Jenis Tanah Endoaquepts

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

SIRAPPA dan SUSANTO: Pengembangan Tanaman Kacang-kacangan …

PENGEMBANGAN TANAMAN KACANG-KACANGAN


PADA LAHAN SAWAH IRIGASI DI PULAU BURU, MALUKU

The Development of Nuts on Irrigated Lowland Rice Field at Buru Island, Maluku

M. P. Sirappa dan A. N. Susanto

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Maluku

ABSTRACT

Sirappa, M.P. and A.N. Susanto. 2008. The Development of Nuts on Irrigated Lowland Rice Field
at Buru Island, Maluku. Jurnal Budidaya Pertanian 4: 64-72.

Field experiment was conducted at irrigated lowland rice field, Buru district, which was aimed: 1) to
know the performance of growth and grain yield of some superior soybean and mungbean varieties
at wetland; and 2) to find out which soybean and mungbean variety is suitable for wetland for
development. Research was undertaken from May to August 2006. Four superior soybean and
mungbean varieties were used in the experiment, i.e. Kaba, Sinabung, Tanggamus and Ijen for
soybean, and Kutilang, Sriti, Murai, and Kenari for mungbean. Results of experiment showed that
the four superior soybeans varieties were significantly different for height and number of pods per
plant, but not significant for number of seeds per pod. Kaba variety gave a good growth and grain
yield, similar with yield of Sinabung, Ijen and the lowest yield is Tanggamus. It is suitable with the
description of Tanggamus, where the agroecosystem for Tanggamus variety is acid dryland, while
other varieties are for wetland. Mungbean variety which gave a good adaptation at wetland is
Kutilang variety, followed by Sriti, Kenari, and Murai. Grain yield of mungbean is not significantly
different with the description of the varities, i.e. Kutilang 1.90 t, Sriti 1.73 t, Kenari 1.47 t, and
Murai 1.38 t ha-1. Kaba, Sinabung and Ijen varieties for soybean and Kutilang, Kenari and Sriti
varieties for mungbean have potential for cultivation at irrigated wetland at Buru district after rice
harvets at planting season I or planting season II with introduction of innovative technology.

Key words: Performance, superior variety, soybean, mungbean, wetland

PENDAHULUAN Demikian juga kacang hijau, memiliki


beberapa kelebihan dibanding jenis kacang-
Kedelai dan kacang hijau merupakan kacangan lain ditinjau dari segi agronomis dan
komoditas pangan penting dalam pereko- ekonomis, diantaranya lebih tahan terhadap
nomian Indonesia, dan telah masuk dalam kekeringan, umur panen relatif pendek (55-60
Program Pangan Nasional sejak tahun 1984 hari), dapat ditanam pada tanah yang kurang
untuk meningkatkan gizi makanan. Kedelai subur, resiko kegagalan panen relatif kecil,
selain sebagai sumber protein nabati yang serta harga jual yang tinggi dan stabil
dapat diolah dalam beragam jenis seperti (Sumarno, 1993).
tempe, tahu, kecap, taoco, taoge, dan minyak Penanaman palawija di antara atau
(Damardjati et al. 1996), juga merupakan sesudah dua periode padi merupakan kebiasaan
bahan pakan ternak dan industri (Nugraha, positif yang perlu didukung dan dilestarikan,
1993; Balitkabi, 2006; Rahma et al., 2005). karena sampai saat ini sebagian besar petani

