Pemanfaatan Program Gizi Di Posyandu Dan PDF

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 89

PEMANFAATAN PROGRAM GIZI DI POSYANDU

DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


STATUS GIZI IBU MENYUSUI DAN BAYINYA

ELY WALIMAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
ABSTRACT

ELY WALIMAH. Utilization of Nutritional Program In Posyandu and


Determinant Factors Breast-Feeding Mothers Nutritional Status and Their
Infants Nutritional Status. Under Direction of HADI RIYADI and DADANG
SUKANDAR.

Human quality is characterized with strong physic, powerful mental,


optimal health and able to adapt knowledge and technology easily. One of
indicator to measure the human quality is Human Development Indeks (HDI).
Three main factor of HDI indicators are education, health and economic. Those
factors related to community nutritional status. Malnutrition will cause physic,
mental and intelligence growth failure, low productivity and increasing diseases
and deaths. Malnutrition occurs as a result of economic crisis that happenned
recently and also caused by the social institution that exist in social issues are not
function any longer. One of the social institution is Posyandu (Health and
Nutrition Integrated Services Center). Posyandu was not running optimally this
recently. The general purpose of the research to get informations about utilization
of nutritional program at posyandu and also some factors that related to nutritional
status of breast-feeding mothers and their infants.
The research design was using a cross sectional study. Design population
in this research are breast-feeding mothers and their infants from each posyandu
under responsibility of Puskesmas Ciranjang area and Puskesmas Karang Tengah
area. The total number of samples are 100 breast-feeding mothers and 100 their
infants. Sample were taken by using a simple random sampling method. Data
were taken by interview breast-feeding mothers and measured breast-feeding
mothers body mass indeks and their infants. Data were analyzed by multiple
regression linear model.
The multiple regression linear model results, there were relation between
utilization of nutritional program in posyandu with breast-feeding mothers
(p value = 0.001), there were relation between utilization of nutritional program
in posyandu with infant nutritional status with used index weight for length (p-
value = 0.001). Knowledge of nutrition, vitamin B1 (thiamin), vitamin C, vitamin
A have positive significant on breast-feeding mothers (P<0.05). Household
income, fosfor, Vitamin C, protein have positive significant on infant nutritional
status with index weight for length (P<0.05). Household income, fosfor, Vitamin
C, vitamin A have positive significant on infant nutritional status with index
length for age and weight for age (P<0.05).

Keywords : Posyandu, Infant, Breast-feeding Mothers and Nutritional Status.


RINGKASAN

ELY WALIMAH. Pemanfaatan Program Gizi di Posyandu dan Faktor-


Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Menyusui dan Bayinya.
Dibimbing oleh HADI RIYADI dan DADANG SUKANDAR.

Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang
tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima dan menguasai ilmu
pengetahuan serta teknologi. Salah satu indikator untuk mengukur tinggi
rendahnya kualitas SDM adalah Indeks Pembangunan Manusia (Human
Development Indeks atau HDI). Tiga faktor utama penentu HDI adalah
pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Ketiga faktor tersebut erat kaitannya dengan
status gizi masyarakat. Kurang gizi akan mengakibatkan kegagalan pertumbuhan
fisik, perkembangan mental dan kecerdasan, menurunkan produktivitas,
meningkatkan kesakitan dan kematian.
Kurang gizi selain terjadi karena kondisi saat ini sedang krisis dapat juga
ditimbulkan karena berbagai lembaga sosial yang ada tidak difungsikan kembali.
Salah satu lembaga sosial adalah posyandu dan lembaga ini kelihatan tidak
berfungsi secara optimal. Secara umum penelitian ini bertujuan menggali
informasi mengenai pemanfaatan program gizi di posyandu dan menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui serta bayinya sebagai
pengguna posyandu. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
hubungan pemanfaatan program gizi di posyandu dengan status gizi ibu
menyusui dan bayinya, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
ibu menyusui dan bayinya.
Rancangan penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study.
Populasi yang diambil adalah seluruh ibu menyusui dan bayinya dari setiap
posyandu yang berada di wilayah kerja Puskesmas Ciranjang dan Karang Tengah.
Jumlah sampel yang diambil sebanyak 100 orang ibu menyusui dan 100 bayinya
dengan menggunakan metode acak sederhana. Jenis data yang dikumpulkan
meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara
wawancara langsung dengan responden.
Karakteristik bayi meliputi umur dan jenis kelamin. Data status gizi bayi
0-11 bulan diperoleh dengan cara pengukuran antropometri yang meliputi berat
badan dan panjang badan. Berat badan bayi diukur dengan menggunakan
timbangan injak digital merek ”easttech” dengan ketelitian 0.1 kg. Teknik
pengukuran berat badan bayi yaitu bayi digendong oleh ibunya sehingga diketahui
berat badan bayi dan ibunya kemudian dikurangi berat badan ibu yang
sebelumnya sudah diketahui untuk memperoleh berat badan bayi. Data
karakteristik ibu meliputi umur, pendidikan ibu dan pekerjaan. Data status gizi ibu
diperoleh dengan cara pengukuran antropometri berdasarkan berat badan dan
tinggi badan. Pengukuran berat badan dengan cara menimbangan langsung ibu
menyusui menggunakan alat ukur timbangan injak digital merek ”easttech”
dengan ketelitian 0.1 kg. Pengukuran tinggi badan dengan menggunakan
microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Data konsumsi pangan ibu menyusui dan
bayinya dikumpulkan melalui metode recall 2 x 24 jam.
Data pengetahuan gizi ibu diperoleh dengan mengajukan 10 pertanyaan
tentang zat gizi dan fungsinya, persepsi ibu tentang program gizi diperoleh dengan
mengajukan 10 pertanyaan yang meliputi proses pelaksanaan program posyandu,
dan pelayanan program gizi diperoleh dengan mengajukan 9 pertanyaan meliputi
cakupan pelaksanaan program posyandu yang diperoleh oleh ibu menyusui dan
bayinya. Data akses pelayanan program gizi diperoleh dengan mengajukan
pertanyaan mengenai jarak rumah dengan tempat pelayanan program gizi serta
keterjangkauan transportasi.
Berdasarkan hasil analisis korelasi pearson pada α = 0.01 diketahui bahwa
faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi ibu adalah tingkat kecukupan
protein, tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat
kecukupan B1 (tiamin), tingkat kecukupan kalsium, tingkat kecukupan fosfor,
tingkat kecukupan zat besi, sedangkan dari hasil analisis regresi linear berganda
pada α = 0.05 dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan B1 (tiamin), tingkat
kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan vitamin A, pemanfaatan program gizi di
posyandu dan pengetahuan gizi ibu berpengaruh positif terhadap status gizi ibu
menyusui.
Berdasarkan hasil analisis korelasi pearson pada α = 0.01 diketahui bahwa
faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi bayi adalah tingkat kecukupan
protein, tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat
kecukupan vitamin B1 (tiamin), tingkat kecukupan kalsium, tingkat kecukupan
fosfor dan tingkat kecukupan besi, sedangkan dari hasil analisis regresi linear
berganda pada α = 0.05 dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan protein, tingkat
kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan fosfor, pemanfaatan program gizi di
posyandu dan pendapatan keluarga berpengaruh positif terhadap status gizi bayi
menurut indeks BB/PB . Tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan
vitamin C, tingkat kecukupan fosfor dan pendapatan keluarga berpengaruh positif
terhadap status gizi bayi menurut indeks PB/U dan BB/U

Keywords : Posyandu, Bayi, Ibu Menyusui dan Status Gizi.


PEMANFAATAN PROGRAM GIZI DI POSYANDU
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
STATUS GIZI IBU MENYUSUI DAN BAYINYA

ELY WALIMAH

TESIS
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Judul Tesis : Pemanfaatan Program Gizi di Posyandu dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Status Gizi Ibu Menyusui dan Bayinya
Nama : Ely Walimah
NIM : A 551050011

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Hadi Riyadi, MS Dr. Ir. Dadang Sukandar, MSc


Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Gizi Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana


dan Sumberdaya Keluarga

Prof.Dr.Ir. Ali Khomsan, MS Prof. Dr.Ir. Khairil A.Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 20 Agustus 2007 Tanggal Lulus : 31 Agustus 2007


“Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang khusyu”
(Q.S. Al-Baqoroh :45)

Kepersembahkan karya ilmiah ini teruntuk :


Keluarga dan semua keponakanku, suami dan bayiku tercinta
PRAKATA

Sujud syukur sudah sepantasnya penulis abdikan pada Dzat Yang Maha
Tunggal, Maha Agung, Maha Sempurna, Allah Azza Wa Jalla, sebagai wujud rasa
syukur seorang hamba atas Qudroh dan Irodah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini. Setelah melalui proses yang cukup panjang,
dengan segala “cobaan” yang menerpa, alhamdulillah, penulis dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul : “Pemanfaatan Program Gizi di
Posyandu dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Menyusui dan
Bayinya”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS dan
Bapak Dr. Ir. Dadang Sukandar, MSc selaku pembimbing serta Bapak
Prof.Dr.Ir.Ali Khomsan, MS sebagai ketua tim penelitian payung dengan judul
Studi Implementasi Program Gizi : Pemanfaatan oleh Rumah Tangga,
Keterjangkauan, Effectivitas dan Dampak terhadap Status Gizi di Daerah Miskin
yang bekerjasama dengan Neysvan Hoogstraten Foundation (NHF) The
Netherlands. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman
enumerator atas segala bantuan dan kerjasamanya.
Akhirul kalam semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan
masyarakat pembaca pada umumnya.

Bogor, Agustus 2007


Ely walimah
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 1 April 1980 sebagai anak


ke-empat dari empat bersaudara dari pasangan Engkos Teteng Kosasih (alm) dan
Cucu Jumirah. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Kesehatan
Masyarakat Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Universitas
Muhammadiyah Jakarta, lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2005 penulis diterima
di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga pada Program
Pascasarjana IPB. Penulis bekerja sebagai dosen tetap di Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) sejak tahun 2003. Penulis
juga pernah menjabat sebagai sekretaris Temu Kaji Ilmiah Dosen (TEKAD) dan
editor pelaksana Jurnal SAIN Universitas Muhammadiyah Maluku Utara dari
tahun 2003-2005.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii


DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Posyandu di Indonesia ................................................. 5
Pelayanan Posyandu ............................................................................. 6
Revitalisasi Posyandu ........................................................................... 8
Pelayanan Dasar Gizi ........................................................................... 9
Status gizi & Pengukurannya ............................................................... 11
Faktor-faktor yang mempengaruhi Status Gizi .................................... 15
Pendapatan ........................................................................................... 17
Pendidikan dan Pengetahuan Ibu ......................................................... 17
Zat Gizi, Vitamin dan Mineral ............................................................ 18

KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS


Kerangka Pemikiran ............................................................................. 24
Hipotesis .............................................................................................. 25
Kerangka Konsep ................................................................................ 26

METODE PENELITIAN
Disain dan Tempat Penelitian ............................................................ 27
Teknik Penarikan Contoh .................................................................. 27
Jenis dan Cara Pengumpulan Data .................................................... 30
Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 31
Batasan Operasional .......................................................................... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN


Keadaaan Umum Daerah Penelitian ................................................. 38
Karakteristik Keluarga........................................................................ 40
Karakteristik Bayi............................................................................... 42
Pengeluaran Pangan........................................................................... 41
Persepsi Ibu tentang Program Gizi .................................................... 44
Pengetahuan Gizi Ibu ........................................................................ 45
Pemanfaatan Pelayanan Gizi ............................................................. 47
Pelayanan Program Posyandu............................................................ 48
Akses Pelayanan Program Gizi ........................................................ 49
Rata-Rata Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Konsumsi
Ibu Menyusui................... ................................................................. 50
Rata-Rata Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Konsumsi
Bayi ................................................................................................... 52
Status Gizi Ibu ................................................................................ 54
Status Gizi Bayi .............................................................................. 55
Hubungan Pemanfaatan dengan Status Gizi Ibu dan Bayi ............. 57
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu dan Bayi ....... 58

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 69


LAMPIRAN ............................................................................................... 74
DAFTAR TABEL

Halaman

1 Sebaran populasi dan sample di Kecamatan Ciranjang .............................. 28


2 Sebaran populasi dan sample di Kecamatan Karang Tengah...................... 28
3 Sebaran karakteristik keluarga menurut pendidikan,umur
dan pekerjaan............................................................................................... 40
4 Sebaran keluarga menurut pendapatan Rp/kapita/bln ................................ 41
5 Sebaran bayi menurut jenis kelamin............................................................ 43
6 Sebaran karakteritik keluarga menurut pengeluaran pangan....................... 43
7 Sebaran karakteritik rumah tangga menurut pengeluaran pangan,
dan status ekonomi keluarga ...................................................................... 43
8 Sebaran ibu menurut persepsi terhadap program posyandu ....................... 45
9 Sebaran ibu menurut pengetahuan gizi ....................................................... 45
10 Sebaran ibu menurut jawaban benar dan salah dari pertanyaan
tentang pengetahuan gizi ............................................................................ 46
11 Sebaran ibu menurut pemanfaatan program gizi ........................................ 47
12 Sebaran ibu menurut pelayanan program posyandu .................................. 49
13 Sebaran ibu menurut akses pelayanan program gizi di posyandu ............. 49
14 Statistik konsumsi dan tingkat kecukupan konsumsi ibu ......................... 50
15 Sebaran ibu menurut tingkat kecukupan zat gizi ...................................... 52
16 Statistik konsumsi dan tingkat kecukupan konsumsi bayi........................ 50
17 Sebaran bayi menurut tingkat kecukupan zat gizi .................................... 52
18 Sebaran ibu menurut status gizi ................................................................ 55
19 Sebaran status gizi bayi menurut indeks BB/PB, PB/U, BB/U ............... 56
20 Variabel yang bermakna pada α=0.01 berdasarkan hasil analisis
korelasi pearson ....................................................................................... 58
21 Variabel yang bermakna pada α=0.05 berdasarkan hasil analisis
regresi linear berganda ........................................................................... 59
22 Variabel yang bermakna pada α=0.05 berdasarkan hasil analisis
regresi linear berganda ........................................................................... 60
23 Variabel yang bermakna pada α=0.01 berdasarkan hasil analisis
korelasi pearson ....................................................................................... 61
24 Variabel yang bermakna pada α=0.05 berdasarkan hasil analisis
regresi linear berganda ........................................................................... 62
25 Variabel yang bermakna pada α=0.05 berdasarkan hasil analisis
regresi linear berganda ........................................................................... 64
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Metode Penelitian Status Gizi ...................................................................... 15


2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita ................................ 16
3 Hubungan antara Pendidikan dan Status Gizi ............................................. 18
4 Kerangka Konsep ......................................................................................... 26
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Variabel yang pada alpha 0.05 berdasarkan hasil analisis regresi


linier berganda........................................................................................... 74
2 Variabel yang pada alpha 0.05 berdasarkan hasil analisis
korelasi pearson ......................................................................................... 75
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan suatu bangsa pada hakekatnya adalah suatu upaya


pemerintah bersama masyarakat untuk mensejahterakan bangsa. Salah satu faktor
penentu keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa adalah tersedianya
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Sumber daya manusia (SDM)
yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan
yang prima dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi. Salah satu indikator
untuk mengukur tinggi rendahnya kualitas SDM adalah Indeks Pembangunan
Manusia (Human Development Indeks atau HDI). Tiga faktor utama penentu HDI
yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Ketiga faktor tersebut erat kaitannya
dengan status gizi masyarakat. Kurang gizi berdampak pada penurunan kualitas
SDM. Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) maka pembangunan
sumber daya manusia Indonesia belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Pada tahun 2003, IPM Indonesia menempati urutan ke 112 dari 174 negara. Pada
tahun 2004, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menempati peringkat
111 dari 177 negara. Pada tahun 2006, Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indonesia menempati peringkat 108 dari 177 negara (UNDP 2003, 2004, 2006).
Kurang gizi akan mengakibatkan kegagalan pertumbuhan fisik,
perkembangan mental dan kecerdasan, menurunkan produktivitas, meningkatkan
kesakitan dan kematian (Azwar 2004). Status gizi masyarakat dipengaruhi oleh
banyak faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks. Di tingkat rumah
tangga status gizi dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga menyediakan
pangan yang cukup baik kuantitas maupun kualitasnya, asuhan gizi ibu dan anak
dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan perilaku serta keadaan kesehatan anggota
rumah tangga. Berdasarkan hal tersebut terlihat eratnya hubungan antara
ketahanan pangan dan perbaikan gizi masyarakat sehingga menjadi komitmen
global. Melalui international conference on nutrition 1992 hingga world food
summit 2002, menegaskan komitmen masing-masing negara termasuk Indonesia
untuk melanjutkan upaya peningkatan ketahanan pangan, menghapuskan
kelaparan dan kekurangan gizi (Azwar 2004).
Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) mempengaruhi
peningkatan dari status gizi masyarakatnya. Status gizi merupakan salah satu
faktor penyebab dari kualitas hidup manusia. Perbaikan gizi merupakan syarat
utama dalam perbaikan kesehatan ibu hamil, menurunkan angka kematian bayi
dan balita. Menurut kepala Dinas Kesehatan Cianjur bahwa sebesar 12.6% dari
jumlah total 167.019 balita di Kabupaten Cianjur menderita gizi kurang dan 1.4%
menderita gizi buruk. Kondisi ini diantaranya disebabkan karena faktor ekonomi
(Abdul 2005).
Upaya pemerintah dalam meningkatkan gizi di Indonesia sudah berjalan
semenjak 30 tahun dan masih berfokus pada masalah gizi utama yaitu
Kekurangan Energi dan Protein (KEP), defisiensi vitamin A, anemia zat besi dan
defisiensi iodium. Menurut Soekirman (1998) bahwa kurang gizi selain terjadi
karena kondisi saat ini sedang krisis dapat juga ditimbulkan karena berbagai
lembaga sosial yang ada tidak berfungsi secara optimal. Salah satu dari lembaga
sosial adalah posyandu dan lembaga ini kelihatan tidak berfungsi secara optimal.
Menurut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor :
411.3/1116/SJ tanggal 13 Juni 2001 tentang Pedoman Umum Revitalisasi
Posyandu bahwa posyandu harus mampu dalam upaya pemenuhan kebutuhan
kesehatan dasar dan peningkatan status gizi masyarakat serta posyandu harus
mampu berperan sebagai wadah pelayanan kesehatan dasar berbasis masyarakat.
Bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui merupakan golongan rawan terhadap
masalah kekurangan gizi. Oleh sebab itu bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui
menjadi sasaran dalam kegiatan posyandu. Secara umum revitalisasi posyandu
bertujuan meningkatkan fungsi dan kinerja Posyandu sehingga bisa memenuhi
kebutuhan tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan dan mampu
meningkatkan atau mempertahankan status gizi serta derajat kesehatan ibu dan
anak.
Tujuan dari program pemerintah dalam meningkatkan status gizi
masyarakat adalah meningkatkan intelegensi dan kinerja seseorang sehingga bisa
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tujuan lainnya adalah menurunkan
angka penyakit yang disebabkan kekurangan zat gizi (KEP, defisiensi vitamin A,
anemia zat besi dan defisiensi iodium). Program gizi mendukung dalam
peningkatan status gizi masyarakat pada umumnya melalui peningkatan pola
konsumsi pangan beragam, seimbang dan berkualitas (Atmarita & Fallah 2004).
Pelaksanaan program gizi pada tatanan masyarakat dilaksanakan melalui
posyandu.
Posyandu yang didirikan sejak tahun 1986 merupakan wadah masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara terpadu dalam berbagai sektor,
oleh karena itu posyandu yang telah ada secara tidak langsung dapat membantu
mengatasi masalah dari dampak krisis ekonomi yang melanda negara khususnya
dalam bidang kesehatan ibu dan anak yang termasuk kelompok rawan gizi dan
sangat perlu diperhatikan. Posyandu yang merupakan penyelenggarakan
pelayanan program gizi yang paling “dekat” dengan masyarakat sehingga apabila
fungsi dan kinerjanya baik kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat, secara tidak
langsung mampu mengatasi masalah gizi yang terjadi selama ini. Secara umum
pelaksanaan program gizi telah mengurangi penyakit akibat zat gizi (Kodyat et al
1998).
Dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk menggali bagaimana
pelaksanaan program gizi di tingkat posyandu wilayah Kecamatan Ciranjang dan
Karang Tengah Kabupaten Cianjur serta melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi ibu menyusui dan bayinya yang termasuk kelompok
rawan gizi. Berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur
bahwa wilayah Kecamatan Ciranjang dan Karang tengah merupakan 2 wilayah
yang paling banyak pelaksanaan program gizi dibandingkan dengan wilayah
kecamatan lainnya yang berada di kabupaten Cianjur.
Tujuan Penelitian

Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis pemanfaatan program
gizi di posyandu dan berbagai faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui
dan bayinya sebagai pengguna posyandu di Kecamatan Ciranjang dan Karang
Tengah Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat.

