Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Perspektif Al Ghazali Aris Setiawan
Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Perspektif Al Ghazali Aris Setiawan
Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Perspektif Al Ghazali Aris Setiawan
Aris Setiawan
Instansi
Abstract
By in-depth study, this research is expected to contribute thoughts on the
social setting of Imam al-Ghazali, the concept of moral education in the
perspective al Ghazali, the implementation of the concept of moral
education in the perspective of al Ghazali with Islamic education that exist
at the present time. It is a literary study. This study was conducted using
non-participant observation by observing the certain sources, search for,
examine the books, or other articles related to this thesis. The data collection
is divided into two sources, namely primary and secondary data. Then the
data were analyzed using descriptive and analytical methods. The results
showed that Imam al Ghazali is a great scholar who lived in his time with
high spirit of seeking knowledge. It is proven by the composition of the
books he translated into many languages. Moral education is a conscious
effort to guide and direct the will of a person to achieve the noble behavior
and make it a habit. While the goal of moral education according to Imam al
Ghazali is formed capable of being closer to Allah SWT, so as to make him
to achieve happiness both in this world and in the hereafter as the eternal. In
the concept of moral education, Imam al Ghazali give attention to relations
with everyday life, methods, and all kinds of morals. The concept of moral
education in his perspective with Islamic education in Indonesia for
implementation is remained lack but the concept is already good.
Pendahuluan
Pendidikan akhlak merupakan modal terpenting dalam pembentukan
diri pribadi suatu insan manusia yang berguna untuk menghadapi masa
depan yang lebih cerah. Dengan adanya pendidikan akhlak yang baik maka
diharapkan kehidupan suatu umat akan semakin baik dan maju sehingga
dengan ini akan menimbulkan adanya saling peduli dan menyayangi antara
satu dengan yang lainya karena mereka beranggapan bahwa diantara
mereka semua adalah saudara. Untuk sampai pada pendidikan akhlak yang
baik maka kita harus mengikuti dan meneladani akhlak Muhammad SAW
semaksimal mungkin. Karena kebaikan akhlak beliau telah diukir dalam
kitab suci Al Qur‟an yang tidak kita ragukan lagi kebenarannya. Allah
SWT telah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang berbunnyi :
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Dengan ayat ini dapat dikatakan bahwa suri teladan yang Rasulullah
berikan adalah baik untuk kita tiru dan amalkan baik dalam kehidupan
berkeluarga, berbangsa, dan bernegara. Sehingga dengan kata lain dapat
dipahami, siapa saja yang mengikuti jejak Rosulullah sudah pasti dapat
dikatakan baik begitu juga sebaliknya Pendidikan akhlak merupakan bagian
dari pendidikan Islam yang bertujuan membentuk pribadi muslim
seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia dan
menumbuhsuburkan hubungan harmonis setiap individu dengan Allah,
sesama manusia dan alam semesta. Pendidikan Islam mengorientasikan
pada pembentukan dan penempatan manusia sebagai insan kamil yang pada
perkembangannya mampu menerjemahkan dan mengamalkan ajaran-ajaran
Islam secara kontekstual serta tetap konsisten membawa misi pencerdasan
dan pembebasan sehingga pada akhirnya menyadari eksistensinya sebagai
„kholifatullahu fil ardl yang terukir dalam surat Al-Baqarah ayat 30 yang
berbunyi:
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
Permasalahan
1. Bagaimana setting sosial Imam al Ghazali?
2. Bagaimana konsep pendidikan akhlak dalam perspektif al
Ghazali?
3. Bagaimana implementasi konsep pendidikan akhlak dalam
perspektif al Ghazali dengan pendidikan Islam di Indonesia masa
sekarang?
Tinjauan Pustaka
Sebelum penulis membahas lebih lanjut yang menjadi inti
permasalahan dan untuk menghindari kesalahan penafsiran, maka perlu
penulis jelaskan istilah-istilah yang berkaitan dengan judul di atas yaitu
antara lain:
A. Konsep
Concept berarti konsep, buram, bagan, dan rencana (M. echols dan
Shadily, 1976: 135). Konsep adalah ide abstrak dari peristiwa konkret yang
dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau pengolongan yang pada
umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata (KBBI,
2007: 588)
B. Pendidikan Akhlak
Kata pendidikan merupakan bentuk konfiks (imbuhan yang berada
di awal dan di akhir) yang memiliki imbuhan ke-+-an (Finoza, 1993: 77).
Pendidikan adalah usaha manusia untuk mengembangkan dan mengarahkan
fitrahnya agar dapat berkembang sampai titik optimal untuk menciptakan
tujuan yang dicita-citakan (Arifin, 1988: 12).
Kata akhlak berasal dari bahasa arab ٌ( ُخلُقHakim, 2004: 170) yang
ini merupakan bentuk jamak dari ق ٌُ ُ ا َ ْل ُخلyang berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat (IAIN Walisongo, 1999: 109). Jadi Akhlak adalah
sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya
dan selalu ada padanya. Sifat ini dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut
akhlak yang mulia, atau perbuatan buruk, disebut akhlak yang tercela sesuai
dengan pembinaannya (Asmaran, 1992: 1). Sedangkan menurut al-Ghazali
akhlak adalah kondisi jiwa yang telah tertanam kuat, yang darinyaa terlahir
sikap amal secara mudah tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan
(Ahmadi, 2004: 13).
Jadi pendidikan akhlak adalah pengembangan nilai-nilai atau tata
cara untuk mewujudkan titik optimal akhlak, sehingga dapat bersikap
dengan baik dan dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk.
D. Al Ghazali
Al Ghazzali adalah ulama besar yang sangat berpengaruh pada
masanya dan memiliki karya-karya yang sangat banyak dan sangat terkenal
di berbagai belahan dunia yang banyak diterjemahkan dalam berbagai
bahasa (Ghazali, 2007: iii).
Metode Penelitian
Penelitian ini sifatnya literatur (kepustakaan), sehingga penelitian ini
menggunakan kajian terhadap buku-buku yang ada kaitannya dengan judul
skripsi ini, yaitu buku-buku Al Ghazali dan buku-buku lain tentang
pendidikan akhlak.
Pembahasan
A. Tinjauan tentang Pendidikan Akhlak dalam Islam
1. Definisi Pendidikan
Menurut Soegarda Poerbakawatja, pendidikan adalah usaha secara
sengaja dari orang dewasa dengan pengaruhnya meningkatkan si anak
untuk mencapai kedewasaan yang dapat diartikan mampu memikul
tanggung jawab atas segala perbuatan secara moril. Jadi pendidikan itu
penting bagi si anak yang mana sangat berpengaruh pada sikap dan
tanggung jawab seperti layaknya orang dewasa. Pendidikan juga merupakan
salah satu aspek yang memiliki peranan pokok dalam pembentukan
manusia menjadi insane yang sempurna (Poerbakawatja, 1982: 257).
Pendidikan bukanlah sekedar mengasuh, memelihara atau mendidik
anak didik, namun pendidikan merupakan pengembangan pengetahuan,
keterampilan maupun kepandaian dengan adanya pegajaran, latihan-latihan
atau pengalaman-pengalaman. Lebih lanjut anak didik yang di didik secara
bertahap dengan memperhatikan usia maupun kemampuan anak. Di
samping itu ada juga yang mengatakan pendidikan berasal dari kata
tarbiyah, ta‟lim, dan ta‟dib. Merujuk pada ayat dalam al-Qur‟an al karim
(Achmadi, 1992: 16).Misalnya dalam surat al-Isra : 24 yang artinya:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil". Dalam surat al-Alaq : 5 artinya : “Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Iman kepada Allah yaitu dengan cara mempercayai zat, sifat, dan
fa‟alnya. Artinya hanya Allah sajalah yang pantas dan berhak disembah,
karena hanya Allah yang menciptakan alam semesta yang bersifat dengan
segala sifat kesempurnaan dan berbeda dengan sifat yang ada pada
makhluknya. Segala apa yang diciptakan oleh Allah itu merupakan
ciptaanNya sendiri tanpa campur tangan lainnya, dan tidak ada
seseorangpun dapat meniru dan menyerupaiNya ( Departemen Agama RI,
2002: 63 ).
Bagi Negara Indonesia tidak bisa diragukan lagi tentang kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ini jelas sudah tertuang dalam dasar Negara
Indonesia yaitu pancasila dalam sila yang pertama. Bangsa Indonesia
percaya bahwa kita bahwa kita adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa dan mempercayai akan segala kekuasaanNya. Bagi umat Islam percaya
kepada Tuhan merupakan rukun Iman yang pertama dan mutlak harus
dipercayai dan tidak bisa ditawar-tawar lagi ( Labib dan Ahnan, 2000: 95-
96).
Iman merupakan kepercayaan yang bersifat mutlak dan bulat yang
wajib dimiliki setiap individu. Dengan percaya dan mengimani Allah maka
secara tidak langsung sudah meliputi didalamnya percaya kepada hari
kemudian, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, dan
qadha dan qadarNya. Kepercayaan yang bersifat mutlak itu harus
mengandung tiga unsur yaitu:
- Diikrarkan dengan lisan
- Dipatrikan dalam hati
- Dilaksanakan dengan anggota badan
tentang ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT. Sehingga ini sangat cocok
diterapakan dan diajarkan untuk pendidikan akhlak bagi bangsa Indonesia.
Sebagaimana keterangan diatas maka pendidikan keimanan di Indonesia
pada saat ini juga dibutuhkan, sesuai dengan pendidikan akhlak anak yang
telah dikemukakan oleh Ulama besar yaitu Imam al Ghazali.
2) Taat dan Beribadah kepada Allah
Taat kepada Allah berarti menjalankan segala perintah Allah dan
menjauhi segala laranganNya sehingga dikatakan hamba Allah yang bisa
mengabdikan diri kepada Allah sesuai tugas sebagai khalifah fil ardh untuk
beribadah sesuai ketetapan yang berlaku. Taat dan beribadah tentu saja
tidak meninggalkan konsep syari‟at, syari‟at menurut bahasa berarti “jalan
yang lurus”. Para ahli dalam bidang fiqh memakai kata syari‟at ini sebagai
nama hukum yang telah ditetapkan oleh Allah SWT untuk para hambaNya
dengan perantara Rasullulah saw supaya para hambaNya melaksanakan
dengan dasar iman.
dalam Islam terdapat hak-hak dalam bertetangga yaitu dengan berbuat baik
kepadanya dan menjauhkan diri dari menganggunya. Jar atau tetangga itu
meliputi semua orang yang berdekatan tempatnya. Termasu di dalamnya
orang muslim atau orang kafir, abid atau fasik, teman, seteru, pribumi,
orang asing baik kerabat maupun bukan, baik dekat maupun jauh
rumahnya.sedangkan memuliakan tetangga itu merupakan sebagian dari
Iman itu merupakan upaya dalam pembinaan iman ( Departemen Agama
RI, 2002: 201 ). Berbuat baik kepada tetangga ( jar ) ialah dengan cara
menyampaikan bermacam-macam kebajikan sesuai dengan
kesanggupannya. Seperti member hadiah, memberi salam, bermanis muka
di kala berjumpa dan lain sebagainya ( Departemen Agama RI, 2002: 202 ).
Melihat uraian tersebut, maka pendidikan Islam di Indonesia juga
mempergunakan ajaran akhlak kepada tetangga dalam pendidikan sesuai
dengan apa yang dilakukan Imam al Ghazali dalam membentuk akhlak anak
didik.
d. Metode Cerita
Dalam pendidika Islam ada berbagai cara yang dilakukan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Salah satunya dengan metode cerita
dengan cara menceritakan peristiwa-peristiwa bersejarah, contoh-contoh
tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa
berjalan, berjalanpun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan
mengunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebalinya,
pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh
sehingga mudah disetir, dimangfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk
itu penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak
didik.lalu apa pendidikan karakter itu?
Jadi, pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada
pembentukan nilai-nilai karakter pada anak didik. Ciri pendidikan karakter :
a. Setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normative
b. Membangun rasa percaya diri dan keberanian
c. Adanya otonomi
d. Keteguhan dan kesetiaan
Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum,
diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran.
Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar
sebaiknyaditerapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-
generasi Indonesia yang unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan
karakter. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk implementasi
materi, tujuan, dan metode pendidikan di Indonesia di Indonesia masih
sangatlah kurang akan tetapi untuk sistem dunia pendidikan sangatlah
relevan dengan pendidikan yang ada, ini sesuai konsep pendidikan akhlak
yang ditawarkan oleh Imam al Ghazali. Untuk itu seharusnya pendidikan
afektif harus di utamakan dan diperhatikan daripada pendidikan kognitif
maupun pendidikan psikomotorik.
Kesimpulan
Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan :
1. Imam al Ghazali dilahirkan pada tahun 1058/1059 di kota Tus, sebuah
kota kecil di Khurasan yang sekarang adalah Iran. Imam al Ghazali
Daftar Pustaka
MZ, Labib & Ahnan Maftuh. 2000. Mutiara Makrifat. Gresik : Bintang
Pelajar.
Qardhawi, Yusuf. 2003. Halal Haram dalam Islam. Solo: Era Intermedia.
