100% found this document useful (1 vote)
571 views

Babad Tanah Jawi

This document summarizes a student's essay comparing the story of Arya Penangsang in the Babad Pajang manuscript and oral traditions in the Jipang community. The student analyzed the manuscript, conducted interviews in Jipang village, and performed an intertextual analysis of the two versions. The analysis found that the Babad Pajang manuscript is an earlier version of the oral tradition story, and both have linkages and complement each other. Interviews revealed that not all Jipang villagers are willing to discuss the Arya Penangsang story due to beliefs about curses.

Uploaded by

Eko Kurniawan
Copyright
© © All Rights Reserved
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
100% found this document useful (1 vote)
571 views

Babad Tanah Jawi

This document summarizes a student's essay comparing the story of Arya Penangsang in the Babad Pajang manuscript and oral traditions in the Jipang community. The student analyzed the manuscript, conducted interviews in Jipang village, and performed an intertextual analysis of the two versions. The analysis found that the Babad Pajang manuscript is an earlier version of the oral tradition story, and both have linkages and complement each other. Interviews revealed that not all Jipang villagers are willing to discuss the Arya Penangsang story due to beliefs about curses.

Uploaded by

Eko Kurniawan
Copyright
© © All Rights Reserved
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 19

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by Diponegoro University Institutional Repository

Perbandingan Cerita Arya Penangsang


Versi Naskah Babad Pajang dan Cerita Rakyat
Arya Penangsang Di Masyarakat Jipang
(Suntingan Teks dan Kajian Intertekstual)
Fransiska
Departemen Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Diponegoro
Jalan Professor Haji Soedarto, Sarjana Hukum Tembalang Semarang Kode Pos 50275
Telepon (024) 76480619 Faksimile (024) 7463144
Laman : Http://www.fib.undip.ac.id

ABSTRACT

Fransiska, 2018. “The Comparison of Arya Penangsang Story in Babad Pajang


Manuscript and Oral Tradition (Intertextual Analysis and Text Edits). Essay S1
Indonesian Literature Faculty of Cultural Sciences Diponegoro University of
Semarang.

Mentor Nur Fauzan Ahmad S.S., M.A., Dra. Mirya Anggrahini, M.Hum.,

Babad Pajang manuscript obtained by literature review and observation in


online catalogue of Yayasan Sastra Lestari Surakata with number 1845. The
researcher find eight manuscript with the same title in some online catalogs of
manuscript repository. Beside that, the researcher also use oral tradition from Jipang
society as object of this reseach.
The researcher present description of manuscript, transliteration, text
translation of text edits, and intertextual analysis. The theoretical basic used is the
theory of philology to obtain edits of text that approached the original, Theory of
folklore to obtained oral tradition in Jipang society, Theory of structural to analysis
intrinsic element of Arya Penangsang story in Babad Pajang and oral tradition, also
Theory of intertextual to analysis relation Arya Penangsang story in Babad Pajang
and oral tradition. Whereas the methods of this research is data accumulation, data
analysis, and presentation of data analysis results.
The conclution of observation from oral tradition produce that not everyone
in Jipang society can tell about Arya Penangsang story. The society believe that

Jurnal Skripsi "Perbandingan Cerita Perbandingan Cerita Arya Penangsang 1


Versi Naskah Babad Pajang dan Cerita Rakyat (Kajian Intertekstual disertai
Suntingan Teks)”
every people who tell the wrong story, they will get the worst problem in their life.
The result of this analysis is Babad Pajang manuscript is hipogram of oral tradition
in Jipang society. Both of them have linkages and also have complementary function.

Keywords: Babad Pajang, oral tradition, Arya Penangsang, Intertextual.

INTISARI
Fransiska, 2018. “Perbandingan Cerita Arya Penangsang Versi Naskah Babad Pajang
dan Cerita Rakyat (Kajian Intertekstual disertai Suntingan Teks”. Skripsi S1 Sastra
Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang.

Pembimbing Nur Fauzan Ahmad, S.S., M.A., Dra. Mirya Anggrahini, M.Hum.,

Naskah Babad Pajang diperoleh penulis dengan studi pustaka dan observasi
pada Katalogus daring Yayasan Sastra Lestari Surakarta dengan nomor 1845. Penulis
menemukan delapan naskah dengan judul serupa di katalog daring dari beberapa situs
penyimpanan naskah. Selain itu penulis juga menggunakan cerita rakyat dari
masyarakat Desa Jipang sebagai objek penelitian.
Tujuan penelitian ini adalah memaparkan deskripsi naskah, transliterasi,
translasi teks, suntingan teks, dan analisis intertekstual cerita Arya Penangsang dalam
Babad Pajang dan cerita rakyat. Landasan teori yang digunakan adalah teori filologi
untuk memperoleh suntingan teks yang mendekati asli, teori folkor untuk
memperoleh cerita rakyat yang beredar di masyarakat Desa Jipang, teori struktural
untuk menganalisis unsur intrinsik dalam Babad Pajang dan cerita rakyat, serta teori
intertekstual untuk menganalisis keterkaitan cerita Arya Penangsang dalam Babad
Pajang dan cerita rakyat. Sedangkan metode yang digunakan meliputi pengumpulan
data, analisis data dan penyajian hasil analisis data.
Observasi cerita rakyat yang telah dilakukan menghasilkan kesimpulan
bahwa tidak semua masyarakat Jipang berani untuk menceritakan kisah seputar Arya
Penangsang. Masyarakat desa mempercayai bahwa mereka akan terkena malapetaka
jika salah dalam menceritakan hal yang berkaitan dengan tokoh Arya Penangsang.
Hasil analis naskah dengan menggunakan intertekstual adalah Babad Pajang
merupakan hipogram dari cerita rakyat Arya Penangsang yang beredar di masyarakat
Jipang. Kedua versi cerita memiliki keterkaitan dan berfungsi saling melengkapi.