Tujuan Khusus
Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga, konsumsi makan, pelayanan program
gizi, akses pelayanan program gizi, pemanfaatan program gizi, pengeluaran
pangan, persepsi program gizi, pengetahuan gizi dan status gizi ibu menyusui
dan bayinya.
2. Menganalisis hubungan pemanfaatan program gizi dengan status gizi ibu
menyusui dan bayinya.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui dan
bayinya.

Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau informasi
tentang kegiatan program gizi di posyandu sehingga bisa memberikan masukan
bagi para penentu kebijakan dalam menentukan pelaksanaan program gizi yang
lebih efektif dan tepat sasaran.
TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Posyandu di Indonesia

Upaya perbaikan gizi di Indonesia telah dirintis sejak tahun 1950-an yang
dimulai dengan pembentukan panitia perbaikan makanan rakyat di Jawa Tengah.
Pada tahun yang hampir bersamaan dilaksanakan kegiatan serupa di berbagai
negara lain. FAO dan WHO merumuskan suatu program yang dinamakan Applied
Nutrition Program (ANP) yaitu upaya yang bersifat edukatif untuk meningkatkan
gizi rakyat terutama golongan rawan gizi dengan peran serta masyarakat setempat
dengan dukungan dari berbagai instansi secara terkordinasi.
Tahun 1969 melalui pertemuan berbagai instansi dilahirkan nama UPGK
dengan menggunakan konsep ANP (Applied Nutrition Program) dari FAO-WHO.
Dalam perkembangannya pada tahun 1984 dicanangkan oleh masyarakat dengan
bantuan alat dan tenaga khusus dari pemerintah. Posyandu merupakan salah satu
bentuk Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). PKMD merupakan
suatu pendekatan yang kekuatannya terletak pada pelayanan kesehatan dasar,
kerjasama lintas sektoral dan peran serta msyarakat.
Tujuan dari Posyandu adalah:
1) Mempercepat penurunan angka kematian bayi dan anak balita serta penurunan
angka kelahiran.
2) Mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera
(NKKBS).
3) Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan
kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai dengan
kebutuhan (Depkes 1986,1997).

Posyandu digolongkan menjadi 4 tingkatan yaitu :


1. Posyandu tingkat pratama adalah posyandu yang masih belum optimal
kegiatannya dan belum bisa melaksanakan kegiatan rutinnya tiap bulan dan
kader aktifnya masih terbatas.
2. Posyandu tingkat madya adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader 5 atau
lebih, tetapi cakupan program utamanya (KB,KIA,GIZI dan Imunisasi)
masih rendah yaitu kurang dari 50%. Kelestarian dari kegiatan posyandu ini
sudah baik tetapi masih rendah cakupannya.
3. Posyandu tingkat purnama adalah posyandu yang frekuensi pelaksanaannya
lebih dari 8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader yang bertugas 5 orang atau
lebih, cakupan program utamanya (KB, KIA, GIZI dan Imunisasi) lebih dari
50% sudah dilaksanakan, serta sudah ada program tambahan bahkan sudah
ada Dana Sehat yang masih sederhana.
4. Posyandu tingkat mandiri adalah posyandu yang sudah bisa melaksanakan
programnya secara mandiri, cakupan program utamanya sudah bagus, ada
program tambahan Dana Sehat dan telah menjangkau lebih dari 50% Kepala
Keluarga (KK).

Pelayanan Posyandu

Posyandu merupakan lanjutan dari Taman Gizi/Pos Penimbangan, selama


ini dilaksanakan oleh PKK yang kemudian dilengkapi dengan pelayanan KB dan
Kesehatan. Posyandu sebagai pusat kegiatan masyarakat dalam bidang kesehatan
melaksanakan pelayanan KB, gizi, imunisasi, penanggulangan diare dan KIA.
Upaya keterpaduan pelayanan ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
jangkauan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan keterpaduan 5
program tersebut baik dari segi lokasi, sarana maupun kegiatan dalam diri
petugas, akan sangat memudahkan dalam memberikan pelayanan. Oleh sebab itu,
sebaiknya Posyandu berada pada tempat yang mudah didatangi masyarakat dan
ditentukan oleh masyarakat sendiri seperti ditempat pertemuan RT/RW atau
tempat khusus yang dibangun masyarakat (Harianto 1992).
Kodyat (1998) menjelaskan bahwa pelayanan gizi di posyandu diupayakan
dan dikelola oleh lembaga swadaya masyarakat setempat dan berakar pada
msyarakat pedesaan terutama oleh organisasi wanita termasuk PKK. Dengan
semakin meluasnya Posyandu di hampir semua desa, maka pelayanan gizi di
pedesaan makin dekat dan makin terjangkau oleh keluarga. Keterpaduan
pelayanan kesehatan dasar khususnya untuk ibu dan anak, posyandu akan menjadi
ujung tombak dalam penanggulangan masalah kurang gizi.
Kegiatan pelayanan gizi di posyandu meliputi :
1. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak balita antara lain dengan
penimbangan berat badan secara teratur sebulan sekali.
2. Pemberian paket pertolongan gizi berupa tablet tambah darah untuk ibu hamil
dan pemberian kapsul yodium untuk ibu hamil, ibu nifas (menyusui) dan anak
balita pada daerah rawan GAKY serta pemeberian vitamin A pada bayi, balita
dan ibu nifas (menyusui).
3. Pemberian makanan tambahan sumber energi dan protein bagi anak balita
KEP, jenis makanan tambahan disesuaikan dengan keadaan setempat dan
sejauh mungkin menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat.
4. Pemantauan dini terhadap perkembangan kehamilan dan persiapan persalinan
terutama mengenai pemanfaatan ASI untuk kebutuhan gizi bayi.

Penyelenggaraan Posyandu dilaksanakan dengan pola lima meja. Kegiatan


Posyandu dilaksanakan oleh kader. Pola lima meja tersebut adalah :
Meja 1 : Pendaftaran
Meja 2 : Penimbangan bayi dan balita
Meja 3 : Pencatatan (pengisian KMS)
Meja 4 : Penyuluhan perorangan meliputi :
a. Informasi kesehatan tentang anak balita berdasarkan hasil
penimbangan berat badan, diikuti pemberian makanan tambahan,
oralit dan vitamin A dosis tinggi.
b. Memberikan informasi kepada ibu hamil yang termasuk risiko tinggi
tentang kesehatannya diikuti dengan pemberian tablet tambah darah.
c. Memberikan informasi kepada PUS (Pasangan Usia Subur) agar
menjadi anggota KB lestari diikuti dengan pemberian dan pelayanan
alat kontrasepsi.
Meja 5 : Pelayanan oleh tenaga profesional meliputi pelayanan KIA,KB,imunisasi
serta pelayanan lain sesuai kebutuhan setempat.
Kegiatan diatas dilaksanakan sebulan sekali, khusus meja 1 sampai meja 4
merupakan kegiatan UPGK di Posyandu. Sedangkan kegiatan UPGK di luar
jadwal Posyandu seperti kegiatan pemanfaatan pekarangan, motivasi dan
penggerakkan UPGK melalui jalur agama dan BKKBN, PMT dan pemberian ASI
dalam keluarga dapat dilaksanakan sebagai kegiatan sehari-hari UPGK dalam
keluarga.

Revitalisasi Posyandu

Revitalisasi Posyandu merupakan upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan


dasar dan peningkatan status gizi masyarakat yang secara umum terpuruk sebagai
akibat langsung maupun tidak langsung adanya krisis multi dimensi di Indonesia.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan setiap keluarga dalam
memaksimalkan potensi pengembangan kualitas sumber daya manusia diperlukan
dalam upaya revitalisasi Posyandu sebagai unit pelayanan kesehatan dasar
masyarakat yang langsung dapat dimanfaatkan untuk melayani pemenuhan
kebutuhan dasar, pengembangan kualitas manusia dini, sekaligus merupakan salah
satu komponen perwujudan kesejahteraan keluarga. Peran Posyandu sebagai salah
satu sistem penyelenggaraan pelayanan kebutuhan kesehatan dasar dalam rangka
peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Agar Posyandu dapat melaksanakan
fungsi dasarnya maka perlu upaya revitalisasi terhadap fungsi dan kinerja
Posyandu yang telah dilaksanakan sejak krisis ekonomi yang melanda bangsa
kita. Upaya revitalisasi posyandu telah dilaksanakan sejak tahun 1999 di seluruh
Indonesia, tetapi fungsi dan kinerja posyandu secara umum masih belum
menunjukkan hasil yang optimal. Oleh karena itu pula, upaya revitalisasi
posyandu perlu terus ditingkatkan dan dilanjutkan agar mampu memenuhi
kebutuhan pelayanan terhadap kelompok sasaran rawan gizi. Secara umum
revitalisasi posyandu bertujuan meningkatkan fungsi dan kinerja Posyandu
sehingga bisa memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anak sejak dalam
kandungan dan mampu meningkatkan atau mempertahankan status gizi serta
derajat kesehatan ibu dan anak.
Sedangkan secara khusus bertujuan sebagai :
a. Meningkatkan kualitas kemampuan dan ketrampilan kader Posyandu.
b. Meningkatkan pengelolaan dalam pelayanan Posyandu.
c. Meningkatkan pemenuhan kelengkapan sarana, alat, dan obat di Posyandu.
d. Meningkatkan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat untuk
kesinambungan kegiatan Posyandu.
e. Meningkatkan fungsi pendampingan dan kualitas pembinaan Posyandu
(Depdagri 2001).

Pelayanan Dasar Gizi

Menurut Soekirman (2000) pelayanan dasar adalah pelayanan utama yang


harus diberikan kepada golongan masyarakat yang rawan terhadap risiko kurang
gizi dan terserang penyakit. Kelompok tersebut adalah wanita, balita dan usia
lanjut. Pelayanan untuk wanita meliputi pelayanan kepada wanita remaja calon
ibu, wanita hamil, wanita nifas dan wanita menyusui.
Di negara berkembang seperti di Indonesia, apabila ditelusuri ke belakang,
status gizi kurang dan buruk pada balita ada hubungannya dengan status gizi
ibunya ketika masih remaja. Pada usia remaja terjadi perubahan fisik yang cepat.
Oleh karena itu, mereka harus didukung oleh keadaan gizi kesehatan yang
optimal. Menurut hasil Survey Kesehatan Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari
Departemen Kesehatan tahun 1995; 39% remaja wanita menderita KEP tingkat
ringan dan 15.8% KEP buruk. Angka tersebut lebih tinggi dibanding pada remaja
laki-laki. Remaja wanita juga menderita anemi sebesar 49.2% dan infeksi saluran
pernafasan atas (ISPA) sebesar 29.6%.
Pelayanan dasar yang diberikan kepada wanita biasanya berupa
pengetahuan tentang cara memelihara dan meningkatkan kesehatan diri dan
keluarga, mengatur gizi seimbang dan pentingnya keluarga berencana. Selain itu,
mereka disiapkan secara fisik dengan memberikan imunisasi pada waktu akan
menikah dan jika perlu untuk penderita anemi besi diberikan suplemen pil zat besi
atau tablet tambah darah (TTD), pelayanan pendidikan gizi, kesehatan dan
Keluarga Berencaan (KB). Pelayanan ini dapat diberikan melalui berbagai
program seperti usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK), program makanan
tambahan anak sekolah (PMT-AS), kesehatan sekolah, kesehatan keluarga dan
melalui kegiatan rutin puskesmas.
Pelayanan dasar yang diberikan untuk ibu hamil dan meyusui terutama
berupa pemeriksaan kehamilan dan sebelum persalinan (prenatal care),
pertolongan persalinan dan pelayanan pasca persalinan (post-natal care).
Pelayanan gizi dasar bagi ibu hamil dan menyusui dapat berupa penyuluhan gizi
seimbang, pemantauan pertambahan berat badan waktu hamil, suplemen zat
yodium, suplemen pil zat besi dan suplemen energi dan protein. Salah satu
pengetahuan gizi yang harus ditanamkan kepada ibu hamil adalah mengenai
pentingnya Air Susu Ibu (ASI) bagi bayi. Pada masa setelah melahirkan, selain
pengetahuan tentang ASI, diperlukan pengetahuan tentang pentingnya makanan
pendamping ASI (MP-ASI) sesudah bayi berumur 4 bulan. Pelayanan ini dapat
dilaksanakan melalui program UPGK, Posyandu, Puskesmas dan kesehatan
keluarga atau program khusus lainnya.
Pelayanan dasar bagi balita (0-5 tahun) terutama ditujukan untuk menjaga
agar pertumbuhan potensional (berat badan dan tinggi badan) anak sejak lahir
dapat berlangsung normal, demikian juga daya tahannya terhadap penyakit.
Dengan pertumbuhan fisik yang normal, perkembangan mental dan kecerdasan
anak juga dapat dipicu dengan lingkungan hidup yang baik dan pola pengasuhan
yang mendukung. Untuk itu pelayanan dasar bagi balita meliputi pemberian
imunisasi, pendidikan dan penyuluhan gizi pada ibu, menciptakan lingkungan
yang bersih, penyediaan fasilitas stimulasi perkembangan mental dan kecerdasan
anak dan penyediaan oralit untuk mengurangi bahaya penyakit diare.
Pelayanan dasar gizi dan kesehatan untuk anak balita dapat dilaksanakan
melalui Posyandu, Puskesmas, program kesehatan keluarga dan program lain.
Berbagai lembaga pelayanan dasar tersebut harus bisa terjangkau baik secara fisik
(mudah dicapai) maupun ekonomi (sesuai daya beli) oleh setiap keluarga,
termasuk mereka yang miskin dan tinggal di daerah terpencil.
Status Gizi dan Pengukurannya

Menurut Hermana (1993) status gizi merupakan hasil masukan zat gizi
makanan dan pemanfaatannya di dalam tubuh. Sedangkan Riyadi (1995)
mendefinisikan status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi) dan
penggunaan (utilization) zat gizi makanan yang ditentukan berdasarkan ukuran
tertentu.
Pencapaian status gizi yang baik, didukung oleh konsumsi pangan yang
mengandung zat gizi cukup dan aman untuk dikonsumsi. Bila terjadi gangguan
kesehatan, maka pemanfaatan zat gizi pun akan terganggu. Bayi yang berstatus
gizi lebih baik dan sehat, lebih berpeluang mempunyai kemampuan mental dan
intelektual yang lebih baik dan mempunyai usia harapan hidup dan waktu
produktif yang lebih tinggi (FNB-NAS 1990). Oleh karena itu, perhatian akan
pemenuhan kecukupan gizi dan kesehatan pada bayi menjadi semakin penting.
Cukup beralasan bahwa salah satu tujuan kebijakan pangan dan gizi di Indonesia
adalah perbaikan mutu gizi makanan penduduk, khususnya golongan rawan gizi
seperti anak dibawah lima tahun termasuk bayi dan ibu menyusui
Status gizi pada saat bayi dapat memberi andil terhadap status gizi anak-
anak bahkan masa dewasa (Winarno 1990). Mengingat pentingnya status gizi
masa bayi, maka orang tua dalam hal ini ibu mempunyai peran yang penting
untuk dapat mengendalikan agar status gizi anaknya dapat mencapai optimal.
Kebutuhan nutrisi pada saat menyusui jauh lebih besar dibandingkan pada
saat kehamilan. Pada 4-6 bulan pertama melahirkan, berat seorang bayi menjadi
dua kali lipat dibandingkan pada saat umur sembilan bulan di dalam kandungan.
Susu yang dihasilkan selama 4 bulan mengandung energi yang ekuivalen dengan
energi total pada waktu kehamilan. Tetapi, meskipun demikian sejumlah energi
dan banyak dari nutrien yang dimakan selama kehamilan dipergunakan untuk
mendukung produksi dari ASI. Jumlah ASI yang diproduksi pada masa menyusui,
energi dan kandungan dari nutrisi, jumlah energi yang dibutuhkan ibu serta nutrisi
yang tersedia. Kebutuhan nutrisi pada masa menyusui meningkat hingga 500
kal/hari yang disertai dengan peningkatan kebutuhan protein, vitamin dan mineral.
Masa menyusui yang cukup lama merupakan masa drainase zat-zat makanan bagi
ibu, karena melalui ASI, sang ibu memberikan kepada bayinya zat-zat gizi yang
cukup untuk pertumbuhan bayi normal. Oleh karena itu ibu menyusui
memerlukan sejumlah zat-zat gizi yang lebih banyak dari ibu yang sedang hamil,
apalagi bila ibu itu tetap bekerja secara aktif di rumah atau di luar rumah. Bila ibu
tidak mendapat tambahan gizi yang cukup, maka ibu akan menjadi kurus dan
mudah letih, karena zat-zat makanan yang diperlukan untuk ASI diambil dari
jaringan tubuh ibu. Oleh karena itu selama masa ASI ekslusif atau sebelum bayi
mendapatkan makanan pendamping, tidak dianjurkan untuk melakukan diet
penurunan berat badan.
Proses menyusui dapat dikatakan berhasil jika bayi berkembang dengan
baik dan status biokimia yang normal. Jumlah ASI yang dikonsumsi bayi dan
komposisi nutrisi dari ASI biasa digunakan sebagai dasar untuk melihat
adekuatnya nutrisi dari ibu pada masa menyusui (As’ad 2002).
Menurut Nyoman et al. (2001) penilaian status gizi dapat diukur secara
langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dilakukan dengan cara :
1. Anthropometri yaitu diartikan secara umum ukuran tubuh manusia. Ditinjau
dari sudut pandang gizi, anthropometri gizi berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur dan tingkat gizi. Penggunaan anthropometri ini secara umum digunakan
untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.
Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi
jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Sedangkan
menurut Jelliffe (1989) anthropometri merupakan metode pengukuran secara
langsung dan yang paling umum digunakan untuk menilai dua masalah gizi
utama yaitu masalah gizi kurang (terutama pada anak-anak dan wanita hamil)
dan masalah gizi lebih pada semua kelompok umur. Menurut suhardjo dan
Riyadi (1990) pengukuran status gizi dengan menggunakan anthropometri
dapat memberikan gambaran tentang status konsumsi energi dan protein
seseorang. Oleh karena itu, anthropometri sering digunakan sebagai indikator
status gizi yang berkaitan dengan masalah kurang energi-protein. Indikator
anthropometri yang sering dipakai ada tiga macam yaitu : berat badan untuk
mengetahui massa tubuh, tinggi badan untuk mengetahui dimensi linear
panjang tubuh dan tebal lipatan kulit serta lingkar lengan atas untuk
mengetahui komposisi dalam tubuh, cadangan energi dan protein. dalam
penggunaan indikator anthropometri tersebut selalu dibandingkan dengan
umur dari yang akan diukur. Atas dasar itu maka penentuan status gizi dengan
menggunakan anthropometri adalah dengan indeks berat badan menurut umur
(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi
(BB/TB), dan lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U) (WHO 1995).
Berat badan mencerminkan masa tubuh, seperti otot dan lemak yang peka
terhadap perubahan sesaat karena adanya kekurangan gizi dan penyakit. Oleh
karena itu, indeks BB/U menggambarkan keadaan gizi saat ini. Tinggi badan
menggambarkan skeletal yang bertambah sesuai dengan bertambahnya umur
dan tidak begitu peka terhadap perubahan sesaat. Oleh karena itu indeks TB/U
lebih banyak menggambarkan keadaan gizi seseorang pada masa lalu. Indeks
BB/TB mencerminkan perkembangan massa tubuh dan pertumbuhan skeletal
yang menggambarkan keadaan gizi saat itu. Indeks BB/TB sangat berguna
apabila umur yang diukur sulit diketahui. lingkar lengan atas memberi
gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit.
Seperti halnya dengan berat badan, indikator LLA dapat naik dan turun
dengan cepat, oleh karenanya LLA/U merupakan indikator status gizi saat ini.
Diantara indikator-indikator anthropometri yang telah disebutkan, indeks
BB/U merupakan pilihan yang tepat untuk dipergunakan dalam rangka
pemantauan status gizi sebab sensitif terhadap perubahan mendadak dan dapat
menggambarkan keadaan gizi saat ini (Khumaidi 1997). Penilaian status gizi
berdasarkan indikator BB/U, hasilnya kemudian dibandingkan dengan data
anthropometri standar WHO-NCHS (National Center for Health Statistics)
(WHO 1995), dengan kriteria adalah gizi lebih bila skor-z > 2; normal bila
skor- z antara -2 dan 2, gizi kurang bila skor-z < -3 hingga -2 dan gizi buruk
bila skor-z < -3.
2. Pemeriksaan secara klinis yaitu metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat
pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut
dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh
seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya digunakan untuk
survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk
mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu
atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status
gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan
gejala (symptom) atau riwayat penyakit.
3. Biokimia yaitu penilaian status gizi dengan melakukan pemeriksaan specimen
yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan
tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga
beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode biokimia digunakan
untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi
yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka
penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan
kekurangan gizi yang spesifik.
4. Penilaian status gizi secara biofisik yaitu merupakan metode penentuan status
gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat
perubahan struktur dari jaringan. Metode ini digunakan dalam situasi tertentu
seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindness). Cara yang
digunakan adalah tes adaptasi gelap.

Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dilakukan dengan cara :
1. Survei konsumsi makanan yaitu metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang
konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini
dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.
2. Statistik Vital yaitu pengukuran status gizi dengan menganalisis data beberapa
statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan
dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan
dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai dari indikator tidak
langsung pengukuran status gizi masyarakat.
3. Faktor Ekologi, malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi
beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang
tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi
dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk
mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk
melakukan program intervensi gizi.

Gambar 1 Metode penilaian status gizi

Penilaian status gizi

Pengukuran langsung Pengukuran tidak langsung

1. Anthropometri 1. Survei konsumsi


2. Biokimia 2. Statistik vital
3. Klinis 3. Faktor ekologi
4. Biofisik

Sumber : Jelliffe (1989)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Status gizi menurut Husaini (1977) ditentukan oleh banyak faktor, yang
sering dikelompokkan kedalam penyebab langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan dan infeksi,
sedangkan secara tidak langsung dapat disebabkan oleh rendahnya daya beli
terutama untuk konsumsi pangan yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan,
tingkat pendidikan, pemeliharaan kesehatan dan lingkungan serta berbagai faktor
lainnya. Faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi status gizi pada anak
yang merupakan faktor resiko yaitu pendidikan orang tua yang rendah,
pendapatan yang rendah, terlalu banyak jumlah anggota keluarga, anak menderita
infeksi yang akut atau kronis seperti diare dan sanitasi di dalam dan di luar rumah
yang tidak cukup baik. Salah satu hal yang terpenting strategi UNICEF dalam
status gizi adalah kerangka kerja konseptual untuk menganalisis penentu
kekurangan gizi dalam konteks spesifik. Dalam penentuan status gizi ada tiga
elemen yang harus dipenuhi, yaitu makanan, kesehatan dan perawatan. Adapun
kerangka kerja konseptual UNICEF dalam status gizi disajikan pada gambar 2.

Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Hasil

Asupan Makanan yang Cukup Kesehatan Penyebab


langsung

Perawatan Wanita
Ketahana Pemberian Asi/Makanan Pelayanan
Pangan Praktek-praktek Higiene Kesehatan Penyebab
Rumah Praktek-praktek dan Tidak
Tangga Kesehatan Rmah Lingkungan Langsung
Sehat

Komunikasi Informasi dan Edukasi

Sumberdaya Masyarakat dan Keluarga Faktor yang


menentukan

Struktur, Sosial, Budaya, Politik dan Keadaan Struktur Ekonomi

Sumberdaya Potensial

Gambar 2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita

Sumber : UNICEF (1997)


Pendapatan

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas


pangan yang dikonsumsi (Berg 1986). Rendahnya pendapatan (keadaan miskin)
merupakan salah satu sebab rendahnya konsumsi pangan dan gizi serta buruknya
status gizi. Kurang gizi akan mengurangi daya tahan tubuh, rentan terhadap
penyakit, menurunkan produktivitas kerja dan menurunkan pendapatan. Akhirnya
masalah pendapatan rendah, kurang konsumsi, kurang gizi dan rendahnya mutu
hidup membentuk siklus yang berbahaya (Suhardjo & Hardinsyah 1987).
Penelitian yang dilakukan Megawangi (1991) di tiga propinsi di Indonesia
menunjukkan bahwa pendapatan tidak berpengaruh positif terhadap status gizi
anak balita. Bagaimana hubungan antara pendapatan dan status gizi tidak secara
langsung, tetapi melalui variabel antara misalnya distribusi makanan dalam
keluarga, kesehatan dan keadaan sanitasi, pengetahuan dan keterampilan orang
tua, dan banyak faktor lainnya.
Makanan adalah kebutuhan utama manusia sehingga dalam keadaan
pendapatan rendah (terbatas) sebagian besar pendapatan tersebut akan dipakai
atau dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Semakin meningkat
pendapatan biasanya semakin berkurang presentase yang dibelanjakan untuk
makan. Hal tersebut sesuai dengan hukum Engel yang mengatakan bahwa jika
pendapatan meningkat, proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap pendapatan
total menurun, tetapi pengeluaran absolut untuk makanan meningkat. Hukum ini
tidak berlaku pada masyarakat miskin, yang sudah memiliki pengetahuan absolut
untuk makanan sudah sangat rendah (dibawah kebutuhan minimum) sehingga jika
terjadi peningkatan pendapatan maka proporsi pengeluaran untuk makan pun
meningkat (Berg 1986).

Pendidikan dan Pengetahuan Ibu

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan


untuk pengembangan diri. Semakin tinggi pendidikan, semakin mudah menerima
serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi, dan semakin meningkat
produktivitas, serta semakin meningkat kesejahteraan keluarga.
Suatu model hubungan antara pendidikan dan status gizi anak dikemukakan oleh
Leslie (1985) bahwa pendidikan ibu akan mempengaruhi pengetahuan mengenai
praktek kesehatan dan gizi anak sehingga anak berada dalam keadaan status gizi
yang baik. Hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Pengetahuan
Pendidikan Ibu mengenai praktek Status Gizi
kesehatan dan gizi Anak
anak
Gambar 3 Hubungan Antara Pendidikan dan Status Gizi
Sumber : Leslie (1985)

Makin tinggi pendidikan orang tua, makin baik status gizi anaknya. Anak-
anak dari ibu mempunyai latar belakang pendidikan lebih tinggi akan
mendapatkan kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik, karena berdasarkan
penelitian yang dilakukan di Bangladesh menunjukkan bahwa pendidikan
berpengaruh positif terbadap asupan protein pada anak-anak pra sekolah, terutama
anak yang berusia muda (tahun pertama kehidupannya). Tingkat pendidikan ibu
berpengaruh terhadap tingkat pengertiannya terhadap perawatan kesehatan,
higiene, serta kesadarannya terhadap kesehatan anak-anak dan keluarganya. Ibu
yang berpendidikan rendah memiliki akses yang lebih sedikit terhadap informasi
dan keterampilan yang terbatas untuk menggunakan informasi tersebut, sehingga
mempengaruhi kemampuan ibu dalam merawat anak-anak mereka dan
melindunginya dari gangguan kesehatan.

Zat Gizi, Vitamin dan Mineral

Energi
Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang
pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat
lemak dan protein yang berada di dalam makanan yang kita makan. Dalam
kondisi normal jumlah energi yang kita peroleh sangat tergantung dari jumlah
sumber energi yang kita makan. Menurut Brody (1994) bahwa energi diperlukan
dalam proses sintesis glikogen dan trigliserida. Energi yang berlebihan menjadi
lemak yang disimpan dalam jaringan adiposa.

Protein
Protein adalah bagian dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh
sesudah air. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat
gizi lain yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier
2001). Protein tersusun oleh polimer asam amino. Daging, ikan merupakan
sumber protein yang sangat bagus. Sebagai contoh ikan salmon mengandung 30
gram protein dalam 100 gram (Brody 1994).

Vitamin A
Defisiensi vitamin A merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
nyata di lebih 70 negara. Pada tahun 1995, diperkirakan sekitar 3 juta anak-anak
di seluruh dunia setiap tahun menunjukkan xerophthalmia. Vitamin A mempunyai
keunikan sebagai vitamin larut lemak yang pertama kali diketahui. Fungsi yang
paling dikenal dari vitamin A adalah peranannya dalam penglihatan. Bentuk
retinol (11-cis-retinaldehyde) dari vitamin A diperlukan oleh mata untuk
transduksi cahaya menjadi sinyal-sinyal syaraf yang diperlukan untuk penglihatan.
Bentuk asam retinoat diperlukan untuk mempertahankan diferensiasi kornea dan
membran konjugtiva, sehingga mencegah xerophthalmia. Vitamin A juga
dibutuhkan untuk untuk integritas sel ephitel di seluruh tubuh (Muhilal &
Sulaiman 2004). Makanan yang berasal dari hewan merupakan sumber dari
vitamin A yang sudah jadi (preformed vitamin A) atau retinol, kebanyakan berada
dalam bentuk retynil ester. Hati merupakan tempat penyimpanan vitamin A.
Daging, unggas, ikan dan telur mengandung vitamin A dalam jumlah yang cukup
tinggi. Sedangkan bahan-bahan nabati seperti buah-buahan, sayuran berdaun
hijau, akar, dan umbi-umbian (seperti wortel dan ubi jalar merah) serta minyak
sawit merah mengandung vitamin A dalam bentuk prekursor atau karotenoid
provitamin A.
Vitamin C
Manusia dan beberapa hewan memerlukan vitamin C dari makanan karena
tubuhnya tidak memiliki enzim L-gulono-α-lactone oxidase, yang diperlukan
untuk sintesa vitamin C. Vitamin C pada asupan normal dapat diabsorpsi sebesar
90-95%, transportasi dalam bentuk bebas di plasma dan mudah diambil oleh
jaringan yang memerlukan. Absorpsi akan meningkat sampai dosis 150 mg per
hari. Ekstraksi melalui urin dalam bentuk metabolitnya yaitu asam oksilat. Asupan
lebih dari 60 mg akan meningkatkan ekskresi bentuk vitamin C secara
proporsional. Sumber utama vitamin C adalah buah dan sayuran segar. Biasanya
sumber vitamin C dikaitkan dengan jeruk walaupun buah dan sayuran daun yang
lain juga merupakan sumber yang baik.
Dalam menetapkan Angka Kecukupan (AKG) Vitamin C perlu diketahui
jumlah cadangan dalam tubuh yang dapat memelihara fungsi vitamin C dan laju
turn over yang terjadi. Cadangan sebesar 1500 mg merupakan jumlah maksimum
yang dapat dimetabolisir di jaringan tubuh dan dapat mencerminkan aktivitas
fisiologis yang optimal. Dengan jumlah cadangan yang demikian maka
perkirakaan turn over vitamin C adalah 60 mg per hari. Dengan memperhitungkan
kemampuan absorpsi maka jumlah yang diperlukan adalah 70-75 mg yang
mungkin bisa meningkat untuk beberapa individu sampai 100 mg.
Untuk ibu hamil dan menyusui perlu diperhatikan kebutuhan janin dalam
kandungan ataupun bayi yang menyusu. Penambahan pada ibu hamil harus
memperhatikan peningkatan kebutuhan ibu dan kebutuhan janin yang
dikandungnya. Untuk ibu menyusui, hendaknya disesuaikan dengan produksi ASI
dan kandungan vitamin C dalam ASI serta intik bayi yang mendapat ASI
eksklusif.

Vitamin B1 (Tiamin)
Nama lain dari vitamin B1 adalah Tiamin. Tiamin merupakan koenzim
yang penting pada metabolisme energi dari karbohidrat. Vitamin ini larut dalam
air dan tidak tahan panas. Tiamin merupakan faktor pada dekarboksilat oksidatif
dari asam α-ketoglutarat. Selain itu, ia terlibat pada pembentukan dan degradasi
keton oleh transketolase yang mengkatalis interkonversi gula dengan 3 sampai 7
atom karbon. Dengan demikian kebutuhan tiamin dikaitkan dengan asupan
karbohidrat. Absorspsi vitamin dalam jumlah asupan sehari-hari relatif mudah di
bagian proksimal intestin. Ekskresi melalui ginjal dalam bentuk tiamin asetat atau
metabolitnya. Kebutuhan tiamin dipengaruhi oleh umur, asupan energi, asupan
karbohidrat, dan berat badan. Aktivitas fisik akan mempengaruhi kebutuhan
energi, sehingga aktivitas fisik rata-rata perhari perlu diperhatikan untuk
penetapan jumlah asupan yang dianjurkan. Food and Nutrition Board USA
memberikan rekomendasi berdasarkan beberapa studi jumlah 0,5 mg per 1000 Kal
dan minimal 1 mg untuk asupan energi kurang dari 2000 Kal. Untuk ibu hamil
dan menyusui diperlukan tambahan sebesar 0,3 mg per hari.

Kalsium (Ca)
Hampir seluruh kalsium di dalam tubuh ada dalam tulang yang berperan
sentral dalam struktur dan kekuatan tulang dan gigi. Tubuh orang dewasa
mengandung sekitar 1000-1300 g kalsium yang kurang dari 2% berat tubuh.
Kandungan normal kalsium darah adalah 9-11 mg per 100 ml. Sekitar 48 % serum
kalsium adalah ionik dimana 46 % dalam senyawa protein darah. Sisanya dalam
bentuk senyawa komplek yang mudah difusi, seperti dalam bentuk sitrat .
Sumber utama kalsium untuk masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi
tinggi (kaya) adalah susu dan hasil olahnya yang mengandung sekitar 1150 mg
kalsium per liter. Sumber lain kalsium adalah sayuran hijau, kacang-kacangan dan
ikan yang dikalengkan. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan adalah
biovailabilitas, aktivitas fisik dan keberadaan zat gizi lain. Penyerapan kalsium
kurang baik pada bahan makanan yang mengandung tinggi asam oksalat (bayam,
ubi jalar) atau asam fitat (biji-bijian, kacang-kacangan). ASI merupakan sumber
zat gizi utama bagi bayi 0-6 bulan. Kadar kalsium ASI relatif tetap rata-rata 260
mg/L. Asumsi rata-rata volume ASI untuk Indonesia adalah 750 ml/hari untuk 6
bulan pertama dan 600 ml untuk 6 bulan kedua. Jika 80% asupan kalsium berasal
dari ASI rata-rata penyerapannya 61 %. Kalsium dari makanan tidak berpengaruh
negatif terhadap biovailibilitas kalsium dari ASI. Retensi kalsium pada bayi
diperhitungkan 68 mg/hari berdasarkan kehilangan kalsium. Tingkat penambahan
kalsium dihitung 30-35 mg/hari untuk bayi 0-4 bulan dan 50-55 mg/hari untuk
bayi 5-11 bulan. Selama masa menyusui diperlukan 250 mg sehari kalsium agar
kualitas ASI tetap baik. Kehilangan kalsium selama menyusui akan segera dapat
teratasi setelah penyapihan. Sama seperti ibu hamil, diperkirakan sekitar 50% ibu
menyusui di Indonesia masih dalam usia pertumbuhan. Jika untuk pertumbuhan
diperlukan tambahan kaslium sekitar 300 mg/hari. Maka ibu menyusui di
Indonesia perlu tambahan 150 mg/hari. Oleh sebab itu, asupan kalsium selama
masa menyusui ditetapkan sama dengan selama masa kehamilan yaitu 950
mg/hari (Soekatri M & Kartono D 2004a).

