Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Perspektif Al Ghazali Aris Setiawan

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 162

Aris Setiawan

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM


PERSPEKTIF AL GHAZALI

Aris Setiawan
Instansi

Abstract
By in-depth study, this research is expected to contribute thoughts on the
social setting of Imam al-Ghazali, the concept of moral education in the
perspective al Ghazali, the implementation of the concept of moral
education in the perspective of al Ghazali with Islamic education that exist
at the present time. It is a literary study. This study was conducted using
non-participant observation by observing the certain sources, search for,
examine the books, or other articles related to this thesis. The data collection
is divided into two sources, namely primary and secondary data. Then the
data were analyzed using descriptive and analytical methods. The results
showed that Imam al Ghazali is a great scholar who lived in his time with
high spirit of seeking knowledge. It is proven by the composition of the
books he translated into many languages. Moral education is a conscious
effort to guide and direct the will of a person to achieve the noble behavior
and make it a habit. While the goal of moral education according to Imam al
Ghazali is formed capable of being closer to Allah SWT, so as to make him
to achieve happiness both in this world and in the hereafter as the eternal. In
the concept of moral education, Imam al Ghazali give attention to relations
with everyday life, methods, and all kinds of morals. The concept of moral
education in his perspective with Islamic education in Indonesia for
implementation is remained lack but the concept is already good.

Keywords: moral education, perspective, Al Ghazali

Pendahuluan
Pendidikan akhlak merupakan modal terpenting dalam pembentukan
diri pribadi suatu insan manusia yang berguna untuk menghadapi masa
depan yang lebih cerah. Dengan adanya pendidikan akhlak yang baik maka
diharapkan kehidupan suatu umat akan semakin baik dan maju sehingga
dengan ini akan menimbulkan adanya saling peduli dan menyayangi antara
satu dengan yang lainya karena mereka beranggapan bahwa diantara

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 1


Konsep Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Al Ghazali

mereka semua adalah saudara. Untuk sampai pada pendidikan akhlak yang
baik maka kita harus mengikuti dan meneladani akhlak Muhammad SAW
semaksimal mungkin. Karena kebaikan akhlak beliau telah diukir dalam
kitab suci Al Qur‟an yang tidak kita ragukan lagi kebenarannya. Allah
SWT telah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang berbunnyi :
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

Dengan ayat ini dapat dikatakan bahwa suri teladan yang Rasulullah
berikan adalah baik untuk kita tiru dan amalkan baik dalam kehidupan
berkeluarga, berbangsa, dan bernegara. Sehingga dengan kata lain dapat
dipahami, siapa saja yang mengikuti jejak Rosulullah sudah pasti dapat
dikatakan baik begitu juga sebaliknya Pendidikan akhlak merupakan bagian
dari pendidikan Islam yang bertujuan membentuk pribadi muslim
seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia dan
menumbuhsuburkan hubungan harmonis setiap individu dengan Allah,
sesama manusia dan alam semesta. Pendidikan Islam mengorientasikan
pada pembentukan dan penempatan manusia sebagai insan kamil yang pada
perkembangannya mampu menerjemahkan dan mengamalkan ajaran-ajaran
Islam secara kontekstual serta tetap konsisten membawa misi pencerdasan
dan pembebasan sehingga pada akhirnya menyadari eksistensinya sebagai
„kholifatullahu fil ardl yang terukir dalam surat Al-Baqarah ayat 30 yang
berbunyi:
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".

2 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Aris Setiawan

Pendidikan akhlak merupakan bagian dalam pendidikan islam


sehingga salah satu fokus penting dalam pendidikan islam yaitu pendidikan
akhlak. Akhlak menurut Ghozali adalah suatu sifat yang tertanam dalam
jiwa manusia, yang dari dirinya muncul perbuatan yang mudah dikerjakan
tanpa melalui pertimbangan akal pikiran. Akhlak merupakan suatu alat yang
digunakan untuk mengoptimalkan sumber data potensi untuk mencapai
kesejahteraan hidup manusia baik didunia maupun diakhirat. Oleh karena
itu, bagaimana manusia dalam menggunakan sumber daya potensi yang
tersedia untuk meningkatkan kehidupan lebih baik. Karenanya diperlukan
alat yang digunakan untuk menganalisis sekaligus membuktikan konsep Al-
quran dan Hadits yang secara langsung maupun tidak langsung bersentuhan
dengan masalah akhlak (Mansur, 2007: 227). Akhlak sangat berkait dengan
kebiasaan, maka pihak orang tua harus ber-akhlakhul karimah sebagai
teladan bagi anak-anak. Menurut Al-Ghozali, apabila anak-anak dididik dan
dibiasakan pada kebaikan maka, anak akan tumbuh pada kebaikan itu dan
apabila dibiasakan untuk berbuat keburukan maka ia pun akan tumbuh
sebagaimana yang diberikan dan dibiasakan kepadanya dan memelihara
anak yang baik adalah dengan mendidik dan mengajarkan akhlak yang
mulia kepadanya.
Kemerosotan akhlak disemua lini kehidupan masyarakat, baik
lembaga atau individu merupakan suatu bukti ketidakberhasilan atau
gagalnya pendidikan selama ini, terutama dalam bidang akhlak. Pendidikan
acapkali ditempatkan sebagai suatu yang hanya bertali-temali dengan
transfer pengetahuan. Pendidikan hanya merupakan penyampaian materi
yang hanya dari nilai-nilai spiritual dan pengalaman yang berakibat pada
peserta didik dan output pendidikan itu sendiri. Pendidikan akhlak menurut
al-ghazali merupakan tiap daya serta upaya yang dilakukan dengan melalui
pelatihan secara berulang-ulang agar tertanam dalam jiwa dan muncul

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 3


Konsep Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Al Ghazali

dalam perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan


pertimbangan terlebih dahulu.
Seiring dengan perkembangan zaman masa kini, maka banyak sekali
tantangan yang dihadapi oleh umat manusia. Ini semua disebabkan karena
adanya kemunduran moral umat manusia dalam berbagai lini kehidupan
dalam masyarakat. Dengan adanya pengetahuan tentang pendidikan akhlak
ini seharusnya umat manusia memiliki akhlak yang lebih baik dari sekarang
yang kita lihat di berbagai aktifitas. Namun pada kenyataannya, banyak dari
pada umat manusia pada era sekarang ini yang banyak mengalami krisis
akhlak baik pada tiap individu ataupun kelompok. Ini semua disebabkan
karena adanya perkembangan teknologi yang begitu cepat dan tidak secepat
dengan perkembangan akhlak pada tiap umat manusia. Adapun penyebab
lain yaitu pergaulan masyarakat yang begitu bebas sehingga mempengaruhi
dirinya dalam pembentukan akhlak kearah yang negatif.
Akhlak merupakan tantangan terbesar bagi bangsa ini untuk
pembentukan karakter dan cerminan bagi bangsa. Bila pendidikan akhlak
suatu bangsa sudah baik maka akan baik pula ditiap lini kehidupan begitu
juga sebaliknya. Maka dengan pendidikan akhlak yang baik dan benar akan
memberikan dampak yang sangat sangat besar dan dampak yang positif
bagi perkembangan dan kemajuan suatu bangsa. Karena sangat pentingnya
pendidikan akhlak ini, maka sangat dibutuhkan bagi setiap individu baik
unutk pengetahuan ataupun pendidikan untuk anak di kemudian harinya.
Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, perlu kiranya dikaji secara mendalam
untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dan obyektif dengan memakai
pendekatan ilmiah. Untuk itu penulis mencoba mengkaji persoalan di atas
sevara kritis dan analisis, dengan membuat skripsi yang berjudul: KONSEP
PENDIDIKAN AKHLAK DALAM PERSPEKTIF AL-GHAZALI.

4 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Aris Setiawan

Permasalahan
1. Bagaimana setting sosial Imam al Ghazali?
2. Bagaimana konsep pendidikan akhlak dalam perspektif al
Ghazali?
3. Bagaimana implementasi konsep pendidikan akhlak dalam
perspektif al Ghazali dengan pendidikan Islam di Indonesia masa
sekarang?

Tinjauan Pustaka
Sebelum penulis membahas lebih lanjut yang menjadi inti
permasalahan dan untuk menghindari kesalahan penafsiran, maka perlu
penulis jelaskan istilah-istilah yang berkaitan dengan judul di atas yaitu
antara lain:

A. Konsep
Concept berarti konsep, buram, bagan, dan rencana (M. echols dan
Shadily, 1976: 135). Konsep adalah ide abstrak dari peristiwa konkret yang
dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau pengolongan yang pada
umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata (KBBI,
2007: 588)

B. Pendidikan Akhlak
Kata pendidikan merupakan bentuk konfiks (imbuhan yang berada
di awal dan di akhir) yang memiliki imbuhan ke-+-an (Finoza, 1993: 77).
Pendidikan adalah usaha manusia untuk mengembangkan dan mengarahkan
fitrahnya agar dapat berkembang sampai titik optimal untuk menciptakan
tujuan yang dicita-citakan (Arifin, 1988: 12).
Kata akhlak berasal dari bahasa arab ٌ‫( ُخلُق‬Hakim, 2004: 170) yang
ini merupakan bentuk jamak dari ‫ق‬ ٌُ ُ‫ ا َ ْل ُخل‬yang berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat (IAIN Walisongo, 1999: 109). Jadi Akhlak adalah

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 5


Konsep Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Al Ghazali

sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya
dan selalu ada padanya. Sifat ini dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut
akhlak yang mulia, atau perbuatan buruk, disebut akhlak yang tercela sesuai
dengan pembinaannya (Asmaran, 1992: 1). Sedangkan menurut al-Ghazali
akhlak adalah kondisi jiwa yang telah tertanam kuat, yang darinyaa terlahir
sikap amal secara mudah tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan
(Ahmadi, 2004: 13).
Jadi pendidikan akhlak adalah pengembangan nilai-nilai atau tata
cara untuk mewujudkan titik optimal akhlak, sehingga dapat bersikap
dengan baik dan dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk.

C. Perspektif adalah pandangan ataupun sudut pandang


Perspective berarti pandangan, memandang, yang sebenarnya ((M.
echols dan Shadily, 1976: 426). Jadi, perspektif yang dimaksud disini
adalah pandangan ataupun sudut pandang seorang ulama besar yang
dimaksud yaitu Imam al Ghazali.

D. Al Ghazali
Al Ghazzali adalah ulama besar yang sangat berpengaruh pada
masanya dan memiliki karya-karya yang sangat banyak dan sangat terkenal
di berbagai belahan dunia yang banyak diterjemahkan dalam berbagai
bahasa (Ghazali, 2007: iii).

Metode Penelitian
Penelitian ini sifatnya literatur (kepustakaan), sehingga penelitian ini
menggunakan kajian terhadap buku-buku yang ada kaitannya dengan judul
skripsi ini, yaitu buku-buku Al Ghazali dan buku-buku lain tentang
pendidikan akhlak.

6 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Aris Setiawan

Pembahasan
A. Tinjauan tentang Pendidikan Akhlak dalam Islam
1. Definisi Pendidikan
Menurut Soegarda Poerbakawatja, pendidikan adalah usaha secara
sengaja dari orang dewasa dengan pengaruhnya meningkatkan si anak
untuk mencapai kedewasaan yang dapat diartikan mampu memikul
tanggung jawab atas segala perbuatan secara moril. Jadi pendidikan itu
penting bagi si anak yang mana sangat berpengaruh pada sikap dan
tanggung jawab seperti layaknya orang dewasa. Pendidikan juga merupakan
salah satu aspek yang memiliki peranan pokok dalam pembentukan
manusia menjadi insane yang sempurna (Poerbakawatja, 1982: 257).
Pendidikan bukanlah sekedar mengasuh, memelihara atau mendidik
anak didik, namun pendidikan merupakan pengembangan pengetahuan,
keterampilan maupun kepandaian dengan adanya pegajaran, latihan-latihan
atau pengalaman-pengalaman. Lebih lanjut anak didik yang di didik secara
bertahap dengan memperhatikan usia maupun kemampuan anak. Di
samping itu ada juga yang mengatakan pendidikan berasal dari kata
tarbiyah, ta‟lim, dan ta‟dib. Merujuk pada ayat dalam al-Qur‟an al karim
(Achmadi, 1992: 16).Misalnya dalam surat al-Isra : 24 yang artinya:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil". Dalam surat al-Alaq : 5 artinya : “Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Dikaitkan dengan pendidikan dari kata bahasa arab, bahwa


pendidikan kepada anak itu mulai dari tumbuh, artinya dari sejak ada di
dalam kandungan ibu hingga menjadi besar, lahir ke dunia dan berkembang
sehingga mencapai dewasa bisa menjaga diri dan bertanggung jawab. Dari
semua paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu
usaha yang disengaja, memberikan bimbingan jasmani dan rohani

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 7


Konsep Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Al Ghazali

berdasarkan ajaran Islam yang berupa penanaman akhlak mulia, latihan


moral, fisik sehingga menghasilkan perubahan yang dimanifestasikan dalam
kenyataan hidup meliputi kebiasaan, tingkah laku, berfikir, dan bersikap
menuju terbentuknya kepribadian utama.
2. Definisi Akhlak
Kata “akhlak” berasal dari bahasa arab, jama‟ dari kata (‫ ) خيق‬yang
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Sebagaimana firman
Allah dalam surat Asy-Syu‟ara : 13 artinya: “Dan (karenanya) sempitlah
dadaku dan tidak lancar lidahku maka utuslah (Jibril) kepada Harun.”
Menurut Ahmad Amin sebagaimana yang dikutip oleh Hamzah Ya‟kub.
Bahwa Akhlak ialah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka
dan menunjukkan jalan untuk melaksanakan apa yang harus diperbuat
(Hamzah Ya‟qub, 1991: 11). Selanjutnya Imam al Ghazali menyatakan
dalam sebuah karyanya:
“Khuluk (akhlak) adalah hasrat atau sifat yang tertanam dalam jiwa
yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan yang mudah dan
gampang tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran”
(Ghazali, 1994: 58)

Meskipun terdapat pebedaan dalam mendefinisikan akhlak, namun


dapatlah dipahami bahwa akhlak adalah merupakan kehendak yang lahir
dari jiwa seseorang yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi
kebiasaan. Dari kedua pengertian pendidikan dan akhlak maka dapat
dipahami bahwa pendidikan akhlak adalah suatu pendidikan penanaman
akhlak yang mulia, moral yang baik, tabiat maupun perangai yang baik
yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan akhlak sejak ia masih kecil
hingga dewasa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan
akhlak merupakan usaha yang dilakukan secara sadar untuk membimbing