Kata kunci: Babad Pajang, Cerita Rakyat, Arya Penangsang, Intertekstua

Jurnal Skripsi "Perbandingan Cerita Perbandingan Cerita Arya Penangsang 2


Versi Naskah Babad Pajang dan Cerita Rakyat (Kajian Intertekstual disertai
Suntingan Teks)”
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Babad Pajang merupakan salah satu naskah jawa kuno (manuscript). Hal ini
sesuai dengan pernyataan Djamaris, filologi ialah suatu ilmu yang objek penelitiannya
merupakan naskah-naskah lama (2002:3). Kondisi fisik Babad Pajang tidak lagi dapat
dikatakan baik karena umur dari naskah yang sudah tidak lagi muda. Maka dari itu
sangat diperlukan tindakan konservasi untuk menyelamatkan kandungan isi teks yang
berada di dalamnya. Saat ini Babad Pajang berada di tempat pelestarian naskah-naskah
Jawa tepatnya yaitu Yayasan Sastra Lestari Solo.
Cerita naskah ini dimulai dari meninggalnya Sultan Demak dilanjutkan dengan
berdirinya kerajaan Pajang di bawah pimpinan Sultan Hadiwijaya sampai dengan
Kerajaan Mataram di bawah pimpinan Sultan Agung. Kemudian berlanjut dengan
mengumpulkan putra-putra Sultan Agung untuk mengganti kedudukannya, karena ia
merasa bahwa ajalnya sudah semakin dekat. Pada akhirnya layon Sultan Agung
dimakamkan di Istana Imagiri, dalam cerita ini nantinya juga terselip perselisihan antara
Sultan Hadiwijaya dan Adipati Arya Penangsang.
Naskah ini ditulis pada tahun 1503 A.J tanpa disertai nama penulis (anonim),
ditulis dengan aksara Jawa, dan bahasa Jawa Kawi, bernomor katalog 1845 dengan
jumlah halaman 275. Dalam naskah ini terdapat 26 pupuh yang berupa tembang.
Namun, penulis hanya akan meneliti enam pupuh dari 26 pupuh yang terdapat dalam
naskah Babad Pajang, yaitu dua pupuh dhandhanggula, pangkur, sinom, durma, dan
asmaradhana, karena terdapat peristiwa yang menceritakan tentang konflik Adipati Arya
Penangsang dengan Sultan Hadiwijaya.
Cerita Arya Penangsang merupakan cerita yang saat ini sedang hangat
diperbincangkan oleh beberapa kalangan masyarakat di daerah Kabupaten Blora. Media
sosial menjadi salah satu sarana untuk para sejarawan Blora untuk mengusut cerita ini.
Cerita ini menjadi kontroversial dan banyak memiliki peminat karena memiliki dampak
yang besar untuk kepercayaan masyarakat daerah Blora khususnya desa Jipang. Peneliti
akan melakukan wawancara singkat kepada beberapa masyarakat di desa Jipang untuk
menggali fakta-fakta terkait. Hal ini sesuai dengan pernyataan Djanandjaja yang

Jurnal Skripsi "Perbandingan Cerita Perbandingan Cerita Arya Penangsang 3


Versi Naskah Babad Pajang dan Cerita Rakyat (Kajian Intertekstual disertai
Suntingan Teks)”
menyatakan bahwa objek kajian folklore salah satunya merupakan cerita rakyat
(1994:5).
Penggalian cerita dari Babad Pajang juga berguna untuk mengetahui hipogram
dari cerita ini. Apakah cerita yang beredar di masyarakat Jipang merupakan cerita yang
berasal dari Babad Pajang, yang berarti merupakan saduran, atau memang berasal dari
masyarakat Jipang sebagai sastra lisan (oral literature). Atau scerita ini berkembang
sejak Kadipaten Jipang berganti kepemimpinan Sultan Hadiwijaya.
Cerita rakyat mengenai Arya Penangsang di Desa Jipang diperkuat dengan
adanya bangunan sejarah yang disebut dengan Makam Gedong Agung (Petilasan).
Namun, dari ratusan masyarakat yang tinggal di desa Jipang, hanya beberapa saja yang
bersedia untuk memberikan keterangan lengkap dan utuh mengenai sang Adipati.
Banyak alasan yang diberikan oleh masyarakat karena beberapa hal terkait dengan mitos
yang menyertai cerita ini.
Salah seorang masyarakat yang menjabat sebagai sekretaris desa Jipang, yaitu
Suryadi (45 tahun) memberikan beberapa keterangan, bahwa banyak ilmuwan yang
berasal dari luar daerah akan meneliti lebih lanjut tentang cerita ini.
Beberapa diantaranya adalah mahasiswa yang berasal dari perguruan tinggi negeri
maupun swasta, dan beberapa masyarakat. Ketertarikan mereka ini memiliki berbagai
macam alasan, untuk sekadar menuntaskan rasa penasaran, mengerjakan tugas kuliah,
tugas sekolah, atau tugas akhir. Bahkan salah satu professor yang berasal dari
Universitas di Jakarta pernah datang ke desa Jipang untuk meminta keterangan
mengenai cerita Arya Penangsang dan bangunan bersejarah yang ada di desa Jipang.
Namun lagi-lagi hal tersebut tidak mendapat hasil yang lebih lanjut.
Beliau juga mengatakan bahwa beberapa orang yang berasal dari luar pulau
Jawa pernah mengirimi e-mail dan menyatakan bahwa mereka adalah keturunan atau
titisan dari Adipati Arya Penangsang. Selain itu penulis juga menemukan beberapa
pernyataan yang berasal dari pengguna facebook dengan nama pengguna Barik Barliyan
yang menyatakan bahwa dia akan membangkitkan kembali Keraton Jipang. Padahal
salah satu masyarakat Jipang yang telah menjadi narasumber dari penelitian ini
menyatakan bahwa Jipang merupakan sebuah Kadipaten bukan Keraton. Tidak hanya itu

