17952-Article Text-59099-1-10-20180104 PDF

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Hlm.

375-383, Juni 2017

KERAPATAN DAN PENUTUTUPAN EKOSISTEM LAMUN DI PESISIR DESA


BAHOI, SULAWESI UTARA

DENSITY AND THE COVERAGE OF SEAGRASS ECOSYSTEM IN BAHOI VILLAGE


COASTAL WATERS, NOTRH SULAWESI

Muh. Fahruddin1*, Fredinan Yulianda2, dan Isdradjad Setyobudiandi2


1
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor
*E-mail: [email protected]
2
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK-IPB, Bogor

ABSTRACT
Physical seagrass ecosystem damage have been reported in various regions in Indonesia. Seagrass
ecosystem damage is caused by human activity such as trampling seagrass and boats that muddy the
waters and reduced the density and seagrass cover. This study aims to provide information about the
density and the coverage of seagrass. The method used in this research is the transect method
measuring 50x50 cm squared at three different locations by considering coastal ecosystems Bahoi
village that already exist. Station 1 is near to mangrove habitat, station 2 is right on seagrass habitats,
and station 3 is near to coral reef habitat. The results indicated there is six seagrass species that found
in the Bahoi village which is Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata,
Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis, and Halodule uninervis. The density and seagrass cover is
shows that the station 1 has the highest density and seagrass cover percentage compared with the
other stations. The highest density of seagrass species located in station 1 with 955 individuals/m 2,
and the lowest was located at station 3 with 699 individuals/m2. While the highest cover percentage is
located at station 1 with 270% and the lowest located at station 3 with 229%.

Keyword: seagrass ecosystem, density, coverage, Bahoi

ABSTRAK
kerusakan fisik terhadap ekosistem lamun telah dilaporkan terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Kerusakan ekosistem lamun disebabkan oleh aktivitas manusia seperti menginjak-injak lamun dan
perahu-perahu yang mengeruhkan perairan dan menyebabkan kerapatan dan tutupan lamun berkurang.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai kerapatan dan tutupan lamun. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode transek kuadrat yang berukuran 50x50 cm pada
tiga lokasi yang berbeda dengan memperhatikan ekosistem pesisir Desa Bahoi. Stasiun 1 dekat habitat
mangrove, stasiun 2 habitat lamun, dan stasiun 3 dekat habitat terumbu karang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa enam jenis lamun yang ditemukan di Desa Bahoi diantaranya Enhalus acoroides,
Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium, halophila ovalis, dan
Halodule uninervis. kerapatan dan tutupan lamun menunjukkan bahwa stasiun 1 memiliki kerapatan
dan persentase tutupan yang paling tinggi dibandingkan dengan kedua stasiun lainnya. Kerapatan jenis
lamun tertinggi terdapat pada stasiun 1 dengan 955 individu/m2, sedangkan yang terendah terdapat
pada stasiun 3 dengan 699 individu/m2. Sedangkan persentase tutupan tertinggi tedapat pada stasiun 1
dengan 270% dan yang terendah terdapat pada stasiun 3 dengan 229%.

Kata kunci: ekosistem lamun, kerapatan, penutupan, Bahoi

I. PENDAHULUAN penting dalam ekologi kawasan pesisir,


karena menjadi habitat berbagai biota laut
Lamun merupakan ekosistem laut termasuk tempat mencari makan (feeding
dangkal yang didominasi oleh vegetasi ground) bagi penyu hijau, dugong, ikan,
lamun. Ekosistem lamun mempunyai peranan echinodermata dan gastropoda (Bortone,

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB


@ ISOI dan HAPPI 375
Kerapatan dan Penututupan Ekosistem Lamun di Pesisir Desa Bahoi . . .

