127 329 2 PB
127 329 2 PB
127 329 2 PB
Naskah Masuk: 21 Februari 2019 Naskah Revisi: 14 Maret 2019 Naskah Diterima: 22 April 2019
ABSTRACT
Minimizing the adverse impact of sugarcane plantation can be carried out through many ways including
increasing the efficiency of energy and natural resources consumption as well as improving the manage-
ment of waste and emissions. Life Cycle Assessment (LCA) was applied to assess the environmental impact
of sugarcane plantation without considering sugarcane usage as a raw material in the sugar industry (gate
to gate). CML (baseline) was used as Life Cycle Impact Assessment (LCIA) method. This study aimed to: 1)
examine the natural resources and energy consumption; 2) analyze and identify potential environmental
impacts; and 3) recommend alternative improvements to reduce environmental impacts. It used primary
data and secondary data. The results showed that: 1) natural resources were used to produce 16,097 ton of
sugarcane or 1 ton of sugar, were land requirement (0.233 ha), water consumption (2,223.117 m 3), and
energy consumption (19,234.254 MJ); 2) there are five most potential environmental impacts which are
analyzed by using openLCA including climate change (134,275.23 kg CO 2 eq), eutrophication (120.24 kg
PO4 eq), acidification (1.54 kg SO2 eq), photochemical oxidation (0.36 kg ethylene eq), and human toxicity
(0.15 kg 1.4-dichlorobenzene eq); 3) alternative recommendation could be conducted by reducing the us-
age of inorganic fertilizer, and utilizing cane trash (dry leaves, green leaves, and tops) as boiler fuel for
production process in sugar factory.
Keywords: environmental impacts, life cycle assessment, sugarcane plantation
ABSTRAK
Budidaya tebu menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sehingga diperlukan upaya untuk
meminimalisir dampak negatif tersebut melalui efisiensi konsumsi energi, konsumsi sumber daya alam
(SDA), serta pengelolaan limbah dan emisi. LCA merupakan salah satu metode untuk menganalisis dam-
pak lingkungan dari budidaya tebu tanpa mempertimbangkan penggunaan tebu panen sebagai bahan baku
industri gula (gate to gate). Metode yang digunakan untuk LCIA adalah CML (baseline). Penelitian ini
bertujuan untuk: 1) menghitung penggunaan SDA dan energy, 2) menganalisis dan mengidentifikasi poten-
si dampak lingkungan, dan 3) menyajikan rekomendasi perbaikan untuk menurunkan dampak lingkungan.
Data penelitian berupa data primer dan data sekunder. Unit fungsional pada penelitian ini adalah
produksi 1 ton gula untuk satu tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) konsumsi SDA berupa la-
han tebu seluas 0,233 ha, air sebanyak 2.223,117 m 3 dan energi sebesar 19.234,254 MJ; 2) potensi dam-
pak lingkungan yang dianalisis menggunakan OpenLCA menghasilkan 5 dampak lingkungan tertinggi,
yaitu climate change (134.275,23 kg CO2 eq), eutrophication (120,24 kg PO4 eq), acidification (1,54 kg
SO2 eq), photochemical oxidation (0,36 kg ethylene eq), and human toxicity (0,15 kg 1,4-dichlorobenzene
eq); 3) alternatif perbaikan yang direkomendasikan berupa penggunaan pupuk anorganik dengan dosis
yang tepat dan memanfaatkan limbah pasca pane n (daun kering, serasah) sebagai bahan bakar boiler
untuk proses produksi industri gula.
Kata kunci: budidaya tebu, dampak lingkungan, life cycle assessment
51
Analisis Potensi Dampak Lingkungan Arieyanti Dwi A
52
Jurnal Litbang Vol. XV No.1 Juni 2019 Hal 51-64
Penyiapan Pengolahan
menghasilkan emisi yang berpotensi mem-
Lahan Tanah
berikan dampak lingkungan berupa
pemanasan global (Mashoko, et al., 2010).
Padahal limbah pascapanen termasuk dalam
Persiapan Tebang
Penanaman Bibit golongan limbah biomassa yang dapat di-
Bibit Bibit manfaatkan menjadi sumber energi potensial
jika diolah secara optimal (Tajalli, 2015).
Pemupukan,
Setelah dipanen, tebu akan diangkut ke
Pupuk
Pengairan pabrik gula untuk selanjutnya diproses untuk
menghasilkan produk utama berupa gula.