Fosfor (F)
Fosfor adalah mineral terbanyak kedua setelah kalsium dalam tubuh.
Dalam tubuh fosfor mempunyai peran struktural dan fungsional. Penetapan
kecukupan fosfor untuk bayi 0-11 bulan adalah didasarkan pada AI (asupan rata-
rata). ASI merupakan sumber fosfor satu-satunya pada bayi 0-6 bulan yang
mendapat ASI eksklusif. Tidak ada laporan tentang kekurangan fosfor pada bayi
lahir cukup bulan yang mendapat ASI eksklusif. Kadar fosfor dalam ASI rata-rata
110 mg/L. Rata-rata penyerapan fosfor dari ASI adalah 85%. Retensi fosfor pada
bayi diperhitungkan 59 mg/hari. Rata-rata penyerapan fosfor dari makanan pada
anak adalah 70% sedangkan pada dewasa adalah 60%. AI fosfor untuk bayi 0-6
bulan didasarkan pada asupan fosfor dari ASI sekitar 750 ml sehari yaitu
100mg/hari. Kecukupan fosfor untuk bayi 7-11 bulan didasarkan pada asupan ASI
600 ml/hari atau 75 mg fosfor sehari ditambah asupan dari MP-ASI sekitar
150mg/hari. MP-ASI umumnya mengandung tinggi fosfor dibanding ASI.
Sehingga rata-rata asupan 225 mg/hari fosfor sehari akan dapat memenuhi
kecukupannya.
Selama masa kehamilan ataupun menyusui efisiensi penyerapan fosfor
adalah 60% dan EAR ditetapkan 490 mg/hari. Belum ada informasi yang
menyatakan bahwa selama masa kehamilan dibutuhkan fosfor lebih banyak
dibanding masa tidak hamil. Kecukupan fosfor rata-rata selama masa kehamilan
sama dengan selama masa menyusui yaitu 600 mg/hari. Jika kehamilan ataupun
menyusui terjadi pada umur kurang dari 19 tahun maka kecukupan fosfor adalah
1100 mg/hari.
Besi (Fe)
Besi ada dihampir semua bentuk makanan dan minuman serta wadah yang
digunakan baik untuk menyimpan maupun untuk tempat makanan. Dalam bentuk
padat besi sebagai metal atau senyawa besi. Dalam larutan, besi ada dalam bentuk
ferro dan bentuk ferri. AI besi untuk bayi 0-6 bulan didasarkan pada asupan besi
dari ASI sekitar 750 ml sehari yaitu 0.27 mg/hari. FAO/WHO (2001) dalam
Soekatri dan Kartono (2004b) berasumsi bahwa simpanan besi cukup untuk 6
bulan pertama kehidupan bayi. Oleh sebab itu kecukupan besi bayi 0-6 bulan
adalah 0.50 mg/hari.
Masa menyusui pada bulan pertama tidak ada kehilangan besi akibat
menstruasi dan setelah 6 bulan dipastikan sudah mendapatkan menstruasi lagi.
Kecukupan besi selama masa menyusui memperhitungkan kehilangan besi akibat
menstruasi serta kebutuhan untuk mempertahankan kualitas besi ASI. Jika
kecukupan besi pada keadaan normal (tidak hamil) adalah 26 mg/hari. Ekskresi
besi melalui ASI sekitar 0.25 mg/hari atau dibutuhkan sekitar 2.5 mg/hari jika
tingkat penyerapan 10 %. Oleh sebab itu, kecukupan besinya adalah 32 mg/hari.
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Kerangka Pemikiran

Indonesia saat ini masih dihadapkan dengan 4 masalah gizi utama yaitu
Kekurangan Energi Protein (KEP), defisiensi vitamin A, defisiensi anemia besi
dan defisiensi iodium. Selain itu Indonesia mengalami tingginya prevalensi gizi
kurang, Indonesia juga dihadapkan dengan masalah gizi lebih pada masyarakat
perkotaan. Masalah gizi terjadi pada suluruh siklus kehidupan mulai dari bayi
sampai balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa termasuk ibu hamil dan ibu
menyusui. Jika tidak segera diatasi, masalah gizi Indonesia akan mengalami loss
generation. Oleh karena itu, upaya mengatasi masalah gizi melalui
penyelenggaraan pelayanan gizi sudah dilaksanakan oleh pemerintah pada setiap
siklus kehidupan.
Program pelaksanaan gizi yang diselenggarakan oleh pemerintah sudah
sangat luas. Pelayanan dasar program gizi dari pemerintah adalah posyandu.
Pelayanan yang diberikan posyandu meliputi:
1) Pemberian suplemen makanan bagi balita, ibu hamil dan anak usia sekolah.
2) Menyediaan kapsul vitamin A dosis tinggi untuk bayi usia 6-11 bulan, balita
dan ibu nifas.
3) Pemberian tablet tambah darah bagi ibu hamil.
4) Pemberian kapsul iodium untuk anak usia sekolah dan ibu hamil terutama di
daerah endemik.
5) Memonitoring pertumbuhan balita.

Pelayanan gizi secara umum sudah dikenal oleh masyarakat. Tetapi sampai saat
ini penggunaan pelayanan belum optimal. Penggunaan yang belum optimal
terhadap pelayanan gizi oleh masyarakat tergantung dari akses masyarakat
terhadap pelayanan dan penampilan dari pusat pelayanan tersebut. Akses terhadap
pelayanan gizi tergantung dari beberapa faktor yaitu : Jarak antara rumah dengan
lokasi pelayanan, ketersediaan transfortasi, pengetahuan gizi, informasi tentang
fungsi dan keuntungan dari pelayanan, pendidikan, pendapatan dan pelaksaanan
program posyandu itu sendiri.
Penggunaan pelayanan gizi oleh ibu menyusui yang merupakan kelompok
sasaran posyandu perlu diketahui karena bisa melihat seberapa banyak jumlah ibu
menyusui dan bayinya mendapatkan kapsul vitamin A. Penggunaan pelayanan
gizi oleh ibu sangat bermanfaat untuk monitoring status gizi bayinya. Jumlah serta
kualitas makanan sangat berpengaruh terhadap status gizi ibu menyusui dan bayi.
Namun, berbagai kemungkinan faktor yang dapat diduga mempengaruhi status
gizi pada ibu menyusui dan bayinya terlihat pada gambar 4.

Hipotesis

1. Karakteristik keluarga, Pengeluaran pangan, konsumsi pangan, persepsi


program gizi, pelayanan program gizi mempengaruhi status gizi ibu menyusui
dan bayinya.
2. Pemanfaatan program gizi di posyandu berhubungan dengan keadaan status
gizi ibu menyusui dan bayinya.
Status Gizi bayi
Penyakit Infeksi Pengetahuan
Tingkat Gizi Ibu
Kecukupan
Energi dan Zat
Status Gizi Ibu Menyusui Gizi
Ibu&Bayi Konsumsi
Pola Asuh
Pangan
Ibu&Bayi

Pelayanan program Gizi


Pemanfaatan pelayanan gizi
- Distribusi kapsul vitamin A - Program vitamin A untuk ibu nifas dan bayinya
- Monitoring pertumbuhan anak - Program penimbangan bayi di posyandu
- Program penyuluhan gizi
- Kepemilikan KMS

Akses pelayanan program gizi Pengeluaran


- Jarak rumah dengan tempat pelayanan
program gizi Persepsi ibu tentang program gizi
Non Pangan
- Keterjangkauan transportasi

Karakteristik Keluarga
- Pendidikan orang tua
= Variabel tidak diteliti - Pekerjaan orang tua
- Pendapatan
= Variabel yang diteliti

Gambar 4 Kerangka Konsep


METODE PENELITIAN

Disain dan Tempat Penelitian

Penelitian ini bagian dari penelitian yang dilaksanakan Khomsan et al


(2006) bekerjasama dengan Neysvan Hoogstraten Foundation (NHF) The
Netherlands yang dilaksanakan di Kecamatan Ciranjang dan Kecamatan Karang
Tengah Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat. Penulis terlibat dalam
pengambilan data yang dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2006. Disain
penelitian yang digunakan adalah potong lintang atau cross sectional study.
Disain potong lintang merupakan disain penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan model pendekatan atau
observasi sekaligus pada satu saat atau point time approach (Pratiknya 2001).
Penelitian ini dilakukan di 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Ciranjang dan
Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Cianjur. Berdasarkan informasi dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Cianjur bahwa Kecamatan Ciranjang dan Karang Tengah
merupakan 2 (dua) Kecamatan yang paling banyak program gizi dibandingkan
dengan Kecamatan lain yang berada di wilayah Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa
Barat.

Teknik Penarikan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah Ibu menyusui dan bayinya di seluruh
posyandu yang termasuk wilayah kerja Puskesmas Ciranjang dan Puskesmas
Karang Tengah yang telah berkunjung ke posyandu 1 sampai 6 kali. Ukuran
contoh diambil secara acak pada setiap Posyandu wilayah kerja Puskesmas
Ciranjang dan Karang Tengah dengan rumus sebagai berikut :

di = di/D x 100

Dimana;
di = Ukuran contoh ibu menyusui dan bayinya pada setiap posyandu
i = Posyandu ke-i pada setiap Desa di Kecamatan Ciranjang dan Karang
Tengah
D = Total jumlah ibu menyusui dan bayinya

Pengambilan contoh dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan


penarikan contoh acak sederhana tanpa pemulihan. Teknik ini dilakukan karena
populasi bersifat homogen (Gulo 2005). Jumlah populasi ibu menyusui sebanyak
508, jumlah sampel yang diambil sebanyak 100 orang ibu menyusui dan 100
bayinya. Sebaran populasi dan sampel pada masing-masing posyandu yang
terpilih bisa dilihat pada tabel 1 dan 2.

Tabel 1 Sebaran Populasi dan Sampel di Kecamatan Ciranjang

Desa Posyandu ke-i N n

Flamboyan 10 2
Melati 2 1
Anggrek 2 1
Ciranjang
Dahlia I 18 1
Bougenville 5 3
Dahlia II 3 1

Hegarmanah 10 2
Sukamaju 18 3
Cibiuk
Sengkong 3 1
Pasir Jeruk 10 2

Pasir Kihiang 1 1
Mekargalih Cibogo 3 11 2
Bedahan 7 1

Melati III 12 2
Sindang Sari Melati IV 1 1
Melati VI 21 4

Bungbulang 8 2
Pasir 19 4
Nanggala Mekar
Pasir Peusing 21 4
Pasir Luhur 2 1

Total 184 39
Tabel 2 Sebaran Populasi dan Sampel di Kecamatan Karang Tengah

Desa Posyandu ke-i N n

Melati 7 1
Sukamanah
Cempaka 19 4

Melati 12 2
Sedap Malam 16 3
Bougenville 20 4
Dahlia 17 3
Bojong 8 2
Seroja
Mawar 2 13 2
5 1
Aster
Kenanga 15 3

Harapan Ibu II 2 1
Sindanglaka
Anggrek 6 1

Cempaka 20 4
Melati 13 2
Maleber
Mawar 15 3
Wijaya Kusuma 18 3

Gurame I 14 3
Sindang Asih
Mujair 17 3

Dahlia 23 4
Sukataris Anggrek 5 1
Aster 5 1

Mawar I 6 1
Mawar II 12 2
Sabandar
Melati 5 1
Aster II 12 2

Cempaka
Sukamulya 11 2
Dahlia 2
8 2
Total 324 61
Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data dengan cara survei. Data primer diperoleh melalui wawancara
langsung dengan ibu menyusui menggunakan instrumen kuesioner. Data sekunder
diperoleh dari kantor kelurahan, kecamatan dan puskesmas. Data primer yang
dikumpulkan meliputi karakteristik keluarga, data karakteristik ibu dan bayinya,
persepsi ibu tentang program gizi, akses pelayanan program gizi, pelayanan
program gizi, pengeluaran pangan, pengetahuan gizi ibu, konsumsi pangan ibu
dan bayinya.
Data karakteristik bayi meliputi umur dan jenis kelamin. Data status gizi
bayi 0-11 bulan diperoleh dengan cara pengukuran antropometri yang meliputi
berat badan dan panjang badan. Berat badan bayi diukur dengan menggunakan
timbangan injak digital merek ”easttech” dengan ketelitian 0.1 kg. Teknik
pengukuran berat badan bayi yaitu bayi digendong oleh ibunya sehingga diketahui
berat badan bayi dan ibunya kemudian dikurangi berat badan ibu yang
sebelumnya sudah diketahui untuk memperoleh berat badan bayi. Pengukuran
panjang badan bayi menggunakan microtoise dengan cara anak dibaringkan pada
tempat yang rata kemudian diberi tanda dan diukur. Data konsumsi pangan bayi
menggunakan metode recall 2 x 24 jam melalui wawancara langsung dengan
ibunya secara berturut-turut yang meliputi jenis dan jumlah pangan yang
dikonsumsi dan frekuensi pangan. Data frekuensi dan lama pemebrian ASI
diperoleh dengan metode recall 2x24 jam berturut-turut dengan menanyakan
berapa kali dalam sehari anak menyusu dan berapa menit setiap kali menyusu.
Data karakteristik ibu meliputi umur, pendidikan ibu dan pekerjaan. Data
status gizi ibu diperoleh dengan cara pengukuran antropometri berdasarkan berat
badan dengan cara penimbangan menggunakan timbangan injak digital merek
”easttech” dengan ketelitian 0.1 kg. Pengukuran tinggi badan dengan
menggunakan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Data konsumsi pangan ibu
menyusui dikumpulkan melalui metode recall 2 x 24 jam.
Data pengetahuan gizi ibu diperoleh dengan mengajukan 10 pertanyaan
tentang zat gizi dan fungsinya, persepsi ibu tentang program gizi diperoleh dengan
mengajukan 10 pertanyaan yang meliputi proses pelaksanaan program posyandu,
dan pelayanan program gizi diperoleh dengan mengajukan 9 pertanyaan meliputi
cakupan pelaksanaan program posyandu yang diperoleh oleh ibu menyusui dan
bayinya. Data akses pelayanan program gizi diperoleh dengan mengajukan
pertanyaan mengenai jarak rumah dengan tempat pelayanan program gizi,
keterjangkauan transportasi.

Pengolahan dan Analisis Data

Dalam tahap pengolahan data dilakukan kegiatan-kegiatan seperti


pengkodean, penghitungan manual, entri data dan editing serta analisis. Program
komputer yang digunakan untuk membuat database dan penyimpanannya adalah
Microsoft Office Excel 2003. Sedangkan untuk menganalisis hubungan dan
pengaruh dari tiap variabel menggunakan program SPSS 13.0 for windows dan
SAS 6.12, sedangkan untuk menganalisis data status gizi ibu menyusui dan
bayinya menggunakan program penilaian status gizi WHO 2005.
Data karakteristik keluarga seperti tingkat pendidikan ayah dan tingkat
pendidikan ibu dilihat dari jumlah tahun mengikuti pendidikan formal, kemudian
dikategorikan menurut jenjang pendidikan SD, SLTP, SLTA dan PT. Data
pendapatan keluarga merupakan penjumlahan dari pendapatan seluruh anggota
keluarga baik dari hasil pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan atau sumber
lainnya selama satu bulan.
Dalam penentuan tingkat pengetahuan diberi kode 1 jika jawabannya
benar dan jika salah diberi kode 0. Nilai pengetahuan gizi ibu dilihat dari jumlah
skor atas pertanyaan yang diberikan. Skor minimal pengetahuan gizi ibu adalah 0
dan skor maksimal adalah 10. Kemudian dikategorikan rendah apabila skor yang
diperoleh kurang dari 60% dari total skor; kategori sedang apabila skor yang
diperoleh antara 60% sampai 80% dari total skor dan kategori baik apabila lebih
dari 80% dari total skor (Khomsan 2000). Dalam penentuan persepsi dengan
menggunakan kategori baik, sedang dan kurang.
Data antropometri bayi usia 0-11 bulan diolah dengan cara
membandingkan dengan standar NCHS/WHO 1995 sehingga dapat diperoleh Z-
skor berat badan menurut umur (BB/U); Z-skor panjang badan menurut umur
(PB/U) dan Z-skor berat badan menurut panjang badan. Titik batas (cutt-off point)
Z-skor -2 digunakan untuk mendeteksi status underweight, stunting dan wasting
pada bayi.
Data antropometri ibu diolah dengan menggunakan indeks massa tubuh
(IMT), dengan rumus :

IMT = Berat Badan (kg)


Tinggi Badan (m)2

Berdasarkan nilai IMT dibuat klasifikasi status gizi sesuai dengan kriteria
Departemen Kesehatan RI tahun 1994 sebagai berikut :
KATEGORI IMT
Kekurangan berat badan tingkat berat < 17.0
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17.0 - 18.5
Normal 18.5 - 25.0
Kelebihan berat badan tingkat ringan 25.0 - 27.0
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat berat > 27.0

Sumber : Nyoman et al. (2001)

Metode recall 2x24 jam digunakan untuk memperoleh data konsumsi


pangan bayi usia 0-11 bulan dan ibu menyusui. Pada metode recall ini ditanyakan
jenis pangan yang dikonsumsi dan banyaknya pangan tersebut dalam ukuran
rumah tangga. Pangan yang dikonsumsi kemudian dikonversi beratnya dalam
gram, kemudian dihitung kandungan zat gizi yaitu energi (kkal, protein (g),
vitamin A (μgRE), vitamin C (mg), vitamin B1 (mg), kalsium (mg), fosfor (mg),
zat besi (mg) dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Pangan tahun 2004.
Konversi dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah&Briawan 1994):

Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDD/100)

dimana;
Kgij = Kandungan zat gizi-i dalam bahan makanan-j
Bj = Berat makanan-j yang dikonsumsi (gr)
Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan-j
BDDj = bagian bahan makanan-j yang dapat dimakan
Data konsumsi ASI yang dikonsumsi dihitung berdasarkan data frekuensi
dan lama pemebrian ASI menurut Worthington-Robert (1993) dalam Riyadi
(2002). Volume ASI yang dikonsumsi bayi dihitung dengan cara mengalikan lama
pemeberian ASI dengan volume ASI yang diperoleh. Apabila lama pemberian
ASI lebih dari 15 menit untuk setiap kali penyusuan maka volume ASI yang
diperoleh diasumsikan 60ml, sedangkan lama pemberian ASI kurang dari 15
menit maka volume ASI yang diperoleh diasumsikan hanya 20ml. Nilai-nilai ini
kemudian dikalikan dengan frekuensi pemeberian ASI per hari, sehingga
diperoleh volume ASI per hari. Volume ASI yang dikonsumsi anak tersebut
kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk zat gizi menggunakan data zat gizi ASI.
Klasifikasi tingkat kecukupan zat gizi berdasarkan Depkes 1995 dengan klsifikasi
sebagai berikut :
Kategori Titik batas
Baik ≥ 100 % AKG
Sedang 80 - 99 % AKG
Kurang 70 - 80 % AKG
Defisit < 70 % AKG

Sumber : Nyoman et al. (2001)

Analisis untuk mengetahui pengaruh dari setiap variabel bebas dan terikat
menggunakan uji person korelasi, sedangkan untuk mengetahui seberapa besar
faktor langsung dan tidak langsung mempengaruhi status gizi bayi usia 0-11 bulan
dan ibu menyusui, dipergunakan analisis regresi linier berganda dengan rumus
sebagai berikut :

Model I :
Y1 = βo + β1 X1+ β2 X2+ β3 X3+ β4 X4+ β5 X5+ β6 X6+ β7 X7+ β8 X8+ ε

dimana;

Y1 = Satus Gizi Bayi menurut BB/PB atau PB/U atau Bb/U


βo = Intercept (konstanta)
β1,...., β8 = Parameter Koefisien regresi
X1 = Tingkat Kecukupan Energi
X2 = Tingkat Kecukupan Protein
X3 = Tingkat Kecukupan Vitamin A
X4 = Tingkat Kecukupan Vitamin C
X5 = Tingkat Kecukupan Vitamin B/Tiamin
X6 = Tingkat Kecukupan Kalsium
X7 = Tingkat Kecukupan Fosfor
X8 = Tingkat Kecukupan Zat Besi
ε = Error

Model II :
Y2 = βo + β1 X1+ β2 X2+ β3 X3+ β4 X4+ β5 X5+ β6 X6+ ε

dimana;

Y2 = Satus Gizi Bayi menurut BB/PB atau PB/U atau BB/U


βo = Intercept (konstanta)
β1,...., β6 = Parameter Koefisien regresi
X1 = Status Gizi Ibu
X2 = Pengetahuan Gizi Ibu
X3 = Pengeluaran Pangan
X4 = Pendidikan Orang Tua
X5 = Pendapatan
X6 = Pemanfaatan program gizi di posyandu
ε = Error