2000). Peran lain adalah menjadi barrier Banyaknya kegiatan pembangunan di


(penghalang) bagi ekosistem terumbu karang wilayah pesisir telah mengorbankan ekosis-
dari ancaman sedimentasi yang berasal dari tem lamun, seperti kegiatan reklamasi untuk
daratan. Lamun merupakan ekosistem yang pembangunan kawasan industri atau pe-
tinggi produktivitasnya, dimana produktivitas labuhan ternyata menurut data yang diper-
lamun dibatasi oleh ketersedian hara. oleh telah terjadi pengurangan terhadap
Newmaster et al. (2011) menjelaskan bahwa luasan kawasan padang lamun, sehingga
lamun menyukai substrat berlumpur, ber- pertumbuhan, produksi ataupun biomassanya
pasir, tanah liat, ataupun pecahan karang. akan mengalami penyusutan. Meskipun data
Faktor lain yang mempengaruhi produk- mengenai kerusakan ekosistem lamun tidak
tivitas dan pola sebaran lamun beserta biota tersedia tetapi faktanya sudah banyak me-
yang berasosiasi dengannya adalah suhu, ngalami degradasi akibat aktivitas di darat.
salinitas dan kekeruhan (Hemminga and Dampak nyata dari degradasi padang lamun
Duarte, 2000). Hamparan padang lamun di mengarah pada menurunnya keragaman biota
pesisir Desa Bahoi sangat luas, penyebaran- laut sebagai akibat hilang atau menurunnya
nya hampir sepanjang pesisir perairan desa. fungsi ekologi dari ekosistem ini.
Pesisir Desa Bahoi terletak di Sehubungan dengan peran ekologis
Kecamatan Likupang Barat yang memiliki dan potensi lamun yang luas seperti yang
sebaran vegetasi lamun yang cukup luas. Hal telah dijelaskan di atas, serta adanya berbagai
ini dapat dilihat di sepanjang perairan pesisir permasalahan akibat dari berbagai aktivitas
yang dangkal terdapat ekosistem lamun. manusia yang menyebabkan kerusakan
Kawasan ini telah dimanfaatkan oleh masya- ekosistem ini maka tujuan dari penelitian ini
rakat setempat untuk kegiatan mencari ikan, adalah memberikan informasi mengenai
kerang-kerangan dan kuda laut, serta hasil tingkat kerapatan dan penutupan lamun di
tangkapan lainnya yang dipanen langsung pesisir Desa Bahoi. Adapun hipotesis dari
dari area padang lamun di pesisir Desa Bahoi penelitian ini bahwa substrat/tipologi habitat
tersebut. Selain itu ekosistem lamun juga memberikan pengaruh terhadap kerapatan
terancam oleh aktivitas kapal-kapal yang dan penutupan lamun.
mana dapat berdampak pada kerusakan pada
ekosistem ini. II. METODE
Berbagai aktivitas manusia tersebut
baik secara langsung maupun tidak langsung 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
akan memberikan pengaruh yang buruk bagi Penelitian ini dilakukan di pesisir
kehidupan lamun maupun biota yang ber- Desa Bahoi, Kecamatan Likupang Barat,
asosiasi di dekatnya. Beberapa kegiatan Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi
berupa pembersihan dan pemanenan padang
Sulawesi Utara pada bulan Mei 2015. Pe-
lamun yang dilakukan untuk tujuan tertentu,
ngamatan dan pengambilan sampel dilakukan
masuknya sedimen atau limbah dari daratan
dapat merusak lamun. pada 3 (tiga) stasiun dengan menggunakan
Kerusakan juga dapat ditimbulkan metode transek kuadrat yang berukuran
oleh baling-baling perahu ataupun peletakan 50x50 cm2 dengan pengulangan sebanyak 3
jangkar kapal, dan hal ini merupakan kali pada masing-masing stasiun. Letak dan
penyebab secara umum dijumpai di berbagai jarak stasiun pengamatan berdasarkan pen-
pesisir lainnya yang mana memberikan pe- dekatan ekosistem pesisir. Stasiun 1 dekat
nurunan terhadap kerapatan maupun dengan habitat mangrove, stasiun 2 habitat
penutupannya (Walker et al., 2001). lamun, dan stasiun 3 dekat dengan habitat
terumbu karang.

376 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt91
Fahruddin et al.

