Depik: The Macroalgae Cover at Coral Reef Ecosystem in The Nusa Penida Marine Conservation Area, Bali

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Depik

Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan


p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik

SHORT COMMUNICATION DOI: 10.13170/depik.7.1.8864

Tutupan makroalga pada terumbu karang di kawasan konservasi


perairan (KKP) Nusa Penida, Bali

The macroalgae cover at coral reef ecosystem in the Nusa Penida Marine
Conservation Area, Bali
Muhammad Akhyar Maududi*, Oktiyas Muzaky Luthfi
1
Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya,
Jl. Veteran 6b, Malang 65145, Jawa Timur; Email korespondensi:
[email protected]

Abstract. The interaction between algae and coral is one of the most important of ecological processes in coral
reef ecosystems. They are one of the main food sources in a large number of herbivorous animals in coral reef
ecosystems. Makroalgae is also a major competitor in degrading coral reefs at a time when macroalgae gains
dominate the coral reefs. Algae growth is relatively very fast, so it can be used as an indicator in the initial
study to determine the processes that affect populations and coral reef communities. The purpose of this study is
to determine the distribution of macroalgae cover on coral reefs in the Nusa Penida, Bali using the transect
quadrant (1x1m2) x 100m method. This study shows that the lowest macroalgae cover at Crystal Bay and the
highest in Buyuk can be concluded that the high macroalgae cover is made possible by the large supply of
nutrients from the land which becomes the supplier of organic materials that increases the fertility of waters,
meanwhile in the waters close to the high seas obtain additional nutrients derived from the lifting of the water
mass (upwelling). Data and information are needed for the interest of regional planning towards the future
related to the management and utilization of marine resources potential in the coastal area in Nusa Penida,
Bali.
Keywords: Transect quadrant, Crystal Bay, Buyuk, Butrients, Fertility of water, Dive

Abstrak. Interaksi antara alga dan karang merupakan hal terpenting dari proses ekologi pada
ekosistem terumbu karang. Mereka merupakan salah satu sumber produsen primer pada
sejumlah besar hewan herbivora pada ekosistem terumbu karang. Makroalga juga menjadi
pesaing utama dalam mendegradasi terumbu karang pada saat kelimpahaan makroalga
mendominasi terhadap terumbu karang. Pertumbuhan alga tergolong sangat cepat, sehingga
dapat digunakan sebagai indikator dalam studi awal untuk mengetahui proses yang
mempengaruhi populasi dan komunitas terumbu karang. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui sebaran tutupan makroalga pada terumbu karang di daerah utama wisata
penyelaman Nusa Penida, Bali dengan menggunakan metode transek kuadran dengan ukuran
(1x1m2) x 100 m. Penelitian ini menunjukan bahwa tutupan makroalga terendah pada Crystal
Bay dan tertinggi di Buyuk dapat ditarik kesimpulan jika tingginya tutupan makroalga
dimungkinkan oleh besarnya suplai nutrien daratan yang menjadi pensuplai bahan organik
yang meningkatkan kesuburan perairan. Sedangkan pada perairan yang dekat dengan laut
lepas mendapat tambahan nutrien yang berasal dari pengangkatan massa air (upwelling). Data
dan informasi ini diperlukan untuk kepentingan perencanaan pengembangan wilayah ke
depannya yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumberdaya laut di
wilayah pesisir di Nusa Penida, Bali.
Kata kunci: Transek kuadran, Crystal Bay, Buyuk, nutrien, kesuburan perairan, penyelaman

