Pembaruan Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy'ari: Mahrus As'ad
Pembaruan Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy'ari: Mahrus As'ad
Pembaruan Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy'ari: Mahrus As'ad
Mahrus As’ad*
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jurai Siwo Metro
E-mail: [email protected]
Abstract
* STAIN Jurai Siwo Metro jl. Ki Hajar Dewantara 15 A Kampus Kota Metro
Lampung Telpon (0725) 41507.
oleh perseorangan mapun organisasi, telah dilakukan untuk kepentingan tersebut sepanjang
dekade-dekade awal abad ke-20. Bagaiman mereka mengadopsi unsur-unsur kemodernan
agar pendidikan Islam tetap tidak kehilangan identitas aslinya? Untuk tujuan itu, menyelidiki
gagasan dan usaha pembaruan pendidikan KH. Hasyim Asy’ari serta konstribusinya bagi
pengembangan madrasah di tanah air menjadi penting. Menggunakan metode deskriptif-
analitis, diperoleh kesimpulan bahwa kesetiaan Hasyim dalam usaha pembaruannya dengan
tetap berpegang teguh pada tradisi dalam arti luas menghasilkan sebuah format baru
pendidikan Islam, yang berguna dalam peletakan fondasi yang kuat bagi modernisme
pendidikan Islam khas Indonesia. Keberhasilan K.H. Hasyim meramu unsur-unsur
kemodernan dan tradisi pendidikan Islam dengan tetap menempatkan “nur ilahiyah”
sebagai poros utamanya merupakan sumbangan terpentingnya, yang dengannya madrasah
memiliki identitasnya sendiri, yang berbeda dengan sekolah umum, walaupun pemerintah
telah “menasionalisasi” madrasah dengan menempatkannya equivalen dengan sekolah
umum.
Keywords: modernisme, modernisasi, kemodernan, nasionalisasi Islamic education.
Pendahuluan
A
wal abad ke-20 sering dikatakan sebagai masa kebangkitan
pendidikan Islam di Indonesia, ditandai dengan munculnya ide-
ide dan usaha pembaruan pendidikan Islam, baik oleh pribadi-
pribadi maupun organisasi-organisasi keagamaan yang concern di bidang
ini. Tujuannya untuk memperbaiki kondisi pendidikan kaum muslimin
yang semakin terpuruk di wilayah ini, sejak diperkenalkannya sistem
kelembagaan pendidikan baru oleh pemerintah kolonial, dalam rangka
menghadapi berbagai tuntutan dan kebutuhan hidup masyarakat di
masa modern. Ide dasarnya adalah bahwa memperbarui sistem-
kelembagaan pendidikan Islam merupakan keniscayaan yang tak bisa
ditunda-tunda, jika kaum muslimin tidak ingin mengalami
ketertinggalan dengan Barat.1 Salah seorang yang memiliki perhatian
besar dan aktif dalam usaha ini adalah KH. Hasyim Asy’ari (1871-1947),
pendiri pesantren Tebuireng yang juga salah satu arsitek berdirinya
Nahdlatul Ulama (NU), organisasi keagamaan terbesar di tanah air.
Banyak tulisan sudah dibuat, terutama pada dekade belakangan,
yang membahas ketokohan KH. Hasyim Asy’ari, sebagai ulama
1
Azyumardi Azra, “Pembaruan Pendidikan Islam: Sebuah Pengantar” dalam
Marwan Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan Islam, (Jakarta: Departemen Agama RI,
1997/1998), 2.
Jurnal TSAQAFAH
Pembaruan Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari 107
2 Sejumlah buku yang membahas ketokohan KH. Hasyim Asy’ari antara lain:
KH. Hasjim Asj’ari: Ulama Besar Indonesia, karya Solochin Salam (1966); Hadratussyaikh
Muhammad Hasyim Asy’ari: Perintis Kemerdekaan Indonesia karya Muhamad Asad Syihab
(1994); Perkembangan dan pertumbuhan NU karya Choirul Anam (1999); Fajar Kebangkitan
Ulama: Biografi K.J. Hasyim Asy’ari karya Latiful Khuluq (2000); K.H. Hasyim Asy’ari: Figur
Ulama dan Pejuang Sejati karya Muhammad Ishom Hadzik dan Nia Daniati (2000); KH.
Hasyim Asy’ari: Biografi Singkat 1871-1947 karya Muhammad Rifa’i; Hadratussyaikh Hasyim
Asy’ari Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan karya Zuhairi Misrawi (2010).