Model III :
Y3 = βo + β1 X1+ β2 X2+ β3 X3+ β4 X4+ β5 X5+ β6 X6+ β7 X7+ β8 X8+ ε

dimana;

Y3 = Satus Gizi Ibu


βo = Intercept (konstanta)
β1,...., β8 = Parameter Koefisien regresi
X1 = Tingkat Kecukupan Energi
X2 = Tingkat Kecukupan Protein
X3 = Tingkat Kecukupan Vitamin A
X4 = Tingkat Kecukupan Vitamin C
X5 = Tingkat Kecukupan Vitamin B/Thiamin
X6 = Tingkat Kecukupan Kalsium
X7 = Tingkat Kecukupan Fosfor
X8 = Tingkat Kecukupan Zat Besi
ε = Error

Model IV :
Y4 = βo + β1 X1+ β2 X2+ β3 X3+ β4 X4+ β5 X5+ β6 X6 + ε

dimana;

Y4 = Satus Gizi Ibu


βo = Intercept (konstanta)
β1,...., β7 = Parameter Koefisien regresi
X1 = Pengeluaran Pangan
X2 = Pengetahuan Gizi Ibu
X3 = Pendidikan Ibu
X4 = Pemanfaatan program gizi di posyandu Posyandu
X5 = Persepsi Ibu Terhadap Program Gizi di Posyandu
X6 = Pendapatan
ε = Error
Batasan Operasional

Bayi adalah bayi yang berusia 0 - 11 bulan yang merupakan anak dari ibu
menyusui.
Ibu menyusui adalah ibu kandung dari bayi yang memberikan ASI untuk
anaknya.
Status gizi bayi adalah status gizi bayi yang diukur dengan metode antropometri
menggunakan indeks berat badan menurut umur (BB/U), panjang badan
menurut umur (PB/U) dan berat badan menurut panjang badan (PB/BB).
Status gizi ibu adalah status gizi ibu yang diukur dengan metode antropometri,
menggunakan IMT (Indeks Massa Tubuh).
Tingkat pendidikan ibu adalah jumlah tahun lamanya menempuh pendidikan
formal yang pernah dicapai ibu menyusui kemudian dikategorikan
berdasarkan tingkat pendidikan SD, SLTP, SLTA dan PT.
Pengetahuan gizi ibu adalah penguasaan ibu terhadap pengetahuan yang
berhubungan dengan ASI, zat gizi, sumber dan fungsi zat gizi yang diukur
dengan memberikan skor 1 untuk jawaban benar dan 0 untuk jawaban
salah. Nilai skor pengetahuan adalah hasil penjumlahan dari semua skor.
Pengetahuan ibu dikategorikan rendah apabila skor yang diperoleh kurang
dari 60% dari total skor; kategori sedang apabila skor yang diperoleh
antara 60% sampai 80% dari total skor dan kategori baik apabila lebih
dari 80% dari total skor (Khomsan 2000).
Pendapatan keluarga adalah banyaknya uang atau senilai uang yang diperoleh
seluruh anggota keluarga yang diukur dengan cara menjumlahkan
pendapatan seluruh anggota keluarga baik dari hasil pekerjaan utama
maupun pekerjaan tambahan atau lainnya (pemberian,hadiah) selama satu
bulan, dinyatakan dalam Rp/ kapita/bulan.
Konsumsi Pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi baik oleh
bayi berupa ASI dan pangan yang dikonsumsi oleh ibu menyusui dengan
menggunakan metode recall 2x24 jam.
Pengeluaran pangan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan untuk kebutuhan
pangan.
Persepsi ibu tentang program gizi adalah penilaian ibu yang bersifat subjektif
terhadap penyelenggara program gizi di posyandu.
Pemanfaatan pelayanan gizi adalah jumlah kunjungan dan keikutsertaan ibu
dan bayinya dalam program gizi seperti penyuluhan gizi, mendapatkan
vitamin A, imunisasi, penimbangan, pelayanan KB, pemberian PMT.
Pelayanan program gizi adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh posyandu
program gizi berupa program penyuluhan gizi dan kesehatan, imunisasi,
menimbang, pelayanan KB, pemeriksaan kehamilan, pemberian PMT
pemberian kapsul vitamin A , Fe, iodium.
Akses pelayanan program gizi adalah jarak rumah dengan tempat pelayanan
program gizi serta keterjangkauan transportasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Daerah Penelitian

Kabupaten Cianjur dikenal dan lekat dengan pameo ngaos, mamaos dan
maenpo. Ngaos adalah tradisi mengaji sebagai salah satu pencerminan kegiatan
keagamaan. Mamaos adalah pencerminan kehidupan budaya daerah dimana seni
mamaos tembang sunda Cianjuran berasal dari tatar Cianjur. Sedangkan maenpo
adalah seni bela diri tempo dulu asli Cianjur yang sekarang lebih dikenal dengan
seni bela diri Pencak Silat.
Luas wilayah Kabupaten Cianjur 350.148 hektar dengan jumlah penduduk
berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000 berjumlah 1.931.840 jiwa dengan
laju pertumbuhan penduduk 2,11 %. Lapangan pekerjaan utama penduduk
Kabupaten Cianjur di sektor pertanian yaitu sekitar 62,99 %. Sektor lainnya yang
cukup banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan yaitu sekitar
14,60 %. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB
Kabupaten Cianjur yaitu sekitar 42,80 % disusul sektor perdagangan sekitar
24,62%.
Secara administratif Pemerintah Kabupaten Cianjur terbagi dalam 26
Kecamatan, 335 Desa dan 6 Kelurahan di wilayah kota Cianjur, dengan batas-
batas administratif sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan wilayah
Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta, sebelah barat berbatasan dengan
wilayah Kabupaten Sukabumi, sebelah selatan berbatasan dengan Samudra
Indonesia, sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung dan
Kabupaten Garut. Secara geografis , Kabupaten Cianjur dapat dibedakan dalam
tiga wilayah pembangunan yakni wilayah utara, tengah dan wilayah selatan.
Wilayah Utara meliputi 13 Kecamatan : Cianjur, Cilaku, Warungkondang,
Cibeber, Karangtengah, Sukaluyu, Ciranjang, Bojongpicung, Mande,
Cikalongkulon, Cugenang , Sukaresmi dan Pacet. Wilayah Tengah meliputi 7
Kecamatan : Sukanagara, Takokak, Campaka, Campaka Mulya, Tanggeung,
Pagelaran dan Kadupandak. Wilayah selatan meliputi 6 Kecamatan : Cibinong,
Agrabinta, Sindangbarang, Cidaun , Naringgul dan Cikadu. Sebagaimana daerah
beriklim tropis, maka di wilayah Cianjur utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh
dan tanaman hias. Di wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi,
kelapa dan buah-buahan. Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman
palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan.
Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan antara lain obyek wisata pantai yang masih
alami dan menantang investasi. Sebagai daerah agraris yang pembangunananya
bertumpu pada sektor pertanian, kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah
swa-sembada padi. Produksi padi pertahun sekitar 625.000 ton dan dari jumlah
sebesar itu telah dikurangi kebutuhan konsumsi lokal dan benih, masih
memperoleh surplus padi sekitar 40 %. Produksi pertanian padi terdapat hampir di
seluruh wilayah Cianjur. Kecuali di Kecamatan Pacet dan Sukanagara. Di kedua
Kecamatan ini, didominasi oleh tanaman sayuran dan tanaman hias. Dari wilayah
ini pula setiap hari belasan ton sayur mayur dipasok ke Jabotabek.
Kecamatan Ciranjang dan Kecamatan Karang Tengah terletak di wilayah
utara Kabupaten Cianjur. Kecamatan Ciranjang terdiri dari 5 Desa yaitu Desa
Ciranjang, Desa Cibiuk, Desa Nanggala Mekar, Desa Sindang Sari dan Desa
Mekar Galih, dengan jumlah RT 202 dan RW sebanyak 61. Berdasarkan susenas
tahun 2004 jumlah penduduk di Kecamatan Ciranjang sebanyak 85.424 jiwa.
Sarana Kesehatan yang terletak di wilayah Kecamatan Ciranjang terdiri dari 1
Puskesmas DTP yang terletak di Desa Ciranjang, 1 Puskesmas lengkap terletak di
Desa Cipeuyeum dan 57 Posyandu.
Kecamatan Karang Tengah terdiri dari 16 Desa. Pada akhir tahun 2006
terjadi pemekaran sehingga Kecamatan Karang Tengah terdiri dari 8 Desa, 8 Desa
lainnya masuk ke dalam wilayah Kecamatan Ciherang. 8 Desa yang termasuk
Kecamatan Karang Tengah yaitu Desa Sukamanah, Desa Bojong, Desa
Sindanglaka, Desa Maleber, Desa Sindangasih, Desa Sukataris, Desa Sabandar
dan Desa Sukamulya. Kecamatan Karang Tengah terdiri dari 305 RT dan 75 RW.
Berdasarkan susenas tahun 2004 jumlah penduduk Kecamatan Karang Tengah
sebanyak 120.642 jiwa. Sarana Kesehatan yang terletak di wilayah Kecamatan
Karang Tengah terdiri dari 1 Puskesmas lengkap terletak di Desa Karang Tengah
dan 78 Posyandu.

Gambaran Umum Contoh


Karakteristik Keluarga

Gambaran umur, tingkat pendidikan dan pekerjaan kepala keluarga dan


ibu menyusui dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3 Sebaran karakteristik keluarga menurut pendidikan, umur dan


pekerjaan

Karakteristik Ayah Ibu


Responden
n % n %
Pendidikan :
Tidak Sekolah 0 0.0 1 1.0
Tidak Tamat SD 6 6.0 5 5.0
Tamat SD 42 42.0 56 56.0
Tidak tamat SMP 2 2.0 0 0.0
Tamat SMP 22 22.0 17 17.0
Tamat SMU 21 21.0 13 13.0
Diploma 4 4.0 7 7.0
Sarjana 3 3.0 1 1.0

Total 100 100.0 100 100.0


Umur :
< 20 tahun 0 0.0 7 7
21 - 35 tahun 67 67.0 76 76.0
≥ 36 tahun 33 33.0 17 17.0

Total 100 100.0 100 100.0


Pekerjaan :
Tidak bekerja 1 1.0 0 0.0
Petani 20 1.0 0 0.0
Pedagang 42 30.0 2 2.0
PNS/ABRI/POLISI 8 7.0 5 5.0
Jasa 18 17.0 3 3.0
Ibu rumah tangga 0 0.0 89 89.0
Guru bantu 0 0.0 1 1.0
Karyawan swasta 11 11.0 0 0.0

Total 100 100.0 100 100.0

Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting sebagai salah satu
indikator menilai kualitas sumberdaya manusia. Tingkat pendidikan kepala
keluarga pada umumnya adalah tamat Sekolah Dasar (SD) sebesar 42%, sebesar
6% kepala keluarga yang tidak tamat SD dan yang memiliki pendidikan sampai
perguruan tinggi (sarjana) hanya 3%, sedangkan rata-rata pendidikan ibu sama
dengan kepala keluarga yaitu tamat Sekolah Dasar sebesar 56%, sebesar 5% ibu
tidak tamat SD dan 1% ibu yang tidak sekolah sama sekali.

Umur

Pada tabel tersebut rata-rata umur kepala keluarga adalah 33.12 tahun,
sedangkan rata-rata umur ibu adalah 28.31 tahun. Kepala keluarga sebesar 67.0%
berusia antara 21-35 tahun, sedangkan sisanya sebesar 33 % berusia diatas 36
tahun. Ibu sebesar 76% berusia 21 - 35 tahun, sedangkan sisanya sebesar 7%
berusia dibawah 20 tahun dan 17% berusia diatas 36 tahun. Berdasarkan data
tersebut rata-rata umur kepala keluarga termasuk ke dalam kategori usia produktif
dan rata umur ibu termasuk ke dalam usia reproduksi sehat.

Pekerjaan

Pada umumnya pekerjaan kepala keluarga adalah sebagai pedagang


sebesar 42%, yang bekerja sebagai jasa baik itu sebagai tukang ojek,tukang cukur
dan calo sebesar 18%, kepala keluarga yang menjadi petani sebesar 20%, sebagai
PNS/ABRI/POLISI sebesar 8% dan sebagai karyawan swasta sebesar 11%.
Kepala keluarga yang tidak bekerja sama sekali sebesar 1%. Pada umunya ibu
sebesar 89% hanya sebagai ibu rumah tangga. Tapi ada juga ibu yang bekerja
yaitu sebagai pedagang sebesar 2%, PNS/ABRI/POLISI sebesar 5%, jasa 3% dan
sebagai guru bantu 1%.

Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga dihitung dari seluruh pendapatan anggota keluarga
baik itu dari pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan. Sebesar 58%
pendapatan perkapita/bulan diatas garis kemiskinan menurut BPS Kabupaten
Cianjur. Sedangkan sisanya sebesar 42% dibawah garis kemiskinan (Tabel 4).
Apabila terjadi peningkatan pendapatan perkapita pada masyarakat miskin di
suatu negara maka akan menyebabkan peningkatkan pengeluaran yang
dialokasikan untuk pangan. Sebagai contoh pertumbuhan ekonomi di Negara
Jepang sejak abad XXIII secara tidak langsung merubah pola konsumsi pangan
masyarakatnya menjadi lebih baik (Sanjur 1982).

Tabel 4 Sebaran keluarga menurut pendapatan per kapita/bulan

Kategori n %

Miskin 42 42.0
Tidak miskin 58 58.0

Total 100 100.0

Karakteristik Bayi

Karakteristik bayi meliputi umur dan jenis kelamin bayi. Umur yang
diambil dalam penelitian ini adalah bayi yang berusia 0-11 bulan. Umur bayi
dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan kelompok umur angka kecukupan gizi
2004 yaitu rentang usia antara 0-6 bulan dan 7-11 bulan. Bayi yang berusia 0-6
bulan sebanyak 57%, sedangkan bayi yang berusia 7-11 bulan sebanyak 43% dari
100 bayi yang dijadikan sampel penelitian. Sedangkan bayi laki-laki yang berusia
0-6 bulan sebesar 52.6% dan yang berjenis kelamin perempuan sebesar 47% dari
57 bayi yang berusia 0-6 bulan. Bayi laki-laki yang berusia 7-11 bulan sebesar
39.5% dan yang berjenis kelamin perempuan sebesar 60.5% dari 43 bayi yang
berusia 7-11 bulan. Sebaran jenis kelamin bisa dilihat di tabel 5.
Tabel 5 Sebaran bayi menurut jenis kelamin
Jenis Kelamin n %
Laki-laki 47 47.0
Perempuan 53 53.0
Total 100 100.0

Pengeluaran Pangan

Pengeluaran pangan dalam keluarga biasanya dialokasikan untuk


memenuhi kebutuan pangan. Pengeluaran pangan keluarga rata-rata 179687
Rp/kap/bln (53.3%) dari total rata-rata pengeluaran pangan. Pengeluaran pangan
diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu kurang dari 120.000 Rp/kap/bln dan
lebih dari 120.000 Rp/kap/bln. Pengeluaran pangan keluarga yang termasuk
kategori kurang dari 120.000 Rp/kap/bln 27%, kategori lebih dari 120.000
Rp/kap/bln sebesar 73% (Tabel 6).

Tabel 6 Sebaran keluarga menurut pengeluaran pangan Rp/Kap/Bln

Pengeluaran Pangan
Kategori
n %

< 120000 27 27.0


> 120000 73 73.0

Total 100 100.0

Tabel 7 Sebaran keluarga menurut pengeluaran pangan Rp/Kap/Bln dan status


ekonomi keluarga
Miskin Tidak Miskin
Kategori
n % n %
< 120000 21 21.0 6 6.0
> 120000 21 21.0 52 52.0

Total 42 42.0 58 58.0


Pengeluaran pangan bagi keluarga miskin dengan kategori kurang dari
120000 Rp/Kap/Bln sebesar 21% sedangkan sisanya sebesar 21% masuk dalam
kategori lebih dari 120000 Rp/Kap/Bln. Pengeluaran pangan bagi keluarga tidak
miskin kategori kurang dari 120000 Rp/Kap/Bln sebesar 6% sedangkan sisanya
sebesar 52% masuk dalam kategori lebih dari 120000 Rp/Kap/Bln (Tabel 7).
Pengeluaran pangan sangat erat kaitannya dengan pendapatan keluarga sehingga
apabila terjadi peningkatan pendapatan maka akan meningkatkan alokasi
pengeluaran untuk pangan.

Persepsi Ibu tentang Program Gizi

Menurut Green (1980) bahwa faktor predisposing dari sebuah perilaku


adanya keyakinan terhadap nilai sesuatu. Persepsi merupakan respon yang
merupakan hasil dari penilaian terhadap sesuatu merupakan bagian penting juga
dalam perilaku atau tindakan yang akan diambil oleh seseorang. Persepsi ibu
menyusui diperoleh dengan mengajukan 10 pertanyaan mengenai perlu tidaknya
peningkatan pelaksanaan program posyandu meliputi kegiatan : penyuluhan,
PMT, penimbangan balita, imunisasi, tablet tambah darah, penyediaan KMS,
pelayanan KB, pemeriksaan kehamilan, pemberian vitamin A dan pelakanaan
kegiatan posyandu secara rutin per bulan dengan pilihan jawaban perlu
ditingkatkan atau tidak. Nilai tertinggi 10 dengan jawaban bahwa semua program
sudah bagus dan tidak perlu ditingkatkan. Persepsi dan pengetahuan merupakan
predisposing dari sebuah tindakan seseorang sehingga kategori persepsi
disamakan dengan kategori pada pengetahuan gizi ibu yaitu apabila skor kurang
dari 60% dari total skor masuk dalam kategori rendah, skor antara 60-80% dari
total skor kategori sedang dan kategori baik apabila lebih dari 80% dari total skor.
Pada umumnya program di posyandu yang dianggap responden dengan kategori
sedang sebesar 60%, sedangkan persepsi dalam kategori kurang sebesar 27%
sedangkan sisanya masuk dalam kategori baik sebesar 13% (Tabel 8).

Tabel 8 Sebaran ibu menurut persepsi terhadap program posyandu

Kategori (Skor) n %
Kurang (60%) 27 27.0
Sedang (60-80%) 60 60.0
Baik ( >80%) 13 13.0

Total 100 100.0

Pengetahuan Gizi Ibu

Peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku,


namun pengetahuan juga merupakan faktor predisposing dalam sebuah perilaku
(Green 1980). Pengetahuan gizi dibagi menjadi 3 kategori yaitu baik, sedang dan
rendah. Kategori rendah apabila skor kurang dari 60% dari total skor; kategori
sedang apabila skor yang diperoleh antara 60% sampai 80% dari total skor dan
kategori baik apabila lebih dari 80% dari total skor. Pengetahuan responden
tentang gizi mayoritas masuk ke dalam kategori sedang sebesar 59%, sedangkan
kategori kurang sebesar 26% dan sisanya sebesar 15% masuk dalam kategori baik
(Tabel 9). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mulyati et al (2007) yang
dilakukan di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang bahwa pengetahuan ibu
berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi energi sebesar 18.8% dan
peningkatan konsumsi protein sebesar 21.39% pada bayi dibawah lima tahun
(Balita) yang menderita penyakit tuberculosis.

