Makalah Keperawatan Dewasa III Kelompok 9 (Cva)

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 27

CEREBROVASKULER

ACCIDENT (CVA)
NAMA KELOMPOK :
1. DEBI FIRMANASIA (2201140746)
2. EDO FARDIANTOKO (2201140751)
3. NAFA WAHYUNING TYAS (2201140763)

KELAS : AQUIRA

PROGRAM S1/NERS KEPERAWATAN


STIKES KENDEDES MALANG
Definisi CVA

 Stroke atau Cerebral Vantrikular Accident (CVA) adalah setiap


kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah
otak, sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak (Julianti,
2015). Stroke atau Cerebral Vantrikular Accident (CVA) adalah
manifestasi kinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun
global yang berlangsung cepat dan lebih dari 24 jam atau berakhir
dengan kematian tanpa ditemukannya penyakit selain daripada
gangguan vaskular (Qurbany & Wibowo, 2016).
Klasifikasi CVA
1. Non-hemoragi/iskemi/infark
CVA iskemik bisa di sebabkan oleh bekuan darah, penyempitan sebuah arteri yang mengarah
ke otak atau atau kotoran yang terlepas dari jantung atau arteri eksternal yang menyebabkan
sumbatan atau beberapa arteri intakrani yang terdapat di dalam tengkorak yaitu yang di sebut
invrak otak atau iskemik. Pada seseorang di adas usia 65 tahun penyumbatan atau
penyempitan yang bisa di sebabkan karena adanya ateroklerosis.

2. Stroke Hemoragi (Bleeding)


CVA hemoragik di sebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak. Atau perdarahan
subarachnoid yaitu ruang yang sempit antara permukaan pada otak dan lapisan jaringan yang
menutupi bagian otak. CVA hemoragik ini merupakan CVA yang paling mematikan dan
merupakan bagian kecil dari keseluruhan CVA sebesar 10-15% untuk perdarahan
intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan subaracnoid.
Manifestasi Klinis CVA

 Tanda dan gejala yang terjadi pada pasien dengan CVA Bleeding diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (Hemiparese atau hemipegia).
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”
3. Tonus otot lemah atau kaku.
4. Menurun atau hilangnya rasa.
5. Gangguan lapang pandang “Homonimus ahaemianopsia”.
6. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata).
7. Gangguan persepsi.
8. Gangguan status mental.
Faktor Terjadinya CVA
Mansjoer dalam Safithri (2014) menyatakan terdapat 2 faktor resiko yang menyebabkan seseorang
bisa terkena stroke diantaranya :
1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, dan riwayat
keluarga sebelumnya.
2. Faktor resiko yang dapat diubah : Faktor resiko stroke yang dapat diubah ini penting untuk
dikenali. Penanganan berbagai faktor resiko ini merupakan upaya untuk mencegah stroke.
Faktor resiko stroke yang utama adalah hipertensi, diabetes dan merokok.
Hipertensi kronis yang tidak terkendali dapat memacu mikroangiopati selain itu juga dapat memacu timbulnya plak.
Plak yang tidak stabil akan terlepas dan berakibat tersumbatnya pembuluh darah di otak atau bisa disebut dengan
stroke. Sedangkan, diabetes melitus merupakan salah satu faktor resiko stroke iskemik yang utama, diabetes akan
meningkatkan resiko stroke dua kali lipat (Joyce &Jane, 2014).
Patofisiologi CVA Bleeding
 Menurut Nastiti (2012), patofisiologi terjadinya stroke sebagai berikut :
1. Perdarahan intra cerebral :
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang
terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi
otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub
kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan
perubahan struktur dinding pembuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis
fibrinoid.
 2. Perdarahan Subarachnoid (SAH)
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau Arteriovenous Malformation
(AVM). Aneurisma paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di
sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan
ventrikel otak, ataupun didalam Ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya
arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan terjadinya
peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul
nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan
selaput otak lainnya.
Pathway
Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurism atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Pada pemeriksaan lumbal pungsi untuk pemeriksaan diagnostik, diperiksa kimia
sitologi, mikrobiologi, dan virologi. Disamping itu, dilihat pula tetesan cairan
serebrospinal saat keluar baik kecepatannya, kejernihannya, warna dan tekanan
yang menggambarkan proses terjadi di intaspinal. Tekanan yang meningkat dan
disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada
subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial (Ariani, 2012).
3. CT-Scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.

4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)


Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan besar
terjadinya perdarahan otak. Menunjukkan darah yang mengalami hemoragi,
maupun Malformasi Arterior Vena (MAV). Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG (Electro Encepalo Grafi)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak. Pemeriksaan EEG juga berfungsi untuk
mengidentifikasi masalah berdasarkan gelombang otak, menunujukan
area lokasi secara spesifik (Ariani, 2012)
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:


1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak,
sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan,
tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area
iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat
dengan mengontrol/ memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta
tekanan darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30o menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan. Elevasi kepala 15-30o aman sepanjang tekanan
perfusi serebral dipertahankan lebih dari 70 mmHg dengan melihat
indikator MAP (Mean Arterial Pressure). Disamping itu tindakan
elevasi kepala 15-30o tersebut juga diharapkan venous return (aliran
balik) ke jantung berjalan lebih optimal sehingga dapat mengurangi
edema intaserebral karena perdarahan.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan : Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada fase akut.
b. Obat anti trombotik : Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik/ embolik
c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebra

4. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak. Penderita yang
menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes
dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum
sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian : Airway, Breathing, Circulation, Disability
2. Identitas Pasien : Keluhan Utama, Keluhan Utama, Riwayat Penyakit Dahulu
3. Pemeriksaan Fisik : B1 (Breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), B6
(Bone)

Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
Menurut (Ariani, 2012) pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan lain seperti tingkat kesadaran,
kekuatan otot, tonus otot, serta pemeriksaan radiologi dan laboratorium. Pada pemeriksaan tingkat
kesadaran dilakukan pemeriksaan yang dikenal sebagai Glascow Coma Scale (GCS) untuk
mengamati pembukaan kelopak mata, kemampuan bicara, dan tanggap motoric (gerakan).
 Sementara itu, untuk pemeriksaan kekuatan otot atau Range Of Motion (ROM)
adalah sebagai berikut: Tidak ada kontraksi otot 0, Terjadi kontraksi otot tanpa
gerakan nyata 1, Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki 2 Mampu
angkat tangan, tidak mampu menahan gravitasi 3, Tidak mampu menahan tangan
pemeriksa 4, Kekuatan penuh 5.

 Menurut Ariani (2012) evaluasi masing-masing Aktivitas Kehidupan Sehari-


hari (AKS) menggunakan skala sebagai berikut : Mandiri keseluruhan 0,
Memerlukan alat bantu 1, Memerlukkan bantuan minimal 2, Memerlukan
bantuan dan/atau beberapa pengawasan 3, Memerlukan pengaasan keseluruhan
4, Memerlukkan bantuan total 5.
 Fungsi-fungsi saraf kranial :
a) Nervus Olfaktorius (N.I) : Penciuman
b) Nervus Optikus (N.II) : ketajaman penglihatan, lapang pandang
c) Nervus Okulomotorius (N.III): reflek pupil, otot ocular, eksternal termasuk
otosis dilatasi pupil
d) Nervus Troklearis (N.IV) : gerakan ocular menyebabkan ketidakmampuan
melihat kebawah dan kesamping.
e) Nervus Trigeminus (N.V): fungsi sensori, reflek kornea, kulit wajah dan dahi,
mukosa hidung dan mulut, fungsi motoric, reflek rahang.
f) Nervus Abdusen (N.VI) : gerakan ocular, kerusakan akan menyebabkan
ketidakmampuan ke bawah dan ke samping
g) Nervus Fasialis (N.VII) : fungsi motoric wajah bagian atas dan bawah,
kerusakan akan menyebabkan asimetris wajah dan poresis.
h) Nervus Akustikus (N.VII) : Tes saraf koklear, pendengaran, konduksi udara
dan dan tulang
i) Nervus Glosofaringeus (N.IX) : reflek gangguan faringeal
j) Saraf fagus (N.X) : Bicara
k) Nervus Aesorius (N.XI) : kekuatan otot trapezius dan sternocleidomastoid,
kerusakan akan menyebabkan ketidakmmapuan mengangkat bahu.
l) Nervus Hipoglosus (N.XII) : fungsi motorik lidah kerusakan
akan menyebabkan ketidakmampuan menjulurkan dan menggerakan lidah.
Pemeriksaan pada pasien yang mengalami penurunan fungsi motorik antara lain sebagai berikut :
a. Gerakan penduler tungkai.
Pasien tetap duduk di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung, kemudian kaki diangkat ke depan
dan dilepas. Pada waktu dilepas akan ada gerakan penduler yang makin lama makin kecil dan biasanya
berhenti 6 atau 7 gerakan. Beda pada rigiditas ekstra piramidal aka nada pengurangan waktu, tetapi
tidak teratur atau tersendat-sendat.
b. Menjatuhkan tangan.
Tangan pasien diangkat kemudian dijatuhkan. Pada kenaikan tonnus (hipertoni) terdapat penundaan
jatuhnya lengan ke bawah. Sementara pada hipotomisitas jatuhnya cepat.
c. Tes menjatuhkan kepala.
Pasien berbaring tanpa bantal, pasien dalam keadaan relaksasi, mata terpejam. Tangan pemeriksa yang
satu diletakkan di bawah kepala pasien, tangan yang lain mengangkat kepala dan menjatuhkan kepala
lambat. Pada kaku kuduk (nuchal rigidity) karena iritasi meningeal terdapat hambatan dan nyeri pada
fleksi leher.
4. Diagnosa Keperawatan
 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan disfungsi
neuromuskular
 Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial berhubungan dengan adanya edema
serebral akibat stroke hemoragik.
 Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif ditandai dengan terjadinya aneurisma
serebri, hipertensi
 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (PTIK)
 Gangguan Eliminasi Urin berhubungan dengan penurunan kemampuan
menyadari tanda-tanda ggangguan kandung kemih
5. Intervensi Keperawatan
6. Implementasi : Tahap ini di lakukan pelaksanaan dan perencanaan
keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
pasien secara optimal.

7. Evaluasi : Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan.


Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus-menerus dengan melibatkan
pasien, perawat, dan anggota tim lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai
apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk
melakukukan
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai