CRS Andini Agustina

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 35

CASE REPORT SESSION (CRS)

General Anestesi Pada Tindakan


Anoplasty Pada Pasien Atresia Ani

Oleh: Andini Agustina (G1A220107)


Pembimbing: dr. Dedy Fachrian, Sp.An
Latar Belakang
Atresia ani atau malformasi anorektal adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak
sempurna. Terapi definitif atresia ani adalah pembedahan. operasi untuk membuat anus baru disebut anoplasty.
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan dapat pulih kembali. Trias anestesia terdiri dari analgesia, hipnotik dan relaksasi.
Anestesi umum pada bayi berbeda dengan anastesi dewasa. Salah satunya terdapat beberapa perbedaan
anatomi pada jaluran napas anak-anak bila dibandingkan dengan orang dewasa. Salah satunya adalah ukuran
lidah anak-anak yang lebih besar dibandingkan orofaring sehingga meningkatkan resiko terjadinya obstruksi
jalan napas dan kesulitan teknis lainnya pada saat melakukan laringoskopi.
LAPORAN KASUS
• Identitas Pasien
Nama : By.Ny.A
Jeniskelamin : Laki-laki
Umur : 5 Hari
NO RM : 973530
Alamat : Kec. Rimbo
Ruangan : NICU
Diagnosis : Atresia Ani Fistel Rektoperianal
Tindakan : Anoplasty
Masuk RS : 20 Juli 2021
 
ANAMNESIS

Keluhan utama:
Tidak ada anus sejak lahir

Riwayat Penyakit Sekarang:


±5 hari SMRS, Pasien datang ke IGD RSUD Raden Mattaher dengan keluhan pasien BAB keluar sedikit-sedikit
melalui lubang bawah di dekat anus dan didapatkan perutnya kembung dan pasien tidak memiliki lubang anus. Riwayat
muntah (+), sesak (-), demam (-), BAK dalam batas normal. Pasien lahir di tolong oleh Dokter secara SC. Bayi lahir
cukup bulan dan segera menangis. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien ditemukan bahwa pasien tidak
memiliki lubang anus.
Pasien lahir di sebuah RS Bungo dengan SC. pasien merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Usia
kehamilan cukup bulan 38 minggu, air ketuban jernih. Bayi dilahirkan dengan berat badan 3,1kg dan panjang badan 48
cm. Pada saat hamil ibu pasien tidak pernah sakit dan riwayat ANC lengkap.
 
Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit Riwayat operasi (-) Riwayat penyakit


Riwayat alergi (-) Riwayat atresia ani pada kakak
dahulu keluarga
Riwayat kejang (-)

Riwayat Imunisasi Imunisasi lengkap.


 
PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kulit
Kesadaran : Compos mentis Sawo matang, pigmentasi (-), ruam (-)
GCS : E4V5M6
Vital Sign :
Nadi : 120x/menit Kepala
RR : 40 x/menit Normocephali
Suhu : 37,4 ºC
BB : 3,2 kg Mulut
TB : 48 cm
Bibir kering (-), atrofi papil(-), gusi
berdarah(-), mallampati I,
Gigi palsu(-) Gigi tonggos(-)
Mata
Trismus(-),Rahang bawah maju(-)
Conjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-),
pupil isokor

Hidung
Deviasi septum (-),
epistaksis (-) Paru-paru
Inspeksi :Pergerakan dinding dada simetris,skar(-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Pembesaran KGB(-), Perkusi: sonor
pembesaran tiroid(-),otot Auskultasi: vesikuler (+/+) Rhonki (-/-) Wh (-/-)
bantu nafas(-)
Jantung
I: Iktus kordis tak terlihat
P :Iktus kordis teraba di ICS V linea
midclavicula sinistra
A : BJ I/II reguler, murmur(-), gallop(-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi abdomen (+)
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-)
Perkusi : timpani (+) Ekstremitas superior dan inferior
Akral hangat, CRT < 2 detik.