Abstract
Maroqiy book Kitab al "Ubudiyah discusses some of the morals and
manners that we need to apply in life, good family environment, school or
community that will create private-mannered appropriate guidance al qur"
an. It is a literary research by seeking to collect, read and analyze books in
relevance to the research problem, then processed according to the writer's
ability. After the author obtaining relevant references then the data is
compiled, analyzed to derive conclusions. To achieve success in the
educational process, the material in the book al Maroqiy "Ubudiyah is
significantly important as a reference in order to achieve educational
success. The material presented is not only refers to the relationship between
human and God, but also in human relations as adab towards parents,
teachers, friends and relatives. Relevance of education of personality in the
book Al- Maroqiy "Ubudiyah have proper conformity with education
personality required by today's generation, both the values and educational
purposes of personality. If the educational value of personality in the book
Al- Maroqiy Ubudiyah exemplified or taught to students, it will produce
virtuous generations and lift this nation as a virtuous nation.
Pendahuluan
Berbagai pertanyaan muncul dari kalangan orang tua, yang
menginginkan agar jiwa anak-anaknya tumbuh dalam pantulan cahaya
Allah. Keinginan yang wajar dan mulia, karena anak-anak adalah harapan di
masa depan yang di sebut dalam Al Qur‟an sebagai generasi yang qurrota
a‟yun (menyejukkan matahati). Generasi itu disebut sebagai anak-anak
saleh. Sebuah figur kesalehan bukan pada pakaian, bukan pula pada disiplin
belajar, juga bukan pada kepandaiannya membaca Al Qur‟an,
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan
sebelumnya permasalahan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimana konsep pendidikan adab dan kepribadian dalam kitab
Maroqiy Al-„Ubudiyah?
2. Bagaimana relevansi konsep pendidikan adab dan kepribadian dalam
kitab Maroqiy Al-„Ubudiyah dalam konteks pendidikan Islam di
Indonesia?
Tinjauan Pustaka
A. Sosiohistoris Nawawi Al-Bantani
Bernama lengkap Abu Abdullah al-Mu‟thi Muhammad Nawawi bin
Umar al-Tanari al-Bantani al-Jawi, Syekh Nawawi sejak kecil telah
diarahkan ayahnya, KH. Umar bin Arabi menjadi seorang ulama. Setelah
mendidik langsung putranya, KH. Umar yang sehari-harinya menjadi
penghulu Kecamatan Tanara menyerahkan Nawawi kepada KH. Sahal,
ulama terkenal di Banten. Usai dari Banten, Nawawi melanjutkan
pendidikannya kepada ulama besar Purwakarta Kyai Yusuf. Ketika berusia
15 tahun bersama dua orang saudaranya, Nawawi pergi ke Tanah Suci untuk
menunaikan ibadah haji. Tapi, setelah musim haji usai, ia tidak langsung
kembali ke tanah air. Dorongan menuntut ilmu menyebabkan ia bertahan di
Kota Suci Mekkah untuk menimba ilmu kepada ulama-ulama besar
kelahiran Indonesia dan negeri lainnya, seperti Imam Masjidil Haram Syekh
Ahmad Khatib Sambas, Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni, Syekh
Nahrawi, Syekh Ahmad Dimyati, Ahmad Zaini Dahlan, Muhammad Khatib
Hambali, dan Syekh Abdul Hamid Daghestani (Dhofier, 2001: 18). Tiga
tahun lamanya ia menggali ilmu dari ulama-ulama Mekkah. Setelah merasa
bekal ilmunya cukup, segeralah ia kembali ke tanah air. Ia lalu mengajar di
pesantren ayahnya. Namun, kondisi tanah air tidak menguntungkan
pengembangan ilmunya. Saat itu, hampir semua ulama Islam. mendapat
tekanan dari penjajah Belanda. Keadaan itu tidak menyenangkan hati
Nawawi. Lagi pula, keinginannya menuntut ilmu di negeri yang telah
menarik hatinya, begitu berkobar. Akhirnya, kembalilah Syekh Nawawi ke
Tanah Suci. Kecerdasan dan ketekunannya mengantarkan ia menjadi salah
satu murid yang terpandang di Masjidil Haram. Ketika Syekh Ahmad Khatib
Sambas uzur menjadi Imam Masjidil Haram, Nawawi ditunjuk
menggantikannya. Sejak saat itulah ia menjadi Imam Masjidil Haram
dengan panggilan Syekh Nawawi al-Jawi. Selain menjadi Imam Masjid, ia
juga mengajar dan menyelenggarakan halaqah (diskusi ilmiah) bagi
muridmuridnya yang datang dari berbagai belahan dunia. Laporan Snouck
Hurgronje, orientalis yang pernah mengunjungi Mekkah ditahun 1884-1885
menyebut, Syekh Nawawi setiap harinya sejak pukul 07.30 hingga 12.00
memberikan tiga perkuliahan sesuai dengan kebutuhan jumlah muridnya. Di
antara muridnya yang berasal dari Indonesia adalah KH. Kholil Madura,
K.H. Asnawi Kudus, K.H. Tubagus Bakri, KH. Arsyad Thawil dari Banten
dan KH. Hasyim Asy‟ari dari Jombang. Mereka inilah yang kemudian hari
menjadi ulama-ulama terkenal di tanah air.
Sejak 15 tahun sebelum kewafatannya, Syekh Nawawi sangat giat
dalam menulis buku. Akibatnya, ia tidak memiliki waktu lagi untuk
mengajar. Ia termasuk penulis yang produktif dalam melahirkan kitab-kitab
mengenai berbagai persoalan agama. Paling tidak 34 karya Syekh Nawawi
tercatat dalam Dictionary of Arabic Printed Books karya Yusuf Alias Sarkis.
Beberapa kalangan lainnya malah menyebut karya-karyanya mencapai lebih
dari 100 judul, meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti tauhid, ilmu kalam,
sejarah, syari‟ah, tafsir, dan lainnya. Di antara buku yang ditulisnya dan
mu‟tabar (diakui secara luas–Red) seperti Tafsir Marah Labid, Atsimar al-
Yaniah fi Ar- Riyadah al-Badiah, Nurazh Sullam, al-Futuhat al-Madaniyah,
Tafsir Al- Munir, Tanqih Al-Qoul, Fath Majid, Sullam Munajah, Nihayah
Zein, Salalim Al-Fudhala, Bidayah Al-Hidayah, Al-Ibriz Al-Daani, Bugyah
Al-Awwam, Futuhus Samad, dan al-Aqdhu Tsamin. Sebagian karyanya
tersebut juga diterbitkan di Timur Tengah. Dengan kiprah dan karya-
karyanya ini, menempatkan dirinya sebagai Sayyid Ulama Hijaz hingga
sekarang. Dikenal sebagai ulama dan pemikir yang memiliki pandangan dan
pendirian yang khas, Syekh Nawawi amat konsisten dan berkomitmen kuat
bagi perjuangan umat Islam. Namun demikian, dalam menghadapi
pemerintahan kolonial Hindia Belanda, ia memiliki caranya tersendiri.
Syekh Nawawi misalnya, tidak agresif dan reaksioner dalam menghadapi
kaum penjajah. Tapi, itu tak berarti ia kooperatif dengan mereka. Syekh
Nawawi tetap menentang keras kerjasama dengan kolonial dalam bentuk
apapun. Ia lebih suka memberikan perhatian kepada dunia ilmu dan para
anak didiknya serta aktivitas dalam rangka menegakkan kebenaran dan
agama Allah SWT. Dalam bidang syari‟at Islamiyah, Syekh Nawawi
mendasarkan pandangannya pada dua sumber inti Islam, Alquran dan Al-
Hadis, selain juga ijma‟ dan qiyas. Empat pijakan ini seperti yang dipakai
pendiri Mazhab Syafi‟iyyah, yakni Imam Syafi‟i. Mengenai ijtihad dan
taklid (mengikuti salah satu ajaran), Syekh Nawawi berpendapat, bahwa
yang termasuk mujtahid (ahli ijtihad) mutlak adalah Imam Syafi‟i, Hanafi,
Hambali, dan Maliki. Bagi keempat ulama itu, katanya, haram bertaklid,
sementara selain mereka wajib bertaklid kepada salah satu keempat imam
mazhab tersebut. Pandangannya ini mungkin agak berbeda dengan
kebanyakan ulama yang menilai pintu ijtihad tetaplah terbuka lebar
sepanjang masa. Barangkali, bila dalam soal mazhab fikih, memang
keempat ulama itulah yang patut diikuti umat Islam kini
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Library Research. Wasito (1993: 10)
mengartikan Library Research adalah jenis penelitian yang data-datanya
diambil dari perpustakaan artinya penelitian literature yang dilakukan
dengan penelitian menggali dan menganalisa data dari bahan-bahan tertulis
di perpustakaan yang relevan dengan masalah-masalah yang diangkat.
Oleh Nasir (1983: 3), dikatakan bahwa penelitian kepustakaan
dilakukan karena sumber-sumber datanya, baik yang utama (Primary
Resources) maupun pendukungnya (Secondary Resources), berasal dari
karya tulis yang dipublikasikan. Dalam penelitian ini, menggunakan teknik
dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan menghimpun
buku-buku dan dokumentasi yang relevan dengan sumber data dalam
penelitian ini. Setelah data terkumpul, maka dilakukan penelaahan secara
kritis, sistematis, dalam hubungan dengan masalah yang diteliti sehingga
diperoleh data atau informasi untuk dideskripsikan sesuai dengan pokok
masalah (Azwar, 1988: 36).
Adapun sumber data, baik sumber primer maupun sumber sekunder
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Sumber primer, yakni kitab Maroqiy Al-„Ubudiyah
b. Sumber sekunder, yakni buku-buku atau tulisan-tulisan lainnya yang
mempunyai pembahasan yang erat hubungannya dengan sumber primer
yang dapat membantu menganalisa dan memahami bahan bahan yang ada
dalam sumber primer.
Metode analisis data yaitu cara penanganan terhadap suatu obyek
ilmiah tertentu dengan cara memilah-milah pengertian yang satu dengan
yang lain (Soemargono, 1983: 2). Dengan menggunakan metode ini bukan
untuk memperoleh pengertian baru, tapi hanya mendapatkan penjelasan
suatu pengertian dari penelaahan obyek penelitian. Untuk memahami obyek
penelitian ini penulis menggunakan metode analisis sebagai berikut:
a. Interpretasi
Isi buku diselami untuk dapat secepat mungkin menangkap arti dan
nuansa uraian yang disajikan (Zubair, 1999: 69) yaitu dengan mengacu
pemikiran Nawawi dalam kitab Maroqiy Al-„Ubudiyah.
b. Metode Induksi
Suatu pola pikir dari hal-hal yang bersifat khusus ditarik generalisasi
yang bersifat umum. Yaitu dengan memahami kisah orang terdahulu, seperti
nabi Muhammad dan Ghozali.
c. Metode Deduksi
Apa yang dipandang benar pada suatu peristiwa. Hal ini adalah suatu
proses berpikir dari pengetahuan yang bersifat umum dan berangkat dari
pengetahuan tersebut, ditarik suatu pengertian yang khusus (Zubair, 1999:
69). Dalam metode ini penulis mencermati dari kehidupan dan peristiwa
yang ada di lingkungan pesantren dan sekitar.
Pembahasan
A. Signifikansi Pemikiran Nawawi Dalam Kitab Maroqiy Al-’ubudiyah
dalam Pendidikan di Indonesia
Seorang anak, adalah ibarat benih kecil yang membutuhkan
perawatan secara ekstra, hingga menjadi tumbuh besar berkekuatan. Pada
fase pertamanya, Ia juga membutuhkan perhatian, pengawasan dan arahan
sampai pada akhirnya mereka tumbuh besar dengan kebaikan-kebaikan yang
melekat pada dirinya. Manakala pertumbuhan mereka diabaikan dengan
tanpa adanya perhatian sama sekali tentunya kelak mereka akan tumbuh
besar menjadi orang yang sulit untuk diarahkan dan diperbaiki. Oleh karena
itu, sebagai generasi penerus bangsa anak harus dididik sejak dini untuk
perkembangan pribadinya sesuai dengan Al-Quran dan sunnah Nabi
Muhammad, dan hendaknya mereka diberi perhatian secara khusus dalam
masalah pendidikan pada masa perkembangannya sampai dewasa.
sedikitpun, tentu dia akan rusak dan menderita. Untuk itu membimbing dan
menanamkan adabadab yang terpuji kepada anak merupakan cara
pendidikan adab dan kepribadian yang berhasil, dengan kata lain yaitu
“Adab bisa berguna selagi anak dalam kedinian dan tiada lagi berguna
setelah itu, ibarat ranting kecil akan lurus jika diluruskan, tiada lurus jika ia
menjadi batang yang kaku”.
Pendidikan adab dan kepribadian untuk generasi sekarang ini juga
dihadapkan pada persoalan-persoalan yang cukup kompleks, yakni
persoalan reformasi dan globalisasi menuju masyarakat Indonesia yang baru.
Tantangan yang dihadapi sekarang adalah bagaimana upaya untuk
membangun paradigma baru pendidikan Islam, visi, misi, dan tujuan, yang
dididukung dengan system kurikulum atau materi pendidikan, manajemen,
dan organisasi. Metode pembelajaran untuk dapat mempersiapkan manusia
yang berkualitas, bermoral tinggi dalam menghadapi perubahan masyarakat
global begitu cepat, sehingga produk pendidikan Islam tidak hanya melayani
dunia pendidikan Islam saja, tetapi mempunyai pasar baru atau mampu
bersaing secara kompetitif dan proaktif dalam dunia modern. Perubahan
yang perlu dilakukan pendidikan Islam, yaitu:
1. Membangun sistem pendidikan Islam yang mampu mengembangkan
sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu mengantisipasi
kemajuan iptek untuk menghadapi tantangan dunia global yang
dilandasi nilai- nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan budaya.
