan................................................................. 22
4. Evaluasi...................................................................................... 22
iii
BAB III LAPORAN KASUS
A. Pengkajian ...................................................................................... 23
B. Analisa Data .................................................................................... 31
C. Rencana Keperawatan ..................................................................... 33
D. Evaluasi............................................................................................ 36
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pembahasan...................................................................................... 44
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................... 46
B. Saran................................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan yang diakibatkan oleh gangguan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi masih menduduki peringkat tertinggi sebagai penyebab utama naiknya angka
morbiditas dan mortalitas. Kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan dasar fisiologis
manusia. Pemenuhan kebutuhan oksigen merupakan komponen yang paling penting
karena bertujuan untuk menjaga kelangsungan proses metabolisme sel dalam tubuh,
mempertahankan kehidupannya, dan melakukan aktivitas bagi organ dan sel (Iqbal,
2017).
Oksigen sangat dibutuhkan oleh tubuh dan harus selalu dipenuhi dengan segera.
Tanpa adanya oksigen yang cukup, sel dalam tubuh akan mengalami kerusakan bahkan
kematian. Sebagai contoh organ otak. Otak adalah suatu organ yang sensitive akan
kurangnya oksigen. Otak mampu menoleransi kurangnya oksigen dalam jangka waktu
tiga sampai lima menit. Apabila lebih dari itu, sel otak akan mengalami kerusakan secara
permanen (Haswita & Sulistyowati, 2017).
Kurangnya oksigen dalam tubuh juga dapat menyebabkan penurunan berat badan.
Tubuh akan sulit berkonsentrasi karena proses metabolism terganggu akibat kurangnya
suplai oksigen dalam darah yang akan mengedarkan makanan ke seluruh tubuh,
akibatnya nafsu makan berkurang dan berat badan mengalami penurunan. Hal ini
membuktikan bahwa oksigen berperan penting dalam proses metabolism dan
kelangsungan hidup manusia (Iqbal, 2017).
Masalah keperawatan yang sering muncul dalam pemenuhan kebutuhan
oksigenasi yaitu gangguan pertukaran gas, ketidakefektifan pola nafas, dan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas (Nanda, 2015). Dari beberapa masalah keperawatan
tersebut, ketidakefektifan bersihan jalan nafas merupakan masalah paling urgent yang
harus segera mendapatkan penanganan karena bisa mengancam nyawa (Mancini & Gale,
2011).
Sumbatan pada jalan nafas merupakan salah satu gangguan dalam pemenuhan
kebutuhan oksigenisasi yang menduduki peringkat pertama pemicu kematian terbesar
yang masih dapat diatasi dengan berbagai cara. Penolong harus bisa menganalisis gejala
dan tanda adanya sumbatan jalan nafas dan mampu memberikan pertolongan segera
dengan atau tanpa alat bantuan (Mancini & Gale, 2011).
1
Prioritas PTM ada 9 penyakit antara lain : hipertensi, DM, Obesitas, Stroke,
Jantung, PPOK, Kanker Payudara, Kanker Leher Rahim, katarak dan kelaina refraksi,
tuli kongenitl dan otitis media supurative kronis (OMSK), dari target 45 % baru
mencapai 10,77%.
Di rumah sakit Bhayangkara Bengkulu data pada pasien PPOK pada tahun 2021
berjumlah 110 orang, pada tahun 2022 berjumlah 100 orang, dan pada tahun 2023
berjumlah 95 orang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam laporan ini adalah “
Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Tn. “S” Dengan Kebutuhan Dasar Oksigenisasi
Di Ruangan IGD Rumah Sakit Bahayangkara Bengkulu Tahun 2024”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien Tn.S dengan kebutuhan dasar
Oksigenisasi di Ruangan IGD Rumah Sakit Bahayangkara Bengkulu Tahun
2. Tujuan Khusus
a. Untuk Mengetahui pengkajian keperawatan pada Tn.S di Ruangan IGD Rumah
Sakit Bahayangkara Bengkulu Tahun 2024
b. Untuk Mengetahui diagnosa keperawatan pada Tn.S di Ruangan IGD Rumah
Sakit Bahayangkara Bengkulu Tahun 2024
c. Untuk Mengetahui intervensi keperawatan pada Tn.S di Ruangan IGD Rumah
Sakit Bahayangkara Bengkulu Tahun 2024
d. Untuk Mengetahui implementasi keperawatan pada Tn.S di Ruangan IGD
Rumah Sakit Bahayangkara Bengkulu Tahun 2024
e. Untuk Mengetahui evaluasi keperawatan pada Tn.S di Ruangan IGD Rumah
Sakit Bahayangkara Bengkulu Tahun 2024
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi institusi
Dapat dijadikan sebagai tambahan literatur untuk asuhan keperawatan pada pasien
kebutuhan dasar oksigenisasi di Rumah Sakit Bahayangkara Bengkulu.
2. Bagi lahan praktik
2
Pemaparan pemberian asuhan keperawatan pada pasien kebutuhan dasar oksigenisasi
di lapangan sehingga bisa meningkatkan fasilitas dan sumber daya manusia di Rumah
Sakit Bahayangkara Bengkulu.
3. Bagi Keperawatan
Dapat mengetahui dan menerapkan pemberian asuhan keperawatan pada pasien
kebutuhan dasar oksigenisasi di Rumah Sakit.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP OKSIGENISASI
1. Definisi Oksigenisasi
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan
untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh dalam mempertahankan hidup dan
aktivitas berbagai organ ataupun sel (Iqbal, 2017).
Oksigen merupakan kebutuhan dasar yang paling vital dalam kehidupan
manusia. Dalam tubuh oksigen berperan penting diproses metabolisme sel.
Kekurangan oksigen akan menimbulkan dampak yang bermakna bagi tubuh, salah
satu dampaknya adalah kematian. Berbagai upaya perlu selalu dilakukan untuk
menjamin agar kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik.Untuk itu dalam konsep ini
perawat perlu memahaminya secara mendalam (Iqbal, 2017).
2. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan
Sistem Tubuh yang Berperan dalam Kebutuhan Oksigenasi
Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri dari saluran
pernapasan bagian atas, bagian bawah, dan paru.
a. Saluran Pernapasan Bagian Atas
Saluran pernapasan bagian atas berfungsi menyaring, menghangatkan, dan
melembabkan udara yang terhirup. Saluran pernapasan ini terdiri dari:
1) Hidung
Hidung terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang hidung) yang memuat
kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu yang kasar dan bermuara ke rongga
hidung, dan rongga hidung yang dilapisi oleh selaput lendir yang mengandung
pembuluh darah. Proses oksigenasi di awali dengan penyaringan udara yang
masuk melalui hidung oleh bulu yang ada dalam vestibulum (bagian rongga
hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan.
2) Faring
Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang dari dasar tengkorak
sampai esofagus yang terletak di belakang nasofaring (di belakang hidung), di
belakang mulut (orofaring), dan di belakang laring (laringo faring)
3) Laring (Tenggorokan)
4
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian
dari tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, terdiri atas dua
lamina yang bersambung di garis tengah.
4) Epiglotis
Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas membantu menutup
laring pada saat proses menelan.
b. Saluran Pernapasan Bagian Bawah
Saluran pernapasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara dan
memproduksi surfaktan. Saluran ini terdiri dari:
1) Trakea
Trakea atau disebut sebagai batang tenggorok, memiliki panjang
kurang lebih 9cm yang dimulai dari laring sampai kira-kira ketinggian vetebra
torakalis kelima. Trakea tersusun atas 16 sampai 20 lingkaran tidak lengkap
berupa cincin, dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia yang
dapat mengeluarkan debu atau benda asing.
2) Bronkus
Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakea
yang terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri.Bagian kanan lebih pendek dan
lebar dari pada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah, dan bawah,
sedangkan bronkus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dari lobus
atas dan bawah.
3) Bronkiolus
Bronkiolus merupakan saluran percabangan setelah bronkus
c. Paru
Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan.Paru terletak dalam
rongga torak setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma.Paru terdiri atas
beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura parietalis dan pleura viseralis, serta
dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan.
Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas dua bagian, yaitu paru kanan
dan kiri.Pada bagian tengah organ ini terdapat organ jantung beserta pembuluh
darah yang berbentuk kerucut dengan bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki
jaringan yang bersifat elastis, berpori, serta berfungsi sebagai tempat pertukaran
gas oksigen dan karbondioksia (Alimul, 2006).
5
3. Proses Oksigenasi
Proses pemenuhan oksigenasi tubuh terdiri dari 3 tahap yaitu:
1. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam
alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal,
yaitu adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi tempat
maka tekanan udara semakin rendah, demikian sebaliknya, semakin rendah tempat
tekanan udara semakin tinggi; adanya kemampuan torak dan paru pada alveoli dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang kempis; adanya jalan napas yang dimulai dari
hidung hingga alveoli yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat
dipengaruhi oleh sistem saraf otonom (terjadi rangsangan simpatis dapat menyebabkan
relaksasi sehingga vasodilatasi dapat terjadi, kerja saraf parasimpatis dapat
menyebabkan kontraksi sehingga vasokontriksi atau proses penyempitan dapat terjadi);
refleks batuk dan muntah; dan adanya peran mukus siliaris sebagai barier atau
penangkal benda asing yang mengandung interveron dan dapat mengikat virus.
Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah complience dan recoil. Complience
merupakan kemampuan paru untuk mengembang.Kemampuan ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor, yaitu adanya surfaktan yang terdapat pada lapisan alveoli yang
berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan adanya sisa udara yang menyebabkan
tidak terjadinya kolaps serta gangguan torak. Surfaktan diproduksi saat terjadi
peregangan sel alveoli dan disekresi saat kita menarik napas, sedangkan recoil adalah
kemampuan mengeluarkan CO2 atau kontraksi menyempitnya paru. Apabila
complience baik namun recoil terganggu, maka CO2 tidak dapat keluar secara
maksimal.
Pusat pernapasan, yaitu medulla oblongata dan pons, dapat mempengaruhi proses
ventilasi, karena CO2 memiliki kemampuan merangsang pusat pernapasan.
Peningkatan CO2 dalam batas 60 mmHg dapat merangsang pusat pernapasan dan bila
pC02 kurang dari sama dengan 80 mmHg dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan
2. Difusi Gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan
CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi/permeabilitas yang terdiri atas
epitel alveoli dan interstisial (keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila
terjadi proses penebalan), perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 (hal ini sebagaimana
6
O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2 dalam rongga alveoli
lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis, masuk dalam darah secara
difusi), pCO2 dalam arteri pulmonalis akan berdifusi ke dalam alveoli, dan afnitas gas
(kemampuan menembus dan saling mengikat Hemoglobin-Hb).
3. Transportasi Gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan
tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, O2 akan berikatan
dengan Hb membentuk Oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%),
sedangkan CO2 akan berikatan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin (30%),
larut dalam plasma (5%), dan sebagian menjadi HCO3 yang berada dalam darah (65%).
Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah jantung
(kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), perbandingan sel darah
dengan darah secara keseluruhan (hematokrit), serta eritrosit dan kadar Hb (Alimul,
2006).
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap.Sewaktu-waktu tubuh
memerlukan oksigen yang banyak oleh karena suatu sebab. Kebutuhan oksigen dalam
tubuh dipengaruhi oleh bebrapa faktor, di antaranya:
1) Saraf Otonomik
Rangsangan simpatis dan perasimpatis dari saraf otonomik dapat mempengaruhi
kemampuan untuk dilatasi dan konstriksi, hal ini dapat terlihat simpatis maupun
parasimpatis.Ketika terjadi rangsangan, ujung saraf dapat mengeluarkan
neurotransmiter (untuk simpatis dapat mengeluarkan narodrenalin yang berpengaruh
pada bronkodilatasi dan untuk parasimpatis mengeluarkan asetilkolin yang
berpengaruh pada bronkhokontiksi) karena pada saluran pernapasan terdapat
reseptor adrenergic dan reseptor kolinergik.
2) Hormon dan Obat
Semua hormon termasuk derivat catecholamine dapat melebarkan saluran
pernapasan.Obat yang tergolong parasimpatis, seperti sulfas atropin dan ekstrak
belladona, dapat melebarkan saluran napas, sedangkan obat yang menghambat
adrenergik tipe beta (khusunya beta-2), seperti obat yang tergolong penyakat beta
nonselektif, dapat mempersempit saluran napas (bronkhokontriksi).
7
3) Alergi pada Saluran Napas
Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu yang terdapat
dalam hawa pernapasan, bulu binatang, serbuk benang sari bunga, kapuk, makanan,
dan lain-lain. Faktor-faktor ini menyebabkan bersin bila terdapat rangsangan di
daerah nasal; batuk bila di saluran bagian atas; bronkhokontriksi pada asma
bronkhiale; dan rhinitis bila terdapat di saluran pernapasan bagian bawah.
4) Perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan oksigenasi,
karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring usia perkembangan. Hal ini
dapat terlihat pada bayi usia prematur, yaitu adanya kecenderungan kekurangan
pembentukan surfaktan. Setelah anak tumbuh dewasa, kemampuan kematangan
organ juga berkembang seiring bertambahnya usia.
5) Lingkungan
Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi, seperti faktor
alergi, ketinggian tanah, dan suhu.Kondisi tersebut mempengaruhi kemampuan
adaptasi.
6) Perilaku
Faktor perilaku yang dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi adalah perilaku
dalam mengonsumsi makanan (status nutrisi). Sebagai contoh, obesitas dapat
mempengaruhi peroses perkembangan paru, aktivitas dapat mempengaruhi proses
peningkatan kebutuhan oksigenasi, merokok dapat menyebabkan proses
penyempitan pada pembuluh darah, dan lain-lain. (Alimul, 2018).
7) Faktor Fisiologis
Menurunnya kapasitas O2 seperti pada anemia.Menurunnya konsentrasi O2
yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran napas bagian atas.Hipovolemia
sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transpor O2
terganggu.Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil,
luka danlain-lain.Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, muskuloskeletal yang abnormal, serta penyakit kronis sperti TB
paru (Tarwoto & Wartonah, 2016).
5. Masalah Kebutuhan Oksigenasi
Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan oksigen dalam
tubuh akibat defesiensi oksigen atau peningkatan penggunaan oksigen dalam tingkat
sel, ditandai dengan adanya warna kebiruan pada kulit (sianosis). Secara umum,
8
terjadinya hipoksia disebabkan oleh menurunnya kadar Hb, menurunnya difusi O2 dari
alveoli ke dalam darah, menurunnya perfusi jaringan atau gangguan ventilasi yang
dapat menurunkan kensentrasi oksigen (Alimul, 2018).
Metode Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi
Kebutuhan Oksigen dapat dipenuhi dengan beberpa metode, antara lain:
a. Inhalasi Oksigen (pemberian oksigen)
Sistem aliran rendah (low flow oxygen system)
Ditujukan kepada pasien yang memerlukan oksigen dan masih mampu
bernapas sendiri dengan pola pernapasan yang normal.Sistem ini diberikan untuk
menambah konsentrasi udara ruangan. Pemberian oksigen diantaranya dengan
menggunakan nasal kanula, sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan
kantong ‘rebreathing’, dan sungkup muka dengan kantong ‘nonrebreathing’.
Nasal Kanula/Binasal Kanula
alatnya sederhana dapat memberikan oksigen dengan aliran 1-6 liter/menit
dan konsentrasi oksigen sebesar 24%-44%.
Sungkup muka sedehana
aliran oksigen yang diberikan melalui alat ini sekitar 5-8 liter/menit dengan
konsentrasi 40-60%
Sungkup muka dengan kantong “rebreathing”
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari sungkup muka
sederhana yaitu 60-80% dengan aliran oksigen 8-12 liter/menit. Indikasi
penggunaan sungkup muka reabreathing adalah klien dengan kadar tekanan
karbondioksida yang rendah. Udara inspirasi sebagian tercampur dengan udara
ekspirasi sehingga konsentrasi karbondioksida lebih tinggi daripada sungkup
sederhana.
Sungkup muka dengan ‘nonrebreathing’
memberikan konsentrasi oksigen sampai 99% dengan aliran yang sama pada
kantong rebreathing. Pada prinsipnya, udara inspirasi tidak tercampur dengan
ekspirasi. Indikasi penggunaan sungkup muka nonbreathing adalah pada klien
dengan kadar tekanan karbondioksida yang tinggi (Asmadi, 2020).
b. Fisioterapi Dada
Fisioterapi dada merupakan suatu rangkaian tindakan keperawatan yang terdiri dari
perkusi, vibrasi, dan postural drainage.
9
1) Perkusi disebut juga clapping adalah pukulan kuat, bukan berarti sekuat-kuatnya,
pada dinding dada dan punggung dengan tangan dibentuk seperti mangkuk.
Tujuan: secara mekanik dapat melepaskan sekret yang melekat pada dinding
bronchus.
2) Vibrasi adalah getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh tangan perawat
yang diletakkan datar pada dinding dada klien.
Tujuan: digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi udara ekspirasi
dan melepaskan mucus yang kental. Sering dilakukan bergantian dengan perkusi.
3) Postural drainage merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan sekresi dari
berbagai segmen paru-paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi. Waktu
yang terbaik untuk melakukannya yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan
sekitar 1 jam sebelum tidur pada malam hari. Postural drainage harus lebih sering
dilakukan apabila lendir klien berubah warnanya menjadi kehijauan dan kental
atau ketika klien menderita demam. Hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan postural drainage antara lain:
a) Batuk dua atau tiga kali berurutan setelah setiap kali berganti posisi.
d) Lakukanlah latihan napas dan latihan lain yang dapat membantu mengencerkan
lendir.
1) Napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri dari pernapasan abdominal
(diafragma) dan purse lips breathing.
10
B. KONSEP PPOK
1. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau yang sering di sebut dengan PPOK,
merupakan penyakit yang terjadi karena adanya keterbatasan aliran udara, hal ini
disebabkan oleh kelainan saluran udara dan/atau terjadinya kerusakan pada alveoli,
kelainan atau kerusakan yang terjadi disebabkan oleh paparan partikel atau gas
berbahaya secara signifikan, tidak hanya karena paparan, PPOK juga dipengaruhi oleh
kelainan paru-paru (Halpin et al., 2019).
