Penerapan Transit Oriented Development
Penerapan Transit Oriented Development
Penerapan Transit Oriented Development
Vol 24 No 1 Tahun
2019
ABSTRACT
Urban sprawl causes the lifestyle of private vehicle use as the main preference in the choice of
transportation modes which results in congestion, air pollution and energy use in the transportation sector
which continues to increase. Transit Oriented Development (TOD) is an alternative solution in solving these
problems, with the concept of urban development that maximizes diverse and integrated land use by
promoting healthy lifestyles through walking and cycling and maximizing the use of mass transportation
modes. Therefore, this research was conducted with the aim of knowing the application of the development
of TOD for planning to achieve sustainable transportation.
The variables used in this study are density, diversity, design and transit which are a combination of
the theories of Cervero (1997) and ITDP (2014). The results of the study showed that the city of Surabaya
was dominated by transit, Bandung Cit y and Jakarta City variables which were both dominated by density
and transit variables. Based on inter-case studies there are differences between indicators theory and
indicators case study, and each case study also has different parameters. Thus, there has been an
adjustment in the theory of the application of TOD in Indonesia, besides that the indicators of TOD
implementation are also adjusted according to the characteristics and policies of the region concerned
Keywords: TOD, sustainable, transport
ABSTRAK
Urban sprawl menyebabkan terjadinya gaya hidup penggunaan kendaraan pribadi sebagai preferensi
utama dalam pemilihan moda transportasi yang berakibat pada kemacetan, pencemaran udara dan
penggunaan energi pada sektor transportasi yang terus meningkat. Transit Oriented Development (TOD)
merupakan salah satu solusi alternatif dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, dengan konsep
pengembangan kota yang memaksimalkan penggunaan lahan beragam dan terintegrasi dengan
mempromosikan gaya hidup sehat melalui berjalan kaki dan bersepeda serta memaksimalkan penggunaan
moda transportasi massal. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
penerapan pengembangan TOD bagi perencanaan guna mencapai transportasi yang berkelanjutan.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah density, diversity, design dan transit yang
merupakan gabungan dari teori Cervero (1997) dan ITDP (2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kota
Surabaya didominasi dengan variabel transit, Kota Bandung dan Kota Jakarta sama-sama didominasi oleh
variabel density dan transit. Berdasarkan kajian antar studi kasus terdapat perbedaan antara indikator teori
dan indikator studi kasus, dan masing-masing studi kasus juga memiliki parameter yang berbeda pula.
Sehingga, terjadi penyesuaian teori penerapan TOD di Indonesia, selain itu indikator penerapan TOD juga
disesuaikan sesuai dengan karakteristik dan kebijakan kawasan yang bersangkutan.
Kata kunci: TOD, transportasi, berkelanjutan
1
1. Pendahuluan
Perkembangan kota-kota diseluruh dunia mengalami perkembangan yang sangat
cepat, salah satunya disebabkan oleh adanya aktivitas urbanisasi. Urbanisasi menyebabkan
kota kota menjadi padat akan penduduk, tingginya aktivitas yang terjadi meningkatkan
pergerakan manusia didalamnya serta terjadinya pemekaran atau berkembangnya kawasan
perkotaan. Meluasnya kawasan perkotaan dengan berkembangan kawasan pinggiran
sebagai alternatif lokasi hunian bagi masyarakat merupakan residu dari efek padatnya
sebuah kota, masyarakat akan terus terdesak hingga keluar dari wilayah inti perkotaan
menunuju ke pinggiran kota atau disebut sebagai Urban Sprawl (Kusumantoro, 2007).
Pada konteks pembangunan berkelanjutan, Urban Sprawl dianggap sebagai salah satu
pembawa efek buruk bagi suatu daerah, salah satunya adalah gaya hidup yang
memungkinkan penggunaan kendaraan pribadi sebagai pilihan transportasi utama bagi
masyarakat yang tinggal dikawasan pinggiran kota. Penggunaan kendaraan pribadi sebagai
alat transportasi utama bagi masyarakat pinggiran kota dapat memberikan dampak negatif,
salah satunya peningkatan mobilitas yang berpengaruh kepada terciptanya kemacetan lalu
lintas disuatu wilayah.