8 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Aris Setiawan

dan mengarahkan kehendak seseorang untuk mencapai tingkah laku yang


mulia dan menjadikannya sebagai kebiasaan.
B. Implementasi Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Al ghazali
dengan Pendidikan Islam yang ada di Indonesia pada Masa
Sekarang
1. Implementasi Materi Pendidikan
a. Akhlak anak kepada Tuhan
1) Beriman kepada Allah SWT
Beriman kepada Allah merupakan suatu hal yang paling pokok dan
mendasar dari seluruh ajaran agama Islam dan harus diyakini dengan ilmu
yang pasti. Al Qur‟an adalah sebagai pokok dan sumber ajaran Islam telah
memberikan suatu pedoman dalam mengenal ( makrifat ) kepada Allah.
Sebagaimana firman Allah dalam surat An nisa ayat 59 :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Iman kepada Allah yaitu dengan cara mempercayai zat, sifat, dan
fa‟alnya. Artinya hanya Allah sajalah yang pantas dan berhak disembah,
karena hanya Allah yang menciptakan alam semesta yang bersifat dengan
segala sifat kesempurnaan dan berbeda dengan sifat yang ada pada
makhluknya. Segala apa yang diciptakan oleh Allah itu merupakan
ciptaanNya sendiri tanpa campur tangan lainnya, dan tidak ada
seseorangpun dapat meniru dan menyerupaiNya ( Departemen Agama RI,
2002: 63 ).
Bagi Negara Indonesia tidak bisa diragukan lagi tentang kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ini jelas sudah tertuang dalam dasar Negara
Indonesia yaitu pancasila dalam sila yang pertama. Bangsa Indonesia

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 9


Konsep Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Al Ghazali

percaya bahwa kita bahwa kita adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa dan mempercayai akan segala kekuasaanNya. Bagi umat Islam percaya
kepada Tuhan merupakan rukun Iman yang pertama dan mutlak harus
dipercayai dan tidak bisa ditawar-tawar lagi ( Labib dan Ahnan, 2000: 95-
96).
Iman merupakan kepercayaan yang bersifat mutlak dan bulat yang
wajib dimiliki setiap individu. Dengan percaya dan mengimani Allah maka
secara tidak langsung sudah meliputi didalamnya percaya kepada hari
kemudian, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, dan
qadha dan qadarNya. Kepercayaan yang bersifat mutlak itu harus
mengandung tiga unsur yaitu:
- Diikrarkan dengan lisan
- Dipatrikan dalam hati
- Dilaksanakan dengan anggota badan
tentang ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT. Sehingga ini sangat cocok
diterapakan dan diajarkan untuk pendidikan akhlak bagi bangsa Indonesia.
Sebagaimana keterangan diatas maka pendidikan keimanan di Indonesia
pada saat ini juga dibutuhkan, sesuai dengan pendidikan akhlak anak yang
telah dikemukakan oleh Ulama besar yaitu Imam al Ghazali.
2) Taat dan Beribadah kepada Allah
Taat kepada Allah berarti menjalankan segala perintah Allah dan
menjauhi segala laranganNya sehingga dikatakan hamba Allah yang bisa
mengabdikan diri kepada Allah sesuai tugas sebagai khalifah fil ardh untuk
beribadah sesuai ketetapan yang berlaku. Taat dan beribadah tentu saja
tidak meninggalkan konsep syari‟at, syari‟at menurut bahasa berarti “jalan
yang lurus”. Para ahli dalam bidang fiqh memakai kata syari‟at ini sebagai
nama hukum yang telah ditetapkan oleh Allah SWT untuk para hambaNya
dengan perantara Rasullulah saw supaya para hambaNya melaksanakan
dengan dasar iman.

10 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Aris Setiawan

Syari‟at merupakan dasar dari ajaran maupun hukum Islam sebagai


ketetapan yang harus dijalani oleh umat manusia yang meliputi semua
aspek ajaran, termasuk aspek akidah atau keyakinan agama. Tetapi
kemudian mengalami penyempitan arti yang hanya mengenai hokum Islam
yang bersumber pada al Qur‟an dan sunnah Rasul, kemudian diwajibkan
untuk ditaati dan dilaksanakansebagaimana mestinya ( Su‟ud, 2003: 163 ).
Menurut Mahmud Syaltut, syari‟at adalah hukum-hukum yang
sudah digariskan oleh Allah atau dasar-dasar hukum yang sudah ditentukan
oleh Allah supaya manusia menjadikannya pedoman dalam hubungannya
dengan Allah dan sesama manusia serta dengan alasan dan kehidupannya.
Jadi syari‟at identik dengan agama Islam yang ajarannya meliputi aqidah,
akhlak, ibadah, dan muamalah ( LKHI, 2004: 11 ).
Pembahasan mengenai syari‟at tentu saja ada hubungannya dengan
hukum halal dan haram. Pada prinsipnya yang pertama ditetapkan dalam
Islam adalah pada assalnya segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah SWT
itu adalah halal. Semuanya tidak ada haram kecuali ada nash atau dalil yang
shahih (tidak cacat periwayatannya) dan syarih (jelas maknanya) dari yang
memiliki syari‟at itu sendiri yaitu Allah SWT yang memberikan hukum
haram ( Qardhawi, 2003: 36 ).
Pengharaman dan penghalalan terhadap sesuatu hanyalah wewenang
Allah SWT. Jadi tidak ada wewenang bagi makhluk bagaimanapun
martabatnya di dalam agama mmaupun status sosialnya untuk
menghalalkan dan mengharamkan sesuatu. Maka siapa saja dari makhluk
melakukan penghalalan dan pengharaman berarti telah melampaui batas dan
merampas hak dan wewenang Allah dalam masalah peraturan (syari‟at)
terhadap makhlukNya dan pelakunya dianggap telah melakukan tandingan
terhadap Allah serta dianggap sebagai bentuk kemusyrikan ( Qardhawi,
2003: 41-42).
3) Menambah ketaatan dengan ibadah shalat tahajud, membaca al-Qur‟an
dan beristighfar

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 11


Konsep Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Al Ghazali

Pada awalnya Allah SWT telah mewajibkan shalat malam pada


rasullulah dan para sahabat, sehingga turun ayat kedua puluh surat
Muhammad Syalthout berpendapat bahwa Islam adalah merupakan pokok
yang tumbuh di atasnya peraturan-peraturan syari‟at, sedangkan syari‟at itu
tumbuh dari keimanan. Dengan demikian tidaklah terdapat syari‟at dalam
Islam melainkan dengan adanya keimanan. Keimanan yang sudah mantap
dan terpatri di dalam dada seseorang, maka hilanglah perbuatan yang
bertentangan dengan iman dan hatinya menjadi bersih sehingga timbullah
akhlak yang baik dan mulia ( Labib dan Ahnan, 2000: 107-108 ).
Bagi bangsa Indonesia yang beragama Islam tentu saja
membutuhkan kajian tentang taat dan ibadah kepada Allah dengan
berperilaku mengikuti ajaran Islam, sebagaimana yang dilakukan oleh
Imam al Ghazali dalam mendidik anak juga mengajarkan Al Muzamil.
Walaupun dari sisi hukum pada akhirnya bukan wajib, tetapi nilai yang
terkandung di dalamnya sungguh luar biasa. Ciri-ciri orang yang bertaqwa
juga dikaitkan dengan sedikitnya tidur di waktu malam ( Takariawan, 2005:
47 ). Dengan firman Allah :
Artinya : Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan
selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar (QS. Adz
Dzariyat 51 : 17-18).

Bagi orang muslim sudah selayaknya meraih kenikmatan munajat


kepada Allah SWT. Di saat ia bangun malam dan melakukan shalat malam.
Perintah melaksanakan shalat malam adalah pada waktu awal dakwah di
Makkah sebagai bentuk persiapan ruhiyah ( Takariawan, 2005: 49 ). Shalat
tahajud merupakan shalat sunnah yang dilaksanakan di waktu malam. Yang
lebih baik lagi jika dilaksanakan sesudah tengah malam, di saat suasana
sunyi sepi hingga bisa tenang melakukannya dan menambah
kekhusyukan.shalat tahajud dilaksanakan dengan bilangan raka‟at yang
tidak terbatas (Farouq, 2003: 152).

12 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Aris Setiawan

Selain shalat tahajud, ibadah lain yang bisa dilakukan yaitu


membaca al Qur‟an. Al Qur‟an merupakan sumber kehidupan bagi orang
yang beriman, oleh karena itu hendaknya selalu dibaca, ditelaah kemudian
diamalkan isi kandungannya dalam kehidupan. Membaca merupakan suatu
ibadah sehingga seseorang yang membacanya akan mendapatkan pahala
dan di hari kiamat kelak akan menjadi penolong bagi yang membacanya.
Bagi orang yang beriman, al Qur‟an berfungsi sebagai obat, penentram hati.
Al Qur‟an juga sebagai petunjuk dan rahmat. Sedangkan bagi orang zalim,
al Qur‟an hanya menambah penyakit baginya ( Takariawan, 2005: 50 ).
Manusia hidup di dunia, tentu saja tidak lepas dari suatu kesalahan.
Pernyataan penyesalan terhadap kesalahan yang telah dilakukan. Atau
pernyataan permohonan ampun kepada Allah SWT yang disebut dengan
istighfar sebagai pernyataan taubat kepadaNya. Kebiasaan mengucapkan
istighfar akan lebih sempurna jika diikuti kebiasaan meminta maaf dan
member maaf kepada orang lain. Karena dengan kesadaran sebagai manusia
yang tidak lepas dari kesalahan. Membaca istighfar hendaknya diikuti
dengan perbuatan baik dan meniggalkan perbuatan yang buruk. Contoh
istighfar yang simple yaitu :
Artinya : Saya mohon ampun kepada Allah yang Maha Agung
(Departemen Agama RI, 2003: 42-43 ).

Melihat uraian tersebut, maka pendidikan di Indonesia yang


berhubungan dengan shalat malam, membaca al Qur‟an, dan membaca
Istighfar juga dibutuhkan sebagaimana yang dilakukan oleh Imam al
Ghazali dalam pendidikan akhlak.

b. Akhlak Anak terhadap Sesama Manusia


Manusia merupakan makhluk sosial yaitu makhluk yang tidak bisa
hidup sendiri dan selalu membutuhan bantuan orang lain dalam
kehidupannya. Orang lain disini biasa disebut dengan tetangga, sedangkan

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 13


Konsep Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Al Ghazali

dalam Islam terdapat hak-hak dalam bertetangga yaitu dengan berbuat baik
kepadanya dan menjauhkan diri dari menganggunya. Jar atau tetangga itu
meliputi semua orang yang berdekatan tempatnya. Termasu di dalamnya
orang muslim atau orang kafir, abid atau fasik, teman, seteru, pribumi,
orang asing baik kerabat maupun bukan, baik dekat maupun jauh
rumahnya.sedangkan memuliakan tetangga itu merupakan sebagian dari
Iman itu merupakan upaya dalam pembinaan iman ( Departemen Agama
RI, 2002: 201 ). Berbuat baik kepada tetangga ( jar ) ialah dengan cara
menyampaikan bermacam-macam kebajikan sesuai dengan
kesanggupannya. Seperti member hadiah, memberi salam, bermanis muka
di kala berjumpa dan lain sebagainya ( Departemen Agama RI, 2002: 202 ).
Melihat uraian tersebut, maka pendidikan Islam di Indonesia juga
mempergunakan ajaran akhlak kepada tetangga dalam pendidikan sesuai
dengan apa yang dilakukan Imam al Ghazali dalam membentuk akhlak anak
didik.

c. Akhlak Anak terhadap Guru


1) Kriteria guru yang baik
Guru merupakan panutan yang harusnya ditaati dan dijadikan
teladan, sehingga seorang guru haruslah berbudi pekerti yang baik. Guru
dalam Islam adalah siapa saja yang memiliki tanggung jawab terhadap
perkembangan anak didik. Orang yang paling pertama-tama paling
bertanggung jawab adalah orang tua ( ayah dan ibu ) anak didik yang
disebabkan karena qadrat yaitu ditakdirkan sebagai orang tua anak dan
karena kemajuan perkembangan yaitu suksesnya seorang anak berarti juga
suksesnya orang tua tersebut. Menurut teori pendidikan Barat, tugas
pendidik menurut pandangan Islam secara umum yaitu mendidik dengan
selalu mengembangkan potensi anak didik baik potensi kognitif, afektif
maupun psikomotorik secara seimbang sampai ke tingkat setinggi-tingginya
( Nahlawi, 1992: 74 ).

14 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Aris Setiawan

Syaikh az Zarnujiy dalam kitabnya Ta‟limul Muta‟alim yang telah


dipublikasikan di Negara Indonesiak berpendapat bahwa syarat-syarat guru
yang dipilih itu memiliki tiga sifat yaitu lebih aliim ( lebih mengetahui ),
wara‟ ( menjauhi perkara haram dan makruh ) dan lebih tua usianya.
Seorang guru yang lebih mengetahui tentang ilmu pengetahuan akan lebih
efektif dalam proses transfer nilai pengetahuan tehadap anak didiknya,
kemudian lebih wara‟ akan lebih mendorong untuk mengajarkan akhlak
yang mulia dengan cara memberikan contoh yang baik, sedangka guru yang
lebih tua umurnya akan lebih dihormati oleh anak didiknyak, karena lebih
berwibawa daripada guru yang lebih muda dihadapan anak didik sehingga
akan lebih mudah dalam mengajarkan ilmu pengetahuan.
Menurut Soejono, bahwa seseorang sebagai guru haruslah memiliki
syarat-syarat tertentu yang harus dimilikinya antara lain yaitu :
a) Umur sudah dewasa
b) Sehat jasmani dan rohani
c) Memiliki keahlian mengajar
d) Memiliki kesusilaan dan berdedikasi tinggi
2) Menghormati guru
Seorang anak didik yang sedang mencari ilmu haruslah bersikap
sopan santun atau tata krama terhadap pembimbingnya sebagai wujud
penghormatan kepada gurunya. Sebab hal itu merupakan suatu perkara yang
sangat penting. Bagi para anak didik sediri, jika hati seorang pembimbing
atau guru terusik oleh akhlak atau budi pekerti seorang anak didik yang
menyimpang dari kemuliaan, atau tata krama yang tercela, maka hal
tersebut bisa menghambat jalannya pendidikan, dalam arti ilmu yang
disampaikan oleh pembimbing atau guru itu akan terasa sulit diterimanya.
Adab anak didik terhadap gurunya antara lain:
a) Patuh terhadap perintahnya
b) Menjauhi apa yang dibencinya
c) Sabar dalam menjalani pendidikan

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 15


Konsep Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Al Ghazali

d) Memelihara ilmu yang diberikan


Memelihara yang dimaksud adalah dengan mengamalkan ilmu yang
telah diperoleh ( Hamdani, 2006: 155-156 ). Melihat keterangan tersebut
menunjukkan bahwa penghormatan anak didik terhadap gurunya dalam
system pendidikan di Indonesia juga dipergunakan dan dibutuhkan
sebagaimana yang telah dilakukan Imam al Ghazali dalam mendidik anak.

d. Akhlak terhadap Ilmu


1) Giat dalam Belajar
Belajar merupakan suatu tindakan dan perilaku siswa yang
kompleks. Sebagaimana tindakan, maka proses belajar itu hanya dialami
oleh siswa sendiri. Siswa adalah sebagai penentu terjadinya atau tidak
terjadinya proses belajar. Sedangkan proses belajar itu terjadi berkat siswa
telah memperoleh sesuatu yang ada disekitarnya. Sehingga kemudian suatu
hal itu dapat dipelajarinya ( Dimyati dan Mudjiono, 2002: 7 ).
Belajar merupakan salah satu sarana untuk mempermudah
penerimaan materi pembelajaran dari guru terhadap anak didik, sehingga
anak didik mampu menerima, memahami, dan menghayati materi yang
diterima. Oleh sebab itu belajar juga sangat efektif untuk dilaksanakan di
masa sekarang ini sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh Imam al
Ghazali dalam mendidik akhlak anak.
2) Mengamalkan Ilmu
Ilmu dalam Islam, harus selalu berkaitan dengan kegunaan ilmu itu
sendiri, yaitu amal. Amal dapat dimaknai dengan perilaku, perbuatan,
pekerjaan, dan produktifitas. Lebih sempurnanya lagi, amal dapat berarti
perbuatan, tindakan, aktifitas, pekerjaan, prestasi, kemajuan, produktifitas,
dan semacamnya. Suatu amal menjadi tuntutan, dan ilmu pada hakikatnya
adalah untuk mewujudkan amal perbuatan. Lebih jelasnya lagi bahwa ilmu
itu haruslah diamalkan dan amal harus berlandaskan ilmu. Di dalam Islam,

