Determinan Perilaku Suami Yang Mempengaruhi Pilihan Penolong Persalinan Bagi Istri

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Berita Kedokteran Masyarakat

Vol. 25, No. 1, Maret 2009

halaman 42 - 49

DETERMINAN PERILAKU SUAMI YANG MEMPENGARUHI PILIHAN


PENOLONG PERSALINAN BAGI ISTRI
DETERMINING HUSBANDS BEHAVIOR CHOOSING AND DETERMINING
WIFE'S DETERMINING WIFE'S DELIVERT
Sodikin1 , Ova Emilia2, Koentjoro3
1

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto


Program Magister Ilmu Kesehatan Ibu dan Anak - Kesehatan Reproduksi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
3
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
2

ABSTRACT
Background: Culture often gives limitation for women in decision taking regarding their health. In fact, husbands
play an absolute role to determine who will attend and help the delivery.
Objective: To explore husbands behavior in choosing and determining that will help their wifes delivery.
Methods: This is a survey study using cross-sectional design. The samples were 110 husbands who had a
wife delivering in Pekuncen Sub Districts primary health center, Banyumas District, Central Java, during the
period of 1 January 2005 31 December 2005.
Results: The variables that had significant relationship in choosing and determining birth attendant were
husbands education OR = 7.57 (95% Cl: 2.11 27.15), delivery cost OR = 6.77 (95% Cl: 2.06 22.28) and
husbands trust OR = 0.15 (95% Cl: 0.04 0.55). Husbands with higher level of education had an opportunity of
7.5 times increased to choose and determine the birth attendant compared to those with lower lever of education.
Husbands trust had an opportunity of 7 times decreased to choose and determine the birth attendant compared
to those with no trust to the birth attendant. Expensive delivery cost would be 6.7 times increased the determination
of the birth attendant by health provider compared to cheap delivery cost. It was because of some additional
cost for the health provider that was relatively high. As a result, mean distribution curve of the birth attendant
cost would tend to go to the right.
Conclusions: Husbands education, cost, and trust factors were the determinant factors in choosing and
determining who would attend the delivery.
Keywords: health reproduction, husband, determining of child-birth assistant

PENDAHULUAN
Sasaran pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 yaitu meningkatnya secara
bermakna jumlah ibu hamil yang memeriksakan diri
dan melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan.1
Sampai saat ini, kematian ibu masih merupakan
salah satu masalah prioritas di bidang kesehatan
ibu dan anak di Indonesia. Setiap satu jam dua orang ibu di Indonesia meninggal saat melahirkan
karena berbagai penyebab. Jika seorang ibu
meninggal, maka anak-anak yang ditinggalkannya
mempunyai kemungkinan tiga sampai sepuluh kali
lebih besar untuk meninggal dalam waktu dua tahun
bila dibandingkan dengan mereka yang masih
mempunyai kedua orang tua.2
Pernyataan bersama antara WHO, ICM, dan
FIGO menegaskan pentingnya peranan tenaga
kesehatan yang terlatih tersebut yaitu bahwa tenaga
kesehatan yang terlatih merupakan pusat
keberlangsungan perawatan.3 Penolong persalinan
merupakan salah satu indikator kesehatan terutama

42

Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 1, Maret 2009

yang berkaitan dengan tingkat kesehatan ibu dan


anak serta pelayanan kesehatan secara umum.
Faktor budaya seringkali membatasi perempuan
untuk mengambil keputusan bagi kesehatannya,
seperti keputusan untuk merencanakan jumlah anak
dan jarak kehamilan banyak ditentukan suami atau
orang tua. 4 Perlindungan dari praktik-praktik
reproduksi yang membahayakan wanita hamil
merupakan suatu keadaan yang tidak bisa dianggap
remeh dalam upaya tercapainya kesehatan
reproduksi selama dan sesudah hamil. Melindungi
wanita hamil dari praktik-praktik dalam proses
reproduksi yang membahayakan adalah merupakan
tanggung jawab suami. Keputusan memilih penolong
persalinan kebanyakan masih ditentukan secara
sepihak oleh suami.5
Dalam kehidupan rumah tangga, kaum
perempuan tidak dapat dilepaskan dari perannya
sebagai pelaksana fungsi reproduksi. Begitu
pentingya fungsi reproduksi bagi kelangsungan
generasi manusia, sehingga seharusnya lebih

Determinan Perilaku Suami, Sodikin, dkk.