Permasalahan Urban Sprawl telah lama menjadi fokus bagi para perencana, untuk
mengatasi permasalahan tersebut, Peter Calthorpe, seorang Arsitek Perencana
berkebangsaan Amerika memperkenalkan sebuah konsep TOD (Transit-Oriented
Development) untuk mengatasi permasalahan Urban Sprawl. TOD sendiri didefinisikan
sebagai penggunaan lahan campuran, kota dengan kepadatan yang relative tinggi, serta
pengembangan yang berorientasi kepada pejalan kaki di sekitar stasiun kereta api atau bus
(Staricco, 2017). TOD memiliki tujuan guna merivitalisasi daerah dengan mempromosikan
gaya hidup yang baru, yakni gaya hidup sehat, nyaman dan aman.
Pesatnya perkembangan kawasan pinggiran seolah menjadi momok tersendiri bagi
berbagai kebijakan penataan ruang. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, Urban
Sprawl dianggap sebagai salah satu pembawa efek buruk bagi suatu daerah, salah satunya
adalah gaya hidup yang memungkinkan penggunaan kendaraan pribadi sebagai pilihan
transportasi utama bagi masyarakat yang tinggal dikawasan pinggiran kota. Penggunaan
kendaraan pribadi sebagai alat transportasi utama bagi masyarakat pinggiran kota dapat
memberikan dampak negatif, salah satunya peningkatan mobilitas yang berpengaruh
kepada terciptanya kemacetan lalu lintas disuatu wilayah. Tindakan tindakan yang diambil
dalam mengatasi permasalahan kota-kota berkembang umumnya masih terpaku pada
permasalahan sektoral dan internal kota, seperti permasalahan kemiskinan perkotaan,
kawasan permukiman kumuh, ketersediaan air bersih, sanitasi lingkungan dan persoalan
internal kota lainya, sehingga masalah perkembangan kawasan pinggiran relatif kurang
tersentuh (Kusumantoro, 2007).
Kota-kota di negara-negara Benua Eropa dan Amerika telah terlebih dahulu
mengimplementasikan konsep TOD sebagai salah satu elemen penyelesaian permasalahan
Urban Sprawl dan dijadikan dasar dalam pembentukan kota yang berkelanjutan. Konsep
ini diyakini dapat menjadikan kota lebih Kompak dan terintegrasi antara sisitem
transportasi dengan guna lahan perkotaan. Baru-baru ini, beberapa pemerintah kota di
negara-negara Asia seperti Hongkong, Taiwan, China, Korea sudah mulai mengkaji
penerapan konsep TOD untuk mengatasi permasalahan perkotaan mereka terutama
kemacetan lalu lintas.
Menurut Cervero (1993), secara ideal kawasan TOD memiliki tiga aspek yaitu
density, diversity dan design. Density berkaitan dengan kepadatan kawasan atau intensitas
pemanfaatan lahan yang tinggi, diversity berkaitan dengan keberagaman penggunaan lahan
dan jenis aktivitas pada kawasan dan design berkaitan dengan desain kawasan yang ramah
terhadap pejalan kaki dan pesepeda.
Beberapa kota di Indonesia sudah menerapkan sistem TOD dalam mengintegrasi
sistem transportasi yang berkelanjutan. Terlebih, diterbitkannya Peraturan Menteri
ATR/BPN RI No. 16 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Berorientasi
Transit, yang menandakan Pemerintah Indonesia akan menerapkan konsep TOD dalam
perencanaan transportasi negeri ini. Selain itu, terdapat kota-kota di Indonesia yang
menerapkan sistem BRT (Bus Rapid Transit) yang merupakan salah satu unsur penerapan
TOD. Kepemilikian BRT di suatu kota merupakan suatu embrio dalam penerapan TOD.
Dengan adanya TOD, diharapkan kota-kota di Indonesia dapat mengatasi permasalahan
seperti urban sprawl, peningkatan aksesibilitas dan mobilitas sehingga kemacetan akan
berkurang, mereduksi pencemaran lingkungan serta efisiensi penggunaan energi pada
sektor transportasi, mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan kendaraan pribadi
sehingga mencapai sistem transportasi yang berkelanjutan dan kota-kota tersebut dapat
lebih berkembang dengan baik. Sudah sepatutnya saat ini mengupayakan sebuah
pendekatan perencanaan spasial yang inovatif dan mampu mengakomodir mobilitas
penduduk dengan sistem transit transportasi yang terintegrasi dan berkelanjutan.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka perlu dilakukan bagaimana potensi
penerapan konsep TOD dengan mengidentifikasi studi kasus lain dengan teori yang
relevan, dikarenakan TOD berpotensi untuk diterapkan di kota-kota di seluruh Indonesia
sebagai solusi alternatif dalam mengatasi permasalahan kota, bentuk inovasi pembangunan
wilayah dan kota dan mencapai sistem transportasi yang berkelanjutan.