Pengangkutan tebu dari lokasi panen sampai
Rodentisida, Pengendalian ke pabrik gula, umumnya dilakukan dengan
Herbisida, Hama Penyakit menggunakan truk. Proses pengangkutan ini
Insektisida
memberikan efek berupa emisi udara sebagai
hasil pembakaran bahan bakar fosil. Kondisi
Pemanenan ini diperburuk dengan adanya puluhan truk
yang antri untuk masuk ke lokasi pabrik dalam
kondisi mesin menyala.
Tebang - Angkut
Life Cycle Assessment (LCA)
Dampak lingkungan yang ditimbulkan
Gambar 1.
Budidaya Tebu dari suatu proses atau kegiatan industri mem-
Sumber: Indrawanto dkk (2010) berikan pengaruh yang lebih luas, tidak hanya
bagi lingkungan sekitar tetapi juga
Pemberian pupuk dalam proses budidaya mempengaruhi lingkungan secara global. Hal
tebu berpotensi menimbulkan emisi, baik ter- ini telah memunculkan kepedulian dalam
hadap udara, badan air (air permukaan), mau- pengembangan teknik atau metode untuk lebih
pun tanah (asidifikasi tanah). Hal ini disebab- memahami dan mengurangi dampak tersebut.
kan akibat penggunaan pupuk anorganik Salah satu teknik yang dikembangkan adalah
dengan dosis yang berlebihan, terutama pada Life Cycle Assessment (LCA).
sistem intensifikasi pertanian yang dituntut LCA merupakan salah satu teknik yang
untuk memberikan hasil panen secara maksi- dikembangkan untuk mengurangi dampak
mal. Semakin besar penggunaan pupuk khu- lingkungan yang ditimbulkan dari suatu indus-
susnya pupuk anorganik, semakin besar emisi tri (produksi dan konsumsi), sehingga pada
N2O yang ditimbulkan (Kurnia & Sutrisno,
akhirnya mampu memberikan perlindungan
2008).
Proses pemanenan tebu juga merupakan terhadap lingkungan (Finkbeiner, 2013). LCA
salah satu tahapan dalam budidaya tebu yang dapat dilakukan dengan pendekatan siklus
berkontribusi terhadap degradasi lingkungan, hidup dan dapat digunakan untuk penghi-
terkait dengan kurang tepatnya penanganan tungan karbon serta untuk mengevaluasi dam-
limbah pascapanen (cane trash) yang selama pak lingkungan penting lainnya seperti
ini dilakukan oleh para petani tebu. Beberapa pengasaman, penipisan ozon, eutrofikasi,
bagian dari tanaman tebu yang memiliki kan- asap, dan efek kesehatan terhadap manusia
dungan serat (fiber) tinggi tertinggal di lahan (Aziz, dkk., 2016). Berdasarkan ISO 14040
perkebunan menjadi limbah pascapanen. Jika (1997), LCA merupakan suatu prosedur
dibiarkan terlalu lama di lahan perkebunan, kuantitatif yang digunakan untuk menilai
limbah ini dapat menghambat pertumbuhan aspek lingkungan dan dampak potensial yang
tunas tebu (ratoon cane) dan juga dapat terkait dengan produk. Tahapan yang harus
menganggu pengolahan tanah saat penanaman dilakukan dalam penentuan dampak ling-
tebu (Sugandi, dkk., 2013). Pembakaran kungan dengan menggunakan metode LCA,
limbah pascapanen secara terbuka, akan dijelaskan pada Gambar 2.
53
Analisis Potensi Dampak Lingkungan Arieyanti Dwi A
Cradle to Grave
Cradle to Gate
Cradle to Cradle
Gambar 3.
Skema Lingkup LCA
Sumber: Bayer, et al. (2010)
54
Jurnal Litbang Vol. XV No.1 Juni 2019 Hal 51-64
4. ISO 14044 (2006)–Requirements and flow yang terdapat pada OpenLCA adalah:
Guidelines. a. elementary flows, material atau energi
Tahap ini merupakan tahap akhir dari taha- dari lingkungan yang masuk dan keluar
pan LCA, dimana hasil LCI/LCIA dari/ke proses produksi.
dirangkum, kemudian dibahas sebagai dasar b. product flows, material atau energi yang
kesimpulan, rekomendasi, dan pengambilan bertukar pada saat proses produk.
keputusan sesuai dengan definisi tujuan dan c. waste flows, material atau energi yang
ruang lingkup (ISO 14043, 2002). Hasil keluar dari proses produk.
dari tahap ini akan dikembangkan, kemudi- 2. Database, pada penelitian ini database
an dilakukan process improvement atau yang dipakai adalah “ELCD database 3.2”
pemilihan terbaik dari berbagai skenario yang tidak berbayar pada Nexus web.
yang ditawarkan. 3. Basic modelling, elemen database yang
Software OpenLCA dibutuhkan untuk permodelan pada
OpenLCA, diberi simbol seperti yang di-
Pengolahan data pada tahap LCI tampilkan pada Tabel 1.
menggunakan software OpenLCA. Pertim-
bangan pemilihan OpenLCA sebagai alat un- Tabel 1.
tuk menganalisis data didasarkan pada pertim- Simbol Fitur pada OpenLCA 1.6
bangan bahwa OpenLCA merupakan satu-
Fitur Simbol Keterangan
satunya software LCA yang tidak berbayar.