2.2. Pengambilan Data Lapangan kemunculan spesies ke-i, dan ∑fi = jumlah
2.2.1. Kualitas Air total frekuensi kemunculan seluruh spesies.
Pengukuran kualitas air seperti suhu
menggunakan termometer dan salinitas 2.3. Analisis Data
menggunakan refraktometer yang dilakukan Data kerapatan dan penutupan lamun
secara in situ; sedangkan kekeruhan meng- antar stasiun dianalisis dengan analisis sidik
gunakan turbidimeter yang dilakukan secara ragam (ANOVA) menggunakan program
ex situ (Khopkar, 1990). SPSS (Statistical Program Software System)
versi 17. Bila terdapat perbedaan nyata,
2.2.2. Substrat/sedimen dilanjutkan dengan uji Duncan dengan selang
Sampel substrat diambil mengguna- kepercayaan 95%.
kan pipa PVC dan sampel yang telah diambil
dimasukkan kedalam plastik sampel untuk III. HASIL DAN PEMBAHASAN
dianalisis di laboratorium. Kandungan unsur
hara substrat yang diukur meliputi nitrat dan 3.1. Kualitas Air
fosfat. Kandungan unsur hara nitrat dan Kondisi perairan merupakan faktor
fosfat diukur di laboratorium Ilmu Tanah, penting dalam kelangsungan kehidupan biota
Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, atau organisme di suatu perairan laut.
IPB. Metode pengukuran nitrat dan fosfat Kondisi perairan sangat menentukan kelim-
mengacu pada metode Hutagalung dan pahan dan penyebaran organisme di dalam-
Rozak (1997). nya, akan tetapi setiap organisme memiliki
kebutuhan dan preferensi lingkungan yang
berbeda untuk hidup yang terkait dengan
2.2.3. Kerapatan karakteristik lingkungannya (Tomascik et al.,
Kerapatan jenis lamun merupakan 1997). Kondisi perairan di suatu ekosistem
jumlah total individu dalam satu unit area meliputi suhu, salinitas, kekeruhan. Secara
(English et al., 1994). Rumus yang diguna- umum kondisi perairan pesisir Desa Bahoi
kan untuk kerapatan jenis adalah sebagai termasuk perairan yang masih sesuai baku
berikut: mutu untuk kelangsungan hidup lamun. Hal
ini dapat dilihat pada hasil pengamatan
Ni kualitas air yang meliputi suhu, salinitas,
Ki = ........................................................ (1)
A kekeruhan (Tabel 1).

Keterangan: Ki = kerapatan jenis, Ni = Tabel 1. Parameter kualitas air perairan


jumlah total tegakan spesies ke-i, dan A = pesisir Desa Bahoi.
luas total area pengambilan sampel.
Stasiun
2.2.4. Penutupan Parameter Satuan
1 2 3
Analisa persentase tutupan lamun Suhu °C 28,8 29,8 29
menggunakan rumus (English et al., 1994): Salinitas ppt 39,3 38,7 40
Kekeruhan NTU 1,83 1,13 1,07
Σ(Mixfi)
Ci = ............................................. (2) DO mg/l 8,4 8,5 8,6
Σfi
Nitrat mg/l 0,005 0,005 0,005
Fosfat mg/l 0,005 0,005 0,005
Keterangan: Ci = persentase tutupan, Mi = Sumber: data primer 2015.
titik tengah (mid point), fi = frekuensi

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Juni 2017 377
Kerapatan dan Penututupan Ekosistem Lamun di Pesisir Desa Bahoi . . .