2. Kajian Pustaka
2.1 Transit Oriented Development (TOD)
Transit Oriented Development (TOD) merupakan konsep pengembangan atau
pembangunan kota yang memaksimalkan penggunaan lahan yang bercampur dan
terintegrasi dengan mempromosikan gaya hidup yang sehat (berjalan kaki dan bersepeda)
dan penggunaan angkutan umum massal (TOD guidebook, 2006)
Tabel 1 Variabel/Indikator TOD
Sumber Variabel/Indikator
Calthrope (1993) 1. Public Transportation Station
(Terminal Transportasi)
2. Publoc Uses/Space (Ruang Publik)
3. Core Commercial (Pusat Area
Komersil)
4. Residential Area (Area Permukiman)
5. Secondary Area (Area Sekunder)
Cervero (1997) 1. Density (Kepadatan)
2. Diversity (Keberagaman)
3. Design (Desain Kawasan)
ITDP (Institure for 1. Walk (Berjalan kaki)
Transportation and 2. Cycle (Bersepeda)
Development Policy); 3. Connect (Berhubungan)
2014 4. Transit (Angkutan Umum)
5. Mix (Bercampur)
6. Densify (Memadatkan)
7. Compact (Kompak)
8. Shift (Beralih)
Sumber: Penulis, 2019
Analisis penerapan konsep TOD dilakukan dengan melihat studi kasus sesuai dengan
review literatur yang telah dilakukan, berikut merupakan hasilnya:
3.1 Kota Surabaya
Meningkatnya penggunaan kendaraan pribadi pada ruas-ruas jalan utama
menyebabkan kemacetan di Surabaya. Hal tersebut dapat diidentifikasi melalui
kemampuan kapasistas jalan menunjukkan nilai melebihi 0,5-0,8 sehingga menunjukkan
volume lalu lintas yang tinggi dan melebihi kapasitas yang seharusnya
(Handayeni&Ariantia, 2014). Sehingga, pengembangan moda transportasi massal cepat
direncakan dengan harapan kemacetan dapat direduksi melalui pengalihan penggunaan
moda pribadi ke moda transportasi umum.
Penyelesaian kemacetan dilakukan dengan upaya pengembangan angkutan umum
massal cepat berbasis monorail dan tremway yang akan menuntut masyarakat beralih ke
moda transportasi umum. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Sung dan Oh (2012),
pengalihan penggunaan kendaraan ke angkutan publik dipengaruhi oleh desain kawasan
disekitar lokasi transit yang berarti integrase perencanaan kawasan sekitar lokasi transit
perencanaan jaringan dan sarana transportasi perlu direncanakan dan dikembangkan.
Penerapan TOD merupakan suatu konsep yang mengedepankan integrasi antara ciri
kawasan di sekitar titik transit dengan sistem jaringan transit yang menghubunginya,
sehingga dapat mendorong penggunaan sistem transit dan mengurangi penggunaan moda
pribadi (Isa, 2016). Oleh karena itu, perlu diperhatikan bagaimana pengembangan
kawasan berbasis TOD yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku berkendara untuk
meminimalisir permasalahan kemacetan perkotaan. Keberhasilan penerapan TOD di
negara-negara Asia, Eropa dan Amerika dapat menjadi best practice dalam mengatasi
kemacetan di Kota Surabaya dengan adanya kebijakan yang mengarahkan pergerakan
transit melalui pengembangan angkutan umum massal sehingga terwujud keberlanjutan
transportasi di Kota Surabaya (Ramadhani dan Sardjito, 2017)
3.1.1 Aspek Transit Oriented Development (TOD)
Berdasarkan variabel terpilih terkait TOD, yaitu diversity, density, design dan
transit berikut merupakan aspek TOD di Kota Surabaya
Diversity
19%
Transit
40%
Density
23%
Design
18%
Diversity
Transit 17%
30%
Density
Design 32%
21%
Pada kondisi eksisting, Kota Bandung memiliki banyak titik transit berupa stasiun
(barang dan penumpang) serta terminal dengan moda transportasi berupa angkutan kota,
Trans Metro Bandung, BRT dan Bus Sekolah untuk jarak dekat dan heavyrail untuk jarak
jauh. Kepadatan kawasan disekitar titik transit juga memiliki kepadatan yang sudah
melewati batas indikator, namun kepadatan kawasan masih berupa kepadatan horizontal,
belum kepadatan vertikal. Variabel lainnya yaitu diversity dan design pada kondisi
