Ushul Fiqih Kelompok 7

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

Sumber Hukum:

Istihsan, Istilah,
Istishab,dan urf
Kelompok 7
Anggota kelompok

Amad Iqbal Subkhi (41182911220031)


Kaka Agus Setiawan (41182911220016)
Ariqotunnisa Zahra (41182911220020)
ISTIHSAN

Istihsan merupakan sumber hukum Islam yang


diperselisihkan oleh Fuqaha di samping „Urf, Istishhab,
Istishlah (al-Mashlahah alMursalah),Syar‟u Man
Qablana, dan Madzhab Shahabi. Dari masing-masing
sumber hukum Islam tersebut ada ulama yang mau
menerimanya sebagai sumber dan metode hukum
Islam dan ada pula ulama yang menolaknya untuk
dijadikan sumber dan metode hukum Islam.
Di dalam bahasa Arab Istihsan diartikan dengan pengertian:
“Menganggap sesuatu itu baik” atau “Mengikuti sesuatu yang
baik” atau “Menganggap baik/bagus”. Definisi Istihsan di
kalangan para Ulama Ahli Ushul berbeda-beda sesuai dengan
tinjauannya masing-masing dan kemampuannya dalam
menyimpulkan pengertian Istihsan di dalam kata-kata, di
antara pengertian tersebut.
Istihsan Dikalangan Para
Ulama

1. Menurut al-Bazdawi 2. Menurut an-Nasafy


Istihsan ialah: Meninggalkan keharusan menggunakan Qiyas dan berpindah Istihsan ialah: Meninggalkan suatu Qiyas menuju kepada suatu Qiyas
kepada Qiyas yang lebih kuat atau men-takhshish Qiyas dengan dalil yang lebih yang lebih kuat atau dalil yang berlawanan dengan Qiyas Jalli.
kuat dari Qiyas tadi.

3. Menurut Abu Hasan al-Karkhi


Istihsan ialah: Perpindahan seorang mujtahid di dalam memberikan hukum dalam suatu masalah, seperti yang sudah diberikan hukum padanya kepada
hukum yang berbeda dengan hukum yang sudah ditentukan tersebut, karena ada segi yang lebih kuat dari hukum sebelumnya (hukum pertama) sehingga
menyebabkan perpindahan dari hukum tersebut (hukum pertama kepada hukum selanjutnya / kedua).
Macam-macam istihsan
1. Berpindahnya suatu hukum yang ditetapkan oleh Nash yang umum kepada yang
khusus. Contoh: Kasus pencurian pada musim/masa kelaparan, berdasarkan Nash
yang umum telah tersebutkan dalam surat al-Maidah: 38 yang artinya: ”Pencuri laki-
laki dan pencuri perempuan hendaklah dipotong tangannya”. Melihat ayat tersebut di
atas bahwa setiap pencuri, baik laki-laki maupun perempuan harus dipotong
tangannya, akan tetapi Umar Bin Khathab tidak melakukan hal tersebut yaitu
memotong tangan terhadap pencuri pada masa kelaparan. Demikian halnya di dalam
pembagian zakat bagi seorang mu‟alaf dan binatang unta yang kabur/lepas harus
ditangkap padahal pada zaman Nabi tidak harus ditangkap di biarkan gitu saja.
2. Berpindahnya suatu hukum yang Kulli kepada hukum yang
merupakan kekecualian. Contoh: Orang yang dititipi barang harus
bertanggung jawab atas barang yang dititipkan kepadanya, apabila yang
menitipkan meninggal dunia, maka orang yang dititipi barang tersebut
harus mengganti barang tadi jika melalaikan dalam pemeliharaannya.
Dalam kasus ini, berdasarkan Istihsan, maka seorang ayah tidak
diwajibkan menggantinya, karena ia dapat menggunakan harta anaknya
untuk mengongkosi hidupnya
ISTISLAH