Tabel 9 Sebaran ibu menurut pengetahuan gizi

Kategori (Skor) n %

Kurang (60%) 26 26.0


Sedang (60-80%) 59 59.0
Baik ( >80%) 15 15.0

Total 100 100.0


Tabel 10 Sebaran ibu menurut jawaban benar dan salah dari pertanyaan tentang
pengetahuan gizi

No Pertanyaan Jawaban Jawaban


Total
Benar Salah
n % n % n %
1. Zat gizi untuk mendukung 99 99.0 1 1.0 100 100.0
pertumbuhan anak-anak adalah
protein
2. Untuk mendukung pertumbuhan anak 81 81.0 19 19.0 100 100.0
sebaiknya makanan tambahan selain
ASI diberikan setelah usia satu bulan
3. Za-zat gizi yang dibutuhkan oleh 94 94.0 6 6.0 100 100.0
tubuh terdirir dari karbohidrat, lemak,
protein, vitamin dan mineral
4. Pangan yang termasuk sumber 40 40.0 60 60.0 100 100.0
karbohidrat adalah ikan
5. Pangan yang termasuk sumber protein 52 52.0 48 48.0 100 100.0
adalah singkong
6. Porsi makan ibu selama hamil adalah 80 80.0 20 20.0 100 100.0
lebih banyak dari kondisi sebelum
hamil
7. Pangan yang termasuk ke dalam 72 72.0 28 28.0 100 100.0
sumber vitamin A adalah bayam
8. Gejala anemia (kurang darah) adalah 69 69.0 31 31.0 100 100.0
leher membengkak
9. Jika ibu mengalami anemi (kurang 74 74.0 26 26.0 100 100.0
darah) maka hal tersebut disebabkan
oleh kekurangan zat besi
10. Sumber zat besi pada makanan adalah 55 55.0 45 45.0 100 100.0
daging dan telur

Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat bahwa 80% ibu menjawab dengan


benar mengenai fungsi protein, waktu pemberian makanan pendamping ASI yang
tepat, zat gizi utama yang dibutuhkan oleh tubuh dan peningkatan kebutuhan zat
gizi selama hamil. Ibu masih belum mengetahui sumber karbohidrat yang menjadi
sumber energi. Hal ini bisa dilihat dari pertanyaan nomor 4 tentang sumber
karbohidrat sebesar 60% dari ibu menjawab salah. Sebesar 45% ibu belum
mengetahui sumber zat besi yang sangat diperlukan pada masa kehamilan dan
menyusui.

Pemanfaatan Program Gizi

Pemanfaatan program gizi di posyandu dapat dilihat dari jumlah


kunjungan responden selama 6 bulan terakhir dan partisipasi ibu serta bayinya
terhadap kegiatan yang dilaksanakan posyandu. Program gizi yang dilaksakan
oleh posyandu bagi ibu menyusui adalah penyuluhan gizi dan kesehatan,
pelayanan KB, pemberian vitamin A, sedangkan untuk bayinya adalah imunisasi,
penimbangan, pemberian PMT, pemberian vitamin A. Kunjungan ibu dan bayinya
dibagi menjadi 2 kategori yaitu kategori tinggi dengan jumlah kunjungan ke
posyandu antara 4-6 sedangkan kategori rendah 1-3 kunjungan selama 6 bulan
terakhir. Sebesar 59% kunjungan ibu dan bayinya masuk dalam kategori tinggi
sedangkan sisanya sebesar 41% termasuk dalam kategori rendah (Tabel 11).

Tabel 11 Sebaran ibu menurut pemanfaatan program gizi

Kategori n %

Rendah 41 41.0
Tinggi 59 59.0

Total 100 100.0

Sebesar 91% ibu menyusui tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan dan


gizi dari posyaandu, berdasarkan persepsi ibu sebesar 75% mengatakan bahwa
kegiatan penyuluhan di posyandu perlu ditingkatkan. Sebesar 92% ibu tidak
mendapatkan pelayanan KB di posyandu karena ibu banyak yang menggunakan
pelayanan KB dari bidan setempat. Program pemberian kapsul vitamin A
berwarna merah pada ibu menyusui (nifas) diberikan sebanyak 2 (dua) kali paling
lambat 30 hari setelah melahirkan dengan dosis 200.000 SI. Program pemberian
kapsul vitamin A berwarna biru pada bayi berusia 6-11 bulan dengan dosis
100.000 SI (Depkes 2000). Ibu menyusui mendapatkan kapsul vitamian A setelah
melahirkan yang merupakan bagian dari program gizi di posyandu sebanyak 13%
sedangkan program pemberian vitamin A untuk bayi sebesar 73.5% dari 49 bayi
yang berusia 6-11 bulan. Pada saat menyusui kebutuhan vitamin A ibu meningkat
untuk pemenuhan zat gizi yang terkandung dalam ASI. Vitamin A tidak dapat
disimpan dalam tubuh dalam jangka waktu yang panjang sehingga ibu menyusui
dan bayinya memerlukan suplemen vitamin A untuk memenuhi kebutuhannya
(Riordan 2005).
Penimbangan bayi dan balita sudah dilaksanakan dengan baik karena
setiap pelaksanaan posyandu kegiatan penimbangan menjadi kegitan rutin
posyandu, terlihat dari jumlah bayi yang ditimbang yaitu 94% bayi mendapatkan
pelayanan penimbangan sebagai program monitoring pertumbuhan bayi.
Imunisasi merupakan sarana untuk memberikan kekebalan tubuh sehingga bayi
terhindar dari penyakit. Sebesar 75% bayi mendapatkan imunisasi dari posyandu
dan sebesar 82% bayi tidak mendapatkan PMT dari posyandu karena kegiatan
PMT di posyandu tidak dilaksanakan secara periodik.

Pelayanan Program Posyandu

Pelayanan program posyandu dilihat dari cakupan pelayanan yang


diberikan oleh posyandu di Kecamatan Karang Tengah dan Ciranjang kepada
sasarannya yaitu dengan memberikan 9 pertanyaan tentang pelaksanaan program
posyandu meliputi : penyuluhan kesehatan dan gizi, imunisasi, penimbangan,
pelayanan KB, Pelayanan ANC ibu hamil, program PMT, program tablet tambah
darah, program kapsul iodium dan program kapsul vitamin A untuk bayi dan ibu
nifas. Nilai tertinggi 9 apabila posyandu bisa memberikan semua pelayanan
kepada sasarannya. Skor akhir dibagi menjadi 3 kategori yaitu : skor dibawah
33% (posyandu hanya memberikan maksimal 3 pelayanan) masuk kategori
kurang, 44%-66% dari total skor (posyandu memberikan 4-6 pelayanan) kategori
sedang, dan diatas 77% dari total skor minimal posyandu memberikan pelayanan
sebanyak 7 program masuk dalam kategori baik. Sebanyak 96% responden tidak
mendapatkan pelayanan posyandu secara lengkap sedangkan yang mendapatkan
pelayanan posyandu secara lengkap sebesar 4% . Dilihat dari program serta
cakupan programnya bahwa posyandu yang ada di Kecamatan Karang Tengah
dan Ciranjang tergolong ke dalam posyandu tingkat madya karena pelaksanaan
posyandu berjalan setiap bulan tetapi cakupan program utama dan cakupannya
masih rendah (Tabel 12).

Tabel 12 Sebaran ibu menurut pelayanan program posyandu

Kategori n %
Baik 4 4.0
Sedang 0 0.0
Kurang 96 96.0

Total 100 100.0

Akses Pelayanan Program Gizi

Akses pelayanan program gizi untuk mengetahui jarak antara pelayanan


program gizi dengan tempat tinggal. Jarak dibagi menjadi 3 kategori yaitu dekat,
sedang dan jauh. Rata-rata jarak rumah responden dengan pelayanan program gizi
adalah 107.70 meter dan dari data yang diperoleh responden mengunjungi
posyandu dengan berjalan kaki. Jarak antara pelayanan program gizi dengan
tempat tinggal secara tidak langsung mempengaruhi keputusan dalam
pemanfaatan pelayanan, namun karena mayoritas jarak antara pelayanan program
gizi dengan tempat tinggal sehingga banyak ibu yang berkunjung ke posyandu
antara 4-6 kunjungan sebesar 59% selama 6 bulan terakhir (Tabel 13).

Tabel 13 Sebaran ibu menurut akses pelayanan program gizi

Kategori (Jarak) n %

Dekat ( < 100 meter) 56 56.0


Sedang (100 - 500 meter) 34 34.0
Jauh ( 500 -1000 meter) 10 10.0

Total 100 100.0

Rata-Rata Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Konsumsi Ibu Menyusui

Setiap makanan mengandung zat gizi yang bervariasi baik jenis maupun
jumlahnya. Kurangnya pangan yang dikonsumsi akan mengakibatkan kurangnya
zat gizi yang dikonsumsi. Pada masa menyusui terjadi peningkatan kebutuhan zat
gizi. Apabila asupan zat gizi kurang selama menyusui secara langsung
mempengaruhi kualitas dari produksi Air Susu Ibu (ASI) yang merupakan
makanan pokok bagi bayi yang berusia 0-6 bulan. Sebaran kategori tingkat
konsumsi ibu menyusui bisa dilihat pada tabel 14.

Tabel 14 Statistik konsumsi dan tingkat kecukupan konsumsi ibu menyusui

Tingkat Kecukupan
Konsumsi
Zat Gizi Konsumsi (% AKG)
Rata-Rata Std Rata-Rata Std
Energi (kcal) 1452 608.6 51.9 21.8
Protein (gram) 48.2 25.5 79.9 42.5
Vitamin A (μgRE) 658.3 650.6 79.3 77.6
Vitamin C (mg) 28.4 25.1 36.1 31.8
Vitamin B1 (mg) 0.42 0.2 32.4 15.2
Kasium (mg) 452.2 372.9 49.8 41.5
Fosfor (mg) 709 359.2 100.1 49.9
Besi (mg) 11.5 13.2 42.0 48.2

Konsumsi Energi Ibu. Rata-rata konsumsi energi Ibu adalah


1452kkal/hari dengan rata-rata kecukupan energi baru memenuhi 52% angka
kecukupan gizi yang dianjurkan (RDA).
Konsumsi Protein Ibu. Rata-rata konsumsi protein Ibu 48.2 g/hari
dengan rata-rata tingkat kecukupan baru memenuhi 80% angka kecukupan gizi
yang dianjurkan (RDA).
Konsumsi Vitamin A Ibu. Defisiensi vitamin A merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang nyata di lebih 70 negara (WNPG 2004) dan masih
menjadi masalah utama di negara berkembang termasuk Indonesia. Rata-rata
konsumsi vitamin A adalah 658.3μgRE/hari sehingga tingkat kecukupan vitamin
A baru memenuhi angka kecukupan vitamin A yang diajurkan sebesar 79%.
Konsumsi Vitamin C Ibu. Manusia memerlukan vitamin C dari makanan
karena tubuhnya tidak memiliki enzim L-gulono-α-lactone oxidase yang
diperlukan yntuk sintesis vitamin C. Rata-rata konsumsi vitamin C sebesar
28.4g/hari dengan tingkat kecukupan sebesar 36%.
Konsumsi Vitamin B1 Ibu. Vitamin B1 atau Thiamin merupakan
koenzim yang penting pada metabolisme energi dari karbohidrat. Rata-rata
konsumsi vitamin B1 (Thiamin) ibu sebesar 0.42 mg/hari dengan tingkat
kecukupan vitamin B1 (Thiamin) baru memenuhi angka kecukupan vitamin A
yang diajurkan sebesar 32.4%.
Konsumsi Kalsium Ibu. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak
terdapat dalam tubuh. Lebih dari 99% kalsium terdapat di tulang. Konsumsi rata-
rata ibu sebesar 452 mg dengan tingkat kecukupan kalsium baru memenuhi angka
kecukupan kalsium yang diajurkan sebesar 49.8%.
Konsumsi Fosfor Ibu. Fosfor sangat mempunyai peran penting dalam
memelihara pH, menyimpan dan mengirim energi dan sintesa nukleotida.
Konsumsi rata-rata ibu sebesar 709 mg dengan tingkat kecukupan fosfor sudah
memenuhi angka kecukupan fosfor yang diajurkan sebesar 100%.
Konsumsi Besi Ibu. Rata-rata konsumsi besi ibu sebesar 11.5 mg/hari
dengan tingkat kecukupan Besi baru memenuhi angka kecukupan besi yang
diajurkan sebesebesar 42%.
Tingkat kecukupan energi dan protein masih rendah, walaupun pada saat
pengambilan data yaitu bulan September-Oktober merupakan bulan setelah panen
raya. Masa panen di daerah Cianjur mulai bulan Juli dan panen raya terjadi pada
bulan Agustus. Melihat dari ketersediaan pangan setidaknya kebutuhan pangan
akan terpenuhi akan tetapi banyak faktor yang menyebabkan kondisi tingkat
kecukupan konsumsi masih rendah walaupun dalam kondisi pasca panen raya,
kondisi ini salah satunya karena keterjangkauan secara ekonomi yaitu daya beli
masyarakat masih rendah terlihat dari status rumah tangga hampir setengahnya
masuk dalam kategori keluarga miskin.

Departemen Kesehatan RI tahun 1995 membagi klasifikasi tingkat


kecukupan zat gizi menjadi 4 kategori yaitu baik (≥ 100% AKG), sedang (80-90%
AKG), kurang (70-80% AKG) dan defisit (< 70% AKG). Sebaran ibu menurut
tingkat kecukupan zat gizi bisa dilihat pada tabel 15.

Tabel 15 Sebaran ibu menurut tingkat kecukupan zat gizi

Zat Gizi Kategori Total


Baik Sedang Kurang Defisit
n % n % n % n % n %
Energi 2 2.0 6 6.0 8 8.0 84 84.0 100 100.0
Protein 24 24.0 18 18.0 11 11.0 47 47.0 100 100.0
Vitamin A 30 30.0 10 10.0 3 3.0 57 57.0 100 100.0
Vitamin C 8 8.0 4 4.0 1 1.0 87 87.0 100 100.0
Vitamin B1 0 0.0 1 1.0 1 1.0 98 98.0 100 100.0
Kasium 11 11.0 5 5.0 4 4.0 80 80.0 100 100.0
Fosfor 45 45.0 14 14.0 7 7.0 34 34.0 100 100.0
Besi 13 13.0 0 0.0 1 1.0 86 86.0 100 100.0

Rata-Rata Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Konsumsi Bayi

Setiap makanan mengandung zat gizi yang bervariasi baik jenis maupun
jumlahnya. Kurangnya pangan yang dikonsumsi akan mengakibatkan kurangnya
zat gizi yang dikonsumsi. Makanan pertama dan utama seorang bayi adalah ASI
(Air Susu Ibu). Kebutuhan zat gizi dan mineral yang dibutuhkan oleh bayi dalam
penelitian ini sebagian besar berasal dari ASI dan MPASI karena rentang usia
bayi 0-11 bulan. Sebaran kategori tingkat konsumsi dan kecukupan konsumsi bayi
bisa dilihat pada tabel 16.

Tabel 16 Statistik konsumsi dan tingkat kecukupan konsumsi bayi


Tingkat Kecukupan
Konsumsi
Zat Gizi Konsumsi (% AKG)
Rata-Rata Std Rata-Rata Std
Energi (kcal) 662.58 481.54 100.9 71.8
Protein (gram) 14.02 11.87 107.0 86.0
Vitamin A (μgRE) 500.65 396.04 142.0 118.1
Vitamin C (mg) 38.29 44.79 119.0 142.1
Vitamin B1 (mg) 0.20 0.14 59.0 43.3
Kasium (mg) 379.99 395.88 114.0 115.4
Fosfor (mg) 615.70 315.55 279.3 148.6
Besi (mg) 4.76 8.61 123.0 207.0

Konsumsi Energi Bayi. Rata-rata konsumsi energi bayi adalah 663


kkal/hari dengan rata-rata kecukupan energi sudah memenuhi 100% angka
kecukupan gizi yang dianjurkan (RDA).
Konsumsi Protein Bayi. Protein berfungsi sebagai zat pembangun
sehingga sangat penting bagi masa pertumbuhan. Rata-rata konsumsi protein bayi
14 g/hari dengan tingkat kecukupan protein sebesar 107.0%.
Konsumsi Vitamin A Bayi. Defisiensi vitamin A merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang nyata di lebih 70 negara (WNPG 2004) dan masih
menjadi masalah utama di negara berkembang termasuk Indonesia. Rata-rata
konsumsi vitamin A adalah 500.65 μgRE/hari sehingga tingkat kecukupan
vitamin A sudah memenuhi angka kecukupan vitamin A yang diajurkan sebesar
142%.
Konsumsi Vitamin C Bayi. Manusia memerlukan vitamin C dari
makanan karena tubuhnya tidak memiliki enzim L-gulono-α-lactone oxidase yang
diperlukan yntuk sintesis vitamin C. Rata-rata konsumsi vitamin C sebesar
38.3g/hari dengan tingkat kecukupan sebesar 119%.
Konsumsi Vitamin B1. Vitamin B1 atau Thiamin merupakan koenzim
yang penting pada metabolisme energi dari karbohidrat. Rata-rata konsumsi
vitamin B1 (Thiamin) sebesar 0.2 mg/hari dengan tingkat kecukupan vitamin B1
(Thiamin) sebesar 59%.
Konsumsi Kalsium Bayi. Kalsium merupakan mineral yang paling
banyak terdapat dalam tubuh. Lebih dari 99% kalsium terdapat di tulang.
Konsumsi rata-rata bayi sebesar 380 mg dengan tingkat kecukupan sebesar 114%.
Konsumsi Fosfor Bayi. Fosfor sangat mempunyai peran penting dalam
memelihara pH, menyimpan dan mengirim energi dan sintesa nukleotida.
Konsumsi rata-rata bayi sebesar 616 mg/hari dengan tingkat kecukupan 279%.
Konsumsi Besi Bayi. Anak apabila dilahirkan cukup waktu akan
mempunyai cadangan zat besi yang diperoleh dari ibunya untuk mencukupi
kebutuhan selama tiga bulan. Tetapi karena badan bayi dapat menggunakan zat
besi secara hemat, maka pada usia setahun 70% dari total zat besi dalam badannya
masih berasala dari zat besi yang diperoleh dari ibunya (Winarno 1995). Rata-rata
konsumsi besi bayi sebesar 4.8 mg/hari dengan tingkat kecukupan sebesar 123%.
Klasifikasi tingkat kecukupan zat gizi berdasarkan Departemen Kesehatan tahun
1995 bisa dilihat pada tabel 17. Klasifikasi dibagi 4 yaitu baik (≥ 100% AKG),
sedang (80-90% AKG), kurang (70-80% AKG) dan defisit (< 70% AKG).