Maududi dan Luthfi (2018) Volume 7, Number 1, Page 69-75, April 2018 69

Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik

Pendahuluan
Terumbu karang adalah suatu ekosistem yang identik pada perairan tropis yang bahan
penyusun utamanya adalah hewan berkapur, khususnya jenis-jenis karang batu dan alga
berkapur (calcareous algae). Terumbu karang hidup dengan biota di dasar laut lainnya seperti
jeni-jenis, Crustase, Echindermata, Polychaeta, Mollusca, Porifera dan Tunicate serta beberapa
biota lain yang hidup bebas beberapa jenis plankton dan beberapa jenis ikan. Pada umumnya
terumbu karang hidup pada perairan kedalaman 2-15 m dibawah permukaan laut. Ada
beberapa tipe terumbu karang dapat hidup tanpa memerlukan cahaya dan hidup di laut dalam.
Terumbu tersebut tidak bersimbiosis dengan zooxanthellae. Ekosistem terumbu karang
sebagian besar terdapat di perairan tropis, mereka sangat sensitif terhadap perubahan kondisi
paramerter lingkungan terutama suhu, salinitas, pH, sedimentasi, eutrofikasi (Romimohtarto
dan Juwana, 2009; Annas et al., 2017).
Kompetitor merupakan suatu organisme yang dapat mengganggu keseimbangan
hidup organisme lainnya. Kompetisi adalah sebuah proses penting dalam penentuan struktur
dan komposisi komunitas bentik pada terumbu karang. Salah satu contoh kompetisi yang
terjadi pada komunitas bentik ialah kompetisi antara alga dengan terumbu karang. Alga
diketahui berkompetisi dengan karang memperebutkan ruang atau cahaya dan interaksi antara
keduanya sering diiterprestasikan sebagai superioritas alga karena banyak ketersediaan nutrient
(McCook dan Diaz-Pulido, 2001). Makroalga secara taksonomi dibagi menjadi 3 divisi
berdasarkan pigmen fotosintesis yang dimilikinya, yaitu: Chlorophyta contohnya (Halimeda
macroloba, Halimeda borneensis, Halimeda opuntia), Rhodophyta contohnya (Chondroccus
hornemannii, Hypnea sp., Jania sp., Galaxaura rugosa), Ochorophyta contohnya antara lain;
Sargassum crassifolium, S. echinocarpum, S. duplicatum, S. vulgare, Turbinaria ornata dan Padina
australis, dan Cyanophyta contohnya antara lain; Chroococcus, Gloeocapsa, Policystis, Oscillatoria,
Nostoc dan Rivularia. Secara karakteristik ekologi dan bentuk pertumbuhan dibagi menjadi 3
kelompok besar yaitu: turf alga dengan tinggi <10mm termasuk dalam filamentous mikroalga,
makroalga tinggi >10mm dibagi dua grup fleshy dan calcareous, dan terakir crustose alga
(McCook dan Diaz-Pulido, 2008).
Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida berada di wilayah Kecamatan Nusa
Penida, Kabupaten Klungkung, Propinsi Bali. KKP Nusa Penida memiliki keanekaragaman
hayati biota bawah laut yang tinggi karena merupakan salah satu bagian dari kawasan segitiga
terumbu karang dunia. KKP Nusa Penida memiliki 1.419 hektar terumbu karang, 230 hektar
hutan bakau, dan 108 hektar padang lamun (Tania et al, 2011). Kualitas parameter perairan
sangat menentukan keberlangsungan hidup biota pada setiap ekosistem laut. Pada perairan
yang subur biasanya senantiasa diikuti oleh tingginya tingkat biodiversitas, misalnya
pertumbuhan fitoplankton dan alga. Hal tersebut menunjukan bahwa adanya hubungan antara
jumlah nutrien yang masuk ke dalam perairan terhadap peningkatan produktivitas primer hal
tersebut sangat berpengaruh pada pertumbuhan makroalga yang pada akhirnya akan
berkompetisi memperebutkan habitat dengan terumbu karang. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui luasan tutupan makroalga pada lima titik pada perairan Nusa Penida.
Keberadaan hewan herbivora (pemakan alga) dan ketersediaan nutrien merupakan
faktor utama yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan makroalga yang akhirnya secara
tidak langsung berpengaruh pada komunitas terumbu karang (Fabricius, 2011). Hewan
herbivora, eutrofikasi dan hubungannya dalam kompetisi karang dengan alga kemungkinan
besar merupakan hasil dari interaksi yang lebih kompleks. Salah satu dominansi biota autotrof
bentik pada ekosistem terumbu karang dapat diprediksi dari hewan herbivora dan jumlah
nutrien perairan tersebut.