2. Menata manajemen pendidikan Islam yang berorientasi pada
manajemen sekolah agar mampu menyerap aspirasi masyarakat, dan
dapat mendayagunakan potensi masyarakat dalam rangka
penyelenggaraan pendidikan islam yang berkualitas.
3. Meningkatkan demokratisasi penyelenggaraan pendidikan Islam secara
berkelanjutan dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat agar dapat
menggali serta mendayagunakan potensi masyarakat.
yang wajib maupun yang sunnah. Menghargai setiap orang yang memiliki
keutamaan dan menghargai orangorang yang patut dihargai menurut derajad
mereka, seperti guru, orang tua dan teman. Kitab ini juga menjelaskan
akhlak tercela (madzmumah) yang harus ditinggalkan, seperti contoh
meninggalkan maksiat, karena jika maksiat merajalela di masyarakat, maka
tidak bisa diharapkan terwujudnya keamanan dan kedamaian dalam
kehidupan bersama.
Maka dari itu, kitab ini sangat urgen dalam proses penanaman
akhlak anak dalam rangka pembentukan adab dan kepribadian anak yang
shalih dan shalihah karena jika bumi ini diwariskan kepada generasi-
generasi yang tidak bertanggungjawab, yang terjadi hanyalah kemaksiatan
dan kemungkaran. Hal ini akan dapat membawa malapetaka dan nestapa di
muka bumi ini.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam bab-bab yang telah lalu, maka penulis
dapat mengemukakan kesimpulan sebagai berikut:
1. Kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah merupakan buah karya Syekh Muhammad
Nawawi Bin Umar Al Jawi putra dari Umar Bin Arabi. Kitab Maroqiy
Al- ‟ubudiyah terdiri dari tiga bagian, bagian pertama berisi tentang
adab ketaatan, bagian kedua berisi tentang adab meninggalkan maksiat,
dan bagian ketiga berisi tentang adab pergaulan. Materi yang ada dalam
kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah sangat signifikan jika dipakai sebagai
acuan dalam upaya mencapai keberhasilan pendidikan islam di
Indonesia. Materi yang disajikan tidak hanya mengacu pada hubungan
antara manusia dengan Allah, melainkan juga hubungan antar manusia,
seperti adab terhadap orang alim, guru, ornag tua dan teman. Kitab
Maroqiy Al-‟ubudiyah kurang efisien jika dipakai dalam proses
pendidikan, karena adanya kemajuan teknologi zaman, sehingga
diperlukan pemikiran pembaharuan lagi untuk penyesuaian dengan
kemajuan zaman globalisasi, pemikiran dan mampu bersaing dalam
dunia modern.
2. Relevansi kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah terhadap pendidikan islam di
Indonesia sangatlah berkesinambungan karena baik dari segi materi isi
kitab, nilai pendidikan adab kepribadian dan tujuan pendidikan dalam
kitab ini sangatlah cocok untuk dipakai oleh lembaga-lembaga
pendidikan Islam di Indonesia sehingga terciptalah generasi islam yang
berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. Kitab Maroqiy Al-
‟ubudiyah telah digunakan di lembaga pendidikan nonformal. Peserta
didik yang mau mempelajari kitab ini akan mendapatkan hal-hal yang
positif, dengan modal adab dan kepribadian yang luhur. Dalam
pembentukan kepribadian, perlu adanya loyalitas terhadap 2 sumber
pokok ajaran islam (al Qur‟an dan Hadits), serta sifat konsistensi dan
kesungguhan dalam penerapan kehidupan sehari-hari. Peserta didik
yang tidak mengindahkan kitab ini dan tidak menyadari akan urgennya
pendidikan adab kepribadian, maka hal tersebut akan menimbulkan
dekadensi moral pada generasi islam. Maka dalam rangka penerapan
kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah, seorang guru harus juga memberikan
keteladanan tidak hanya memberikan ceramah di kelas saja tetapi
nasehat dan kebiasaan yang tepat.
Daftar Pustaka
Al Hasani. 2012. Syekh Nawawi Al Bantani. Scribd (online).
http://search.yahoo.com. Diakses 12 September 2012
Al jawi Muhammad Nawawi. Tanpa tahun. Maroqil Ubudiyah Syarah
Bidayah Al-Hidayah terjemahan oleh Zaid Husain Al Hamid. 2000.
Surabaya: Mutiara Ilmu.
Arifin, Agus Zainal. 2012. Syaikh Nawawi Al-Bantani Al Jawi (2). : Karya
dan Karomahnya (online).
http://www.scribd.com/doc/70955099/syaikhnawawialbantani. diakses
12 September 2012
Arifin, HM. 1991. Kapita Selecta Pendidikan Islam dan Umum.Jakarta Bumi
Aksara.
Ash Shieddiqy, Tm. Hasbi: 1977. Tafsir Al Bayaan. Jakarta: Ladjnah
Pentashih Mashaf.
Bakker, Anton, & Ahmad Charris Zubair. 1990. Metodologi Penelitian
Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Depag RI. 1987. Ensiklopedia Islam di Indonesia. Jakarta: IAIN.
Dhofier, Zamakhsari. 2001. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES
Hasan. Ahmad Rifai: 1987. Warisan Intelektual Islam Indonesia. Bandung:
Mizan.
Langgulung, Hasan. 1995. Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa
Psikologis Filsafat dan Pendidikan. Jakarta: Al Husna Zikra.
Dadang Kurniawan
Instansi
Abstract
This research is aimed at answer 1) How is the concept of parental education
on children contained in the Qur'an letter an- Nisā'ayat 9 and at-Tahrim
paragraph 6. 2) How is the implementation of parental education on children
contained in the Qur'an Surat an-Nisa 'verse 9 and at-Tahrim paragraph 6.
To answer these questions, the researchers used library research method, to
make the Koran and the hadiths of the Prophet or books as objects of
research. The verses of the Koran related with parental education on
children were collected. Then the verses were compiled and linked between
one verse with another verse, in the later stages to analyze its content
(content analysis). The findings in this study gave a lot of knowledge about:
the education of parents in children are important and have been described
in the Qur'an Surat an-Nisa 'verse 9 and at-Tahrim verse 6. In addition to
keep the family from the torment of hell, parents’ education to children is
functioned as the provision of life of children when their parents have died.
People who implement such education be easy in living faith and devotion
to Allah and His Messenger. Because of the importance of faith and
devotion to Allah and His Messenger, people should understand what is
explicit and implied in it. Referring to these findings, the study recommends
that, parental education on children in the Koran is actually to be implanted
in children as early as possible.
Keywords: parents’ education, children, the Koran
Pendahuluan
Islam adalah agama yang mengajarkan umatnya agar dapat
menjalani kehidupan dunia dan akhirat dengan baik. Untuk itu, Islam
memberikan jalan tebaik agar seseorang mampu menggapainya. Islam juga
memberikan ajaran yang sangat universal demi keberlangsungan hidup
manusia. Hal itu diuraikan dalam al-Qur’an dengan sangat gamblang dan
jelas. Diantaranya, bagaimana menjadikan kepribadian lebih baik,
mengembangkan potensi, membangun umat yang dapat bekompetisi dengan
Kedua ayat di atas dengan jelas menegaskan kepada orang tua untuk
menjalankan amanah (seorang anak) yang Allah berikan kepada para orang
tua, bukan hanya menjaga anak mereka masing-masing melainkan mereka
(orang tua) juga wajib memberikan ilmu pendidikan kepada anak-anaknya
sebagai pertanggungjawaban orang tua pada anak dan kepada Allah SWT
baik di dunia maupun di akhirat nanti.
Memegang atau melaksanakan amanah itu bukanlah pekerjaan yang
mudah. Ia memerlukan perjuangan yang ekstra berat dan panjang. Oleh
karenanya, tidak semua akan mampu melaksanakan amanah itu, dan orang-
orang yang mampu melaksanakan amanah adalah mereka yang telah lolos
dari ujian Allah yang sangat besar itu.
Betapa riang jiwa. Betapa bening mata, ketika melihat buah hatinya
adalah anak-anak yang saleh salihah, yang bejalan di atas muka bumi, ketika
jantung hatinya adalah anak yang memperjuangkan agama Allah di tengah-
tengah jajaran manusia. Namun, apakah cukup bagi orang tua dengan
menunaikan tanggungjawab dan kewajiban tesebut, lantas ia bersantai, atau
hanya menyerahkan kepada guru dan lingkungan bermain saja. (Ulwan,
1981: 1)
Rasulullah SAW bersabda :
ٌٌوٌفَ ِرُُ ْو، َ ٌعلَ ْي َه َاو ُه ْمٌا َ ْبنَا ُء
َ ع ْش ٍر َ ٌَو ُه ْمٌا َ ْبنَا ُءٌ َسب ِْعٌ ِسنِيْن
َ ٌٌواض ِْرب ُْو ُه ْم، َ ُم ُر ْوٌأ َ ْو ََلدَ ُك ْمٌ ِباٌل
َ ِص ََلة
}ٌكتابٌالصَلة:٨١٥ٌ:ٌٌنمرة:ٌ{سننٌابيٌداود.اج ِع ِ ض
َ ٌال َم ْ علَ ْي ِه ْمٌف ِْيَ
Artinya: suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat, ketika mereka
beusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika enggan, ketika mereka
maupun modern) yang secara mendasar filsafat Barat bertolak dari beberapa
pandangan, diantaranya: humanisme, rasionalisme, empirisme dan
positivisme.
Humanisme memposisikan manusia memiliki kemampuan mengatur
dirinya dan alam. Rasionalisme mendasarkan kebenaran pada pertimbangan
ide rasional belaka. Empirisme yang mendasarkan kebenaran pada peranan
indra. Pandangan ini dikokohkan oleh aliran realisme yang menegakkan
kenyataan fisik sebagai kenyataan sebenarnya. Postivisme menekankan
kebenaran pada realitas logis dengan bukti empiris yang terukur. (Huda,
2008: 9-10)
Selain itu, penulis juga mendengarkan ceramah dalam pengajian
yang disampaikan oleh Gus Yusuf Khudlori. Seorang tokoh
NahdlatulUlama (NU) di desa Tegalrejo, putra dari almarhum Bapak
Khudlori. Seorang Kiai yang sangat disegani dan dihormati di kota
Magelang. Beliau mengatakan “ semua orang tua itu wajib hukumnya
mendidik putra-putrinya dengan baik, terlebih lagi pendidikan keagamaan,
pendidikan agama kepada anak dapat diibaratkan seperti pondasi dalam
sebuah bangunan. jika kita ingin membuat rumah, langkah awal yang harus
kita lakukan adalah membuat atau memikirkan fondasinya terlebih dahulu,
barulah kemudian, kita membuat atau memikirkan tentang tiang, jendela,
pintu, atap dan lain sebagainya. Begitu juga dengan anak kita, jika kita ingin
menjadikan atau memikirkan masa depan anak, terlebih dahulu yang harus
kita lakukan adalah mendidiknya dengan ilmu agama, barulah kita
memberikan ilmu yang lainnya. sehingga, ketika anak tumbuh besar dan
memiliki jabatan dalam sebuah instansi, ia akan mampu menjalankan dan
bertanggungjawab atas pekerjaannya dengan baik. Setidaknya anak tersebut
bisa dipercaya dan diandalkan oleh Bos atau teman kerjanya”.
Dari kutipan di atas dapat penulis simpulkan bahwasannya, betapa
pentingnya pendidikan Islam dalam keluarga, terlebih kepada anak-anaknya.
Jika kita menginginkan masa depan anak menjadi baik saat mereka dewasa
nanti, langkah awal yang harus orang tua lakukan adalah mendidik anak
dengan pendidikan agama.
Allah berfirman dalam al-Qur’an mengenai pendidikan anak, dalam
beberapa ayat, antara lain:
Pertama, dalam Q.s. al-Kahfi aya 46
ّٰ ٌٌٌٌۖو ْال ٰبق ِٰيتُ ٌٌٌٌال
َ َص ِلحٰ تُ ٌٌٌٌ َخيْرٌٌٌٌعِند
ٌ ٌٌٌٌَربِِك ْ ٌٌٌٌُزينَة
َ ٌٌٌٌٌٌٌٌال َحيَ ٰوةٌٌٌٌِالدُّ ْنيَا ِ ٌٌٌٌَُو ْالبَنُون
َ ْال َمال
َ
ٌٌ﴾٨٤:اٌٌٌٌو َخيْرٌٌٌٌأ َمَلٌٌٌٌ﴿الكهف َ ٌٌٌث َ َواب
Artinya: harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia,
tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik
pahalanya di sisi tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
Permasalahan
Rumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara
tersurat pertanyaan-pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya. Rumusan
masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang
lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan cakupan
masalah yang telah dilakukan. (Dwiloka, 2012: 28)
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana konsep pendidikan yang orang tua pada anak yang tersirat
dalam al-Qur’an surah an-Nisā’ ayat 9 dan at-Tahrīm ayat 6 ?