Jurnal Skripsi "Perbandingan Cerita Perbandingan Cerita Arya Penangsang 4


Versi Naskah Babad Pajang dan Cerita Rakyat (Kajian Intertekstual disertai
Suntingan Teks)”
pengguna akun facebook Barik Barliyan mengunggah beberapa video terkait dengan
orang-orang yang akan menjadi investor di Keraton Jipang, serta berita mengenai
keraton Jipang lainnya.
Wawancara singkat yang telah penulis lakukan dengan narasumber (sekertaris
desa Jipang) memunculkan fakta baru. Adipati Arya Penangsang tidak meninggal pada
saat peperangan dengan Sultan Hadiwijaya tetapi singgah ke Kudus dan menjadi ulama.
Munculnya fakta tersebut menjadikan kerancuan cerita yang awalnya telah beredar di
masyarakat sebagai sastra lisan (oral tradition). Hal ini tentunya menjadi faktor yang
mengakibatkan perubahan cerita yang telah dilakukan secara turun temurun. Sebagai
seorang ilmuwan sudah seharusnya penulis dapat melakukan sinkronisasi terhadap cerita
yang telah beredar di masyarakat khususnya desa Jipang, dengan perkembangan
beberapa cerita lain yang berasal dari masyarakat luar.
Berdasarkan beberapa faktor yang telah dipaparkan, penulis akan menggali
cerita Arya Penangsang dari masyarakat Jipang. Langkah kerja filologi perlu di lakukan
terhadap naskah Babad Pajang untuk mengetahui apakah cerita yang beredar di
masyarakat merupakan saduran dari Babad Pajang atau memang murni dari tradisi lisan
dari masyarakat lokal di daerah tersebut. Selain itu penulis juga akan melakukan
sinkronisasi cerita yang beredar di masyarakat yang terdiri dari beberapa versi. Maka,
secara khusus judul skripsi ini adalah “Perbandingan Cerita Arya Penangsang Versi
Babad Pajang dan Cerita Rakyat Arya Penangsang di Masyarakat Jipang (Suntingan
Teks disertai Kajian Intertekstual)”.

METODE PENELITIAN
1. Pengumpulan Data
Usaha pengumpulan data menjadi langkah utama dalam suatu penelitian
filologi, data yang digunakan penulis adalah data primer dan data sekunder, data
primer dari penelitian ini adalah cerita mengenai Arya Penangsang yang diambil
dari masyarakat Jipang dan naskah Babad Pajang sedangkan data sekundernya
adalah beberapa hal terkait dengan cerita Arya Penangsang di Jipang.

Jurnal Skripsi "Perbandingan Cerita Perbandingan Cerita Arya Penangsang 5


Versi Naskah Babad Pajang dan Cerita Rakyat (Kajian Intertekstual disertai
Suntingan Teks)”
Pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Observasi, observasi merupakan langkah awal penulis untuk mengetahui beberapa
informasi mengenai cerita Arya Penangsang sehingga penulis bisa
mempertimbangkan beberapa alasan yang mendesak agar penelitian ini bisa segera
dilakukan sebagai salah satu langkah konservasi dalam pelestarian kearifan lokal
yang dalam hal ini merupakan cerita rakyat (folklore), selain itu obserbasi juga
bertujuan untuk mengamati informan secara langsung dan berpartisipasi dalam
proses sosialisasi, serta menyatu dengan budaya yang ada. Dalam tahapan ini data
terkait dengan cerita meliputi kondisi geografis dan aktivitas kehidupan
masyarakat desa Jipang, yang penulis anggap berkaitan dengan objek akan dapat
didapatkan dengan mudah.
b. Studi Pustaka, tahapan ini dilakukan sebagai salah satu langkah kerja filologi yaitu
inventarisasi data yang berupa naskah Babad Pajang. Inventarisasi data dilakukan
di beberapa instansi atau lembaga sebagai tempat penyimpanan naskah kuno,
seperti Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Mangkunegaran, Radya Pustaka,
Yayasan Sastra Lestari, Perpustakaan Masjid Agung Surakarta, Museum
Sonobudoyo, Museum Ranggawarsita, dan Museum Keraton Solo, melalui studi
katalog terlebih dahulu.
c. Wawancara, selain melakukan inventarisasi penulis juga melakukan studi
lapangan untuk mendapatkan beberapa versi cerita. Studi lapangan merupakan
langkah lanjut untuk memperbandingkan serta menemukan kesamaan atau
perbedaan “teks” cerita Arya Penangsang pada Babad Pajang dan versi cerita
rakyat masyarakat Jipang melalui wawancara kepada narasumber dan
mengumpulkan dokumentasi. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian
kualitatif ini cenderung tidak format, agar bersifat mendalam dan menyeluruh
penulis menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur, yaitu bebas dalam
mengembangkan pertanyaan yang diajukan kepada narasumber.
d. Angket, penulis juga akan mendata berapa penduduk yang bersedia menceritakan
secara utuh cerita Arya Penangsang melalui pengisian angket yang akan disebar

Jurnal Skripsi "Perbandingan Cerita Perbandingan Cerita Arya Penangsang 6


Versi Naskah Babad Pajang dan Cerita Rakyat (Kajian Intertekstual disertai
Suntingan Teks)”
untuk beberapa koresponden, agar penulis dapat mengetahui seberapa kuat
kepercayaan masyarakat terkait dengan tokoh Arya Penangsang.
2. Pengolahan Data
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, tahap kedua dalam penelitian ini adalah
pengolahan data. Data yang telah diperoleh melalui langkah-langkah pengumpulan
data, kemudian akan diolah untuk dapat mengetahui hasil akhir penelitian ini,
apakah cerita Arya Penangsang yang berasal dari masyarakat Jipang memiliki
keterkaitan dengan cerita Arya Penangsang yang ada di dalam Babad Pajang atau
tidak. Pengolahan data dilakukan dengan tahapan identifikasi naskah, transliterasi,
perbandingan, dan suntingan teks (Djamaris, 2002). Dalam penelitian ini penulis
tidak melakukan perbandingan naskah karena beberapa naskah tidak dapat
dijangkau oleh penulis karena jarak dan keterbatasan waktu, sedangkan naskah yang
lain tidak memiliki kandungan isi yang sesuai dengan objek penelitian penulis, satu
naskah tidak memiliki cerita yang lengkap, sehingga penulis menetapkan hanya satu
naskah yang digunakan dalam objek penelitian ini. Penjelasan rinci dideskripsikan
sebagai berikut:
a. Identifikasi naskah
Metode yang digunakan dalam deskripsi naskah ini adalah metode deskriptif.
Pendiskripsian naskah dilakukan secara objektif yaitu naskah dikaji secara alami
dan apa adanya. Naskah diteliti secara menyeluruh mulai dari judul naskah, ukuran
naskah, tempat penyimpanan naskah, pemilik naskah, keadaan naskah, huruf dan
aksara dalam naskah, bahan naskah, bentuk teks, usia teks naskah, pengarang
naskah, kolofon, dan ringkasan teks atau ikhtisar teks. Langkah ini dilakukan agar
dapat diketahui gambaran naskah secara menyeluruh, serta untuk memudahkan
tahap penelitian selanjutnya (Djamaris,2002:11).
b. Transliterasi
Transliterasi merupakan salah satu tahap/ langkah dalam penyuntingan teks yang
ditullis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Transliterasi adalah
penggantian atau pengalihan huruf demi huruf dari abjad satu ke abjad yang lain.
(Djamaris,2002:19)

Jurnal Skripsi "Perbandingan Cerita Perbandingan Cerita Arya Penangsang 7


Versi Naskah Babad Pajang dan Cerita Rakyat (Kajian Intertekstual disertai
Suntingan Teks)”
Mentransliterasi naskah Babad Pajang dari aksara jawa ke aksara latin dengan
menggunakan pedoman yang berlaku. Hasil dari transliterasi inilah yang akan
dipakai sebagai salah satu sumber data dalam penelitian ini. Dalam melakukan
transliterasi perlu diikuti pedoman yang berhubungan dengan pemisahan,
pengelompokan kata, serta ejaan dan pungtuasi (Baried, 1994:63).
c. Suntingan Teks
Secara umum penyuntingan teks dapat dibedakan dalam dua hal yaitu penyuntingan
naskah tunggal, dan penyuntingan naskah jamak, lebih dari satu naskah.
Penyuntingan teks dilakukan dengan memperhatikan pedoman ejaan yang berlaku,
pemakaian huruf kapital, tanda-tanda baca, penyusunan alenia, dan bagian-bagian
cerita (Djamaris,2002:9). Babad Pajang merupakan jenis naskah jamak, sehingga
untuk memperoleh analisis yang sesuai penulis melakukan suntingan naskah dengan
metode edisi penyuntingan naskah jamak seperti yang telah di paparkan pada teori
filologi, penulis menggunakan metode edisi standar sebagai metode penyuntingan
naskah Babad Pajang.
3. Analisis Data
Analisis data penulis lakukan ketika teks lisan hasil dari wawancara di masyarakat
sudah berupa transkripsi, dan setelah diterjemahkan, dengan demikian dapat
dilakukan perbandingan teks dengan naskah Babad Pajang sehingga akan dihasilkan
suntingan teks yang lengkap. Teks lengkap inilah yang kemudian ditetapkan sebagai
teks yang akan diteliti. Sedangkan metode analisis data yang digunakan adalah
analisis intertekstual.
4. Penyajian Analisis Data
Penyajian hasil analisis data penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu
menyajikan suatu objek atau suatu hal sedemikian rupa sehingga objek tersebut
seolah-olah berada di depan pembaca dan seakan-akan pembaca melihat sendiri
objek tersebut (Keraf,1995: 16)
Data yang diperoleh dari suntingan teks akan digunakan untuk mengetahui cerita
Arya Penangsang versi tertulis dari Babad Pajang dengan sudut pandang Pajang
sebagai daerah lawan dari Jipang pada saat pemerintahan Arya Penangsang, selain

Jurnal Skripsi "Perbandingan Cerita Perbandingan Cerita Arya Penangsang 8


Versi Naskah Babad Pajang dan Cerita Rakyat (Kajian Intertekstual disertai
Suntingan Teks)”
itu penulis mencari cerita Arya Penangsang versi lisan di masyarakat Jipang dimana
terdapat petilasan Arya Penangsang pada saat menjabat menjadi Adipati,
selanjutnya penulis mencari apa hubungan intertekstual antara kedua versi cerita
tersebut di atas. Dengan mengetahui hubungan intertekstual dari kedua cerita kita
juga dapat mengetahui apakah perbedaan dan persamaan dari kedua cerita tersebut.
Masyarakat masih percaya mitos yang beredar bahwa Jipang sangat bertentangan
dengan Pajang sehingga menyebut daerah Pajang merupakan hal yang tabu bagi
masyarakat Jipang.
Pada tahap ini, penulis akan mendeskripsikan cerita dalam Babad Pajang dan dalam
cerita rakyat dari masyarakat Jipang, sehingga akan diperoleh kesimpulan yang
berasal dari presepsi masyarakat terhadap Cerita Arya Penangsang. Data dianalisis
dengan baik, menyajikan hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata yang
mudah dimengerti dan dipahami maksudnya dengan menggunakan panduan tata
cara penulisan dan penyusunan skripsi yang berlaku di Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Diponegoro. Panduan ini terdapat pada buku yang berjudul “Buku
Pedoman, Pembimbing, dan Konsultasi Penulisan Skripsi, Jurusan Sastra
Indonesia” yang diterbitkan pada tahun 2012.

DESKRIPSI NASKAH
1. Bagian umum
a) Judul Naskah : Babad Pajang
b) Tempat Penyimpanan naskah : Yayasan Sastra Lestari
c) Judul dalam teks : terdapat 26 judul pupuh/
tembang yang berada dalam
naskah Babad Pajang tetapi
penulis hanya mengambil enam
d) Nomor naskah : 1845pupuh yaitu dua pupuh
e) Ukuran sampul : 35 x dhandanggula,
22 cm pangkur, sinom,
f) Halaman : 33,5 durma,
x 19 cmdan asmaradhana.
g) Blok teks : 25,8 x 14 cm
h) Bahasa : Jawa kuna (kawi)
i) Aksara : Jawa

Jurnal Skripsi "Perbandingan Cerita Perbandingan Cerita Arya Penangsang 9


Versi Naskah Babad Pajang dan Cerita Rakyat (Kajian Intertekstual disertai
Suntingan Teks)”
j) Tanggal penulisan : 1503 A.J.
k) Tempat penulisan : Tidak ada
l) Penulis/penyalin : Anonim
m) Pemilik naskah : Yayasan Sastra Lestari
2. Bagian buku
a) Bahan/alas : Kertas buram kecoklatan
b) Cap kertas : Tidak ada
c) Warna tinta : Hitam kecoklatan
d) Keadaan fisik : Penjildan sudah hampir lepas, beberapa
lembar pada halaman belakan tulisan
mulai tembus dan memudar, beberapa
lembar pada halaman belakang
berlubang, sampul halaman depan
sudah mulai rusak, secara keseluruhan
kondisi fisik dari Babad pajang
memerlukan usaha konservasi agar
kerusakan naskah dapat diperkecil.