banyak perhatian yang diberikan berkaitan dengan


fungsi reproduksi perempuan.
Akan tetapi pada kenyataan, masalah
reproduksi perempuan belum mendapat perhatian
yang semestinya. Hal ini mengakibatkan banyak
perempuan yang tidak menyadari mereka
mempunyai hak-hak yang berkaitan dengan fungsi
reproduksi. Faktor budaya sering kali membatasi
perempuan untuk mengambil keputusan bagi
kesehatannya, seperti keputusan untuk
merencanakan jumlah anak dan jarak kehamilan
banyak ditentukan suami atau orang tua.
Keberhasilan menyeimbangkan ini tidak hanya
ditentukan oleh kondisi individu perempuan sendiri.
Peran ganda dapat diseimbangkan bila terjadi
beberapa perubahan dalam pandangan tentang peran
perempuan sebagai istri (ibu) dan laki-laki (suami/
ayah). Peran ganda perempuan pada akhirnya
membutuhkan laki-laki untuk mempunyai peran
ganda pula.6 Di satu sisi multi peran perempuan
dalam production dan social reproduction dapat
berimplikasi kurang menguntungkan pada kesehatan
mereka, di lain pihak sering perempuan merupakan
tumpuan bagi kelanjutan hidup keluarganya
khususnya pada keluarga miskin.
Keputusan memilih penolong persalinan
kebanyakan masih ditentukan secara sepihak oleh
suami. Hal ini terutama terjadi pada masyarakat yang
masih menganut budaya patriarkhi. Masyarakat
yang menganut budaya patriakhi bahwa posisi lakilaki/suami lebih dominan sehingga keputusan dalam
memilih pelayanan kesehatan termasuk dalam hal
ini saat memilih penolong persalinan kebanyakan
masih ditentukan oleh suami.
Perlindungan dari praktik-praktik reproduksi
yang membahayakan wanita hamil merupakan suatu
keadaan yang tidak bisa dianggap remeh dalam
upaya tercapainya kesehatan reproduksi selama dan
sesudah hamil. Melindungi wanita hamil dari praktikpraktik dalam proses reproduksi yang
membahayakan adalah merupakan tanggung jawab
suami. Penelitian menunjukkan bahwa lebih tinggi
hasil jawaban suami lebih memilih pasrah dan satusatunya harapan adalah berdoa kepada Tuhan agar
tidak tertimpa bahaya kematian karena hamil dan
melahirkan daripada mencari pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan.
Partisipasi suami merupakan strategi untuk
mengurangi beban masalah kesehatan reproduksi

yang paling mendesak saat ini. Beberapa upaya


yang ditujukan pada pria sebelum ini masih terlalu
lemah atau terlalu singkat, sehingga pemahaman
kurang lengkap menyebabkan motivasi, interaksi
pasangan dalam program kesehatan reproduksi
masih sangat minim. Keterlibatan suami pada masa
kehamilan istrinya masih memiliki tingkatan yang
berbeda-beda. Pada program keselamatan ibu, suami
menjadi sasaran program kesehatan repoduksi.
Suami seringkali menjadi satu-satunya yang
memiliki peran sangat penting terutama sebagai
pengambil keputusan krusial ketika kondisi istri
cukup serius untuk mencari pertolongan, serta
memutuskan bagaimana istri hamil akan dibawa ke
klinik dan dapat mengatasi keterlambatan jika
mengetahui gejala-gejala yang berhubungan dengan
komplikasi kehamilan dan persalinan, sehingga
suami perlu diberi motivasi tentang kesehatan
reproduksi.
Departemen Kesehatan menetapkan target
bahwa 90% kelahiran ditolong oleh tenaga medis
pada tahun 2010. Tenaga medis yang di maksud
adalah dokter, dokter ahli kebidanan dan kandungan,
bidan, dan bidan desa. Proporsi persalinan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih terus
meningkat dari 40,7% pada tahun 1992 menjadi
68,4% pada tahun 2002.7
Berdasarkan Laporan Dinas Kesehatan
Kabupaten Banyumas Propinsi Jawa Tengah.
Cakupan Pelayanan Antenal (K1) pada tahun 2003
sebesar 93,66% sedang di tahun 2004 sebesar
90,63%. Untuk cakupan pelayanan antenal (K4)
sebesar 83,38% tahun 2003 dan 81,33% di tahun
2004. Pertolongan persalinan yang ditolong oleh
dukun bayi 1850 pada tahun 2003 dan 1092 di tahun
2004 sedang pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan 25047 tahun 2003 dan 25103 tahun 2004.
Kematian ibu 107.81/100.000 kelahiran hidup tahun
2003 dan 80.16/100.000 kelahiran hidup. Sedangkan
berdasarkan laporan Puskemas wilayah Kecamatan
Pekuncen diketahui bahwa cakupan pelayanan antenatal (K1) sebesar 92,69% dan cakupan pelayanan
antenatal (K4) 77,53% tahun 2003. Dan pada tahun
2004 cakupan pelayanan antenatal (K1) 77,35% dan
cakupan pelayanan antenatal (K4) 72,64%.8,9 Bila
kita lihat dari data pada tahun 2003 dan 2004 terjadi
penurunan cakupan pelayanan antenatal yang
cukup bermakna.

Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 1, Maret 2009

43

Berita Kedokteran Masyarakat


Vol. 25, No. 1, Maret 2009

BAHAN DAN CARA PENELITIAN


Penelitian ini berjenis surv ai dengan
menggunakan rancangan cross-sectional yang
dilakukan terhadap 110 responden. Penelitian cross
sectional merupakan penelitian dimana seluruh
variabel diamati dan diukur pada waktu penelitian
berlangsung.10 Alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah angket. Berupa daftar pertanyaan untuk
mengeksplorasi determinan perilaku yang
mendorong suami untuk memilih pemanfaatan
penolong persalinan, berapa besar dukungan sosial
akan mempengaruhi suami dalam menentukan
pilihan penolong persalinan, tingkat pengetahuan
yang suami miliki terhadap penolong persalinan,
keyakinan serta sikap terhadap penolong persalinan.
Subjek penelitian adalah para suami yang
istrinya melahirkan satu tahun terakhir (1 Januari31 Desember 2005) yang tinggal di wilayah kerja
Puskemas Kecamatan Pekuncen Daerah Tingkat
II Kabupaten Banyumas Jawa Tengah. Besar
sampel minimal 95, untuk mengantisipasi missing
data maka sampel perlu ditambah 15%, menjadi 110
responden. Sampel penelitian diambil secara purposive sampling.
Variabel independent variabels (variabel bebas)
dalam penelitian ini terdiri dari dukungan sosial, biaya,
pengetahuan, sikap dan keyakinan. Sedangkan
sebagai dependent variabels (variabel terikat) adalah
perilaku pemilihan penolong persalinan oleh suami
bagi istri. Teknik analisis yang digunakan analisis
univariat, analisis bivariat, dan analisis multivariat.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Lokasi penelitian di wilayah kerja Puskemas
Kecamatan Pekuncen Daerah Tingkat II Kabupaten
Banyumas Propinsi Jawa Tengah. Pemilihan daerah
wilayah kerja Puskesmas Pekuncen dilakukan
karena melihat berbagai macam faktor baik secara
geografi maupun demografi populasi yang akan
diambil. Secara geografis letak Kecamatan
Pekuncen dapat dijelaskan sebagai berikut. Batas
sebelah utara Kabupaten Brebes, sebelah selatan
Kecamatan Ajibarang, sebelah timur Kecamatan
Cilongok dan sebelah barat Kecamatan Gumelar.
Dengan luas wilayah kecamatan 92, 79 km2.
1. Analisis univariabel
Karakteristik responden
Dari hasil penelitian terhadap responden yang
berjumlah 110 responden diketahui bahwa umur pal-

44

Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 1, Maret 2009

halaman 42 - 49

ing muda adalah 29 tahun sedangkan umur paling


tua adalah 58 tahun, rata-rata kelompok umur 37,77
tahun (95% CI; 36,60 38,93) dan median 37,00
dengan standar deviasi 5,961 tahun. Dari estimasi
interval diketahui bahwa 95% diyakini rata-rata umur
responden terletak antara 36,60 tahun sampai
dengan 38,93 tahun. Rata-rata umur responden yang
memilih tenaga kesehatan sebagai penolong
persalinan bagi istrinya lebih tua dibandingkan
dengan responden yang memilih dukun bayi. Usia
yang lebih tua memungkinkan responden lebih
bijaksana dalam menganalisis keamanan dan
keselamatan persalinan istrinya saat persalinan,
sehingga ada kecenderungan suami akan memilih
bidan atau tenaga kesehatan terlatih dibandingkan
memilih dukun bayi dengan alasan keamanan dan
keselamatan tersebut.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pendidikan
responden masih relatif rendah, yaitu dengan rincian
responden berpendidikan SLTP ke bawah berjumlah
68 (61,8%), sedangkan responden berpendidikan
tinggi berjumlah 42 (38,2%). Pembagian pendidikan
ini didasarkan pada wajib belajar pemerintah 9 tahun,
bahwa pendidikan dasar 9 tahun diselenggarakan
selama 6 tahun di sekolah dasar dan 3 tahun di
SLTP.11 Tingkat pendidikan merupakan faktor yang
mendukung atau dapat dikatakan pendidikan
merupakan suatu strukur sosial yang mendukung
kebutuhan suami dalam pemanfaatan pelayanan
kesehatan dan dapat digunakan untuk
menggambarkan fakta bahwa tiap individu dengan
tingkat pendidikan berbeda mempunyai
kecenderungan dalam penggunaan pelayanan
kesehatan berbeda-beda pula.
Pada penelitian ini status sosial ekonomi
ditentukan berdasarkan indikator pengeluran per
bulan keluarga, dengan asumsi bahwa keluarga
dengan pengeluaran tinggi dianggap sebagai
keluarga status ekonomi tinggi dan sebaliknya.
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa total
pengeluaran perbulan berkisar antara Rp80.000,00
- Rp3.500.000,00, rata-rata pengeluaran (mean)
Rp667.4007.73, standar dev iasi (SD)
Rp556.7888.93.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
pekerjaan utama responden adalah PNS/TNI/POLRI,
swasta, pedagang, petani dan buruh. Jumlah
terbanyak adalah buruh yaitu 40(36%), paling sedikit
lain-lain 5(4,5%) yang meliputi tukang kayu, tukang
ojeg dan pekerja rentenir. Pekerjaan suami

Determinan Perilaku Suami, Sodikin, dkk.