3
Sejauh ini ditemukan dua penelitian dalam bentuk tesis S2 dari Program
Pascasarjana UIN Sunan Kalijogo Yogyakarta. Pertama oleh Maslani berjudul
“Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dalam karyanya Adâb al-‘Âlim wa al-Muta’alim: Suatu
Upaya Pengungkapan Belajara-Mengajar” pada 1997 dan kedua oleh Nurdin berjudul
“Etika Belajar: Telaah Kritis atas Konsep Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dalam Kitab
Adâb al-‘Âlim wa al-Muta’alim pada 1999. Selain itu, ada lagi tulisan Suwendi, dalam
bukunya Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, di bawah judul “Konsep Pendidikan KH.
Hasyim Asy’ari Kajian atas Kitab Adâb al-‘Âlim wa al-Muta’alim”. Suwendi, Sejarah dan
Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004).
4
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun
Modern, (Jakarta: LP3ES, 1986), 70.
5
Mengenai metode ini, baca Jujun S. Suriasumantri, “Penelitian Ilmian,
Kefilsafatan, dan Keagamaan: Mencari Paradigma Kebersamaan” dalam Mastuhu
dan Deden Riswan, Tradisi Penelitian Agama Islam Tinjauan Antardisiplin Ilmu, (Bandung:
Nuansa, 1998), 44-46.
6
Harry J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit Islam di Indonesia pada Masa
Pendudukan Jepang, Terjemahan Daniel Dhakidae, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1980), 28.
7
Fachry Ali dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam, (Bandung: Mizan,
1986), 35
8
Tentang gambaran pesantren masa awal, ada yang mengatakan, pesantren
merupakan kelanjutan dari sistem mandala di Jawa, di mana murid belajar dasar-
dasar agama sambil mempelajari mistik dari kyai bekas pendeta Hindu. Pendapat
lain menyatakan, pesantren merupakan sambungan dari sistem zawiyah dari India
atau Timur Tengah, di mana murid-murid memperoleh pengajaran agama di bawah
bimbingan guru-guru agama yang sekaligus sufi. Munculnya guru-guru Islam yang
terkenal shaleh di Jawa pada abad-abad lalu, dikenal dengan sebutan Walisongo,
Jurnal TSAQAFAH
Pembaruan Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari 109
15
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, 39.
16
Ibid, 39.
17
I.J. Brugmans, “Politik Pengajaran” dalam H. Baudet dan I.J. Brugmans,
Politik Etis dan Revolusi Kemerdekaan, Terjemahan Amir Sutaargo, (Jakarta: Yayasan
Obor, 1987), 176.
18
Peter Caray dalam ceramahnya berjudul Kaum Santri dan Perang Jawa di
depan rombongan dosen IAIN di Universitas Oxford Inggris pada 10 april 1979
menemukan lebih dari 150 orang kyai dan haji yang turut berperang bersama
Diponegoro. Padahal sebelumnya hubungan antara satri dan kraton tidak begitu
baik. Baca Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke-19,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1984), 30.
19
Salah satu perlawanan kalangan pesantren adalah seruan kyai Kalasan
Jawa Tengah pada 1832 kepada Raja Surakarta dan Yogyakarta untuk mengambil
inisiatif memimpin “perang suci” menentang Belanda.Alwi Shihab, Membendung Arus
Respon Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, (Bandung:
Mizan, 1998), 209.
20
Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan, 224.
Jurnal TSAQAFAH
Pembaruan Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari 111
membawa trauma bagi pihak Belanda. Dan hal itu terbukti. Segera
setelah pemberontakan Cilegon ditumpas, pemerintah Belanda
mengambil kebijakan dengan menempatkan pesantren di bawah
pengawasan ketat. 21
Strategi yang diterapkan pemerintah Belanda memang berbeda-
beda antara satu daerah dengan daerah lainnya; mulai dari menguji
calon-calon guru, mengeluarkan ijin mengajar, mewajibkan
pendaftaran murid, melakukan sensor terhadap buku-buku yang
dibawa dari luar negeri, hingga pengejaran terhadap guru-guru agama
(kyai). Untuk yang terakhir ini, bahkan, pemerintah meminta para
bupatinya melaporkan daftar guru di daerah masing-masing setiap
tahun.22 Sebelum peristiwa Cilegon, serangkaian pengawasan terhadap
urusan kaum muslimin digalakkan, antara lain Ordonasi Haji 1859
yang mengatur ibadah haji, Instruksi Pemerintah 1867 menyangkut
ketertiban umum, hingga pembentukan Peradilan Agama
(Priesterraden) pada 1882, sebagai upaya mengawasi segala urusan
menyangkut agama Islam, termasuk pesantren.23 Untuk keperluan
itu, pemerintah menempatkan seorang penasehat khusus Snouck
Hurgronje,24 untuk menyelidiki kegiatan jemaah haji dan muqîmîn
Indonesia di Mekkah, yang dikatakannya sebagai “berfungsi seperti
darah segar yang dipompakan ke seluruh tubuh kaum Muslim di
Indonesia”.25
21
H. Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta: LP3ES, 1996), 179-181.