e) Jumlah baris/halaman : 26
f) Jarak antar baris : 1 cm
g) Ukuran pias : 5,7 x 5,5 cm
h) Jumlah kuras : 13
i) Jumlah pelindung : Tidak ada
j) Cara penggarisan : Tidak ada
k) Jild : 1 dari 1
3. Tulisan
a) Penulisan halaman :
Penulisan menggunakan tinta berwarna
hitam yang sekarang sudah berwarna
kecoklatan pada bagian belakang sudah
tembus pada halaman berikutnya tulisan
miring ke kanan.

b) Halaman kosong : 6 halaman depan 12 halaman belakang


c) Penomoran halaman : Ditulis menggunakan aksara Jawa
d) Tanda koreksi : Tidak ada

Jurnal Skripsi "Perbandingan Cerita Perbandingan Cerita Arya Penangsang 10


Versi Naskah Babad Pajang dan Cerita Rakyat (Kajian Intertekstual disertai
Suntingan Teks)”
e) Hiasan huruf : Tidak ada
f) Kondisi penulisan : Kondisi kertas dijild menggunakan benang
tetapi penjildan sudah hampir lepas dan
rusak, naskah sudah lepas dengan kedua
sampul yang mulai rusak.
4. Kondisi penulisan
a) Ringkasan isi : Cerita naskah ini dimulai dari
meninggalnya Sultan Demak dilanjutkan
dengan berdirinya kerajaan Pajang di
bawah pimpinan Sultan Hadiwijaya
sampai dengan Kerajaan Mataram di
bawah pimpinan Sultan Agung.
Kemudian berlanjut dengan
mengumpulkan putra-putra Sultan
Agung untuk mengganti kedudukannya,
karena ia merasa bahwa ajalnya sudah
semakin dekat. Pada akhirnya layon
Sultan Agung dimakamkan di Istana
Imagiri, dalam cerita ini nantinya juga
terselip perselisihan antara Sultan
Hadiwijaya dan Adipati Arya
Penangsang.

b) Kutipan teks awal : Amurwani jumenêng sang aji Sultan


Pajang nyarêngi sedanya lan Jêng Sultan
Dêmak mangke tri nis mȏnca bumiku
putrèng Dêmak jalu kinardi natèng
mukmin anama Sunan Prawatèku waruju
binêktèng Pajang wus tinanêm anèng
Madiun nagari
c) Kutipan teks akhir : inggih kawula paring Sunan Kali malih
nabda lah iya away mangkono karana sira
wus sagah nadyan gêmah rusaka ya nuli
paringna gupuh ywa pakewuh roning
kamal.

TEKS CERITA LISAN ARYA PENANGSANG


DI MASYARAKAT JIPANG

Berikut ini merupakan ringkasan cerita rakyat Arya Penangsang dari beberapa variasi
teks yang didapatkan dari ketiga narasumber.

Jurnal Skripsi "Perbandingan Cerita Perbandingan Cerita Arya Penangsang 11


Versi Naskah Babad Pajang dan Cerita Rakyat (Kajian Intertekstual disertai
Suntingan Teks)”
Seringkali terjadi perdebatan di kalangan masyarakat dalam penyebutan Jipang,
yang merupakan kadipaten atau kerajaan. Kerajaan merupakan rumah penguasa,
sedangkan Kadipaten adalah bentuk atau status pemerintahan sehingga dalam
penyebutan, Jipang dapat disebut sebagai Kerajaan atau Kadipaten.
Kerajaan Jipang telah ada sejak abad ke-14M, tepatnya pada masa pemerintahan
raja ke-4 Majapahit. Kerajaan Jipang merupakan daerah perdikan sehingga tidak
mempunyai kewajiban untuk membayar pajak, karena jasanya sebagai daerah
penyeberangan.
Penguasa pertama Kerajaan Jipang adalah Prabu Arya Jaya Dipa. Kepercayaan
yang dianut oleh Prabu Jaya Dipa adalah animisme. Setelah wafatnya Prabu Arya Jaya
Dipa setelah menjabat selama kurang lebih 70 tahun pemerintahan digantikan oleh
anaknya yang bernama Raden Arya Seta. Pada saat itu Jipang hanya bertahan selama
kurang lebih 50 tahun karena pada abad ke 15 penjajah mulai menyerang Jipang.
Raden Arya Seta, anaknya yang bernama Raden Usman Haji (Sunan Ngudung).
Semenjak itu Jipang mengalami perubahan total dalam segala sistem pemerintahan.
Jipang mulai berkerjasama dengan Glagah Wangi (Demak) yang didirikan oleh Raden
Patah (Sultan Demak I). Raden Patah kemudian menikah dengan Putri Raden Usman
Haji yang bernama Dewi Sekar Tanjung. Pernikahan tersebut dianugerahi dua orang
anak yang bernama Ratu Mas Nyawa dan Surowiyoto. Surowiyoto kemudian menikan
dengan Dewi Roro Martinjung dan mempunyai dua orang anak yaitu Arya Penangsang
dan Arya Mataram.
Setelah Raden Patah wafat pemerintahan digantikan oleh Adipati Unus/Patih
Unus (Sultan Demak II). Pemerintahan kemudian digantikan oleh Sultan Trenggono
(Sultan Demak III). Namun sebelum Sultan Trenggono menaiki tahta terjadi perebutan
kekuasaan antara Sultan Trenggono dan Surowiyoto. Sultan Trenggono mengutus
anaknya yang bernama Raden Mukmin untuk membunuh Surowiyoto. Surowiyoto pun
tewas sehingga Sultan Trenggono dapat menaiki tahta Demak. Arya Penangsang pun
tidak terima atas kematian ayahnya. Ia kemudian melakukan balas dendam kepada
Raden Mukmin dan melakukan penyerangan ketika ia sedang ada dalam perjalanan.
Dalam penyerangan tersebut terdapat juga Sunan Hadiri yang merupakan suami dari