Tabel 17 Sebaran bayi menurut tingkat kecukupan zat gizi


Kategori
Total
Zat Gizi Baik Sedang Kurang Defisit
n % n % n % n % n %
Energi 39 39.0 19 19.0 12 12.0 30 30.0 100 100.0
Protein 33 33.0 10 10.0 17 17.0 40 40.0 100 100.0
Vitamin A 70 70.0 20 20.0 5 5.0 5 5.0 100 100.0
Vitamin C 41 41.0 11 11.0 9 9.0 39 39.0 100 100.0
Vitamin B1 10 10.0 5 5.0 8 8.0 77 77.0 100 100.0
Kasium 30 30.0 23 23.0 7 7.0 40 40.0 100 100.0
Fosfor 95 95.0 2 2.0 0 0.0 3 3.0 100 100.0
Besi 26 26.0 30 30.0 5 5.0 39 39.0 100 100.0

Status Gizi Ibu

Status gizi ibu diklasifikasikan menjadi 5 kategori berdasarkan kriteria


yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 1994 yaitu kategori kurus
tingkat berat jika IMT ibu < 17.0, kurus ringan jika IMT ibu 17.0-18.5, normal
jika IMT ibu 18.5-25.0, gemuk tingkat ringan jika IMT ibu 25.0-27.0, dan
kategori gemuk tingkat berat jika IMT ibu >27.0. Status gizi ibu menyusui lebih
dari setengahnya masuk dalam kategori normal sebesar 76% sedangkan untuk
kategori gemuk sebesar 17% dan kategori kurus sebesar 7%. Sebaran status gizi
bisa dilihat lebih jelas pada tabel 18.
Menurut As’ad (2002) masalah gizi pada ibu menyusui biasanya karena
mereka mempunyai riwayat antenatal dan posnatal yang jelek dan status gizi lebih
pada ibu menyusui jarang sekali terjadi pada status ekonomi keluarga miskin.
Sedangkan menurut Riordan (2004) bahwa status gizi ibu menyusui dipengaruhi
oleh tingkat konsumsi dan kenaikan berat badan selama kehamilan, apabila
tingkat konsumsi ibu dan kenaikan berat badan ibu selama kehamilan maka status
gizi ibu pada saat menyusui akan rendah karena ibu tidak mempunyai cadangan
energi untuk memenuhi kebutuhan zat gizi yang sangat tinggi pada masa
menyusui.

Tabel 18 Sebaran ibu menurut satus gizi

Kategori n %

Kurus (Berat) 1 1.0


Kurus (Ringan) 6 6.0
Normal 76 76.0
Gemuk (Ringan) 7 7.0
Gemuk (Berat) 10 10.0

Total 100 100.0

Status Gizi Bayi

Status gizi pada penelitian ini dilihat dalam 3 kategori yaitu status gizi
bayi menurut BB/U, status gizi bayi menurut BB/PB dan PB/U. Status gizi bayi
menurut indeks BB/U yang menunjukan gambaran status gizi bayi saat ini hampir
100% masuk dalam kategori normal sedangkan sisanya masuk dalam kategori
underweight sebesar 4% dan kategori underweight berat sebesar 3%. Kondisi
berat badan sangat labil sehingga status gizi bayi yang termasuk ke dalam kategori
underweight dan underweight berat bisa disebabkan karena perubahan mendadak
yang disebabkan karena penurunan nafsu makan karena terserang penyakit
infeksi. Dan kekurangan dalam penelitian ini tidak digali penyakit infeksi yang
menyertai bayi pada saat penelitian berlangsung. Sedangkan indeks berat badan
menurut panjang badan ditemukan prevalensi wasting sebesar 2% ,wasting berat
sebesar 7%, sebesar 61% masuk dalam kategori normal dan sisanya 30% masuk
dalam kategori overweight. Pada indeks Panjang badan menurut umur ditemukan
prevalensi stunting sebesar 21% dan stunting berat sebesar 28% . Prevalensi
stunting dan stunting berat memberikan gambaran bahwa terdapat defisiensi gizi
dalam waktu yang cukup lama. Jadi hampir setengahnya bayi yang menjadi
contoh penelitian berada dalam kegagalan untuk mencapai potensi pertumbuhan
secara optimal kondisi disebabkan karena keadaan gizi atau kesehatan yang tidak
optimal. Masing-masing sebaran bisa dilihat pada tabel 19.

Tabel 19 Sebaran status gizi bayi menurut indeks BB/PB, PB/U, BB/U

Kategori n %

Indeks BB/PB:
Overweight 30 30.0
Normal 61 61.0
Wasting 2 2.0
Wasting Berat 7 7.0

Total 100 100.0


Indeks PB/U :
Overweight 4 4.0
Normal 47 47.0
Stunting 21 21.0
Stunting Berat 28 28.0

Total 100 100.0


Indeks BB/U:
Overweight 3 3.0
Normal 90 90.0
Underweight 4 4.0
Underweight Berat 3 3.0

Total 100 100.0

Hubungan Pemanfaatan Program Gizi di Posyandu dengan Status Gizi

Pemanfaatan program gizi di posyandu dengan status gizi ibu


Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda terdapat hubungan
positif antara pemanfaatan program gizi di posyandu dengan status gizi ibu
menyusui (P<0.005). Nilai parsial R2 yang menujukan kontribusi langsung antara
variabel pemanfaatan program gizi di posyandu terhadap status gizi ibu menyusui
sebesar 16.8%. Semakin sering ibu mengunjungi posyandu untuk mendapatkan
pelayanan program gizi di posyandu semakin baik status gizi ibu menyusui.

Pemanfaatan program gizi di posyandu dengan status gizi bayi


Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda terdapat hubungan
positif antara pemanfaatan program gizi di posyandu dengan status gizi bayi
menurut indeks BB/PB (P<0.05). Nilai parsial R2 yang menunjukan kontribusi
langsung antara variabel pemanfaatan program gizi di posyandu terhadap status
gizi bayi menurut indeks BB/PB sebesar 23.17%. Pemanfaatan program gizi di
posyandu oleh ibunya secara tidak langsung berhubungan dengan status gizi bayi
menurut indeks BB/PB. Sedangkan tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara pemanfaatan program gizi gizi di posyandu dengan status gizi menurut
indeks PB/U (P>0.05) dengan nilai R2 sebesar 2.4%. Kondisi ini walaupun
kunjungan ibu semakin sering ke posyandu untuk memanfaatkan program gizi
namun tidak menjadikan status gizi bayi menurut indeks PB/U baik. Hal ini bisa
disebabkan karena adanya gangguan pada keadaan gizi dan kesehatan bayi
terbukti dengan prevalensi stunting pada penelitian ini sebesar 49%, didukung
dengan akses ke pelayanan kesehatan yang cukup jauh serta kondisi ekonomi
keluarga contoh sebesar 42% pendapatan per kapita per bulannya dibawah garis
kemiskinan. Hal ini serupa dengan kondisi status gizi menurut indeks BB/U.
Secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pemanfaatan
program gizi di posyandu dengan ststus gizi menurut indeks BB/U (P>0.05).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi

Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui


Untuk mengetahui hubungan setiap variabel bebas dan terikat dilakukan
analisis korelasi pearson. Berdasarkan hasil analisis korelasi pearson pada α =
0.01 diketahui bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi ibu
adalah tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan vitamin A, tingkat
kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan B1 (tiamin), tingkat kecukupan kalsium,
tingkat kecukupan fosfor, tingkat kecukupan zat besi dengan nilai korelasi (r)
dan peluang bisa dilihat pada tabel 20.
Tabel 20 Variabel yang bermakna pada α = 0.01 berdasarkan hasil analisis
korelasi pearson
Variabel Nilai Korelasi (r) Peluang
Tingkat kecukupan Protein (X2) 0.384 0.000
Tingkat kecukupan vitamin A (X3) 0.505 0.000
Tingkat kecukupan vitamin C (X4) 0.581 0.000
Tingkat kecukupan B1/tiamin (X5) 0.703 0.000
Tingkat kecukupan kalsium (X6) 0.439 0.000
Tingkat kecukupan fosfor (X7) 0.573 0.000
Tingkat kecukupan zat besi (X8) 0.530 0.000

Regresi linear berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari setiap


variabel. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda pada α = 0.05 dapat
diketahui bahwa tingkat kecukupan B1 (tiamin), tingkat kecukupan vitamin C,
tingkat kecukupan vitamin A berpengaruh positif terhadap status gizi ibu
menyusui. Kondisi ini menunjukan bahwa semakin baik tingkat kecukupan
konsumsi ibu menyusui semakin baik status gizinya (Tabel 21).

Tabel 21 Variabel yang bermakna pada α = 0.05 berdasarkan hasil analisis


regresi berganda
Koefesien Parsial Model
Variabel 2
Peluang
regresi R R2
Konstanta 3.240
Tingkat kecukupan B1/ tiamin (X5) 0.283 0.058 0.058 0.0251
Tingkat kecukupan vitamin C (X4) 0.111 0.026 0.084 0.0280
Tingkat kecukupan vitamin A (X3) 0.426 0.022 0.106 0.0001

Dengan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut :

Y = 3.240+0.426X3 + 0.111X4 + 0.283X5


Persamaan regresi linear berganda menunjukan bahwa nilai konstanta
(intercept) sebesar 3.240 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan nilai dari
variabel tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat
kecukupan vitamin B1 (tiamin) maka nilai satus gizi ibu adalah 3.240. Nilai
koefesien regresi tingkat kecukupan vitamin A sebesar 0.426, tingkat kecukupan
vitamin C sebesar 0.111, tingkat kecukupan vitamin B1 sebesar 0.283 menunjukan
bahwa setiap penambahan karena tanda positif (+) satu nilai maka nilai status gizi
ibu menyusui akan memberikan kenaikan nilai sebesar 0.426 untuk variabel
tingkat kecukupan vitamin A, 0.111 untuk variabel tingkat kecukupan vitamin C,
0.283 untuk variabel tingkat kecukupan vitamin B1. Variabel tingkat kecukupan
vitamin A memberikan kontribusi langsung kepada status gizi ibu sebesar 2.2%,
tingkat kecukupan vitamin C sebesar 2.6% sedangkan tingkat kecukupan vitamin
B1 sebesar 5.8%. Menurut Setiawan dan Rahayuningsih (2004) bahwa vitamin B1
merupakan koenzim pada metabolisme energi karbohidrat sehingga secara
langsung memberikan pengaruh paling besar tehadap status gizi ibu menyusui
dibandingkan dengan variabel lainnya.
Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi status gizi ibu selain faktor tingkat kecukupan energi,
protein, vitamin dan mineral adalah pengetahuan gizi ibu menyusui dan
pemanfaatan program gizi di posyandu berpengaruh positif terhadap status gizi
ibu menyusui. Kondisi ini menunjukan semakin baik pengetahuan gizi ibu dan
semakin sering ibu memanfaatkan program gizi di posyandu semakin baik status
gizinya (Tabel 22).

Tabel 22 Variabel yang bermakna pada α = 0.05 berdasarkan hasil analsis regresi
berganda
Koefesien Parsial Model
Variabel 2
Peluang
regresi R R2
Konstanta 1.952
Pengetahuan gizi ibu (X2) 1.048 0.354 0.354 0.0001
Pemanfaatan program gizi di posyandu 3.649 0.168 0.522 0.0001
(X4)
Dengan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut :

Y = 1.952+1.048X2 + 3.649X4

Persamaan regresi linear berganda menunjukan bahwa nilai konstanta


(intercept) sebesar 1.952 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan nilai dari
variabel pengetahuan gizi ibu, Pemanfaatan program gizi di posyandu maka nilai
satus gizi adalah 1.952. Nilai koefesien regresi pengetahuan gizi ibu sebesar
1.048, pemanfaatan program gizi di posyandu sebesar 3.649 menunjukan bahwa
setiap penambahan karena tanda positif (+) satu nilai maka nilai status gizi ibu
akan memberikan kenaikan nilai sebesar 1.048 untuk variabel pengetahuan gizi
ibu, 3.649 untuk variabel pemanfaatan program gizi di posyandu. Variabel
pengetahuan gizi ibu memberikan kontribusi langsung kepada status gizi ibu
sebesar 35.4%, Pemanfaatan program gizi di posyandu sebesar 16.8%.
Pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi dalam praktek kesehatan gizi, ketika
ibu mempunyai pengetahuan gizi baik maka akan diikuti dengan status gizi
anaknya yang baik pula (Leslie 1985).

Faktor-faktor yang mempengaruhi dengan status gizi bayi


Untuk mengetahui hubungan setiap variabel bebas dan terikat dilakukan
analisis korelasi pearson. Berdasarkan hasil analisis korelasi pearson pada α =
0.01 diketahui bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi bayi
adalah tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan vitamin A, tingkat
kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan vitamin B1 (tiamin), tingkat kecukupan
kalsium, tingkat kecukupan fosfor dan tingkat kecukupan besi dengan nilai
korelasi (r) dan peluang pada tabel 23.

Tabel 23 Variabel yang bermakna pada α = 0.01 berdasarkan hasil analisis


korelasi pearson
Variabel Nilai Korelasi (r) Peluang
Menurut indeks BB/PB :
Variabel Nilai Korelasi (r) Peluang
Tingkat kecukupan Protein (X2) 0.697 0.000
Tingkat kecukupan vitamin A (X3) 0.768 0.000
Tingkat kecukupan vitamin C (X4) 0.813 0.000
Tingkat kecukupan B1/tiamin (X5) 0.747 0.000
Tingkat kecukupan kalsium (X6) 0.724 0.000
Tingkat kecukupan fosfor (X7) 0.830 0.000
Tingkat kecukupan zat besi (X8) 0.555 0.000
Menurut indeks PB/U :
Tingkat kecukupan Protein (X2) 0.697 0.000
Tingkat kecukupan vitamin A (X3) 0.768 0.000
Tingkat kecukupan vitamin C (X4) 0.813 0.000
Tingkat kecukupan B1/tiamin (X5) 0.747 0.000
Tingkat kecukupan kalsium (X6) 0.723 0.000
Tingkat kecukupan fosfor (X7) 0.824 0.000
Tingkat kecukupan zat besi (X8) 0.551 0.000
Menurut indeks BB/U :
Tingkat kecukupan Protein (X2) 0.697 0.000
Tingkat kecukupan vitamin A (X3) 0.768 0.000
Tingkat kecukupan vitamin C (X4) 0.813 0.000
Tingkat kecukupan B1/tiamin (X5) 0.747 0.000
Tingkat kecukupan kalsium (X6) 0.723 0.000
Tingkat kecukupan fosfor (X7) 0.824 0.000
Tingkat kecukupan zat besi (X8) 0.551 0.000

Regresi linear berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari setiap


variabel. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda pada α = 0.05 dapat
diketahui bahwa tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat
kecukupan fosfor berpengaruh positif terhadap status gizi bayi menurut indeks
BB/PB . Tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat
kecukupan fosfor berpengaruh positif terhadap status gizi bayi menurut indeks
PB/U dan BB/U. Kondisi ini menunjukan bahwa semakin baik tingkat kecukupan
konsumsi fosfor, protein, vitamin C dan vitamin A semakin baik status gizinya
(Tabel 24).

Tabel 24 Variabel yang bermakna pada α = 0.05 berdasarkan hasil analisis


regresi berganda
Koefesien Parsial Model
Variabel Peluang
regresi R2 R2
Menurut indeks BB/PB: (Y1)
Konstanta 0.662
Tingkat kecukupan fosfor (X7) 3.378 0.689 0.689 0.0001
Tingkat kecukupan vitamin C (X4) 1.570 0.043 0.732 0.0001
Tingkat kecukupan Protein (X2) 2.321 0.019 0.751 0.0001

Menurut indeks PB/U : (Y2)


Konstanta 7.121
Tingkat kecukupan fosfor (X7) 2.760 0.680 0.680 0.0001
Tingkat kecukupan vitamin C (X4) 1.041 0.060 0.740 0.0001
Tingkat kecukupan vitamin A (X3) 2.044 0.016 0.756 0.0001

Menurut indeks BB/U : (Y3)


Konstanta 7.124
Tingkat kecukupan fosfor (X7) 2.760 0.680 0.680 0.0001
Tingkat kecukupan vitamin C (X4) 1.041 0.060 0.740 0.0001
Tingkat kecukupan vitamin A (X3) 2.043 0.016 0.756 0.0001

Dengan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut :

Y1 = 0.662+ 2.321X2+ 1.570X4 +3.378X7


Y2 = 7.121+ 2.044X3 + 1.041X4 +2.760X7
Y3 = 7.124+2.043X3 + 1.041X4 + 2.760X7

Persamaan regresi linear berganda menunjukan bahwa nilai konstanta


(intercept) sebesar 0.662 pada persamaan Y1, 7.121 pada persamaan Y2,, 7.121
pada persamaan Y3 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan nilai pada
persamaan Y1 dari variabel tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan vitamin
C, tingkat kecukupan fosfor maka nilai satus gizi bayi menurut indeks BB/PB
adalah 0.662 sedangkan jika tidak ada kenaikan nilai pada persamaan Y2 dan Y3
variabel tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat
kecukupan fosfor maka nilai satus gizi bayi menurut PB/U sebesar 7.121 dan
BB/U adalah sebesar 7.124. Nilai koefesien regresi tingkat kecukupan protein
sebesar 2.321, tingkat kecukupan vitamin C sebesar 1.570, tingkat kecukupan
fosfor sebesar 3.378 pada persamaan Y1, tingkat kecukupan vitamin A sebesar
2.044, tingkat kecukupan vitamin C sebesar 1.041, tingkat kecukupan fosfor
sebesar 2.760 pada persamaan Y2, tingkat kecukupan vitamin A sebesar 2.043,
tingkat kecukupan vitamin C sebesar 1.041, tingkat kecukupan fosfor sebesar
2.760 pada persamaan Y3, menunjukan bahwa setiap penambahan karena tanda
positif (+) satu nilai maka nilai status gizi bayi akan memberikan kenaikan nilai
sebesar nilai koefesien regresi pada masing-masing variabel setiap persamaan.
Pada persamaan Y1 variabel tingkat kecukupan protein memberikan kontribusi
langsung kepada status gizi bayi menurut BB/PB sebesar 1.9%, tingkat kecukupan
vitamin C sebesar 4.3% sedangkan tingkat kecukupan fosfor sebesar 68.9%. Pada
persamaan Y2 dan Y3 variabel tingkat kecukupan vitamin A memberikan
kontribusi langsung kepada status gizi bayi sebesar 1.6%, tingkat kecukupan
vitamin C sebesar 6.0% sedangkan tingkat kecukupan fosfor sebesar 68%.
Menurut Soekatri dan Kartono (2004b) bahwa fungsi utama dari fosfor adalah
membantudalam pembentukan energi senyawa ATP, GTP, dan UDP sehingga
mempunyai peran penting dalam proses metabolisme energi yang merupakan
energi utama untuk pertumbuhan.
Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi status gizi bayi selain faktor tingkat kecukupan energi,
protein, vitamin dan mineral adalah pemanfaatan program gizi di posyandu
berpengaruh positif terhadap status gizi bayi menurut indeks BB/PB sedangkan
pendapatan keluarga berpengaruh positif terhadap status gizi bayi menurut indeks
PB/U dan BB/U. Kondisi ini menunjukan bahwa semakin baik pemanfaatan
program gizi di posyandu dan pendapatan keluarga maka semakin baik status
gizinya (Tabel 25).