Bronkitis kronis dan emfisema adalah dua penyakit paru- paru yang dapat
terjadi secara bersamaan, dan kondisi ini dikenal sebagai PPOK. Kombinasi antara
asma kronis dengan emfisema atau bronkitis juga dapat disebut dengan PPOK (Hurst,
2016).
PPOK dibedakan berdasarkan gejala pernapasan seperti batuk berdahak, sesak
napas setelah beraktivitas, atau infeksi saluran pernapasan bawah yang
berkepanjangan (> 2 minggu) (Rachmawati & Sulistya ningsih, 2020). Gejala yang
muncul pada PPOK cenderung menetap, hal ini menjadikan penderita PPOK
mengalami penurunan kualitas hidupnya, akibat terbatasnya aktivitas.
PPOK berasal dari hubungan antar gen-lingkungan yang terjadi pada individu,
sehingga dapat dapat merusak paru-paru dan/atau mengubah proses perkembangan
normalnya. Paparan lingkungan yang utama menyebabkan terjadinya PPOK ialah
merokok dan menghirup partikel beracun dan gas dari polusi udara, tetapi faktor
lingkungan dan keadaan bawaan lainnya (termasuk paru-paru abnormal
perkembangan dan percepatan penuaan paru- paru) juga dapat berkontribusi
(Venkatesan, 2023).
PPOK berkaitan dengan terjadinya peradangan kronis, hal ini ditandai dengan
adanya peningkatan jumlah dari sel darah putih (makrofag, neutrofil, dan limfosit)
pada pemeriksaan lab paru-paru, patogen merangsang respon imun, sehingga
terjadinya peningkatan sel darah putih dan juga ativasi saluran napas dan sekresi
lendir. imun adaptif kemudian akan meningkatkan limfosit T - B, yang dapat
memperparah peradangan (Rachmawati & Sulistyaningsih, 2020).
2. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
Anatomi pernapasan manusia dibagi menjadi 2 bagian, yaitu, sistem
pernapasan bagian atas dan sistem pernapasan bagian bawah, sistem pernapasan
11
bagian atas di mulai dari rongga hidung, faring, laring dan trakhea, sedangkan sistem
pernapasan bagian bawah dimulai dari bronkhus, bronkhiolus dan jutaan alveoli.
Bronkus terbagi menjadi 2 percabangan, bronkus primer kiri terletak lebih
horizontal, dan ukurannya lebih panjang dengan diameter yang lebih kecil, bronkus
primer bercabang menjadi dua bronkus lobaris, sedangkan bronkus primer kanan
terbagi menjadi tiga bronkus lobaris. Percabangan brokus selanjutnya disebut dengan
bronkiolus, bronkiolus kemudian bercabang menjadi bronkiolus terminal dan
kemudian menjadi bronliolus respiratori. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah
ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli, dan di alveoli
terjadilah pertukaran oksigen dengan karbon dioksida.
Paru-paru manusia terletak di dalam rongga dada, yang di mulai di atas
intercosta pertama dan pangkalnya terdapat pada diafragma, paru-paru terbagi
menjadi lobus kanan dan lobus kiri, pada lobus kanan terbagi menjadi tiga lobus,
sedangkan lobis kiri terbagi menjadi dua lobus. Pada setiap lobus akan terbagi
kembali menjadi bagian-bagian kecil yang disebut dengan segmen, pada lobus kanan
terbagi menjadi sepuluh segmen, dan lobus kiri terbagi menjadi sembilan segmen
paru.
12
merupakan kebalikannya, bila otot antar tulang rusuk mengendur, maka diafrahma
akan melengkung ke arah rongga thorax, dan costae akan kembali ke posisi semula,
hal ini menyebabkan thorax mengecil, akibatnya udara dalam paru-paru terdorong
keluar.
Paru-paru dapat mengembang dan mengempis dengan dua cara: dengan
menggerakkan diafragma ke bawah dan ke atas untuk memanjangkan atau
memendekkan rongga dada, dan dengan menggerakkan tulang rusuk ke atas dan ke
bawah untuk menambah dan mengurangi diameter anteroposterior rongga dada (John
Hall and Michael Hall, 2021).
Menurut Yulia (2020) terdapat tiga langkah dalam proses oksigenasi, yaitu
ventilasi, perfusi paru dan difusi. Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya
udara dari atmosfer ke paru, ventilasi meliputi gerakan dasar, yaitu inspirasi dan
ekspirasi, udara yang masuk terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara intra
pleura dengan tekanan yang berada di atmosfer, sehingga menyebabkan masuknya
udara ke alveolar.
Perfusi paru merupakan gerakan darah yang melewati sirkulasi paru untuk
dilakukan oksigenasi, oksigenasi terjadi sirkulasi paru dalam arteri pulmonalis dan
ventrikel kanan pada jantung. Dan difusi merupakan
pergerakan molekul dari area dengan konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi
lebih rendah, oksigen akan terus menerus ber difusi dari udara yang ada di alveoli ke
dalam aliran darah dan karbon dioksida akan terus berdifusi dari dalam darah ke
dalam alveoli.
Fungsi primer paru-paru adalah untuk menukar gas antara darah dan
lingkungan sekitarnya. Tujuan pertukaran gas adalah untuk memasok oksigen ke
jaringan sambil membuang karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida
bervariasi tergantung pada tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, tetapi
pernapasan harus dijaga agar suplai oksigen dan karbon dioksida tetap normal. Udara
dihirup dan masuk ke dalam paru-paru melalui jaringan pipa yang menyempit
(bronkus dan bronkiolus) di kedua sisi paru-paru utama (trakea). Saluran-saluran ini
berakhir di gelembung alveolus, yang merupakan kantung udara terakhir di mana
oksigen dan karbon dioksida ditransfer dari darah (John Hall and Michael Hall, 2021).
3. Etiologi
Ada beberapa faktor risiko utama berkembangnya penyakit ini (Astuti et al.,
2018). antara lain adalah :
13
1. Merokok
Merokok adalah penyebab utama PPOK, dengan perokok memiliki risiko 30
kali lebih tinggi dibandingkan non-perokok, dan menyumbang 80-90% kasus PPOK.
PPOK mempengaruhi sekitar 15-20% perokok. Ketika PPOK berkembang, jumlah
rokok yang dihisap, usia saat mulai merokok, dan status merokok saat ini, semuanya
berkontribusi terhadap kematian PPOK. Perokok pasif (orang yang tidak merokok
tetapi sering terpapar asap rokok) juga berisiko terkena PPOK.
2. Pekerjaan
Pekerja yang terpapar debu silika di tambang emas atau batu bara, industri
kaca dan keramik, atau pekerja debu gandum. Asbes adalah yang paling berbahaya di
antara ketiganya.
3. Polusi Udara
Dengan adanya polusi udara, klien dengan gangguan fungsi paru akan
mengalami gejala yang memburuk. Polusi ini dapat berasal dari luar rumah, seperti
asap pabrik, asap kendaraan bermotor, dan sebagainya, atau dapat juga berasal dari
dalam rumah, seperti asap dapur.
4. Infeksi
Kolonisasi bakteri pada saluran pernapasan, terlepas dari riwayat merokok,
merupakan pemicu kronis peradangan neutrofil pada saluran napas. Kolonisasi bakteri
adalah sumber masalahnya. Kejadian inflamasi, yang diukur dengan peningkatan
jumlah dahak, frekuensi, eksaserbasi, dan percepatan penurunan fungsi paru-paru,
semuanya meningkatkan risiko PPOK.
4. Klasifikasi
PPOK dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan nilai FEV1 (Force Expiration
Volume In 1) spirometri. Global Initiative For Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) diklasifikasikan ke dalam empat tingkatan (A.Wisman et al., 2015).
Berdasarkan mMRC (Modified British Medical Research Council) PPOK
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. mMRC grade 0 : sesak akan timbul ketika sternum dilibatkan ketika beraktivitas.
2. mMRC grade 1 : sesak muncul ketika terjadi cemas atau dalam keadaan mendaki.
3. mMRC grade 2 : harus berhenti untuk mengambil napas ketika berjalan di tangga
4. mMRC grade 3 : sesak napas muncul ketika berjalan sejauh 100 meter atau selama 1
menit.
5. mMRC grade 4 : sesak napas muncul bahkan saat beraktivitas ringan.
14
5.Patofisiologi
Perubahan fisiologis utama pada PPOK adalah memburuknya resistensi aliran
udara secara progresif yang disebabkan oleh perubahan saluran napas anatomis pada
bagian proksimal, perifer, parenkim, dan vaskularisasi paru akibat proses inflamasi
kronik dan perubahan struktural paru. Dalam kondisi normal, radikal bebas dan
antioksidan berada dalam kondisi dan jumlah yang seimbang, sehingga setiap
perubahan dalam kondisi dan jumlah ini akan menyebabkan kerusakan paru-paru.
Radikal bebas memainkan peran penting dalam kerusakan sel dan merupakan akar dari
berbagai penyakit paru-paru.
Faktor pencetus PPOK, seperti partikel berbahaya yang terhirup bersama udara,
akan masuk ke dalam saluran pernapasan dan mengendap hingga menumpuk. Partikel-
partikel tersebut menempel pada lapisan lendir yang melapisi mukosa bronkus,
sehingga menghambat aktivitas silia.