16 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Aris Setiawan

ajaran mengenai amal shaleh sangat fundamental, sehingga ilmu bukan


untuk ilmu tetapi ilmu adalah untuk amal ( Azizi, 2003: 97 ).
Mengamalkan ilmu adalah suatu hal yang positif di Negara
Indonesia ini dan sangatlah dibutuhkan untuk mewujudkan potensi
pengetahuan yang ada. Dan hal ini juga sangatlah relevan dengan apa yang
diterangkan Imam al Ghazali dalam mendidik anak yakni mengamalkan
ilmu.

e. Akhlak yang baik dan akhlak yang tercela


Dalam islam akhlak yang baik akhlak yang harus dikerjakan.
Sedangkan akhlak yang tercela adalah akhlak yang harus ditinggalkan. Pada
masa rasullulah, keluarga, dan para sahabatnya, akhlak menunjuk pada
suatu konsep yang mengandung arti kehidupan yang mulia sebagai jalan
menuju kebahagiaan manusia. Al Shadiq menyebutkan sepuluh akhlak yang
mulia yaitu : yakin, merasa cukup dengan apa yang ada ( qona‟ah ), sabar,
syukur, bijak, perangai baik, semangat, dermawan, berani, dan mempunyai
harga diri. Al Baqir bercerita bahwa rosullulah telah berkata kepada Ali
antara lain berbunyi ( Subaiti, 2002 : 25 ) :
“hendaklah engkau berakhlak yang baik dan terapkanlah, dan
jauhkanlah dirimu dari peragai buruk dan jangan engkau terapkan
hal itu. Kemudian jika engkau tidak melakukan hal itu, maka
janganlah engkau mencela, kecuali diri sendiri”

Akhlak yang baik sebagai jiwa agama, yang merupakan bentuk


keindahan yang dijadikan bentuk dan pakaian manusia sekaligus sebagai
hiasan bagi dirinya, maka akhlak yang buruk adalah bentuk yang
menakutkan, apabila dipakai oleh orang, maka orang itu menjadi sosok
yang menakutkan pula.
Cirri-ciri orang yang berakhlak buruk antara lain, bila bergaul
dengan orang lain ia bertindak zalim, bila melakukan perjanjian maka ia

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 17


Konsep Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Al Ghazali

mengingkari, bila berkata ia bohong, jika dipercaya ia berkhianat, bila ada


kesempatan ia menyimpang, dan jauh dari kebaikan dan sebaliknya ia dekat
dengan keburukan, cepat menyebar fitnah, dan tidak mampu menciptakan
persatuan. Oleh karena itu rasullulah bersabda “ Allah menolak taubatnya
orang yang berperangai buruk”, Rasullulah ditanya, “Bagaimana bisa terjadi
demikian ya rasullulah?” beliau menjawab,”jika dia bertobat dari suatu
dosa, maka dia terlibat dalam dosa yang lebih besar lagi”( Subaiti, 2002: 31
). Demikian besar resiko orang yang jelek perangainya, sehingga taubatnya
tidak diterima.
Uraian tentang akhlak yang baik dan akhlak yang buruk tersebut
menunjukkan bahwa pendidikan islam di Indonesia mempergunakan dan
membutuhkan materi tentang akhlak yang terjadi dan akhlak yang buruk
sebagaimana yang telah dipakai oleh Imam al Ghazali dalam mendidik
akhlak anak.

2. Implementasi Metode Pendidikan


Metode dapat didefinisikan sebagai cara kerja yang bersistem untuk
mempermudah pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang
ditentukan ( Departemen Agama RI, 2001: 19 ). Jadi metode pendidikan
adalah suatu cara kerja secara sistematis yang bertujuan untuk
mempermudah pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan berhubungan dengan pendidikan.
a. Metode Keteladanan
Metode keteladanan merupakan metode yang sudah tidak asing lagi.
Allah SWT telah menjelaskan dalam kitabNya :
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasullulah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.(QS. Al Ahzab : 21 ).

18 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Aris Setiawan

Menurut keterangan ayat tersebut, tidak ada yang mengetahui ukuran


derajat Rasullulah kecuali hanya Allah. Allah lebih mengetahui bahwa
konsep Islam membutuhkan manusia yang mampu memikul dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga menjadi realitas
amalan yang bisa dirasakan orang. Oleh karena itu Allah mengutus
Rasullulah setelah memberikan gambaran yang sempurna tentang Islam
dalam kepribadiannya untuk diambil pelajaran, sehingga mampu menjadi
teladan yang terbaik bagi seluruh umat manusia (Ramadi, 2006: 57).
Rasullulah merupakan seorang pendidik yang memberikan petunjuk
kepada manusia dengan perilakunya yang baik. Keteladanan adalah salah
satu metode pendidikan yang baik, oleh karena itu seorang peserta didik
harus memperoleh teladan dari lingkungannya sejak dini agar tercipta
generasi yang baik pula.

b. Metode Pemberian Nasihat


Pemberian nasihat terhadap anak mengenai kebaikan sering disebut
dengan al mau‟izhah al hasanah (nasihat yang baik). Menurut sebagian ahli
tafsir mengatakan bahwa sesungguhnya nasihat yang baik ialah berpaling
dari yang jelek atau perbuatan buruk melalui anjuran dan larangan. Yang
demikian itu bisa melunakkan hati dan menimbulkan kekhusyukan,
sedangkan menurut ahli tafsir lainnya, berpendapat bahwa nasihat yang baik
dan tidak samar bagi kebanyakan orang adalah menasehati seseorang
dengan tujuan tercapainya suatu mangfaat atau kemaslahatan baginya.
Penafsiran para ahli tafsir tersebut mengacu pada berbagai denotasi dan
ekstensi kata. Karena tujuan mereka adalah mengisyaratkan maksud yang
diinginkan al Qur‟an bagi kata atau tema tersebut dan bukan makna secara
etimologisnya semata.
Penafsiran yang kedua menegaskan bahwa nasihat yang baik
merupakan cara melaksanakan ajakan atau bertablig yang disukai,

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 19


Konsep Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Al Ghazali

mendekatkan manusia pada kebaikan dan tidak menjerakan mereka,


memudahkan dan tidak menyulitkan (Ahmad Qosim, 1997: 48).
Menurut perkataan seorang penulis modern bahwa nasihat yang baik
adalah nasihat yang bisa masuk ke dalam hati disertai dengan penuh kasih
sayang dan dalam perasaan yang penuh kelembutan, tidak berupa larangan
terhadap sesuatu yang tidak harus dilarang, tidak menjelek-jelekkan atau
membongkar suatu kesalahan. Karena lemah lembut dalam member nasihat
seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan mampu menjinakkan hati
yang liar serta lebih mudah melahirkan kebaikan (Ahmad Qosim, 1997: 49).

c. Metode Pemberian Wasiat


Pendidikan terhadap anak didik dapat dilaksanakan dengan cara
memberikan wasiat. Sebagaimana telah dikisahkan dalam al Qur‟an tentang
wasiat Luqman kepada anaknya dalam surat Luqman ayat 13 yang bebunyi:
Artinya : Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di
waktu ia member pelajaran kepadanya: “Hai anakku,
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar”.

Dari ayat tersebut, diterangkan tentang salah satu cara memberikan


pendidikan yaitu dengan metode pemberian wasiat, dengan metode ini
seorang pendidik memberikan suatu pelajaran yang diharapkan telah
dilaksanakan walaupun yang mendidik telah meninggal dunia karena wasiat
merupakan pesan tentang suatu kebaikan yang akan dijalankan setelah
seseorang yang berwasiat telah meninggal dunia ( Rasjid, 1996: 371 ).

d. Metode Cerita
Dalam pendidika Islam ada berbagai cara yang dilakukan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Salah satunya dengan metode cerita
dengan cara menceritakan peristiwa-peristiwa bersejarah, contoh-contoh

20 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Aris Setiawan

kehidupan dan kisah-kisah Islami yang mengandung nilai edukatif (Zuhaili,


2002: 67 ). Kisah-kisah dalam pendidikan memiliki pengaruh ke dalam jiwa
dan cepat terserap ke dalam pikiran. Allah SWT sendiri telah memberikan
anugerahnya kepada RasulNya bahwa kisah tentang para Nabi (khususnya
tentang beliau sendiri) adalah kisah yang paling utama dan paling indah.
Maka, di dalam kandungan al Qur‟an diantaranya ada yang mengenai
kisah-kisah.
Guru sebaiknya mengambil dari al Qur‟an dan al Sunnah sebagai
metode untuk pengembangkan anak didik. Seorang guru sebaiknya
menanamkan dalam diri anak didik mencintai terhadap kisah-kisah. Maka,
sudah selayaknya bila seorang guru dalam menasihati dan merangsang
perhatian anak-anaknya dengan menceritakan kisah-kisah.
Setelah suatu kisah disampaikan kepada anak didik, maka seorang
guru bertanya kepada anak didiknya tentang berbagai mangfaat, nasihat,
dan hikmah yang dapat diambil dari kisah yang telah disampaikan. Hal
yang demikian memiliki pengaruh yang besar demi terserapnya hikmah atas
kisah yang disampaikan dalam pikiran dan terlukis dalam pemahaman,
dengan ringkasan yang dilakukan guru terhadap kisah-kisah tersebut. Guru
diharuskan untuk menjauhkan anak didiknya dari kisah-kisah yang tidak
bermangfaat, seperti kisah-kisah yang menakutkan tentang syaitan, jin, dan
hantu karena kisah-kisah yang demikian akan menimbulkan sikap penakut
dan pengecut pada diri anak didik ( Syaikhah, 2007: 77-78 ).

e. Metode Perintah dan Larangan


Memberi perintah kepada murid untuk melaksanakan kewajiban dan
melarang anak didik untuk melaksanakan kejelekan harus dilakukan oleh
seorang pendidik. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Luqman
ayat 17 yaitu :
Artinya : Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 21


Konsep Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Al Ghazali

mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.


Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah) bersumber dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa
memberikan perintah kepada seseorang untuk melakukan kebaikan
dan melarang melaksanakan keburukan merupakan suatu keharusan,
karena kebaikan merupakan perintah dari Allah dan keburukan
adalah larangan dari Allah.

Dari uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa semua


metode pendidikan seperti, keteladanan, pemberian nasihat, pemberian
wasiat, cerita, perintah dan larangan ini sangat cocok dan relevan diterapkan
di Indonesia sesuai metode yang telah di tulis oleh ulama besar yaitu Imam
al Ghazali dalam mendidik akhlak anak didik sesuai dengan kebutuhan dan
kecocokan dalam mengunakan metode pendidikan yang sesuai.

3. Implementasi Tujuan Pendidikan


Pendidikan adalah suatu usaha untuk memberikan bantuan atau
menolong pengembangan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial, makhluk yang bersusila dan makhluk yang berkeagamaan. Islam
adalah agama ilmu dan cahaya, bukan merupakan agama kebodohan dan
kegelapan. Wahyu Allah SWT yang pertama diturunkan mengandung
perintah membaca kepada Rasullulah. Pengulangan atas perintah tersebut
dan penyebutan masalah ilmu dapat dirasakan dalam suatu pendidikan.
Allah berfirman dalam surat Al Alaq ayat 1-5 yang artinya :
“bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.
Dia menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan
Tuhanmulah yang paling pemurah, yang mengajar (manusia)
dengan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya” ( Nasir, 2005: 59-60 ).

22 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Aris Setiawan

Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah usaha atau


kegiatan selesai dilakukan. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang
bersifat tetap dan statis, tetapi merupakan suatu keseluruhan dari
kepribadian seseorang yang berhubungan dengan seluruh aspek
kehidupannya.
Sesuatu dalam pendidikan islam, sesuatu yang diharapkan terwujud
setelah orang mengalami pendidikan secara keseluruhan, yaitu terwujudnya
kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi “insan kamil “ dengan
pola takwa. Insan kamil maksudnya adalah manusia utuh jasmani dan
ruhani dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena
takwanya kepada Allah SWT. Ini mengandung makna bahwa pendidikan
Islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan
masyarakat serta sukar dan gemar mengamalkan dan mengembangkan
ajaran Islam baik itu yang berhubungan dengan Tuhan maupun dengan
sesame manusia, serta dapat mengambil mangfaat dari alam semesta untuk
kepentingan di dunia kini dan di akhirat nanti (IAIN, 1983: 28 ).
Intinya pendidika islam di Indonesia adalah membentuk manusia
yang pada akhirnya mampu mendekatkan diri kepada Allah SWT dan
mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat sesuai dengan
rumusan tujuan pendidikan menurut Imam al Ghazali dalam pendidikan
Islam. Dilihat dari semua implementasi baik dari materi, tujuan, dan metode
pendidikan yang ada di Indonesia, maka pendidikan yang ada haruslah
memperhatikan aspek afektif disamping aspek kognitif dan aspek
psikomotorik. Selama ini pendidikan di Indonesia banyak sekali mengalami
perubahan kurikulum hingga saat ini. Kurikulum adalah sejumlah mata
ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh
sejumlah pengetahuan (Hamalik, 2003: 16). Kurikulum adalah segala usaha
sekolah untuk mempengaruhi anak belajar apakah dalam ruangan kelas,
dihalaman sekolah maupun diluar sekolah termasuk kurikulum.(Nasution,
1999 : 5). Kita ketahui bersama bahwa kurikulum di Indonesia sudah

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 23


Konsep Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Al Ghazali

seringkali mengalami pergantian hingga beberapa dengan urutan sebagai


berikut :
a. Rencana pembelajaran 1947 ciri lebih menekankan pada pembentukan
karakter manusia yang berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain
b. Rencana pembelajaran terurai 1952 ciri setiap pelajran harus
memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari
c. Rencana pendidikan 1964 ciri pembelajran dipusatkan pada program
pancawardhana yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional,
kerigelan, dan jasmani.
d. Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1964 yaitu
perubahan struktur pendidikan dari pancawardhana menjadi pembinaan
jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Pembelajaran diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan serta pengembangan fisik yang sehat dan kuat.
e. Kurikulum 1975, agar pendidikan lebih efisien dan efektif
f. Kurikulum 1984, mengutamakan pendekatan proses, jadi siswa
ditempatkan sebaagai subjek belajar.
g. Kurikulum 1994, sebagai penyempurnaan kurikulum-kurikulum
sebelumnya.
h. Kurikulum KBK 2004
i. Kurikulum KBK (versi KTSP) 2006 hingga sekarang
Dari semua kurikulum yang ada ini bertujuan supaya adanya
perkembangan kompetensi baik kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Menurut saya pendidikan afektif harus di utamakan daripada pendidikan
kognitif maupun pendidikan psikomotorik. Inilah yang dikatakan
pendidikan karakter yang selama ini kita ketahui dalam dunia pendidikan.
Perlu adanya keseimbangan antara pendidikan karakter dengan pendidikan
kognitif. Ada sebuah kata mengatakan, ilmu tanpa agama buta, dan agama
tanpa ilmu adalah lumpuh.sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif

24 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Aris Setiawan

tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa
berjalan, berjalanpun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan
mengunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebalinya,
pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh
sehingga mudah disetir, dimangfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk
itu penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak
didik.lalu apa pendidikan karakter itu?
Jadi, pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada
pembentukan nilai-nilai karakter pada anak didik. Ciri pendidikan karakter :
a. Setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normative
b. Membangun rasa percaya diri dan keberanian
c. Adanya otonomi
d. Keteguhan dan kesetiaan
Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum,
diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran.
Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar
sebaiknyaditerapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-
generasi Indonesia yang unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan
karakter. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk implementasi
materi, tujuan, dan metode pendidikan di Indonesia di Indonesia masih
sangatlah kurang akan tetapi untuk sistem dunia pendidikan sangatlah
relevan dengan pendidikan yang ada, ini sesuai konsep pendidikan akhlak
yang ditawarkan oleh Imam al Ghazali. Untuk itu seharusnya pendidikan
afektif harus di utamakan dan diperhatikan daripada pendidikan kognitif
maupun pendidikan psikomotorik.