Dari segi bahasa, istishlah yang biasa juga disebut mashlahah


mursalah berasal dari kata mashlahah dan mursalah. Mashlahah
berasal dari kata shalahah dengan tambahan alif pada awalnya berarti
baik, lawan kata dari mafsadah yang berarti rusak. Atau dalam arti
yang lain yakni al-shalah artinya manfaat atau terlepas dari kerusakan.
Mashlahah dalam arti umum adalah semua yang mendatangkan
manfaat bagi manusia. Jadi segala yang bisa menimbulkan manfaat
Syarat-syarat istishlah

Syarat-syarat tersebut yang dikemukakan oleh para ulama, di


antaranya adalah:
1. Imam Malik dan imam mazhab yang menerima dalil istishlah
menguraikan syarat sebagai berikut:

a. Adanya relevansi antara mashlahah yang di pandang sebagai


sumber hukum yang dependen dengan tujuan syara’.

b. Bahwa mashlahah itu harus logis-masuk akal (rationable) dan


memiliki sifat yang sesuai dengan pemikiran rasional jika
diperhadapkan kepada kelompok rasionalis.
ISTISHAB

Pengertian Istishab Istishab berasal dari kata istishaba dalam istif’al yang
berarti istimrar al-shahabah (sahabat) yang artinya dalam lughawi yaitu
selalu menyertai atau menemani.
Selain itu, definisi istishab yang dikemukakan oleh para ulama ushul fiqh
berbeda- beda, namun dapat disimpulkan bahwa :

a. Segala hukum yang ada pada masa saat ini terjadi karena adanya hukum
di masa lalu,
b. Segala hukum yang ada di masa lalu tetap berlaku pada masa saat ini
kecuali jika ada yang mengubahnya,
c. Segala hukum yang ada pada masa saat ini pasti telah ditetapkan pada
masa lalu
Macam-macam Istishab

Para ulama ushul fiqh mengutarakan bahwa istishab terdapat 4 macam, yaitu :

a. Istishab al-Ibaḥah al-Ashliyyah Sesuatu yang bermanfaat bagi manusia


hukumnya boleh, selama belum ada dalil yang menunjukkan bahwa hukumnya
haram. Contoh : pohon yang ada di hutan merupakan milik bersama dan setiap
orang berhak untuk menebang dan memanfaatkan pohon dan buahnya.

b. Istishab al-Bara`ah al-Ashliyyah Tetap berada pada hukum asal yang belum
ada perubahannya. Setiap manusia tidak memiliki beban, hal ini tetap berlaku
sampai dengan adanya dalil yang menyatakan perubahannnya. Contoh : wudhu
seseorang hukumnya sah jika tidak ada hal yang membatalkannya
c. Istishab an-nasbsbi Istishab Maqlub (pembalikan) Penentuan status hukum pada
masa lalu yang bentuk sebelumnya merupakan penetapan untuk masa kedua
karena pada masa pertama tidak sesuai dengan dalil yang spesifik.
Contoh: adanya seseorang yang dihadapkan pertanyaan, apakah Muhammad
kemarin berada di tempat ini? Karena kemarin ia benar-benar melihat Muhammad
disini. Maka ia menjawab, benar ia berada disini kemarin.

d. Istishab Al-Washfi Al-Tsatibi Berdasarkan anggapan masih tetapnya sifat yang


dipercayai ada pada masa lalu, hingga saat ini sampai ada bukti dalil yang
menyatakan perubahnya.
Contoh : jika orang bertayamum , dalam pertengahan shalat ia melihat air. Maka,
menurut ijma’ shalatnya tidak batal, karena keabsahan shalat itu ditentukan
sebelum melihat air. Kebiasaan ini akan terus berlanjut,hingga ditemukannya dalil
yang menunjukkan bahwa penetapan tersebut batal
URf