22
Karel A. Steenbrink, Kawan dalam Pertikaian Kaum Kolonial Belanda dan Islam di
Indonesia (1596-1942), (Bandung: Mizan, 1995), 106-120.
23
H. Aqib Suminto, Politik Islam, 29-30.
24
Snouck Hurgronje datang ke Indonesia pada 1889, membawa kebijaksanaan
mengenai masalah Islam dengan lebih jelas, hingga secara relatif berhasil
menurunkan ketakutan pemerintah terhadap Islam, agama sebagaian besar
penduduk pribumi. Ditegaskannya bahwa Islam tidak mengenal lapisan
kependetaan seperti Kristen: kyai tidak apriori fanatik; penghulu bawahan
pemerintah pribumi, dan bukan atasannya; ulama bukanlah komplotan jahat,
mereka hanya menginginkan ibadah; dan pergi haji ke Mekkah pun bukan berarti
fanatik berjiwa pemberontak. Harry J. Benda, The Crescent and the Rising Sun, (The
Hague, 1958), 21.
25
Christian Snouch Hurgronje, Mekka in the Latter Part of the 19th Century,
(Leiden: E.J. Brill, 1931), 291.
26
Karel A. Steenbrink, Kawan dalam Pertikaian, 120-126.
27
H. Aqib Suminto, Politik Islam, 184.
28
Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Ciputat:
Logos Wacana Ilmu, 1999), 145.
29
Azyumardi Azra, “Pembaruan Pendidikan Islam..”, 2.
30
Penamaan “madrasah” sebagai lembaga pendidikan baru dimaksudkan
sebagai upaya Islamisasi pesantren yang dinilai heterodok, karena di dalamnya
mengandung unsur Hindu-Budha. Secara kelembagaan ia merupakan antitesa bagi
sistem pendidikan tradisional Islam dan adaptasi dari sistem persekolahan yang
diperkenalkan Pemerintah Kolonial. Inovasi paling menonjol darinya mencakup
Jurnal TSAQAFAH
Pembaruan Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari 113
35
Saifullah Ma’shum, Kharisma Ulama, 76.
36
Contoh dalam hal ini diperlihatkan Dr. Samsu Nizar dalam bukunya Filsafat
Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2002),
155-168.
37
Tidak sedikit penulis terjebak dalam posisi seperti ini, bisa disebut antara
lain Karel A. Steenbrink dalam bukunya Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam
dalam Kurun Modern, (Jakarta: LP3ES, 1974).
Jurnal TSAQAFAH
Pembaruan Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari 115
38
Di sekitar Pesantren Gedang tempat pertama KH. Hasyim Asy’ari
mengajar, telah berdiri banyak pesantren, di antaranya yang terkenal Pesantren
Tambak Beras dan Denanyar. Di Jombang sendiri juga telah banyak pesantren lain,
seperti Pesantren Sambang, Pesantren Sukopuro, Pesantren Paculgoang, Pesantren
Watugaluh, Pesantren Gayam, Pesantren Suaru, Pesantren Bolongrejo, Pesantren
Kuaringan, Pesantren Wonokoyo, Pesantren Balonggadung, Pesantren Pojok Kulon,
Pesantren Rejoso, Pesantren Dukuhsari, Pesantren Seblak, dan masih banyak lagi.
Aboebakar, Sedjarah Hidup, 74, 18.
39
Buku itu berjudul Al-Amtsilât al-TaÎrifiyat yang sejak 1965 diterbitkan oleh
Penerbit Salim Nabhan Surabaya.
40
Aboebakar, Sedjarah Hidup, 85.
Jurnal TSAQAFAH
Pembaruan Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari 117
41
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren., 104.