Kesimpulan
Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan :
1. Imam al Ghazali dilahirkan pada tahun 1058/1059 di kota Tus, sebuah
kota kecil di Khurasan yang sekarang adalah Iran. Imam al Ghazali

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 25


Konsep Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Al Ghazali

merupakan Ulama besar yang hidup di masanya, ini dibuktikan dengan


kehausan beliau dalam mencari ilmu untuk mengetahui kebenaran yang
hakiki, dengan kecintaannya ini maka terciptalah karya-karya yang
sangat terkenal yang banyak diterjemahkan dalam berbagai bahasa.
Karena kegigihan dan semangat dalam mengarungi lautan ilmu inilah,
maka beliau sangat perhatian dan peduli dengan dunia pendidikan,
terutama dalam pendidikan akhlak. Sampai ahkir hidupnya beliau
cenderung kepada dominasi sufisme dan memiliki pemikiran yang
bersifat liberal. Beliau juga memiliki pemikiran yang sangat kritis dan
sangat toleran dengan agama lain.

2. Dalam konsep pendidikan akhlak beliau sangat memperhatikan hal-hal


penting seperti dibawah ini :
a. Relasi akhlak dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya :
1) Beriman kepada Allah
2) Taat dan beribadah kepada Allah
3) Menambah ketaatan dengan ibadah shalat tahajjud, membaca al
Qur‟an, dan membaca istighfar.
b. Metode dalam pendidikan akhlak, diantaranya :
1) Metode keteladanan
2) Metode pemberian nasihat
3) Metode pemberian wasiat
4) Metode cerita
5) Metode perintah dan larangan
c. Macam-macam akhlak menurut al Ghazali :
1) Akhlak yang baik
2) Akhlak yang tercela

3. Implementasi pendidikan akhlak dalam pandangan Imam al Ghazali


dengan pendidikan yang ada di Indonesia pada masa sekarang. Dilihat

26 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Aris Setiawan

dari segi materi pendidikan, metode pendidikan, dan tujuan pendidikan


sesuai dengan paparan yang ada diatas, maka untuk implementasi
konsep pendidikan yang ada di Indonesia memang sangatlah kurang
akan tetapi konsep pendidikan akhlak yang ditawarkan oleh Imam al
Ghazali sangatlah relevan dengan pendidikan Islam yang ada di
Indonesia pada masa sekarang.

Daftar Pustaka

Abdillah, Syaikhah. 2007. Mencetak Generasi Berkualitas. Surakarta:


Aulia Press Solo.

Abdurrahman, Nahlawi. 1992. Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan


Islam. Bandung: Heri Noer Ali.

Ahmad Qosim, Tarmana. 1997. Metodologi Dakwah dalam Al Qur‟an.


Jakarta: Lentera Basritama.

Al Ghazali. 2007. Etika Bergaul Makhluk dengan Sang Khalik


(terjemahan Bidayatul Hidayah. Surabaya: Apel Mulia.

Arifin. M. 1988. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama


Dilingkungan Sekolah dan Keluarga. Jakarta: Bulan Bintang.

Asmaran. 1992. Pengantar Studi Akhlak. Surabaya:PT Raja Grafindo


Persada.

Azizy, Qodri. 2003. Pendidikan Agama untuk Membangun Etika Sosial.


Semarang:Aneka Ilmu.

Finoza, Lamuddin. 1993. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Insan


Mulia.

Hamdani, M. 2006. Pendidikan Ketuhanan dalam Islam. Surakarta:


Muhammadiyah University Pess.

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 27


Konsep Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Al Ghazali

IAIN, Walisongo. 2004. Metodologi Pengajaran Agama. Semarang:


Pustaka Pelajar Offset.

KBBI. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

LKHI. 2004. Paradigma Ilmu Syari‟ah. Palembang:Gama Media.

M. Echols, John & Shadily, Hasan. 1976. Kamus Inggris Indonesia.


Jakarta : PT. Gramedia Jakarta.

MZ, Labib & Ahnan Maftuh. 2000. Mutiara Makrifat. Gresik : Bintang
Pelajar.

Nasution. 1999. Asas-asas Kurikulum. Jakarta : P.T Bumi Aksara.

Qardhawi, Yusuf. 2003. Halal Haram dalam Islam. Solo: Era Intermedia.

28 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Zulfa Famaul Khusna

PENDIDIKAN ADAB KEPRIBADIAN


MENURUT SYEKH MUHAMMAD BIN UMAR AL NAWAWI AL
BANTANI DALAM KITAB MAROQIY AL-’UBUDIYAH

Zulfa Famaul Khusna


Instansi

Abstract
Maroqiy book Kitab al "Ubudiyah discusses some of the morals and
manners that we need to apply in life, good family environment, school or
community that will create private-mannered appropriate guidance al qur"
an. It is a literary research by seeking to collect, read and analyze books in
relevance to the research problem, then processed according to the writer's
ability. After the author obtaining relevant references then the data is
compiled, analyzed to derive conclusions. To achieve success in the
educational process, the material in the book al Maroqiy "Ubudiyah is
significantly important as a reference in order to achieve educational
success. The material presented is not only refers to the relationship between
human and God, but also in human relations as adab towards parents,
teachers, friends and relatives. Relevance of education of personality in the
book Al- Maroqiy "Ubudiyah have proper conformity with education
personality required by today's generation, both the values and educational
purposes of personality. If the educational value of personality in the book
Al- Maroqiy Ubudiyah exemplified or taught to students, it will produce
virtuous generations and lift this nation as a virtuous nation.

Keywords: personality education, Syekh Muhammad Bin Umar Al


Nawawi Al Bantani, Maroqiy Al-‟Ubudiyah

Pendahuluan
Berbagai pertanyaan muncul dari kalangan orang tua, yang
menginginkan agar jiwa anak-anaknya tumbuh dalam pantulan cahaya
Allah. Keinginan yang wajar dan mulia, karena anak-anak adalah harapan di
masa depan yang di sebut dalam Al Qur‟an sebagai generasi yang qurrota
a‟yun (menyejukkan matahati). Generasi itu disebut sebagai anak-anak
saleh. Sebuah figur kesalehan bukan pada pakaian, bukan pula pada disiplin
belajar, juga bukan pada kepandaiannya membaca Al Qur‟an,

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 29


Pendidikan Adab Kepribadian Menurut Syekh Muhammad bin Umar
Al Nawawi Al Bantani dalam Kitab Maroqiy Al-’Ubudiyah

kepiawaiannya menghafal doa-doa saja, namun tertumpu pada naluri jiwa


yang tumbuh dengan kebajikan, kepekaan terhadap nuansa ilahiyah, dan
kesadarannya terhadap akhlak.
Anak-anak yang bersekolah, mulai SD sampai SMA, mulai MI
sampai MAN, tinggal berapa persen diantara mereka yang masih
mendoakan orang tuanya setiap habis shalat. Ketika pagi hari saat matahari
mulai memancarkan cahaya di bumi, berjuta anak sedang bersiap menuju
sekolah, tinggal berapa persen diantara mereka yang pamit pada kedua orang
tuanya sembari mencium telapak tangannya dengan rasa hormat dan patuh
Lebih menyakitkan lagi, tinggal berapa dari sekian juta anak yang masih
mencintai pelajaran agamanya dan bahkan memprioritaskan pelajaran agama
dibanding pelajaran lainnya? Sementara gaya hidup modern, televisi, game,
facebook, hp, sudah mengambil hati anak-anak. Terseret oleh teknologi
komunikasi dan permainan yang membuat kreativitas psikologisnya
terganggu. Alangkah nestapanya jika bertahun-tahun situasi itu berlalu tanpa
koreksi yang fundamental atas dunia pendidikan. Pendidikan di sekolah,
keluarga, di masjid-masjid pasang surut tanpa ada perenungan untuk
kembali. Dibawa kemana 20 tahun lagi anak-anak nanti. Jika anak-anak
telah kehilangan bapak spiritual di sekolah, sedangkan di rumah, ayah
bundanya sibuk bekerja.
Generasi saleh dan salehah, generasi yang bermanfaat dunia akhirat
yang harus diterjemahkan dalam dunia pendidikan. Terbentuknya suatu
pribadi utama merupakan tujuan dari pendidikan Islam dan pendidikan
nasional. Langgulung (2004: 56) mengatakan, tujuan dari pendidikan Islam
adalah pembentukan pribadi khalifah bagi anak didik yang memiliki fitrah,
roh di samping badan, kemauan yang bebas, dan akal. dengan kata lain tugas
pendidikan adalah mengembangkan keempat-empat aspek ini ada pada
manusia agar ia dapat menempati kedudukan sebagai khalifah. Sedangkan
pengertian pendidikan nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

30 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Zulfa Famaul Khusna

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual


keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, aklaq mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
(Depdiknas, 2003: 6).
Pada kenyataan sekarang ini, pendidikan di sekolah-sekolah hanya
mementingkan aspek rasio dan intelektualnya terbukti dengan banyaknya
materi pada ranah kognitif saja serta mata pelajaran pendidikan Islam hanya
diberikan dua jam pelajaran per minggu. Dengan adanya kenyataan itu
tujuan dari pendidikan Islam maupun pendidikan nasional belum biasa
terwujud dengan baik apalagi realitas pendidikan anak-anak sekarang ini
telah terpolusi budaya-budaya negatif sebagai dampak krisis pendidikan
anak. Tidak hentihentinya
didengar adanya beberapa kenakalan remaja, seperti pencurian, perampokan,
penganiayaan, serta pelanggaran susila yang menyalahi hukum atau undang-
undang yang berlaku. Sebagai generasi penerus bangsa, anak harus
diberikan pendidikan sejak dini, terutama perkembangan pribadinya. Untuk
itu pendidikan kepribadian bagi generasi muda sangatlah penting sebagai
pembimbing kematangan dan kesempurnaan pribadi yang berakhlak mulia.
Yusuf (2007: 220) mengatakan, pendidikan mempunyai peranan yang sangat
strategis dalam mengembangkan kepribadian anak melalui pendidikan, anak
dapat mengenal berbagai aspek kehidupan, dan nilai-nilai atau norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat.
Dalam Islam, pendidikan itu diarahkan untuk membimbing anak
agar berkembang menjadi manusia yang berkepribadian muslim yang saleh
atau taqwa. Muttaqin atau orang yang bertaqwa merupakan predikat yang
paling luhur dan mulia di sisi Allah. Muttaqin adalah mereka yang
mempunyai aqidah atau keimanan yang berkualitas tinggi, dan menyerahkan
diri sepenuhnya kepada ketentuan-ketentuan Allah melalui amal saleh, baik
yang berwujud ibadah ritual personal (hablumminAllah), maupun ibadah
sosial (hablumminannas), yaitu menjalin persaudaraan, memelihara,

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 31


Pendidikan Adab Kepribadian Menurut Syekh Muhammad bin Umar
Al Nawawi Al Bantani dalam Kitab Maroqiy Al-’Ubudiyah

mengelola dan menggunakan semua nikmat dari Allah bagi kesejahteraan


bersama. Dalam terminologi Islam, kepribadian dapat disebut akhlak. Begitu
mulianya orang yang kepribadiannya baik atau berakhlak terpuji hingga
Tuhan pun mengutus Muhammad SAW dengan misi menyempurnakan
akhlak manusia. Semua agama, semua budaya, semua generasi, memerlukan
kepribadian yang baik. Kepribadian adalah sesuatu yang selalu menarik
perhatian banyak pihak sepanjang massa dalam pergaulan masyarakat,
kepribadian merupakan sesuatu yang amat esensial. Kepribadian akan
mewarnai setiap interaksi sosial.
Berangkat dari problematika tersebut, penulis termotivasi untuk mengkaji
lebih lanjut tentang pendidikan kepribadian dengan mengacu pemikiran
seorang tokoh yaitu; Syekh Muhammad Bin Umar Al Nawawi Al Bantani,
dalam karyanya "Maroqiy Al-„Ubudiyah". Dan penulis mengajukan judul
“Pendidikan Adab Dan Kepribadian Menurut Syekh Muhammad Bin
Umar Al Nawawi Al Bantani, dalam Kitab Maroqiy Al-„Ubudiyah.”

Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan
sebelumnya permasalahan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimana konsep pendidikan adab dan kepribadian dalam kitab
Maroqiy Al-„Ubudiyah?
2. Bagaimana relevansi konsep pendidikan adab dan kepribadian dalam
kitab Maroqiy Al-„Ubudiyah dalam konteks pendidikan Islam di
Indonesia?