eksisting terus mengalami peningkatan karena TOD juga merupakan program kerja
pemerintah dalam BUMP (Bandung Urban Mobility Project), selain itu salah satu stasiun
di Kota Bandung dijadikan percontohan sebagai titik simpul strategis dan titik simpul
sistem angkutan terintegrasi serta mendapat bantuan dari Kedutaan Besar Inggris melalui
program Future Cities dan menjadi wakil Indonesia dari 19 negara yang dibantu kedubes
Inggris (Mauludy, 2019)
3.3 Kota Jakarta
Sektor transportasi perkotaan memiliki berbagai tantangan yang disebabkan oleh
peningkatan penduduk yang diprediksi nantinya sekitar dua-pertiga penduduk tersebut
hidup dan beraktivitas di kawasan perkotaan yang akan memiliki pada kemacetan karena
tingginya mobilitas penduduk (Arsyad&Handayeni, 2018). Kota Jakarta merupakan salah
satu kota metropolitan yang memiliki pertumbuhan penduduk yang signifikan setiap
tahunnya (BPS,2017). Sebagai kota yang menjadi pusat kegiatan ekonomi dan pusat
pemerintahan, menjadikan Jakarta memiliki pergerakan penduduk yang tinggi. Dalam
melakukan aktivitasnya, masyarakat memiliki dua preferensi pemilihan moda transportasi,
yakni menggunakan moda atau tanpa menggunakan moda. Moda transportasi yang
digunakan dapat berupa moda transportasi pribadi dan moda transportasi massal.
Sedangkan penduduk DKI Jakarta lebih memilih kendaraan pribadi sehingga timbul
permasalahan lalu lintas seperti kemacetean, polusi udara dan sebagainya (BPS, 2016).
Permasalahan kemacetan tersebut dapat diminimalisir dengan cara mengalihkan
orientasi penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan massal berbasis transit yang sering
disebut Transit Oriented Development (TOD). Konsep pembangunan berorientasi transit di
Jakarta sudah tertuang dalam Raperda RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030. Dalam peraturan
tersebut dijelaskan bahwa TOD atau pengembangan berorientasi transit merupakan
kawasan terpadu dari berbagai kegiatan fungsional kota dengan fungsi penghubung lokal
dan antar lokal dengan konsep yang dijabarkan dalam pengaturan tentang Sistem Pusat
Kegiatan (Alvinsyah, 2016)
Beberapa kawasan di wilayah DKI Jakarta yang direncanakan pengembangannya
menerapkan konsep TOD, kawasan tersebut antara lain kawasan Dukuh Atas, Manggarai,
Harmoni, Senen, Blok M dan Grogol (Siregar,2015). Kawasan-kawasan tersebut
direncanakan sebagai stasiun terpadu dan titik perpindahan beberapa moda transportasi.
Sistem prasarana TOD di DKI Jakarta dikembangkan pada terminal/stasiun antar moda
pada pusat-pusat kegiatan, stasiun angkutan jalan rel, shelter angkutan massal jalan raya
dan terminal angkutan umum jalan raya yang terintegrasi dengan pengembangan lahan
disekitarnya supaya mencapai sistem transportasi yang berkelanjutan (Alvinsyah, 2016)
3.3.1 Aspek Transit Oriented Development (TOD)
Penerapan TOD pada kawasan transit di Kota Jakarta dapat dilihat pada grafik
berikut
Diversity
Transit 16%
28%
Density
31%
Design
25%
Kota Jakarta pada kondisi eksisting memiliki kepadatan horizontal yang tinggi
belum mengembangkan kepadatan vertikal namun pada pembangunannya terus mengalami
improvisasi selain itu Kota Jakarta juga memiliki banyak titik transit berupa stasiun dan
stasiun dengan berbagai macam moda transportasi yang melayaninya, yaitu KRT,
BRT/Busway, Trans Jakarta serta MRT sehingga konsep TOD pada kawasan semakin
terpenuhi. Pada variabel diversity (keberagaman penggunaan lahan) dan design (desain
kawasan) pemerintah setempat juga terus melakukan perubahan yang positif karena TOD
juga merupakan salah satu program pemerintah yang tercantum dalam RTRW DKI Jakarta
sehingga kawasan transit di Kota Jakarta sendiri menjadi semakin ideal.