Jurnal Skripsi "Perbandingan Cerita Perbandingan Cerita Arya Penangsang 12


Versi Naskah Babad Pajang dan Cerita Rakyat (Kajian Intertekstual disertai
Suntingan Teks)”
Ratu Kalinyamat. Penyerangan tersebut mengakibatkan Raden Mukmin dan Sunan
Hadiri tewas.
Kematian Sunan Hadiri membuat Ratu Kalinyamat dendam kepada Arya
Penangsang. Ratu Kalinyamat kemudian melakukan Tapa Wuda dan tidak akan
menghentikan pertapaannya sebelum Arya Penangsang terbunuh.
Disisi lain Kerajaan Demak berada dalam kekosongan kepemimpinan, hal ini
dimanfaatkan oleh Jaka Tingkir, menantu Sultan Trenggono untuk menggantikan
saudara iparnya Raden Mukmin. Sejak dipimpin oleh Jaka Tingkir Demak tidak lagi
menganut Islam secara murni, tetapi berubah menjadi perpaduan antara ajaran Islam dan
kebudayaan masa lampau (animisme dan dinamisme).
Jaka Tingkir adalah anak dari Ki Ageng Pengging. Setelah Ki Ageng Pengging
wafat, anaknya yang masih bayi kemudian diasuh dan dirawat oleh keluarga Ki Ageng
Tingkir. Bayi yang bernama Mas Karebet itu kemudian lebih dikenal dengan Joko
Tingkir. Ia banyak mendapat pelajaran dari Ki Ageng Butuh, Ki Ageng Ngerang, dan Ki
Ageng Banyubiru. Para guru Jaka Tingkir tersebut adalah sahabat dari Ki Ageng
Pengging. Jaka Tingkir memiliki sahabat yang juga memendam dendam kepada Demak
dan akan menyusun siasat untuk meruntuhkan Demak. Tiga orang sahabat itu adalah Ki
Juru Mertani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Penjawi. Ki Juru Mertani dan Ki Ageng
Pemanahan adalah cucu dari Ki Ageng Selo. Sementara Ki Penjawi adalah anak Ki
Ageng Ngrawa yang diangkat anak oleh Ki Ageng Ngenis, ayah dari Ki Ageng
Pemanahan. Ketika Jaka Tingkir beranjak remaja, ia masuk dalam Kesultanan Demak
sebagai pengawal Sultan. Kemudian ia naik pangkat menjadi pemimpin prajurit, hingga
pada akhirnya ia dapat mempersunting putri Sultan Trenggono.
Jaka Tingkir semakin berambisi untuk menaklukan Demak, hal ini bertujuan agar
Demak dapat menjadi daerah kekuasaannya secara utuh. Jaka Tingkir kemudian
memutuskan untuk melakukan penyerangan terhadap Arya Penangsang sebagai cucu sah
dari Raden Patah sebagai pendiri Kerajaan Demak. Keinginan Jaka Tingkir kemudian
didengar oleh Ratu Kalinyamat. Akhirnya Jaka Tingkir dan Ratu Kalinyamat
berkerjasama untuk melakukan penyerangan di kediaman Arya Penangsang yaitu
Jipang.

Jurnal Skripsi "Perbandingan Cerita Perbandingan Cerita Arya Penangsang 13


Versi Naskah Babad Pajang dan Cerita Rakyat (Kajian Intertekstual disertai
Suntingan Teks)”
Pada saat itu sampailah pasukan yang dibawa oleh Jaka Tingkir di Bengawan
Sore sebagai pintu masuk dari Kerajaan Jipang. Pasukan Jaka Tingkir tidak berani untuk
menyeberangi Bengawan Sore karena sudah dimantrai oleh Sunan Kudus, barang siapa
yang menyeberangi sungai Bengawan Sore maka ia akan hanyut dan meninggal. Jaka
Tingkir kemudian mencari ide untuk memanggil Arya Penangsang menyeberangi
Bengawan Sore. Ia menggunakan kuda betina untuk menarik Gagak Rimang agar
menyeberangi Bengawan Sore. Gagak Rimang pun lari menyeberangi Bengawan Sore,
dan terjadilah peperangan itu. Arya Penangsang pun meninggal dalam peperangan
tersebut.
PEMBAHASAN
Aspek: Plot
Keterkaitan
Keterangan/Alasan
Naskah Babad Pajang Cerita Rakyat
Cerita dalam Babad Dalam cerita rakyat Kedua naskah menceritakan
Pajang diawali juga terdapat bagian bagaimana dan siapasaja
dengan silsilah yang menceritakan tokoh-tokoh yang memiliki
Hadiwijaya dan silsilah Hadiwijaya pengaruh kepada
orang-orang yang dan orang-orang Hadiwijaya dalam mencapai
memiliki pengaruh yang berpengaruh tahta Pajang, sehingga cerita
dalam perjalanan dalam kehidupannya rakyat memperkuat cerita
hidupnya. dalam mencapai yang ada dalam naskah
tahta Pajang dengan Babad Pajang. Namun,
melalui tahta Demak dalam naskah Babad Pajang
tidak disebutkan asal-usul
tahta Pajang yang
sebelumnya dijelaskan pada
cerita rakyat Pajang berdiri
setelah Demak runtuh.
Konflik yang terjadi Konflik penyerangan Dalam naskah Babad
antara Arya yang terjadi antara Pajang tidak disebutkan
Penangsang dan Arya Penangsang alasan yang konkret atas
Hadiwijaya dimulai dan Hadiwijaya penyerangan Arya
dari penyerangan dimulai ketika Penangsang kepada
yang dilakukan oleh terjadi perebutan Hadiwijaya, alasan
Arya Penangsang kekuasaan Demak penyerangan adalah karena
kepada Hadiwijaya. yang seharusnya Arya Penangsang memiliki
diberikan kepada ambisi dalam menguasai
Arya Penangsang tanah Jawa. Dalam hal ini
yang memiliki hak terjadi perbedaan sudut