Alat kelamin
tidak ada Anus, fistula perianal (+)
Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi Lengkap (20/07/21)
Hemoglobin 12,8 g/dL 11-16
Trombosit 345 10^9/L 100-300
Leukosit 37,4 10^9/L 4-10
MCV 98,9 Fl 80-96
MCH 35,3 Pg 27-31
MCHC 35,6 g/dl 32-36
Hematokrit 35,8 % 34,5-54
Faal Hati
Albumin 3,4 Mmol/L 3,4-5,0
Elektrolit
Natrium 143,9 Mmol/L 135-147
Kalium 3,94 Mmol/L 3,5-5,0
Clorida 110,5 Mmol/L 95-105
Golongan darah rhesus : O+
Swab Orofaring/Nasofaring : negatif
Pemeriksaan Pra Anestesi
• Jalan Nafas
• Nama Pasien : By.Ny.A Mallampati I, buka mulut >3jari
• Diagnosis : Atresia Ani Fistel • Paru-paru : Pergerakan dinding dada simetris, vesikuler
Rektoperianal (+/+)
• Riwayat operasi(-) • Jantung : normal
Riwayat alergi(-) • Abdomen : Distensi abdomen (+), Bising usus (+)
Riwayat kejang(-) meningkat
• Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik.
Riwayat Hipertensi(-)
• Alat kelamin : tidak ada Anus, fistula perianal (+)

PEMERIKSAAN FISIK UMUM ASA : I / II / III / IV / V/E


Keadaan umum : Tampak sakit sedang • Malampati 1
Kesadaran : Compos mentis • Puasa 6 jam sebelum operasi
GCS : E4V5M6 • Rencana tindakan anastesi : general
Vital Sign : anastesi
Nadi : 120 x/menit • Perawatan pasca operasi : NICU
RR : 40 x/menit • Surat Ijin Anastesi
Suhu : 37,4 ºC
BB : 3,2 kg
TB : 48 cm
Persiapan alat :
STATICS Anestesi Umum
Scope : Stetoskop dan Laringoskop
Tube : Endotracheal Tube
Airway :Facemask,Oropharyngeal airway/ a. Terapi cairan
nasopharyngeal airway Kebutuhan Cairan Pasien ini:
Tape : Plaster • Maintenance (M)
Intorducer : Mandrin M = 4 cc/kgBB/jam
Connector : Penyambung Pipa M = 4 cc x 3,2 kg/jam
Suction : Suction M = 13 cc/jam
• Stress Operasi (O)
O = 4 cc/kgBB/jam
O = 4 cc x 3,2 kg/jam
Posisi anestesi : Supinasi O = 13 cc/jam
Durasi operasi : 30 menit • Penganti puasa = puasa x maintenance
PP = 6 jam x 13 cc/jam
● Premedikasi : PP = 78 cc
• Estimated Blood Volume
Paracetamol 10mg/kgbb = 30mg
EBV = 85 x 3,2
Sulfas atropine 0,01mg/kgbb = 0,03mg/kgbb EBV = 272 cc
● Induksi :Ketamin 1-2mg/kgbb = 3 mg • Kebutuhan cairan selama operasi:
Pemeliharaan anestesi : O2 + NO + sevofluran 1.5% Jam I : ½ PP + SO + M = ½ 78 cc + 13 cc + 13 cc
= 65cc
Monitoring Peri operatif
Keterangan
Jam TD Nadi RR SpO2

 Pasien masuk ke kamar operasi, dan dipindahkan kemeja operasi


 Pemasangan alat monitoring, saturasi, nadi, oksigen 2L
10.20 - 120 40 100%  Pasien telah terpasang orogastric tube
 Dilakukan pemasangan infus dan berikan cairan RL
 Diberikan Sulfas atropine 0,03mg

 Pasien dipersiapkan untuk induksi


 Dilaukuan induksi dengan induksi Ketamin 3 mg
10.30 - 125 42 100%  Kemudian pasien dipasangkan sungkup muka