42
Lihat Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas tentang Tansformasi Intelektual,
terjemahan Ahsin Muhammad (Bandung: Pustaka, 1995).
43
Muhammad Hasyim Asy’ari, Adâb al-‘Âlim wa al-Muta’alim, 12.
44
Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Ciputat:
Logos Wacana Ilmu, 1999), 145.
45
Marwan Saridjo, dkk., Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, (Jakarta: Dharma
Bhakti, 1979), 97.
46
Model pembelajaran bahasa Arab secara aktif mulai popular di lingkungan
pendidikan Islam, khususnya pesantren, setelah dipromosikan Pondok Gontor
(Ponorogo) pada dekade 1930-an. Lihat Ali Saifullah HA, “Darrussalam Pondok Mod-
ern Gontor”, dalam M. Dawam Rahardjo, Pesantren dan Pembaruan, (Jakarta: LP3ES,
1985), 134-154.
Jurnal TSAQAFAH
Pembaruan Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari 119
47
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, 104.
48
Perpustakaan Wahid Hasyim ini, selain mengoleksi 1.000 judul buku,
kebanyakan buku-buku agama Islam, juga berlangganan majalah dan surat kabar
antara lain Panji Islam, Dewan islam, Islam Bergerak, Berita Nahdlatul Ulama, Adil Nurul
Islam, Al-Munawarah, Panji Pustaka, Pustaka Timur, Pujangga Baru, dan Penyebar Semangat.
Ketujuh yang disebut pertama diterbitkan oleh berbagai organisasi Islam di 1930-
an, baik modern maupun tradisionalis. Keempat yang terakhir diterbitkan oleh
kalangan “Nasionalis”. Dari keseluruhan publikasi, hanya Berita Nahdlatul Ulama
saja, yang secara tegas mewakili pandangan kaum tradisionalis. Zamakhsyari
Dhofier, Tradisi Pesantren, 106.
49
Ibid., 105.
50
Ibid., 39.
Jurnal TSAQAFAH
Pembaruan Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari 121
51
Pembahasan mengenai reaksi masyarakat pada umumnya terhadap
pembaruan atau perubahan dalam bidang pendidikan, dapat dibaca antara lain
Francis P. Hunkins, Curriculum Development: Program Improvement, (London: Bell & Howell
Company, 1980), 42-51.
52
Aboebakar, Sedjarah Hidup, 85-86.
53
Hasil dari usaha pembaruan pendidikan Kyai Hasyim ini lebih terasa setelah
beberapa tahun kemudian, teruama di masa Jepang, yang melarang surat-menyurat
selain dengan huruf Latin. Ketika itu banyak yang alumni Pesantren Tebuireng
tertolong karena mempunyai kemampuan membaca dan menulis dalam huruf
Latin. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang kemudian terpilih menjadi anggota
Sangi Kai (semacam DPRD tingkat karesidenan), karena memiliki pengetahuan
umum dan kemampuan berbahasa Indonesia, di samping pengetahuan agama
tentunya. Sebagai contoh, seperti apa yang dituturkan oleh seorang alumni
Tebuireng, bernama Ahmad Jufri, kepada Kyai Ilyas, seperti dikutip Marwan Saridjo,
katanya: “Coba lihat Kyai, kalau kita dulu tidak belajar huruf Latin dan Bahasa
Indonesia, tentu kita tidak dapat berbuat apa-apa dalam masa pemerintahan Jepang
ini.” Baca Marwan Saridjo, dkk., Sejarah Pondok, 96.
54
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren., 106.
Jurnal TSAQAFAH
Pembaruan Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari 123
55
Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat, (Bandung: Mizan,
1995), 159 dan 161.
56
Marwan Saridjo, dkk., Sejarah Pondok, 95-96.
57
Lembaga pendidikan yang dibuka adalah Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah
Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan Madrasah Mu’alimin (Pendidikan Guru). Khusus
Madrasah Tsanawiyah, sistem pembelajarannya dikembangkan ke dalam dua
model: Bagian A memberikan pengajaran agama 75% dan 25% sisanya pengajaran
umum, dan Bagian B, sebaliknya, pengajaran agamanya 25% dan 75% sisanya
pengajaran umum, disesuaikan dengan SMP Bagian B (ilmu pasti), guna memudahkan
murid-muridnya mengikuti ujian negeri. Aboebakar, Sedjarah Hidup, 95.
58
http://www.tebuireng.net ( 21 Desember 2011).