Maududi dan Luthfi (2018) Volume 7, Number 1, Page 69-75, April 2018 70

Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik

Bahan dan Metode


Penelitian yang dilakukan pengukuran penutupan makro alga di Kawasan Konservasi
Perairan (KKP) bulan Oktober 2016 pada 5 titik pengambilan sampel (Gambar 2) antara lain
adalah: Sampalan, Toyopakeh, SD Point, Buyuk dan Crystal Bay. Metode yang digunakan
pada penelitian menggunakan transek kuadran ukuran 1 x 1 meter. Teknik sampling yang
digunakan dengan mengikuti line transect sepanjang 50 meter. Pada setiap jarak 10 meter
dilakukan pengukuran dengan menempatkan transek kuadran mengikuti line transect sepanjang
2 x 50 meter. Pada setiap stasiun memiliki 2 titik pengamatan titik pengamatan dimulai dari
reef crest horizontal dengan bibir pantai pada kedalaman 2 – 6 meter (English, 1994). Data
yang diperoleh dianalisis secara deskriptif

Gambar 1. A. Transek kuadran. B. Line transect

Gambar 2. Peta kawasan konservasi Nusa Penida yang menunjukkan lokasi penelitian
Hasil
Hasil menunjukkan bahwa tutupan makro alga di Kawasan Konservasi Nusa Penida
berkisar 3,75-41,88%, dimana tutupan tertinggi dijumpai pada stasiun pengamatan Buyuk dan
terendek di Crystal Bay (Tabel 1 dan Gambar 1). Tutupan makroalga pada tingkat ketiga adalah
SD Point dengan tutupan sebesar 20%. Pada SD Point kurang lebih memiliki kondisi perairan

Maududi dan Luthfi (2018) Volume 7, Number 1, Page 69-75, April 2018 71

Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik

laut lepas yang mirip dengan Buyuk dan Sampalan, tetapi perbedaanya tidak ada pelabuhan
pada sekitar daerah tersebut. Selanjutnya pada tingkat ke empat adalah Toyopakeh dengan
16.25% dan terakhir Crystal Bay dengan tutupan makro alga paling sedikit yaitu 3.75%,
bahkan pada beberapa titik pengamatan di lokasi ini tidak ditemukan adanya makro alga.

Tabel 1. Tutupan makroalga di Kawasan Konservasi Nusa Penida, Bali


Jumlah tutupan makroalga (%)
Titik pengamatan Sampalan Toyopakeh SD Point Buyuk Crystal Bay
(meter)
10 11 0 2 2 0
20 5 0 7 10 0
30 1 2 4 4 1
40 7 2 4 4 3
50 6 6 3 6 0
60 7 5 4 10 0
70 2 5 1 7 0
80 2 4 2 9 1
90 7 1 3 8 1
100 8 1 2 7 0
Total 56 26 32 67 6
Persentase 35% 16,25% 20% 41,88% 3,75%

Gambar 3. Grafik persentase tutupan makroalga di KKP Nusa Penida, Bali

Pembahasan
Tutupan makroalga tertinggi adalah pada perairan Buyuk sebanyak 41.89%, dan yang
kedua adalah di perairan Sampalan 35%. Kedua perairan tersebut adalah lokasi yang
bersebelahan langsung dengan pelabuhan dan menghadap langsung ke laut lepas.
Kemungkinan besar penyebabnya adalah arus dan gelombang yang besar dan aktivitas
kapal pada daerah tersebut menyebabkan terumbu karang rusak dan makroalga mendominasi
wilayah tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sumadhidarga dan Moosa (1997)
pengembangan wilayah pesisir Kegiatan seperti pengurukan untuk mendapatkan lahan bagi
pengembangan industri, perumahan, rekreasi dan lapangan udara ataupun pengerukan untuk
memperdalam alur pelayaran bagi pelabuhan atau marina, memberikan dampak yang sangat