Tinjauan Pustaka
A. Sosiohistoris Nawawi Al-Bantani
Bernama lengkap Abu Abdullah al-Mu‟thi Muhammad Nawawi bin
Umar al-Tanari al-Bantani al-Jawi, Syekh Nawawi sejak kecil telah

32 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Zulfa Famaul Khusna

diarahkan ayahnya, KH. Umar bin Arabi menjadi seorang ulama. Setelah
mendidik langsung putranya, KH. Umar yang sehari-harinya menjadi
penghulu Kecamatan Tanara menyerahkan Nawawi kepada KH. Sahal,
ulama terkenal di Banten. Usai dari Banten, Nawawi melanjutkan
pendidikannya kepada ulama besar Purwakarta Kyai Yusuf. Ketika berusia
15 tahun bersama dua orang saudaranya, Nawawi pergi ke Tanah Suci untuk
menunaikan ibadah haji. Tapi, setelah musim haji usai, ia tidak langsung
kembali ke tanah air. Dorongan menuntut ilmu menyebabkan ia bertahan di
Kota Suci Mekkah untuk menimba ilmu kepada ulama-ulama besar
kelahiran Indonesia dan negeri lainnya, seperti Imam Masjidil Haram Syekh
Ahmad Khatib Sambas, Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni, Syekh
Nahrawi, Syekh Ahmad Dimyati, Ahmad Zaini Dahlan, Muhammad Khatib
Hambali, dan Syekh Abdul Hamid Daghestani (Dhofier, 2001: 18). Tiga
tahun lamanya ia menggali ilmu dari ulama-ulama Mekkah. Setelah merasa
bekal ilmunya cukup, segeralah ia kembali ke tanah air. Ia lalu mengajar di
pesantren ayahnya. Namun, kondisi tanah air tidak menguntungkan
pengembangan ilmunya. Saat itu, hampir semua ulama Islam. mendapat
tekanan dari penjajah Belanda. Keadaan itu tidak menyenangkan hati
Nawawi. Lagi pula, keinginannya menuntut ilmu di negeri yang telah
menarik hatinya, begitu berkobar. Akhirnya, kembalilah Syekh Nawawi ke
Tanah Suci. Kecerdasan dan ketekunannya mengantarkan ia menjadi salah
satu murid yang terpandang di Masjidil Haram. Ketika Syekh Ahmad Khatib
Sambas uzur menjadi Imam Masjidil Haram, Nawawi ditunjuk
menggantikannya. Sejak saat itulah ia menjadi Imam Masjidil Haram
dengan panggilan Syekh Nawawi al-Jawi. Selain menjadi Imam Masjid, ia
juga mengajar dan menyelenggarakan halaqah (diskusi ilmiah) bagi
muridmuridnya yang datang dari berbagai belahan dunia. Laporan Snouck
Hurgronje, orientalis yang pernah mengunjungi Mekkah ditahun 1884-1885
menyebut, Syekh Nawawi setiap harinya sejak pukul 07.30 hingga 12.00
memberikan tiga perkuliahan sesuai dengan kebutuhan jumlah muridnya. Di

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 33


Pendidikan Adab Kepribadian Menurut Syekh Muhammad bin Umar
Al Nawawi Al Bantani dalam Kitab Maroqiy Al-’Ubudiyah

antara muridnya yang berasal dari Indonesia adalah KH. Kholil Madura,
K.H. Asnawi Kudus, K.H. Tubagus Bakri, KH. Arsyad Thawil dari Banten
dan KH. Hasyim Asy‟ari dari Jombang. Mereka inilah yang kemudian hari
menjadi ulama-ulama terkenal di tanah air.
Sejak 15 tahun sebelum kewafatannya, Syekh Nawawi sangat giat
dalam menulis buku. Akibatnya, ia tidak memiliki waktu lagi untuk
mengajar. Ia termasuk penulis yang produktif dalam melahirkan kitab-kitab
mengenai berbagai persoalan agama. Paling tidak 34 karya Syekh Nawawi
tercatat dalam Dictionary of Arabic Printed Books karya Yusuf Alias Sarkis.
Beberapa kalangan lainnya malah menyebut karya-karyanya mencapai lebih
dari 100 judul, meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti tauhid, ilmu kalam,
sejarah, syari‟ah, tafsir, dan lainnya. Di antara buku yang ditulisnya dan
mu‟tabar (diakui secara luas–Red) seperti Tafsir Marah Labid, Atsimar al-
Yaniah fi Ar- Riyadah al-Badiah, Nurazh Sullam, al-Futuhat al-Madaniyah,
Tafsir Al- Munir, Tanqih Al-Qoul, Fath Majid, Sullam Munajah, Nihayah
Zein, Salalim Al-Fudhala, Bidayah Al-Hidayah, Al-Ibriz Al-Daani, Bugyah
Al-Awwam, Futuhus Samad, dan al-Aqdhu Tsamin. Sebagian karyanya
tersebut juga diterbitkan di Timur Tengah. Dengan kiprah dan karya-
karyanya ini, menempatkan dirinya sebagai Sayyid Ulama Hijaz hingga
sekarang. Dikenal sebagai ulama dan pemikir yang memiliki pandangan dan
pendirian yang khas, Syekh Nawawi amat konsisten dan berkomitmen kuat
bagi perjuangan umat Islam. Namun demikian, dalam menghadapi
pemerintahan kolonial Hindia Belanda, ia memiliki caranya tersendiri.
Syekh Nawawi misalnya, tidak agresif dan reaksioner dalam menghadapi
kaum penjajah. Tapi, itu tak berarti ia kooperatif dengan mereka. Syekh
Nawawi tetap menentang keras kerjasama dengan kolonial dalam bentuk
apapun. Ia lebih suka memberikan perhatian kepada dunia ilmu dan para
anak didiknya serta aktivitas dalam rangka menegakkan kebenaran dan
agama Allah SWT. Dalam bidang syari‟at Islamiyah, Syekh Nawawi
mendasarkan pandangannya pada dua sumber inti Islam, Alquran dan Al-

34 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Zulfa Famaul Khusna

Hadis, selain juga ijma‟ dan qiyas. Empat pijakan ini seperti yang dipakai
pendiri Mazhab Syafi‟iyyah, yakni Imam Syafi‟i. Mengenai ijtihad dan
taklid (mengikuti salah satu ajaran), Syekh Nawawi berpendapat, bahwa
yang termasuk mujtahid (ahli ijtihad) mutlak adalah Imam Syafi‟i, Hanafi,
Hambali, dan Maliki. Bagi keempat ulama itu, katanya, haram bertaklid,
sementara selain mereka wajib bertaklid kepada salah satu keempat imam
mazhab tersebut. Pandangannya ini mungkin agak berbeda dengan
kebanyakan ulama yang menilai pintu ijtihad tetaplah terbuka lebar
sepanjang masa. Barangkali, bila dalam soal mazhab fikih, memang
keempat ulama itulah yang patut diikuti umat Islam kini

B. Biografi Pribadi dan Pendidikan Nawawi Al-Bantani


Nawawi Al-Jawi, Syekh (Banten Jawa Barat, 1230 H/1813 M-
Makkah, 1314 H/1897 M). Seorang ulama besar penulis dan pendidik dari
Banten, Jawa Barat, yang bermukim di Makkah. Nama aslinya adalah
Nawawi Bin Umar Bin Arabi. Ia disebut juga Nawawi Al-Bantani. Di
kalangan keluarganya, Syekh Nawawi Al Jawi dikenal dengan sebutan
Abdul Mu‟thi. Ayahnya bernama KH. Umar Bin Arabi, seorang ulama dan
penghulu di Tanara Banten. Ibunya Jubaidah, penduduk asli Tanara. Dari
silsilah keturunan ayahnya, Syekh Nawawi merupakan salah satu keturunan
Maulana Hasanuddin (Sultan Hasanuddin), putra Maulana Syarif
Hidayatullah. Nawawi terkenal sebagai seorang ulama besar di kalangan
umat Islam internasional. Ia dikenal melalui karya-karya tulisnya. Beberapa
julukan kehormatan dari Arab Saudi, Mesir dan Suriah diberikan kepadanya,
seperti Sayid ulama Al-Hedzjaz, Mufti dan Fakih. Dalam kehidupan sehari-
hari ia tampil dengan sangat sederhana.
Sejak kecil Nawawi telah mendapat pendidikan agama dari orang
tuanya. Mata pelajaran yang diterimanya antara lain bahasa Arab, fikih dan
ilmu tafsir. Selain itu ia belajar pada kyai Yusuf di Purwakarta. Pada usia 15
tahun ia pergi menunaikan ibadah haji ke Makkah dan bermukim di sana

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 35


Pendidikan Adab Kepribadian Menurut Syekh Muhammad bin Umar
Al Nawawi Al Bantani dalam Kitab Maroqiy Al-’Ubudiyah

selama 3 tahun. Di Makkah ia belajar pada beberapa orang syekh yang


bertempat tinggal di Masjidil Haram, seperti Syekh Ahmad Nahrawi, Syekh
Ahmad Dimyati dan Syekh Ahmad Zaini Dahlan. Ia juga pernah belajar di
Madinah di bawah bimbingan Syekh Muhammad Khatib Al-Hanbali.
Sekitar tahun 1248 H/1831 M ia kembali ke Indonesia. Di tempat
kelahirannya ia membina pesantren peninggalan orang tuanya. Karena
situasi politik yang tidak menguntungkan, ia kembali ke Makkah setelah 3
tahun berada di Tanara dan menuruskan belajarnya di sana. Sejak
keberangkatannya yang kedua kalinya ini ia tidak pernah kembali ke
Indonesia (Ensiklopedi Islam, 1994: 23-24). Beliau menetap di sana hingga
akhir hayatnya. Beliau meninggal pada tanggal 25 Syawal 1314 H atau
tahun 1897 M. Beliau wafat dalam usianya yang ke-84 tahun di tempat
kediamannya yang terakhir yaitu kampung Syiib Ali Makkah. Jenazahnya
dikuburkan di pekuburan Ma‟la, Makkah, berdekatan dengan kuburan Ibnu
Hajar dan Siti Asma Binti Abu Bakar Shiddiq. Beliau wafat pada saat
sedang menyusun sebuah tulisan yang menguraikan Minhaj Ath-Thalibin-
nya Iman Yahya bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jama‟ah bin
Hujam Nawawi (Hasan, 1987: 39)
Menurut catatan sejarah, di Makkah nawawi berupaya mendalami
ilmuilmu agama dari para gurunya, seperti Syekh Muhammad Khatib
Sambas, Syekh Abdul Gani Bima, Syekh Yusuf Sumulaweni dan Syekh
Abdul Hamid Dagastani.Dengan bekal pengetahuan agama yang telah
ditekuninya selama lebih kurang 30 tahun, ia setiap hari mengajar di
Masjidil Haram. Muridmuridnya berasal dari berbagai penjuru dunia. Ada
yang berasal dari Indonesia, seperti KH. Khalil (Bangkalan, Madura), KH.
Asy‟ari (Jombang, Jawa Timur). Ada pula yang berasal dari Malaysia,
seperti KH. Dawud (Perak). Ia mengajarkan pengetahuan agama secara
mendalam kepada muridmuridnya, yang meliputi hampir seluruh bidang. Di
samping membina pengajian, melalui murid-muridnya, ia memantau
perkembangan politik di tanah air dan menyumbangkan ide-ide dan

36 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Zulfa Famaul Khusna

pemikirannya untuk kemajuan masyarakat Indonesia. Di Makkah ia aktif


membina suatu perkumpulan yang disebut Koloni Jawa, yang menghimpun
masyarakat Indonesia yang berada di sana. Aktivitas koloni Jawa ini
mendapat perhatian dan pengawasan khusus dari pemerintahan kolonial
Belanda. Nawawi memiliki beberapa pandangan dan pendirian yang khas.
Diantaranya, dalam menghadapi pemerintahan kolonial, ia tidak agresif atau
reaksioner. Namun demikian ia sangat anti bekerja sama dengan pihak
kolonial dalam bentuk apapun. Ia lebih suka mengarahkan perhatiannya
pada pendidikan, membekali murid-muridnya dengan jiwa keagamaan dan
semangat untuk menegakkan kebenaran. Adapun terhadap orang kafir yang
tidak menjajah, ia membolehkan umat Islam berhubungan dengan mereka
untuk tujuan kebaikan dunia. Ia memandang bahwa semua manusia adalah
saudara, sekalipun dengan orang kafir. Ia juga menganggap bahwa
pembaharuan dalam pemahaman agama perlu dilakukan untuk terus
menggali hakikat kebenaran. Dalam menghadapi tantangan zaman, ia
memandang umat Islam perlu menguasai berbagai bidang keterampilan atau
keahlian ia memahami “Perbedaan Umat adalah Rahmat” dalam konteks
keragaman kemampuan dan persaingan untuk kemajuan umat Islam. Dalam
bidang syariat, Nawawi mendasarkan pandangannya pada Al- Qur‟an,
Hadits, Ijmak, dan Qiyas. Ini sesuai dengan dasar-dasar syari‟at yang
dipakai oleh Iman Syafi‟i. Mengenai Ijtihad dan Taklid, ia berpendapat
bahwa yang termasuk mujtahid (ahli ijtihad) mutlak ialah Imam Syafi‟i,
Imam Hanafi, Imam Malik dan Imam Hambali. Bagi mereka haram
bertaklid, sedangkan orang-orang selain mereka, baik sebagai mujtahid Fi-
Al Mazhab, Mujtahid Al-Mufti, maupun orang-orang awam/ masyarakat
biasa, wajib taklid kepada salah satu mazhab dari mujtahid mutlak
(Ensiklopedi islam, 1994: 24).
Nawawi hidup di kalangan ulama dan pada masa kanak-kanak beliau
belajar ilmu agama bersama saudara-saudaranya dari ayahnya sendiri.
Ilmuilmu yang dipelajari meliputi pengetahuan tentang bahasa, fiqih dan

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 37


Pendidikan Adab Kepribadian Menurut Syekh Muhammad bin Umar
Al Nawawi Al Bantani dalam Kitab Maroqiy Al-’Ubudiyah

tafsir. Dari pengetahuan dasarnya itu, mendorong beliau untuk meneruskan


Imam Nawawi Al Bantani Maulana Jamaludin Akbar Husain pelajarannya
ke beberapa pesantren di Pulau Jawa. Pendidikan Nawawi sebenarnya di
latar belakangi oleh minat dan semangat dari Imam Syafi‟i yaitu imam besar
yang wafat pada tahun 204 H. Beliau mempunyai makalah yang tertulis
sebagai mana pernyataan di bawah ini: “Tidak layak bagi orang-orang yang
berakal dan berilmu. Untuk mencari ilmu tinggalkanlah negerimu, dan
berkenanlah, engkau pasti akan menemukan pengganti orang-orang yang
kamu cintai, bersusah payahlah karena sesungguhnya ketinggian derajat dan
kehidupan bisa dicapai dengan kesusahan payahan”. (Hasan, 1987: 40)
Pemikiran di atas nampaknya memacu Nawawi untuk selalu
mengembara meninggalkan tanah airnya dan mendalami berbagai macam
ilmu pengetahuan, terutama ilmu agama Islam. Nawawi menjadi terkenal di
Indonesia karena beliau pandai menerangkan kata-kata bahasa Arab yang
artinya tidak jelas dan sulit. Sebagaimana yang tertulis dalam syair
keagamaan. Kemasyhuran beliau karena karyanya yang banyak beredar di
Negara Arab. Namun sebagian besar faham beliau berpijak pada Madzhab
Syafi‟iyah. Di Kairo misalnya beliau terkenal dengan tafsirannya, beliau
dijuluki sebagai sebutan Sayyid „ulama Hijaz. Secara kronologis,
pendidikan Imam Nawawi dari berbagai sumber tidak dijelaskan secara
rinci. Hanya saja ada sebagian sumber mengatakan bahwa cara berguru
beliau berpindah-pindah dari satu guru ke guru yang lain. Guruguru beliau
yang terkenal adalah Sayyid Ahmad Nahrawi, Sayyid Ahmad Dimyati dan
Ahmad Zaini Dahlan. Ketiganya ini guru beliau yang berada di Makkah.
Sedangkan di Madinah beliau belajar pada Muhammad Khatib Al Hambali.
Dan selanjutnya beliau melanjutkan pelajarannya pada ulama-ulama besar di
Mesir dan Syam (Syiria) (Hasan, 1987: 40-41) Dilihat dari konteks sejarah
hidupnya, Nawawi hidup sezaman dengan tokoh pembaharu terkemuka,
yaitu Jamaluddin Al Afgani (1254-1314 H /1839-1897 M) dan murid utama
Muhammad Abduh.