‘Urf berasal dari kata ‘arafa yang mempunyai derivasi kata alma‘ruf
yang berarti sesuatu yang dikenal atau diketahui. Sedangkan ‘urf
menurut bahasa adalah kebiasan yang baik. Adapun pengertian ‘urf
adalah sesuatu perbuatan atau perkataan dimana jiwa merasakan
suatu ketenangan dalam mengerjakannya karena sudah sejalan
dengan logika dan dapat diterima oleh watak kemanusiaannya.
Menurut fuqaha, ‘urf adalah segala sesuatu yang telah menjadi
kebiasaan masyarakat dan dilakukan terus-menerus, baik berupa
perkataan maupun perbuatan. Maka dapat dipahami, ‘urf adalah
perkataan atau perbuatan baik yang telah populer dan dikerjakan oleh
orang banyak dalam masyarakat.
Suatu hukum yang ditetapkan atas dasar ‘urf dapat berubah karena
kumungkinan adanya perubahan ‘urf itu sendiri atau perubahan tempat,
zaman dan sebagainya. Sebagian mendasarkan hal itu pada kenyataan
bahwa, Imam Syafi’i ketika di Irak mempunyai pendapat yang berlainan
dengan pendapat beliau sendiri setelah pindah ke Mesir. Di kalangan
Ulama, pendapat Imam Syafi’i ketika di Irak disebut dengan qawl qadim,
sedangkan pendapat di Mesir disebut qaw jaddid. Adapun alasan para
Ulama yang memakai ‘urf dalam menentukan hukum antara lain: Banyak
hukum syariah yang ternyata sebelumnya telah menjadi kebiasaan orang
Arab. Seperti adanya wali dalam pernikahan. Dan transaksi jual beli tanpa
sighat (tanpa menyebutkan akadnya) yang sudah sangat umum terjadi.
Macam-macam urf

A. Urf qawli adalah sejenis kata, ungkapan, atau istilah tertentu yang
diberlakukan oleh sebuah komunitas untuk menunjuk makna khusus, dan tidak
ada kecenderungan makna lain di luar apa yang mereka pahami.

B. ‘urf fi’li adalah sejenis pekerjaan atau aktivitas tertentu yang sudah biasa
dilakukan secara terus menerus, sehingga dipandang sebagai norma sosial.

C. ‘Urf ‘am adalah bentuk pekerjaan yang sudah berlaku menyeluruh dan tidak
mengenal batas waktu, pergantian generasi, atau letak geografis. Tradisi jenis
ini bersifat lintas batas, lintas cakupan, dan lintas zaman.
Secara umum, hanya terdapat dua kategori ‘urf, yaitu ‘urf sahih dan ‘urf
fasid, dengan penjelasan sebagai berikut:
‘Urf sahih adalah segala sesuatu yang sudah dikenal umat manusia yang
tidak berlawanan dengan dalil shara’. Dan ia tidak menghalalkan yang
haram dan tidak menggugurkan kewajiban
‘Urf fasid adalah ‘urf yang jelek dan tidak bisa diterima karena
bertentangan dengan shara’. Dari pendapat ini dapat diketahui bahwa
setiap kebiasaan yang menghalalkan yang diharamkan Allah dan
mengandung maksiat masuk dalam jenis ini. Misalnya, kebiasaan
masyarakat mengkonsumsi minuman keras pada suatu pesta.
Syarat Urf Sebagai Landasan Hukum

Islam

Para Ulama sepakat bahwa tidak semua ‘urf bisa dijadikan sebagai dalil untuk
menetapkan hukum Islam.’urf dapat diterima sebagai salah satu landasan
hukum jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
(1) Tidak bertentangan dengan syariah; (2) Tidak menyebabkan kemafsadahan
dan tidak menghilangkan kemaslahatan; (3) Telah berlaku umum dikalangan
kaum muslim; 4) Tidak berlaku dalam ibadah mahdhoh; (5) ‘Urf tersebut sudah
memasyarakat saat akan ditetapkan sebagai salah satu patokan hukum.
ADA
PERTANYAAN
?
TERIMAKASI
H

Anda mungkin juga menyukai