2. Bagaimana Implementasi pendidikan orang tua pada anak yang
terkandung dalam al-Qur’an surah an-Nisā’ ayat 9 dan at-Tahrīm ayat
6?
Tinjauan Pustaka
A. Pendidikan
Pendidikan adalah terjemahan dari bahasa yunani, yaitu paedagogie.
Asal katanya adalah pais yang artinya “anak”, dan again yang
terjemahannya adalah “membimbing” dengan demikian maka paedagogie
berarti “bimbingan yang diberikan kepada anak”. Orang yang memberikan
bimbingan kepada anak disebut paedagog. Dalam perkembangannya
2. Dilihat dari segi kata dasar “salima” yang berarti selamat, sejahtera,
sentosa, bersih, dan bebas dari cacat dan cela.
3. Dilihat dari kata dasar “salaam” maka berarti damai, aman tentram.
Pendidikan Islam adalah suatu proses penggalian, pembentukan,
pendayagunaan dan pengembangan pikir, dzikir dan kreasi serta potensi
manusia, melalui pengajaran, bimbingan, latihan dan pengabdian yang
dilandasi dan dinapasi oleh nilai-nilai ajaran Islam, sehingga terbentuk
pribadi muslim yang sejati, mampu mengontrol, mengatur dan merekayasa
kehidupan dengan penuh tanggungjawab berdasar nilai-nilai ajaran Islam.
(Ahid, 2010: 153).Pendidikan Islam pada hakekatnya adalah pendidikan
yang berdasarkan atas al-Qur’an dan sunnah Rasul, bertujuan untuk
membentu perkembangan manusia menjadi lebih baik. Karena manusia pada
dasarnya lahir dalam keadaan fitrah, (bertaukhid), pendidikan adalah upaya
seseorang untuk mengembangkan potensi taukhid agar dapat mewarnai
kualitas kehidupan pribadi seseorang. (Thoha, 1996: 25)
Menurut Achmadi, (1992: 20), pendidikan Islam adalah “segala
usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta
sumberdaya insani yang ada padanya menuju terbenuknya manusia
seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma islam.”
C. Anak
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2007: 41), disebutkan
bahwa anak adalah manusia yang masih kecil (berumur 6th). Anak
merupakan tumpuan harapan zaman depan, bukan saja sebagai penyambung
keturunan, tetapi anak juga sebagai penerus yang akan melanjutkan cita-cita
dan perjuangan. (Fachruddin, 1992: 113)
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, anak adalah
manusia yang masih kecil (0-6th) yang akan menjadi penyambung
keturunan dan sekaligus sebagai penerus cita-cita dan perjuangan orang tua.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti tergolong penelitian
pustaka (library research), penelitian tersebut dengan mengumpulkan data-
data yang berhubungan dengan objek penelitian, dengan mengumpulkan
data-data yang diperlukan, baik yang primer maupun yang sekunder, dicari
dari sumber-sumber kepustakaan (seperti buku, majalah, artikel, jurnal).
(Kuswaya, 2009: 11)
Pembahasan
A. Pandangan Beberapa Ahli Tafsir Terhadap Al-Qur’an Surat Al-
Nisā’ Ayat 9 Dan At-Tahrīm Ayat 6
1. Tafsir surat an-Nisā’ ayat 9
ٌٌٌٌعلَ ْي ِه ْم ۟ ٌٌٌٌُضعٰ فاٌٌٌٌخَاف
َ ٌٌٌٌ وا ِ ۟ ش ٌٌٌٌالَّذِينَ ٌٌٌٌلَ ْو ٌٌٌٌت ََر ُك
وا ٌٌٌٌمِ ْن ٌٌٌٌخ َْل ِف ِه ْم ٌٌٌٌذ ُ ِريَّة َ َو ْليَ ْخ
﴾٩:سدِيداٌٌٌٌ﴿النساء ۟ ٌٌٌٌُو ْليَقُول
َ ٌٌٌٌواٌٌٌٌَُ ْوَل َّ
َ ٌٌٌٌََّللا ۟ ُفَ ْليَتَّق
وا
kaum pria (ayah), bukan berarti hanya tertuju kepada mereka. Ayat ini
tertuju kepada perempuan dan laki-laki (Ibu dan ayah) untuk
bertanggungjawab kepada anak-anak dan juga pasangan masing-masing
sebagaimana masing-masing bertanggungjawab atas kelakuannya.
Malaikat yang disifati dengan( )غَلظgilāzh/kasar bukanlah dalam arti
jasmaninya, karena malaika adalah makhluk-makhluk halus yang tercipta
dari cahaya. Atas dasar ini, kata tersebut harus dipahami dalam arti kasar
perlakuannya atau ucapannya. Karena mereka telah diciptakan Allah khusus
untuk menangani neraka. “Hati” mereka tidak iba atau tersentuh oleh
rintisan, tangis atau permohonan belas kasih, mereka diciptakan Allah
dengan sifat sadis, dan karena itu maka mereka()شدادsyidād/keras, yakni
makhluk-makhluk Allah yang keras hatinya dan keras pula perlakuannya.
(Shihab, jilid 14, 2002: 177)
b. Dalam Tafsir Ibnu Katsir
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orangyang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dariapi neraka,” yaitu kamu diperintahkan dirimu
dan keluargamu yang terdiri dari istri, anak, saudara, kerabat, sahaya wanita
dan sahaya laki-laki untuk taat kepada Allah. Dan kamu larang dirimu
beserta semua orang yang berada di bawah tanggungjawabmu untuk tidak
melakukan kemaksiatan kepada Allah. Kamu ajari dan didik mereka serta
pimpim mereka dengan perintah Allah. Kamuperintah mereka untuk
melaksanakannya dan kamu bantu mereka dalam merealisasikannya. Bila
kamu melihat ada yang berbuat maksiat kepada Allah maka cegah dan
larang mereka. Ini merupakan kewajiban setiap muslim, yaitu mengajarkan
kepada orang yang berada di bawah tanggungjawabnya segalasesuatu yang
telah diwajibkan dan dilarang oleh Allah Ta’ala kepada mereka.
Allah SWT berfirman, “Yang bahan bakarnya dari manusia dan
batu,” yaitu yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan jin.
Allah SWT berfirman, “Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,”
yaitu yang tabiatnya kasar. Allah telah mencabut dari hati-hati mereka rasa
kasih sayang terhadap orang-orang kafir. “Yang keras,” yaitu susunan tubuh
yang sangat keras, tebal, dan penampilannya yang mengerikan. Wajah-
wajah mereka hitam dan taring-taring mereka menakutkan. Tidak tersimpan
dalam hati masing-masing mereka rasa kasih sayang terhadap orang-orang
kafir.
Allah SWT berfirman, “Yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.” Yaitu, mereka tidak pernah menangguhkan bila
datang perintah dari Allah walaupun sekejap mata, padahal mereka bisa saja
melakukan hal itu dan mereka tidak mengenal lelah. (Ar-Rifa’i, jilid 4,
2000: 751)
c. Dalam Tafsir Departemen Agama RI
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman
agar menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari
manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah untuk
menyelamatkan mereka dari api neraka. Mereka juga diperintahkan untuk
mengajarkan kepada keluarganya agar taat dan patuh kepada perintah Allah
untuk menyelamatkan mereka dari api neraka. Keluarga merupakan amanat
yang harus dipelihara kesejahteraannya baikjasmani maupun rohani.(Depag
RI, jilid 10, 2009: 204)
nyiakan mereka, begitu juga dalam masalah cinta, keadilan, kasih sayang,
dan seterusnya.
2. Pendidikan Orang Tua pada Anak yang diajarkan dalam al-Qur’an
Surat at-Tahrīm ayat 6
ٌٌٌٌِا َ ُواٌٌٌٌُُ ٰٓوٌ۟اٌٌٌٌأَنف
ٌُ َّس ُك ٌْمٌٌٌٌ َوأ َ ْهلِي ُك ٌْمٌٌٌٌنَاراٌٌٌٌ َوُُودُهَاٌٌٌٌالن ٌ۟ ُٰيٰٓأَيُّ َهاٌٌٌٌالَّذِينٌٌٌٌٌَ َءا َمن
ٰٓ ٰ
ٌٌٌٌَّللاٌٌٌٌَ َمٌا ٌٌٌٌٰٓأ َ َم َر ُه ٌْم
ٌَّ ٌٌٌٌٌَصون ٌ َّ ٌٌٌٌٌَِلظٌٌٌٌٌ ِشدَاد
ُ َلٌٌٌٌيَ ْع ٌ َ علَ ْي َهاٌٌٌٌ َملئِكَةٌٌٌٌٌغ َ َو ْالحِ َج
َ ٌٌٌٌُ ار ٌة
ٌ﴾٤:َويَ ْفعَلُونٌٌٌٌٌَ َماٌٌٌٌيُؤْ َم ُرونٌٌٌٌٌَ﴿التحريم
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang konsep pendidikan orang tua
pada anak yang terkandung di dalam ayat-ayat al-Qur’an yang telah disusun
oleh peneliti, peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Konsep Pendidikan Orang tua ada anak yang terkandung dalam ayat-ayat
al-Qur’an.
Pendidikan orang tua pada anak yang ditanamkan oleh Allah dalam
al-Qur’an surat an-Nisā’ ayat 9 dan at-Tahrīm ayat 6, yaitu meliputi tentang
macam-macam pendidikan. Antara lainsebagai berikut:
a. Pendidikan anak harus di perhatikan lebih serius oleh orang tua.
b. Jangan orang tua mati dengan meninggalkan anak yang lemah, baik
lemah secara iman, fisikal, ekonomi, sosial, mental, dan ilmu
pengetahuan dn teknologi.
c. Pendidikan Keimanan dan ketakwaan
d. Pendidikan keluarga, menjaga keluarga dari siksa neraka dan berkata
benar..
2. Implementasi pendidikan orang tua pada anak dalam al-Quran.
Suatu keberhasilan bagi orang tua adalah ketika mereka mampu
mendidik anak-anak mereka menjadi anak yang kuat. Baik itu kuat
agamanya, ketawaannya kepada Allah, ekonomi, sosial, mental, ilmu
pengetahuan dan teknonologi dan lain sebagainya. Sehingga, ketika mereka
meninggal. Anak-anak mereka bisa hidup mandiri dan beriman kepada
Allah SWT bukan meninggalkan anak yang lemah yang akan menjadi
terlantar dan ingkar kepada Allah SWT.
Abstract
This study discusses the values of moral education in the Al-Hujurat verse
11, 12, and 13. The study focus on how to interpret surah Al-Hujurat verse
11, 12, and 13 in three ways, namely Al- Maraghi, Ibn Kathir and Al-
Misbah and what are the values of moral education contained therein. The
purpose of this study was to determine the interpretation of Surah Al-
Hujurat verse 11, 12, and 13 and to know and apply the values of moral
education in the verse. This study use literary research methods. The results
of this study indicate that all three interpretations, namely Al-Maraghi, Ibn
Kathir and Al-Misbah are comparable, but the explanation in complete and
uncomplete. Additionally verses 11, 12, and 13 of Surah Al-Hujurat have
educational values morality, namely the prohibition of insult, a ban
denounce, ban call with a bad command to repent, prohibition of prejudice,
the ban tajassus, prohibition of backbiting, command devoted, and command
to know each other.
Pendahuluan
Nilai berkaitan erat dengan pendidikan sehingga muncul istilah
pendidikan nilai. Nilai ada bermacam-macam, pada penelitian ini hanya
difokuskan pada nilai pendidikan akhlaq. Nilai yang dimaksud adalah nilai
nilai yang berhubungan dengan tingkah laku yang harus dipegangi dan
dihormati. Pada konteks ini yang dimaksud nilai bukan angka seperti
misalnya Ahmad mendapat nilai 100 dalam ujian akhlaq.
Pendidkan merupakan aspek terpenting dalam membudayakan
manusia. Melalui pendidikan, kepribadian dibentuk dan diarahkan sehingga
dapat membentuk derajat kemanusiaan sebagai makhluk berbudaya yang
berkualitas dan bertanggung jawab serta mampu mengantisipasi masa depan.
Jika mengaku bahwa rosululloh adalah utusan Allah dan sebagai teladan
hidup, maka sebisa mungkin harus mencontoh akhlaq rasululloh.
Akhlaq harus didasari dengan ilmu pengetahuan agar dalam
berakhlaq, atau berperilaku dapat sesuai dengan aturan Islam. Karena itu
sangat penting untuk kesejhteraan manusia dan untuk menjadikan manusia
bisa dihargai orang. Misalnya seseorang ingin mendapatkan jodoh. Dalam
mendapatkannya pasti yang pertama kali dilihat adalah akhlaknya. Kisah
lain pada saat melamar pekerjaan pasti salah satu syaratnya adalah mengenai
akhlaq. Begitu juga dalam memilih pemimpin, yang dipilih juga yang
berakhlak. Terutama akhlaq yang baik. Dengan demikian untuk menentukan
akhlaq seseorang agar sesuai norma Islam maka peran ilmu pengetahuan
sangat menentukan kualitas seseorang. Menurut Soccrates dalam buku
akidah akhlaq karangan mansyur (1998: 90), akhlaq tidak menjadi benar
kecuali jika didasarkan pada ilmu pengetahuan.