merupakan suatu tolak ukur keberhasilan


pemanfaatan pelayanan kesehatan. Mereka yang
bekerja formal diasumsikan bekerja dalam suatu
lembaga resmi di luar tempat tinggal. dari lingkungan
kerja inilah mereka mendapatkan pengalaman yang
lebih luas, sehingga diperkirakan akan lebih mudah
menyesuaikan diri terhadap nilai-nilai baru yang
disampaikan. Ini berarti bahwa seseorang yang
bekerja pada ssektor formal (PNS/TNI/POLRI/
swasta) akan mendapatkan pengalaman atau
informasi dari lingkungannya, termasuk informasi
menganai tenaga penolong persalinan profesional
(tenaga kesehatan) sehingga orang tersebut akan
memilih tenaga kesehatan sebagai penolong
persalinan jika istrinya akan melahirkan.
Variabel dukungan sosial
Skor dukungan sosial untuk suami saat
menentukan pilihan penolong persalinan bagi istri
yang diperoleh dalam penelitian ini tertinggi adalah
63(57,3%) dan rendah 47(42,7%).
Variabel biaya persalinan
Respoden dari hasil penelitian ini melaporkan
bahwa biaya yang harus dikeluarkan dalam
persalinan anak terkecil berkisar antara
Rp100.000,00 - Rp800.000,00, standar deviasi
Rp1.125.696,00. Kemudian dari biaya yang
dikeluarkan diketahui 20(18,2%) berpendapat murah,
90(81,1%) menyatakan mahal.
Variabel pengetahuan
Dalam penelitian ini pengetahuan responden
dihitung berdasarkan jumlah jawaban yang benar
mereka dari pertanyaan mengenai persalinan dan
penolong persalinan meliputi yang boleh menolong
persalinan, tempat yang aman untuk bersalin, risiko
persalinan yang dapat menyebabkan kematian,
alasan dukun (non nakes) lebih berisiko, adan alasan
tenaga kesehatan (bidan, dokter umum, dokter
kebidanan) lebih menjamin keselamatan. Pada
pertanyaan persalinanan yang dilakukan oleh non
nakes (dukun) lebih memiliki risiko yang berdampak
fatal (kematian) jika jawaban responden tidak maka
jawabannya salah, jika menjawab persalinanan yang
dilakukan oleh nakes ( bidan, dokter umum, dokter
kebidanan) lebih menjamin keselamatan ibu dan bayi
dengan jawaban ya maka jawabannya benar.
Pada pertanyaan tempat yang aman untuk
persalinan, jika responden menjawab rumah sebagai

tempat yang aman dengan jawaban ya maka


jawaban tersebut salah, jika menjawab rumah
bersalin dan rumah sakit dengan jawaban ya maka
jawabannya benar. Berdasarkan jumlah jawaban
responden yang benar, maka yang termasuk kategori
berpengetahuan rendah 90(81,8%) dan
berpengetahuan tinggi 20(18,2%).
Variabel keyakinan
Penilaian keyakinan responden terhadap
penolong persalinan dalam penelitian ini, dihitung
dari jawaban sangat yakin, yakin, tidak yakin dan
sangat tidak yakin mereka atas 10 pertanyaan
mengenai keyakinan mereka terhadap masalah
persalinan dan penolong persalinan. Berdasarkan
hasil penelitian bahwa jawaban sangat yakin dan
yakin tertinggi pada pertanyaan mengenai bapak
yakin bahwa persalinan dapat mengancam jiwa ibu
dan bayi, bapak yakin bahwa terjadinya perdarahan
pada persalinan dapat menyebabkan kematian,
bapak yakin bahwa dengan adanya peralatan dan
obat-obatan yang lengkap pada tenaga kesehatan
(bidan, dokter umum, dokter kebidanan) maka
persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan lebih
terjamin. Jawaban sangat yakin dan yakin tertinggi
sebesar 103(93,6%) pada pernyataan dengan
pengetahuannya bidan dapat mengetahui tandatanda bahaya perslinan seperti partus macet
(kelahiran lama), perdarahan. Sedangkan proporsi
jawaban sangat yakin dan yakin terendah ada
pertanyaan apakah bapak yakin bahwa persalinan
yang ditolong oleh non nakes (dukun, keluarga) lebih
berisiko terjadinya perdarahan, infeksi bahkan
kematian, apakah bapak yakin bahwa keselamatan
ibu dan bayi tidak terjamin jika persalinan ditolong
oleh non nakes (dukun, keluarga) apakah bapak
percaya bahwa persalinan dirumah lebih berisiko
karena tidak bersih.
Variabel sikap
Pada penelitian ini sikap responden terhadap
penolong persalinan dihitung dari jumlah jawaban
sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak
setuju mereka atas 10 pertanyaan mengenai
penolong persalinan. Berdasarkan penelitian
terhadap 110 responden diketahui bahwa proporsi
jawaban sangat setuju dan setuju tertinggi sebesar
105 (95,5%) ada pada pertanyaan persalinan dapat
mengancam keselamatan ibu dan bayi , oleh sebab
itu tiap persalinan harus ditolong oleh tenaga

Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 1, Maret 2009

45

Berita Kedokteran Masyarakat


Vol. 25, No. 1, Maret 2009

kesehatan sedangkan proporsi jawaban sangat


setuju dan setuju terendah ada pada pertanyaan
mengenai bila istri sudah ada tanda-tanda akan
melahirkan, bapak tidak segera menghubungi tenaga
kesehatan (bidan, dokter umum, dokter kebidanan).
2.