64
Jurnal Budidaya Pertanian, Vol. 4. No 1, Juli 2008, Halaman 64-72

masih suka memberakan lahan mereka sesudah pengisian polong; 3) gangguan hama dan
panen padi. Apabila petani memanfaatkan penyakit; dan 4) tingkat pengelolaan tanaman
lahan bera tersebut dengan menanam palawija kurang optimal.
(kedelai atau kacang hijau), banyak keun- Keunggulan suatu varietas dapat dinilai
tungan yang dapat diperoleh, diantaranya berdasarkan hasil, mutu hasil, ketahanan
adalah meningkatkan indeks pertanaman, terhadap hama dan penyakit, dan toleransi
perbaikan struktur dan kesuburan tanah, terhadap cekaman lingkungan abiotik. Rata-
memutuskan siklus hama dan penyakit, rata hasil kedelai dan kacang hijau yang
menyediakan stok pangan secara nasional, diperoleh di kabupaten Buru selama lima tahun
memacu terbentuknya etos kerja masyarakat (2000-2004) masih rendah, yaitu masing-
tani, dan meningkatkan pendapatan petani masing 1,18 t dan 1,21 t ha-1 (BPS, 2005)
(Permadi, 1997). dibanding potensi hasil yang bisa mencapai
Sutarman & Hakim (1987) melapor-kan lebih dari 2 t ha-1 untuk kedelai dan 1,6 t ha-1
bahwa tidak semua genotipe tanaman akan untuk kacang hijau (Tim Prima Tani, 2006,
memperlihatkan tanggap peningkatan hasil Balitkabi, 2005). Menurut Sumarno (1999),
pada budidaya di lahan sawah tetapi sangat senjang hasil yang lebar tersebut disebabkan
bergantung pada masing-masing karakteristik oleh beberapa hal, diantaranya: 1) lahan
yang dimiliki oleh genotipe tersebut. Suprapto usahatani sangat beragam; 2) bahan tanaman
& Sutarman (1982) menambahkan bahwa yang digunakan beragam dan mutunya rendah;
setiap genotipe dapat memiliki pertumbuhan dan 3) pengelolaan tanaman sangat beragam,
yang berbeda pada lingkungan yang sama atau dan besarnya pengaruh interaksi faktor
genotipe yang sama dapat memiliki partum- lingkungan terhadap pertumbuhan tanaman.
buhan yang berbeda pada lingkungan yang Lahan sawah walaupun bukan merupa-
berbeda. kan lingkungan ideal bagi pertanaman kedelai
Pemilihan jenis tanaman yang tepat dan atau kacang hijau, namun dengan pengelolaan
spesifik lokasi merupakan salah satu usaha yang tepat, produktivitas tanaman tersebut
untuk meningkatkan produktivitas lahan. dapat ditingkatkan. Hal ini sejalan dengan yang
Varietas berdaya hasil tinggi, berumur genjah dikemukakan Saleh et al. (2000); Tim Prima
sampai sedang, tahan terhadap serangan hama Tani (2006); Balitkabi (2005) bahwa
dan penyakit dan stabil terhadap keragaman produktivitas kedelai dan kacang hijau di lahan
lingkungan merupakan sasaran yang ingin sawah masih dapat ditingkatkan melalui
dicapai. Miller (1989) melaporkan bahwa penerapan teknologi budidaya secara intensif
masalah yang sering dihadapi di lapang adalah dengan memperhatikan beberapa hal, seperti
terjadinya interaksi antara genotipe dan varietas, benih, jarak tanam, pemupukan,
lingkungan, dan hal ini menurut Fattah et al. penggunaan mulsa jerami, serta pengendalian
(2005) disebabkan karena kompleksnya hama dan penyakit.
kondisi lingkungan tumbuh tanaman, yang Tujuan penelitian ini adalah untuk
meliputi suhu, air, jenis/kesuburan tanah, mendapatkan varietas kedelai dan kacang hijau
gangguan hama dan penyakit, serta teknik yang adaptif untuk dikembangkan di lahan
budidaya yang dilakukan. Manwan et al. sawah.
(1990) juga melaporkan bahwa permasalahan
biofisik yang sering dihadapi pada pertanaman BAHAN DAN METODE
kedelai atau palawija lainnya di lahan sawah
adalah: 1) pada pertanaman MT I, tanah sering Percobaan lapang dilaksanakan di Desa
terlalu basah dan curah hujan masih tinggi, Waekasar, Kabupaten Buru dari Mei sampai
sehingga dapat mengganggu perkecambahan Agustus 2006. Luas lahan penanaman kedelai
dan pertumbuhan awal tanaman; 2) pada dan kacang hijau masing-masing 1 ha. Namun
pertanaman MT II sering mengalami untuk keperluan pengujian adaptasi varietas
kekeringan pada periode berbunga hingga

