Hukum Adat Kelompok

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

HUKUM PERKAWINAN ADAT DALAM

PERKEMBANGAN
( UU NO.1 TAHUN 1974)
1. Ruang Lingkup Hukum Adat Perkawinan
Manusia tidak dapat berkembang dengan baik dan beradab tanpa
adanya suatu proses atau lembaga yang disebut PERKAWINAN
(WIWAHA-BALI) karena dengan melalui perkawinan menyebabkan
adanya (lahirnya)keturunan yang baik dan sah,dan keturunan yang
baik dan sah kemudian akan dapat menimbulkan terciptanya suatu
keluarga yang baik dan sah pula dan kemudian akhirnya berkembang
menjadi kerabat dan masyarakat yang baik dan sah pula.
Perkawinan merupakan unsur tali temali yang meneruskan kehidupan
manusia dan masyarakat yang baik secara sah.
FUNGSI PERKAWINAN
Fungsi perkawinan adalah merupkan suatu nilai hidup untuk
dapat meneruskan keturunan,mempertahankan sisilah dan kedudukan
keluarga yang bersangkutan disamping itu ada kalanya suatu
perkawinan merupakan suatu sarana untuk memperbaiki hubungan
kekerabatan yang telah jauh atau retak, ia merupakan sarana
pendekatan dan perdamaian antar kerabat dan begitu pula dengan
perkawinan itu bersangkutpaut dengan masalah kedudukan, harta
kekayaan dan masalah pewarisan.
EKSISTENSI HUKUM PERKAWINAN ADAT
SETELAH LAHIRNYA UU NO.1 TAHUN 1974
UU NO.1 TAHUN 1974 terdiri g) Harta benda dalam
dari 14 Bab dan 67 Pasal yang perkawinan
mengatur mengenai : h) Putusnya perkawinan serta
a) Dasar-dasar perkawinan akibatnya
b) Syarat syarat perkawinan i) Kedudukan anak
c) Pencegahan perkawinan j) Perwalian
d) Batalnya perkawinan k) Ketentuan lain
e) Perjanjian perkawinan l) Ketentuan peralihan dan
f) Hak dan Kewajiban suami ketetntuan penutup
isteri
2. ARTI PERKAWINAN

Menurut Prof. Dr. Barend Ter Haar , B.Zn. (1991:159) :


Perkawinan adalah suatu usaha atau peristiwa hukum yang
menyebabkan terus berlangsungnya golongan dengan tertibnya dan
merupakan suatu syarat yang menyebabkan terkahirnya angkatan baru
yang meneruskan golongan itu tersebut.
3. PERTUNANGAN
Pertunangan adalah suatu persetujuan antara pihak keluarga pria dengan keluarga
pihak wanita sebelum dilangsungkan suatu perkawinan.

Pertunangan ( PACANGAN-Jawa) (BAKALANGAN-Banyuwangi) (BUNCING-Bali)


(MAMUPUH-Daya Ngaju) adalah merupakan satu stadium atau suatu keadaan yang
bersifat khusus di Indonesia yang biasanya mendahuli atau mengawali proses
dilangsungkannya suatu perkawinan.

Pertemuan yang pertama kalinya untuk membicarakan kehendak mengadakan


perkawinan ini di daerah pasundan dinamakan NEUNDEUN OMONG
(NGELAMAR-Jawa) (MEMADIK, NGINDIH-Bali) yang mengandung arti
permintaan dalam bentuk peryataan kehendak dari satu pihak kepada pihak lain
untuk maksud mengadakan (ingin melaksanakan) ikatan perkawinan. Biasanya
meminang dilakukan oleh pihak PRIA (PURUSA-Bali) (RAGAH-Lampung) kepada
pihak WANITA (PRADANA-Bali) (SEBAI-Lampung), kecuali dalam masyarakat adat
yang sendi kekerabatannya ke-IBU-an (MATRILINEAL) seperti di Minangkabau
atau dalam masyarakat adat yang bersifat beralih-alih (ALTERNEREND) seperti di
Rejang berlaku adat meminang dari pihak wanita kepada pihak pria.
4. PERKAWINAN DALAM PELBAGAI SIFAT
KEKELUARGAAN
A. Perkawinan Dalam Susunan Kekeluargaan Patrilineal
Perkawinan dalam susunan kekeluargaan disini dinamakan PERKAWINAN
JUJUR. Pemberian jujur dari pihak pria melambangkan diputuskan hubungan
keluarga si wanita dengan orang tuanya dan kerabatnya.
B. Perkawinan Dalam Susunan Kekeuargaan Matrilineal
Perkawinan dalam susunan kekeluargaan disini dinamakan PERKAWINAN
SEMENDO atau bentuk perkawinan yang bertujuan secara konsekuen bertujan
memperthankan garis keturuna dari pihak ibu. Dalam upacara perkawinan ini pihak
mempelai laki-laki dijemput pihan mempelai wanita.
C. Perkawinan Dalam Susunan Kekeuargaan Parental
Bentuk perkawinan dalam susunan kekeluargaan parental dinamakan
PERKAWINAN BEBAS.Orang bebas kawin dengan siapa saja dan yang jadi halangan
hanyalah ketentuan ketentuan yang ditimbulkan oleh kaidah kaidah kesusuilaan
agama.
5. PERKAWINAN TANPA LAMARAN DAN
TANPA PERTUNANGAN
Yang dimaksud dengan perkawinan tersebut adalah kawin lari dimana corak
perkawinan yang demikian ini ditemukan kebanyakan dalam persekutuan bersifat
patrilinear walaupun dalam bentuk persekutuan lain dalam prakteknya ada juga.