Akibatnya, pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang, yang mengiritasi
sel mukosa dan merangsang kelenjar mukosa, yang membesar dan menyebabkan
hiperplasia sel goblet hingga terjadi produksi lendir yang berlebihan. Produksi lendir
yang berlebihan dapat meningkatkan infeksi dan menghambat penyembuhan, yang
mengakibatkan lingkaran setan hipersekresi lendir. Batuk kronis yang produktif
adalah gejala klinisnya.
Efek lain dari partikel ini adalah dapat menyebabkan kerusakan pada dinding
alveolus. Kerusakan yang terjadi akibat perforasi alveolus, mengakibatkan penyatuan
satu alveolus dengan alveolus lainnya, membentuk ruang udara besar yang tidak
normal. Selain itu, modifikasi fungsi anti-protease pada saluran pernapasan, yang
berfungsi untuk menghambat neutrofil, menyebabkan kerusakan pada jaringan
interstisial alveolar. Erosi epitel dan pembentukan jaringan parut akan terjadi seiring
dengan berlanjutnya iritasi pada saluran pernapasan. Metaplasia skuamosa dan
penebalan lapisan skuamosa juga akan terjadi, mengakibatkan stenosis dan obstruksi
saluran napas yang permanen. Meskipun tidak separah asma, hipertrofi otot polos dan
hiperaktivitas bronkus dapat terjadi pada PPOK, yang mengakibatkan gangguan
sirkulasi udara.
Bronkitis kronis menyebabkan pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia
sel goblet, peradangan, hipertrofi otot polos pernapasan, dan distorsi yang diakibatkan
oleh fibrosis. Emfisema didefinisikan sebagai pelebaran rongga udara distal
15
bronkiolus terminalis, yang disertai dengan kerusakan pada dinding alveolar, yang
mengakibatkan berkurangnya kelenturan elastis paru-paru.
Ada dua jenis emfisema yang berhubungan dengan PPOK, emfisema pan-acinar
dan emfisema sentri-acinar. Kerusakan asinar menyebar pada tipe pan-acinar dan
berhubungan dengan penuaan dan penurunan luas permukaan alveolus. Kelainan pada
bronkiolus dan area asinar perifer terjadi pada tipe centri-acinar, yang berhubungan
erat dengan asap rokok. (Lindayani et al., 2017).
6. Pathway
PPOK
Batuk berdahak
Hipertropi kelenjar
mukosa
16
Pathway PPOK (Eny et al, 2014)
7. Manifestasi Klinis
Menurut PPNI (2017), manifestasi klinis Penyakit Paru – Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) yaitu :
1 Gejala dan tanda mayor
a. Subjektif : (tidak tersedia)
b. Objektif : batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih mengi,
wheezing dan/ronchi kering, mekonium di jalan napas (pada neonates).
2 Gejala dan tanda minor
a. Subjektif : Dispnea, sulit berbicara, ortopnea
b. Objektif : Gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, pola
napas berubah
8. Komplikasi
Menurut Paramasivan (2017), PPOK dapat menyebabkan komplikasi seperti:
1. Gagal Napas
Gagal napas merupakan komplikasi yang umum terjadi pada psien PPOK,
normalnya akan terjadi pertukaran oksigen dan karbon dioksida, namun karena
adanya obstruksi atau kegagalan bernapas maka dapat terjadi gangguan pertukaran
gas, hal ini mengakibatkan terjadinya sesak napas pada pasien PPOK, dan tanpa
penanganan yang segera, gangguan pertukaran gas ini dapat mengakibatkan gagal
napas yang akan semakin fatal.
2. Gagal Jantung
Gagal jantung merupakan kondisi ketika jantung melemah sehingga tidak
mampu memompa darah, ketika terjadi kadar oksigen yang rendah dalam tubuh,
maka arteri pulmonalis akan meningkatkan tekanannya. Adanya tekanan berlebih
pada jantung menyebabkan jantung menjadi lemah dan kurang mampu memompa
secara efisien. Umumnya pada penderita PPOK terjadi gagal jantung kanan atau
disebut dengan kor pulmonal, ditandai dengan P pulmonal pada elektokardiogram
(EKG).
9. Penatalaksanaan
Menurut Venkatesan (2023), penatalaksanaan PPOK dibedakan menjadi 2
jenis, yaitu penatalaksanaan farmakologi dan juga penatalaksanaan pada non-
farmakologi.
17
Tujuan pengobatan eksaserbasi PPOK adalah untuk mengurangi dampak
negatif dari eksaserbasi saat ini dan juga mencegah perkembangan kejadian di masa
depan. Eksaserbasi dapat ditangani baik di tempat rawat jalan maupun rawat inap,
tergantung pada tingkat keparahan eksaserbasi dan/atau tingkat keparahan penyakit
yang mendasarinya. Terapi farmakologis rawat jalan, seperti bronkodilator,
kortikosteroid, dan antibiotik, digunakan untuk mengobati lebih dari 80% eksaserbasi.
Tujuan pengobatan eksaserbasi PPOK adalah untuk mengurangi dampak negatif dari
eksaserbasi saat ini dan juga mencegah perkembangan kejadian di masa depan.
Eksaserbasi dapat ditangani baik di rawat jalan maupun rawat inap, tergantung pada
tingkat keparahan eksaserbasi dan/atau tingkat keparahan penyakit yang mendasarinya.
a. Penatalaksanaan Farmakologi
1. Bronkodilator
2. Glukokortikoid
3. Antibiotik
b. Penatalaksanaan Non-Farmakologi
Penatalaksanaan Non-Farmakologi pada eksaserbasi meliputi terapi oksigen
hingga dukungan ventilator, High- flow nasal therapy (HFNT) memberikan
campuran udara oksigen yang dipanaskan dan dilembabkan melalui perangkat
khusus.
10. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Paramasivan (2017), pemeriksaan penunjang pada PPOK adalah sebagai
berikut :
1. Uji Faal Paru dengan Spirometri dan Bronkodilator (post-bronchodilator)
2. Foto Thorax Latera
3. Analisa Gas Darah
4. Pemeriksaan sputum
5. Pemeriksaan darah rutin
6. Pemeriksaan penunjang lain
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan ialah sebuah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang
perawat, asuhan keperawatan diberikan kepada klien yang membutuhkan asuhan di
berbagai tatanan fasilitas atau pelayanan kesehatan. Asuhan keperawatan dilakukan sesuai
dengan kaidah yang berlaku. Asuhan keperawatan dilakukan secara holistik dan
komperhensif, yang didasari oleh kebutuhan pasien (Purba, 2019).
18
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Identitas pasien berupa nama, usia, jenis kelamin, demografi, bahasa yan
digunakan sehari-hari, agama, suku hingga pekerjaan.
b. Keluhan Utama
Umumnya pasien dengan PPOK akan memiliki keluhan sesak napas, batuk
dan peningkatan produksi sputum ataupun purulensi.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK di awali dengan adanya tanda-tanda klinis seperti batuk
disertai peningkatan sputum, serta adanya sesak napas. Serta tanyakan riwayat
merokok baik aktif maupun pasif.
d. Riwayat penyakit dahulu
Untuk menetapkan kemungkinan predisposisi, perlu ditanyakan apakah pasien
pernah menderita penyakit seperti tuberkulosis paru, pneumonia, gagal jantung,
trauma, atau asites.
e. Riwayat penyakit keluarga
Hal ini menanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
seperti tuberkulosis paru, asma, dan tuberkulosis paru.
f. Riwayat psikososial
Menanyakan pasien mengenai tanggapannya terhadap penyakitnya, serta
bagaimana usaha pasien dalam menghadapi penyakit yang dideritanya.
g. Pengkajian Pola Fungsi
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
2) Adanya intervensi dan perawatan medis di rumah sakit mempengaruhi persepsi
kesehatan, tetapi terkadang dapat menyebabkan persepsi yang salah dalam
perawatan kesehatan.
3) Kemungkinan riwayat merokok, minum alkohol, atau penggunaan obat - obatan
dapat menjadi predisposisi penyakit.
4) Perlu ditanyakan tentang kebiasaan makan sebelum dan selama MRS. Pasien
dengan efusi pleura biasanya kehilangan nafsu makan karena sesak napas dan
tekanan pada struktur abdomen
5) Peningkatan metabolisme terjadi sebagai akibat dari proses penyakit. Pasien
dengan efusi pleura memiliki kondisi umum lemah.
h. Pola Eliminasi
19
Pengkajian dilakukan dengan menanyakan pasien mengenai kebiasaan buang
air besar(BAB) saat sebelum hingga sesudah klien mendapatkan perawatan di rumah
sakit. Umumnya pada pasien dengan PPOK akan mengalami kelemahan, hal ini
dapat menyebabkan konstipasi.
i. Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas harian, pasien dengan
PPOK akan mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas harian.
j. Pola tidur dan istirahat
(1) Pemenuhan kualitas tidur dan istirahat dipengaruhi dengan adanya batuk dan
sesak napas.