Selain itu, OpenLCA merupakan software Flow Flow merupakan semua
yang dapat diakses dengan mudah dan legal, produk, material
dengan cara pengoperasian yang sederhana. maupun energi baik
OpenLCA merupakan salah satu software input maupun output
untuk membantu menganalisis tahapan dalam suatu sistem yang
penelitian LCA. OpenLCA adalah perangkat sedang dianalisis.
lunak dengan sumber database terbuka yang Process Process adalah kegiatan
digunakan untuk mengolah Life Cycle Assess- yang mengubah input
ment (LCA) dan Sustainability Assessment, menjadi output.
yang dikembangkan sejak tahun 2006 oleh
GreenDelta 2 (Gmbh, 2016). OpenLCA dapat Product Product system berisi
system semua proses dalam
diaplikasikan ke berbagai area, yaitu:
suatu produk yang
1. Environmental Life Cycle Assessment sedang dianalisis.
(LCA); Product system dapat
2. Economic Life Cycle Costing (LCC); terdiri dari satu atau
3. Social Life Cycle Assessment (Social beberapa proses.
LCA);
4. Carbon and Water Footprint; Project Project merupakan satu
5. Design for Environment (DfE); bagian besar yang terdiri
6. Environmental Product Declaration dari beberapa product
(EPD). system. Pada OpenLCA
Project dapat digunakan
Menurut Gmbh (2016), proses dan fitur untuk membandingkan
yang tersedia pada software OpenLCA secara dampak dari berbagai
garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut: product system yang ada
1. Flows, merupakan input dan output dari di dalamnya.
seluruh produk, material maupun energi
pada proses produksi sebuah produk. Tipe Sumber: Gmbh (2016).
55
Analisis Potensi Dampak Lingkungan Arieyanti Dwi A
56
Jurnal Litbang Vol. XV No.1 Juni 2019 Hal 51-64
Solar
Pengolahan
Emisi dari penggunaan solar
Tanah
Pupuk
Penanaman
Bibit Bibit
tebu
Tebu panen
Pemanenan
Cane trash Open burning Emisi
Gambar 4.
Input dan Output Budidaya Tebu
Witayapairot & Yossapol (2009), yang me- Trangkil yaitu 138,10 m3 air per ton tebu.
nyebutkan bahwa kebutuhan solar untuk me- Output yang dihasilkan dari tahap ini berupa
ngolah tanah pada budidaya tebu sebesar 3,26 emisi dari penggunaan pupuk anorganik, baik
liter per ton tebu. Pupuk yang digunakan di emisi ke tanah, emisi ke udara maupun emisi
awal pengolahan lahan biasanya berupa ke badan air terdekat. Aktivitas ini juga
blotong (filter cake) yang dihamparkan pada memberikan potensi terjadinya nutrient
lahan sebelum dilakukan tanam baru.pakan leaching, yaitu terangkutnya hara yang
salah satu input yang dibutuhkan pada tahap tersedia dalam larutan tanah melalui
penanaman. Jumlah total bibit tebu yang pergerakan air tanah keluar dari jangkauan
ditanam di lahan baru PG. Trangkil tahun perakaran tanaman sehingga unsur hara
2016 sekitar 10 ton bibit tebu per ha lahan. tersebut menjadi tidak tersedia bagi tanaman.
Luas lahan PG. Trangkil tahun 2016 untuk Beberapa hara yang terdapat dalam pupuk
menghasilkan 1 ton gula adalah 0,233 ha. anorganik, keberadaannya dalam tanah sangat
Setelah tahap penanaman bibit, tahap mobile sehingga mudah hilang dari tanah
selanjutnya adalah tahap pemeliharaan tebu melalui pencucian maupun penguapan
yang meliputi pemupukan dan pengairan. (Nainggolan, dkk., 2009).