Maududi dan Luthfi (2018) Volume 7, Number 1, Page 69-75, April 2018 72

Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik

besar karena menyebabkan kekeruhan air dan juga dapat merubah pola sirkulasi air.
Kekeruhan akibat sedimentasi dapat merambah ke kawasan yang luas karena sedimen dapat
terbawa arus cukup jauh, tergantung pada besar kecilnya partikel sedimen, sehingga dapat
mengganggu kehidupan terumbu karang yang letaknya jauh dari lokasi kegiatan (Fabricius,
2011).
Perairan Toyopakeh dan Crystal Bay berbentuk teluk dan berhadapan dengan Pulau
Nusa Ceningan sehingga arus dan gelombang pada perairan tersebut tidak terlalu besar dan
mengurangi resiko rusaknya terumbu karang. Pada Toyopakeh dan SD Point kemungkinan
besar faktor utama pertumbuhan makroalga yaitu nutrien perairan yang berasal dari buangan
limbah domestik warga sekitar.
Kandungan fosfat dan nitrat yang tinggi pada lokasi tersebut yang berasal dari aktivitas
pelabuhan dan perumahan warga sekitar. Zat kimia tersebut yang menyebabkan makroalga
tumbuh lebih cepat dibandingkan proses pertumbuhan terumbu karang di daerah tersebut.
Seperti yang dikatakan oleh Ruswahyuni dan Pujiono (2009) kondisi nutrien yang kaya di
perairan akan membahayakan karang karena kekuatan kompetisinya dalam memanfaatkan
ruang yang diperkirakan lebih lemah dibandingkan dengan dengan perkembangan makroalga.
Pada Crystal Bay berbentuk teluk tidak banyak ganguan arus dan gelombang dan jauh dari
perumahan warga sekitar mengakibatkan perairan Crystal Bay memiliki persentase
pertumbuhan makroalga terendah dan menandakan terumbu karang yang paling sehat.
Menurut Faizal et al. (2011) pada perairan yang dekat dengan laut lepas, jumlah nutrien tinggi
yang berasal dari pengangkatan massa air (upwelling). Ayhuan et al. (2017) Semakin kuat arus
maka pertumbuhan makroalga akan semakin cepat dikarenakan difusi nutrien di dalam sel
makroalga semakin banyak sehingga metabolisme secara automatis dipercepat. Secara alamiah
terumbu karang sebagai tempat menempelnya makroalga mempunyai strategi untuk hidup
dimana organisme ini dapat hidup di perairan oligotrofik dengan nutrien sedikit, bahkan akan
terganggu ketika nutrien mulai berlimpah. Alga bentik mulai tumbuh bahkan lebih cepat dari
pertumbuhan karang dan akhirnya mendegradasi tutupan dan tingkat keanekaragaman
terumbu karang daerah tersebut.
Nutrien pada perairan selain dibutuhkan oleh makroalga tetapi juga dibutuhkan oleh
karang. Nutrien yang penting sebagai bahan baku proses fotosintesis zooxanthellae di dalam
tubuh polip karang adalah nitrat dan amonium (Romimohtarto dan Juwana, 2009). Hubungan
antara karang dengan bakteri merupakan salah satu yang hendaknya menjadi perhatian,
keberadaan bakteri di dalam polip karang diperlukan sebagai penyedia nutrien dalam proses
fotosintesis zooxanthellae pada hewan karang. Selain itu diperlukan dekomposer yaitu bakteri
pengurai. Hal ini disebabkan karena adanya bahan organik yang berada di dalam rangka
karang dan itu tersedia dalam jumlah yang besar. Ada tiga genera bakteri yang paling umum
ditemukan pada reef flat terumbu karang maupun laut dalam yaitu Listeria sp, Bacillus sp, dan
Micrococcus sp (Saputri et al., 2016). Bakteri-bakteri tersebut dapat hidup pada keadaan tanpa
oksigen, dan termasuk kategori bakteri fakultatif yang memiliki peranan penting dalam
menguraikan bahan organik pada perairan. Tingginya laju dan perkembangan bakteri
dipengaruhi oleh nutrien yang berada pada perairan. Bahan organik merupakan salah satu
faktor yang memberi konstribusi nutrisi terhadap bakteri (Musdalifah, 2013). Pembahasan
diatas menunjukkan bahwa bakteri pengurai pada karang membutuhkan nutrien. Bakteri
pengurai pada koloni karang diperlukan sebagai penyedia nutrisi untuk proses fotosintesis
zooxanthellae pada seluruh bagian pada rangka karang. Keseimbangan jumlah ketersediaan
nutrien pada perairan merupakan faktor sangat menentukan dalam ekosistem terumbu karang
yang berkompetisi dengan makroalga.

Maududi dan Luthfi (2018) Volume 7, Number 1, Page 69-75, April 2018 73

Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik

Kesimpulan
Berdasarkan data di atas, secara garis besar tutupan makroalga terendah adalah pada
lokasi Crystal Bay 3,75%, Selanjutnya Toyopakeh 16,25%, SD Point 20%, Sampalan 35% dan
tertinggi adalah pada lokasi Buyuk 41,88%, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
tingginya tutupan makroalga dimungkinkan oleh besarnya suplai nutrien pada lokasi tersebut
dan juga dari daratan sebagai pensuplai bahan organik yang meningkatkan kesuburan perairan.
Semakin banyak dan semakin dekat rumah penduduk pada suatu perairan maka semakin
banyak pula makroalga yang tumbuh pada perairan tersebut.