65
SIRAPPA dan SUSANTO: Pengembangan Tanaman Kacang-kacangan …

kedelai dan kacang hijau di lahan sawah, luas Subgrup Typic Endoaquepts (BPTP Ambon,
lahan yang digunakan masing-masing 0,25 ha. 2000). Jenis tanah lainnya adalah Typic
Percobaan disusun menurut rancangan Epiaquepts.
acak kelompok dengan jumlah ulangan Inceptisols adalah tanah-tanah yang baru
sebanyak 3 kali. Luas petak percobaan untuk mengalami perkembangan horisonisasi yang
setiap varietas adalah 625 m2 (50 m × 12,5 m), dicirikan oleh warna, struktur maupun
dan pada petak tersebut dibuat saluran drainase peningkatan kandungan liatnya. Tanah
dengan lebar 25 cm untuk setiap jarak 5 m. Inceptisols berkembang dari endapan bahan
Sebanyak 4 varietas unggul kedelai aluvium (endapan liat, pasir, dan campuran-
(Kaba, Sinabung, Tanggamus, dan Ijen) dan 4 nya) dari sedimen tersier yang terdiri dari skis
varietas unggul kacang hijau (Kutilang, Sriti, dan mika. Tanah Inceptisols menyebar pada
Murai, dan Kenari) diuji dalam percobaan ini, grup landform aluvial, fluvo-marin, marin, dan
yang benihnya diperoleh dari Balitkabi tektonik struktural.
Malang. Endoaquepts adalah tanah-tanah yang
Tanah diolah dengan menggunakan terbentuk dari bahan endapan liat dan pasir
handtraktor, yaitu bajak satu kali dan garu dua (aluvium) yang perkembangannya dipengaruhi
kali. Benih kedelai dan kacang hijau ditanam oleh air. Warna tanah kekelabuan sampai
secara tugal dengan jarak tanam 40 × 15 cm, 2- kelabu di lapisan bawah. Penyebaran
3 biji per lubang. Pupuk yang digunakan Endoaquepts terdapat pada landform aluvial
adalah 50 kg urea, 100 kg SP-36 150 kg KCl, 2 dan aluvio-marin, mempunyai drainase
ton pupuk kandang, dan 4 ton jerami. Pupuk terhambat, warna tanah kelabu sampai kelabu
kandang diberikan sebagai penutup lubang muda, tekstur tanah tergolong lempung sampai
tanam, sedangkan jerami diberikan sebagai lempung berdebu, pH tanah agak masam,
mulsa dengan cara dihamparkan pada kadar bahan organik sangat rendah, nitrogen
permukaan lahan sesudah tanam. Tanaman rendah, total P2O5 rendah dan K2O sangat
dipupuk pada umur satu minggu setelah tanam. tinggi, KTK sangat rendah dan KB tergolong
Pengendalian terhadap hama dan penyakit tinggi.
dilakukan secara PHT. Untuk merangsang Status kesuburan tanah pada lokasi
pembentukan bunga dan buah, tanaman penelitian berdasarkan beberapa sifat kimia
disemprot dengan Gandasil B. tanah yang dijadikan sebagai dasar penilaian
Peubah yang diamati adalah tinggi (KTK, KB, C-organik, Total P2O5 dan K2O)
tanaman, jumlah polong per tanaman, panjang tergolong sangat rendah (Susanto, 2005).
polong, jumlah biji isi per polong, bobot 100 Berdasarkan data curah hujan di Stasiun
biji, hasil biji per petak ubinan dan hasil per Meteorologi Waenetat dalam 8 tahun terakhir
hektar. Data pertumbuhan dan hasil tanaman (1995-2002), lokasi kajian mempunyai jumlah
ditabulasi dan selanjutnya dianalisis dengan curah hujan rata-rata berkisar antara 64,5 mm –
menggunakan Program STAT. 318,9 mm/bulan dengan curah hujan tertinggi
terjadi pada bulan Maret dan terendah pada
HASIL DAN PEMBAHASAN bulan September, seperti terlihat pada
Gambar 1.
Jenis Tanah dan Curah Hujan

Secara umum, jenis tanah yang


ditemukan di dataran Waeapo Buru adalah
Inceptisols, Entisols, Histosols, Ultisols, dan
Alfisols. Berdasarkan klasifikasi tanah sistem
Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 1998), jenis
tanah yang dominan pada lokasi penelitian
termasuk Ordo Inceptisols, Grup Endoaquepts,

66
Jurnal Budidaya Pertanian, Vol. 4. No 1, Juli 2008, Halaman 64-72

350

300

Curah Hujan (mm/bln)