 Diberikan maintenance yaitu sevoflurans 1% dan N 2O 2L

10.35 - 132 45 100%  Pasien diposisikan supinasi


 Operasi dimulai

 Kondisi terkontrol
 Operasi selesai
11.00 - 130 40 100%
 Pelepasan alat monitoring
 Pasien di pindahkan keruang pemulihan
Keadaan Intra Anestesi
Letak Penderita : Supinasi
Airway : Facemask
Lama Anestesi : 30 menit
Lama operasi : 30 menit
Total asupan cairan : ±50 ml
Kristaloid : 50 ml
Koloid :-
Darah :-
Komponen darah :-
Total Keluaran Cairan :
Perdarahan : 10 ml
Diuresis : 50 ml
Perubahan teknik selama operasi : Tidak ada

Ruang pemulihan
Masuk jam : 11.30
Keadaan umum: tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Tanda Vital :
Nadi : 130 xpm
RR : 40 xpm
SpO2 : 98%
Pernafasan : 40 xpm terpasang O2 via NC 1 lpm
Monitoring

Jam TD Nadi RR SpO2 Keterangan


 Pasien masuk ruang pemulihan
 Dilakukan pemasangan monitoring dan dilakukan
11.00 - 130 40 100%
skoring dengan menggunakan skor steward
 Dilakukan pemasangan monitoring (oxymeter)
 Dilakukan pemasangan monitoring (oxymeter)
11.45 - 135 45 100%
 Pasien keluar ruang pemulihan
Scoring Steward :
Pergerakan : 2
Pernafasan : 2
Kesadaran : 2

Intruksi Post Operasi


Observasi keadaan umum, Tanda-tanda vital dan perdarahan / 15 menit
Tidur tanpa bantal 1 x 24 jam
Terapi lainnya sesuai dr. Willy Hardy Marpaung, Sp.BA
  
Atresia ani
Atresia Ani adalah suatu kelainan congenital dimana menetapnya membrane anus sehingga anus tertutup.

• Etiologi :
1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.
2. Gangguan organogenesis dalam kandungan.

• Patofisiologi :
Kelainan atresia ani terjadi akibat kegagalan pembentukan septum urorectal secara komplit.
Embryogenesis dari kelainan ini masih belum jelas.
Anus dan rektum diketahui berasal dari bagian dorsal hindgut atau rongga cloacal ketika pertumbuhan lateral bagian
mesenchyme, kloaka akan membentuk sekat di tengah yang disebut septum urorectal.
Septum urogenital membagi kloaka (bagian caudal hindgut) menjadi rektum dan sinus urogenital, urogenital sinus
terutama akan membentuk kandung kemih dan uretra.
Penurunan perkembangan dari septum urorectal dipercaya menutup saluran ini ketika usia 7 minggu kehamilan.
Klasifikasi

1. Pada laki  –   laki


• Golongan I dibagi menjadi 5 kelainan → kelainan fistel urin, atresia rektum, perineum datar, fistel tidak ada dan pada
invertogram: udara > 1 cm dari kulit.
• Golongan II pada laki –   laki dibagi 5 kelainan → kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak
ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit.
2. Pada perempuan
• Golongan I dibagi menjadi 6 kelainan → kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rektum, fistel tidak
ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit.
• Golongan II pada perempuan dibagi 4 kelainan → kelainan fistel perineum, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada
invertogram: udara < 1 cm dari kulit.
Tatalaksana

1.Pada anak laki jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra,
mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria praktis menentukan letak fistel adalah
dengan memasang kateter urin., Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi
segera. Tetapi ada juga yang bisa dibuat anus langsung atau anoplasty seperti fistel rektoperianal.

2. Golongan II. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus
normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi
feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin.
Anestesi umum pada anak
• Definisi
Suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri diseluruh
Tubuh akibat pemberian obat anastesi.