38 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Zulfa Famaul Khusna

C. Karya Pemikiran Nawawi


Kelebihan Syekh Nawawi telah terlihat sejak kecil. Ia hafal Al-
Qur‟an pada usia 18 tahun. Sebagai seorang syekh, ia menguasai hampir
seluruh cabang ilmu agama, seperti ilmu tafsir, ilmu tauhid, fikih, akhlak,
tarikh, dan bahasa Arab. Pendirian-pendiriannya, khususnya dalam bidang
ilmu kalam dan fikih, bercorak Ahlusunnah Waljama‟ah. Keahliannya
dalam bidangbidang ilmu tersebut dapat dilihat melalui karya-karya tulisnya
yang cukup banyak. Menurut suatu sumber, ia mengarang kitab sekitar 115
buah, sedangkan menurut sumber lain sekitar 99 buah, yang terdiri berbagai
disiplin ilmu agama. Di antara karangannya, dalam bidang tafsir ia
menyusun kitab Tafsir Al-Munir (yang memberi sinar). Dalam bidang
hadist, kitab Tanqih Al- Qoul/ meluruskan pendapat (Syarah Lubab Al
Hadist, As-Suyuti). Dalam bidang tauhid, diantaranya kitab Fath Al-Majid/
pembuka bagi yang mulia (Syarah Ad-Durr Al-Farid Fi Al-Tauhid, Al
Bajuri) yang berisi penjelasan tentang masalah tauhid. Dalam bidang fikih,
diantaranya kitab Sullam Al Munajah/ tangga untuk mencapai keselamatan
(Syarah Safinah As-Salah), At21 Tausyih (Syarah Fath Al-Qarib Al-Mujib,
ibnu Qosun Al-Gazi) yang menguraikan masalah-masalah fikih dan Nihayah
Az-Zen. Dalam bidang politik atau tasawuf, diantaranya kitab Salalim Al-
fudala‟/ tangga bagi para ulama terpandang (Syarah Manzumah Hidayah
Al-Azkiya‟) Misbah Az-Zalam (penerang kegelapan), dan Bidayah Al-
Hidayah. Dalam bidang tarikh, diantaranya kitab Al-Ibriz Ad-Dani (emas
yang dekat), Bugyah Al-Awam (kezaliman orang awam) dan Fathu As-
Samad (kunci untuk mencapai yang maha memberi). Dalam bidang bahasa
dan kesustraan, di antara kitab Fathu Gafir Al-Khatiyyah (Kunci untuk
mencapai pengampunan kesalahan).
Beberapa keistimewaan dari karya-karyanya telah ditemukan oleh
peneliti, diantaranya kemampuan menghidupkan isi karangan sehingga
dapat dijiwai oleh pembacanya, pemakaian bahasa yang mudah dipahami
sehingga mampu menjelaskan istilah-istilah yang sulit dan keluasan isi

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 39


Pendidikan Adab Kepribadian Menurut Syekh Muhammad bin Umar
Al Nawawi Al Bantani dalam Kitab Maroqiy Al-’Ubudiyah

karyanya. Buku-buku karyanya juga banyak digunakan di Timur Tengah


(Ensiklopedi islam, 1994: 24-25). Ada cerita dibalik penulisan syarah kitab
bidayah al hidayah (karya Imam Ghozali) yakni kitab Maroqiy al
ubud‟iyah. Ketika itu lampu minyak beliau padam, padahal saat itu sedang
dalam perjalanan dengan onta (dijalan tetap menulis). Beliau berdo‟a, jika
kitab ini dianggap penting dan bermanfaat bagi kaum muslimin, ia mohon
kepada Allah SWT memberikan sinar agar bisa melanjutkan menulis. Tiba-
tiba jempol kaki beliau mengeluarkan api, dan bersinar terang, dan beliau
meneruskan menulis syarah itu hingga selesai, dan bekas api di jempol tadi
membekas. Hingga saat pemerintah hijaz memanggil beliau untuk dijadikan
tentara (karena badan beliau tegap) ternyata beliau ditolak, karena adanya
bekas api di jempol tadi (Arifin, 2012).
Pengaruh pemikiran Nawawi adalah disebabkan beliau adalah orang
yang produktif dan komunikatif, di samping beliau adalah seorang pujangga
yang sudah hafal Al-Qur‟an sejak usia 18 tahun, disamping ribuan hadits.
Oleh sebab itu beliau sangat menguasai berbagai permasalahan, sehingga di
mesir beliau dikenal juga sebagai seorang “mufti” dan “fiqih”. Nawawi
tidak saja dikenal sebagai orang yang ahli dalam bidang fiqih saja,tetapi juga
sebagai seorang sufi, bahkan memiliki tanda-tanda seorang wali, misalnya
keberanian, tawakkal yang mutlak kepada Allah Swt. Ciri khas karya beliau
banyak bicara soal hukum Islam dan bermadzhab Syafi‟i, kebanyakan
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia terutama masalah thariqah
khususnya bagi masyarakat Banten.
Pemikiran beliau ternyata banyak sekali mengutip pikiran para
ulama salaf. Terutamamasalah yang berkaitan pernikahan, ibadah dan lain-
lain. Karangan beliau dalam masalah ibadah banyak diungkapkan lewat
“kitab Kasifatussyaja”, kitab seperti ini banyak dipakai di pondok pesantren.
Dalam masalah ilmu kalam, pembahasannya lewat teori sifat- sifat Allah.
Beliau memperkenalkan kemustahilan teori daur dan tasalsul (lingkaran dan
rantai yang tidak ada ujung pangkalnya) dalam karyanya Tijan Ad- Darari.

40 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Zulfa Famaul Khusna

Dalam ilmu tasawuf yang beliau kembangkan, terutama tentang kedudukan


manusia, Allah dan doa sangat berpengaruh di masyarakat.
Kumpulan doa-doa yang baik, kutipan ayat-ayat Al-Qur‟an dan Al-
Hadist, yang berisi doa-doa dipedomani oleh masyarakat bahkan wirid-wirid
(amalan) tertentu yang banyak diamalkan, adapula doa dan wirid beliau
yang diangkat menjadi syair dan dikumandangkan oleh para muslimin dan
muslimat di masjid, di mushola-mushola. Untuk menghargai jasa beliau
khususnya bagi masyarakat Banten, setiap tahun di Banten di daerah
kelahirannya diadakan upacara haul (peringatan hari wafat) dan diprakarsai
oleh keturunannya. Kegiatan semacam ini sudah menjadi kebiasaan
masyarakat Tanara Banten, sebagai acara resmi yang dihadiri oleh tokoh
masyarakat dan para ulama setempat, yang diselenggarakan setiap akhir
bulan syawwal. Dari peringatan ini timbul suatu kesadaran bahwa nawawi
adalah tokoh pendidikan yang sangat besar dan usahanya itu harus
berkesinambungan. Dalam rangka mewujudkan cita- cita tersebut, beberapa
ulama di banten mendirikan yayasan, yang diberi nama yayasan “An-
Nawawi” pada tanggal 31 Januari 1979, dan berkedudukan di Tanara
(depag, 1987: 668-669)
Pernyataan di atas adalah salah satu paradigma yang patut di garis
bawahi, bahwasannya Nawawi adalah sosok ulama yang patut diteladani
baik dari segi intelektual atau kesufiannya. Wawasan keilmuan beliau
mencerminkan seorang yang mencintai ilmu pengetahuan terutama adalah
ilmu hukum Islam. Hal ini dilihat pada hasil karyanya yang cukup banyak,
semua ditulis pada hasil karyanya yang menggunakan bahasa Arab. Selain
gelar yang lain beliau juga seorang penganut aliran kesufian, seluruh
kehidupannya dihabiskan untuk mengabdi kepada ilmu pengetahuan. Hal ini
beliau lakukan semata-mata karena Allah, beliau akan berusaha menjadi
manusia yang selalu bertaqwa.

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 41


Pendidikan Adab Kepribadian Menurut Syekh Muhammad bin Umar
Al Nawawi Al Bantani dalam Kitab Maroqiy Al-’Ubudiyah

Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Library Research. Wasito (1993: 10)
mengartikan Library Research adalah jenis penelitian yang data-datanya
diambil dari perpustakaan artinya penelitian literature yang dilakukan
dengan penelitian menggali dan menganalisa data dari bahan-bahan tertulis
di perpustakaan yang relevan dengan masalah-masalah yang diangkat.
Oleh Nasir (1983: 3), dikatakan bahwa penelitian kepustakaan
dilakukan karena sumber-sumber datanya, baik yang utama (Primary
Resources) maupun pendukungnya (Secondary Resources), berasal dari
karya tulis yang dipublikasikan. Dalam penelitian ini, menggunakan teknik
dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan menghimpun
buku-buku dan dokumentasi yang relevan dengan sumber data dalam
penelitian ini. Setelah data terkumpul, maka dilakukan penelaahan secara
kritis, sistematis, dalam hubungan dengan masalah yang diteliti sehingga
diperoleh data atau informasi untuk dideskripsikan sesuai dengan pokok
masalah (Azwar, 1988: 36).
Adapun sumber data, baik sumber primer maupun sumber sekunder
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Sumber primer, yakni kitab Maroqiy Al-„Ubudiyah
b. Sumber sekunder, yakni buku-buku atau tulisan-tulisan lainnya yang
mempunyai pembahasan yang erat hubungannya dengan sumber primer
yang dapat membantu menganalisa dan memahami bahan bahan yang ada
dalam sumber primer.
Metode analisis data yaitu cara penanganan terhadap suatu obyek
ilmiah tertentu dengan cara memilah-milah pengertian yang satu dengan
yang lain (Soemargono, 1983: 2). Dengan menggunakan metode ini bukan
untuk memperoleh pengertian baru, tapi hanya mendapatkan penjelasan
suatu pengertian dari penelaahan obyek penelitian. Untuk memahami obyek
penelitian ini penulis menggunakan metode analisis sebagai berikut:

42 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Zulfa Famaul Khusna

a. Interpretasi
Isi buku diselami untuk dapat secepat mungkin menangkap arti dan
nuansa uraian yang disajikan (Zubair, 1999: 69) yaitu dengan mengacu
pemikiran Nawawi dalam kitab Maroqiy Al-„Ubudiyah.
b. Metode Induksi
Suatu pola pikir dari hal-hal yang bersifat khusus ditarik generalisasi
yang bersifat umum. Yaitu dengan memahami kisah orang terdahulu, seperti
nabi Muhammad dan Ghozali.
c. Metode Deduksi
Apa yang dipandang benar pada suatu peristiwa. Hal ini adalah suatu
proses berpikir dari pengetahuan yang bersifat umum dan berangkat dari
pengetahuan tersebut, ditarik suatu pengertian yang khusus (Zubair, 1999:
69). Dalam metode ini penulis mencermati dari kehidupan dan peristiwa
yang ada di lingkungan pesantren dan sekitar.

Pembahasan
A. Signifikansi Pemikiran Nawawi Dalam Kitab Maroqiy Al-’ubudiyah
dalam Pendidikan di Indonesia
Seorang anak, adalah ibarat benih kecil yang membutuhkan
perawatan secara ekstra, hingga menjadi tumbuh besar berkekuatan. Pada
fase pertamanya, Ia juga membutuhkan perhatian, pengawasan dan arahan
sampai pada akhirnya mereka tumbuh besar dengan kebaikan-kebaikan yang
melekat pada dirinya. Manakala pertumbuhan mereka diabaikan dengan
tanpa adanya perhatian sama sekali tentunya kelak mereka akan tumbuh
besar menjadi orang yang sulit untuk diarahkan dan diperbaiki. Oleh karena
itu, sebagai generasi penerus bangsa anak harus dididik sejak dini untuk
perkembangan pribadinya sesuai dengan Al-Quran dan sunnah Nabi
Muhammad, dan hendaknya mereka diberi perhatian secara khusus dalam
masalah pendidikan pada masa perkembangannya sampai dewasa.

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 43


Pendidikan Adab Kepribadian Menurut Syekh Muhammad bin Umar
Al Nawawi Al Bantani dalam Kitab Maroqiy Al-’Ubudiyah

Pada perkembangannya, pendidikan Islam telah mengalami proses


dinamika pemikiran yang sangat luas, unsur pendidikan moralpun tak luput
dari kajian pembahasan para pemikir pendidikan Islam. Pendidikan moral
sendiri kemudian menjadi semacam unsur permanen dalam sistem
pendidikan Islam, setidaknya dalam penetapan kurikulum maupun
pemantapan visi dan misi kependidikannya. Pendidikan moral merupakan
titik tekan yang sangat signifikan dalam pendidikan Islam, karena ia
merupakan salah satu inti dari ajaran agama Islam itu sendiri, selain juga
pendidikan ke-teologis-an dan keibadahan (Nasution, 1998: 87).
Pendidikan Islam mempunyai tujuan yang utama yaitu terbentuknya
suatu pribadi utama dengan mewujudkan idealitas Islami yang pada
hakekatnya mengandung nilai perilaku manusia yang didasari dan dijiwai
oleh iman dan taqwa, sebagaimana pengertian pendidikan Islam yang
dikemukakan oleh Marimba (1962: 19) yaitu bimbingan atau pimpinan
secara sadar dari isi pendidikan terhadap perkembangan jasmani dan rohani
si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Agar proses
pendidikan dapat berjalan sesuai yang diharapkan, maka pendidikan,
pengajaran, dan metodenya harus diambil dari aturan dan nilainilai tersebut,
sehingga menjadi pemandu program pendidikan Islam yang sukses, dapat
menciptakan generasi muda yang berpotensi dan berkepribadian yang
Islami. Dikatakan oleh Langgulung (1995: 30) bahwa untuk mencapai itu
semua, sejak dini anak harus dibekali keimanan dan ketaqwaan kepada
Allah SWT. Setelah iman dan taqwa bersemayam dalam hati anak maka
perilaku yang ditampilkan akan mempengaruhi penyesuaian diri dengan
dirinya maupun dengan masyarakat, sehingga membawa kepada ketenangan
hidup, ketentraman jiwa, maupun kebahagiaan batin, oleh karena itu untuk
mengantarkan anak pada kematangan pribadinya, maka materi yang ada
dalam kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah ini sangat signifikan jika dipakai sebagai
acuan dalam upaya mencapai keberhasilan pendidikan, terutama pendidikan
adab kepribadian. Materi yang disajikan dalam kitab ini tidak hanya

44 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Zulfa Famaul Khusna

mengacu pada hubungan antara manusia dengan Allah (HablumminAllah),


melainkan juga pada hubungan antara manusia yang satu dengan manusia
yang lain (Hablumminannas), seperti adab-adab pergaulan yang telah
penulis diskripsikan pada bab sebelumnya.
Pendidikan adab dan kepribadian dalam kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah
dapat diterapkan melalui keteladanan. Keteladanan yang baik merupakan
suatu keharusan dalam pedidikan, karena bagaimana mungkin seorang anak
akan antusias untuk menjalankan shalat sedangkan dia melihat orang tuanya
adalah orang yang tidak memperhatikan shalat. Bagaimana mungkin dia
akan meninggalkan maksiat sedangkan dia senantiasa menyaksikan orang
tuanya melakukan hal-hal maksiat. Itulah dunia anak, dunia meniru. Ia akan
meniru apa saja yang dapat ditangkap oleh inderanya. Kebutuhan akan figur
teladan selalu ada pada manusia karena karakter manusia sebenarnya adalah
senang untuk meniru. Hal ini bersumber dari kondisi mental seseorang, yang
senantiasa berada dalam perasaan orang lain, sehingga dirinya meniru. Ada
kecenderungan anak akan meniru perilaku orang dewasa, dan bawahan akan
meniru atasannya, Karena orang yang lebih dewasa atau atasan merupakan
seseorang yang patut menjadi.Contoh atau suri tauladan, seperti firman
Allah dalam surat Al Ahzab ayat 21, Demi Allah sungguh telah ada teladan
yang baik bagi mu pada diri Rasulullah, yaitu bagi orang yang
mengharapkan keridhaan Allah dan pahala hari kesudahan dan banyak
menyebut (mengingat) Allah. Untuk itu hendaklah kita mengedepankan
keteladanan yang baik, terutama bagi anak-anak.
Untuk itu pemilihan metode yang tepat akan sangat penting jika
diterapkan dalam pendidikan Islam guna mewujudkan tujuan pendidikan
terciptanya insan kamil yang berkepribadian shalih-shalihah. Dalam proses
pembentukan adab dan kepribadian anak, diperlukan strategi dan metode
yang tepat. Dan keberadaan kitab ini sangatlah signifikan dalam upaya
pencapaian terbentuknya generasi muda yang sesuai dengan tujuan umat
Islam.