Hasil pengukuran suhu dalam pe- Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun
nelitian ini rata-rata berkisar antara 28,8-29,8 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut, nilai
pada seluruh stasiun pengamatan. Dari Tabel kekeruhan untuk wisata dan biota laut adalah
1 terlihat bahwa rata-rata suhu pada stasiun 1 < 5 NTU, maka nilai rata-rata pada ketiga
sebesar 28,8°C, stasiun 2 sebesar 29,8°C dan stasiun pengamatan masih sesuai bagi
stasiun 3 sebesar 29°C. Kondisi suhu pertumbuhan dan kehidupan lamun. Ke-
perairan pesisir Desa Bahoi ini sesuai dengan keruhan dapat mengurangi cahaya yang
yang diungkapkan oleh Lee et al. (2007), diterima lamun sehingga mengganggu akti-
dimana pada daerah tropis dan sub tropis vitas fotosintesis serta mengakibatkan stres
lamun mampu tumbuh optimal kisaran suhu pada lamun, sehingga dapat membatasi
23 - 32°C. Menurut Kadi (2006), kisaran pertumbuhan lamun (Waycot et al., 2004).
suhu optimal bagi spesies lamun adalah 28- Sebaliknya, vegetasi lamun dapat meningkat-
30°C, dimana suhu dapat mempengaruhi kan laju sedimentasi dan mengurangi laju
proses-proses fisiologis seperti fotosintesis, resuspensi sehingga dapat mengurangi ke-
pertumbuhan dan reproduksi. Proses-proses keruhan, oleh karena itu dapat memicu per-
fotosintesis dapat menurun tajam apabila tumbuhan lamun (De Boer, 2007; Hendriks
suhu berada di luar kisaran optimal. Suhu et al., 2009).
sebesar 38°C dapat menyebabkan lamun Dissolved oxygen (DO) atau oksigen
menjadi stres dan pada suhu sebesar 48°C terlarut dalam penelitian ini berkisar antara
dapat menyebabkan kematian (Mckenzie, 7,9-8,8 mg/l, dengan rata-rata 8,4-8,6 mg/l.
2008). Collier dan Waycott (2014) me- Nilai kandungan oksigen terlarut perairan
nambahan bahwa pada suhu 43°C dapat padang lamun selalu berfluktuasi. Berfluk-
menyebabkan kematian masal lamun setelah tuasinya kandungan oksigen terlarut di suatu
dua hingga tiga hari, sehingga dengan perairan diduga disebabkan oleh pemakaian
kenaikan suhu yang ekstrim akan oksigen terlarut oleh lamun untuk respirasi
mempengaruhi fungsi ekologis lamun pada akar dan rimpang, respirasi biota air dan
daerah tropis. pemakaian oleh bakteri nitrifikasi dalam
Hasil pengukuran salinitas berkisar proses siklus nitrogen di padang lamun
antara 38,7-40 ppt, salinitas yang diperoleh (Felisberto et al., 2015). Nilai kandungan
pada saat pengukuran masih berada dalam oksigen yang terukur di perairan Desa Bahoi
kisaran yang optimal bagi pertumbuhan masih berada dalam jumlah yang cukup
lamun sebab air laut umumnya memiliki untuk pertumbuhan lamun.
salinitas 35 ppt. Hal ini sesuai dengan Nutrien yang berpengaruh pada
pernyataan yang dikemukakan oleh Dahuri et pertumbuhan lamun adalah nitrat dan fosfat.
al. (2001), bahwa jenis lamun memiliki Kandungan nitrat dalam penelitian ini
toleransi terhadap salinitas yang berbeda menunjukkan kisaran 0,005 - 0,01 mg/l de-
pada kisaran 10-40 ppt, dengan nilai ngan rata-rata pada setiap stasiun yaitu,
optimum salinitas air laut bagi pertumbuhan stasiun 1 0,005 mg/l, stasiun 2 0,007 mg/l,
lamun sebesar 35 ppt. dan stasiun 3 0,005 mg/l. Perairan pesisir
Kekeruhan secara tidak langsung Desa Bahoi memiliki kadar nitrat yang sesuai
dapat mempengarui kehidupan lamun karena untuk kehidupan lamun. Herkul dan Kotta
dapat menghalangi penetrasi cahaya yang (2009) menjelaskan bahwa kadar nitrat yang
dibutuhkan oleh lamun untuk berfotosintesis. melebihi 0,05 mg/l dapat bersifat toksik bagi
Hasil pengukuran kekeruhan di perairan organisme perairan yang sangat sensitif.
pesisir Desa Bahoi berkisar antara 1,07-1083 Menurut Baron et al. (2006) kadar nitrat
NTU. Nilai kekeruhan yang diperoleh dalam yang melebihi 0,02 mg/l dapat menyebabkan
penelitian ini masih sesuai untuk kehidupan terjadinya eutrofikasi (pengkayaan) perairan,
lamun. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan

378 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt91
Fahruddin et al.