Manusia yang memiliki akhlaq dan didasarkan pada ilmu
pengetahuan, sudah pasti akan memiliki kualitas perilaku yang baik,
sebliknya jika tidak didasari dengan ilmu maka kualitas tingkah laku
seseorang akan rendah sehingga hasilnya kurang memuaskan. Akibatnya
dalam bermasyarakat tidak dihargai oleh orang lain. Itu juga bisa
membedakan antara manusia sebagai muslim dengan manusia sebagai
preman. Artinya manusia sebagai muslim sudah pasti berperilaku sesuai
ajaran islam, karena dalam berperilaku tersebut didasari dengan ilmu
pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan. Sedangkan manusia
sebagai preman perilakunya tidak mencerminkan etika yang diharapkan,
sehingga yang dilakukannya adalah mencuri, merampok, dan lain
sebagainya yang dapat mengganggu ketenangan orang lain karena tidak
didasari dengan ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan sangat menntukan
kualitas akhlaq karena juga dapat membentuk hubungan manusia dengan
yang lain. Sejarah mencatat bahwa Soccrates adalah orang yang pertama
merintis berdirinya ilmu akhlaq. Hal ini dapat dibuktikan oleh
Permasalahan
Dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana PenafsiranSurat Al-Hujuratayat 11, 12, dan 13 ?
2. Apa nilai-nilai pendidikan akhlaq yang terkandung dalam surat al
Hujurat ayat 11, 12, dan13?
Tinjauan Pustaka
A. Nilai
B. Pendidikan
Pendidikan yaitu proses penumpukan pengetahuan, ketrampilan, dan
sikap untuk mewujudkan potensi yang ada pada seseorang. (Buchori, 1994:
54). Bisa dipahami bahwa pendidikan merupakan proses untuk
mengembangkan potensi manusia.
C. Akhlaq
Menurut Zainudin Achmad busyra, dalam buku pintar aqidah akhlaq
(2010: 42), menjelaskan bahwa akhlaq adalah keadaan gerak jiwa yang
mendorong melakukan perbuatan dengan tidak memerkukan pikiran. Yang
memiliki prinsip bahwa akhlaq yang baik harus didasarkan pada Alqur’an
dan hadits dan bukan dari tradisi atau aliran-aliran tertentu yang tersesat.
D. Alqur’an
Alqur’an yaitu firman Allah yang diturunkan kepada nabi
Muhammad yang diriwatyatkan dengan jalan mutawatir yang dimulai dari
surat Alfatihah dan diakhiri dengan surat an-nas yang dijadikan pedoman
hidup manusia
E. Tafsir
Tafsir adalah penjelasan terhadap kalam Allah atau menjelaskan
lafadz-lafadz Alqur’an dan pemahamannya. Ilmu tafsir sudah dikenal sejak
zaman rasululloh dan berkembang sampai sekarang. (Masfuk, 1997: 198))
F. Surat Al-Hujurat
Al-Hujurat yaitu surat ke 49 dalam Alqur’an yang terdapat dalam juz
26. Surat Alhujurot artinya adalah kamar-kamar yang terdiri dari 18 ayat,
termasuk surat madaniyah yang diturunkan sesudah surat Al Mujadilah.
(Busyra, 2010: 73)
Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (Library Research),
yang pengumpulan datanya diperoleh dengan penelusuran buku-buku dan
menelaahnya (Sutrisno Hadi, 2004: 11).
Pembahasan
A. Pandangan Beberapa Ahli Tafsir Terhadap Surat al-Baqarah Ayat
183-187
1. Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 183
ٌَعٌلَىٌالَّذِينَ ٌمِ نٌَُ ْب ِل ُك ْمٌلَعَلَّ ُك ْمٌتَتَّقُون ِ ِ علَ ْي ُك ُمٌال
َ صيَا ُمٌ َك َماٌ ُكت
َ ٌِب َ يَاٌأَيُّ َهاٌالَّذِينَ ٌآ َمنُواٌْ ُكت
َ ٌِب
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa (QS. al-Baqarah, 2: 183)
c. Tafsir Muyassar
Wahai orang-orang yang beriman, Allah mewajibkan puasa bulan
Ramadan kepada kalian sebagairnana Dia telah mewajibkan puasa seperti itu
kepada umat-umat sebelum kalian. Maka, laksanakanlah perintah ini
bagaimana mereka melaksanakannya. Karena, sesungguhnya di dalam puasa
itu terdapat hal-hal yang akan mengantarkan kalian kepada ketakwaan. Hal-
hal tersebut di antaranya adalah; ketaatan dalam melaksanakan perintah
mematahkan nafsu amarah, belajar bersabar; menjauhi larangan, melawan
hawa nafsu, memerangi setan, dan kesungguhan dalam beribadah (‘Aidh al-
Qarni, 2007: 140).
2. Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 184
ٌُعلَىٌالَّذِينَ ٌيُطِ يقُونَه َ سف ٍَر ٌفَ ِعدَّة ٌ ِم ْن ٌأَي ٍَّام ٌأُخ
َ َرٌو َ ٌعلَىَ ٌ ت ٌفَ َمنٌ َكانَ ٌمِ ن ُكمٌ َّم ِريضا ٌأ َ ْو
ٍ أَيَّاما ٌ َّم ْعد ُودَا
َ ُ ُ ُ َّ ْ
ٌَصو ُمواٌ َخيْرٌلك ْمٌإِنٌكنت ْمٌت َ ْعل ٌُمون َ َّ
ُ َ عٌ َخيْراٌفَ ُه َوٌ َخيْرٌله ٌَُوأنٌت َ
َ ِينٌفَ َمنٌتَط َّو
ٍ طعَا ُمٌمِ ْسك َ ٌفِ ْديَة
Artinya:
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara
kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib
mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari hari
yang lain. Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya wajib
membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi
barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu
lebih baik baginya. Dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui (QS. al-Baqarah, 2: 184).
diharuskan memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari yang ia tidak
berpuasa padanya.
Ketahuilah, puasa kalian itu lebih utama dari keadaan tidak puasa
kalian; puasa itu baik bagi kalian dalam hal piala, mendidik jiwa kalian
untuk lalu berada dalam ketaatan dan mematuhi perintah Allah, dan melatih
kesabaran diri kalian. Sungguh, jika kalian mengetahui semua manfaat puasa
dan faidah-faidahnya yang sangat luar biasa, niscaya kalian pasti akan
berpuasa (‘Aidh al-Qarni, 2007: 141).
3. Tafsir surat al-Baqarah ayat 185
ٌش ِهدَ ٌمٌِن ُك ُم ِ َُىٌو ْالفُ ْر
َ ٌان ٌفَ َمن َ ٌَال ُهدْ ٌَوبَيِنَاتٍ ٌ ِمن َ ِا ِ ٌَّالقُ ْرآنُ ٌهُدىٌلِِلن ْ نز َل ٌفِي ِه ِ ُ ِي ٌأ
َ ضانَ ٌالَّذ َ ٌر َم َ ش ْه ُرَ
ٌٌُوَلٌَي ُِريد ْر
س ي ْ
ٌال
َ َ ُ ُ ِ ُِمكُ بٌ ٌَُّللا ديُر يٌ
ِ َ ٍَرخ ُ ٌأ َّام ي َ أ ٌ ن ْ م ٌ َّة
ِ ِ ٍ َ دعَ ف ٌ َر ف س ٌى َ ل ع ٌ
َ ْ وَ ٌ
أ ٌ يضا ر َ
ِ َ َال ْ َ َ ُ ْ َ َ ان
م ٌ ك ٌن م ٌُو ه م ص ي ْ
ل َ فٌ ر ه شَّ
َّ
ٌولعَل ُك ْمٌت َ ْش ُك ُرون َ َ علىٌ َماٌ َهدَا ُك ْم َ ْ ْ ٌْو ِلت ُ ْكمِ لُوا
ِ ٌال ِعدَّة ٌََو ِلت ُ َكبِ ُروا
َ ٌٌََّللا َ ٌالعُس َْر ْ بِ ُك ُم
Artinya:
Bulan Ramadan adalah, bulan yang di dalamnya diturunkan Al qur’an
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu
barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan
barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka
(wajib menggatinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.(QS. al-Baqarah, 2: 185)
c. Tafsir Muyassar
Pada bulan tersebut Kami (Allah) memuliakan kalian dengan
penurunan seluruh al-Quran langsung dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia,
sedang al-Quràn ini di dalamnya terkandung berbagai rahasia kebahagiaan,
kemuliaan, keselamatan, kemenangan, dan keberhasilan kalian di dua negeri
dunia dan akhirat. Maka, bersyukurlah kalian kepada Allah atas nikmat
tersebut dengan melaksanakan puasa di bulan yang mulia ini.
Di dalam al-Qur’an itu terkandung dalil-dalil yang nyata dan bukti-
bukti yang jelas berupa ilmu yang bermanfaat, amal saleh, dan penjelasan
mana yang halal dan mana yang haram, mana yang haq dan mana yang batil,
mana yang baik dan mana yang buruk, dan juga kabar tentang masa lalu dan
masa yang akan datang.
Dan bagi orang yang menjumpai bulan ini dalam keadan hidup,
sehat dan tidak bepergian maka ia wajib berpuasa padanya dan tidak ada
alasan baginya untuk meninggalkan puasa. Adapun orang yang sakit dan
bepergian, mereka boleh meninggalkan puasa sampai si sakit sembuh dan si
musafir telah kembali ke kampungnya. Namun, setelah Ramadan berakhir,
keduanya wajib mengqadha’ puasa sebanyak jumlah dari puasa yang mereka
tinggalkan.
Allah menghendaki kemudahan kepada kita. Maka dari itu, Dia
membolehkan seorang musafir berbuka (tidak berpuasa) saat dalam
perjalanannya dan membolehkan orang yang sakit untuk meninggalkan
puasa sampai sakitnya sembuh, meskipun mereka tetap harus menggantinya
di hari-hari lain selain di bulan Ramadan.
Bukti lain bahwa menghendaki kemudahan untuk kita adalah dengan
menetapkan hari-hari puasa hanya satu bulan saja, dan itu pun hanya dari
siang sampai permulaan malam hari.
Bahkan, dapat dibilang bahwa seluruh ketetapan syariat agama ini
sangat mudah, toleran, ringan, tidak ada yang mernberatkan, dan tidak pula
menyusahkan. Yang demikian itu, karena Allah tidak menghendaki kita
mengalami kesusahan dan memikul behan yang terlalu berat. Perlu digaris
tebal, bahwasanya Allah telah menghilangkan segala beban dari belenggu
yang bisa menyusahkan kita; Allah senantiasa bersikap lembut dan penuh
kasih sayang terhadap kita. Maka, bagi-Nya-lah segala pujian dan rasa
syukur harus kita panjatkan.
Apabila orang-orang yang meninggalkan puasa karena suatu
halangan tadi telah rnengganti semua puasa yang telah mereka tinggalkan
sebelumnya, berarti mereka telah menyernpurnakan bilangannya.
Dan harus diingat, tidak diperbolehkan untuk berpuasa hanya pada
sebagian bulan dan berbuka pada sebagian lain bagi orang yang memiliki
kemampuan untuk rnelakukannya secara penuh. Artinya, setiap orang yang
mampu berpuasa maka ia wajib berpuasa selama sebulan penuh.
Bertakbirlah kalian kepada Allah bila bulan tersebut telah berakhir,
yaitu tatkala kalian melihat hilal bulan Syawwal. Bertakbirlah kalian sampai
biasa hari raya berakhir; karena hari raya itu merupakan hari berbahagia.
Dan hendaklah kita bersyukur kepada Allah atas apa yang Dia
anugerahkan pada kita dan berbagai kenikmatan, karunia, kemuliaan,
kelurusan jalan, dan hidayah-Nya. Dia-lah satu-satunya Pemilik karunia dan
Pembagi anugerah (‘Aidh al-Qarni, 2007: 143).
4. Tafsir surat al-Baqarah ayat 186
ٌِيٌو ْليُؤْ مِ نُواْ ٌ ِبي
َ ان ٌفَ ْليَ ْست َِجيبُواْ ٌل
ِ ع ُ سأَلَكٌَ ٌ ِعبَادِيٌ َعنِِيٌفَإِنِِيٌَُ ِريب ٌأ ُ ِج
َ َيب ٌدَع َْوة ٌَالدَّاعِ ٌ ِإذَاٌد َ ٌَو ِإذَا
ٌَشد ُونُ لَعَلَّ ُه ْمٌيَ ْر
Artinya:
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad)
tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan
permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku.
Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-
Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.(QS. al-Baqarah, 2: 186)
sabit, kemudian sedikir demi sedikit membesar lalu mengecil dan hilang dan
pandangan, demikian juga dengan pertanyaan-pertanyaan lain.
Anak kalimat “orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku,”
menunjukkan bahwa bisa jadi ada seseorang yang bermohon tetapi dia
belum lagi dinilai berdoa oleh-Nya. Yang dinilai-Nya berdoa antara lain
adalah yang tulus menghadapkan harapan hanya kepada-Nya, bukan kepada
selain-Nya, bukan juga yang menghadapkan diri kepada-Nya bersama
dengan selain-Nya. ini dipahami dan penggunaan kata kepada-Ku.
