Sap Konsumsi Garam Beryodium
Sap Konsumsi Garam Beryodium
Sap Konsumsi Garam Beryodium
Oleh :
(P07131216 026)
A. Topik
Garam beryodium hasil dari persenyawaan zat air dan zat asam iodium, (HI) atau
persenyawaan antara yodium dengan senyawa bukan logam atau bahan organik yang
berasal dari ion I. Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan KlO3
(Kalium Iodat) yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan kecerdasan. Garam
beryodium yang digunakan sebagai garam konsumsi harus memenuhi Standar Nasional
Indonesia (SNI) mengandung sebanyak 30-80 ppm. Garam yodium dapat diketahui dari
label kemasan dan dikemas dalam plastik yang tertutup rapat, tidak bocor, dan terdapat
tulisan garam beryodium. Cara penyimpanan garam beryodium diletakkan pada wadah
yang tertutup rapat, kering, jauh dari panas api, dan sinar matahari langsung. Garam yang
beryodium merupakan sumber yodium yang murah, sering dipakai dalam membuat
masakan, juga mudah didapat. Garam meja yan beryodium merupakan salah satu cara
untuk memenuhi kebutuhan garam beryodium di daerah 14 pegunungan yang jauh dari
laut, dengan menambahkan yodium pada garam dapur dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga konsumsi garam beryodium yaitu suatu kegiatan yang mengambil kegunaan atau
fungsi dari garam beryodium untuk memenuhi kebutuhan, yang fungsi yodium yaitu
sebagai bahan utama dalam sintesis hormon tiroid guna untuk mengatur metabolisme
tubuh.
B. Latar Belakang
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan
pelayanan kesehatan saja. GAKY menjadi salah satu masalah kesehatan karena GAKY
mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang berpotensi menurunkan tingkat
kecerdasan atau biasa disebut Intelligence Quotient (IQ) sehingga secara tidak langsung
menjadi tolak ukur kemajuan suatu bangsa.
Timbulnya GAKY disebabkan karena kurangnya asupan zat yodium dalam jangka
waktu yang lama. Defisiensi yodium akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid, yang secara
perlahan menyebabkan kelenjar ini membesar dan menyebabkan gondok. Disamping itu,
rendahnya kadar hormon tiroid dalam aliran darah dapat menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan serta perkembangan manusia.
Masalah GAKY sudah menjadi masalah kesehatan yang mendunia yaitu terdapat
130 negara yang mengalami masalah tersebut, sebanyak 48% berada di Afrika, 41% di
Asia Tenggara serta sisanya ada di Eropa dan Pasifik Barat. Pada kawasan ASIA Tenggara
terdapat ±600 juta orang membangun keluarga di wilayah yang miskin yodium dan
mengakibatkan ±700 juta orang menderita gondok (WHO, 2005, dalam Rusnelly 2006).
Kasus GAKY di Indonesia juga masih menjadi persoalan kesehatan masyarakat yang
cukup serius. Pada tahun 2003, hasil pengamatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
Indonesia masih rendah yaitu pada peringkat 112 dari 174 negara. Rendahnya IPM ini
menurut Azwar (2005) sangat dipengaruhi oleh status gizi dan status kesehatan penduduk
yaitu terlihat pada masih adanya kasus GAKY di Indonesia (Dewi & Sari DM, 2011).
Prevalensi GAKY pada anak sekolah dasar secara nasional pada tahun 1990
mencapai (27,7%) kemudian terjadi penurunan menjadi 9,3% pada tahun 1998 dan pada
tahun 2003 kembali meningkat menjadi 11,2% (Tim Penanggulangan GAKY Pusat,
2005). Bali merupakan salah satu dari sepuluh provinsi di Indonesia yang mengalami
peningkatan kejadian GAKY. Survei Prevalensi GAKY dan Pemetaan di Provinsi Bali
Tahun 1997/1998, Daerah Bali termasuk endemik ringan dengan Total Goiter Rate (TGR)
10,5% dan satu-satunya kabupaten dengan tingkat endemisitas berat adalah Kabupaten
Karangasem dengan TGR 33,8% (Wirakusuma et al, 1998, dalam Gunung, 2007). Data
Survey indikator GAKY Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2008 menunjukkan
persentase rumah tangga di Provinsi Bali yang mengonsumsi garam mengandung cukup
yodium hanya mencapai 45,1%, sedangkan target pencapaian konsumsi garam beryodium
yang ditetapkan pada tahun 2005 sebesar 90% (berdasarkan hasil dari sidang United
General Assembly (UNGASS) tahun 2002).