algae dan tumbuhan air secara cepat nutrien dalam substrat/sedimen dasar per-
(blooming). Barus (2002) menyatakan bahwa airan. Tumbuhan lamun memerlukan se-
senyawa-senyawa nitrogen sangat dipe- jumlah nutrien dalam takaran yang cukup,
ngaruhi oleh kandungan oksigen dalam air, seimbang untuk tumbuh dan berkembang
saat kandungan oksigen rendah nitrogen ber- menyelesaikan daur hidupnya. Hasil rata-rata
ubah menjadi amonia dan kandungan oksigen pengukuran nutrien dilihat pada Tabel 2.
tinggi nitrogen berubah menjadi nitrat. Nitrat merupakan salah satu unsur
Secara keseluruhan kadar fosfat di terpenting yang berpengaruh terhadap
perairan pesisir Desa Bahoi sekitar 0,005 pertumbuhan lamun. Dari hasil rata-rata
mg/l, sesuai dengan kadar fosfat yang di- pengamatan nitrat pada substrat stasiun 1
jumpai di perairan laut umumnya. Kadar memiliki nilai tertinggi sebesar 2,74 ppm
fosfat di perairan laut yang normal berkisar yang diikuti oleh stasiun 2 sebesar 1,96 ppm
antara 0,00031 - 0,124 mg/l (Edward dan dan terendah pada stasiun 3 sebesar 1,18
Tarigan, 2003). Kadar fosfat di perairan ini ppm. Monoarfa (1992) membagi konsentasi
masih berada kisaran layak, sesuai baku mutu nitrat dalam substrat menjadi 3 bagian yaitu
konsentrasi fosfat yang layak untuk ke- < 3 ppm = rendah, 3-10 ppm = sedang, dan >
hidupan biota laut dalam keputusan Menteri 10 ppm = tinggi. Berdasarkan kisaran nitrat
Lingkungan Hidup, KLH (2004) sebesar pada tiap stasiun berada pada kisaran konsen-
0,015 mg/l. Sumber fosfor di perairan dan trasi rendah. Hal ini disebabkan karena
sedimen adalah deposit fosfor, industri, lim- substrat pada seluruh stasiun terdiri atas
bah domestik, aktivitas pertanian, dan pe- substrat pasir, dimana dalam hal penyerapan
nggundulan hutan (Ruttenberg, 2002). Fosfat nitrat substrat pasir kurang baik bila diban-
di perairan secara alami berasal dari pela- dingkan substrat lumpur yang lebih halus.
pukan batuan mineral dan dekomposisi bahan Tomascik et al. (1997) mengatakan bahwa
organik. Sedimen merupakan tempat penyim- substrat halus mempunyai kandungan nutrien
panan utama fosfor dalam siklus yang terjadi lebih tinggi dibandingkan substrat kasar.
di lautan. Umumnya dalam bentuk partikulat Fosfat juga sangat dibutuhkan oleh
yang berikatan dengan oksida besi dan tumbuhan lamun dan sangat berpengaruh
senyawa hidroksida. Senyawa fosfor yang terhadap peningkatan produktivitas bio-
terikat di sedimen dapat mengalami dekom- massa. Hasil rata-rata kandungan fosfat
posisi dengan bantuan bakteri maupun berada pada kisaran sangat rendah dan
melalui proses abiotik menghasilkan se- rendah (Tabel 2). Monoarfa (1992) yang
nyawa fosfat terlarut yang dapat mengalami membagi kandungan fosfat dalam tanah
difusi kembali ke dalam kolom air (Paytan menjadi 4 bagian yaitu, < 3 ppm = sangat
dan Mc Laughlin, 2007). rendah, 3-7 ppm = rendah, 7-20 ppm =
sedang, dan > 20 ppm = tinggi, mengindi-
3.2. Substrat kasikan seluruh stasiun pengamatan memiliki
Faktor penting lainnya yang dibutuh- kandungan fosfat yang berada pada kisaran
kan oleh tumbuhan lamun adalah kandungan rendah dan sangat rendah.

Tabel 2. Kandungan nutrien pada substrat/sedimen dasar.

Stasiun
Parameter Satuan
1 2 3
Substrat - Pasir Pasir Pasir
Nitrat ppm 2,74 ± 1,36 1,96 ± 0,68 1,18 ± 0
Fosfat ppm 6,12 ± 0,32 5,01 ± 1,19 2,12 ± 1,02
Sumber: data primer 2015.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Juni 2017 379
Kerapatan dan Penututupan Ekosistem Lamun di Pesisir Desa Bahoi . . .