Analisis bivariabel
Dari analisis karakteristik suami dengan pilihan
penolong persalinan hanya faktor pendidikan yang
signifikan terhadap pilihan penolong persalinan,
dimana diperoleh hasil uji statistk (OR=7,57 : CI 95%
2,11-27,15) dan p=<0,001. Hasil analisis bivariabel
hubungan antara determinan dukungan sosial dengan
perilaku suami dalam memilih penolong persalinan
diperoleh hasil uji statistik nilai p=0,072 (p 0,05).
Berarti tidak ada hubungan signifikan antara
determinan dukungan sosial dengan perilaku suami
dalam memilih penolong persalinan. Dari hasil analisis
bivariabel didapatkan adanya hubungan yang
signifikan antara biaya persalinan dengan pemilihan
penolong persalinan (OR=4,889 ; CI 95% 1,76113,574) dan p 0,05. Tinggi biaya persalinan yang
harus dibayar mempengaruhi kecenderungan
responden untuk memilih tenaga bukan kesehatan
biaya murah dibandingkan dengan tenaga bukan
kesehatan biaya mahal. Dari analisis antara
pengetahuan dengan pemilihan penolong persalinan,
diperoleh tidak ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan pemilihan penolong persalinan
(p=0,202). Hasil analisis keyakinan suami terhadap
perilaku suami memilih penolong persalinan bagi istri,
didapatkan ada hubungan signifikan antara keyakinan
suami terhadap perilaku suami memilih penolong
persalinan bagi istri (p= <0,001). Hasil analisis sikap
suami terhadap perilaku suami memilih penolong
persalinan bagi istri, tidak ada hubungan yang
signifikan antara sikap suami terhadap perilaku suami
memilih penolong persalinan bagi istri (p=0,121).
3.

Analisis Multivariabel
Analisis multivariat, dilakukan dengan regresi
logistik dengan tujuan untuk mengetahui hubungan
antara variabel bebas dengan variabel terikat secara
bersama sehingga diperoleh variabel-variabel yang
paling berperan (bermakna), pada tingkat
kepercayaan () = 0,05 dan Confidence Interval (95%
CI). Variabel pendidikan suami OR= 7,57 (95% CI:
2,11 27,15) biaya persalinan mempunyai
OR=6,77(95% CI: 2,06 -22,28) dan keyakinan suami

46

Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 1, Maret 2009

halaman 42 - 49

OR= 0,15 (95% CI: 0,04 0,55) . Biaya persalinan


yang mahal 6,7 kali akan meningkatkan pemilihan
penolong persalinan nakes dibandingkan dengan
biaya persalinan murah.
Tabel 1. Analisis multivariat determinan yang
mempengaruhi perilaku suami dalam memilih
penolong persalinan bagi istri
Penolong persalinan
Variabel
(0=Non nakes, 1=Nakes)
OR (95%CI)
p value
Pendidikan
<0,001*
Rendah
Tinggi
7,5
(2,1127,15)
Biaya persalinan
<0,001*
Murah
Mahal
6,77
(2,06 -22,28)
Sikap suami
0.121
Tidak setuju
Setuju
3,04
(0,72 -12,84)
Keyakinan suami
<0,001*
Tidak yakin
Yakin
0,15
(0,04 0,55)
Ket: Hasil berdasarkan data dari 110 responden n=110).
*Signifikan pada p<0.05.

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis multivariat dapat
dijelaskan bahwa dari berbagai variabel yang
dianalisis, variabel-variabel yang signifikan terhadap
determinan perilaku suami yang mempengaruhi
pemilihan penolong persalinan bagi istri meliputi
karakteristik suami hanya pendidikan suami yang
signifikan dengan OR= 7,57 (95% CI: 2,11-27,15),
variabel lain adalah biaya persalinan dengan
OR=6,77(95% CI: 2,06-22,28) terakhir variabel
keyakinan suami OR= 0,15 (95% CI: 0,04 -0,55) .
Dari odds ratio (OR) ditemukan bahwa
responden yang berpendidikan tinggi mempunyai
peluang 7,5 kali memilih tenaga kesehatan
dibandingkan dengan responden yang berpendidikan
rendah. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka
akan semakin baik pengetahuannya terhadap program kesehatan, sehingga ada kecenderungan
mereka memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
ada.11 Tingkat pendidikan dapat menjadi hambatan
dalam penyerapan informasi, pendidikan rendah
menyebabkan seseorang acuh tak acuh terhadap
masalah kesehatan, sehingga mereka tidak
mengenali bahaya yang mungkin terjadi, walaupun
sarananya ada mereka belum tentu mau
menggunakannya.