250

200

150

100

50

0
NOP DES JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGT SEPT OKT

Pola I : Padi sawah Padi sawah Bera

Pola II : Padi sawah Jagung Bera

Kedelai

Gambar 1. Grafik Curah Hujan dan Pola Tanam pada Lahan Sawah

Pola tanam pada lokasi penelitian adalah Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
padi-padi-bera atau padi-jagung/kedelai-bera,
namun pola tanam yang umum adalah padi- 1. Kedelai
padi-bera. Penanaman padi pada MT I jatuh Keempat varietas unggul kedelai yang
pada musim hujan, yaitu bulan Desember – diuji pada lahan sawah (Kaba, Sinabung,
Maret, sedangkan pada MT II memasuki Tanggamus dan Ijen) memperlihatkan adanya
musim kemarau, yaitu bulan Mei – Agustus. perbedaan terhadap parameter tinggi tanaman
Penanaman palawija pada MT II hanya dan jumlah polong per tanaman, tetapi
sebagian kecil petani yang melakukan. terhadap jumlah biji isi per polong tidak
Selanjutnya lahan diberakan, seperti terlihat terdapat perbedaan (Tabel 1). Varietas Kaba
pada Gambar 1. IP pada lokasi penelitian baru dan Sinabung berpeluang untuk dapat
mencapai 200 pada masih dapat ditingkatkan dikembangkan pada lahan sawah, karena
sampai IP 300 dengan memajukan penanaman ketiga varietas tersebut memberikan rata-rata
padi pada MT II, yaitu pada bulan April setelah pertumbuhan dan hasil yang tidak berdeda
panen padi MT I dengan sistem tanpa olah nyata, sedangkan pertumbuhan dan hasil
tanah. Selanjutnya penanaman palawija pada terendah diperoleh pada varietas Tanggamus.
bulan Juli dengan sistem tanpa olah tanah, Hal ini diduga sangat erat kaitannya dengan
sehingga pola tanam tersebut menjadi padi- agroekosistem varietas Tanggamus yakni
padi-palawija atau padi-palawija-palawija. untuk lahan kering masam, sedangkan ketiga
varietas lainnya adalah untuk lahan sawah
(Tim Prima Tani, 2006; Balitkabi, 2005).

67
SIRAPPA dan SUSANTO: Pengembangan Tanaman Kacang-kacangan …

Tabel 1. Sumber keragaman, derajat bebas dan kuadrat tengah tinggi tanaman, jumlah polong per
tanaman, dan jumlah biji isi per polong tanaman kedelai

Sumber Derajat Tinggi Jumlah polong/ Jumlah biji isi/ Hasil biji/
keragaman bebas tanaman tanaman polong hektar
Kelompok 2 148,52** 10,02 tn 0,08 tn 225.497
Varietas 3 183,41** 376,92* 0,13 tn 651.321*
Galat 6 15,58 80,27 0,19 202.848
Total 11
Keterangan : * nyata pada taraf uji 5% BNT; ** sangat pada taraf uji 1% BNT; tn = tidak nyata pada taraf uji 5% BNT

Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman dan jumlah biji per polong dari
beberapa varietas unggul kedelai di lahan sawah irigasi, MT II. 2006

Tinggi Jumlah polong isi Jumlah biji per Hasil biji kering
Varietas
Tanaman (cm) per tanaman polong (t ha-1)*)
Kaba 92,8 a 45,7 ab 3,0 tn 1,5 ab
Sinabung 84,2 b 54,5 a 2,7 1,8 a
Ijen 88,3 ab 50,5 a 2,7 1,0 b
Tanggamus 74,5 c 29,0 b 2,5 0,9 b
Keterangan : - *) Konversi dari hasil ubinan 1,5 m x 1,5 m
-Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,5% uji BNT.