Pupuk yang digunakan yaitu pupuk anorganik Tahap selanjutnya dari budidaya tebu
NPK dan ZA. Konsumsi pupuk diasumsikan adalah pemanenan tebu yang dilakukan pada
sebesar 60 ton per ha untuk pupuk ZA dan 40 musim kering sekitar bulan Mei. Pada musim
ton per ha untuk pupuk NPK (Data PG. Trang- kering, tanaman tebu berada dalam kondisi
kil, 2016). PG. Trangkil tidak menggunaan optimum dengan tingkat rendemen tinggi.
pestisida pada proses budidaya tanaman tebu. Proses pemanenan (tebang) langsung
Sedangkan untuk proses pengairan, mayoritas dilanjutkan dengan proses muat dan angkut
lahan tebu PG. Trangkil menggunakan sistem yang dilakukan secara manual. Pada proses
tadah hujan. Pengairan biasanya dilakukan pemanenan tebu, selain menghasilkan tebu
saat proses penanaman dan pemupukan. Sis- panen (cane stalk), proses tersebut juga
tem tadah hujan menyebabkan volume air menghasilkan limbah pascapanen (cane trash)
yang digunakan tidak tercatat. Oleh karena itu, berupa daun kering, serasah dan pelepah tebu,
kebutuhan air pada proses ini menggunakan yang jumlahnya mencapai 20-25 ton/ha atau
asumsi berdasarkan hasil penelitian dari Bala- sekitar 10-15% dari total biomassa tebu
ji, dkk. (2008) dan Witayapairot & Yossapol (Toharisman, 1991; Basit & Nurhidayati,
(2009) yang memiliki kemiripan kondisi dan 2016). Limbah pascapanen dibiarkan
sistem pengairan dengan lahan tebu PG. tertinggal di areal tebu untuk kemudian
57
Analisis Potensi Dampak Lingkungan Arieyanti Dwi A
Tabel 2.
Data Input Output pada Subsistem Budidaya Tebu
Input Jumlah Satuan Output Jumlah Satuan
Solar 498,23 liter Tebu panen 16.097 kg
Tanah 0,233 ha Emisi CO (udara) 11,051 kg
Bibit tebu 2,331 ton Emisi CO2 (udara) 1.365,995 kg
Air 2.223,117 m3 Emisi SO2 (udara) 1,270 kg
Pupuk ZA 13,986 ton Emisi CH4 (udara) 0,508 kg
Pupuk NPK 9,324 ton Emisi N2O (udara) 445,280 kg
Emisi NO2 (udara) 0,025 kg
Emisi PO43- (udara) 0,00324 kg
Emisi NOx (udara) 0,300 kg
Emisi CO2 biogenik 181,981 kg
dibakar secara terbuka (open burning). Hal dilepaskan selama proses pembakaran diasum-
tersebut bertujuan mempercepat proses sikan akan diserap kembali oleh tanaman pada
pembersihan areal untuk proses tanam musim berikutnya atau biasa disebut CO2 bi-
selanjutnya. Pembakaran limbah pascapanen ogenik. Setelah dilakukan perhitungan data,
secara terbuka akan menghasilkan emisi tebu maka diperoleh data hasil analisis inventori
terbakar (input dan output) pada subsistem budidaya
Limbah pascapanen yang dibakar tebu yang disajikan pada Tabel 2.
sebesar 2,414 ton atau sebesar 15% dari total Setelah data inventori diperoleh maka
tebu panen sebagaimana studi yang dilakukan selanjutnya data dianalisis secara kuantitatif
oleh Basit & Nurhidayati (2016). Luas panen untuk mengetahui adanya dampak lingkungan
tebu sebesar 0,233 ha dengan fraksi biomassa yang dihasilkan pada setiap tahapan proses.
yang dibakar 0,1 menurut pedoman Dampak lingkungan dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan inventarisasi GRK nasional budidaya tebu dari berbagai literatur meliputi
(Kementerian Lingkungan Hidup, 2012). energy depletion, nitrification, acidification,
Setelah tebu dipanen, selanjutnya tebu global warming, photo oxidant, aquatic toxici-
akan diangkut dari areal tebu menuju ke lokasi ty, human toxicity, eutrophication, Gas Rumah
pabrik menggunakan sarana transportasi Kaca (GRK), dan penggunaan lahan
berupa truk. Pada proses pengangkutan (Ramjeawon, 2004; Renouf & Wegener,
dibutuhkan bahan bakar (solar) sebanyak 2007; Purwaningsih, 2016).