(2)Ada juga pertimbangan lingkungan. Misalnya, pindah dari lingkungan rumah
yang tenang ke lingkungan rumah sakit yang banyak orang beraktivitas, suara
bising, dan sebagainya.
k. Pemeriksaan fisik
1) Status Kesehatan Umum
Pengkjian dilakukan dengan memperhatikan penampilan pasien secara umum,
hal ini meliputi ekspresi wajah pasien, sikap dan perilaku pasien selama
dilakukan anamnesa. Hal ini dilakukan untukmengetahui tingkat kecemasan dan
ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
a. Inspeksi pada pasien PPOK didapati tanda-tanda sesak napas, seperti
penggunaan otot bantu napas, pernapasan cuping hidung dan pursed lip
breathing.
b. Pada palpasi, ekspansi dinding dada meningkan dan terjadi peningkatan taktil
fremitus.
c. Pada perkusi biasa didapatkan suara normal (sonor) hingga ke hipersonor.
d. Auskultasi anak didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing
tergantung pada beratnya tingkat obstruksi,.
3) Sistem Kardiovaskuler
a. Ictus cordis harus diperhatikan selama pemeriksaan; ictus cordis harus berada
pada ICS- 5 dan lebar 1 cm pada klavikula kiri. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengidentifikasi apakah ada pembesaran jantung atau tidak.
20
b. Ketika melakukan palpasi untuk mengukur frekuensi jantung (denyut jantung),
penting untuk memperhatikan kedalaman dan keteraturan detak jantung serta
adanya getaran, khususnya getaran ictus cordis.
c. Perkusi digunakan untuk menemukan batas jantung, di mana jantung berdetak
dengan keras. Tes ini untuk melihat apakah ventrikel kiri atau jantung telah
membesar.
d. Tentukan apakah bunyi jantung I dan II tunggal atau gallop, apakah bunyi
jantung III merupakan tanda gagal jantung, dan apakah ada murmur yang
mengindikasikan peningkatan aliran turbulen darah dengan menggunakan
auskultasi.
4) Sistem Pencernaan
a. Pada saat pemeriksaan, penting untuk memperhatikan distensi atau kerataan
perut, penonjolan batas perut, penonjolan umbilikus, dan adanya benjolan atau
massa.
b. Auskultasi dilakukan untuk mendengarkan suara peristaltik usus, nilai normal
peristaltik usus ialah 5-35 kali per menit.
c. Pada palpasi dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal, adakah nyeri
tekan abdomen, adanya massa (tumor), turgor kulit perut untuk mengetahui
derajat hidrasi pasien, dan palpasi terabanya hepar.
d. Perkusi abdomen normal timpani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak, yang mengindikasikan adanya hepatomegaly,
asites dan tumor.
5) Sistem Neurologis
Tingkat kesadaran harus ditentukan pada saat pemeriksaan. Selain itu, penting
juga untuk menentukan apakah Individu dalam keadaan compos mentis,
mengantuk, atau koma. respons patologis dan fisiologis diperiksa. Penting juga
untuk mengevaluasi kemampuan sensorik termasuk pendengaran, penglihatan,
penciuman, sentuhan, dan rasa.
6) Sistem Muskuloskeletal
Penting untuk mengamati adanya edema pretibial pada saat pemeriksaan.
Selain itu, tes waktu refraksi b. Auskultasi dilakukan untuk mendengarkan
suara peristaltik usus, nilai normal peristaltik usus ialah 5-35 kali per menit.
kapiler dan palpasi kedua ekstremitas untuk mengukur tingkat perfusi perifer.
21
Kekuatan otot dinilai dengan inspeksi dan palpasi, kemudian dikontraskan
antara kiri dan kanan.
7) Sistem Integumen
Pada pasien dengan efusi, penampilan umum kebersihan kulit, warna,
dan ada tidaknya lesi pada kulit biasanya akan terlihat sianotik karena sistem
pengiriman oksigen telah gagal. Sangat penting untuk menilai suhu kulit
selama palpasi (dingin, hangat, demam). Tingkat hidrasi seseorang kemudian
ditentukan oleh turgor kulit (halus, lembut, atau kasar) dan tekstur
2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas
2. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1 Bersihan Setelah dilakukanSIKI : Latihan batuk efektif
jalan napas intervensi Observasi
tidak keperawatan selama - Identifikasi kemampuan batuk
efektif b.d 3 x 24 jam
- Monitor adanya retensi sputum
spasme diharapkan bersihan - Monitor tanda gejala infeksi saluran napas
jalan napas jalan napas
- Monitor input dan output cairan (msl, jumlah
meningkat dan karakteristik)
SLKI : bersihan Terapeutik
jalan napas
- Atur posisi semi fowler atau fowler
(meningkat) - Pasang perlak dan bengkok dipangkuan
1. Batuk efektif pasien
meningkat - Buang secret pada tempat sputum
2. Produksi sputum Edukasi
menurun - Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
3. Frekuensi napas - Anjurkan teknik napas dalam melalui hidung
membaik selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
4. Pola napas kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
membaik mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik napas dalam
hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
tarik napas dalam yang ke3
Kalaborasi
- Kalaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu
2 Pola napas Setelah dilakukan SIKI : Manajemen jalan napas
tidak intervensi Observasi :
efektif b.d keperawatan selama - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
hambatan 3 x 24 jam usaha napas)
22
upaya diharapkan pola Terapeutik
napas napas membaik - Posisikan semi fowler atau fowler
SLKI : pola napas - Berikan minum hangat
( membaik) - Berikan oksigen, jika perlu
1. Dispnea Edukasi
(menurun) - Ajarkan teknik batuk efektif
2. Frekuensi napas Kolaborasi
(membaik) - Kolaborasi pemberian bronkodilator,
3. Kedalaman napas ekspektoran jika perlu
(membaik)
3 Intoleransi Setelah dilakukan SIKI : Manajemen energi
aktivitas intervensi Observasi :
b.d keperawatan selama - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
kelemahan 3 x 24 jam mengakibatkan kelelahan
diharapkan toleransi - Monitor kelelahan fisik dan emosional
aktivitas menurun - Monitor pola dan jam tidur
SLKI : toleransi Terapeutik
aktivitas ( menurun) - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
1. Keluhan lelah stimulus (mis. Cahaya, suara)
(menurun) - Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur
2. Dispnea saat Edukasi
beraktivitas - Anjurkan tirah baring
(menurun) - Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
4. Evaluasi
1. pola nafas tidak efektif membaik dengan kriteria hasil dyspnea menurun,
frekuensi napas membaik, dan kedalaman napas membaik.
23
BAB III
LAPORAN KASUS
Asuhan Keperawatan Pada Tn. S
Dengan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Diagnosa Medis PPOK
Di Ruang Igd Rumah Sakit Bhayangkara Kota Bengkulu
1. Data biografi
Identitas klien
Nama : Tn. S
Umur : 60 tahun
Suku/bangsa : Indonesia
Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Pasar Ikan Malabero
Tgl masuk rs : 26 Oktober 2024
Tgl pengkajian : 26 Oktober 2024
Catatan kedatangan : mobil pribadi
Diagnosa medis : PPOK
No register :-
Keluarga terdekat yang dapat dihubungi :
Nama/umur : Ny.M
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Pasar Ikan Malabero
Sumber informasi : Istri
No telpon :-
2. Riwayat kesehatan / keperawatan
1) Keluhan utama / alasan masuk RS :
batuk berdahak sejak 1 minggu yang lalu disertai sesak.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Klien mengatakan saat ini yang di rasakannya yaitu batuk berdahak sejak 1
minggu yang lalu disertai sesak napas, sesak napas dirasakan bertambah ketika
duduk.
24
TTV :
T : 36,50 C
P : 103 x/mt
RR : 28 x/mt
TD : 141/80 mmHg
3) Riwayat kesehatan dulu :
pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit sebelumnya, pasien
mengatakan merokok sejak usia 13 tahun, sering sesak ± 5 tahun terakhir,
berhenti merokok ± 1 tahun yang lalu.