Kabupaten Karangasem pada tahun 2005 melakukan evaluasi dampak program
GAKY dan hasilnya pada kelompok umur ≤ 6 tahun tercatat sebanyak 5,1% mengalami
GAKY, pada kelompok umur 7-9 tahun 39,9%, pada kelompok umur 10- 12 tahun 50,6%,
dan pada kelompok umur 13-15 tahun 3,9%. Kejadian GAKY timbul bukan hanya
dipengaruhi oleh asupan yodium yang tidak cukup tetapi juga dipengaruhi oleh adanya
kebiasaan mengonsumsi makanan yang mengandung zat goitrogenik. Zat tersebut
merupakan zat yang mampu menghambat adanya penyerapan yodium di dalam tubuh dan
zat ini dapat ditemukan pada kubis, kacang tanah, kacang kedelai, singkong atau gaplek,
bawang merah, dan bawang putih (Arisman, 2010).
Salah satu wilayah di Kabupaten Karangasem yaitu pada Kecamatan Kubu,
ditemukan beberapa masyarakat yang masih mengonsumsi gaplek yang merupakan
makanan olahan dari ketela pohon atau singkong khususnya masyarakat yang ada di
daerah lereng gunung agung (dataran tinggi). Kecamatan Kubu juga memiliki kasus
GAKY yang tergolong sedang dengan nilai TGR sebesar 20,3%.
Data tersebut diperoleh berdasarkan hasil evaluasi dampak program GAKY di
Kabupaten Karangasem tahun 2005. Kecamatan Kubu merupakan daerah peringkat ketiga
dengan status GAKY setelah Kecamatan Bebandem dan Rendang (Dinkes Karangasem,
2005). Data evaluasi di atas juga menunjukkan bahwa berdasarkan kelompok umur tercatat
pada umur ≤ 6 tahun terdapat 4,2% mengalami GAKY (goiter atau gondok), sedangkan
pada umur 7-9 tahun terdapat 35,9% dan pada umur 10-12 tahun terdapat 54,1%. Status
gondok juga dapat dibedakan berdasarkan grade, yaitu grade 0 (tidak gondok), grade IA,
grade IB dan grade II. Kecamatan Kubu memiliki kasus gondok dengan grade I sebanyak
20.3% dan sisanya (sebagian besar) yaitu 79.7% tidak gondok (grade 0).
Kejadian GAKY juga dipengaruhi oleh kondisi geografis dan interaksi yodium dan
zat besi. Sebagian besar penderita GAKY ditemukan di pegunungan atau dataran tinggi
karena kandungan yodium yang rendah dalam air dan tanah atau bahkan tidak
mengandung yodium sama sekali akibat terkikisnya yodium saat musim penghujan
sehingga yodium lebih banyak ditemukan pada dataran rendah seperti di pantai (Hetzel &
Maberly, 1986, dalam Rusnelly, 2006). Selain itu, pada GAKY, kandungan zat besi sangat
membantu dalam proses metabolisme yodium. Zimmerman (2000) membuktikan bahwa
kekurangan zat besi dapat menyebabkan terganggunya metabolisme tiroid dalam tubuh
manusia. Adanya hubungan kadar hemoglobin (Hb) dengan status GAKY diperkuat
dengan penelitian yang dilakukan oleh Normawati, et al (2010) yang menjelaskan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian GAKY dan anemia. Normawati juga
menemukan bahwa subjek yang mempunyai kadar Hb< 20 gr/dl memiliki risiko 2.9 kali
menderita GAKY. Peneliti juga menemukan bahwa anak usia sekolah berisiko tinggi
mengalami pembesaran kelenjar tiroid dan menderita anemia defisiensi besi.