0,446 m3 untuk menghasilkan output berupa
Life Cycle Impact Assessment (LCIA)
emisi transportasi. Kebutuhan solar untuk
pengangkutan tebu mengacu pada penelitian Proses budidaya tebu terdiri dari lima
Witayapairot & Yossapol (2009) yang tahapan, yaitu pengolahan tanah, penanaman
menggunakan 27,69 liter solar per ton tebu. bibit, pemeliharaan tebu, panen-angkut, dan
Tebu yang telah diangkut kemudian masuk ke pembakaran limbah pascapanen secara ter-
tahap selanjutnya yaitu tahap produksi gula. buka (open burning). Diantara kelima tahapan
Tebu tersebut akan mengalami pengolahan di tersebut, tahapan-tahapan yang menghasilkan
PG sesegera mungkin untuk mencegah emisi yaitu pengolahan tanah akibat
berkurangnya rendemen pada tebu. penggunaan solar, pemeliharaan tebu dengan
Emisi yang dihasilkan dari budidaya outputnya emisi dari penggunaan pupuk anor-
tebu berupa CO, CO2, SO2, CH4, N2O, NO2, ganik, dan panen-angkut dari proses
PO43-, dan NOx. Emisi yang dihasilkan dari penggunaan solar untuk mengangkut tebu
proses pembakaran limbah pascapanen (cane menuju lokasi pabrik, serta pada pembakaran
trash) termasuk emisi non-CO2 dari biomassa terbuka dari proses pembakaran limbah
yang dibakar. Emisi CO2 dari biomassa yang pascapanen (cane trash). Hasil analisis LCIA
dibakar tidak dihitung karena karbon yang disajikan pada Tabel 3.
58
Jurnal Litbang Vol. XV No.1 Juni 2019 Hal 51-64
Tabel 3.
Hasil Analisis LCIA
Dampak Lingkungan Satuan Nilai
Climate change kg CO2 eq. 134.275,23
Eutrophication kg PO4 eq. 120,24
Acidification kg SO2 eq. 1,54
Photochemical oxidation kg ethylene eq. 0,36
Human toxicity kg dichlorobenzene eq. 0,15
59
Analisis Potensi Dampak Lingkungan Arieyanti Dwi A
penggunaan pupuk anorganik (pupuk N dan panen tebu yaitu berupa serasah, daun kering
P) menghasilkan emisi dengan polutan utama dan pucuk tebu (Hassuani, 2005). Pada
NOx, NH3, dan PO43- yang berkontribusi penelitian ini, pembakaran limbah pascapanen
terhadap dampak lingkungan eutrofikasi. menyumbang 19,55% dari total dampak asidi-
Eutrofikasi juga bisa ditentukan dari fikasi yang ditimbulkan. Kondisi tersebut se-
nilai Total Dissolved Solid (TDS) suatu rupa dengan penelitian Nguyen & Gheewala
perairan. TDS mencerminkan jumlah (2008) yang menyatakan bahwa pembakaran
kepekatan padatan dalam suatu perairan. Pada limbah pascapanen secara terbuka (cane trash
umumnya, akan terjadi eutrofikasi suatu open burning) pada budidaya tebu menjadi
perairan jika nilai TDS pada perairan tersebut kontributor dampak asidifikasi, pengayaan
> 100 bpj (bagian per juta). Penyebab utama nutrisi, dan photochemical oxidation.
TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion
yang umum dijumpai pada suatu perairan, Human Toxicity
salah satunya berasal dari penggunaan Toksisitas manusia berkaitan dengan
pestisida dan pupuk anorganik dari sektor efek zat beracun terhadap manusia berupa
pertanian (Astuti, 2014). gangguan pernafasan yang disebabkan oleh
zat anorganik yang terlepas ke udara dan
Asidifikasi (Acidification)
dinyatakan sebagai 1,4 dcb (dichlorobenzene)
Parameter utama yang berkontribusi terhadap (Chandra, et al., 2018). Human toxicity pada
asidifikasi adalah SO2 dan NOx (Silalertruksa, penelitian ini berasal dari tahap pembakaran
et al., 2016). Pada penelitian ini, tahapan yang limbah pascapanen sebesar 73,54%. Hasil
memberikan sumbangan tahap panen-angkut. penelitian ini serupa dengan penelitian Ram-
Emisi SO2 yang dihasilkan pada panen-angkut jeawon (2004) yang menyebutkan bahwa
merupakan hasil dari penggunaan solar pembakaran limbah pascapanen menyumbang
sebagai bahan bakar pada truk pengangkut ± 500 kg/ha particulate matter yang mem-
tebu. Hal ini sesuai dengan penelitian Chan- berikan dampak bagi kesehatan manusia, teru-
dra, et al. (2018) yang menyebutkan bahwa tama pernafasan.