4.1 Kesimpulan
Transit Oriented Development (TOD) merupakan suatu konsep yang diciptakan
untuk mengurangi kemacetan yang dapat memberikan landasan ekonomi, ekologi dan
sosial untuk pembangunan regional (Calthorpe, 1993). Landasan ekonomi, ekologi dan
sosial tersebut berkaitan dengan indikator transportasi berkelanjutan yang juga merupakan
tujuan dari konsep TOD. Berdasarkan beberapa teori-teori menurut Calthorpe (1993),
Cervero (1997), ITDP (2014) terkait variabel konsep TOD yaitu tersedianya
terminal/stasiun, ruang publik/ruang terbuka, pusat perdagangan, pusat permukiman dan
fasilitas umum, density (kepadatan), diversity (keberagaman), design (desain), berjalan
kaki, bersepeda, saling terhubung, angkutan umum, percampuran penggunaan lahan,
memadatkan, kekompakan kawasan, dan beralih atau beralihnya perilaku masyarakat
dalam berkendara menjadi berjalan kaki. Berdasarkan teori-teori yang ada, variabel yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel yang dicetuskan oleh Cervero (1997)
yaitu Density, Diversity dan Design dan ITDP (2014) Transit (angkutan umum) karena
variabel tersebut sudah menggambarkan seluruh prinsip utama dalam penerapan TOD
secara lebih singkat.
Berdasarkan variabel-variabel yang telah ditemukan dan ditetapkan, yang dapat
diambil dari tema studi kasus terkait penerapan TOD sebagai upaya mewujudkan
transportasi yang berkelanjutan adalah Kota Surabaya didominasi oleh variabel transit,
Kota Bandung didominasi oleh variabel density (kepadatan kawasan) dan transit (angkutan
umum) dan Kota Jakarta didominasi oleh variabel density dan transit. Dari ketiga studi
kasus, terdapat perbedaan antara indikator teori dan indikator studi kasus, dan masing-
masing indikator pada studi kasus juga memiliki parameter yang berbeda pula. Dapat
disimpulkan bahwa telah terjadi penyesuaian teori penerapan TOD di Indonesia, selain itu
indikator penerapan TOD juga disesuaikan sesuai dengan karakteristik dan kebijakan
kawasan tersebut sehingga terjadi perbedaan antara kawasan yang satu dengan yang lain.
4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan terkait penerapan TOD sebagai upaya mewujudkan
transportasi yang bekerlanjutan ditujukan oleh pemerintah dan untuk masyarakat pada
masing-masing studi kasus, adalah sebagai berikut:
A. Bagi Pemerintah
1. Pemerintah melakukan sosialisasi terarah dan efisien kepada masyarakat untuk
menggunakan moda transportasi umum untuk mengurangi kemacetan, dampak
lingkungan dan ekonomi masyarakat sehingga terwujudkan transportasi yang
berkelanjutan
2. Perlu adanya monitoring dan evaluasi untuk penggunaan lahan, intensitas
kawasan dan desain kawasannya
3. Perlu peningkatan jenis penggunaan lahan non residensial dan terpusat sehingga
masyarakat mudah mengjangkaunya dengan berjalan kaki
4. Perlu peningkatan intensitas penggunaan lahan vertikal dan terintegrasi
5. Perlu peningkatan kualitas dan kuantitas jalur pedestrian yang aman, dan nyaman
bagi pejalan kaki yang dilengkapi dengan fasilitas penunjangnya serta jalur
difabel
6. Perlu peningkatan kualitas transportasi umum, sehingga masyarakat merasa
nyaman dan mau menggunakannya
7. Pengurangan fasilitas-fasilitas yang memungkinkan penggunaan kendaraan
pribadi seperti peningkatan biaya parkir atau peningkatan pajak kendaraan.
B. Bagi Masyarakat
1. Mulai beralih pada penggunaan moda transportasi umum yang telah disediakan
oleh pemerintah untuk mengurangi kemacetan, permasalahan lingkungan dan
ekonomi masyarakat terkait biaya transportasi
2. Menjaga kelestarian lingkungan, dengan berjalan kaki maupun bersepeda dalam
melakukan aktivitas
3. Masyarakat aktif berkoordinasi dengan pemerintah untuk mengawasi dan
menjaga kawasan agar lebih terawatt dan terjaga kualitasnya.
5. DAFTAR PUSTAKA