Gaya Berfikir
Gaya Berfikir
Gaya Berfikir
Yogyakarta SUNARYO SOENARTO ABSTRACT The objective of the research is to study the effect of the computer-assisted instruction, style of thinking and the interaction of those two variables on students learning outcomes in Physics. The study applied the experimental method with a 2x2 factorial design and was conducted at SMAN VI Yogyakarta using 120 students as samples. The result of study was; (1) computer-assisted instruction of the physics instructional was more effective than conventional instruction with worksheets, (2) the students learning outcomes in Physics who reveals divergent thinking was higher than the students learning outcomes in Physics who reveals convergent thinking, (3) There was an interaction between computer-assisted instruction and the style of thinking on students learning outcomes in physics, (4) the divergent thinking student who taught by the computer-assisted instruction obtained higher learning outcomes in Physics than the ones who were taught by conventional instruction with worksheets, (5) there was no learning outcomes difference between convergent thinking students who were involved in experiment group and who were involved in control group. All of the tests worked at = 0.05. Keywords: computer-assisted instruction, style of thinking A. PENDAHULUAN Memasuki abad informasi dan komunikasi di bidang pendidikan, bangsa Indonesia memiliki tantangan yang beragam. Kebijakan Departemen Pendidikan Nasional untuk menentukan Standar Nasional Pendidikan merupakan tuntutan yang harus segera dirumuskan. Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal harus mampu mendeskripsikan kekuatan dan kelemah-annya untuk memenuhi standar proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang diselenggarakan sekolah mampu menum-buhkan kegiatan belajar siswa secara aktif, kreatif dan mandiri. Belajar secara aktif, kreatif dan mandiri merupakan kekuatan utama yang harus dimiliki setiap generasi muda bangsa Indonesia untuk mengejar ketertinggalan di bidang sain dan teknologi dari bangsa lain. Sikap kreatif dan mandiri di bidang sain dan teknologi harus dirancang dan dikem-bangkan sejak anak memasuki jenjang pendidikan sekolah lanjutan. Data empirik hasil belajar siswa SMA di Daerah Istimewa Yogyakarta rayon kota Yogyakarta untuk mata pelajaran Fisika masih memprihatinkan. Laporan EBTANAS SMA dan Madrasah Aliyah (MA) tahun 2000/2001, mata pelajaran
1
Fisika yang diikuti oleh 3770 orang siswa dari 11 SMA Negeri dan 36 SMA swasta menunjukkan nilai terendah 0,60, nilai tertinggi 9,00 dan nilai rata-rata 4,04 dengan klasifikasi E (Laporan EBTANAS DIY 2000/2001:6). Ditinjau dari nilai rata-ratanya, diantara keenam mata pelajaran lain yang di-EBTANAS-kan, nilai mata pelajaran Fisika merupakan nilai terendah kedua setelah Matematika. Untuk itu perlu diupayakan pengembangan pembelajaran alternatif, yang mampu memacu peningkatan pemahaman siswa terhadap hakikat Fisika. Pemahaman siswa dalam belajar Fisika akan meningkat, bila siswa dalam belajar dapat berpartisipasi aktif, dapat berinteraksi langsung dengan sumber belajar yang merangsang multi indera, dan tersedia berbagai alternatif bahan ajar yang menarik. Konsep belajar demikian dapat diakomodasi, jika kegiatan pembelajaran menggunakan bantuan komputer. Computer-Assisted Instruction (CAI) merupakan salah satu bentuk pemanfaatan komputer sebagai alat bantu pembelajaran. Perkembangan CAI di Indonesia baik secara kuantitas maupun kualitas belum banyak dilakukan, baik secara individu maupun secara kelembagaan. Dengan semakin meningkatnya kelengkapan fasilitas laboratorium komputer di SMA, maka peningkatan fungsi komputer sebagai alat bantu pembelajaran berbagai mata pelajaran perlu diupayakan. Keunggulan pemakaian komputer sebagai alat bantu pembelajaran adalah komputer dapat menyajikan materi ajar secara interaktif, menarik, dan memberi umpan balik yang cepat. Bertolak dari fenomena di atas, efektivitas pembelajaran berbantuan komputer perlu diuji untuk dibandingkan dengan pembelajaran lain, yaitu pembelajaran yang selama ini sering diterapkan guru Fisika di SMA. B. LANDASAN TEORI 1. Hasil Belajar Fisika Woolfolk dan Nicolich (1984:161) mendifinisikan belajar sebagai perubahan internal seseorang dalam pembentukan sesuatu yang baru atau potensi untuk merespon sesuatu yang baru. Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses dari suatu kegiatan bukan suatu hasil atau tujuan. Slavin (1991:98) menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi pada seseorang yang disebabkan oleh pengalaman. Menurut Hergenhahn dan Olson (1997:6-7) menjelaskan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau potensi perilaku yang relatif menetap yang dihasilkan dari suatu pengalaman dan bukan terkait dengan kondisi tubuh yang sesaat. Pengertian di atas sepadan dengan Wittrock dalam Good dan Brophy (1990:124) yang mendifinisikan belajar adalah proses yang diikuti oleh perubahan yang relatif tetap dalam pengertian, sikap, pengetahuan, informasi, kemampuan dan ketrampilan. Pengertian di atas lebih diperjelas oleh Kimble (1961) dalam Hergenhahn dan Olson (1997:2) bahwa belajar adalah perubahan potensi tingkah laku yang relatif tetap sebagai hasil dari latihan yang diperkuat. Dari berbagai kajian tersebut disimpulkan bahwa terdapat 5 unsur di dalam hakikat belajar, yakni: (1) potensi merespon (response potentiality), (2) perubahan tingkah laku (a change in behavior), (3) yang relatif permanen (relatively permanent), (4) pengalaman atau latihan (experience or practice), dan (5) penguatan (reinforcement). Zirmansyah (1997:4) merujuk Tiberghein menjelaskan bahwa rendahnya pemahaman konsep-konsep Fisika ternyata juga terjadi di negara-negara maju seperti