DAERAH YANG MENGENAL KAWIN LARI :

1. Lampung

2. Kalimantan

3. Bali dan Lampung

4. Sulawesi Selatan

Sistem perkawinan lari

1. Perkawinan lari bersama

2. Perkawinan bawa lari (Lari Paksaan)


6. PERKAWINAN ANAK - ANAK
Perkawinan anak-anak ini baru dilaksanakan apabila anak telah
mencapai umur yang pantas yaitu 15 atau 16 tahun bagi perempuan
dan 18 atau 19 tahun bagi laki laki. Apabila terjadi perkawinan
dimana anak perempuan kurang dari 15 tahun dan pria kurang dari 18
tahun maka setelah menikah,hidup bersama antara mereka keduanya
diitangguhkan sampai mencapai usia yang telah ditentukan.
Perkawinan semacam ini dinamakan kawin gantung.
7. KAWIN BERMADU
Kawin bermadu yaitu dimana seorang suami di dalam suatu masa mempunyai
beberapa isteri (GRAHASTA TRESNA Bali) , (MENGUWAI Lampung) .
Dikalangan masyarakat adat yang beragama islam perkawinan dalam
beberapa isteri dapat dilakukan dengan sah berdasarkan ketentuan AL QURAN
(Surat An Nisa ayat 3).
Dengan berlakunya UU NO.1 tahun 1974 tentang perkawinan maka jiwa ketentuan
dari AL QURN itu disalurkan ke ketentuan pasal 3 yang menyatakan sebagai
berikut.
1. Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai
seorang isteri.seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
2. Pengadilan dapat memberi ijin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari
seorang apabila dikehendaki oleh pihak pihak bersangkutan.
8. PERKAWINAN CAMPURAN
Yang dimaksud dengan perkawinan campufran menurut prof. H. Hilman Kusuma ,
S.H ( 1995:96) :
Adalah perkawinan yang terjadi antara pria dan wanita yang berbeda
keanggotaan masyarakat hukum adatnya, misalnya terjadi perkawinan antara pria
dan masyarakat adat Lampung beradat perpaduan dan wanita dari masyarakat adat
peminggir, atau perkawinan antara pria dari masyarakat adat batak dengan wanita
adat jawa dan sebagaianya.

Menurut UU NO. 1 Tahun 1974 sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan pasal 57


yang berbunyi sebagai berikut :
Yang dimaksud dalam perkawinan campuran dalam UU ini adalah perkawinan
antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena
perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Idonesia.
9. SISTEM PERKAWINAN

3 Sistem Perkawinan :
a) Sistem endogamie, di daerah system ini seseorang hanya boleh kawin
dengan seseorang dari suatu suku keluarganya sendiri. Contohnya
pada suku Toraja.
b) Sistem eksogamie , dalam system ini sesorang di haruskan kawin
dengan seseorang diluar suku keluarganya. Contohnya di daerah
Gayo,Alas,Tapanuli, Minangkabau , Sumatera selatan dan Seram.
c) Sistem Eleutherogamie , system ini tidak mengenal larangan
larangan atau keharusan keharusan seperti halnya dalam system
endogami dan eksogami.
10. PENGARUH AGAMA ISLAM DAN AGAMA
KRISTEN DALAM PERKAWINAN ADAT
Seiring dengan perkembangan zaman maka pengaruh agama
agam yang ada terhadap perkawinan pun ternyata sangat berpengaruh
sehingga dapat digambarkan sebagai berikut.
a) Bagi yang beragama Islam , nikah islam itu menjadi suatu bagian
dari acara perkawinan adat dan keseluruhannya
b) Bagi yang beragama Kristen , hanya unsur-unsur dalam perkawinan
adat yang betul-betul secara positif dapat digabungkan dengan
agama Kristen saja yang masih dapat diturut.
11. UPACARA UPACARA PERKAWINAN ADAT
& LARANGAN PERKAWINAN
Upacara upacara perkawinan adat Di Indonesia :
a) Perkawinan di Daerah Pasundan
b) Perkawinan di Jawa Tengah
Larangan Perkawinan
a) Larangan Menurut Hukum adat
1. Karena hubungan kekerabatan
2. Karena perbedaan kedudukan
b) Larangan Hukum Agama
1. Karena pertalian darah
2. Karena pertalian perkawinan
3. Karena pelainan kepersusuan

Anda mungkin juga menyukai