penggunaan bahan bakar fosil menjadi Tahapan selanjutnya yang memberikan
penyebab utama asidifikasi dalam budidaya kontribusi pada dampak Human toxicity ada-
tebu. lah tahap panen-angkut (23,70%) dan tahap
Sebagaimana tersaji pada Tabel 4, per- pengolahan tanah (2,76%). Proses yang terjadi
sentase asidifikasi tertinggi dihasilkan dari pada kedua tahap tersebut berkaitan dengan
tahap panen-angkut (72,05%), yang kemudian konsumsi energi berupa bahan bakar fosil
diikuti tahap pembakaran limbah pascapanen (solar). Hal ini sesuai dengan pernyataan
secara terbuka (19,55%), dan pengolahan Bloemhof-Ruwaard (1996) yang menyatakan
tanah (8,40%). Hal ini dikarenakan, bahwa semakin tinggi penggunaan energi,
penggunaan bahan bakar fosil (solar) pada maka semakin tinggi pula dampak Human
tahap panen-angkut lebih tinggi yaitu sebesar toxicity dan acidification yang ditimbulkan.
0,446 m3 dibandingkan dengan penggunaan
solar pada tahap pengolahan tanah sebesar Photochemical Oxidation
0,052 m3. Semakin besar jumlah bahan bakar Sumber utama yang berkontribusi pada
fosil yang dikonsumsi, semakin besar pula dampak photochemical oxidation adalah pem-
jumlah emisi SO2 yang dikeluarkan. Oleh ka- bakaran limbah pascapanen secara terbuka
renanya, persentase asidifikasi yang (cane trash open burning), dengan emisi yang
dihasilkan dari tahap pengolahan tanah lebih dihasilkan berupa NOx dan CO (Silalertruksa,
kecil daripada tahap panen-angkut. et al., 2016). Pada penelitian ini, dampak pho-
Selain emisi SO2, parameter lain yang tochemical oxidation, disumbang dari tahap
memberikan kontribusi terhadap asidifikasi pembakaran limbah pascapanen secara ter-
adalah emisi NOx. Emisi ini dihasilkan dari buka sebesar 84,93% yang merupakan
tahap pembakaran limbah pascapanen secara kontributor dengan persentase tertinggi dari
terbuka. Limbah pascapanen merupakan total dampak photochemical oxidation yang
limbah yang terbentuk setelah dilakukannya dihasilkan pada budidaya tebu. Kondisi ini
60
Jurnal Litbang Vol. XV No.1 Juni 2019 Hal 51-64
sesuai dengan penelitian Nguyen & Gheewala Prioritas pertama adalah proses pemeli-
(2008) yang menyebutkan bahwa pembakaran haraan tebu. Emisi yang dihasilkan dalam
limbah pascapanen secara terbuka proses ini berasal dari proses penggunaan
menghasilkan beberapa polutan udara seperti pupuk anorganik. Analisis perbaikan yang
CO dan VOC (Volatile Organics Carbons) dilakukan adalah dengan mengganti pupuk
yang berkontribusi terhadap dampak photo- anorganik dengan pupuk organik, pada dosis
chemical oxidation. yang tepat dan teknik yang sesuai.
Selain tahap pembakaran pascapanen, Prioritas kedua adalah proses pemba-
tahapan pada budidaya tebu yang memberikan karan terbuka limbah pascapanen, proses ini
kontribusi terhadap photochemical oxidation menjadi kontributor terbesar terhadap dampak
adalah tahap panen-angkut (13,49%) dan human toxicity dan photochemical oxidation.
tahap pengolahan tanah (1,57%). Kedua tahap Analisis perbaikan yang dapat dilakukan
ini merupakan tahapan dalam budidaya tebu adalah dengan memanfaatkan limbah
yang input terbesarnya adalah bahan bakar pascapanen (daun kering, serasah tebu, pucuk
fosil (solar). Konsumsi bahan bakar fosil tebu) menjadi bahan bakar boiler. Hal tersebut
merupakan salah satu sumber yang berkontri- didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa
busi terhadap dampak photochemical oxida- limbah pascapanen (cane trash) merupakan
tion, sebagaimana hasil penelitian Aparecido, salah satu jenis limbah biomassa yang
et. al. (2014) yang menyatakan bahwa selain memiliki potensi tinggi sebagai penghasil
pembakaran limbah pascapanen, dampak pho- energi (bahan bakar). Potensi biomassa pada
tochemical oxidation disumbang juga dari limbah pascapanen dapat dilihat dari besarnya
konsumsi bahan bakar fosil. nilai kalor yang dihasilkan, yaitu 3000 kkal/kg
Interpretasi dengan moisture sekitar 30% (Tajalli, 2015).