2
: Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, yang semuanya itu disebabkan karena kurang dipahaminya konsep-konsep dan prinsip-prinsip dasar Fisika dengan benar. Rendahnya daya serap siswa terhadap konsep dan prinsip dasar Fisika sebenarnya dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti : sistem dan metode penyampaian, alat-alat pembelajaran yang kurang, dan memang karena pada dasarnya banyak konsep dan prinsip Fisika yang dirasakan sulit, abstrak dan kompleks. Kurikulum berbasis kompetensi menjelaskan bahwa tujuan mata pelajaran Fisika di SMA mencakup lima aspek. Kelima tujuan mata pelajaran, adalah agar siswa memiliki: 1) sikap positif terhadap Fisika, 2) kemampuan untuk menerapkan berbagai konsep dan prinsip Fisika, 3) kemampuan untuk menggunakan sistem peralatan laboratorium, 4) terbentuknya sikap ilmiah, dan 5) kemampuan untuk belajar di program pendidikan yang lebih tinggi (Kurikulum SMA 2001:11). Dalam penelitian ini materi mata pelajaran Fisika difokuskan pada pokok bahasan yang disajikan pada siswa SMA kelas II semester dua, yang mencakup:1) Listrik statis, 2) Rangkaian Listrik Arus Searah, 3) Medan magnetik, dan 4) Induksi elektromagnetik. Seorang siswa SMA dikatakan telah belajar Fisika, apabila pada diri siswa tersebut terjadinya perubahan tingkah laku. Dalam konteks kegiatan pembelajaran, perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan yang direncanakan, relatif tetap, dan dapat diamati. Berkaitan dengan kemampuan yang diperoleh sebagai hasil belajar, Bloom dkk. dalam Ornstein (1990:235) memformulasikan klasifikasi belajar dalam tiga kawasan yaitu: (1) kawasan kognitif (cognitive domain), (2) kawasan afektif (affective domain), dan (3) kawasan psikomotor (psychomotor domain). Menurut Seifert (1983:203), Kindsvatter dkk., (1996:161-162), serta Burden dan Byrd (1999:69-71), Bloom memimpin pengembangan kemampuan sebagai hasil belajar kawasan kognitif, meliputi: (1) pengetahuan (knowledge), (2) pemahaman (comprehension), (3) penerapan (application), (4) Analisis (analysis), (5) sintesis (synthesis), dan (6) evaluasi (evaluation). 2. Pembelajaran Reigeluth (1983:14) mengungkapkan terdapat tiga komponen utama dalam mendeskripsikan teori pembelajaran, yaitu: (1) kondisi pembelajaran, (2) metode pembelajaran, dan (3) hasil belajar. Secara implisit Reigeluth (1983:14) menjelaskan bahwa kondisi pembelajaran merupakan faktor yang signifikan memberikan pengaruh dalam menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan guru. Kondisi pembelajaran mencakup: (1) kondisi pembelajaran yang berinteraksi dengan metode untuk mencapai efektivitas relatif, dan (2) kondisi pembelajaran yang tidak dapat dimanipulasi untuk situasi belajar tertentu. Metode pembelajaran merupakan suatu cara untuk mencapai hasil belajar pada kondisi pembelajaran tertentu. Tentunya guru harus mampu menggunakan metode pembelajaran yang berbeda pada kondisi pembelajaran yang lain. Menurut Reigeluth (1983:14), instructional outcomes are the various effects that provide a measure of value of alternative methods under different conditions. Menurut Gerlach dan Ely (1980;74) pendekatan sistematik dalam pembelajaran, pembelajaran merupakan suatu cara bagaimana bahan ajar disajikan pada lingkungan pembelajaran. Pada konteks yang sama, menurut Suparman (1993:155) bahwa pembelajaran berkenaan dengan pengelolaan kegiatan untuk menyampaikan materi atau isi pelajaran secara
3
sistematik, sehingga kemampuan yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan efisien. Dari pengertian tersebut menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan perencanaan dan pengelolaan aspek-aspek belajar yang meliputi tujuan belajar, materi ajar, kegiatan belajar, metode dan media, serta evaluasi. Sedang menurut Seels dan Richey (1994:31) menyatakan bahwa pembelajaran adalah perincian untuk memilih dan mengurutkan kejadian dan kegiatan dalam pembelajaran. Urutan kegiatan dalam pembelajaran yang dimaksud oleh Dick dan Carey (1996:184) meliputi lima komponen, yaitu: (1) kegiatan prainstruksional, (2) penyampaian informasi, (3) partisipasi siswa, (4) tes, dan (5) tindak lanjut. Dalam penelitian ini pembelajaran yang dieksperimenkan guru Fisika meliputi: (1) pembelajaran berbantuan komputer dan (2) pengajaran konvensional berbantuan lembar kerja siswa (LKS). a. Pembelajaran Berbantuan Komputer Computer Based Instruction (CBI) merupakan bentuk aplikasi komputer yang diterapkan dalam pembelajaran. Penerapan CBI di bidang lain misalnya