Bila al-Qur’an menggunakan bentuk tunggal untuk menunjuk
kepada Allah, itu berarti bahwa sesuatu yang ditunjuk itu hanya khusus
dilakukan atau ditujukan kepada Allah, bukan selain-Nya. Kalaupun ada
selain-Nya, ia dianggap tiada karena peranannya ketika itu sangat kecil. Itu
sebabnya mengapa pemberian taubat, dan perintah beribadah kepada-Nya,
selalu dilukiskan dalam bentuk tunggal. Ini berbeda bila Yang Mahakuasa
ditunjuk dalam bentuk jamak. Ini biasanya untuk menunjukkan adanya
keterlibatan selain dan Allah dalam sesuatu yang ditunjuk itu.
Firman-Nya: Hendaklah mereka memenuhi (segala perintah) Ku
mengisyaratkan bahwa yang pertama dan utama dituntut dari setiap yang
berdoa adalah memenuhi segala perintah-Nya. Selanjutnya, ayat di atas
memerintahkan agar percaya kepada-Nya. Ini bukan saja dalam arti
mengakui keesaan-Nya, tetapi juga percaya bahwa Dia akan memilih yang
terbaik untuk si pemohon (M. Quraish Shihab, 2012: 493).
c. Tafsir Muyassar
ّٰ ٌفَأ َ ْنزَ ل،ُعٌْنه
ٌَََّللاٌُاََليَ ٌة َ ََاج ْيهٌِا َ ْمٌبَ ِع ْيدٌٍفَنُنَا ِد ْيهِ؟ٌف
َ ٌ َس َكت ِ ٌربُّنَاٌفَنُن ُ ٌأََُ ِري:ٌَفَقَال،ٌابيٌإِلَىٌالنَّبِي
َ ْب ْ ٌ َجا َءٌأَع َْر:ََُال
Seorang Arab Badui bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah Tuhan
kita dekat dengan kita sehingga kami cukup bermunajat kepada-Nya ataukah
Dia itu jauh sehingga kami harus memanggil-manggil-Nya?” Maka Allah
memerintahkan nabi -Nya agar memberi kabar kepada hamba-hamba-Nya
bahwa Dia Maha Mendengar, Mahadekat, lagi Maha Mengahulkan, Dia
telah Mendengar semua doa, mengabulkan setiap permintaan,
ia bukan minuman terlarang. Di sini, yang dinilai adalah niat dan tujuan
Anda minum.
Setelah menjelaskan bolehnya bercampur dengan pasangan pada
malam puasa dan pemaafan yang dianugerahkanNya, ayat ini melanjutkan
dengan perintah yang tidak bersifat wajib; perintah dalam arti izin
melakukannya atau, menurut ulama lain, anjuran. Perintah dimaksud adalah,
Maka sekarang yakni sejak beberapa saat setelah turunnya ayat ini dan
setelah jelas izin bercampur, makan dan minumlah di malam hari bulan
Ramadan jika kamu menghendaki dan campurilah mereka, yakni silakan
lakukan hubungan seks serta carilah, yakni lakukanlah itu, dengan
memerhatikan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kamu menyangkut
hukum dan anjuran yang berkaitan dengan apa yang diizinkan, baik yang
berkaitan dengan hubungan seks maupun makan dan minum.
Setelah menjelaskan apa yang boleh dilakukan pada waktu malam,
kini dijelaskan-Nya apa yang harus dilakukan di siang hari, sekaligus waktu
dan lamanya berpuasa, yaitu Makan dan minumlah hingga jelas benar
bagimu benang putih, yakni cahaya yang tampak membentang di ufuk
bagaikan benang yang panjang pada saat tampaknya fajar shadiq, dan
benang hitam yang membentang bersama cahaya fajar dan kegelapan
malam.
Karena ungkapan ini tidak jelas maknanya bagi sebagian orang
termasuk sahabat Nabi yang bernama ‘Adi Ibn Hatim, Allah menambah
keterangan tentang maksud-Nya dengan menurunkan tambahan kata bahwa
yang dimaksud adalah fajar. Ini berarti diperkenankan makan, minum, dan
berhubungan seks sejak terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar.
Terbitnya matahari adalah permulaan berpuasa, adapun akhir puasa
dijelaskan oleh lanjutan ayat, yaitu Kemudian, sempurnakan puasa itu sejak
terbitnya fajar sampai datang malam, yakni terbenamnya matahari; walau
mega merah masih terlihat di ufuk, dalam pandangan mayoritas ulama, atau
sebelum waktu imsak tiba, sebaiknya orang yang puasa sudah makan sahur.
Pada saat matahari terbenam atau Maghrib tiba, ia sudah harus segera
berbuka.
Selain menunaikan ibadah puasa pada bulan Ramadan, umat Islam
juga dimotivasi untuk melakukan amalan-amalan sunah. Di antara amalan-
amalan tersebut adalah melaksanakan salat tarwih, salat rawatib, mengaji,
beriktikaf di masjid, berzikir, salat tahajjud, tadarrus, membaca buku-buku
keislaman berinfak, dan bersedekah.
Orang Islam yang sudah akil balig dan sehat jasmani dan rohani
diwajibkan untuk berpuasa Ramadan. Jika tidak, berarti rukun Islamnya
belum sempurna. Untuk itu, agar dapat menjadi muslim yang baik, ia
diwajibkan untuk melaksanakan seluruh ajaran Islam, baik aspek akidah
maupun aspek ibadah, termasuk puasa Ramadan dalam hidupnya.
Telah disebutkan dalam QS. al-Baqarah ayat 183 bahwa tujuan
kewajiban orang berpuasa adalah takwa. Kepribadian orang-orang yang
bertakwa ini akan berbuah kesehatan spiritual. Seseorang yang telah meraih
sehat spiritual akan memiliki rasa bahwa segala gerak-gerik, ucapan, dan
perbuatan yang akan maupun sedang di-lakukan selalu dalam pengawasan
Allah SWT. Dengan demikian, dia akan selalu mendisiplinkan diri untuk
berlomba-lomba dalam amalan kebajikan.
Selain al-Quran, hadis juga banyak berbicara tentang tentang hal-hal
yang berkaitan dengan ibadah puasa. Bahkan, hadis lebih banyak mem-
bicarakan mengenai persoalan puasa dibanding Alquran. Salah satu aspek
yang berkaitan dengan masalah puasa adalah aspek kependidikan atau nilai-
nilai kependidikan. Dalam tulisan ini selanjutnya akan dibahas tentang
aspek-aspek kependidikan dalam ibadah puasa ramadan.
1. Kejujuran
Jujur adalah salah satu sifat wajib bagi Rasulullah SAW yang sangat
mulia. Sifat ini telah melekat dalam kepribadian beliau, sejak belum
diangkat menjadi rasul. Kejujuran adalah salah satu ciri orang yang baik
akhlak dan budi pekertinya. Orang yang jujur akan dipercaya orang lain di
manapun ia berada dan kejujuran akan membukakan jalan kemudahan
baginya pada saat ia menghadapi kesulitan dan permasalahan. Inilah
kebaikan sifat jujur yang dikatakan Rasulullah dalam sabdanya:
َ صد ُُق
ٌٌويَت َ َح َّرى ْ ٌَُالر ُجلٌُيَّ ٌِو َماٌيَزَ ال ْ ٌَالبِ َّرٌيَ ْهدِيٌإٌِل
َ ىٌال َجنَّة ْ ٌوإِ َّن َ ىٌالبِ ِر ْ َصدْقَ ٌيَ ْهدِيٌ ِإل ِ ِ قٌفَإ ِ َّنٌالِ ص ْد ِ ِ علَ ْي ُك ْمٌبِال َ
ٌورٌيَ ْهدِيٌ ِإلَى َ ج
ُ ُ ف ْ
ٌال َّ
ٌ
ن إ ٌو
َِ ِ ورجُ ُ ف ْ
ىٌال َ ل إ
ِ ٌِي
د ه
ْ َ يٌ ِب
َ ذ َ
ك ْ
ٌال َّ
ن إَ
ِ َ ف ٌ ِب ذكَ ْ
ال ٌو م
َ ْ َِكُ َّا يإ اٌو ِِيق د ٌصِ َّ
ٌَّللا
ِ َ دنْ ع
ِ ٌ َب
َ ت ْ
ك ُ يٌى َّ ت حَ ٌ د
َْق ص
ِ ِ ال
(٨٢٧١ٌ:ٌنمرة،١٩٩٢ٌ،ٌَّللاٌ َكذَّاباٌ(مسلم َِّ ََبٌ ِع ْند ت ْ
ك
َ ُ َ َ ي ٌى َّ تح ٌ ِب ذكَ ْ
ىٌال ر ح َ ت ي ٌ
ٌو ِب
َّ َ َ َ ُ َ ُ َّ ذكْ ي ٌُ ل ج ٌُالر ل ا َز َ َ َ ِ ال
يٌا م ٌو ار َّ ن
Artinya:
Kalian harus berlaku jujur, karena kejujuran itu akan membimbing
kepada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga.
Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan memelihara kejujuran,
maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah. Dan
hindarilah dusta, karena kedustaan itu akan menggiring kepada
kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan ke neraka.
Seseorang yang senantiasa berdusta dan memelihara kedustaan, maka
ia akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah.
dan Aku sendiri yang akan membalasnya dan setiap satu kebaikan
dibalas dengan sepuiluh kebaikan yang serupa.
3. Melatih Kedisiplinan
Ketika berpuasa, manusia harus berlatih disiplin untuk mengatur
waktu yang ada, sehingga semuanya dapat berjalan dengan baik. Manusia
juga dilatih mengatur asupan gizi sehingga dapat terpenuhi selama sehari
semalam dengan jadwal yang berbeda. Dengan puasa, manusia dilatih untuk
menjadi pribadi disiplin.
Jadwal makan pada waktu puasa menjadi lebih teratur. Sarapan pada
dini hari yang biasa dikenal dengan sahur dan makan malam yang dikenal
dengan berbuka puasa sudah diatur waktunya. Mencuri star satu menit saja
untuk makan malam sudah cukup untuk membatalkan puasa. Demi-kian
pula dengan mengundurkan makan pagi (sahur) satu menit saja sudah masuk
waktu subuh.
Di sini, manusia dilatih untuk berdisiplin dengan diri sendiri, dengan
tubuhnya, dan dengan Tuhannya. Jangankan terhadap barang yang sangat
jelas diharamkan, terhadap barang yang dihalalkan saja jika belum wak-
tunya, manusia tidak boleh menjamahnya. Ini merupakan bentuk disiplin
tingkat tinggi.
Oleh karena itu, kualitas puasa kita hanya akan terjaga dengan
menahan diri dari berkata dusta dan tindakan jahat seperti menyuap, korupsi,
kolusi dan sebagainya. Sebab, itu semua akan merusak nilai ibadah kita.
Disamping melatih diri untuk sangat berhati-hati dalam bertindak dan
bertutur kata, puasa juga menuntut orang yang melaksanakannya agar
meningkatkan keshalehan sosialnya. Dorongan keshalehan ini akan muncul
ketika orang yang berpuasa merasa lapar dan dahaga. Secara tidak langsung,
hal ini akan mengingatkannya pada saudara-saudaranya, tetangganya, atau
masyarakatnya yang kekurangan bahan makanan. Rasa solidaritas dan
kepekaan pada sesama akan tumbuh dalam dirinya. Maka, tidak heran jika
pada bulan Ramadan, banyak orang yang melaksanakan kegiatan-kegiatan
peduli sosial, seperti memberikan santunan pada fakir miskin, makanan
sahur atau berbuka puasa bersama anak-anak jalanan, anak-anak yatim, dan
sebagainya (Ubaidurrahim el-Hamdy, 2010: 254).
Kesimpulan
1. Nilai-Nilai Kependidikan Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat
183-187
Berdasarkan pembahasan-pembahasan dan analisis pada bab-bab
sebelumya maka dapat disimpulkan bahwa terdapat nilai-nilai kependidikan
dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 183-187. Tujuan utama dari ibadah
puasa adalah membentuk pribadi yang bertakwa. Seoarang yang bertakwa
akan memiliki ciri-ciri diantaranya, jujur, disiplin, sabar dan berjiwa sosial
yang tinggi.
untuk disiplin dan berlaku jujur. Hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan
ibadah puasa yang harus sesuai dengan waktunya. Tidak boleh dilaksanakan
sebelum tiba waktunya, dan tidak boleh dilaksanakan setelah lewat.
Demikian pula puasa mengajarkan pelakunya untuk senantiasa berlaku jujur,
karena puasa merupakan ibadah yang tidak melibatkan demonstrasi fisik
yang gampang terlihat oleh orang. Ia lebih bertumpu pada aktivitas yang
hanya diketahui oleh pelaku dan Tuhannya. Puasa juga mengajarkan
seseorang agar terbiasa bersabar seperti halnya bersabar dalam
mempertahankan kesempurnaan ibadah puasanya sehingga tidak melakukan
perbuatan yang mengurangi nilai puasanya atau hal yang membatalkanya.
Kemudian orang yang berpuasa akan mempunyai jiwa sosial yang tinggi.