Tinggi Tanaman Varietas Sinabung memberikan hasil tertinggi


Dari ke 4 varietas unggul kedelai yang (1,8 t ha-1) dan berbeda nyata dengan varietas
diuji di lahan sawah, varietas Kaba memiliki lainnya, kecuali terhadap varietas Kaba (1,5 t
rata-rata tinggi tanaman yang tertinggi (92,8 ha-1). Sedangkan varietas Ijen memberikan
cm) namun tidak berbeda nyata dengan hasil terendah (0,9 t ha-1), seperti terlihat pada
varietas Ijen (88,3 cm), tetapi berbeda sangat Tabel 2. Varietas Sinabung dan Kaba sangat
nyata dengan varietas Sinabung (84,2 cm) dan potensial untuk dikembangkan pada lahan
Tanggamus (74,5 cm) (Tabel 2). sawah setelah padi sawah, ditunjukkan oleh
hasil biji kering di atas 1,5 t ha-1.
Jumlah Polong per Tanaman
Rata-rata jumlah polong per tanaman 2. Kacang Hijau
terbanyak diperoleh pada varietas Sinabung Keempat varietas unggul kacang hijau
(54,5 polong) dan tidak berbeda nyata dengan yang diuji pada lahan sawah yaitu Kutilang,
varietas Ijen (50,5 polong) dan Kaba (45,7 Sriti, Murai dan Kenari memperlihatkan
polong), tetapi berbeda nyata dengan varietas adanya perbedaan pada panjang polong,
Tanggamus (29,0 polong) (Tabel 2). jumlah biji isi per polong bobot 100 biji, dan
hasil biji, sedangkan tinggi tanaman dan
Jumlah Biji per Polong jumlah polong per tanaman tidak nyata
Rata-rata jumlah biji per polong berbeda (Tabel 3). Keempat varietas tersebut
tertinggi diperoleh varietas Kaba (3,0 biji) dan berpeluang untuk dibudidayakan pada lahan
tidak berbeda nyata dengan varietas lainnya, sawah dengan rata-rata hasil yang diperoleh
yaitu Sinabung (2,67 biji), Ijen (2,7 biji), dan cukup tinggi, dan berada pada kisaran hasil
terendah Tanggamus (2,5 biji) (Tabel 2). berdasarkan deskripsi (Tabel 4). Namun
varietas Kutilang dan Sriti lebih berpeluang
Hasil Biji per Hektar karena hasil yang diperoleh lebih dari 1,7 t
Varietas memberikan perbedaan yang ha-1, sedangkan dua varietas lainnya di bawah
nyata terhadap rata-rata hasil biji kering per ha. 1,5 t ha-1 (Tabel 5).

68
Jurnal Budidaya Pertanian, Vol. 4. No 1, Juli 2008, Halaman 64-72

Tabel 3. Sumber keragaman, derajat bebas dan kuadrat tengah tinggi tanaman, jumlah polong per
tanaman, dan jumlah biji isi per polong tanaman kedelai

Jumlah
Sumber Derajat Tinggi Panjang Jumlah biji Bobot
polong/ Hasil ha-1
keragaman bebas tanaman polong isi/polong 100 biji
tanaman
Kelompok 2 6,58 tn 3,65 tn 2,25** 3,25** 0,05 tn 17.338 tn
Varietas 3 148,41 tn 21,19 tn 4,83** 1,11 tn 1,27** 170.259**
Galat 6 35,14 10,15 0,17 0,36 0,02 21.440
Total 11
Keterangan : * nyata pada taraf uji 5% BNT; ** sangat pada taraf uji 1% BNT; tn = tidak nyata

Tabel 4. Deskripsi dari beberapa varietas unggul kacang hijau

Bobot Jumlah
Potensi hasil Warna Agroekosistem dan
Varietas -1 100 biji polong/
(t ha ) biji Sifat penting
(gram) tanaman
Kutilang 2,0 6,0 Hijau - Lahan sawah/tegal, tahan penyakit
(besar) mengkilat embun tepung
Murai 1,5 6,0 Hijau 13 Lahan sawah/tegal, tahan penyakit
(0,9 – 2,5) (besar) kusam bercak daun
Kenari 1,64 6,7 Hijau - Lahan sawah/tegal, agak tahan penyakit
(0,8 – 2,4) (besar) mengkilat bercak daun dan toleran penyakit karat
Sriti 1,58 6,0-6,5 Hijau - Lahan sawah/tegal, tahan penyakit
(besar) kusam embun tepung dan bercak daun
Sumber : Balitkabi (2005); Tim Prima Tani (2006); BPTP Nusa Tenggara Barat (2005)

Tabel 5. Rata-rata tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman dan jumlah biji per polong dari
beberapa varietas unggul kacang hijau di lahan sawah irigasi, MT II 2006