Menurut Nguyen & Gheewala (2008), cane
Interpretasi merupakan langkah terakhir trash memiliki nilai Higher Heating Value
dalam tahapan LCA. Rencana tindakan yang (HHV) sebesar 15,5 MJ/kg. Teori ini
akan dibuat didasarkan pada hasil interpretasi. diperkuat dengan Hassuani (2005) yang
Metode analisis yang dilakukan untuk menen- mengelompokkan cane trash ke dalam 3
tukan isu-isu lingkungan adalah dengan kelompok yaitu dry leaves, green leaves dan
metode pendekatan analisis kontribusi yang tops. Dry leaves dan green leaves mempunyai
dilanjutkan dengan analisis perbaikan. nilai kalor (Higher Heating Value/HHV)
Analisis Kontribusi sebesar 17,4 MJ/kg, sedangkan tops memiliki
HHV sebesar 18,1 MJ/kg.
Tujuan dari analisis kontribusi adalah
Pemanfaatan limbah pascapanen (cane
untuk mengetahui tahapan dalam budidaya
trash) sebagai bahan bakar boiler mampu
tebu yang memiliki kontribusi paling dominan
menghemat pemakaian bagasse dalam hal
sehingga pengambilan keputusan dalam
sebagai penyedia energi untuk proses produksi
menentukan langkah perbaikan menjadi tepat
pabrik gula, sebesar 42,97%. Oleh karenanya,
dan efektif. Tabel 4 menjadi dasar pertim-
pemanfaatan limbah pascapanen ini akan
bangan untuk menentukan alternatif perbaikan
mereduksi emisi hasil pembakaran terbuka,
lingkungan. Berdasarkan Tabel 4 terlihat bah-
yang pada akhirnya akan mampu mengurangi
wa terdapat 2 proses dalam budidaya tebu
yang memberikan kontribusi tertinggi, yaitu kontribusi negatifnya terhadap lingkungan .
proses pemeliharaan tebu, dan proses pemba-
KESIMPULAN
karan terbuka limbah pascapanen.
Sumber daya alam yang digunakan pada
Analisis Perbaikan satu siklus hidup di PT. PG. Trangkil Pati
Analisis perbaikan dilakukan berdasar- dengan unit fungsional 1 ton gula per tahun
kan hasil analisis kontribusi. Permasalahan dengan ruang lingkup proses budidaya tebu
utama yang direkomendasikan untuk adalah tanah (0,233 ha) dan air (2.223,117 m3)
dilakukan prioritas perbaikan lingkungan yang menghasilkan tebu sebesar 16,097 ton.
adalah 2 (dua) kontributor tertinggi hasil dari Energi yang dikonsumsi berasal dari solar
analisis kontributor. dengan total energi sebesar 19.234,254 MJ.
61
Analisis Potensi Dampak Lingkungan Arieyanti Dwi A
Hasil analisis dampak (Life Cycle Impact Aziz, R., Chevakidagarn, P., Danteravanich,
Assessment) menggunakan software OpenLCA S. (2016). Environmental Impact Evalu-
1.6 menunjukkan bahwa: a) lima kategori ation of Community Composting by Us-
dampak lingkungan terbesar adalah climate ing Life Cycle Assessment : A Case
change, eutrophication, acidification, human Study Based on Types of Compost Prod-
toxicity, dan photochemical oxidation; b) taha- uct Operations. Walailak Journal, 13 (3),
pan dalam budidaya tebu yang memberikan 221–233.
kontribusi tertinggi adalah pemeliharaan tebu
Balaji, A., Karthikeyan, B., Sundar Raj, C.
untuk dampak lingkungan climate change
(2008). Life Cycle Assessment of Elec-
(98,82%), eutrophication (99,95%), panen-
tricity Generation from Baggase in Mau-
angkut untuk dampak lingkungan acidification
ritius. Journal of Cleaner Production, 16
(72,05%), pembakaran terbuka limbah
pascapanen untuk dampak lingkungan human (1), 1727–1734.
toxicity (73,54%), dan photochemical oxida- Basit, A., Nurhidayati. (2016). Manajemen
tion (84,93%); c) terdapat 2 proses dalam Residu Untuk Meningkatkan Serapan
budidaya tebu yang memberikan kontribusi Hara N dan S, Hasil Tebu dan Gula da-
tertinggi, yaitu proses pemeliharaan tebu, dan lam Budidaya Tebu (Scaaharum offici-
proses pembakaran terbuka limbah narum L.) Lahan Kering. Prosiding Se
pascapanen. minar Nasional Hasil Penelitian dan
Alternatif perbaikan yang direkomen- Pengabdian Kepada Masyarakat LPPM.