3.3. Kerapatan Lamun oleh Setyawan et al. (2012) umumnya T.


Hasil pengamatan dalam penelitian hemprichii ditemukan pada dasar berlumpur
ini ditemukan 6 jenis lamun, yaitu Enhalus dan berpasir, hidup bersama dengan jenis E.
acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea acoroides dan H. ovalis. Susetiono (2004)
rotundata, Syringodium isoetifolium, Halo- menambahkan bahwa karakteristik habitat
phila ovalis dan Halodule uninervis yang untuk jenis E. acoroides umumnya tumbuh
tergolong dalam komunitas campuran karena pada subsrat berpasir. Jika dilihat dari ke-
terdapat 4-6 jenis lamun dalam setiap stasiun rapatan pada setiap stasiun, stasiun yang
pengamatan. Kerapatan jenis lamun pada dekat dengan habitat mangrove memiliki ke-
masing-masing stasiun berbeda-beda (Tabel rapatan tertinggi, karena karakteristik habitat-
3), kerapatan lamun tertinggi dijumpai pada nya yang arusnya cenderung lebih tenang.
stasiun 1 yang berada dekat dengan habitat Hal ini karena sistem perakaran mangrove
mangrove dengan rata-rata 159 ind/m2, mampu meredam arus dan gelombang, se-
disusul oleh stasiun 2 yang merupakan hingga biota dan vegetasi di dekatnya seperti
habitat lamun 155 ind/m2 dan rata-rata lamun mampu tumbuh dengan baik.
kerapatan terendah pada stasiun 3 yang dekat Lamun terdapat pada daerah mid-
dengan habitat terumbu karang 116 ind/m2. intertidal sampai kedalaman 50 atau 60
Hal ini dikarenakan terkait karakteristik dari meter. Namun mereka tampak sangat melim-
jenis lamun, dimana jika kita lihat pada pah di daerah sublitoral. Jumlah spesiesnya
stasiun 2 dan 3 mulai berkurangnya kompo- lebih banyak terdapat di daerah tropik.
sisi lamun yang ditemukan dan hanya ter- Semua tipe substrat dihuni oleh lamun ini,
dapat 5 jenis lamun. Jenis lamun yang tidak mulai dari lumpur lunak sampai batu-batuan,
ditemukan pada stasiun 2 dan 3 merupakan tetapi daerah yang paling luas dijumpai pada
jenis lamun C. rotundata. Seperti yang substrat yang lunak. Jika dilihat dari pola
dijelaskan oleh Den Hartog (1970) C. zonasi lamun secara horizontal, maka boleh
rotundata banyak ditemukan hidup pada dikatakan ekosistem lamun terletak di antara
daerah dangkal dekat dengan ekosistem dua ekosistem pesisir penting, yaitu ekosis-
mangrove. tem mangrove dan ekosistem terumbu
karang. Letak yang berdekatan dengan ke-
Tabel 3. Rata-rata kerapatan lamun. dua ekosistem pantai tropik tersebut, ekosis-
tem lamun tidak terisolisasi atau berdiri
Stasiun sendiri tetapi berinteraksi dengan kedua
Jenis Lamun
1 2 3 ekosistem (Nybaken, 1992). Setiap daerah
Enhalus acoroides 319 251 140 akan memiliki variasi komposisi yang be-
Thalassia ragam serta jumlah jenis yang beragam,
239 293 264 semakin banyak jenis lamun yang dapat di-
hemprichii
Cymodocea temukan maka dapat dikatakan bahwa
117 - - kondisi perairan bahkan lingkungan sekitar
rotundata
Syringodium dalam kondisi yang baik, karena dapat
103 220 75 menunjang kehidupan dan keberadaan ba-
isoetifolium
Halophila ovalis 173 137 139 nyak jenis lamun, dan dapat digunakan
Halodule uninervis 4 29 81 sebagai bioindikator suatu perairan pesisir.
Total 955 931 699
Sumber: data primer 2015. 3.4. Penutupan Lamun
Kondisi ekosistem lamun di perairan
Tingginya kerapatan lamun yang pesisir Desa Bahoi secara keseluruhan pada
berukuran besar seperti E. acoroides dan T. stasiun pengamatan menurut Keputusan
hemprichii, karena seperti yang dijelaskan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200

380 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt91
Fahruddin et al.

Tahun 2004, termasuk dalam kategori sangat dan Azkab (2010) menambahkan bahwa dua
kaya/sangat sehat dan kaya/sehat. Hasil tu- jenis lamun yang berukuran besar, yaitu T.
tupan lamun tertinggi pada seluruh stasiun hemprichii dan E. acoroides hampir merata
pengamatan berada di stasiun 1, diikuti oleh pada seluruh lokasi penelitian di Kepulauan
stasiun 2 dan tutupan terendah pada stasiun 3 Talise yang berdekatan dengan Desa Bahoi
(Tabel 4). Sulawesi Utara. Penutupan berkaitan erat
dengan habitat atau morfologi dan ukuran
Tabel 4. Rata-rata penutupan lamun. suatu spesies lamun.
Semakin ke arah laut, nilai penutupan
Stasiun lamun semakin berkurang. Hal ini disebab-
Jenis Lamun
1 2 3 kan oleh mulai berkurangnya jenis lamun
Enhalus acoroides 74 65 65 yang ditemukan, selain juga dipengaruhi oleh
Thalassia nutrien dimana semakin ke arah laut kan-
65 74 74
hemprichii dungan nutrien pada substrat semakin kecil.
Cymodocea Penutupan lamun berkaitan erat dengan ha-
33 - -
rotundata bitat atau bentuk morfologi dan ukuran suatu
Syringodium
33 65 33 jenis lamun. Kerapatan yang tinggi dan
isoetifolium
kondisi pasang surut saat pengamatan juga
Halophila ovalis 57 49 41
Halodule uninervis 8 8 16 mempengaruhi nilai estimasi penutupan
Total 270 261 229 lamun. Satu individu E. acoroides dan T.
Sumber: data primer 2015. hemprichii akan memiliki nilai penutupan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan satu
Nilai persentase penutupan lamun individu H. uninervis karena ukuran daun E.
tidak hanya berpedoman pada nilai kerapatan acoroides dan T. hemprichii yang jauh lebih
jenis lamun saja, melainkan juga berpedoman besar; sedangkan individu lamun yang ber-
pada lebar helaian jenis lamun karena lebar ukuran lebih kecil seperti Halophila minor
helaian daun lamun sangat mempengaruhi akan memiliki nilai persentase penutupan
penutupan substrat, semakin lebar daun maka yang lebih kecil pula (Short dan Coles,
semakin besar kemampuan untuk menutupi 2003).
substrat. Hasil pengamatan menunjukkan
penutupan jenis lamun didominasi oleh IV. KESIMPULAN
lamun yang berukuran besar seperti E.
acoroides dan T. hemprichii pada seluruh Berdasarkan hasil pengamatan
stasiun pengamatan. Tingginya penutupan kualitas air, perairan pesisir Desa Bahoi
jenis lamun ini berkaitan dengan ukurannya tergolong dalam kondisi perairan yang masih
yang besar, dan kemampuan adaptasinya sesuai untuk kehidupan lamun, di mana
terhadap tipe substrat berpasir, yaitu dari ditemukan 6 jenis lamun yaitu E. acoroides,
pasir halus hingga pasir kasar. Selain itu T. hemprichii, C. rotundata, S. isoetifolium,
dipengaruhi juga oleh tingginya nilai ke- H. ovalis dan H. uninervis yang merupakan
rapatan kedua jenis lamun tersebut. Kondisi jenis campuran. Kerapatan dan penutupan
ini sejalan dengan laporan Den Hartog jenis lamun tertinggi terdapat pada stasiun 1
(1970) bahwa T. hemprichii hidup dalam dan terendah pada stasiun 3. Rendahnya
semua jenis substrat, bervariasi dari pecahan kerapatan maupun penutupan jenis lamun
karang hingga substrat lunak. Takaendengan pada stasiun ini disebabkan oleh kandungan
bahan organik substrat yang semakin