Penyakit yang pernah dialami : batuk , demam , diare , kejang
, lain-lain tidak ada
Kecelakaan yang dialami : jatuh , tenggelam , lalu lintas ,
keracunan tidak pernah kecelakaan
Pernah alergi : makanan , obat-obatan , zat/ substansi kimia textile
tidak pernah alergi
Konsumsi obat-obatan khusus
Obat-obatan Dosis Dosis Frekuensi
(resep/obat bebas) terakhir
Berotec inhaler 2x/hari /jika sesak
25
3. Aktivitas sehari-hari
Nutrisi
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Selera makan Baik makan 3 x sehari Kurang nafsu makan
2. Menu makan Beragam Sesuai diit gizi
3. Frekuensi makan 3 x sehari 3 x sehari
4. Makanan pantangan Makanan pedas Makanan pedas
5. Pebatasan pola makan Tidak ada Tidak ada
6. Cara makan Memakai sendok Memakai sendok
7. Ritual saat makan Berdoa Berdoa
8. Porsi makan Normal 3 x sehari Sedikit tapi sering
Cairan
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Jenis minuman Air putih Air putih, infus RL gtt 20x/m
2. Frekuensi minum 8 gelas perhari 6 gelas perhari
3. Kebutuhan minum 2.100 cc 2.010 cc
4. Cara pemenuhan Gelas Infus, gelas
Eliminasi ( BAB/BAK)
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
BAB (Buang Air Besar
1. Tempat pembuangan Di toilet Di toilet
2. Frekuensi ( waktu) 3 x sehari 1 x sehari
3. Konsitensi Lunak Lunak
4. Kesulitan Tidak ada Terpasang infus
5. Obat pencahar Tidak ada Tidak ada
BAK ( Buang Air Kecil )
1. Tempat pembuangan Di toilet Di toilet
2. Frekuensi 5-6 x /hari 4-5 x/hari
3. Warna dan bau Kuning Kuning
4. Volume 1500 cc/hari 900 cc/hari
5. Kesulitan Tidak ada Tidak ada
Istirahat tidur
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Jam tidur
- Siang 1 – 2 jam 1 jam
- Malam 6 - 8 jam 5-7 jam
2. Pola tidur Tidak ada 2-3 jam
3. Kebiasaan sebelum tidur Tidak ada Tidak ada
4. Kesulitan tidur Tidak ada Karna sesak
26
Olahraga
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Program olahraga Tidak ada Tidur di bad
2. Jenis frekuensi Tidak ada Tidak ada
3. Kondisi setelah olahraga Tidak ada Tidak ada
Personal hygiene
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
2. Mandi
- Cara Mandiri, di wc dibantu keluarga
- Frekuensi 2 x sehari 2 x sehari
- Alat mandi Air ,sabun,gayung Air hangat,handuk
3. Cuci rambut
- Frekuensi 2 x sehari Saat sakit belum
- Cara Mandiri pernah cuci rambut
4. Gunting rambut
- Frekuensi 1 bulan sekali Saat sakit belum
- Cara babershop gunting rambut
5. Gosok gigi
- Frekuensi 2 x sehari Dibantu keluarga
- Cara Mandiri
Aktivitas/mobilisasi fisik
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Kegiatan sehari-hari Bersantai dirumah Hanya tidur di bad
2. Pengaturan jadwal harian Tidak ada Tidak ada
3. Penggunaan alat bantu Tidak ada Tidak ada
4. Kesulitan pergerakan Tidak ada Terpasang infus
tubuh
Rekreasi
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Waktu luang Bermain sama cucu Hanya tidur di bad
2. perasaan setelah rekreasi Senang tidak ada
3. Waktu senggang Hari minggu tidak ad
keluarga Jalan-jalan tidak ada
4. Kegiatan hari libur Berkumpul tidak ada
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien
baik --- lemah √ sakit berat ----
Tanda-tanda vital :
Suhu : 36,50 C GCS : 15 (Composmentis)
27
Nadi : 103 x/mt
Respirasi : 28 x/mt
Tekanan darah : 141/80 mmHg
Antropometri
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 67 kg
Lingkar lengan atas : Tidak dilakukan
Lingkar kepala : Tidak dilakukan
Lingkar dada : Tidak dilakukan
Lingkar perut : Tidak dilakukan
Skin fold : Tidak dilakukan
System pernafasan
- Hidung : simetris pernafasan cuping hidung polip
Epistaksis
- Leher : pembesaran kelenjar tumor tidak ada pembesaran kelenjar
- Dada :
o Bentuk dada normal barrel -- pigeon chest --
28
- Gaster : kembung nyeri gerakan peristaltic
- Abdomen : hati : teraba lien ginjal faeces
- Anus : lecet haemoroid tidak ada kelainan di anus
System panca indera
- Mata
o Sclera : icterus/tidak, conjungtiva anemia/tidak, kelopak mata baik, bulu
mata normal, alis normal
o Visus ( gunakan snellen chard )
o Lapang pandang normal
- Hidung
o Penciuman : perih dihidung trauma mimisan normal
o Sekret yang menghalangi penciuman tidak ada sekret
- Telinga
o Keadaan daun telinga : baik, kanal auditoris : bersih, serumen
o Fungsi pendengaran : pendengaran masih baik
System persyarafan
- Fungsi cerebral
o Status mental : orientasi baik, daya ingat baik, perhatian dan perhitungan
baik, bahasa mudah di mengerti
o Kesadaran : eyes 4, motoric 6, verbal 5, dengan GCS 15
o Bicara : ekspresif resiptive √
Fungsi cranial
- NI : klien mampu menbedakan bau
- N II : visus baik, lapang pandang baik
- N III,IV,VI : gerakan bola mata segala arah, pupil isokor
- NV : sensorik klien dapat merasakan kapas yang diusap dimata,
motoric dibantu keluarga
- N VII : sensorik dapat mersakan rasa asin, manis, pedas, otonom baik,
motoric klien dapat tersenyum dan mengerutkan dahi
- N VIII : pendengaran baik, keseimbangan mampu mendengar dengan
baik
- N IX : klien dapat merasakan rasa pahit dilidah
- NX : gerakan uvul normal, rangsangan menelan
29
- N XI : dapat melawan tahanan di leher
- N XII : gerakan lindah seluruh arah
Fungsi motorik : massa otot normal, tonus otot
kekuatan otot 5 5
5 5
Fungsi sensorik : suhu √ nyeri √ getaran posisi diskriminasi
Dapat merasakan pansa, dingin dan nyeri
Fungsi cerebellum : koordinasi normal, keseimbangan baik
Reflex : bisep √ patella √ Babinski pergerakan refleksi (-)
Iritasi meningen : kaku kuduk laseque sign brudzinki I/II
Tidak ada kelainan di iritasi meningen
Sistem muskulo skeletal
Kepala : bentuk kepala simetris, gerakan segala arah
Vertebra : scoliosis lordosis kyphosis gerakan ROM baik , fungsi
gerak √
Pelvis : gaya jalan normal, gerakan baik, ROM baik, trendenlenberg test,
ortolani/barlow
Lutut : bengkak gerakan baik, kemampuan jalan baik, tanda tarikan tidak ada
pembengkakakan di lutut
Tanagan : bengkak , gerakan segala arah, ROM baik tidak ada pembengkakan
di tangan
Sistem integument
Rambut : warna hitam, mudah dicabut
Kulit : warna sawo matang, tempratur 36,50 C, kelembaban √ bulu kulit
erupsi tai lalat ruam tekstur
Kuku : warna bening, permukaan kuku datar, mudah patah kebersihan kuku
bersih
System endokrin
Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Ekskresi urin berlebihan polidipsi poliphagi tidak ada kelaianan
Suhu tubuh yang tidak seimbang keringat berlebih tidak ada
Riwayat bekas air seni dikelilingi semut tidak ada
System perkemihan
30
Oedema palpebral moon face oedema anasarka
Keadaan kandung kemih
Nocturia disuria kencing batu
System reproduksi
Wanita
- Payudara : putting, aerola mamae, besar
- Labia mayora dan minora bersih secre bau
Laki-laki
- Keadaan gland penis : uretra normal, kebersihan
- Testis sudah turun
- Pertumbuhan rambut : kumis janggut ketiak
√
System imun
Alergi cuaca debu bulu binatang zat kimia
Penyakit yang berhubungan dengan cuaca : flu urticaria tidak ada
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium tanggal 26 Oktober 2024
Pemeriksaan Hasil tes Nilai normal Satuan Ket
Hemoglobin 13.30* 14.00-17.40 g/dl LOW
Hematokrit 39.80* 41.50-50.40 % LOW
Leukosit 21.30* 4.50-50.40 Ribu/Ul HIGH
Eritrosit 4.80 4.40-6.00 Juta/Ul
Trombosit 303 150-450 Ribu/uL
MCV 83.00 80.00-96.00 Fl
MCH 27.70 27.50-33.20 Pg
MCHC 33.40 33.40-35.50 %
Albumin 3.56 3.30-5.20 g/dL
Ureum 63.80* 15.50 Mg/dL HIGH
Creatinin 0.94 0.60-1.10 Mg/dL
ANALISA DATA
Nama : Tn.S
31
Ruang rawat : IGD Bhayangkara
Diagnosa medis : PPOK
No Data senjang Etiologi Masalah
keperawatan
1 Ds : pasien mengatakan batuk Merokok, polusi udara, Bersihan
berdahak sejak 1 minggu yang lalu infeksi virus jalan napas
disertai sesak napas tidak efektif
Asap/virus influenza
Do: pasien tampak susah batuk dan mengiritasi jalan napas
lemas
- TD : 141/80 MmHg Hipersekresi lendir +