Tinggi Jumlah Panjang Jumlah Hasil biji kering


Bobot 100
Varietas Tanaman polong per polong biji isi per
biji (g) (g/6,25 m2)* (t ha-1)**
(cm) tanaman (cm) polong
Kutilang 76,8 tn 15,8 tn 11,7 a 12,7 tn 7,3 a 1.487,1 a 1,9 a
Sriti 61,0 13,3 9,5 b 11,7 6,1 b 1.352,3 ab 1,7 ab
Murai 64,7 11,3 8,7 c 11,3 6,1 b 1.081,8 c 1,4 c
Kenari 63,7 9,7 10,2 b 12,3 7,1 a 1.149,1 bc 1,5 bc
Keterangan : * Hasil ubinan : 2,5 m ×2,5 m ; ** Konversi dari hasil ubinan
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,5% uji BNT.

Tinggi Tanaman Jumlah Polong per Tanaman


Keempat varietas unggul kacang hijau Rata-rata jumlah polong terbanyak
yang diuji rata-rata tidak menunjukkan diperoleh pada varietas Kutilang (15,8 polong),
perbedaan nyata pada tinggi tanaman. Namun namun tidak berbeda nyata dengan varietas
varietas Kutilang memiliki tinggi tanaman Sriti (13,3 polong), Murai (11,3 polong), dan
yang tertinggi (76,8 cm), menyusul Murai yang terendah Kenari (9,7 polong) (Tabel 5).
(64,7 cm), Kenari (63,7 cm), dan yang
terendah Sriti (61,0 cm) (Tabel 5).

69
SIRAPPA dan SUSANTO: Pengembangan Tanaman Kacang-kacangan …

Panjang Polong sangat bergantung pada masing-masing


Varietas Kaba rata-rata memiliki pan- karakteristik yang dimiliki oleh genotipe
jang polong yang tertinggi (11,7 cm) dan ber- tersebut. Suprapto & Sutarman (1982) juga
beda nyata dengan varietas lainnya, yaitu melaporkan bahwa setiap genotipe dapat
Kenari (10,2 cm), Sritri (9,5 cm), dan yang memiliki pertumbuhan yang berbeda pada
terendah adalah Murai (8,7 cm) (Tabel 5). lingkungan yang sama atau genotipe yang
sama dapat memiliki pertumbuhan yang
Jumlah Biji Isi/Polong berbeda pada lingkungan yang berbeda. Oleh
Dari keempat varietas unggul kacang karena itu, pemilihan varietas yang tepat dan
hijau yang diuji, varietas Kaba memiliki jum- sesuai dengan agroekosistem untuk dikem-
lah biji isi per polong tertinggi (12,7 biji) dan bangkan merupakan salah satu faktor penentu
tidak berbeda nyata dengan varietas lainnya, keberhasilan. Keunggulan suatu varietas dapat
Kenari (12,3 biji), Sriti (11,7 biji), dan yang dinilai berdasarkan hasil, mutu hasil, ketahanan
terendah Murai (11,3 biji) (Tabel 5). terhadap hama dan penyakit, dan toleransi
terhadap cekaman lingkungan.
Bobot 100 Biji Berdasarkan hasil percobaan lapang
Rata-rata bobot 100 biji dari varietas menunjukkan bahwa varietas Sinabung dan
unggul kacang hijau berbeda nyata, dimana Kaba untuk kedelai serta Kutilang dan Sriti