Jurnal Skripsi "Perbandingan Cerita Perbandingan Cerita Arya Penangsang 14


Versi Naskah Babad Pajang dan Cerita Rakyat (Kajian Intertekstual disertai
Suntingan Teks)”
penuh atas Demak pandang penulisan antara
sebagai ahli waris cerita naskah Babad Pajang
langsung. Tetapi dan cerita rakyat. Seolah-
pada kenyataannya olah Arya Penangsang
tahta Demak menjadi tokoh yang
diberikan kepada ambisius dan ingin memiliki
Hadiwijaya yang segalanya. Alasan
berstatus anak penyerangan yang
menantu dari Sultan sebenarnya dijelaskan dalam
Trenggono untuk cerita rakyat yang penulis
menggantikan Sunan dapatkan dari masyarakat
Prawoto. daerah Desa Jipang
Sunan Prawoto Dalam cerita rakyat Peristiwa ini tidak
meninggal karena disebutkan bahwa disebutkan dalam naskah
tempat tinggalnya Arya Penangsang Babad Pajang. Sunan
diserang oleh utusan membunuh Sunan Prawoto merupakan saudara
Arya Penangsang, Prawoto, karena ipar dari Hadiwijaya. Hal ini
namun dalam naskah dahulu Sunan menandakan bahwa Sunan
ini tidak disebutkan Prawoto yang telah Prawoto memiliki hubungan
alasan penyerangan membunuh ayah kekerabatan dengan
yang jelas Arya Penangsang Hadiwijaya, sehingga dalam
agar Sultan Babad Pajang alasan ini
Trenggono dapat disembunyikan dan tidak
naik tahta di ditulis oleh pengarang demi
kerajaan Demak melindungi citra dari
Hadiwijaya yang pada saat
itu merupakan raja dari
kerajaan Pajang.
Ratu Kalinyamat yang Dalam cerita rakyat Kedua teks memuat cerita
merupakan adik dari juga dijelaskan yang sama mengenai hal ini,
Sunan Prawoto bahwa Ratu terlihat jelas kedua teks
memiliki dendam Kalinyamat yang memiliki fungsi saling
terhadap Arya menyimpan dendam melengkapi, karena dalam
Penangsang karena kepada Arya cerita rakyat tidak
kematian kakak dan Penangsang karena disebutkan tempat pertapaan
suaminya. Ia kematian kakak dan Ratu Kalinyamat,
kemudian melakukan suaminya. Namun, sedangkan dalam naskah
tapa wuda ke gunung dalam cerita rakyat Babad Pajang tidak
Danaraja. Kemudian, tidak disebutkan disebutkan hubungan
datanglah Hadiwijaya dimana ia bertapa. kekerabatan antara Ratu
untuk bersepakat Kalinyamat dengan
dengan Ratu Hadiwijaya yang
Kalinyamat untuk sebenarnya memiliki
membantu membalas hubungan kerabat sebagai

Jurnal Skripsi "Perbandingan Cerita Perbandingan Cerita Arya Penangsang 15


Versi Naskah Babad Pajang dan Cerita Rakyat (Kajian Intertekstual disertai
Suntingan Teks)”
dendam kepada Arya saudara ipar.
Penangsang, sebagai
imbalannya Ratu
Kalinyamat harus
menyudahi
pertapaannya.
Dalam Babad Pajang Sedangkan dalam Kedua naskah memiliki
diterangkan bahwa cerita rakyat perbedaan berkaitan dengan
penyerangan kepada diterangkan bahwa tokoh yang melakukan
Arya Penangsang penyerangan penyerangan kepada Arya
tidak dilakukan dilakukan oleh Penangsang, latar belakang
langsung oleh Hadiwijaya yang dari perbedaan ini adalah
Hadiwijaya bersekutu dengan peran Hadiwijaya yang ada
melainkan melalui Ratu Kalinyamat di cerita rakyat merupakan
tiga orang yang beserta prajuritnya. seseorang yang antagonis,
mewakilinya, yaitu Ki dan memiliki pertentangan
Penjawi, Ki dengan Arya Penangsang.
Pemanahan, Ki Juru Masyarakat Jipang yang
Mertani, dan anak menjaga citra Arya
angkatnya Sutawijaya Penangsang membuat
seolah Hadiwijaya menjadi
tokoh utama dalam
penyerangan tersebut.
Perselisihan antara Dalam cerita rakyat Pada bagian ini penulis
Arya Penangsang dan tidak dijelaskan membaca beberapa artikel
pasukan Hadiwijaya secara tepat pada dan beberapa referensi
di sungai Bengawan tahun berapa Arya sejenis berkaitan dengan
Sore mengakibatkan Penangsang tewas. perbedaan yang terjadi
tewasnya Arya Salah satu dalam naskah Babad Pajang
Penangsang yang narasumber dan cerita rakyat yang
tewas pada tahun menjelaskan bahwa beredar di masyarakat
1337 A.J. Arya Penangsang Jipang. Penulis mengambil
tidak tewas pada saat kesimpulan bahwa kurang
itu melainkan adanya bukti yang terkait
menjadi ulama di mengenai Arya Penangsang
Kudus. Dibuktikan yang masih hidup dan
dengan adanya belum tewas saat
masjid Kudus dan penyerangan tersebut.
peninggalan- Peninggalan yang berupa
peninggalan lainnya. masjid dan barang-barang
lainnya yang berada di
Kudus merupakan hasil
peninggalan sebelum
terjadinya peristiwa

Jurnal Skripsi "Perbandingan Cerita Perbandingan Cerita Arya Penangsang 16


Versi Naskah Babad Pajang dan Cerita Rakyat (Kajian Intertekstual disertai
Suntingan Teks)”
pertempuran itu terjadi.
Aspek: Tokoh dan Penokohan
Dalam naskah Babad Dalam cerita rakyat Dalam kedua teks terdapat
Pajang tokoh yang tokoh yang beberapa persamaan tokoh,
diceritakan secara ditampilkan dan perbedaan tokoh. Hal
kompleks berkaitan merupakan tokoh ini dipengaruhi oleh latar
dengan tokoh yang berkaitan dari penciptaan cerita dari
Hadiwijaya dan dengan Kerajaan naskah Babad Pajang dan
orang-orang yang Jipang dan Demak. cerita rakyat. Babad Pajang
memiliki jasa berkembang di daerah
terhadap Kerajaan Pajang, sedangkan cerita
Pajang rakyat berkembang di
daerah Jipang