• Anestesi umum pada anak berbeda dengan anastesi dewasa. Salah satunya terdapat beberapa perbedaan
salah satunya anatomi pada jaluran napas anak, sistem respirasi,
Anatomi Jalan Napas

` Terdapat beberapa perbedaan anatomi pada jaluran napas anak-anak bila dibandingkan dengan orang dewasa.
Perbedaan pertama adalah ukuran lidah anak-anak yang lebih besar dibandingkan orofaring sehingga meningkatkan
resiko terjadinya obstruksi jalan napas dan kesulitan teknis lainnya pada saat melakukan laringoskopi. Perbedaan
kedua adalah lokasi larynx anak yang terletak lebih tinggi pada C4 bila dibandingkan dengan orang dewasa yang
berada pada C6 dan letak Glottis pada anak-anak berada pada C2 dan lebih tinggi dibandingkan dengan orang
dewasa pada C4 dan letak kartilago krikoid pada C4 dibandingkan dengan orang dewasa pada C6 sehingga
pemasangan dengan blade yang lurus lebih direkomendasikan dibandingkan dengan blade yang bengkok.
Bentuk Epiglottis anak lebih pendek dan tebal dan terletak lebih dekat kepada laryngeal sehingga visualisasi
pita suara akan lebih sulit dan membutuhkan keterampilan penggunaan blade laringoskop yang lebih mahir
Sistem Respirasi

Perbedaan utama yang paling mendasar pada sistem pernapasan anak-anak adalah
kebutuhan metabolik dan konsumsi oksigen yang lebih tinggi yaitu 6 ml/kg , 3 kali lipat lebih
banyak dari orang dewasa, namun karena volume tidal pada anak-anak relatif sama dengan orang
dewasa (6-8 ml/kg). bila dibandingkan dengan berat badan maka hal tersebut dikompensasi
melalui laju ventilasi yang lebih cepat (anak <1 tahun : 30-60x per menit, 1-3 tahun: 24-40x per
menit , 3-6 tahun : 22-34x per menit, 6-12 tahun : 18-30x per menit , 12-18 tahun : 12-16x per
menit).
Sistem Kardiovaskular

Ventrikel kiri pada anak-anak lebih nonkomplians dan serat-serat kontraktil yang sedikit, namun
kebutuhan metabolisme anak-anak tetap lebih tinggi dari orang dewasa sehingga cardiac output juga harus tinggi
(anak-anak : 200 ml/kg/min , dewasa : 70 ml/kg/min) , Cardiac output ditentukan dari kadar volume kuncup dan
detak jantung, karena kontraktilitas ventrikel kiri yang rendah pada anak-anak maka kompensasi dicapai melalui
peningkatan detak jantung.
Karena detak jantung yang tinggi pada anak-anak maka pada saat induksi anestesi dapat terjadi
ventrikuler ekstra systole yaitu sebuah arritmia jantung yang dapat diatasi dengan memperdalam anestesi. Di sisi
lain anak-anak rentan terhadap peningkatan tonus parasimpatis dan dapat dicetuskan oleh hypoxia ataupun
stimulus menyakitkan seperti pemasangan laryngoskopi ataupun intubasi, hal tersebut dapat menurunkan cardiac
output secara dramatis, hal ini dapat diatasi dengan pemberian atropine, sedangkan bradycardia yang dicetus oleh
hypoxia dapat diatasi dengan pemberian oksigen dan ventilasi yang baik.
PROSEDUR ANESTESI UMUM

Persiapan pra anestesi umum

a. Kunjungan Pra Anestesi


Tujuan kunjungan pra anestesi:
- Mempersiapkan mental dan fisik pasien
- Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat
anestesi yang sesuai
- Menentukan klasifikasi ASA
(American Society of Anesthesiology)

b. Persiapan pasien (Anamnesis, Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan laboratorium, Masukan oral)


Premedikasi

• Meredakan kecemasan dan ketakutan


• Memperlancar induksi anesthesia
• Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
• Meminimalkan jumlah obat anestetik
• Mengurangi mual muntah pasca bedah
• Menciptakan amnesia
• Mengurangi isi cairan lambung
• Mengurangi refleks yang membahayakan
PERSIAPAN INDUKSI PRA ANESTESI

S Scope

T Tube

A Airway

T Tape

I Introducer

C Connector

S Suction
Anastesi Pediatrik

• Anestesi Inhalasi
Suatu anestesi yang menggunakan inhalan berupa gas. Obat anestesi inhalasi yang
Sering digunakan saat ini adalah N2O, halotan, enfluran, isofluran, desfluran,sevofluran