dasikan, diantaranya: a) pada proses pemeli- Malang: Universitas Islam Malang, 121–
haraan tebu yaitu dengan mengganti atau men- 126.
gurangi pemakaian pupuk anorganik dengan
menggunakan pupuk kompos (pupuk organik), Bayer C., Gamble, M., Gentry, R., & Joshi, S.
dengan dosis pemberian yang tepat dan teknik (2010). AIA Guide to Building Life Cycle
yang sesuai; b) pada proses pembakaran ter- Assessment in Practice. Georgia Institute
buka limbah pascapanen yaitu dengan me- of Technology. Retrieved from http://
manfaatkan limbah pascapanen menjadi bahan www.aia.org/aiaucmp/groups/aia/
bakar boiler untuk proses produksi pabrik gu- documents/pdf/aiab082942.pdf. Diakses
la. tanggal 11 Januari 2019.
Bloemhof-Ruwaard, J. (1996). Integration of
DAFTAR PUSTAKA Operational Research and Environmen-
Aparecido, D., Silva, L., Delai, I., Laura, M., tal Management. Wageninge: Land-
Montes, D., Roberto, A. (2014). Life Cy- bouwuniversiteit.
cle Assessment of The Sugarcane Ba- Chandra, V. V., Hemstock, S. L., Mwabonje,
gasse Electricity Generation in Brazil.
Renewable and Sustainable Energy Re- O. N., N'Yeurt, A. D. R., Woods, J.
views, 32, 532–547. (2018). Life Cycle Assessment of Sugar-
cane Growing Process in Fiji. Sugar
Asrol, M. (2015). Pengukuran dan Pening- Tech, 20 (6), 692–699.
katan Kinerja Rantai Pasok Agroindustri
Gula Tebu (Studi Kasus di PT. A). Chauhan, M. K., Varun, Chaudhary, S., Ku-
Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Per- mar, S., Samar. (2011). Life Cycle As-
tanian Institut Pertanian Bogor sessment of Sugar Industry: A review.
Astuti, A. D. (2014). Kualitas Air Irigasi Renewable and Sustainable Energy Re-
Ditinjau Dari Parameter DHL, TDS, pH views, 15 (7), 3445–3453.
pada Lahan Sawah Desa Bulumanis Ki -
Finkbeiner, M. (2013). From the 40s to the
dul Kecamatan Margoyoso. Jurnal Lit-
bang: Media Informasi Penelitian, 70s - The future of LCA in the ISO
Pengembangan dan IPTEK, X (1), 35– 14000 Family. International Journal of
42. Life Cycle Assessment, 18 (1), 1–4.
62
Jurnal Litbang Vol. XV No.1 Juni 2019 Hal 51-64
Seabra, J. E. A., Macedo, I. C., Chum, H. L., Tajalli, A. (2015). Panduan Penilaian Potensi
Faroni, C. E., Sartono, C. A. (2011). Life Biomassa Sebagai Sumber Energi Alter-
Cycle Assessment of Brazilian Sugar- natif di Indonesia. Sleman: Penabulu
cane Products: GHG Emissions and En- Witayapairot, W., Yossapol, C. (2009). Life
ergy Use. Biofuels, Bioproducts & Bio- Cycle Assessment of Sugar Production
refining, 5, 519–532. in Northeastern Thailand. International
Silalertruksa, T., Pongpat, P., Gheewala, S. H. Conference on Green and Sustainable
(2016). Life Cycle Assessment for En- Innovation., Thailand: Chiang Rai 2-4
hancing Environmental Sustainability of December 2009.
Sugarcane Biore Fi Nery in Thailand. BIODATA PENULIS
Journal of Cleaner Production, 30, 1-8.
Arieyanti Dwi Astuti, lahir 24 Agustus 1984
Sugandi, W., Setiawan, R. P, Hermawan, W. di Pati Jawa Tengah. Pendidikan Magister
(2013). Uji Kinerja Unit Pemotong Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro
Serasah Tebu Tipe Reel. Jurnal Biona- tahun 2018. Saat ini bekerja sebagai peneliti di
tura Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik, 15 (3), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
149–155. Kabupaten Pati.
Syafruddin. (2015). Manajemen Pemupukan
Nitrogen pada Tanaman Jagung. Jurnal
Litbang Pertanian, 34 (3), 105–116.
64