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Juni 2017 381
Kerapatan dan Penututupan Ekosistem Lamun di Pesisir Desa Bahoi . . .

berkurang ke arah laut dan hanya ditemukan Edward. and M.S. Tarigan. 2003. Pengaruh
5 jenis lamun. musim terhadap fluktuasi kandungan
fosfat dan nitrat di Laut Banda.
UCAPAN TERIMA KASIH Makara Sains, 7(2):82-89.
English, S.C., Wilkinson, and V. Barker.
Penulis mengucapkan terima kasih 1994. Survey manual for tropical
marine resources. Austalian Institute
kepada Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
of Marine Science. Townswile. 367p.
Lautan (PKSPL) IPB dan Pemberdayaan dan
Felisberto, M.H.F., A.L. Wahanik, C.R.
Pendidikan Konservasi Alam (YAPEKA) Gomes-Ruffi, M.T.P.S. Clerici, Y.K.
yang telah mendanai penelitian ini dan terima Chang, and C.J. Steel. 2015. Use of
kasih juga untuk Bapak Maxi Lahading dan chia (Salvia hispanica L.) mucilage
Opi Lahading yang telah memberikan gel to reduce fat in pound cakes.
bantuan selama di lokasi penelitian. Lebensmittel Wissenchaft and Tech-
nologie-Food Science and Tech-
DAFTAR PUSTAKA nology, 63(2):1049-1055.
Hemminga, M. and C.M. Duarte. 2000.
Seagrass ecology. Cambridge Univer-
Baron, S.S. Petterson, and K. Harris. 2006. sity Press. Cambridge. United King-
Beyond technology acceptance: dom. 289p.
understanding consumer practice. Hendrick, I.E., T.J. Bouma, E.P. Morris, and
International J. of Service Industry C.M. Duarte. 2009. Effects of
Management, 17(2):111-135. seagrasses and agae of the Coulerpa
Barus. 2002. Pengantar limnologi. Jurusan family on Hydrodynamic and Particle
Biologi Fakultas Matematika dan Trapping Rates. Marine Biology, 473-
Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas 481pp.
Sumatra Utara. Medan. 164hlm. Herkul, K. and J. Kotta. 2009. Effect of
Bortone, S.A. 2000. Seagrasses: monitoring seagrass (Zostera marina) canopi
ecology, physiology and mana- removal and sediment addition on
gement. Chemical Rubber Company sediment characteristics and benthic
Press. Boca Raton. Florida. 318p. communities in the Northern Baltic
Collier, C.J. and M. Waycott. 2014. Sea. Marine Ecology, 30(1):74-82.
Temperature extremes reduce sea- Hutagalung, H.P. dan A. Rozak. 1997.
grass growth and induce mortality. Metode analisis air laut, sedimen dan
Marine Pollution Bulletin. 483- biota. Pusat Penelitian dan
490pp. Oseanologi Lembaga Ilmu Penge-
Dahuri, R., R. Jacub, P.G. Sapta, dan M.J. tahuan Iindonesia. Jakarta. 182hlm.
Sitepu. 2001. Pengelolaan sumber- Kadi, A. 2006. Beberapa catatan kehadiran
daya wilayah pesisir dan lautan marga sargassum di perairan Indo-
terpadu. PT. Pradnya Paramita, nesia. Bidang Sumberdaya Laut.
Jakarta. 328hlm. Pusat Penelitian Oceanografi Lem-
De Boer, W.F. 2007. Seagrass sediment baga Ilmu Pengtahuan Iindonesia
interactions, positive feedbacks and (P2O-LIPI), Jakarta. 71hlm.
critical treshold for occurrence: a Keputusan Menteri Negara Lingkungan
review. Hydrobiolia. 5-24pp. Hidup Nomor 51. 2004. Baku mutu
Den Hartog, C. 1970. The seagrasses of the air laut untuk biota laut. Kementerian
world. Amsterdam. North-Holland. Lingkungan Hidup. Jakarta. 32hlm.
275p.