Determinan Perilaku Suami, Sodikin, dkk.

Biaya persalinan yang mahal 6,7 kali akan


meningkatkan pemilihan penolong persalinan nakes
dibandingkan dengan biaya persalinan murah. Beban
biaya berdampak negatif pada akses pelayanan
perawatan kesehatan yang lebih baik bagi kaum miskin
khususnya bagi kaum perempuan.12 Kemampuan
membayar keluarga rendah memiliki risiko lebih besar
untuk memilih penolong persalinan non nakes.13
Pendapatan rumah tangga pada akhirnya
merupakan sumber terbesar pembiayaan kesehatan.
Tingkat pengeluaran rumah tangga yang ada saat
ini sebagian merupakan akibat dari pola pelayanan
kesehatan pemerintah yang ada, dan adanya
keterbatasan untuk dapat menggunakan pelayanan
kesehatan pemerintah yang gratis ataupun murah
biaya khususnya untuk daerah pedesaan.
Masyarakat berpendapatan rendah cenderung
menunda penggunaan pelayanan kesehatan sampai
penyakitnya parah, sebagian mereka mempunyai
asumsi bahwa mereka berusaha menghindarkan
pembayaran yang tidak terjangkau. Lebih lanjut
pembayaran untuk kesehatan cenderung sangat
tergantung kepada pandangan hidup mereka
terhadap perlunya suatu kesehatan tertentu, serta
sejauh mana pemerintah dapat menyediakan
pelayanan masyarakatnya sesuai dengan yang
mereka perlukan. Penggunaan pelayanan kesehatan
tradisional lebih dapat dianggap sebagai cermin
kepercayaan masyarakat terhadap perawatan yang
dianggap sesuai oleh masyarakat tersebut, daripada
kemauan mereka membayar setiap jenis pelayanan
kesehatan yang disediakan.
Suami yang mendapat dukungan dari anggota
keluarga cenderung memilih bidan (tenaga
kesehatan) sebagai penolong persalinan bagi istrinya
dibandingkan dengan responden yang tidak
mendapatkan dukungan.14 Dukungan sosial dan
hubungan sosial yang baik akan memberikan
sumbangan penting bagi kesehatan.15 Dukungan
sosial membantu dalam pemenuhan sumber-sumber
emosional dan praktis seseorang. 16 Adanya
dukungan jaringan sosial dalam berkomunikasi dan
hubungan saling menguntungkan akan membuat
seseorang merasa diperhatikan, dicintai, berharga
dan bernilai. Dukungan sosial memiliki efek
perlindungan yang luar biasa terhadap kesehatan.
Hubungan yang saling mendukung kemungkinan
akan memberikan dorongan bagi terbentuknya polapola perilaku yang lebih sehat.

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil


penelitian sebelumnya. Hal ini dimungkinkan karena
faktor sosial dan budaya yang berlaku di suatu
wilayah memang berbeda satu dengan lainnya.
Dukungan yang hanya bersifat emosional sangat
mungkin tidak cukup menguatkan dibandingkan
dukungan finansial yang bersifat langsung. Adanya
pergeseran nilai di tengah-tengah masyarakat yang
lebih mementingkan diri daripada kebersamaan juga
berpengaruh terhadap tidak bermaknanya dukungan
sosial. Oleh karena itu pada penelitian ini ada
kecenderungan dan kemungkinan responden
beranggapan pemilihan penolong persalinan adalah
masalah pribadi suami dan istri.
Dalam penelitian ini pengetahuan suami tidak
mempunyai hubungan yang bermakna terhadap
pemilihan penolong persalinan bagi istri dengan nilai
p0,05 (p=0,072). Namun demikian, hasil penelitian
ini sejalan dengan kesimpulan yang menegaskan
bahwa ayah di perkotaan dan yang berpendidikan
lebih tingggi sangat cenderung membicarakan
berbagai aspek persalinan dengan seseorang
daripada ayah di pedesaan atau yang tidak sekolah
atau yang berpendidikan lebih rendah.17 Tidak
signifikannya variabel pengetahuan dapat berkaitan
dengan distribusi responden yang homogen di mana
sebagian besar berpendidikan rendah. Lebih dari
separuh atau 68 responden (61,8%) berpindidikan
SLTP, SD dan tidak tamat sekolah. Pendidikan yang
rendah menyebabkan seseorang acuh tak acuh
terhadap program kesehatan, sehingga mereka tidak
mengenal bahaya yang mungkin terjadi. Semakin
baik tingkat pengetahuan responden, maka semakin
baik pula sikap responden dalam upaya
penanggulangan KEK pada ibu hamil.18 Tingkat
pendidikan tinggi seseorang signififan terhadap
peningkatan pemanfaatan pelayanan pada tenaga
kesehatan, dalam hal ini adalah tingkat pendidikan
pasangan suami istri, terutama pendidikan suami.19
Pemanfaatan pelayanan tenaga kesehatan ibu untuk
melahirkan lebih banyak dari ibu pendidikan yang
lebih tinggi.19
Dari hasil uji statistik diperoleh hasil ada
hubungan bermakna antara keyakinan dengan pilihan
penolong persalinan oleh suami bagi istri. Keyakinan
terhadap kesehatan (health belief) dapat digolongkan
sebagai salah satu dari faktor predisposing, yaitu
faktor yang menggambarkan ciri perseorangan yang
sudah ada sebelum seseorang itu sakit yang

Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 1, Maret 2009

47

Berita Kedokteran Masyarakat


Vol. 25, No. 1, Maret 2009

memberikan variasi dalam memanfaatkan pelayanan


kesehatan. Namun kalau kita menggunakan teori
Rosenstock keyakinan, terutama berkaitan dengan
persepsi tentang status kesehatannya, dapat
mewakili kebutuhan (need) akan pelayanan
kesehatan.20 Tidak bermaknanya hubungan antara
keyakinan terhadap pemilihan penolong persalinan
jika dikaitkan dengan teori Rosenstock tersebut
sangat mungkin disebabkan oleh persepsi yang
berbeda-beda pada setiap orang, sehingga ada
responden yang beranggapan istrinya lebih aman
dan terjamin keselamatannya apabila melahirkan
dibantu tenaga profesional (nakes) dan sebaliknya
ada yang cenderung memilih dukun bayi.
Suami yang memiliki sikap yang baik terhadap
penolong persalinan tenaga kesehatan cenderung
untuk memilih tenaga kesehatan (bidan) sebagai
penolong persalinan. Namun dalam penelitian ini
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap
responden dengann pemilihan penolong persalinan
(p0,05). Hal ini sama dengan hasil penelitian yang
menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara sikap responden pemilihan
penolong persalinan di rumah atau dengan kata lain
sikap tidak berhubungan dengan pemilihan penolong
persalinan.21
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian
sebelumnya, yang menyebutkan bahwa sikap
merupakan salah satu variabel penentu dalam
pemilihan penolong persalinan.22 Perbedaan dengan
penelitian ini diduga karena kurangnya anjuran
terhadap responden tentang pemilihan penolong
persalinan dengan tenaga kesehatan dan kurangnya
informasi tentang tanda-tanda bahaya persalinan.
Sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak
menentukan bagaimana individu bertindak, akan
tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali berbeda.23
Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya
ditentukan oleh sikap semata, akan tetapi oleh
berbagai faktor eksternal lainnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Biaya persalinan yang signifikan dengan
pemilihan penolong persalinan bagi istri. Biaya
persalinan merupakan f aktor utama dalam
menentukan pemilihan penolong persalinan oleh
suami bagi istri. Suami lebih berpeluang lebih besar
memilih penolong persalinan tenaga bukan
kesehatan dengan biaya lebih murah. Karakteristik
suami terlihat bahwa pendidikan berhubungan secara

48

Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 1, Maret 2009

halaman 42 - 49

signifikan terhadap pemilihan penolong persalinan


dari istri. Sedangkan faktor yang tidak berhubungan
dengan pemilihan penolong persalinan oleh suami
bagi istri antara lain dukungan sosial, pengetahuan
dan sikap.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan cakupan persalinan oleh tenaga
kesehatan adalah menurunkan biaya persalinan
dengan pertolongan tenaga kesehatan (bidan) sesuai
dengan batas kemampuan masyarakat. Upaya lain
yang dapat dijalankan adalah mengaktifkan tabungan
ibu bersalin (tabulin) dan pemerataan cakupan Program Jaring Perlindungan Sosial Bidang Kesehatan
(JPS-BK) atau Jaminan Kesehatan Masyarakat
(JPKM) untuk membantu keluarga ibu hamil, ibu
bersalin dari keluarga miskin agar dapat
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang memadai
dan terjangkau dengan penjelasan cara
mendapatkan hak-hak mereka. Perlunya melibatkan
suami dalam pelayanan antenatal mengenai bahaya
dan komplikasi yang mungkin terjadi saat hamil atau
melahirkan dan bagaimana tindakan yang harus
diambil. Sehingga keyakinan dan sikap yang mereka
miliki makin bertambah, dan pada akhirnya memilih
tenaga kesehatan dibandingkan dukun. Hal ini
menjadi sangat penting bila ibu hamil dengan
kelainan-kelainan, dengan penekanan agar tiap
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan.
Kepada peneliti lain disarankan agar meneliti
dengan subyek yang lebih besar dan melibatkan
variabel-variabel lain yang mempengaruhi pilihan
penolong persalinan oleh suami, serta perlu dilakukan
penelitian lebih lebih mendalam terutama pada
variabel yang tidak bermakna secara statistik dalam
penelitian ini.
UCAPAN TERIMA KASIH
1. dr.Ova Emilia, M.Med.Sp.OG. Sekretaris &
Manajemen Magister Kesehatan Ibu dan Anak
Kesehatan Reproduksi FK UGM, Yogyakarta.
Dosen Pembimbing Materi. Atas segala
bantuan, bimbingan dan tuntunanya sampai
selesainya tesis ini.
2. Prof .Drs.Koentjoro, MBSc.PhD. Dosen
Pembimbing Materi. Atas segala bantuan,
bimbingan dan tuntunanya sampai selesainya
tesis ini.
3. Ns.Asiandi, S.Kep, MSC. Terima kasih atas
semua dukungan serta bantuan yang diberikan.