ComputerManaged Instruction (CMI), Computer-Assisted Testing, Computer-Assisted Guidance. Menurut Budiharjo (1991:62-62) dan Merrill dkk. (1996:11), aplikasi pembelajaran berbantuan komputer (Computer-Assisted Instruction) dan Computer Assisted Learning (CAL) memiliki makna yang sama. Steinberg (1991:2), komputer dapat membantu pembelajaran dengan berbagai cara, yaitu dapat menyajikan materi, berinteraksi dengan siswa dengan menampilkan seperti tutor, baik secara individual maupun secara kelompok kecil. Pengertian di atas belum secara ekplisit mempertegas keterlibatan siswa dalam belajar, apakah secara aktif atau pasif sekedar mengikuti prosedur program pembelajaran yang disajikan komputer. Splittgerber dan Stirzaker (1984: 8), mendifisikan pembelajaran berbatuan komputer (CAI) sebagai proses mengajar yang dilakukan secara langsung yang melibatkan komputer untuk mempresentasikan bahan ajar dalam suatu model pembelajaran yang interaktif untuk memberikan dan mengendalikan lingkungan belajar secara individual pada masing-masing siswa. Definisi ini selaras dengan Steinberg ((1991:2) yang menyatakan bahwa CAI merupakan semua penerapan komputer untuk pembelajaran yang memiliki aspek individual, interaktif, dan arahan (bimbingan). Makna CAI sebagai pembelajaran individual, karena komputer memberikan layanan sebagai seorang tutor bagi seorang siswa dari pada sebagai seorang instruktor untuk suatu kelompok siswa. Dalam pembelajaran berbantuan komputer terjadi komunikasi dua arah secara intensif antara siswa dengan sistem komputer. Selain ini, dengan CAI memungkinkan siswa dapat memberi respon dan sistem komputer menyajikan umpan balik secepat mungkin setelah siswa memberi respon. Umpan balik yang diberikan komputer diharapkan agar siswa selalu dapat mendorong dan meningkatkan kemampuan. Prosedur stimuli yang disajikan melalui layar monitor, respon siswa melalui papan ketik dan umpan balik yang berbentuk teks, suara atau gambar diarahkan berdasarkan struktur program yang dirancang oleh pengembang CAI. Program CAI dapat digunakan untuk memotivasi siswa, dan meningkatkan atau memperjelas konsep-konsep Fisika. Menurut Simonson dan Thompson (1994:111-114), program CAI tutorial merupakan suatu program yang dirancang untuk bertindak sebagai tutor atau guru.
4
CAI tutorial menyajikan informasi atau konsep baru melalui monitor, dan siswa diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan informasi atau konsep baru tersebut. CAI tutorial menawarkan keuntungan baik bagi guru maupun bagi siswa. Keuntungan tersebut terdiri dari: (1) interaksi belajar, (2) belajar secara individual, dan (3) Efisiensi. Program CAI tutorial yang dirancang secara baik akan memberikan kesempatan bagi siswa untuk berinteraksi secara langsung dengan materi ajar, sedang bagi siswa yang memiliki kelambatan dalam belajar, program CAI tutorial akan dapat melayani sesuai dengan kebutuhan siswa. Berdasarkan pengalaman empirik yang dilakukan Gerlach dan Ely (1980:396), Ornstein (1990:444), Chambers dan Sprecher (1984:7), dan Bear (1984:14), secara simultan menjelaskan bahwa program CAI dapat digunakan secara efektif bila disajikan sebagai suplemen pada pembelajaran regular/klasikal. b. Pengajaran Konvensional Berbantuan LKS Secara umum kondisi pengelolaan pembelajaran mata pelajaran Fisika di SMA saat ini cenderung didominasi oleh kegiatan guru mengajar (teacher centre). Guru menjelaskan materi sesuai dengan tujuan belajar yang akan dicapai dan bila perlu menulis materi yang dianggap penting di papan tulis, selanjutnya guru menanyakan apakah siswa dapat memahami penjelasan materi Fisika yang telah disampaikan. Selanjutnya guru memberi soal-soal untuk dikerjakan siswa secara individual. Beberapa jawaban ditulis di papan tulis oleh siswa yang telah selesai mengerjakan dan guru mengkoreksinya, atau seringkali soal yang tidak selesai di bahas di kelas, dan guru memberi tugas untuk dikerjakan di rumah. Dalam menerapkan pengelolaan pembelajaran yang berpusat pada guru, kegiatan siswa lebih banyak mendengar dan menyimak penjelasan guru, mencatat keterangan guru yang dicatat di papan tulis, serta mengerjakan soal yang ada di lembar kerja siswa (LKS). Demikianlah gambaran secara umum dari kegiatan pembelajaran Fisika yang sudah biasa dilakukan guru SMA saat ini, yang selanjutnya dimaknai sebagai pengajaran konvensional berbantuan LKS. Salah satu ciri-ciri pengajaran konvensional menurut Stahl (1994:19), kegiatan siswa belajar adalah: (1) bekerja untuk diri sendiri, (2) memperhatikan ke papan tulis, (3) mendengarkan guru, (4) belajar hanya dari guru dan buku/lembar kerja,(5) bekerja sendirian (individu), (6) berkonsentrasi dalam belajar, (7) hanya guru yang membuat keputusan, dan (8) siswa pasif. Mengadopsi karakteristik pengajaran konvensional dari Johnson (1984:31), menjelaskan bahwa: (1) siswa satu dengan lainnya tidak ada ketergantungan, (2) siswa belajar secara individu, (3) kemampuan siswa dianggap homogin, (4) siswa pimpinan untuk diri sendiri, (5) siswa bertanggungjawab untuk dirinya, (6) siswa ditekankan pada tugas, (7) tidak ada kegiatan dalam kelompok. Sementara itu mensintesis pendapat Panen (1999:110-111), menyatakan bahwa kegiatan yang dilakukan guru dalam pengajaran konvensional sebagai berikut:(1) pelajaran dimulai dengan meninjau kembali bahan ajar yang disampaikan pada tatap muka sebelumnya,(2) menerangkan tujuan belajar yang akan dicapai secara singkat, (3) menyampaikan sub pokok bahasan / pokok bahasan dari bahan ajar baru,(4) memberi kesempatan kepada siswa untuk berlatih pada setiap sub pokok bahasan / pokok bahasan,(5) memberi instruksi dan keterangan secara klasikal,(6) memberi