- P : 103 x/m inflamasi
- RR : 28 x/m
- T : 36.8oc Fungsi silia menurun
- SPO2: 98%
- Suara nafas wheezing Produksi secret meningkat
- Pola nafas dispnea
MAP : 96 Mucus kental
Batuk berdahak
32
- P : 103 x/m penyempitan saluran nafas
- RR : 28 x/m secara periodik
- T : 36.8oc
- SPO2: 98% ekpansi paru menurun
MAP : 96
kompensasi tubuh untuk
memenuhi oksigen dengan
peningkatan frekuensi
pernafasan
intoleransi aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Tn.S
Ruang rawat : IGD Bhayangkara
Diagnosa medis : PPOK
N Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
o
1 Bersihan Setelah SIKI : Latihan batuk efektif - Ketidakmampuan untuk
jalan dilakukan Observasi membersihkan jalan
napas intervensi - Identifikasi kemampuan napas yang dapat
tidak keperawatan batuk menimbulkan
efektif b.d selama 3 x 24 - Monitor adanya retensi penggunaan otot
spasme jam sputum aksesori pernapasan dan
jalan diharapkan - Monitor tanda gejala peningkatan kerja
napas bersihan jalan infeksi saluran napas pernapasan
napas Terapeutik - Mengetahui apakah
meningkat - Atur posisi semi fowler terdapat perubahan
SLKI : atau fowler warna dan aroma pada
bersihan jalan - Buang secret pada tempat sputum
napas sputum - Mengetahui apakah
(meningkat) Edukasi terjadi infeksi pada
1. Batuk - Jelaskan tujuan dan saluran pernapasan, baik
efektif prosedur batuk efektif saluran pernapasan atas
meningkat - Anjurkan teknik napas maupun bawah
2. Produksi dalam melalui hidung - Posisi membantu
sputum selama 4 detik, ditahan memaksimalkan
menurun selama 2 detik, kemudian ekspansi paru dan
3. Frekuensi keluarkan dari mulut menurunkanupaya
napas dengan bibir mencucu pernapasan
membaik (dibulatkan) selama 8 detik - Mencegah terjadinya
4. Pola napas - Anjurkan mengulangi tarik penyebaran virus
membaik napas dalam hingga 3 kali - Dapat mengeluarkan
33
Kalaborasi dahak secara maksimal
- Kalaborasi pemberian - Membantu
mukolitik atau ekspektoran, memaksimalkan proses
jika perlu penyembuhan pasien
2 Pola napas Setelah SIKI : Manajemen jalan napas - Untuk mengetahui
tidak dilakukan Observasi : irama, kedalaman, dan
efektif b.d intervensi - Monitor pola napas upaya napas dan pola
hambatan keperawatan (frekuensi, kedalaman, napas
upaya selama 3 x 24 usaha napas) - Untuk memberikan rasa
napas jam Terapeutik nyaman dan
diharapkan - Posisikan semi fowler atau memudahkan jalan
pola napas fowler napas pasien
membaik - Berikan minum hangat - Untuk mengencerkan
SLKI : pola - Berikan oksigen, jika perlu dahak
napas Edukasi - Untuk melancarkan
( membaik) - Ajarkan teknik batuk pernapasan pasien
1. Dispnea efektif - Untuk mengeluarkan
(menurun) Kolaborasi sputum pasien
2. Frekuensi - Kolaborasi pemberian - Untuk proses
napas bronkodilator, ekspektoran penyembuhan pasien
(membaik) jika perlu
3. Kedalaman
napas
(membaik)
3 Intoleransi Setelah SIKI : Manajemen energi - Untuk mengetahui
aktivitas dilakukan Observasi : gangguan fungsi tubuh
b.d intervensi - Identifikasi gangguan fungsi yang dialami pasien
kelemahan keperawatan tubuh yang mengakibatkan akibat kelelahan
selama 3 x 24 kelelahan - Untuk mengetahui
jam - Monitor kelelahan fisik dan tingkat kelelahan fisik
diharapkan emosional dan emosional pasien
toleransi - Monitor pola dan jam tidur - Untuk mengetahui pola
aktivitas Terapeutik tidur pasien apakah
menurun - Sediakan lingkungan teratur atau tidak
SLKI : nyaman dan rendah stimulus - Untuk memberikan rasa
toleransi - Fasilitasi duduk di sisi nyaman
aktivitas tempat tidur - Untuk melatih gerak
( menurun) Edukasi mobilisasi pasien selama
3. Keluhan - Anjurkan tirah baring dirawat
lelah - Anjurkan melakukan - Untuk memberikan
(menurun) aktivitas secara bertahap kenyamanan pasien saat
4. Dispnea Kolaborasi beristirahat
saat - Kolaborasi dengan ahli gizi - Untuk menunjang proses
beraktivitas tentang cara meningkatkan kesembuhan pasien
(menurun) asupan makanan secara bertahap
- Untuk proses
penyembuhan pasien
34
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Nama : Tn.S
Ruang rawat : IGD Bhayangkara
Diagnose medic : PPOK
Hari/tgl Diagnosa Jam Implementasi Repon dan hasil Evaluasi
keperawatan
24 Oktober Bersihan jalan 14.30 - Mengidentifikasi kemampuan batuk - Pasien mampu batuk S : pasien mengatakan masih
2024 napas tidak - Memonitor adanya retensi sputum efektif sedikit sesak, dan batuk
Kamis
efektif b.d - Memonitor tanda gejala infeksi - Sputum berwarna O:
spasme jalan saluran napas kuning - Pasien tampak lemah
napas - Mengatur posisi semi fowler atau - Tidak ada infeksi - Pasien terpasang nassal
fowler - Sesak napas berkurang, kanul 4 liter
- Membuang secret pada tempat meningkatkan kapasitas - Pasien posisi semi fowler
sputum paru-paru dan sudah nyaman
- Menjelaskan tujuan dan prosedur - Pasien tidak mengalami - Pasien diberi minum air
batuk efektif kesulitan mengeluarkan hangat
- Menganjurkan teknik napas dalam dahak TD : 135/83mmHg
melalui hidung selama 4 detik, - Pasien mampu T : 36,50 C
ditahan selama 2 detik, kemudian mengeluarkan dahak dan RR : 27 x/ mt
keluarkan dari mulut dengan bibir mendemontrasikan cara P : 90x/ mt
mencucu (dibulatkan) selama 8 detik melakukan batuk efektif - SPO2: 98%
- Menganjurkan mengulangi tarik - Pasien mampu - Suara nafas ronchi
napas dalam hingga 3 kali dan batuk meningkatkan relaksasi - Pola nafas dispnea
dengan kuat langsung setelah tarik otat dan efisiensi batuk - MAP : 96
napas dalam yang ke3 - Mengeluarkan A : masalah belum teratasi
- Mengkalaborasi pemberian mukolitik kekentalan dahak P : intervensi dilanjutkan
atau ekspektoran, jika perlu
25 Oktober Bersihan jalan - Mengidentifikasi kemampuan batuk - Pasien mampu batuk S : pasien mengatakan sesak
2024 napas tidak - Memonitor adanya retensi sputum efektif sedikit berkurang, produksi
Jumat
efektif b.d - Memonitor tanda gejala infeksi - Sputum berwarna dahak berkurang.
35
spasme jalan saluran napas kuning O: - Pasien tampak lemah
napas - Mengatur posisi semi fowler atau - Tidak ada infeksi - Pasien terpasang nassal
fowler - Sesak napas berkurang, kanul 4 liter
- Membuang secret pada tempat meningkatkan kapasitas - Pasien posisi semi
sputum paru-paru fowler dan sudah
- Menjelaskan tujuan dan prosedur - Pasien tidak mengalami nyaman
batuk efektif kesulitan mengeluarkan - Pasien diberi minum air
- Menganjurkan teknik napas dalam dahak hangat
melalui hidung selama 4 detik, - Pasien mampu TD : 140/73mmHg
ditahan selama 2 detik, kemudian mengeluarkan dahak dan T : 36,00 C
keluarkan dari mulut dengan bibir mendemontrasikan cara RR : 25 x/ mt
mencucu (dibulatkan) selama 8 detik melakukan batuk efektif P : 85x/ mt
- Menganjurkan mengulangi tarik - Pasien mampu - SPO2: 98%
napas dalam hingga 3 kali dan batuk meningkatkan relaksasi - Suara nafas wheezing
dengan kuat langsung setelah tarik otat dan efisiensi batuk - MAP : 96
napas dalam yang ke3 - Mengeluarkan A : masalah teratasi sebagian
- Mengkalaborasi pemberian mukolitik kekentalan dahak P : intervensi dilanjutkan
atau ekspektoran, jika perlu
26 Oktober Bersihan jalan - Mengidentifikasi kemampuan batuk - Pasien mampu batuk S : pasien mengatakan tidak
2024 napas tidak - Memonitor adanya retensi sputum efektif lagi sesak , badan tidak lemah
Sabtu
efektif b.d - Memonitor tanda gejala infeksi - Sputum berwarna O:
spasme jalan saluran napas kuning - Pasien sudah bisa
napas - Mengatur posisi semi fowler atau - Tidak ada infeksi melakukan batuk efektif
fowler - Sesak napas berkurang, - Pasien sering minum air
- Membuang secret pada tempat meningkatkan kapasitas hangat
sputum paru-paru - Posisi pasien nyaman
- Menjelaskan tujuan dan prosedur - Pasien tidak mengalami dengan semi fowler
batuk efektif kesulitan mengeluarkan TD : 128/60mmHg
- Menganjurkan teknik napas dalam dahak T : 36,50 C