Adanya kebiasaan masyarakat dataran tinggi di Kecamatan Kubu yang masih
mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat goitrogenik (gaplek), dan masih
ditemukannya kasus GAKY pada siswa sekolah dasar sehingga menyatakan Kecamatan
Kubu merupakan daerah endemik GAKY pada tahun 2005. Dan penemuan yang
menyatakan dataran tinggi lebih berisiko mengalami GAKY karena kurangnya
ketersediaan mineral (khususnya yodium) pada sumber air serta penemuan adanya
hubungan (interaksi) zat besi dengan yodium dalam metabolisme tiroid dan kejadian
GAKY, maka akan dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai konsumsi yodium dan
kadar hemoglobin pada anak sekolah dasar di wilayah endemik GAKY khususnya di
dataran tinggi Kecamatan Kubu Kabupaten Karangasem.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa di Provinsi Bali menduduki peringkat ke-2 terendah
konsumsi garam beryodium di Indonesia.
C. Prioritas Masalah
Berdasarkan hasil survey konsumsi garam beryodium yang rendah khususnya di
Bali yang menduduki posisi ke-2 terendah di Indonesia maka diambillah topik mengenai
konsumsi garam beryodium yang akan dijelaskan pada siswa-siswi SD No 3 Saba,
Kecamatan Blah Batuh, Gianyar.
D. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan agar siswa SD di Blahbatuh, Gianyar mampu
memahami dan mengerti tentang pentingnya mengonsumsi garam beryodium
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan sasaran dapat :
a. Menjelaskan pengertian garam beryodium
b. Membedakan garam beryodium dengan baram biasa/ yang tidak beryodium
c. Mengetahui dampak dari kekurangan yodium
d. Menjelaskan manfaat garam beryodium
e. Menjelaskan jumlah kebutuhan konsumsi garam
f. Mengetahui cara penyimpanan garam beryodium
g. Mengetahui cara menggunakan garam beryodium
h. Menjelaskan sumber makanan kaya akan yodium
E. Sasaran
Anak Sekolah yang ada di SD No 3 Saba, Kecamatan Blah Batuh, Gianyar, khususnya
bagi siswa-siswi kelas IV.
F. Materi Penyuluhan
Materi penyuluhan yang akan disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Pengertian Garam Beryodium
2. Perbedaan Garam Beryodium dengan Garam Biasa
3. Dampak Akibat Kekurangan Garam Beryodium
4. Manfaat Garam Beryodium
5. Jumlah Kebutuhan Garam Beryodium yang Dianjurkan
6. Cara Penyimpanan Garam Beryodium
7. Cara Penggunaan Garam Beryodium
8. Sumber Makanan yang mengandung Yodium
G. Metode Penyuluhan
Metode penyuluhan yang digunakan adalah:
1. Ceramah
2. Diskusi dan Tanya jawab
3. Peragaan materi tentang:
a) Cara membedakan garam beryodium dengan garam biasa/tidak
beryodium
b) Menunjukkan sumber makanan yang mengandung yodium
J. Kegiatan Penyuluhan
K. Evaluasi
1. Evaluasi Proses
a) Penyuluh melakukan penyuluhan yang harus sesuai dengan satuan acara
penyuluhan
b) Sasaran mendengarkan dan memperhatikan penyuluhan yang diberikan
c) Sasaran mengikuti acara pembelajaran kesehatan dari awal sampai selesai dan
aktif selama proses pembelajaran kesehatan berlangsung
2. Evaluasi Hasil
Evaluasi hasil dilakukan agar anak sekolah di SD No 3 Saba, Kecamatan
Blahbatuh, Gianyar dapat mengetahui tentang Konsumsi Garam Beryodium.