5
pertanyaan untuk mengklarifikasi tingkat pemahaman siswa berdasarkan respon yang disampaikan siswa, dan (7) memberi umpan balik. Upaya meningkatkan efektivitas pengajaran konvensional dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah memberi kesempatan kepada siswa secara maksimal untuk berlatih menyelesaikan tugas, melalui kegiatan belajar dengan lembar kerja siswa (LKS). Ornstein (1990:348), lembar kerja siswa sering digunakan sebagai sumber belajar bersama-sama dengan buku untuk tujuan praktis. Cakupan isi dari lembar kerja siswa merupakan latihan soal-soal, bahkan sering kali pemecahan masalah. Burden dan Byrd (1999:153), lembar kerja siswa biasanya digunakan sebagai suplemen buku dan terdapat ruangan bagi siswa untuk menjawab pertanyaan. Selaras dengan formatnya dalam bentuk lembaran lepas, lembar kerja siswa digunakan hanya sekali untuk kegiatan belajar siswa, bukan digunakan untuk jangka waktu tertentu. Cakupan isi lembar kerja meliputi: (1) drill dalam ketrampilan bidang tertentu, (2) masalah-masalah untuk diselesaikan, (3) berkaitan dengan pertanyaanpertanyaan untuk dijawab, (4) kuis penilaian sendiri, dan (5) perbendaharaan katakata untuk belajar. Dengan mengkaji berbagai pendapat di atas, dalam penelitian ini lembar kerja siswa (LKS) merupakan lembar kerja lepas yang digunakan siswa untuk melatih menyelesaikan soal-soal Fisika yang dikerjakan di kelas. 3. Pengertian Gaya Berpikir Proses berpikir merupakan aspek penting dalam pendidikan. Karena hakikat pendidikan adalah melakukan usaha melatih manusia untuk menggunakan olah pikir agar menjadi manusia yang mandiri. Pendidikan, melalui proses pembelajaran membawa siswa untuk mengetahui sesuatu yang relatif baru. Dengan proses berpikir, seorang siswa melalui indera penglihatan, pendengaran atau perasa, akan dapat memproses informasi yang disampaikan guru atau sumber belajar lainnya. Pembelajaran yang teacher oriented, guru dominan menyampaikan informasi satu arah, akan melatih siswa untuk berpikir secara terstruktur, sistematis dan linier. Pembelajaran yang student oriented, informasi disampaikan guru melalui metode problem solving, discovery, dan inquiry, akan melatih siswa untuk berpikir imajinatif, acak dan holistik. Dengan demikian penerapan strategi dan metode dalam kegiatan pembelajaran secara kontinyu, akan memberi kontribusi terhadap cara berpikir seorang siswa dalam memproses informasi dan menyelesaikan tugas. Piaget dalam Sprinthall dan Collins (1984:100), seorang remaja yang berusia 12 tahun sampai dewasa berada dalam tahap perkembangan kognisi operasi formal (formal operations). Pembedaan tahapan perkembangan kognisi berdasarkan pada kemampuan berpikir. Seorang siswa SMA dengan usia antara 15 tahun sampai dengan 18 tahun secara umum memiliki struktur logika abstrak yang memungkinkan untuk menghubungkan diantara obyek dan orang di sekitarnya. Ia akan mampu berpikir tentang pengalaman dan lingkungan sekitarnya secara lebih sistematis, mampu menyelesaikan masalah dengan lebih seksama dengan perencanaan yang matang. Sprinthall dan Collins (1984:92-93), karakteristik berpikir siswa SMA meliputi: 1) pemikiran dikembangkan dengan berbagai kemungkinan penyelesaian, 2) pemecahan masalah ditentukan oleh penilaian suatu hipotesis yang direncanakan, 3) pemikiran dikembangkan dari gagasan yang sesuai dengan relialitas yang ada, dan 4) pemikiran diperluas pada perspektif-perspektif yang lain. Dengan demikian dapat disimpulkan
6
bahwa pada umumnya siswa SMA mampu berpikir dan merespon lebih abstrak, spekulatif dan fleksibel. Mereka berpikir dan merespon tidak terbatas oleh apa yang dilihat atau apa yang telah dilihat di masa lalu, tapi juga apa yang dipersepsikan. Kajian yang menelaah tentang gaya berpikir telah banyak dikemukakan oleh para pakar psikologi maupun pakar pendidikan. Noel Entwistle (1981:202) menjelaskan bahwa gaya berpikir menunjuk pada pengertian cognitive style, yang digunakan hanya untuk membedakan pilihan modus berpikir yang tetap (konsisten) antara orang-orang yang memiliki kesamaan kapabilitas intelektual. Kajian Woolfock (1993:128) menjelaskan bahwa gaya berfikir adalah perbedaan individu dalam bagaimana mendekati suatu tugas, tetapi tidak merefleksikan tingkat intelegensi atau bentuk kemampuan tertentu. Sementara itu menurut Good dan Brophy (1995) dalam Burden dan Byrd (1999:258) menyatakan bahwa gaya berpikir merupakan cara orang dalam memproses informasi dan menggunakan strategi dalam merespon tugas. Dari kedua kajian tersebut secara eksplisit menunjukan bahwa gaya berpikir merujuk pada bagaimana (how) seseorang memproses