59
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren., 113.
60
Aboebakar, Sedjarah Hidup, 95.
61
Ibid.
Jurnal TSAQAFAH
Pembaruan Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari 125
62
Aboebakar, Sedjarah Hidup, 98.
63
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh, 99.
64
Suwendi , Sejarah dan Pemikiran, 146.
65
W. Montgomery Watt, Fundamentalisme Islam dan Modernitas, terj. Taufik
Adnan Amal, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), 4-5.
66
Suwendi , Sejarah dan Pemikiran, 146.
Jurnal TSAQAFAH
Pembaruan Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari 127
67
Muhammad Hasyim Asy’ari, Adâb al-‘Âlim, 12.
68
Ibid, 23.
69
Ibid, 11.
70
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis,
(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 155.
71
Muhammad Hasyim Asy’ari, Adâb al-‘Âlim, 9-12.
72
Ibid, 71-80.
73
Ibid, 43-48
74
Ibid, 29-43.
75
Daniel Lerner, “Modernization” dalam David A. Sills, International Encyclope-
dia of the Social Sciences, (New York: Crowell Collier and Macmillan, 1968) Vol. 9-10, 386.
Jurnal TSAQAFAH
Pembaruan Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari 129
76
Armaie Arief, “Modernisasi Pendidikan Islam Abad XX: Kasus Sumatera
Barat”, dalam Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga
Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2001).
77
Karel A. Steenbrink , Pesantren,54.
78
Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual, 93-94.
79
Muhammad Hasyim Asy’ari, Adâb al-‘Âlim, 43-44.
80
Ibid, 29.
81
Ibid, 9-11 dan 13-14.
82
Muhammad Hasyim Asy’ari, Adâb al-‘Âlim, 20.
Jurnal TSAQAFAH
Pembaruan Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari 131
Penutup
Daftar Pustaka
Aboebakar, Sedjarah Hidup KHA Wahid Hasjim dan Karangan Tersiar,
(Djakarta: Panitya Buku Peringatan Alm. KHA Wahid Hasjim, 1957).
Ali, Fachry dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam, (Bandung:
Mizan, 1986).
Angelino, Kat, Colonial Policy, Nijhoff: The Hague Martinus, 1931, Vol. II.
Arief, Armaie, “Modernisasi Pendidikan Islam Abad XX: Kasus
Sumatera Barat”, dalam Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia,
Jakarta, Grasindo, 2001.
As’ad, Mahrus, Pembaharuan Pendidikan Nahdlatul Ulama (Jakarta:
Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007).
Asy’ari, Muhammad Hasyim, Adâb al-‘Âlim wa al-Muta’alim,
(Jombang: Maktabah al-Turats al Islami, 1415 H/1992).
Azra, Azyumardi, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam,
(Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999).
————, “Pembaruan Pendidikan Islam: Sebuah Pengantar” dalam
Marwan Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan Islam, (Jakarta:
Departemen Agama RI, 1997/1998).
————-, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII dan XVIII Melacak Akar-akar Pembaruan Pemikiran
Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1994).
Benda, Harry J., Bulan Sabit dan Matahari Terbit Islam di Indonesia
pada Masa Pendudukan Jepang, Terjemahan Daniel Dhakidae,
(Jakarta: Pustaka Jaya, 1980).
—————, The Crescent and the Rising Sun, (Neijmen: The Hague,
1958)
Brugmans, I.J., “Politik Pengajaran” dalam H. Baudet dan I.J.
Brugmans, Politik Etis dan Revolusi Kemerdekaan, Terjemahan
Amir Sutaargo, (Jakarta: Yayasan Obor, 1987).
Bruinessen, Martin van, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat, (Bandung:
Mizan, 1995).
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup
Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1985)
Fasser, Cornelis, The Politics of Colonial Exploitation, (Ithaca New York:
Cornell University, 1992).
Geertz, Clifford, “Modernization in Moslim Society: The Indonesian
Case”, dalam Robert N. Bellah, Religion and Progress in Modern
Asia, (New York: Free Press, 1965).
Hadziq, Muhammad Isham al-Din, Irsyâd al-Sâriy fî Jam’i MuÎannafât
al-Syaikh Hâsyim Asy’arî, (Jombang: Pustaka Warisan Islam,
1415 H/1992).
http://www.tebuireng.net ( 21 Desember 2010).
Jurnal TSAQAFAH
Pembaruan Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari 133
Jurnal TSAQAFAH