Tabel 25 Variabel yang bermakna pada α = 0.05 berdasarkan hasil analisis regresi
berganda
Koefesien Parsial Model
Variabel 2
Peluang
regresi R R2
Menurut indeks BB/PB (Y1)
Konstanta 2.317
Pemanfaatan program gizi di posyandu (X6) 0.181 2.317 2.317 0.0001
Pendapatan keluarga (X5) 0.196 0.099 2.416 0.0014
Menurut indeks PB/U (Y2)
Konstanta 2.597
Pendapatan keluarga (X5) 0.196 0.099 0.099 0.0014
Menurut indeks BB/U (Y3)
Konstanta 2.597
Pendapatan keluarga (X5) 0.196 0.099 0.099 0.0014
Dengan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut :

Y1 = 2.317+0.196X5 + 0.181 X6
Y2 = 2.597+0.196X5
Y3 = 2.597+0.196X5

Persamaan regresi linear berganda menunjukan bahwa nilai konstanta


(intercept) sebesar 2.317 pada persamaan Y1, 2.597 pada persamaan Y2,, 2.597
pada persamaan Y3 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan nilai pada
persamaan Y1 dari variabel pendapatan keluarga, pemanfaatan program gizi di
posyandu, maka nilai satus gizi bayi menurut BB/PB adalah 2.317 sedangkan jika
tidak ada kenaikan nilai pada persamaan Y2 dan Y3 variabel pendapatan keluarga
maka nilai satus gizi bayi menurut PB/U dan BB/U adalah sebesar 2.597. Nilai
koefesien regresi pendapatan keluarga sebesar 0.196 pada persamaan Y1, Y2 dan
Y3, pemanfaatan program gizi di posyandu sebesar 0.181 pada persamaan Y1
menunjukan bahwa setiap penambahan karena tanda positif (+) satu nilai maka
nilai status gizi bayi menurut BB/PB, PB/U dan BB/U akan memberikan kenaikan
nilai sebesar nilai koefesien regresi pada masing-masing variabel setiap
persamaan. Pada persamaan Y1 variabel pendapatan keluarga memberikan
kontribusi langsung kepada status gizi bayi menurut BB/PB sebesar 9.9%,
pemanfaatan program gizi di posyandu sebesar 23.17% sedangkan pada
persamaan Y2 dan Y3 variabel pendapatan keluarga memberikan kontribusi
langsung kepada status gizi bayi sebesar 9.9%.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Rata-rata umur ibu menyusui antara 21-35 tahun dengan rata-rata


pendidikan tamat SD dan mayoritas berstatus sebagai ibu rumah tangga. Rata-rata
umur kepala keluarga antara 21-35 tahun dengan rata-rata pendidikan tamat SD
dan bekerja sebagai pedagang. Bayi yang berusia 0-6 bulan sebanyak 57%,
sedangkan bayi yang berusia 7-11 bulan sebanyak 43% dari 100 bayi yang
dijadikan sampel penelitian. Sedangkan bayi laki-laki yang berusia 0-6 bulan
sebesar 52.6% dan yang berjenis kelamin perempuan sebesar 47% dari 57 bayi
yang berusia 0-6 bulan. Bayi laki-laki yang berusia 7-11 bulan sebesar 39.5% dan
yang berjenis kelamin perempuan sebesar 60.5% dari 43 bayi yang berusia 7-11
bulan. Pendapatan rata-rata rumah tangga perkapita per bulan yang berada
dibawah garis kemiskinan sebesar 42%. Persepsi ibu tentang pelayanan program
gizi di posyandu dalam kategori baik sebesar 13%, kategori sedang 60% dan
kategori kurang 27%. Sedangkan pengetahuan gizi ibu dalam kategori baik
sebesar 15%, kategori sedang 59% dan kategori kurang 26%. Sebesar 80% ibu
menjawab dengan benar mengenai fungsi protein, waktu pemberian makanan
pendamping ASI yang tepat, zat gizi utama yang dibutuhkan oleh tubuh dan
peningkatan kebutuhan zat gizi selama hamil. Ibu masih belum mengetahui
sumber karbohidrat yang menjadi sumber energi. Hal ini bisa dilihat dari
pertanyaan nomor 4 tentang sumber karbohidrat sebesar 60% dari ibu menjawab
salah. Sebesar 45% ibu belum mengetahui sumber zat besi yang sangat diperlukan
pada masa kehamilan dan menyusui.
Pemanfaatan posyandu dengan melihat kunjungan ibu ke posyandu yang
termasuk dalam kategori tinggi sebesar 59% sedangkan kategori rendah 41%.
Sebesar 91% ibu menyusui tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan dan gizi.
92% ibu tidak mendapatkan pelayanan KB di posyandu karena ibu banyak yang
menggunakan pelayanan KB dari bidan setempat. Sebesar 13% ibu mendapatkan
suplemen vitamin A sedangkan program pemberian vitamin A untuk bayi sebesar
73.5% dari 49 bayi yang berusia 6-11 bulan. Sebesar 94% bayi mendapatkan
pelayanan penimbangan dari posyandu. Sebesar 75% bayi mendapatkan imunisasi
dan sebesar 82% bayi tidak mendapatkan PMT dari posyandu. Pelayanan yang
diberikan posyandu dalam kategori baik sebesar 4% dan kurang 96%. Akses
pelayanan program gizi di posyandu sebesar 56% berjarak <100 meter (dekat).
Tingkat kecukupan ibu baik itu energi, protein, vitamin A, vitamin C, vitamin B1,
kalsium dan besi masih berada dibawah 100% ini menandakan bahwa tingkat
kecukupan ibu masih rendah sedangkan untuk tingkat kecukupan fosfor sudah
mencukupi 100% dari angka kecukupan yang dianjurkan. Sedangkan tingkat
kecukupan bayi baik energi, protein, vitamin A, vitamin C, vitamin B1, kalsium,
fosfor dan besi sudah melebihi 100% dari angka kecukupan yang dianjurkan.
Status gizi ibu menyusui di Kecamatan Ciranjang dan Karang Tengah tengah 76%
masuk dalam kategori normal, 7% masuk dalam kategori kurus dan sisanya
sebesar 17% masuk dalam kategori gemuk. Status gizi bayi menurut indeks
BB/PB sebesar 2% mengalami wasting dan 7% wasting berat. Sedangkan menurut
indeks PB/U prevalensi stunting sebesar 21% dan stunting berat 28%. Status gizi
bayi menurut indeks BB/U prevalensi underweight 4% dan underweight berat
sebesar 3%.
Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda bahwa pemanfaatan
program gizi di posyandu berpengaruh positif terhadap status gizi ibu dan bayinya
menurut indeks BB/PB. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu dalam
penelitian ini adalah tingkat kecukupan vitamin A (X3), tingkat kecukupan
vitamin C (X4), tingkat kecukupan tiamin (X5) dan pengetahuan gizi ibu.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi bayi menurut indeks
BB/PB dalam penelitian ini adalah tingkat kecukupan protein (X2), tingkat
kecukupan vitamin C (X4), tingkat kecukupan fosfor (X7 ) dan pendapatan
keluarga, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi menurut indeks
PB/U dan BB/U adalah tingkat kecukupan vitamin A (X3), tingkat kecukupan
vitamin C (X4), tingkat kecukupan fosfor (X7 ) dan pendapatan keluarga

Saran
1. Kebutuhan zat gizi pada masa menyusui sangat tinggi. Oleh karena itu, ibu-
ibu menyusui diharapkan bisa memenuhi kebutuhan zat gizinya secara
optimal baik kuantitasnya maupun kualitasnya.
2. Dalam rangka memperbaiki kelompok rawan gizi sebaiknya pemerintah
melaksanakan program pemberian makanan tambahan untuk ibu masa
menyusui disamping memberikan informasi dan edukasi pada ibu menyusui
yang termasuk dalam kelompok rawan gizi.
3. Pelaksanaan revitalisasi posyandu sudah dilaksanakan sejak tahun 1999,
dalam pelaksanaannya perlu ditingkatkan secara berkesinambungan dan
merata di setiap daerah sehingga masyarakat yang menjadi sasarannya bisa
memanfaatkan program posyandu secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul D A. 2005. 22 Ribu Balita di Cianjur Kekurangan Gizi.


www.tempointeraktif.com. [ 23 Agustus 2007].

Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cet ke-5. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

As’ad S. 2002. Gizi-Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Departemen Pendidikan


Nasional.

Atmarita, Fallah. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Di


dalam : Soekirman et al, editor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
VIII. Jakarta, 17-19 Mei. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
129-131.

Azwar A. 2004. Aspek Kesehatan dan Gizi dalam Ketahanan Pangan. Di dalam :
Soekirman et al, editor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII.
Jakarta, 17-19 Mei. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
129-131.

Berg A. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan. Jakarta. Penerbit Rajawali.

Brody T. 1994. Nutritional Biochemistry. America. Academic Press.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 1986. Posyandu. Dinas Penyuluhan Kesehatan


Masyarakat. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 1997. Pedoman Manajemen Peran Serta


Masyarakat. Jakarta. Departemn Kesehatan Republik Indonesia.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2000. Pedoman Pemberian Kapsul Vitamin A


Dosis Tinggi. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

[Depdagri] Departemen Dalam Negeri. 2001. Surat Edaran Menteri Dalam NEgeri
dan Otonomi Daerah Nomor 411.3/1116/SJ tentang Pedoman Umum
Revitalisasi Posyandu. Jakarta : Departemen Dalam Negeri.

[FNB-NAS] Food and Nutrition Board - National Academy of Sciences. 1990.


Nutrition During Pregnancy. Washington DC. National Academy Press.

Gulo W. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta. Grasindo.

Green L W. 1980. Perencanaan Pendidikan Kesehatan Pendekatan Diagnostik.


Pengembangan FKM-UI. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Hardinsyah, Briawan. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan.
Bogor. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Institut
Pertanian Bogor.

Harianto. 1992. Hubungan Karakteristik Ibu Balita dan Lingkungan Posyandu


dengan Partisipasi Masyarakat dalam Program UPGK [tesis]. Jakarta :
Universitas Indonesia.

Hermana. 1993. Keamanan Pangan dan Status Gizi. Di dalam : Winarno FG et


al, editor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi V. Jakarta, 20-22 April
1993. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 521-522.

Husaini MA, L Karyadi, YK Husaini, D Karyadi, E Pollit. 1991. Developmental


Effects of Short-term Suplementary Feeding in Nutritionally at risk
Indonesian Infant. Am.J.Clin.Nutr .45

Husaini. 1997. Mengenal Faktor-Faktor ”At-Risk” Sebagai Suatu Sistem


Pengawasan Keadaan Gizi Anak Balita. Bogor. Puslitbang Gizi-
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Jelliffe DB, EFP Jelliffe.1989. Community Nutritional Assesment with Special


Reference to Less Technically Developed Countries. Oxford. Oxford
Universitas Press

Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Jurusan Gizi


Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.

Khumaidi. 1997. Gizi, Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia. Program Studi


Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Manusia. Bogor. Institut
Pertanian Bogor.

Kodyat BA. 1998. Overview Masalah dan program Kesehatan dan Gizi
Masyarakat di Indonesia. Makalah Disampaikan pada Training
Peningkatan Kemampuan Penelitian Bidang Kesehatan dan Gizi
Masyarakat. Bogor. 18-30 Agustus.

Kodyat BA, Thaha A R, Minarto. 1998. Penuntasan Masalah Gizi Kurang. Di


dalam : Winarno F G, editor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI.
Serpong, 17-20 Februari 1998. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. 755-757.

Leslie. 1985. Women Role in Food Chain Activities and the Implication for
Nutrition United Nation.

Megawangi R. 1991. Preschool Aged Nutritional Status Parameters for Indonesia,


and Their Application to Nutrition-Related Policies [tesis]. Faculty of the
School of Nutrition. Tufts University.
Muhilal, Sulaiman A. 2004. Angka kecukupan Vitamin Larut Lemak. Di dalam :
Soekirman et al, editor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII.
Jakarta, 17-19 Mei. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 356.

Mulyati et al. 2004. Effect Of Nutrition Education For Mother On The Food
Consumption And Nutrion Status Of The Children That Infected By
Primary Tubercolusis At Dokter Kariadi. The Indonesian Journal of
Clinical Nutrition 1:2. http://www.ijcn.or.id [ 11 Agustus 2007].

Nyoman I DS, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta. EGC.

Pratiknya W. 1993. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan


Kesehatan. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Riordan J. 2005. Brestfeeding and Human Lactation. Canada.

Riyadi H. 2002. Pengaruh Suplementasi Seng (Zn) dan Besi (Fe) Terhadap
Status Anemia, Status Seng dan Pertumbuhan Anak Usia 6-24 bulan
[Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Riyadi H. 1995. Prinsip dan Petunjuk Penilaian Status Gizi. Bogor. Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian Bogor.

Sanjur D. 1982. Social and Cultural Perspectives in Nutrition. America.


Prentice-Hall.Inc.

Setiawan B, Rahayuningsih S. 2004. Angka Kecukupan Vitamin Larut Air. Di


dalam : Soekirman et al, editor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
VIII. Jakarta, 17-19 Mei. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
356.

Soekatri M, Kartono D. 2004a. Angka kecukupan Mineral. Angka kecukupan


Vitamin Larut Lemak. Di dalam : Soekirman et al, editor. Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta, 17-19 Mei. Jakarta. Lembaga
Ilmu Peengetahuan Indonesia. 376-379.

Soekatri M, Kartono D. 2004b. Angka kecukupan Mineral. Angka kecukupan


Vitamin Larut Lemak. Di dalam : Soekirman et al, editor. Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta, 17-19 Mei. Jakarta. Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia. 394-396

Soekirman. 1998. Fungsikan Kembali Posyandu. Harian Merdeka. 13 Oktober.

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat
Ditjen Dikti. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional.

Suhardjo, Hardinsyah. 1987. Ekonomi Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan


Sumber Daya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Suhardjo, Riyadi H. 1990. Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi Bogor.

[UNDP] United Nations Development Programme. 2003. Human Development


Report. http://hdr.undp.org/statistics/understanding/resources.ctm. [ 30
Agustus 2007].

[UNDP] United Nations Development Programme. 2004. Human Development


Report. http://hdr.undp.org/statistics/understanding/resources.ctm. [ 30
Agustus 2007].

[UNDP] United Nations Development Programme. 2006. Human Development


Report. http://hdr.undp.org/statistics/understanding/resources.ctm. [30
Agustus 2007].

[UNICEF] United Nations Children’s Fund .1997. The Care Initiative Assesment.
Analysis and Action to Improve Care for Nutrition. New York.

[WHO] World Health Organization. 1995. Physical Status: The Use and
Interpretation of Antropometry. World Health Organization. Geneva.

Winarno FG. 1990. Gizi dan Makanan bagi Bayi dan Anak Sapihan. Jakarta.
Pustaka Sinar Harapan.
LAMPIRAN
Lampiran 1

Variabel yang bermakna pada α = 0.05 berdasarkan hasil analisis regresi berganda
Koefesien Parsial Model
Variabel 2
Nilai -F Peluang
regresi R R2
Model IA
Menurut indeks BB/PB (Y1)
Konstanta 0.662
Tingkat kecukupan fosfor (X7) 3.378 0.689 0.689 216.75 0.0001
Tingkat kecukupan vitamin C (X4) 1.570 0.043 0.732 21.15 0.0001
Tingkat kecukupan Protein (X2) 2.321 0.019 0.751 14.34 0.0001

Model IB
Menurut indeks PB/U (Y2)
Konstanta 7.121
Tingkat kecukupan fosfor (X7) 2.760 0.680 0.680 207.87 0.0001
Tingkat kecukupan vitamin C (X4) 1.041 0.060 0.740 26.55 0.0001
Tingkat kecukupan vitamin A (X3) 2.044 0.016 0.756 12.23 0.0001

Model IC
Menurut indeks BB/U (Y3)
Konstanta 7.124
Tingkat kecukupan fosfor (X7) 2.760 0.680 0.680 207.85 0.0001
Tingkat kecukupan vitamin C (X4) 1.041 0.060 0.740 14.39 0.0001
Tingkat kecukupan vitamin A (X3) 2.043 0.016 0.756 12.23 0.0001
Model IIA
Menurut indeks BB/PB (Y1)
Konstanta 2.317
Pemanfaatan program gizi di 0.181 2.317 2.317 26.40 0.0001
posyandu (X6)
Pendapatan keluarga (X5) 0.196 0.099 2.416 10.75 0.0014
Model IIB
Menurut indeks PB/U (Y2)
Konstanta 2.597
Pendapatan keluarga (X5) 0.196 0.099 0.099 10.75 0.0014
Model IIC
Menurut indeks BB/U (Y3)
Konstanta 2.597
Pendapatan keluarga (X5) 0.196 0.099 0.099 10.75 0.0014
Model III
Status Gizi Ibu (Y)
Konstanta 3.240
Tingkat kecukupan B1/ tiamin (X5) 0.283 0.058 0.058 10.78 0.0251
Tingkat kecukupan vitamin C (X4) 0.111 0.026 0.084 4.52 0.0280
Tingkat kecukupan vitamin A (X3) 0.426 0.022 0.106 4.97 0.0001

Model IV
Status Gizi Ibu (Y)
Konstanta 1.952
Pengetahuan gizi ibu (X2) 1.048 0.354 0.354 53.78 0.0001
Pemanfaatan program gizi di 3.649 0.168 0.522 34.17 0.0001
posyandu (X4)
Lampiran 2

Variabel yang bermakna pada α = 0.01 berdasarkan hasil analisis korelasi pearson
Variabel Nilai Korelasi (r) Peluang
Model IA menurut indeks BB/PB :
Status Gizi Bayi (Y)
Tingkat kecukupan Protein (X2) 0.697 0.000
Tingkat kecukupan vitamin A (X3) 0.768 0.000
Tingkat kecukupan vitamin C (X4) 0.813 0.000
Tingkat kecukupan B1/tiamin (X5) 0.747 0.000
Tingkat kecukupan kalsium (X6) 0.724 0.000
Tingkat kecukupan fosfor (X7) 0.830 0.000
Tingkat kecukupan zat besi (X8) 0.555 0.000
Model IB menurut indeks PB/U :
Status Gizi Bayi (Y)
Tingkat kecukupan Protein (X2) 0.697 0.000
Tingkat kecukupan vitamin A (X3) 0.768 0.000
Tingkat kecukupan vitamin C (X4) 0.813 0.000
Tingkat kecukupan B1/tiamin (X5) 0.747 0.000
Tingkat kecukupan kalsium (X6) 0.723 0.000
Tingkat kecukupan fosfor (X7) 0.824 0.000
Tingkat kecukupan zat besi (X8) 0.551 0.000
Model IC menurut indeks BB/U :
Status Gizi bayi (Y)
Tingkat kecukupan Protein (X2) 0.697 0.000
Tingkat kecukupan vitamin A (X3) 0.768 0.000
Tingkat kecukupan vitamin C (X4) 0.813 0.000
Tingkat kecukupan B1/tiamin (X5) 0.747 0.000
Tingkat kecukupan kalsium (X6) 0.723 0.000
Tingkat kecukupan fosfor (X7) 0.824 0.000
Tingkat kecukupan zat besi (X8) 0.551 0.000
Model III
Status Gizi Ibu (Y) 0.384 0.000
Tingkat kecukupan Protein (X2) 0.505 0.000
Tingkat kecukupan vitamin A (X3) 0.581 0.000
Tingkat kecukupan vitamin C (X4) 0.703 0.000
Tingkat kecukupan B1/tiamin (X5) 0.439 0.000
Tingkat kecukupan kalsium (X6) 0.573 0.000
Tingkat kecukupan fosfor (X7) 0.530 0.000
Tingkat kecukupan zat besi (X8)

You might also like