informasi dan merespon untuk memecahkan masalah, bukan bagaimana baik atau benarnya suatu proses (how well). Dari kajian Kogan (1980) dalam Crowl et al. (1997:99) menjelaskan bahwa gaya berpikir merefleksikan perbedaan individu dalam cara individu memperhatikan, menerima, mengingat dan berpikir. Selanjutnya dijelaskan bahwa sebagian besar gaya berpikir merupakan rentangan sumbu yang bersifat kontinum, dimana sebagian besar individu berada diantara dua kutub. Dengan demikian gaya berfikir merupakan pola yang memerintahkan cara berpikir seseorang dalam memproses informasi, yang cenderung menetap atau stabil. Menurut Guilford dalam Cohen (1976:17) mengemukakan bahwa individuindividu dibedakan dalam gaya berpikir divergen dan gaya berpikir konvergen. Sternberg (1999:353) menjelaskan bahwa untuk menyelesaikan suatu masalah, seseorang harus merencanakan suatu strategi yang mencakup berpikir divergen dan berpikir konvergen. Nasution (1999:119-120), menjelaskan bahwa pada tahap awal pemecahan masalah, kegiatan belajar siswa akan efektif apabila menggunakan gaya berpikir divergen dan gaya berpikir konvergen. Berdasarkan latar belakang masalah dan kajian teoritik di atas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Ada perbedaan hasil belajar Fisika antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbantuan komputer dengan hasil belajar Fisika siswa yang diajarkan dengan pengajaran konvensional berbantuan LKS ? 2. Ada perbedaan hasil belajar Fisika siswa memiliki gaya berfikir divergen dengan hasil belajar Fisika siswa yang memiliki gaya berfikir konvergen ? 3. Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan gaya berfikir dalam pengaruhnya terhadap hasil belajar Fisika ? 4. Siswa yang memiliki gaya berfikir divergen, terdapat perbedaan hasil belajar Fisika yang diajar dengan pembelajaran berbantuan komputer dengan yang diajar dengan pengajaran konvensional berbantuan LKS ? 5. Siswa yang memiliki gaya berfikir konvergen, terdapat perbedaan hasil belajar Fisika yang diajar dengan pengajaran konvensional berbantuan LKS dengan yang diajar dengan pembelajaran berbantuan komputer ?
7
C. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Umum Negeri (SMAN) VI Kotamadya Yogyakarta. Pelaksanaan penelitian adalah semester II tahun ajaran 2002/2003, terhitung mulai 20 Januari 2003 sampai dengan 10 Maret 2003. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas II SMAN VI Kotamadya Yogyakarta sebanyak 296 siswa. Melalui teknik purposive random sampling diperoleh 125 siswa sebagai sampel. Safrit dan Wood (1989:263), Verducci (1980:177) menjelaskan bahwa 27% kelompok atas dan 27% kelompok bawah dapat digunakan sebagai unit analisis. Metode yang digunakan penelitian ini adalah eksperimen, dengan disain faktorial 2 x 2, mempunyai dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas pertama (variabel perlakuanl) adalah pembelajaran, variabel bebas kedua (variabel atribut) adalah gaya berpikir, sedang variabel terikat adalah hasil belajar Fisika. Variabel perlakuan terdiri dari pembelajaran berbantuan computer (A1) dan pengajaran konvensional berbantuan LKS (A2). Variabel atribut terdiri dari gaya berpikir divergen (B1) dan gaya berpikir konvergen (B2). Berikut ini disajikan desain faktorial 2x2. Ary (1982:339) menjelaskan bahwa disain eksperimen yang mempunyai daya pengendalian memadai adalah disain eksperimen yang bagaimana menemukan cara untuk menghilangkan variabel luar, yaitu variabel yang dapat mengendalikan variable eksternal, dan akan memperkokoh validitas internal. Christensen (1988:141) menjelaskan bahwa validitas internal merupakan usaha mengendalikan proses eksperimen agar akibat yang ditimbulkan benar-benar disebabkan oleh perlakukan yang dikondisikan. Menurut Borg (1981:179-181), ancaman validitas internal meliputi: (1) history, (2) maturation, (3) testing, (4) instrumentation, (5) statical regression, (6) differential selection, (7) experimental motality, dan (8) selectionmaturation interaction. Berdasarkan analisis butir dan uji reliabilitas untuk instrumen gaya berpikir diperoleh 32 butir pernyataan yang valid dengan rxy berkisar antara 0.245 sampai dengan 0,623 (rtabel = 0,235), dengan koefisien reliabilitas ( ) sebesar 0,857. Hasil analisis item dengan program Iteman diperoleh 40 butir soal yang dinyatakan valid (sahih) dengan rentang daya diskriminasi (rpbis) antara 0,229 0,526, sedang rentang indeks kesukaran antara 0,127 - 0,924. Menurut Aiken (1997:97-98) butirbutir yang mempunyai indeks diskriminasi < 0,20 dan > 0,80, dapat direvisi atau dibuang. Sedang koefisien reliabilitas tes hasil belajar Fisika (r20) sebesar 0,804. Data penelitian dianalisis dengan teknik analisis varians (ANAVA) dua jalur pada taraf signifikansi ( = 0,05) dan dilanjutkan uji Tukey atau Tukeys HSD. Hal ini selaras dengan Olson (1987:535) yang menyatakan bahwa analisis varians dua jalur dengan sampel independen merupakan prosedur umum untuk menguji hipotesis serangkaian rata-rata dari dua atau lebih sampel, dan juga untuk menguji perbedaan diantara kombinasi-kombinasi perlakuan, seperti halnya rerata sel-sel dari tabel dua jalur.