Ucapan Terimakasih
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kepada Pimpinan instansi (KKP) Nusa
Penida atas dukungannya sehingga dapat melakukan penelitian tentang tutupan makroalga di
perairan tersebut.

Daftar Pustaka
Annas, R.A., Z.A. Muchlisin, M.A. Sarong. 2017. Short communication:
Coral reefs
condition in Aceh Barat, Indonesia. Biodiversitas, 18(2): 524-529.
Ayhuan, H.V., N.P. Zamani, D. Soedharma. 2017. Analisis struktur komunitas makroalga
ekonomis penting di perairan intertidal Manokwari, Papua Barat. Jurnal Teknologi
Perikanan dan Kelautan, 8(1): 19-38.
English, S.C., Wilkinson, V. Baker. 1994. Survey manual for tropical marine resources. Asean.
ASEAN-Australia Marine Science Project, Living Coastal Resources.
Fabricius, K.E. 2011. Factors determining the resilience of coral reefs to eutrophication: A
review and conceptual model, in: Dubinsky, Z., N. Stambler (Eds.), Coral reefs: An
ecosystem in transition. Springer Netherlands, Dordrecht.
Faizal, A., J. Jompa, N. Nessa, Chairrani. 2011. Pemetaan sebaran tutupan makroalga
kaitannya dengan kualitas lingkungan di kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan.
Seminar Nasional Tahunan VIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Universitas
Hasanuddin. Makasar.
McCook, L.J., G. Diaz-Pulido. 2001. Competition between corals and algal turfs along a
gradient of terrestrial influence in the nearshore central great barrier reef. Coral Reefs,
19: 419–425.
McCook, L.J, G. Diaz-Pulido. 2008. Environmental status of the great barrier reef:
Macroalgae (seaweeds). Great Barrier Reef Marine Park Authority. Australia.
Musdalifah. 2013. Distribusi dan kelimpahan bakteri Enterococcus spp. di perairan terumbu
karang kepulauan Spermonde Makassar. Skripsi, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Papila, S. 2015. Struktur komunitas makroalga di pesisir pulau Haruku, Kabupaten Maluku
Tengah. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 7(1): 129-142.
Parsons, T.R., M. Takahashi, B. Hargrave. 1984. Biological oceanographic processes, 3rd ed.
Pergamon Press, New York.
Romimohtarto, K., S. Juwana. 2009. Biologi laut. Djambatan. Jakarta.
Rushwahyuni, W.P. Pujiono. 2009. Kondisi terumbu karang di kepulauan Seribu dalam kaitan
dengan gradasi kualitas perairan. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 1(1): 93-101.
Saputri, R.A., N. Widyorini, P.W. Purnomo. 2016. Identifikasi dan kelimpahan bakteri pada
jenis karang Acropora sp. di reef flat terumbu karang pulau Panjang, Jepara. Indonesian
Journal of Fisheries Science and Technology (IJFST). Saintek Perikanan, 12(1): 35-39.
Suharsono. 2008. Jenis-jenis karang di Indonesia. LIPI Press, Jakarta.
Sumadhidarga, K., M.K Moosa. 1997. Program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang:
Sebuah upaya penyelamatan lingkungan pesisir Indonesia. Seminar Nasional "Peran

Maududi dan Luthfi (2018) Volume 7, Number 1, Page 69-75, April 2018 74

Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik

pelestarian kehidupan liar dan ekosistemnya dalam pembangunan nasional yang


berkelanjutan" diselenggarakan oleh Yayasan Pembinaan Suaka Alam dan Margasatwa
Indonesia, YSI (The Indonesian Wildlife Fund. IWF), Jakarta.
Tania, Welly, Muljadi. 2011. Willingness to pay kawasan konservasi perairan Nusa Penida
Kabupaten Klungkung, Bali. Coral Triangel Center (CTC), Bali, Indonesia.

Received: 6 November 2017 Accepted: 7 May 2018

How to cited this paper:

Maududi, M.A., O.M. Luthfi. 2018. Pengukuran tutupan makroalga pada terumbu karang di
kawasan konservasi perairan (KKP) Nusa Penida, Bali. Depik, 7(1): 69-75.

Maududi dan Luthfi (2018) Volume 7, Number 1, Page 69-75, April 2018 75

You might also like