melalui hidung selama 4 detik, - Pasien mampu RR : 24 x/ mt
ditahan selama 2 detik, kemudian mengeluarkan dahak dan P : 82x/ m
36
keluarkan dari mulut dengan bibir mendemontrasikan cara - SPO2: 98%
mencucu (dibulatkan) selama 8 detik melakukan batuk efektif - Suara nafas vesikuler
- Menganjurkan mengulangi tarik - Pasien mampu - MAP : 96
napas dalam hingga 3 kali danbatuk meningkatkan relaksasi A : masalah teratasi
dengan kuat langsung setelah tarik otat dan efisiensi batuk P : intervensi dihentikan
napas dalam yang ke3 - Mengeluarkan
- Mengkalaborasi pemberian mukolitik kekentalan dahak
atau ekspektoran, jika perlu
37
A : pola nafas tidak efektif
Kriteria hasil 1 2 3 4 5
Dyspnea
Frekuensi
napas
Kedalaman
napas
P : intervensi dilanjutkan
25 Pola napas - Memonitor pola - Respon : RR 28x/m Jam 18.30 wib
tidak efektif napas - Respon : posisikan S : pasien mengatakan sesak sedikit berkurang , badan
Oktober
b.d hambatan - Memposisikan pasien dengan masih lemas
2024 upaya napas semi fowler nyaman O: - Pasien tampak lemah
atau fowler - Respon : beri pasien - Pasien terpasang nassal kanul 4 liter
Jumat
- Memberikan minum hangat - Pasien posisi semi fowler dan sudah nyaman
minum hangat - Respon : nasal - Pasien diberi minum air hangat
- Memberikan kanul 4 liter TD : 140/83mmHg
oksigen - Respon : ambroxol T : 36,30 C
- Berkolaborasi syr 10 ml/ 8 jam RR : 26 x/ mt
pemberian obat P : 95x/ mt
- SPO2: 98%
- Suara nafas wheezing
- Pola nafas dispnea
- MAP : 96
A : pola nafas tidak efektif
Kriteria hasil 1 2 3 4 5
Dyspnea
Frekuensi
napas
Kedalaman
napas
38
P : intervensi dilanjutkan
26 Pola napas - Memonitor pola - Respon : RR 28x/m Jam18.30 wib
tidak efektif napas - Respon : posisikan S : pasien mengatakan tidak lagi sesak , badan tidak
Oktober
b.d hambatan - Memposisikan pasien dengan lemah
2024 upaya napas semi fowler nyaman O: - Pasien sudah bisa melakukan batuk efektif
atau fowler - Respon : beri pasien - Pasien sering minum air hangat
Sabtu
- Memberikan minum hangat - Posisi pasien nyaman dengan semi fowler
minum hangat - Respon : nasal TD : 140/60mmHg
- Memberikan kanul 4 liter T : 36,30 C
oksigen - Respon : ambroxol RR : 24 x/ mt
- Berkolaborasi syr 10 ml/ 8 jam P : 95x/ m
pemberian obat - SPO2: 98%
- Suara nafas wheezing
- MAP : 96
A : pola nafas tidak efektif
Kriteria hasil 1 2 3 4 5
Dyspnea
Frekuensi
napas
Kedalaman
napas
P : intervensi dihentikan
39
keperawatan
24 Intoleransi 14.30 - Mengidentifikasi - Respon : sesak Jam 18.30 wib
aktivitas b.d gangguan fungsi tubuh saat beraktivitas S : pasien mengatakan lelah, sesak saat
Oktober
kelemahan yang mengakibatkan - Respon : pasien beraktivitas
2024 kelelahan tidur 2-3 jam O : - Pasien tampak lemah
- Memonitor kelelahan - Respon : pasien - Pasien tidur cuman 2-3 jam
Kamis
fisik dan emosional tidur dengan - Pasien diberi makanan sesuai diit
- Memonitor pola dan jam tenang dan TD : 140/83mmHg
tidur nyaman T : 36,30 C
- Menyediakan lingkungan - Respon : bantu RR : 26 x/ mt
nyaman dan rendah pasien untuk P : 95x/ mt
stimulus duduk - SPO2: 98%
- Memfasilitasi duduk di - Respon : bantu - MAP : 96
sisi tempat tidur pasien untuk A : intoleransi aktivitas
- Menganjurkan melakukan beraktivitas Kriteria hasil 1 2 3 4 5
aktivitas secara bertahap - Respon : pasien Keluhan lelah
- Mengkolaborasi dengan makan sesuai Dyspnea saat
ahli gizi tentan cara untuk dengan diit yang beraktivitas
meningkatkan asupan diberikan
makanan P : intervensi dilanjutkan
40
stimulus duduk - SPO2: 98%
- Memfasilitasi duduk di - Respon : bantu - MAP : 96
sisi tempat tidur pasien untuk A : intoleransi aktivitas
- Menganjurkan melakukan beraktivitas Kriteria hasil 1 2 3 4 5
aktivitas secara bertahap - Respon : pasien Keluhan lelah
- Mengkolaborasi dengan makan sesuai Dyspnea saat
ahli gizi tentan cara untuk dengan diit yang beraktivitas
meningkatkan asupan diberikan
makanan P : intervensi dilanjutkan
26 Intoleransi 14.30 - Mengidentifikasi - Respon : sesak Jam 18.30 wib
aktivitas b.d gangguan fungsi tubuh saat beraktivitas S : pasien mengatakan tidak lelah, sesak saat
Oktober
kelemahan yang mengakibatkan - Respon : pasien beraktivitas sedikit berkurang
2024 kelelahan tidur 2-3 jam O : - Pasien tampak masih lemah
- Memonitor kelelahan - Respon : pasien - Pasien tidur cuman 2-3 jam
Sabtu
fisik dan emosional tidur dengan - Pasien diberi makanan sesuai diit
- Memonitor pola dan jam tenang dan TD : 140/83mmHg
tidur nyaman T : 36,30 C
- Menyediakan lingkungan - Respon : bantu RR : 26 x/ mt
nyaman dan rendah pasien untuk P : 95x/ mt
stimulus duduk - SPO2: 98%
- Memfasilitasi duduk di - Respon : bantu - MAP : 96
sisi tempat tidur pasien untuk A : intoleransi aktivitas
- Menganjurkan melakukan beraktivitas Kriteria hasil 1 2 3 4 5
aktivitas secara bertahap - Respon : pasien Keluhan lelah
- Mengkolaborasi dengan makan sesuai Dyspnea saat
ahli gizi tentan cara untuk dengan diit yang beraktivitas
meningkatkan asupan diberikan
makanan P : intervensi dihentikan
41
BAB IV
PEMBAHASAN
43
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari intervensi di atas tadi dapat disimpulkan :
1. Dari hasil pengkajian Tn.S didapatkan data yang menunjang untuk mengarah
pada diagnose ppok dengan data pada pengkajian yang diperoleh langsung
melalui klien maupun keluarga klien, pengamatan langsung, membaca catatan
medik dan catatan keperawatan serta kerjasama dengan tim kesehatan lainnya.
2. Dalam konsep tinjauan teori tidak semua diagnosa keperawatan ditemukan dalam
kasus nyata, hanya 3 diagnosa keperawatan yang muncul. Hal ini desesuaikan
dengan kondisi pasien saat pengkajian.
3. Intervensi yang muncul tidak sepenuhnya dijadikan intervensi oleh penulis pada
pengelolaan klien karena situasi dan kondisi serta situasi dan kondisi kebijakan
dari instansi rumah sakit.
4. Terdapat beberapa implementsi yang belum bisa penulis lakukan secara langsung
pada Tn.S dalam melakukan implementasi 3x 24 jam penulis berkerjasama
dengan melibatkan keluarga dan perawat ruangan
5. Evaluasi keperawatan menunjukan 3 diagnosa yang ditemukan dalam kasus
tertasi dengan baik.
B. Saran
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada Tn.S di ruang
penyakit dalam al-amin dan kesimpulan yang telah disusun, maka penulis memberikan
saran-saran berikut :
1. Dalam menerapkan asuhan keperawatan pada klien diharapkan kerja sama dari
petugas rumah sakit untuk melanjutkan intervensi yang telah dilaksanakan sesuai
dengan kondisi klien
2. Dalam pengumpulan data sebaiknya mengguanakan cara dan sumber informasi
berupa teknik wawancara, pemeriksaan fisik, observasi yang didokumentasikan
agar dapat dikumpulkan secara akurat dan komprehesif.
3. Dalam menyusun intervensi keperawatan sebaiknya disesuaikan dengan diagnosa
keperawatan yang ditemukan dan disesuaikan dengan kondisi klien
44
4. Dalam melaksanakan implementasi keperawatan, tidak harus sesuai dengan apa
yang terdapat pada teori, akan tetapi harus disesuaikan dengan kondisi dn
kebutukan klien serta menyesuaikan dengan kebijakan dari rumah sakit
5. Dalam melakukan evaluasi keperawatan pada klien yang menjalani perawatan
harus dilakukan secara komprehensif
45
DAFTAR PUSTAKA
Nettina, Sandra M. 2016. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed. 1.
Jakarta : EGC
Smeltzer Suzanne C. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta.
PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervevnsi Keperawatan Indonesia. Jakarta.
PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta. PPNI
https://etheses.uinsgd.ac.id/50530/4/4_bab1.pdf
https://repository.poltekkes-tjk.ac.id/id/eprint/3248/5/5.%20BAB%20I.pdf
file:///C:/Users/user/Downloads/
P1337420220077_37936_bab2_32518c60589ff9021495fee690c954b8-2.pdf
https://e-renggar.kemkes.go.id/file_performance/1-465827-02-4tahunan-967.pdf