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi Data Data penguasaan kawasan kognitif siswa terhadap pokok bahasan mata pelajaran Fisika di SMA kelas II dapat disajikan dalam tabel 1 di bawah. Sumber Statistik A1 A2 b n 16 16 32 X 28,812 24,062 26,437 B1 X 461 385 846 X 2 13.367 9.425 22.792 s 2,373 3,275 3,706 n 16 16 32 X 22,125 22,875 22,500 B2 X 354 366 720 2 X 8.038 8.666 16.704 s 3,704 4,425 4,032 n 32 32 64 a X 25,469 23,469 24,469 X 815 751 1566 X 2 21.405 18.091 39.496 s 4,572 3,877 4,324 2. Uji Persyaratan Uji normalitas data hasil belajar Fisika dilakukan terhadap delapan kelompok perlakuan, dengan menggunakan formula Lilliefors pada taraf signifikansi = 0,05, menunjukkan bahwa sampel penelitian ini bersumber dari populasi data berdistribusi normal. Hasil perhitungan homogenitas varians dua kelompok perlakuan (Fo) sebesar 1,390 , sedang Ft(0,05 : 31,31) adalah 1,84. Dengan demikian Fo < Ft yang bermakna bahwa Ho diterima atau dapat dideskripsikan bahwa dua kelompok perlakuan (kelompok A1 dan A2) memiliki populasi dengan varians yang homogen. Hasil perhitungan homogenitas varians dua kelompok yang memiliki gaya berpikir B1 dan B2 (Fo) sebesar 1,186 , sedang Ft(0,05 : 31,31) adalah 1,84. Dengan demikian Fo < Ft yang bermakna bahwa Ho diterima atau dapat dideskripsikan bahwa dua kelompok B1 dan B2 memiliki populasi dengan varians yang homogen. Pengujian homogenitas varians terhadap empat kelompok sel rancangan eksperimen dilakukan dengan uji Barlett pada taraf signifikansi () = 0,05, diperoleh h2 = -171,3, sedang t(0,95,3) = 7,81. Jadi h2 < t (0,95,3) dengan demikian Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan varians diantara kelompok-kelompok yang diuji. Hal ini dapat dimaknai bahwa varians sekor hasil belajar Fisika dari keempat kelompok sel rancangan eksperimen adalah homogen. 3. Pengujian Hipotesis Penelitian Penelitian ini memfokuskan pengujian hipotesis tentang perbedaan rata-rata dari delapan kelompok sampel, yaitu kelompok sampel (A1), (A2), (B1), (B2), (A1B1), A2B1, (A1B2), dan (A2B2). Untuk menguji hipotesis nihil (Ho) tentang tidak adanya perbedaan diantara rata-rata dalam sampel-sampel penelitian digunakan
9
analisis varians (ANAVA) dua jalur dan dilanjutkan uji Tukey. ANAVA dua jalan digunakan untuk menguji pengaruh utama (main effect) dan interaksi (interaction effect) antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam penelitian ini yang dimaksud variabel bebas adalah (1) pembelajaran dan (2) gaya berpikir. Pembelajaran meliputi dua katagori, yakni pembelajaran berbantuan komputer dan pengajaran konvensional berbantuan LKS. Variabel bebas (variabel atribut) gaya berpikir meliputi katagori gaya berpikir divergen dan gaya berpikir konvergen. Variabel terikat penelitian ini adalah hasil belajar Fisika. Tabel 2 Rangkuman ANAVA data hasil belajar Fisika SUMBER VARIANS JK dk RK Fo Antar A 64,00 1 64,00 5,15* Antar B 248,06 1 248,06 19,98** Interaksi 121,00 1 121,00 9,75** Dalam Kelompok 744,87 60 12,41 Jumlah 1.177,93 63 Keterangan : dk : Derajat Kebebasan * : Signifikan pada = 0,05 JK : Jumlah Kuadrat ** : Signifikan pada = 0,01 RK : Rata-rata Kuadrat Fo : Harga F hitung Tabel 3 Hasil Anava Tahap Lanjut dengan Uji Tukey Kelompok (qo) dk (qt) Ket. A1B1 dan A2B1 4,750 4;16 4,05 Signifikan A1B2 dan A2B2 0,750 4;16 4,05 Tidak Signifikan A1BA dan A1B2 6,687 4;16 4,05 Signifikan A2B1 dan A2B2 1,187 4;16 4,05 Tidak Signifikan Keterangan : dk : Derajat Kebebasan qt : Harga Kritis HSD qo : Harga Perbedaan Rata-rata Absolut Berdasarkan tabel 2 hasil analisis varians dua jalur menunjukkan bahwa dengan derajad kebebasan 1 lawan 60, pada taraf signifikansi = 0,05 harga (Fo = 5,15) > (Ft = 3,99), berarti hipotesis nihil (Ho) ditolak. Tabel 1, menjelaskan bahwa sekor rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan pembelajaran berbantuan komputer (XA1= 25,469) lebih tinggi secara signifikan dari sekor rata-rata hasil belajar Fisika siswa yang diajar dengan pengajaran konvensional berbantuan LKS (XA2 = 23,469), maka hipotesis penelitian pertama diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian hasil penelitian menyimpulkan bahwa hasil belajar Fisika siswa yang diajar dengan pembelajaran berbantuan komputer secara signifikan lebih tinggi bila dibandingkan dengan pengajaran konvensional berbantuan LKS. Berdasarkan tabel 2 hasil analisis varians dua jalur menjelaskan bahwa dengan derajad kebebasan 1 lawan 60, pada taraf signifikansi = 0,05 harga (Fo = 19,98) > (Ft = 3,99), berarti hipotesis nihil (Ho) ditolak. Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa yang mempunyai kecenderungan gaya berpikir divergen (XB1=