• Mekanisme kerja obat inhalasi


ditentukan oleh ambilan paru, difusi gas dari paru ke
darah dan distribusi ke organ. Sedangkan konsentrasi uap obat anestetik dalam alveoli ditentukan
oleh konsentrasi inspirasi, ventilasi alveolar, koefisien gas darah, jantung, dan
perfusi
Dinitrogenoksida (N2O)
N2O merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak iritatif, tidak berasa,
lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan soda
lime absorber (pengikat CO2). Mempunyai sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi dapat
melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak larut dalam darah.
Halotan
Pada nafas spontan rumatan anestesia sekitar 1-2 vol % dan pada nafas
kendali sekitar 0,5 – 1 vol % yang tentunya disesuaikan dengan respon
klinis pasien. Halotan menyebabkan vasodilatasi serebral, meninggikan
aliran darah otak yang sulit dikendalikan dengan teknik anestesia
Enfluran
hiperventilasi
Induksi dan pulih anestesi lebih cepat dibandingkan halotan.Efek
depresi nafas lebih kuat, depresi terhadap sirkulasi lebih kuat, dan
lebih iritatif dibandingkan halotan, tetapi jarang menimbulkan aritmia.
Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik dibandingkan halotan.
Isofluran
Dapat menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi
meninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial, namun hal ini dapat
dikurangi dengan teknik anestesia hiperventilasi, sehingga banyak
digunakan untuk bedah otak. Efek terhadap depresi jantung dan curah
jantung minimal, sehingga digemari untuk anesthesia teknik hipotensi dan
banyak digunakan pada pasien dengan gangguan koroner.
Sevofluran
Merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih
cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan
tidak merangsang jalan nafas, sehingga digemari untuk induksi
anestesia inhalasi di samping halotan.
Anestesi Intravena
Neonatus memiliki proporsi cardiac output yang mencapai otak yang lebih
besar dibandingkan pasien anak sehingga dosis untuk induksi lebih kecil.
Salah satu obat yang paling sering digunakan untuk anestesi intravena adalah
propofol walau penggunaan dibawah umur 3 tahun belum direkomendasikan.
Dalam pemberian obat anestesi intravena perlu diketahui karena fungsi ginjal
dan hati belum sempurna maka interval dosis pemberian obat perlu
diperpanjang agar tidak terjadi toksisitas.

Year 3
Despite being red, Mars
is cold
Obat analgesik
Neonatus lebih sensitif terhadap anlagesik opioid karena pusat pernafasan yang
belum matur, sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya sleep apnoea. Sering juga
terjadi bradikardi dan hipotensi pada pemberian opioid. Efek samping opioid seperti
depresi pernapasan dan sedasi serig terjadi pada bayi bayi kecil
Obat Pelumpuh Otot

Anak-anak memiliki distribusi volume yang besar sehingga dosis yang diperlukan lebih tinggi untuk
menimbulkan efek, namun di sisi lain karena fungsi hati dan ginjal belum sempurna maka eliminasi dan durasi efek obat
akan lebih panjang. Suksinilkolin digunakan untuk intubati endotrakeal, dosis yang diperlukan untuk balita lebih tinggi
daripada anak dewasa yakni infusi 2 mg/kg diberikan untuk anak-anak sedangkan pasien anak dewasa diberikan infusi
1.5 mg/kg. Efek samping suksinilkolin bila tidak diperhatikan dapat berakibat fatal, seperti bradycardia, asystole, otot
kaku, myoglobinemia dan hipertermia malignant. Relaxan non depolarizing seperti pankuronium digunakan pada pasien
pediatrik sebagai relaxan untuk intra operasi, dan pada beberapa kasus dipakai juga pada saat akan mengintubasi pasien
namun anakanak sangat sensitif terhadap obat-obat golongan ini sehingga mudah overdosis.
Keseimbangan Cairan Perioperative
ANALISA KASUS