382 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt91
Fahruddin et al.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep dasar kimia Paytan, A. and K. McLaughlin. 2007. The
aanalitik. Univrsitas Indonesia Press. oceanic phosphorus Cycle. Chem.
Jakarta. Hlm.:274-277. Rev., 107(2):563-576.
Lee, K.S., S.R. Park. and Y.K. Kim. 2007. Ruttenberg, K.C. 2002. The global phos-
Effect of irradiance, temperature, and phorus cycle. In: Goudie, A.S, and
nutrients on growth dynamics of D.J. Cuff, (eds.) The Encyclopedia of
seagrasses: A Review. J. od Ex- Global Change. Oxford University
perimental marine Biology and Press. United Kingdom. 241-245pp.
Ecology, (350):144-175. Setyawan, F., S.A. Harahap, Y. Andriani,
McKenzie, L. 2008. Seagrass educators dan A.A. Hutahaean. 2012. Deteksi
handbook. http://www.seagrasswatch. perubahan padang lamun meng-
Org. [Diakses tanggal 26 Januari gunakan teknologi penginderaan jauh
2016]. dan kaitannya dengan kemampuan
Monoarfa, W.D. 1992. Pemanfaatan limbah menyimpan karbon di Perairan Teluk
pabrik gula blotong dalam produksi Banten. J. Perikanan dan Kelautan,
klekap pada tanah tambak bertekstur 3(3):275-286.
liat. Program Pascasarjana. Univer- Susetiono. 2004. Fauna padang lamun
sitas Hasanuddin. Makasar. 70hlm. tanjung merah selat lembeh. Pusat
Newmaster, A.F., K.J. Berg, S. Ragupathy, penlitian oseanografi lembaga ilmu
M. Palanisamy, K. Sambandan, and pengetahuan indonesia (P2O-LIPI),
S.G. Newmaster. 2011. Local know- Jakarta. 106hlm.
ladge and conservation of seagrass in Takaendengan, K. dan M.H. Azkab. 2010.
the Tamil Nadu State of India. J. of Struktur komunitas lamun di Pulau
Ethnobiology and Ethnomedicine. Talise. Sulawesi Utara. Oseanologi
37p. dan Limnologi, 36(1):85-95.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi laut: suatu Walker, D.I., G. Pergent, and S. Fazi. 2001.
pendekatan ekologis. Alih Bahasa, H. Seagrass decomposition. In: Short et
Muhammad Eidman et al. Cetakan el. (eds.). Global seagrass research
ke-2. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka methods. Amsterdam. Netherlands.
Utama. 445hlm. 313-324pp.
Tomascik, T.A.J. Mah., A. Nontji, and M.K. Waycott, M., K. McMahon, J. Mellors, A.
Moosa. 1997. The ecology of the Calladine, and D. Kleine. 2004. A
Indonesian seas. 2nd ed. Periplus guide to tropical seagrasses of the
Editions. Singapore. 829-906pp. Indo-West Pacific. James Cook
Keputusan Menteri Negara Lingkungan University, Townsville Queensland.
Hidup Nomor 20. 2004. Kriteria baku Australia. 72p.
kerusakan dan pedoman penentuan
status padang lamun. Deputi Menteri Diterima : 24 Maret 2016
Lingkungan Hidup Bidang Kebijakan Direview : 24 Maret 2016
dan Kelembagaan Lingkungan Hidup. Disetujui : 20 Mei 2017
Hlm.:6-7.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Juni 2017 383

You might also like