Evaluasi hasil diberikan sebelum (pre-test) dan sesudah dilakukannya penyuluhan
(post-test). Masing-masing subjek/sasaran diberikan skor yang dikategorikan
menjadi :
a) >70 : Baik
b) 60-70 : Cukup
c) <60 : Kurang
L. Pembiayaan
Adapun rencana pembiayaan penyuluhan ini sebagai berikut :
Lampiran Materi
1. Gondok
2. Kretinisme
3. Terganggunya pertumbuhan dan perkembangan
4. Gangguan mental
5. Tingkat kecerdasan menjadi rendah
Pilihlah Jawaban yang benar dari peratanyaan berikut dengan cara memberi tanda
silang (X).
1. Salah satu gangguan akibat kekurangan yodium yakni …
a. Penyakit gondok
b. Diare
c. Pilek
d. Batuk
2. Jika ditest dengan Uji Iodine, garam beryodium akan berubah warna menjadi …
a. Merah
b. Ungu
c. Hijau
d. Kuning
3. Cara menyimpan garam beryodium yang baik yakni …
a. Disimpan tertutup
b. Disimpan terbuka
c. Terkena matahari
d. Terendam air
4. Berikut adalah perbedaan garam beryodium dengan garam biasa …
a. Garam beryodium dibungkus plastik biasa
b. Garam beryodium warnanya kuning kotor
c. Pada kemasan berisi tulisan garam beryodium
d. Garam beryodium jika di test tidak berubah warna
5. Jenis garam yang baik untuk dikonsumsi adalah …
a. Garam yodium
b. Garam biasa
c. Garam curah
d. Garam bali
Lampiran Pertanyaan Post Test
Nama : ………………………………………………
Kelas : ………………………………………………
Pilihlah Jawaban yang benar dari peratanyaan berikut dengan cara memberi tanda
silang (X).
1. Salah satu gangguan akibat kekurangan yodium yakni …
a. Penyakit gondok
b. Diare
c. Pilek
d. Batuk
2. Jika ditest dengan Uji Iodine, garam beryodium akan berubah warna menjadi …
a. Merah
b. Ungu
c. Hijau
d. Kuning
3. Cara menyimpan garam beryodium yang baik yakni …
a. Disimpan tertutup
b. Disimpan terbuka
c. Terkena matahari
d. Terendam air
4. Berikut adalah perbedaan garam beryodium dengan garam biasa …
a. Garam beryodium dibungkus plastik biasa
b. Garam beryodium warnanya kuning kotor
c. Pada kemasan berisi tulisan garam beryodium
d. Garam beryodium jika di test tidak berubah warna
5. Jenis garam yang baik untuk dikonsumsi adalah ..
a. Garam yodium
b. Garam biasa
c. Garam curah
d. Garam bali
Lampiran Jawaban Pre Test dan Post Test
1. A
2. B
3. A
4. C
5. A
Daftar Pustaka
1. Diposting oleh Alex Rahma pada 27 Februari 2013 yang diakses melalui
https://www.scribd.com/document/127539515/SATUAN-ACARA-PENYULUHAN-
Gangguan-Akibat-Kekurangan-Yodium
2. Situs Resmi Desa Peguyangan yang diakses melalui
https://peguyangan.denpasarkota.go.id/index.php/arsip-situs-terkait
3. DEPKES RI,Gangguan Akibat Kekurangan Yodium, Jakarta 1996
4. http://erepo.unud.ac.id/16200/2/0820025001-2-BAB_I.pdf
5. Djoko Kartono, dkk. Jurnal GAKY Indonesia Vol. 5, N0; 1 April 2006. Indikator Total
Goiter Rate (TGR) Anak Sekolah Sebagai Dasar Kebijakan Program GAKY di Indonesia.
6. Diposting oleh Siti Indira pada 09 Desemeber 2013 yang diakses melalui
tp://sitiindira.blogspot.co.id/2013/12/contoh-materi-penyuluhan-gizi-gaky.html
7. Departemen Kesehatan RI. 1999. Iodide Peroxidase. Jakarta. Departemen Kesehatan RI.
8. Diposting oleh Arinda Veramatala pada 6 September 2017 yang diakses melalui
https://hellosehat.com/hidup-sehat/nutrisi/makanan-sumber-yodium-selain-garam/
9. https://wargasehat.wordpress.com/gangguan-akibat-kekurangan-yodium/