Determinan Perilaku Suami, Sodikin, dkk.

4.

Bapak, Ibu, Kakak, Keponakan; Istri dan Anak


tercinta terima kasih sedalam-dalamnya atas
dukungan, doa, pengorbanan, dan segalanya.
14.

KEPUSTAKAAN
1. Depkes. Indonesia Sehat 2010 visi baru, misi,
kebijakan dan strategi pembangunan
kesehatan. Depkes RI. Jakarta, 1999.
2. Tinker A. Safe Motherhood as an economic and
sicial Investment. presentation at Safe Motherhood Technical Consultation in Sri Lanka 18-23
October 1997. 1997.
3. WHO. A joint statement by WHO, ICM, and
FIGO. Making Pregnancy Safer; the critical role
of the skilled attendant. 2004. Retrieved November 13, 2006 from http://www.who.int/reproductiv e-health/pubications/2004/
skilled_attendant.pdf
4. Tim Kajian AKI-AKA Depkes RI. Kajian Kematian
ibu dan anak di Indonesia. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Depkes RI. 2004.
5. Depkes. Rencana strategis nasional making
pregnancy safer (MPS) di Indonesia 2001-2010.
Depkes RI. Jakarta, 2001
6. Andayani B. & Koentjoro. Psikologi keluarga,
peran ayah menuju coparenting. Yogyakarta:
Citramedia, Yogyakarta. 2004.
7. Bappenas. Indonesia: Laporan perkembangan
pencapaian tujuan Pembangunan Milenium
(Millennium
Dev elopment
Goals),
Bappenas.Jakarta, 2004.
8. Dinkes Kabupaten Banyumas.. Laporan seksi
KIA Dinkes Kabupaten Banyumas. Banyumas:
Kantor Dinkes Kabupaten Banyumas. 2004.
9. Puskesmas Kecamatan Pekuncen. Laporan
Tahunan Puskesmas Kecamatan Pekuncen,
Kabupaten Banyumas. 2002.
10. Gordis L. Epidemiology (2nd ed.). W.B Saunders
Company. Philadelphia, 2000.
11. Depdikbud. Program W ajib Belajar 9
Tahun.1994.
12. Martaadisoebrata D, Obstetri Sosial, Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Bandung, Bandung.
1982.
13. Manueke I. Hubungan Kemampuan Membayar
Keluarga dengan Pemanfaatan Penolong

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

Persalinan di Indonesia (Analisis Data Susenas


Kor 2001). Tesis S-2, Program Pascasarjana
UGM, Yogyakarta. 2005.
Sudijo. Survei Cepat tentang Pemeriksaan
Kehamilan dan Persalinan di Kabupaten
Sampang, Jawa Timur, Majalah Kesehatan
Masyarakat.1998;6(3):51-8.
Heriyanto. Faktor-f aktor suami yang
berhubungan dengan pilihan penolong persalinan
bagi istrinya di wilayah Puskesmas Madukoro
Kabupaten Lampung Utara Tahun 2004. Skripsi
S-1, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. 2004.
WHO. Social determinants of health: The Solid
Facts (2nd ed.). WHO Regional Office for Europe. Copenhagen, 2003.
Ratnaningsih N, Auliana R. Peran Suami dalam
Upaya Penanggulangan Kekurangan Energi
Kronis (KEK) Ibu Hamil, Berita Kedokteran
Masyarakat. 2004;XX:65-72.
Stewart SD. Economic and Personal Factors
Affrcting Womens Use of Nurse Midwives in
Michugan, Family Planning Perspectives.
1998;30(5)September Oktober.
Bolam A, Manandhar D, S, Shersta P, Ellis M,
Castello AM. Factor Affecting Home Delivery in
the Kathmandu Valley, Nepal, Journal Helath
Policy and Planning 1998;13(2):152-8.
Badan Pusat Statistik (BPS) dan ORC Macro,
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
2002-2003, ORC Macro. Calverton, Marylany,
USA,2003.
Hakimi M. Determinan Pemilihan Penolong dan
Tempat Pertolongan Persalinan di Kabupaten
Purworejo, Lembaga Penelitian Universitas
Gadjah Mada, Yogakarta. 1999.
Prawira A, Determinan Pemilihan Penolong
Peralinan di Rumah di Kabupaten Purworejo
Jawa Tengah. Tesis S-2, Program Pascasarjana
UGM, Yogyakarta.2000.
Wijayanti PM, Determinan Pemilihan Penolong
dan Tempat Pertolongan Persalinan di
Kabupaten Purworejo. Tesis S-2, Program
Pascasarjana UGM, Yogyakarta.1999.
Azwar S, (Sikap Manusia Teori dan
Pengukurannya,
Pustaka
Pelajar,
Yogyakarta.1995.

Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 1, Maret 2009

49

You might also like