Saat Ramadan dilatih untuk disiplin dengan sahur dan berbuka pada
waktu yang telah ditentukan, maka di luar Ramadan pun harus berkomitmen
untuk senantiasa disiplin waktu. Karena tidak disiplin waktu akan berakibat
melemahnya produktifitas kerja. Saat berpuasa Ramadan dilatih untuk
bersikap jujur dan merasakan adanya pengawasan Allah SWT, maka usai
Ramadan harus berkomitmen untuk berperilaku jujur dan menghadirkan
Allah dalam setiap aktifitasnya. Dengan kehadiran Allah SWT dalam setiap
aktivitas dan perilakunya, maka seseorang akan senantiasa terbimbing dari
perbuatan-perbuatan yang dilarang-Nya. Saat puasa Ramadan juga dilatih
untuk senang berinfak, maka setelah Ramadan berkomitmen untuk peduli
terhadap mereka yang membutuhkan pertolongan.
Daftar Pustaka
Abdurrahman. 1992. Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: CV
Akademika Presindo.
Abstract
The background of this research is the number of parents who expect their
children to be excellent and have a good religious behavior. Therefore
researchers are searching for on the Influence Parenting Authoritarian
Parents against Religious Behavior Grade VIII MTs Salatiga.
The purpose of this study was (1) To determine the authoritarian parenting
parents MTs Salatiga. (2) To know the religious behavior of students MTs
Salatiga. (3) To determine the influence of authoritarian upbringing of
parents to religious behavior MTs students Salatiga. This study uses the
quantitative data collection techniques by Likert scale questionnaire as for
the population of students of class VIII MTs Salatiga with the number of
255 students and 50 students in grab samples with random sampling. Data
analysis used a percentage formula in the beginning and product moment in
advance. The results showed that (1) the pattern of authoritarian parents as
many as 37 students with a percentage of 74% to the category (2) Religious
behavior as many as 25 students with a percentage of 50% with a high
category (3) The negative influence between the authoritarian parenting
parents with behavior religious students of class VIII MTs Salatiga. This
hypothesis has been accepted, the higher the authoritarian parenting parents,
the religious behavior of the lower student at MTs Salatiga. Having analyzed
using the technique of product moment correlation r-xy values obtained -
0.380 which is smaller than the r-value with level of significant 1% (0,361)
by the N = 50.
Pendahuluan
Keluarga adalah faktor pertama dan utama yang mempengaruhi
kehidupan, pertumbuhan dan pengembangan seseorang. Lingkungan
pertama yang mempunyai peran penting adalah lingkungan keluarga. Di
sinilah, anak dilahirkan, dirawat, dan dibesarkan. Di sini juga proses
pendidikan berawal. Orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anak.
Karena, orang tua (ayah) adalah orang yang pertama kali melafazhkan adzan
dan iqamah di telinga anak di awal kelahirannya. Orang tua adalah orang
pertama kali mengajarkan anak berbahasa dengan mengajari anak
mengucapkan kata ayah, ibu, nenek, dan anggota keluarga lainnya. Orang
tua adalah orang yang pertama mengajarkan anak bersosialisasi dengan
lingkungan sekitarnya (Musbikin, 2009: 111). Bahkan lebih di tegas kan lagi
dalam hadits Nabi yaitu:
َ ٌُ سلَّ َمٌ َماٌمِ ْنٌ َم ْولُودٌٍإِ ََّلٌيُولَ ٌد
ٌعلَى َ علَ ْيه
َ ٌِو َّ َّصل
َ ٌُىٌَّللا ِ َّ سول
َ ٌٌَُّللا َ ٌَّللاٌُ َع ْنهٌَُُالٌََُال
ُ ٌَر َّ ي َ ض َ ع ْنٌأَبِيٌه َُري َْرة
ِ ٌَر َ
َ ص َرانِهٌِأ َ ْوٌيُ َم ِج
سانِ ٌِه ْ ْالف
ِ ِ َِط َرةٌِفَأَبَ َواهٌُيُ َه ِودَانِهٌِأ َ ْوٌيُن
“Dari Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah saw. bersabda:
“Tiadalah seorang dilahirkan melainkan dalam keadaan fitrah,
maka ayah ibunyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau
Majusi.” (HR. Bukhari)
besar pengaruh dan peranan keluarga serta orang tua dalam membentuk
pribadi seorang anak (Ahmadi, 2005: 167).
Pembinaan perilaku keagamaan anak sangat berpengaruh kepada
kepribadian anak jika memandang sifat anak yang suka meniru perilaku
orang lain. Seperti dalam teori belajar sosial dari Albert Bandura
menurutnya sebagian besar perilaku individu diperoleh sebagai hasil belajar
melalui pengamatan atas tingkah laku yang ditampilkan oleh orang lain yang
dijadikan sebagai model. Maka dari itu membutuhkan peran dari semua
kalangan tidak hanya guru yang mengajarkan pendidikan agama islam
namun peran orang tua juga sangat berpengaruh pada perkembangan anak.
Orang tua berperan sebagai model yang ditiru anak, orang tua berperan
mendorong prestasi anak dan perkembangan perilaku anak.
Baumrind dalam (Santrock, 2002: 257) menyatakan bahwa pola
asuh otoriter adalah suatu gaya pengasuhan yang membatasi dan
menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang
tua dan menghormati pekerjaan dan usaha.
Melihat dari gaya pengasuhan tersebut maka cenderung anak akan
tertekan dalam mengerjakan sesuatu karena selalu didesak orang tua. Dalam
hal ini anak tidak diberi kesempatan untuk bermusyawarah dengan orang
tua. Orang tua menerapkan peraturan-peraturan yang tegas dan tidak
memberi peluang kepada anak untuk memutuskan sendiri keinginannya.
Dan seringkali orang tua akan menerapkan kekerasan dalam mendidik anak.
Pola asuh otoriter ini akan mengakibatkan tidak adanya kebebasan anak,
inisiatif anak dan juga aktivitasnya menjadi berkurang, cenderung anak
menjadi tidak percaya diri pada kemampuannya.
Perkembangan anak dalam belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah faktor internal dan eksternal (Sholeh, 2005: 47) seperti
unsur fisiologis atau faktor keturunan(warisan) hal ini seperti orang tuanya
memiliki sifat pemarah maka anaknya pun besar kemungkinan anak itu akan
memiliki sifat yang pemarah. dan psikologis hal ini adalah faktor
kecerdasan anak dan juga faktor eksternal salah satunya adalah faktor
keluarga hal ini seperti anak yang pengasuhan orang tua menggunakan pola
asuh otoriter dengan kekerasan maka anak akan belajar kekerasan pula.
Banyak orang tua yang mengharapkan anak untuk berprestasi juga
memiliki perilaku keagamaan yang baik. Oleh karena itu orang tua banyak
menerapkan pola asuh otoriter yang kurang sesuai dengan kondisi anak.
Sehingga hal ini justru akan membawa hubungan antara orang tua dengan
anak menjadi kurang baik.
Sedangkan seorang anak mengharapkan lingkungan keluarga yang
hangat, terjalin komunikasi yang baik, kebersamaan, dan juga keteladan dari
orang tua yang dapat dicontoh oleh anak. Hal ini dapat dicontoh seorang
anak yang terbiasa dengan pola asuh orang tua yang memaksa dan keras
maka anak cenderung anak mengikuti hal itu dikemudian harinya.
Oleh karena itu dengan adanya pemahaman tentang pola asuh
otoriter orang tua diharapkan dapat mencegah perilaku orang tua yang
kurang sesuai dalam mendidik anak.
Berdasarkan dari uraian diatas, maka penulis tertarik mengadakan
penelitian dan pembahasan yang terkait dengan judul “PENGARUH POLA
ASUH OTORITER ORANG TUA TERHADAP PERILAKU
KEAGAMAAN SISWA KELAS VIII MTs NEGERI SALATIGA
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan di teliti
adalah:
1. Bagaimana pola asuh otoriter orang tua siswa MTs Negeri Salatiga?
2. Bagaimana perilaku keagamaan siswa MTs Negeri Salatiga?
3. Adakah pengaruh pola asuh otoriter orang tua terhadap perilaku
keagamaan siswa MTs Negeri Salatiga?
Tinjauan Pustaka
B. Perilaku Keagamaan
Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan
atau lingkungan (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 859), sedangkan
menurut A. Bandura bahwa perilaku terbentuk bergantung pada pengaruh
orang lain dan kondisi stimulus (Muhibbin, 1995: 107). Maka perilaku
adalah suatu tindakan yang dilakukan terwujud dalam bentuk sikap tidak
hanya ucapan saja.
Keagamaan merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada
Tuhan dan kumpulan aturan-aturan yang terangkum dalam kitab suci
(Faridi, 2002: 19). Perilaku dalam konteks islam indikatornya adalah akhlak
yang sempurna. Akhlak yang sempurna mesti dilandasi oleh ajaran Islam
(Tohirin, 2005: 61).
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dan metode
korelasional. Untuk mencari hubungan variabel yang satu dengan variabel
yang lain.
Pembahasan
A. Analisis Data
Peneliti akan menganalisis data yang telah terkumpul sehingga
diketahui ada tidaknya Pengaruh antara Pengaruh Pola Asuh Otoriter Orang
Tua Terhadap Perilaku Keagamaan Siswa Kelas VIII MTs Negeri Salatiga.
Analisis ini diperlukan untuk mengetahui tujuan penelitian.
Maka data yang diperoleh akan dianalisis statistik dan analisa
kuantitatif. Dalam menganalisis data tersebut peneliti menggunakan teknik
product moment sebagai berikut:
n XY ( X )( Y )
rxy
{n X 2 ( X ) 2 }{n Y 2 ( Y ) 2 }
Keterangan:
rxy : koefisien korelasi
N :jumlah
X :Nilai variabel 1
Y :Nilai variabel 2
=25
Tabel 4.1
Pola Asuh Otoriter Orang Tua
Interval Jumlah Siswa Nilai Nominasi
76-100 12 A
51-75 37 B
25-50 1 C
Jumlah 50 -
Tabel 4.2
Nilai Nominasi Pola Asuh Otoriter Orang Tua
Nilai Nilai
No Nilai No Nilai
Nominasi Nominasi
1 66 B 26 72 B
2 82 A 27 71 B
3 58 B 28 56 B
4 76 A 29 63 B
5 65 B 30 70 B
6 76 A 31 67 B
7 77 A 32 42 C
8 63 B 33 71 B
9 53 B 34 54 B
10 63 B 35 76 A
11 76 A 36 59 B
12 55 B 37 73 B
13 76 A 38 74 B
14 51 B 39 64 B
15 64 B 40 66 B
16 58 B 41 69 B
17 58 B 42 58 B
18 76 A 43 81 A
19 59 B 44 52 B
20 55 B 45 73 B
21 77 A 46 59 B
22 72 B 47 78 A
23 67 B 48 63 B
24 77 A 49 66 B
25 66 B 50 65 B
P=
Keterangan:
P = Prosentase
F = Frekuensi
N = Jumlah responden
100 = Bilangan Konstan
a. Untuk mengetahui pola asuh otoriter orang tua, siswa yang mendapat
nilai A sebanyak 12 siswa :
P=
P=
P=24%
b. Untuk mengetahui pola asuh otoriter orang tua, siswa yang mendapat
nilai B sebanyak 37 siswa :
P=
P=
P= 74%
c. Untuk mengetahui pola asuh otoriter orang tua, siswa yang mendapat
nilai C sebanyak 1 siswa :
P=
P=
P= 2%
Tabel 4.3
Daftar Prosentase Pola Asuh Otoriter Orang Tua
No Kategori Interval Frekuensi Prosentase Nilai
1 Tinggi (A) 76-100 12 24%
2 Sedang (B) 51-75 37 74%
3 Rendah (C) 25-50 1 2%
Jumlah 50 100%
keterangan:
i = interval item
Xt = nilai tertinggi ideal
Xr = nilai terendah ideal
Ki = kelas inteval
= 25
Tabel 4.4
Perilaku Kegamaan
Interval Jumlah Siswa Nilai Nominasi
76-100 25 A
51-75 24 B
25-50 1 C
Jumlah 50 -
Tabel 4.5
Nilai Nominasi Perilaku Keagamaan
No Nilai Nilai Nominasi No Nilai Nilai Nominasi
1 77 A 26 80 A
2 61 B 27 73 B
3 71 B 28 85 A
4 73 B 29 80 A
5 78 A 30 59 B
6 59 B 31 76 A
7 66 B 32 57 B
8 86 A 33 65 B
9 83 A 34 66 B
10 56 B 35 59 B
11 77 A 36 65 B
12 83 A 37 81 A
13 77 A 38 69 B
14 77 A 39 72 B
15 84 A 40 61 B
16 83 A 41 76 A
17 74 B 42 76 A
18 76 A 43 67 B
19 71 B 44 77 A
20 67 B 45 55 B
21 89 A 46 76 A
22 79 A 47 45 C
23 80 A 48 72 B
24 71 B 49 77 A
25 78 A 50 75 B
P=
Keterangan:
P = Prosentase
F = Frekuensi
N = Jumlah responden
100 = Bilangan Konstan
a. Untuk mengetahui perilaku keagamaan, siswa yang mendapat
nilai A sebanyak 25 siswa :
P=
P=
P=50%
b. Untuk mengetahui perilaku keagamaan, siswa yang mendapat
nilai B sebanyak 24 siswa :
P=
P=
P= 48%
c. Untuk mengetahui perilaku keagamaan, siswa yang mendapat
nilai C sebanyak 1 siswa :
P=
P=
P= 2%
Tabel 4.6
Daftar Prosentase Perilaku Keagamaan
No Kategori Interval Frekuensi Prosentase Nilai
1 Tinggi (A) 76-100 25 50%
2 Sedang (B) 51-75 24 48%
3 Rendah (C) 25-50 1 2%
Jumlah 50 100%
Tabel 4.7
Persiapan untuk Mencari Korelasi antara Pola Asuh Otoriter Orang Tua
dengan Perilaku Keagamaan
No X Y X2 Y2 XY
1 66 77 4356 5929 4620
2 82 61 6724 3721 5002
3 58 71 3364 5041 4118
4 76 73 5776 5329 5548
5 65 78 4225 6084 5070
6 76 59 5776 3481 4484
7 77 66 5929 4356 5082
8 63 86 3969 7396 5418
9 53 83 2809 6889 4399
10 63 56 3969 3136 3528
11 76 77 5776 5929 5852
12 55 83 3025 6889 4565
Diketahui:
N = 50
ΣX = 3.308
Σ Y = 3.620
Σ X2 = 222.856
Σ Y2 = 266.360
Σ XY = 237.928
n XY ( X )( Y )
rxy
{n X 2 ( X ) 2 }{n Y 2 ( Y ) 2 }
Keterangan:
rxy : koefisien korelasi
N :jumlah
X :Nilai variabel 1
Y :Nilai variabel 2
= -0,380150
B. Interpretasi Data
Setelah diperoleh nilai tersebut, langkah selanjutnya adalah
mengadakan konsultasi hasil perhitungan (rxy) dengan tabel statistik sebagai
berikut:
- Jika rxy < tabel r product moment: maka Ha diterima
- Jika rxy > tabel r product moment: maka Ho ditolak
Keterangan:
Ha: Ada pengaruh negatif yang signifikan antara variabel x dan y
Ho: Tidak ada pengaruh negatif yang signifikan antara variabel xdan y
Kemudian hasil tersebut dikonsultasikan dengan tabel r, dengan N
(responden)50.r tabel taraf signifikan 5% adalah 0,279, dan signifikan 1%
diperoleh 0,361 dari hasil penelitian diketahui rxy adalah -0,380 lebih kecil.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh pola asuh
otoriter orang tua terhadap perilaku keagamaan berada pada kategori rendah.