varietas Kutilang memiliki bobot tertinggi (7,3 untuk kacang hijau memberikan pertumbuhan
g), menyusul Kenari (7,1 g), Murai (6,1 g) dan dan hasil yang lebih tinggi dibanding varietas
Sriti (6,1 g) (Tabel 5). Bobot 100 biji varietas lainnya, dan tidak berbeda jauh dengan potensi
Kutilang dan Kenari lebih tinggi dari hasil hasil dari masing-masing varietas tersebut. Hal
deskripsi, yaitu Kutilang 6,0 g dan Kenari 6,7 ini diduga karena beberapa karakteristik dari
g/100 biji (Tabel 5) (Tim Prima Tani, 2006; varietas Sinabung dan Kaba yang mendukung
Balitkabi, 2005). untuk dapat dikembangkan di lahan sawah
antara lain : mempunyai tipe pertumbuhan
Hasil Biji Kering yang determinant, tahan rebah, polong tidak
Hasil biji kering per petak ubinan (2,5 m mudah pecah, agak toleran terhadap karat
× 2,5 m) dan hasil biji per ha dari beberapa daun, mempunyai potensi hasil yang tinggi,
varietas kacang hijau disajikan pada Tabel 5. dan adaptif pada lahan sawah.
Berdasarkan Tabel tersebut terlihat bahwa Salah satu karakteristik yang sangat
varietas Kutilang memberikan hasil biji ter- mendukung varietas Sinabung dan Kaba sesuai
tinggi, yaitu 1.487 g petak-1 atau 1,9 t ha-1, me- untuk dapat dikembangakan pada lahan sawah
nyusul varietas Sriti (1.352 g petak-1 atau 1,7 t selain hasilnya yang tinggi adalah sifatnya
ha-1), Kenari (1.149 g petak-1 atau 1,5 t ha-1), yang adaptif pada lahan sawah sehingga dapat
dan hasil terendah adalah varietas Murai (1.082 bertumbuh dengan baik pada saat terjadi
g petak-1 atau 1,4 t ha-1). Hasil biji dari masing- cekaman lingkungan (kekeringan pada saat
masing varietas tersebut tidak berbeda jauh kemarau). Sifat adaptif ini sangat penting,
dengan hasil deskripsi yang direkomendasi- karena menurut Manwan et al. (1990)
kan, yaitu Kutilang rata-rata 2 t ha-1, Kenari 1,6 permasalahan utama budidaya tanaman
t ha-1, dan Murai 1,5 t ha-1 (Tabel 4). palwaija pada lahan sawah adalah kondisi
lahannya, dimana pada MT I, tanah sering
Varietas Yang Sesuai Dikembangkan di terlalu basah dan curah hujan masih tinggi, dan
Lahan Sawah Sesudah Padi pada MT II tanaman sering mengalami
mkekeringan pada fase berbunga sampai
Seperti yang dilaporkan Sutarman dan pengisian polong, sehinga sangat diperlukan
Hakim (1987), tidak semua genotipe tanaman varietas yang adaptif dan spesifik lokasi untuk
yang diusahakan di lahan sawah memper- mendapatkan keberhasilan dalam usahatani.
lihatkan respon peningkatan hasil, akan tetapi