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 45


Pendidikan Adab Kepribadian Menurut Syekh Muhammad bin Umar
Al Nawawi Al Bantani dalam Kitab Maroqiy Al-’Ubudiyah

Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan


statis tetapi tujuannya itu merupakan keseluruhan dari kepribadian seseorang
yang berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya. Seperti dikatakan oleh
Langgulung (1995:55), berbicara tentang tujuan pendidikan tidak terlepas
dari pembahasan tentang tujuan hidup manusia. Oleh karena itu pendidikan
hanyalah suatu alat yang digunakan manusia untuk memelihara kelanjutan
hidupnya, baik sebagai individu atau masyarakat. Tujuan pendidikan
tersebut tidak jauh berbeda dengan tujuan pendidikan yang ada dalam kitab
Maroqiy Al-‟ubudiyah, walaupun dalam penyampaiannya berbeda. Tujuan
dalam kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah upaya pembentukan adab dan
kepribadian individu dan kepribadian sosial yang baik, seperti contohnya
taat kepada Allah, meninggalkan maksiat, akan membentuk kepribadian
individu yang baik. Sedang kepribadian sosial dengan menanamkan adab
terhadap orangtua, guru dan teman. Sehingga kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah
sangatlah signifikan dipakai dalam proses pendidikan di Indonesia.

B. Relevansi Pemikiran Nawawi dalam Kitab Maroqiy Al-’ubudiyah


dalam Pendidikan di Indonesia
Pembentukan adab dan kepribadian pada anak menjadi prioritas
utama, karena harapan terbesar bertumpu pada anak, dimana mereka adalah
penerus perjuangan, pewaris bangsa dan Negara, yang berkibar dilangit dan
semerbak harum mewangi, ataukah anak yang akan mencoreng muka orang
tua, keluarga, bangsa dan Negara karena kejahatan kepribadian yang
dimiliki. Anak merupakan belahan hati dan amanah yang suci, harta paling
berharga yang masih netral dan belum terbentuk adab dan kepribadiannya,
olek karena itu dia siap dibentuk dan dibawa kemana pun. Jika seorang anak
di biasakan dan diajari hal-hal yang baik seperti dalam kitab Maroqiy Al-
‟ubudiyah, maka dia akan tumbuh dengan baik dan tentu akan menjadi
orang yang berbahagia di dunia dan akhirat. Begitu juga sebaliknya jika
dibiasakan dan diajari hal-hal yang buruk, diabaikan tanpa ada perhatian

46 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Zulfa Famaul Khusna

sedikitpun, tentu dia akan rusak dan menderita. Untuk itu membimbing dan
menanamkan adabadab yang terpuji kepada anak merupakan cara
pendidikan adab dan kepribadian yang berhasil, dengan kata lain yaitu
“Adab bisa berguna selagi anak dalam kedinian dan tiada lagi berguna
setelah itu, ibarat ranting kecil akan lurus jika diluruskan, tiada lurus jika ia
menjadi batang yang kaku”.
Pendidikan adab dan kepribadian untuk generasi sekarang ini juga
dihadapkan pada persoalan-persoalan yang cukup kompleks, yakni
persoalan reformasi dan globalisasi menuju masyarakat Indonesia yang baru.
Tantangan yang dihadapi sekarang adalah bagaimana upaya untuk
membangun paradigma baru pendidikan Islam, visi, misi, dan tujuan, yang
dididukung dengan system kurikulum atau materi pendidikan, manajemen,
dan organisasi. Metode pembelajaran untuk dapat mempersiapkan manusia
yang berkualitas, bermoral tinggi dalam menghadapi perubahan masyarakat
global begitu cepat, sehingga produk pendidikan Islam tidak hanya melayani
dunia pendidikan Islam saja, tetapi mempunyai pasar baru atau mampu
bersaing secara kompetitif dan proaktif dalam dunia modern. Perubahan
yang perlu dilakukan pendidikan Islam, yaitu:
1. Membangun sistem pendidikan Islam yang mampu mengembangkan
sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu mengantisipasi
kemajuan iptek untuk menghadapi tantangan dunia global yang
dilandasi nilai- nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan budaya.
2. Menata manajemen pendidikan Islam yang berorientasi pada
manajemen sekolah agar mampu menyerap aspirasi masyarakat, dan
dapat mendayagunakan potensi masyarakat dalam rangka
penyelenggaraan pendidikan islam yang berkualitas.
3. Meningkatkan demokratisasi penyelenggaraan pendidikan Islam secara
berkelanjutan dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat agar dapat
menggali serta mendayagunakan potensi masyarakat.

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 47


Pendidikan Adab Kepribadian Menurut Syekh Muhammad bin Umar
Al Nawawi Al Bantani dalam Kitab Maroqiy Al-’Ubudiyah

Namun dalam hal ini, kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah kurang efisien


jika dipakai dalam proses pendidikan adab kepribadian anak, karena adanya
kemajuan teknologi zaman sehingga diperlukan pemikiran pembaharuan lagi
untuk penyesuaian dengan kemajuan zaman globalisasi. Proses pendidikan
adab dan kepribadian adalah usaha sadar yang dilakukan oleh seorang
pendidik untuk membentuk tabiat yang baik pada seorang anak didik
sehingga terbentuk manusia yang berkepribadian luhur, yang taat kepada
Allah. Pembentukan adab dan kepribadian ini dilakukan secara kontinue
dengan tidak ada paksaan dari pihak manapun.
Pendidikan adab dan kepribadian pada hakekat keberadaannya
sangatlah urgen di indonesia. Pendidikan yang bertujuan membentuk pribadi
muslim, mengembangkan seluruh potensi manusia dari segi jasmani dan
rohani, menumbuhsuburkan hubungan yang harmonis dan seimbang setiap
pribadi dengan Allah, dan sesama. Agar mencapai tujuan pendidika islam
tersebut, maka eksistensi lembaga pendidikan di indonesia harus menyusun
rancagan program pendidikan yang dijabarkan dalam kurikulum yang
berorientasi pada:
1. Tercapainya hubungan transenden antara manusia dengan sang khaliq
sesuai dengan fitrah manusia sebagai abdillah.
2. Tercapainya hubungan antar sesama manusia sesuai dangan fungsi
manusia sebagai kholifah di muka bumi.
Relevansi kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah terhadap pendidikan Islam di
Indonesia sangatlah berkesinambungan, karena baik dari segi materi isi
kitab, nilai pendidikan adab dan kepribadian dan tujuan pendidikan dalam
kitab ini sangatlah cocok untuk dipakai oleh lembaga-lembaga pendidikan
Islam di Indonesia, terutama yang telah dipakai oleh lembaga pendidikan
non formal. Sehingga akan terciptalah generasi Islam yang berkualitas yang
sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. Dalam kitab ini, Nawawi banyak
menjelaskan akhlak mahmudah seperti contoh ketaatan, hal ini akan
terwujud jika kita senantiasa patuh terhadap perintah-perintah Allah baik

48 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Zulfa Famaul Khusna

yang wajib maupun yang sunnah. Menghargai setiap orang yang memiliki
keutamaan dan menghargai orangorang yang patut dihargai menurut derajad
mereka, seperti guru, orang tua dan teman. Kitab ini juga menjelaskan
akhlak tercela (madzmumah) yang harus ditinggalkan, seperti contoh
meninggalkan maksiat, karena jika maksiat merajalela di masyarakat, maka
tidak bisa diharapkan terwujudnya keamanan dan kedamaian dalam
kehidupan bersama.
Maka dari itu, kitab ini sangat urgen dalam proses penanaman
akhlak anak dalam rangka pembentukan adab dan kepribadian anak yang
shalih dan shalihah karena jika bumi ini diwariskan kepada generasi-
generasi yang tidak bertanggungjawab, yang terjadi hanyalah kemaksiatan
dan kemungkaran. Hal ini akan dapat membawa malapetaka dan nestapa di
muka bumi ini.

C. Implikasi Pemikiran Nawawi dalam kitab Maroqiy Al-’ubudiyah


dalam Pendidikan di Indonesia
Kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah ini telah digunakan di beberapa
lembaga pendidikan non formal, seperti di pondok pesantren di Jawa. Yakni
pondok pesantren Darul „Ulum Reksosari, Suruh, Kab. Semarang. Bahkan
kitab ini telah dimasukkan dalam kurikulum, karena kitab ini tidak hanya
berisi tentang adab-adab yang mengarah pada hubungan dengan sang
pencipta namun juga berhubungan dengan sesama.
Adapun hal-hal positif yang diperoleh peserta didik atau santri yang
mempelajari dan mengindahkan kitab ini, adalah perubahan sikap dalam
beribadah kepada Allah, sikap terhadap orang-orang di sekitarnya,
perubahan perilaku dalam bertindak atau melakukan aktifitas, dengan modal
kepribaadian yang luhur. Sehingga setiap peserta didik atau santri dapat
hidup dengan aman dan tentram. Kepribadian yang luhur tersebut di
antaranya taat kepada Allah, terciptanya kerja sama dan solidaritas yang

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 49


Pendidikan Adab Kepribadian Menurut Syekh Muhammad bin Umar
Al Nawawi Al Bantani dalam Kitab Maroqiy Al-’Ubudiyah

baik, saling menghormati, serta menjauhi perilaku maksiat seperti dusata,


ghibah, menggunjing berburuk sangka, dengki, riya‟, dan sombong.
Dalam pembentukan adab dan kepribadian, perlu adanya loyalitas
terhadap dua sumber pokok ajaran Islam, yaitu Al-Qur‟an dan Hadis, serta
sifat konsistensi dan kesungguhan dalam penerapan kehidupan sehari-hari.
Ada juga dari sebagian peserta didik yang tidak mengindahkan kitab ini dan
dan tidak menyadari akan urgennya pendidikan kepribadian. Hal tersebut
akan menimbulkan dekadensi moral pada generasi Islam, di antaranya yaitu
merebaknya peserta didik atau santri yang meninggalkan shalat,
menggunjing,berburuk sangka dan berdusta baik kepada guru, orang tua
ataupun temannya.
Maka dalam rangka penerapan kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah ini
kepada peserta didik atau santri, selain harus menekankan sifat loyalitas,
konsistensi dalam berkepribadian luhur, seorang guru juga harus
memberikan keteladanan yang tepat serta harus kita tunjukkan tentang
begaimana kita harus bersikap dan bagaimana kita harus menghormati kalau
ingin dihormati oleh orang lain, tentulah harus diawali dari diri sendiri untuk
berbuat baik kepada sesama dan berbakti kepada kedua orang tua. Maka
dengan mengawalinya demikian, niscaya orang lain pun akan menghormati
dan anak-anak pun akan berbakti. Jadi pembelajaran kitab ini tidak hanya
dengan ceramah dalam kelas saja, namun juga perlu diterapkan melalui
keteladanan, nasehat dan kebiasaan.
Maka dengan usaha pembiasaan pada diri secara dini dan konsisten,
lebih bisa diharapkan terbentuknya kepribadian yang luhur yang tumbuh
pada diri anak sehingga apa yang diharapkan akan terwujud, yakni harapan
mempunyai keluarga yang dipimpin kepala keluarga yang shalih,
didampingi istri yang sholihah, dan dihiasi pula putra putri yang shalih dan
shalihah.

50 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Zulfa Famaul Khusna

Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam bab-bab yang telah lalu, maka penulis
dapat mengemukakan kesimpulan sebagai berikut:
1. Kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah merupakan buah karya Syekh Muhammad
Nawawi Bin Umar Al Jawi putra dari Umar Bin Arabi. Kitab Maroqiy
Al- ‟ubudiyah terdiri dari tiga bagian, bagian pertama berisi tentang
adab ketaatan, bagian kedua berisi tentang adab meninggalkan maksiat,
dan bagian ketiga berisi tentang adab pergaulan. Materi yang ada dalam
kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah sangat signifikan jika dipakai sebagai
acuan dalam upaya mencapai keberhasilan pendidikan islam di
Indonesia. Materi yang disajikan tidak hanya mengacu pada hubungan
antara manusia dengan Allah, melainkan juga hubungan antar manusia,
seperti adab terhadap orang alim, guru, ornag tua dan teman. Kitab
Maroqiy Al-‟ubudiyah kurang efisien jika dipakai dalam proses
pendidikan, karena adanya kemajuan teknologi zaman, sehingga
diperlukan pemikiran pembaharuan lagi untuk penyesuaian dengan
kemajuan zaman globalisasi, pemikiran dan mampu bersaing dalam
dunia modern.
2. Relevansi kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah terhadap pendidikan islam di
Indonesia sangatlah berkesinambungan karena baik dari segi materi isi
kitab, nilai pendidikan adab kepribadian dan tujuan pendidikan dalam
kitab ini sangatlah cocok untuk dipakai oleh lembaga-lembaga
pendidikan Islam di Indonesia sehingga terciptalah generasi islam yang
berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. Kitab Maroqiy Al-
‟ubudiyah telah digunakan di lembaga pendidikan nonformal. Peserta
didik yang mau mempelajari kitab ini akan mendapatkan hal-hal yang
positif, dengan modal adab dan kepribadian yang luhur. Dalam
pembentukan kepribadian, perlu adanya loyalitas terhadap 2 sumber
pokok ajaran islam (al Qur‟an dan Hadits), serta sifat konsistensi dan
kesungguhan dalam penerapan kehidupan sehari-hari. Peserta didik

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 51


Pendidikan Adab Kepribadian Menurut Syekh Muhammad bin Umar
Al Nawawi Al Bantani dalam Kitab Maroqiy Al-’Ubudiyah

yang tidak mengindahkan kitab ini dan tidak menyadari akan urgennya
pendidikan adab kepribadian, maka hal tersebut akan menimbulkan
dekadensi moral pada generasi islam. Maka dalam rangka penerapan
kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah, seorang guru harus juga memberikan
keteladanan tidak hanya memberikan ceramah di kelas saja tetapi
nasehat dan kebiasaan yang tepat.