Maka hipotesis penelitian ini diterima dengan tingkat hubungan yang
rendah. Koefisien korelasi yang negatif memperlihatkan bahwa variabel
Pola Asuh Otoriter Orang Tua menunjukkan semakin tinggi pola asuh
otoriter orang tua maka semakin rendah perilaku keagamaan siswa. Dan
sebaliknya semakin rendah pola asuh otoriter orang tua maka semakin tinggi
perilaku keagamaan siswa.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Ahmadi, Abu & Noor Salimi. 1991. Dasar-dasar Pendidikan Agama
Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa
Indonesia edisi ketiga. Balai Pustaka.
Faridi. 2002. Agama Jalan Kedamaian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hawari, Dadang. 1997. Doa dan Dzikir sebagai Pelengkap Terapi
Medis. Jakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa.
Muhibbin, Syah. 1995. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Santrock, John. 2002. Life-Span Development Perkembangan Masa
Hidup Jilid 1. Alih bahasa Juda Damanik. Jakarta:
Erlangga.
Sholeh , Abu Ahmadi Munawar. 2005. Psikologi Perkembangan.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Tohirin. 2005. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Sari Famularsih
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga
email: [email protected]
Abstract
This article simply reveal about the importance of religious formation to
form the personality of street children which is the identity of the individual
has the hallmark of a moeslim, both shown in the behaviour and attitude of
her inner outwardly. Some people judge the street children as a child too
quickly into adult life, working for a long time to get a wage under
conditions dangerous for their physical development and health, as well as
Miss access to education. The cultivation of the religious for the street
children of lahiriyah behaviour such as walking, eating, drinking,
communicating with parents, friends and others is very necessary. As
examples of such inner Frank Burton Cheyne behavior, sincere, don't envy
and other commendable attitude arising from within. The construction of the
Islamic religion, addressed to children will be able to provide a steady view
of life based on the values of Islam, was also able to get used to think,
behave and behave according to the norms of Islam or personality in
accordance with the teachings of Islam though has a different default
factors.
Pendahuluan
Istilah anak jalanan lebih sering didengar dengan anak yang
dekat pada kebebasan dalam diri berdampak pada pola hidup yang
ia alami. Manusia merupakan makhluk yang dilahirkan dalam
keadaan lemah dan tidak berdaya, namun dengan demikian ia telah
mempunyai potensi bawaan yang bersifat laten. Dalam
perkembangannya manusia dipengaruhi oleh pembawaan dan
ٌٌٌٌ﴾٨٤:ُونٌٌٌٌ﴿الذاريات ٌ َّ ِنسٌٌٌٌإ
ٌِ َلٌٌٌٌ ِل َي ْعبُد ٌَ اْل ٌَّ َو َماٌٌٌٌ َخلَ ْقتٌٌٌٌٌُ ْال ِج
ِ ْ نٌٌٌٌ َو
Artinya : “Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia itu kecuali
hanyalah untuk beribadah kepada-Ku” (QS Adz Dzariat:862).
Pembahasan
Istilah bahasa pembinaan berarti usaha, tindakan dan kegiatan yang
diadakan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil
yang lebih baik (Depdiknas,1990:37). Pembinaan juga dapat berarti suatu
kegiatan yang mempertahankan dan menyempurnakan apa yang telah ada
sesuai dengan yang diharapkan.
Dari definisi tersebut dapatlah disimpulkan bahwa pembinaan adalah
suatu usaha/kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan apa yang sudah
ada kepada yang lebih baik (sempurna), baik dengan melalui pemeliharaan
dan bimbingan terhadap apa yang sudah ada (yang sudah dimiliki) serta
juga dengan mendapatkan hal yang belum dimilikinya yaitu pengetahuan
dan kecakapan yang baru. Pembangunan di bidang agama diarahkan agar
semakin tertata kehidupan beragama yang harmonis, semarak dan
mendalam. Serta ditujukan pada peningkatan kualitas keimanan dan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terpeliharanya kemantapan
kerukunan hidup umat beragama dan bermasayarakat dan berkualitas dalam
meningkatkan kesadaran dan peran serta akan tanggung jawab terhadap
perkembangan akhlak serta untuk secara bersama-sama memperkukuh
kesadaran spiritual, moral dan etika bangsa dalam pelaksanaan
pembangunan nasional, peningkatan pelayanan, sarana dan prasarana
A. Makna Keagamaan
Pengamalan berasal dari kata amal yang artinya perbuatan (baik
atau buruk) yang mendapat awalan “pe” dan akhiran “an”, yang berarti
proses. Jadi pengamalan berarti proses perbuatan, melaksanakan,
pelaksanaan, penerapan.
Agama sebagai refleksi atas cara beragama tidak hanya terbatas
pada kepercayaan saja, tetapi juga merefleksi dalam perwujudan-
perwujudan tindakan kolektivitas umat. Perwujudan-perwujudan
tersebut keluar sebagai bentuk dari pengungkapan cara beragama,
sehingga agama dalam arti umum dapat diuraikan menjadi beberapa
unsur, atau dimensi regiositas yaitu emosi keagamaan, sistem
kepercayaan, sistem upacara keagamaan dan umat atau kelompok-
kelompok keagamaan (Muslim Kadir,2002:4). Kemudian yang
dimaksud dengan pengamalan keagamaan disini adalah bagaimana
mengamalkan atau mengaplikasikan ajaran-ajaran agama Islam dalam
kehidupan sehari-hari seperti sholat, puasa, zakat, haji, pergaulan hidup
dalam masyarakat dan yang lainnya.
ٌٌٌٌن َ ٌٌٌٌ ٌَْر ٌٌٌٌ َو َيأ ْ ُم ُرونٌَ ٌٌٌٌ ِب ْال َم ْع ُروفٌِ ٌٌٌٌ َو َي ْن َه ْون
ٌِ ع ٌِ َو ْلت َ ُكن ٌٌٌٌ ِمن ُك ٌْم ٌٌٌٌأ ُ َّمةٌ ٌٌٌٌ َي ْدعُونٌَ ٌٌٌٌ ِإلَى ٌٌٌٌ ْال َخي
ٌٌٌ﴾١١٨:ْال ُمنك ٌَِرٌٌٌٌ ٌٌٌٌۚۖ َوأ ُ ۟و ٰ ٰٓلئِكٌٌٌٌٌَ ُه ٌُمٌٌٌٌ ْال ُم ْف ِل ُحونٌٌٌٌٌَ﴿آلٌعمران
2. Materi Syari’ah
Secara etimologi berarti jalan kemudian secara terminologi
(qaidah syari’ah Islamiyah) berarti suatu sistem norma ilahiyah
yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, sesama
manusia dan hubungan antar manusia dengan alam sekitarnya (E
Saefudin Ansory,1989:90).
Menurut Zuhairini, syari’ah berpusat pada dua segi yaitu segi
hubungan manusia dengan Tuhannya yang bersifat ibadah dan segi
hubungan manusia dengan sesamanya dan kemaslahatan hidupnya
disebut muamalah. Keduanya sangat erat kaitannya dan tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan lainnya, dalam arti kedua-duanya
harus bernilai ibadah dengan maksud dan tujuan manusia
diciptakan.
Maka ibadah dan mu’amalah, dalam pengamalan ajaran
Islam harus terpadu antara urusan pribadi dan masyarakat. Tidak
ada di antara ajaran Islam yang hanya merupakan urusan pribadi
dan tidak ada pula yang merupakan kepentingan masyarakat saja.
3. Materi Akhlaq
Akhlaq atau etika menurut ajaran Islam meliputi hubungan
dengan Allah (khaliq) dan hubungan dengan sesama makhluq (baik
manusia maupun non manusia). Dengan ajaran akhlaq merupakan
indikator kuat bahwa prinsip-prinsip ajaran Islam sudah mencakup
semua aspek dan segi kehidupan manusia lahir maupun batin dan
mencakup semua bentuk komunikasi, vertikal dan horizontal.
Pendidikan akhlaq yang berorientasi pada penanaman nilai
luhur sebagai sifat dasar dalam menjamin hubungan dengan
sesamanya sangat berkaitan dengan cara pandang dan watak dasar
manusia. Untuk itulah akhlaq merupakan pokok esensi ajaran islam
di samping aqidah dan syari’ah karena akan terbina mental dan
jiwa seseorang untuk memiliki hakikat kemanusiaan yang tinggi
tanggung jawab dan pada akhirnya dari ketiga pola tersebut akan
melahirkan anak dengan kepribadian yang sehat.
Makna anak jalanan secara khusus, anak jalanan adalah anak
yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan untuk bekerja,
bermain atau beraktivitas lain. Anak jalanan tinggal di jalanan karena
dicampakkan atau tercampakkan dari keluarga yang tidak mampu
menanggung beban karena kemiskinan dan kehancuran keluarganya.
Umumnya anak jalanan bekerja sebagai pengasong, pemulung, tukang
semir, pelacur anak dan pengais sampah. Tidak jarang menghadapi
resiko kecelakaan lalu lintas, pemerasan, perkelahian, dan kekerasan
lain. Anak jalanan lebih mudah tertular kebiasaan tidak sehat dari kultur
jalanan, khususnya seks bebas dan penyalahgunaan obat.
Umur anak jalanan adalah antara 7 sampai 15 tahun, mereka
bekerja di jalanan dan tempet umum lainnya yang dapat mengganggu
ketenteraman dan keselamatan orang lain serta membahayakan dirinya
sendiri. Dalam hal ini penting bagi anak jalanan untuk diberikan
pembinaan keagamaan.
Kesimpulan
Pendidikan agama pada pada masa anak-anak dapat dilakukan dengan
metode pembiasaan kepada tingkah laku dan akhlaq yang diajarkan oleh
agama. Dalam menumbuhkan kebiasaan akhlaq karimah seperti jujur, adil,
sopan santun. Perkembangan kepribadian anak mulai dari mendapatkan
materi pendidikan kepribadian, sampai pada taraf pembiasaan dan juga
selalu memantau prilaku sehari-hari anak sehingga prilaku yang anak yang
baik dapat dipertahankan dan prilaku yang kurang baik bahkan tidak baik
dapat segera diketahui dan diluruskan dengan demikian akan tercipta
kepribadian anak yang sehat dan harmonis.
Dalam pembiasaan beribadah dalam arti khusus (ibadah wajib)
maupun ibadah umum beserta ilmu-ilmunya seperti diharuskan membaca
Al-Qur’an dengan artinya, diajari tajwid, diterangkan makna yang
terkandung, dan tadarus bersama, diadakan kegiatan rutin pengajian,
diajarkan sholat, puasa, dan rukun Islam lainnya dan juga diajarkan
akhlaqul karimah sehingga anak akan menjadi seorang yang berkepribadian
muslim ideal.
Daftar Pustaka
Anshori, Endang Syaifuddin. 1989. Kuliah Al-Islam. Yogyakarta: CV
Rajawali.
Daradjat, Zakiah. 1995. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah.
Jakarta: Ruhama.
______________ . 1996. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT Bulan Bintang.
______________ . 2001. Kesehatan Mental. Jakarta: Toko Gunung Agung.
Depag RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Semarang: CV. Asy-Syifa’.