70
Jurnal Budidaya Pertanian, Vol. 4. No 1, Juli 2008, Halaman 64-72

Demikian juga halnya dengan varietas BPTP Nusa Tenggara Barat. 2005. Deskripsi
Kutilang dan Sriti untuk kacang hijau merupa- Varietas Unggul Kacang-Kacangan dan
kan varietas yang berpotensi untuk dapat Umbi-Umbian. Balai Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian,
dikembangkan pada lahan sawah karena kedua BPTP Nusa Tenggara Barat. 56 hal.
varietas tersebut memberikan hasil yang lebih Damardjati, D.S., S. Widowati & H. Tahlim.
tinggi ( > 1,7 t ha-1) dibanding dua varietas 1996. Soybean Processing and
lainnya (< 1,5 t ha-1). Selain mempunyai Utilization in Indonesia. Ind. Agric. Res.
potensi hasil yang tinggi, karakteristik kedua Develop. J. 18: 13-25.
varietas tersebut juga tahan terhadap penyakit Fattah A., A. Nur & D.M. Arsyad. 2005. Uji
embun tepung dan bercak daun dan adaptif Daya Hasil Beberapa Galur Harapan
Kedelai di Sulawesi Selatan. J.
pada lahan sawah. Agrivigor 5 (1) : 85-91.
Manwan, I. Sumarno, A. Sjarifuddin K. &
KESIMPULAN A.M. Fagi. 1990. Teknologi
Peningkatan Produksi Kedelai di
Varietas unggul kedelai yang berpe- Indonesia. Laporan Khusus 02/89.
luang untuk dapat dikembangkan di lahan Puslitbangtan.
Miller, J.E. 1989. Implications of Genotype-
sawah setelah padi sawah adalah Sinabung dan
Environment Interaction. p. 2303-2319.
Kaba karena keduanya mempunyai hasil di Proc. On World Soybean Research
atas 1,5 t ha-1 dan adaptif pada lahan sawah.. Conferencee IV. Buenos Aires.
Varietas unggul kacang hijau yang Nugraha, U.S. 1993. Pengembangan Sistem
berpeluang untuk dikembangkan di lahan Perbenihan Kedelai di Indonesia.
sawah adalah Kutilang dan Sriti karena kedua- Dalam: Risalah Seminar Puslitbangtan,
nya mempunyai hasil di atas 1,7 t ha-1 dan Bogor April 1992-Maret 1993.
Permadi, C. 1997. Seleksi Beberapa Kultivar
adaptif pada lahan sawah Unggul Nasional Kacang Hijau untuk
Keberhasilan pengembangan tanaman Budidaya Tanpa Olah Tanah di Lahan
kedelai dan kacang hijau pada lahan sawah Bekas Padi Sawah. Pros. Simposium
selain dipengaruhi oleh pengaturan waktu Nasional dan Kongres III PERIPI,
tanam yang tepat (pola tanam), juga sangat Bandung, 24-25 September 1997.
dipengaruhi oleh karakteristik dari masing- Perhimpunan Ilmu Pemulian Indonesia.
masing varietas. Hal. 167-173.
Rahma, I. Idayani, Arwin & Masrizal. 2005.
Performance of Eight-Soybean Mutant
DAFTAR PUSTAKA Lines In Acid Soil and Drought Prone
Areas. Jurnal Stigma XIII (4) : 540-543.
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas
Balitkabi. 2005. Teknologi Produksi Kacang- Pertanian, Universitas Andalas.
kacangan dan Umbi-umbian. Balai Saleh, N. T. Adisarwanto, A. Kasno &
Penelitian Tanaman Kacang-kacangan Sudaryono. 2000. Teknologi Kunci
dan Umbi-umbian. dalam Pengembangan Kedelai di
Balitkabi. 2006. Produksi Kedelai Melalui Indonesia. Hal. 183-207. Dalam:
Pendekatan Pengelolaan Sumberdaya Makarim et al. (Penyunting). Tonggak
dan Tanaman Terpadu (PTT). Bahan Kemajuan Teknologi Produksi Tanaman
Padu Padan dan Umpan Balik Litkaji Di Pangan. Konsep dan Strategi
Puslitbangtan, Bogor, 13-14 Desember Peningkatan Produksi Pangan.
2005. Balitkabi. Puslitbangtan.
BPS. 2005. Maluku Dalam Angka 2004. Biro Soil Survey Staff. 1998. Key to Soil
Pusat Statistik Provinsi Maluku. Taxonomy. Seventh Edition. Natural
BPTP Ambon. 2000. Pemetaan Sumberdaya Resources Conservation Service.
Lahan Tingkat Semi Detail Daerah USDA, Washington DC.
Dataran W.Apu P. Buru Skala 1:50.000.
Bagian Proyek ARMP II Maluku. BPTP
Ambon.

71
SIRAPPA dan SUSANTO: Pengembangan Tanaman Kacang-kacangan …

Sumarno. 1999. Strategi Pengembangan Susanto, A.N. 2005. Pemetaan dan


Produksi Kedelai Nasional Mendukung Pengelolaan Status Kesuburan Tanah di
Gema Palagung 2001. Hal. 7-22. Dalam dataran Wai Apu Pulau Buru. Jurnal
Sumarlim et al. (Penyunting). Strategi Pengkajian dan Pengembangan
Pengembangan Produksi Kedelai. Pros. Teknologi Pertanian. Vol. 8 (3) : 315-
Lokakarya Pengembangan Produksi 332. Pusat Analisis Sosial dan
Kedelai, tanggal 16 Maret 1999 di Kebijakan Pertanian. Badan Litbang
Bogor Puslitbangtan, Bogor. Pertanian.
Sumarno. 1993. Arti Ekonomi dan Kegunaan Sutarman, T. & L. Hakim. 1987. Yield Respon
Kacang Hijau. Monografi Balittan on Promosing Mungbean Line to
Malang No. 9. Balai Penelitian Wetland With and Without Land
Tanaman Pangan Malang. Hal. 1-11. Preparation. Makalah Simposium
Suprapto & T. Sutarman. 1982. Bertanam Kacang Hijau Internasional Kedua.
Kacang Hijau. PT. Penebar Swadaya Thailand.
Jakarta. Tim Prima Tani. 2006. Inovasi Teknologi
Unggulan Tanaman Pangan Berbasis
Agroekosistem Mendukung Prima Tani.
Puslitbangtan.

72

You might also like