10
26,437) secara signifikan lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar Fisika siswa yang mempunyai kecenderungan gaya berpikir konvergen (x A2 = 22,500), maka hipotesis penelitian kedua diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian hasil penelitian menyimpulkan bahwa hasil belajar Fisika siswa yang memiliki kecenderungan berpikir divergen secara signifikan lebih tinggi bila dibandingkan dengan siswa yang memiliki kecenderungan berpikir konvergen. Pada taraf signifikansi = 0,05, Interaksi antara pembelajaran dan gaya berpikir memiliki nilai (F0 = 9,75) > (Ft= 3,99), berarti hipotesis nol (Ho) ditolak atau hipotesis penelitian ketiga diterima. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pencapaian hasil belajar Fisika siswa dipengaruhi secara signifikan oleh interaksi antara pembelajaran yang diterapkan dalam pembelajaran dengan kecenderungan gaya berpikir siswa. Grafik berikut menunjukkan pengaruh interaksi antara pembelajaran dan gaya berpikir terhadap hasil belajar Fisika.
30
28
26
24
22
Strategi
20
Gaya Berpi ki r
Gambar 3 Pengaruh Interaksi antara Pembelajaran dan Gaya Berpikir Tabel 3 hasil analisis varians lanjut uji Tukey menjelaskan bahwa dengan derajad kebebasan 4 lawan 16, pada taraf signifikansi = 0,05 perbedaan rata-rata hasil belajar Fisika kelompok siswa A1B1 dan A2B1 mempunyai harga (qo = 4,750) > (qt = 4,050). Dengan kata lain terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar Fisika siswa yang memiliki gaya berpikir divergen diajar dengan pembelajaran berbantuan komputer dengan hasil belajar Fisika siswa yang memiliki gaya berpikir divergen diajar dengan pengajaran konvensional berbantuan LKS. Tabel 3 menjelaskan bahwa sekor rata-rata hasil belajar siswa yang memiliki gaya berpikir divergen diajar dengan pembelajaran berbantuan komputer (XA1B1= 28,812) lebih tinggi secara signifikan dari sekor rata-rata hasil belajar Fisika siswa yang memiliki gaya berpikir divergen diajar dengan pengajaran konvensional berbantuan LKS (XA2B1 = 24,062), maka hipotesis penelitian keempat diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian hasil penelitian menyimpulkan bahwa hasil belajar Fisika siswa yang memiliki gaya berpikir divergen diajar dengan pembelajaran berbantuan komputer secara signifikan lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil belajar Fisika
11
siswa yang memiliki gaya berpikir divergen diajar pengajaran konvensional berbantuan LKS. Hasil analisis variansi lanjut dengan uji Tukey menjelaskan bahwa dengan derajad kebebasan 4 lawan 16, pada taraf signifikansi = 0,05 perbedaan rata-rata hasil belajar Fisika kelompok siswa A1B2 dan A2B2 mempunyai harga (qo = 0,750) < (qt = 4,050). Dengan kata lain tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar Fisika siswa yang memiliki gaya berpikir konvergen diajar dengan pengajaran konvensional berbantuan LKS (XA1B2) dengan hasil belajar Fisika siswa yang memiliki gaya berpikir konvergen diajar dengan pembelajaran berbantuan komputer (XA2B2). Selanjutnya dari Tabel 3, menunjukkan bahwa sekor rata-rata hasil belajar siswa yang memiliki gaya berpikir konvergen diajar dengan pengajaran konvensional berbantuan LKS (XA2B2= 22,875) secara signifikan tidak lebih tinggi dari sekor rata-rata hasil belajar Fisika siswa yang memiliki gaya berpikir konvergen diajar dengan pembelajaran berbantuan komputer (XA1B2 = 22,125). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pertama, hasil belajar Fisika siswa dapat ditingkat dengan menerapkan pembelajaran berbantuan komputer. Hasil belajar Fisika siswa yang memiliki gaya berpikir divergen yang diajar dengan pembelajaran berbantuan komputer cenderung meningkat lebih tajam, namung hasil belajar Fisika siswa memiliki gaya berpikir konvergen tidak berbeda dengan hasil belajar Fisika siswa yang diajar dengan pengajaran konvensional berbantuan LKS. Kedua, hasil belajar Fisika siswa yang memiliki kecenderungan gaya berpikir divergen lebih tinggi dari pada siswa yang memiliki kecenderungan gaya berpikir konvergen, baik yang diajar dengan pembelajaran berbantuan komputer maupun yang diajar dengan pengajaran konvensional berbantuan LKS. Ketiga, terdapat interaksi antara pembelajaran dan gaya berpikir siswa dalam pengaruhnya terhadap pencapaian hasil belajar Fisika. Saran Pertama, sebagai suatu inovasi pembelajaran, penerapan pembelajaran berbantuan komputer memerlukan dukungan strategis dari pengelola sekolah untuk memberikan fasilitas untuk melaksAnakan pembelajaran berbantuan komputer, memberi kelengkapan fasilitas laboratorium komputer, membentuk tim inovator, dan memberi dorongan moril. Kedua, guru merupakan komponen utama yang menentukan tujuan, materi ajar, ragam strategi, metode pembelajaran dan teknik evaluasi dalam KBM. Guru yang mengembangkan pembelajaran berbantuan komputer akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain : (1) peran guru dalam KBM akan efektif, (2) proporsi waktu yang digunakan siswa untuk belajar akan lebih efisien, (3) proses bimbingan akan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, (4) guru akan lebih mudah memonitor kemajuan belajar siswa, dan (5) siswa dapat belajar sesuai dengan kecepatan dan kemampuannya.
12
DAFTAR KEPUSTAKAAN Atwi Suparman. Desain Instrusional. Jakarta: Pusat Antar Universitas, 1993. Burden, Paul R. and David M. Byrd. Methods for Effective Teaching. Boston: Allyn and Bacon,1999. Christensen, Lary B. Eksperimental Methodology. Massachusets : Allyn & Bacon, 1988. Conny R.Semiawan. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: PT. Grasindo, 1997. Crowl, Thomas K., Sally Kaminsky and David M. Podell, Educational Psychologiy: Windows on Teaching. Dubuque: Brown and Benchmark,1997. Crider, Andrew B. Psychology. New Jersey: Scott, Foresman and Company,1983. Entwistle, Noel. Styles of Learning and Teaching. New York: John Wiley and Sons, 1981. Fraenkel and Wallen, How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore : McGraw-Hill, Inc., 1993. Good, Thomas L. and Jere E. Broophy, Educational Psychology: A Realistic Approach. New York: Longman, 1990. Hannafin, Michael J. and Kyle L. Peck. The Design, Development and Evaluation of Instruction Software. New York : Macmillan Pub. Com., 1988 Hergenhahn, B.R. and Matthew H. Olson. An Introduction to Theories of Learning. New Jersey : Prentice-Hall, 1997. Johnson, David W. and Roger T. Johnson. Cooperative in The Classroom. Minnesota: A Publication of Interaction Book Company, 1984. Kagan, Jerome and Cynthia Lang. Psychology and Education An Introduction. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc., 1978. Kindsvatter, Richard, William Wilen, and Margaret Ishler. Dynamics of Effective Teaching. London: Longman Publishers, 1996. Merrill, Paul F. et al., Computer in Education. Boston: Allyn and Bacon,1996. Noe, Raymond A. Employee Training and Development. New York: McGraw-Hill Companies, Inc,2002. Ornstein, Allan C. Strategies for Effective Teaching. New York : HarperCollins Publishers, 1990. Paulina Panen, Cakrawala. Jakarta: Universitas Terbuka, 1999. Phillips, Rob. The Developers Handbook to Interactive Multimedia. London: Kogan Page Limited, 1977. Safrit, Margaret J. and Terry M. Wood. Measurement Concept in Physical Education and Exercise Science. Champaign: Human Kinetics Books, 1989. Seels, Barbara C. and Rita C. Richey. Instructional Technology : The Definition and Domain of the Field. Washington DC.: AECT, 1994. Seifert, Kelvin. Educational Psychology. Boston: Houghton Mifflin Company, 1983. Slavin, Robert E. Educational Psychology. New Jersey: Prentice Hall, 1991. Sprinthall, Norman A. and W. Andrew Collins, Adolescent Psychology: A Developmental View. New York: Newbery Award Records, Inc.
13
Soulier, J. Steven. The Design and Development of Computer Based Instruction, London : Allyn and Bacon, Inc., 1988. Sternberg, Robert J. Cognitive Psychology. New York: Harcourt Brace College Publishers,1999. Steinberg, Esther R. Computer-assisted Instruction: a Synthesis of Theory, Practice and Technology. New Yersey: Lawrence Erlbaum Associates Publisher, 1991. Woolfolk, Anita E. and Larraine McCune Nicolich, Educational Psychology for Teachers. New Jersey: Prentice-Hall Inc., 1984.
14
iii