±5 hari SMRS, Pasien datang ke IGD RSUD Raden Mattaher dengan keluhan pasien BAB keluar
sedikit-sedikit melalui lubang dibawah dan didapatkan perutnya kembung dan pasien tidak memiliki lubang
anus. Riwayat muntah (+), sesak (-), demam (-), BAK dalam batas normal. Pasien lahir di tolong oleh Dokter
secara SC. Bayi lahir cukup bulan dan segera menangis. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien
ditemukan bahwa pasien tidak memiliki lubang anus, sehingga pasien di rawat di NICU selama 3 hari.
Pasien lahir di sebuah RS Bungo dengan SC. pasien merupakan anak keempat dari empat bersaudara.
Usia kehamilan cukup bulan 38 minggu, air ketuban jernih. Bayi dilahirkan dengan berat badan 3,1kg dan
panjang badan 48 cm. Pada saat hamil ibu pasien tidak pernah sakit dan riwayat ANC lengkap.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan distensi pada abdomen , tidak ada Anus, dan dijumpai fistula
perianal. Sesuai teori pasien didiagnosa atresia ani dengan rektoperianal. Pasien diatas direncanakan
menjalani operasi anoplasty dengan general anestesi.
Pada saat kunjungan pra anestesi (anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang),
didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang dan memiliki riwayat penyakit sistemik ringan-sedang
dengan adanya leukositosis yang menandakan resiko infeksi sehingga status fisik pada pasien ini adalah
ASA II emergency. Sebelum jadwal operasi dilaksanakan, dipuasakan 6 jam sebelum operasi dan
mempersiapkan Surat izin operasi.
PreMedikasi Pada pasien ini diberikan maintenance O2 + N2O + sevoflurans.
Oksigen diberikan untuk mencukupi oksigen jaringan. Pemberian
• Paracetamol. Tujuan untuk meredakan nyeri. anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%, gas ini bersifat
• Atropin juga dapat mengurangi kejadian sebagai anestetik lemah tetapi analgetiknya kuat. Sevoflurane
hipotensi akibat anestesi pada anak-anak merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih anestesi lebih cepat
kurang dari enam bulan. Serta dapat dibandingkan isoflurane. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil,
mengurangi efek hipersaliva dari ketamin jarang menyebabkan aritmia.

Medikasi Kebutuhan maintenance cairan pada pasien ini, yaitu 13


cc/jam. selama operasi, terdiri dari jumlah cairan pengganti
Ketamin sebagai induksi anastesi. Karena hampir
puasa 78 cc, maintenance 13 cc/jam, stress operasi 13
semua obat induksi IV menyebabkan hipotensi cc/jam. pada jam I dibutuhkan 65 cc. Cairan yang telah
kecuali ketamin. masuk RL sebesar 50 cc.
Kesimpulan
Sesuai anamnesi, Pasien By.Ny.A usia 5 hari, dengan diagnosa atresia ani dengan fistula rektoperianal akan
dilakukan tindakan anoplasty dengan metode anestesi berupa anestesi umum
Untuk Pemeriksaan fisik Compos mentis, GCS 15, N 120x/i, RR 40x/i, mallampati I, paru jantung ekstremitas
dalam batas normal, abdomen tampak distensi, tidak ada anus, dan dijumpai fistula perianal. dan memiliki riwayat
penyakit sistemik ringan-sedang dengan pemeriksaan laboratorium darah lengkap adanya leukositosis yang menandakan
resiko infeksi sehingga status fisik pada pasien ini adalah ASA II emergency.
Untuk obat premedikasi diberikan paracetamol dan Atropin juga dapat mengurangi kejadian hipotensi akibat
anestesi pada anak-anak kurang dari enam bulan. Serta dapat mengurangi efek hipersaliva dari ketamin. Ketamin sebagai
induksi anastesi. Karena hampir semua obat induksi IV menyebabkan hipotensi kecuali ketamin. Maintenance O2 +
N2O + sevoflurans. Oksigen diberikan untuk mencukupi oksigen jaringan. Pemberian anestesi dengan N2O harus
disertai O2 minimal 25%, gas ini bersifat sebagai anestetik lemah tetapi analgetiknya kuat. Pasien dalam keadaan
supinasi dan pengaturan nafas dibantu(assist) menggunakan facemask.
Thank
you

Anda mungkin juga menyukai