Aspek: Latar
Babad Pajang Cerita rakyat Kedua cerita memiliki latar
memiliki latar memiliki latar yang sama dan berbeda.
dominan di Kerajaan dominan di Kerajaan Latar pada Babad Pajang
Pajang Jipang dan Demak lebih sering terjadi di
Kerajaan Pajang, sedangkan
dalam cerita rakyat latar
sering terjadi di Kerajaan
Jipang dan Demak. Hal ini
juga dipengaruhi oleh
dimana cerita ini tumbuh.
Babad Pajang berkembang
di daerah Pajang, sedangkan
cerita rakyat berkembang di
daerah Jipang

KESIMPULAN
Babad Pajang merupakan naskah yang diperoleh dari Yayasan Sastra Lestari,
Solo. Naskah ini ditulis pada tahun 1503 A.J tanpa disertai nama penulis (anonim),
ditulis dengan aksara Jawa, dan bahasa Jawa Kawi, bernomor katalog 1845 dengan
jumlah halaman 275. Dalam naskah ini terdapat 26 pupuh yang berupa tembang.
Namun, penulis hanya akan meneliti enam pupuh dari 26 pupuh yang terdapat dalam
naskah Babad Pajang, yaitu dua pupuh dhandhanggula, pangkur, sinom, durma, dan
asmaradhana, karena terdapat peristiwa yang menceritakan tentang konflik Adipati Arya
Penangsang dengan Sultan Hadiwijaya.

Jurnal Skripsi "Perbandingan Cerita Perbandingan Cerita Arya Penangsang 17


Versi Naskah Babad Pajang dan Cerita Rakyat (Kajian Intertekstual disertai
Suntingan Teks)”
Cerita naskah ini dimulai dari meninggalnya Sultan Demak dilanjutkan dengan
berdirinya kerajaan Pajang di bawah pimpinan Sultan Hadiwijaya sampai dengan
Kerajaan Mataram di bawah pimpinan Sultan Agung. Kemudian berlanjut dengan
mengumpulkan putra-putra Sultan Agung untuk mengganti kedudukannya, karena ia
merasa bahwa ajalnya sudah semakin dekat. Pada akhirnya layon Sultan Agung
dimakamkan di Istana Imagiri, dalam cerita ini nantinya juga terselip perselisihan antara
Sultan Hadiwijaya dan Adipati Arya Penangsang.
Arya Penangsang merupakan salah satu tokoh yang populer dalam dunia
sejarah Jawa. Salah satu daerah di Blora mempunyai peninggalan sejarah yang berupa
Makam Petilasan Gedong Ageng. Makam ini sangat mempunyai mitos yang kental
berkaitan dengan tokoh Arya Penangsang. Masyarakat di sana pun juga mempercayai
hal tersebut.
Dukuh Jipang berada di Desa Jipang, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora.
Tidak banyak masyarakat yang berani menceritakan tentang tokoh Arya Penangsang dan
hal-hal yang berkaitan dengan Makam Petilasan secara rinci dan jelas, karena adanya
mitos seputar kejadian-kejadian yang berakibat fatal banyak beredar di masyarakat.
Mayoritas masyarakat Jipang percaya bahwa jika mereka salah menceritakan hal yang
berkaitan dengan tokoh tersebut maka mereka akan terkena malapetaka. Salah satu
contoh nyata dari kejadian mitos ini yaitu ketika salah satu narasumber penulis
mengatakan bahwa beliau pernah mengalami mimpi (diimpeni) bahwa terjadi
peperangan di gerbang utama Desa Jipang yang dulunya merupakan Sungai Bengawan
Sore, tempat terjadinya peperangan antara Hadiwijaya dan Arya Penangsang. Selain itu
beliau juga mengalami sakit demam selama beberapa hari. Kejadian tersebut terjadi
ketika beliau ingin menulis cerita asal usul Desa Jipang yang berkaitan dengan Arya
Penangsang. Kepala desa Jipang sendiri sudah menunjuk seseorang yang bertugas untuk
menceritakan kisah Arya Penangsang dan hubungannya dengan Makam Gedong Ageng,
sehingga tidak sembarang orang menceritakan cerita tersebut.
Hasil analisis data dari penelitian ini adalah Babad Pajang dan cerita lisan
yang berkembang di masyarakat Jipang memiliki keterkaitan plot, tokoh dan penokohan,
serta latar. Namun, berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa

Jurnal Skripsi "Perbandingan Cerita Perbandingan Cerita Arya Penangsang 18


Versi Naskah Babad Pajang dan Cerita Rakyat (Kajian Intertekstual disertai
Suntingan Teks)”
beberapa peristiwa yang terjadi dalam Babad Pajang yang tidak diterangkan dalam teks
lisan, begitu juga sebaliknya. Beberapa peristiwa seolah dikubur untuk menutupi
kejadian masa lampau yang berkaitan dengan keburukan Hadiwijaya. Dampak dari
penguburan peristiwa tersebut adalah tokoh Arya Penangsang yang seolah-olah
dihitamkan dengan dianggap menjadi tokoh antagonis oleh sejarah dan dianggap
pemberontak dengan sifat yang serakah akan tahta. Hal ini tentunya merupakan tujuan
awal dari pengarang Babad Pajang yang melindungi citra Hadiwijaya untuk tujuan
terntentu pada saat itu. Sedangkan dalam teks lisan terdapat beberapa peristiwa yang
tidak dijelaskan oleh narasumber. Hal ini mungkin dilatarbelakangi oleh ingatan dan
pengetahuan narasumber yang terbatas. Kedua teks ini memiliki peran saling
melengkapi dalam dunia sejarah, sehingga dalam dunia sejarah pembaca tidak saling
mengambinghitamkan antar tokoh utama yang berada dalam cerita tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Baried, Siti Baroroh. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Badan Penelitian dan
Publikasi Fakultas Sastra Seksi Filologi UGM.

Danandjaja James. 1994. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain.
Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.

Djamaris, Edwar. 2002. Metode Penelitian Filologi. Jakarta: CV Manasco.

Keraf, Gorys. 1995. Eksposisi. Jakarta: PT. Grasindo.

Tim Jurusan Sastra Indonesia. 2012. Buku Pedoman Pembimbingan, Konsultasi, dan
Penulisan Skripsi. Semarang: FASindo.

Jurnal Skripsi "Perbandingan Cerita Perbandingan Cerita Arya Penangsang 19


Versi Naskah Babad Pajang dan Cerita Rakyat (Kajian Intertekstual disertai
Suntingan Teks)”

You might also like