Daftar Pustaka
Al Hasani. 2012. Syekh Nawawi Al Bantani. Scribd (online).
http://search.yahoo.com. Diakses 12 September 2012
Al jawi Muhammad Nawawi. Tanpa tahun. Maroqil Ubudiyah Syarah
Bidayah Al-Hidayah terjemahan oleh Zaid Husain Al Hamid. 2000.
Surabaya: Mutiara Ilmu.
Arifin, Agus Zainal. 2012. Syaikh Nawawi Al-Bantani Al Jawi (2). : Karya
dan Karomahnya (online).
http://www.scribd.com/doc/70955099/syaikhnawawialbantani. diakses
12 September 2012
Arifin, HM. 1991. Kapita Selecta Pendidikan Islam dan Umum.Jakarta Bumi
Aksara.
Ash Shieddiqy, Tm. Hasbi: 1977. Tafsir Al Bayaan. Jakarta: Ladjnah
Pentashih Mashaf.
Bakker, Anton, & Ahmad Charris Zubair. 1990. Metodologi Penelitian
Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Depag RI. 1987. Ensiklopedia Islam di Indonesia. Jakarta: IAIN.
Dhofier, Zamakhsari. 2001. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES
Hasan. Ahmad Rifai: 1987. Warisan Intelektual Islam Indonesia. Bandung:
Mizan.
Langgulung, Hasan. 1995. Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa
Psikologis Filsafat dan Pendidikan. Jakarta: Al Husna Zikra.

Nasution, Harun. 1989. Islam Rasional. Jakarta: LSAF.


Simandjuntak, B dan I.L. Pasaribu. 1984. Teori Kepribadian. Bandung:
Tarsito
Wasito, Hermawan. 1993. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.

52 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Dadang Kurniawan

PENDIDIKAN ORANG TUA PADA ANAK:


TELAAH PADA AL-QU’AN SURAT AN-NISĀ’ AYAT 9
DAN AT-TAHRĪM AYAT 6

Dadang Kurniawan
Instansi

Abstract
This research is aimed at answer 1) How is the concept of parental education
on children contained in the Qur'an letter an- Nisā'ayat 9 and at-Tahrim
paragraph 6. 2) How is the implementation of parental education on children
contained in the Qur'an Surat an-Nisa 'verse 9 and at-Tahrim paragraph 6.
To answer these questions, the researchers used library research method, to
make the Koran and the hadiths of the Prophet or books as objects of
research. The verses of the Koran related with parental education on
children were collected. Then the verses were compiled and linked between
one verse with another verse, in the later stages to analyze its content
(content analysis). The findings in this study gave a lot of knowledge about:
the education of parents in children are important and have been described
in the Qur'an Surat an-Nisa 'verse 9 and at-Tahrim verse 6. In addition to
keep the family from the torment of hell, parents’ education to children is
functioned as the provision of life of children when their parents have died.
People who implement such education be easy in living faith and devotion
to Allah and His Messenger. Because of the importance of faith and
devotion to Allah and His Messenger, people should understand what is
explicit and implied in it. Referring to these findings, the study recommends
that, parental education on children in the Koran is actually to be implanted
in children as early as possible.
Keywords: parents’ education, children, the Koran

Pendahuluan
Islam adalah agama yang mengajarkan umatnya agar dapat
menjalani kehidupan dunia dan akhirat dengan baik. Untuk itu, Islam
memberikan jalan tebaik agar seseorang mampu menggapainya. Islam juga
memberikan ajaran yang sangat universal demi keberlangsungan hidup
manusia. Hal itu diuraikan dalam al-Qur’an dengan sangat gamblang dan
jelas. Diantaranya, bagaimana menjadikan kepribadian lebih baik,
mengembangkan potensi, membangun umat yang dapat bekompetisi dengan

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 53


Pendidikan Orang Tua pada Anak:
Telaah pada Al-Qu’an Surat An-Nisā’ Ayat 9 dan At-Tahrīm Ayat 6

kehidupan yang melaju sangat cepat, membangun sebuah peradaban yang


tidak bertentangan dengan norma agama maupun fitrah manusia, dan
mampu memberikan cara yang baik untuk membangun suatu tempat
menjadi tempat yang modern. (Ulwan, 2009: 19)
Al-Qur’an diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad agar
menjadi pedoman bagi hidup manusia atau sebagai huda (petunjuk),
bayyinah (penjelas) atas petunjuk yang telah diberikan, serta furqon
(pembeda) antara yang haq (benar) dan yang bathil (salah). Fungsi tersebut
bertujuan agar manusia dapat hidup dengan berlandaskan moral dan akhlak
yang mulia. Disamping mengandung nilai moral, al-Qur’an juga berisikan
tentang penjelasan bagi umat Islam khususnya bagi orang tua, bagaimana
membesarkan dan mendidik anak dengan baik, sehingga anak akan tumbuh
dan berkembang seperti harapan orang tua. Anak mampu menjadi sebuah
kebanggaan bagi kedua orang tuanya, saudara-saudaranya, teman bermain,
lingkungan, dan bagi masyarakat sekitar.
Jika kita perhatikan di zaman modern sekarang ini, atau yang lebih
dikenal dengan era globalisasi, banyak sekali kita jumpai berbagai tindakan
kriminal (tindak kejahatan) yang dilakukan oleh seorang anak. Anak
Sekolah Dasar (SD) membuli adik kelasnya, anak Sekolah Menengah
Pertama (SMP) berani kepada orang tua, berani mengambil barang milik
emannya, dan anak Sekolah Menengah Atas (SMA) tanpa malu berdua-duan
dengan lawan jenis yang bukan mukhrom, terlibat dalam tawuran antar
pelajar, balapan liar, geng motor, pergaulan bebas, narkoba dan lain
sebagainya yang semakin lama semakin meresahkan masyarakat sekitar dan
pengguna jalan lain yang melintas di area tersebut. Bahkan yang lebih
mencengangkan lagi, ada seorang pelajar yang berani membunuh temannya
sendiri karena suatu permasalahan yang sepele. Dan masih banyak lagi
tindak kriminal yang lainnya yang dilakukan oleh seorang anak pada saat
ini.

54 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Dadang Kurniawan

Masalah-masalah seperti inilah yang seringkali menghiasi layar


televisi, radio dan koran sehari-hari. Hal ini salah satunya disebabkan
karena lemahnya pengawasan dan pendidikan yang dilakukan oleh orang tua
kepada anak-anaknya. Orang tua hanya sibuk mencari uang, bermain dengan
teman kantor, dan lainnya, sehingga mereka lupa dengan pengawasan dan
pendidikan terhadap anak mereka. selain itu, banyak juga orang tua yang
sering memanjakan anak mereka, dengan selalu memberikan setiap apa yang
diinginkan oleh anak dengan alasan menyayangi anak, akan tetapi mereka
lupa kalau memanjakan anak secara berlebihan dapat mengarahkan mereka
ke jalan yang tidak benar. Anak yang sering dimanja akan tumbuh dan
berkembang menjadi anak yang egois, apatis, tidak mau memberi bantuan
kepada temannya dan menjadikan anak mudah mengeluh dalam segala hal.
Anak adalah sebuah kebanggaan begi kedua orang tuanya. yang
diharap kelak akan mampu mengharumkan nama baik keluarga. Akan tetapi,
yang lebih penting dari itu, anak adalah sebagai amanah yang sangat agung
dan mulia. Sebagai orang tua, kita sudah semestinya berbangga dan juga
merasa bahagia telah dipercayai oleh Allah unuk memegang amanah itu,
karena tidak semua orang bisa mendapatkan amanah tersebut. (Mustafidz,
2009: 11)
Di dalam al-Qur’an, Allah juga menyinggung beberapa masalah
amanah dan menganjurkan kepada hamba-Nya unuk bersungguh-sungguh
dalam melaksanakan amanah.
Pertama dalam al-Qur’an surah an-Nisa’ ayat 58, Allah SWT
berfirman:
َ ‫ٌٌٌٌاْلَمٰ ٰنتٌٌٌٌِ ِإلَ ٰ ٰٓىٌٌٌٌأ َ ْه ِل َه‬
ٌ ِ َّ‫اٌٌٌٌو ِإذَاٌٌٌٌ َحك َْمتُمٌٌٌٌبَيْنٌٌٌٌٌَالن‬
ٌِ‫ا‬ ْ ‫ُّوا‬ ۟ ‫ٌٌٌٌَّللاٌٌٌٌَيَأ ْ ُم ُر ُك ْمٌٌٌٌأَنٌٌٌٌت ُ َؤد‬
َّ ‫ِإ َّن‬
ًۢ َ ٌٌٌٌ َ‫ٌٌٌٌَّللاٌٌٌٌَ َكان‬
ٌٌٌٌ‫سمِ يعا‬ َّ ُ
‫َّللاٌٌٌٌَنِ ِع َّماٌٌٌٌيَ ِعظ ُكمٌٌٌٌبِِۦهٌٌٌٌٌٌٌٌٰٓۗإِ َّن‬ ْ ۟
ٌَّ ِ‫ٌٌٌأنٌٌٌٌتَحْ ُك ُمواٌٌٌٌبِالعَ ْد ِلٌٌٌٌٌٌٌٌۚإ‬
َّ ٌٌٌٌ‫ن‬ َ
﴾٨٥:‫صيراٌٌٌٌ﴿النساء‬ ِ َ‫ب‬
Artinya: “sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanah kepada yang berhak menerimanya.”

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 55


Pendidikan Orang Tua pada Anak:
Telaah pada Al-Qu’an Surat An-Nisā’ Ayat 9 dan At-Tahrīm Ayat 6

Kedua, dalam al-Qur’an surah al-Anfal ayat 27, Allah SWT


berfirman:
ٌَ ‫ٌٌٌٌَوت َ ُخونُ ٰٓو ۟اٌٌٌٌأَمٰ ٰنتِ ُك ْم‬
ٌٌٌٌ َ‫ٌٌٌٌوأَنت ُ ْمٌٌٌٌت َ ْعلَ ٌُمون‬ َ ‫سول‬ ُ ‫الر‬
َّ ‫ٌٌٌٌو‬ َّ
َ َ‫ٌٌٌٌَّللا‬ ۟ ُ‫ٌٌٌٌَلٌٌٌٌت َ ُخون‬
‫وا‬ َ ‫وا‬ ۟ ُ‫ٰيٰٓأَيُّ َهاٌٌٌٌالَّذِينَ ٌٌٌٌ َءا َمن‬
﴾٧٢:‫﴿اْلنفال‬
Artinya: “wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menghianati Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan (juga)
janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan
kepadamu, sedang kamu mengetahui.”

Kedua ayat di atas dengan jelas menegaskan kepada orang tua untuk
menjalankan amanah (seorang anak) yang Allah berikan kepada para orang
tua, bukan hanya menjaga anak mereka masing-masing melainkan mereka
(orang tua) juga wajib memberikan ilmu pendidikan kepada anak-anaknya
sebagai pertanggungjawaban orang tua pada anak dan kepada Allah SWT
baik di dunia maupun di akhirat nanti.
Memegang atau melaksanakan amanah itu bukanlah pekerjaan yang
mudah. Ia memerlukan perjuangan yang ekstra berat dan panjang. Oleh
karenanya, tidak semua akan mampu melaksanakan amanah itu, dan orang-
orang yang mampu melaksanakan amanah adalah mereka yang telah lolos
dari ujian Allah yang sangat besar itu.
Betapa riang jiwa. Betapa bening mata, ketika melihat buah hatinya
adalah anak-anak yang saleh salihah, yang bejalan di atas muka bumi, ketika
jantung hatinya adalah anak yang memperjuangkan agama Allah di tengah-
tengah jajaran manusia. Namun, apakah cukup bagi orang tua dengan
menunaikan tanggungjawab dan kewajiban tesebut, lantas ia bersantai, atau
hanya menyerahkan kepada guru dan lingkungan bermain saja. (Ulwan,
1981: 1)
Rasulullah SAW bersabda :
ٌ‫ٌوٌفَ ِرُُ ْو‬، َ ٌ‫علَ ْي َه َاو ُه ْمٌا َ ْبنَا ُء‬
َ ‫ع ْش ٍر‬ َ َ‫ٌو ُه ْمٌا َ ْبنَا ُءٌ َسب ِْعٌ ِسنِيْن‬
َ ٌ‫ٌواض ِْرب ُْو ُه ْم‬، َ ‫ُم ُر ْوٌأ َ ْو ََلدَ ُك ْمٌ ِباٌل‬
َ ِ‫ص ََلة‬
}‫ٌكتابٌالصَلة‬:٨١٥ٌ:ٌ‫ٌنمرة‬:‫ٌ{سننٌابيٌداود‬.‫اج ِع‬ ِ ‫ض‬
َ ‫ٌال َم‬ ْ ‫علَ ْي ِه ْمٌف ِْي‬َ
Artinya: suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat, ketika mereka
beusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika enggan, ketika mereka

56 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Dadang Kurniawan

berusia sepuluh tahun. Dan pisahkanlah antara mereka ketika


mereka tidur.

Hadist di atas menjelaskan kepada orang tua, hendaknya mereka


mengajari anak-anak mereka tentang hukum shalat, bilangan rekaatnya, dan
cara mengerjakannya. Sehingga anak mengetahui pemahaman tentang shalat
dengan baik. Dan mulai memisahkan tempat tidur putra-putrinya ketika
berusia tujuh tahun dan menjelaskan perbedaan antara laki-laki dengan
perempuan, apa yang boleh diperlihatkan ke lawan jenis dan apa yang tidak
boleh diperlihatkan, sehingga anak dapat mengetahui alasannya dengan
jelas.
Dalam kitab Sahih Bukhari no.1271 dijelaskan mengenai fitrah anak,
sebagai berikut:
ٌ:‫ٌنمرة‬:‫سانِهٌِ{صحيحٌالبخاري‬ ِ ِ َ‫ٌو ِانَّ َماٌأَبَ َواهٌُيُ َه ْي ِودَانِهٌِا َ ْويُن‬
َ ‫ص َرانِهٌِا َ ْويُ َم ِج‬ ْ ‫ىٌالف‬
َ ِ‫ِط َرة‬ ْ َ‫عٌل‬
َ ٌُ ‫َمامِ ْنٌ َم ْو ْل ْو ٍداَِلٌَّي ُْولَ ٌد‬
}‫ٌكتابٌالجنائز‬:١٧٢١
Artinya: tidak ada anak dilahirkan, kecuali dilahirkan atas
kesucian. Dua orang tuanyalah yang menyebabkan Yahudi, Nasrani
atau Majusi (HR. Bukhari).

Hadits diatas menegaskan kepada kita semua bahwasannya anak itu


lahir dalam keadaan suci, bersih bagaikan kertas putih atau tabularasa yang
belum ada coretan dan isinya. Orang tua lah yang bertanggung jawab
memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka, akan diberi tulisan apa
kertas tersebut, mau diisi apakah tabularasa tersebut. Apakah anak tersebut
akan di jadikan Yahudi,Nasrani, atau Majusi.
Anak dalam pendidikan Islam, tidak dipandang semata sebagai
manusia fisikal saja. Lebih dari itu, secara radikal pendidikan anak dalam
Islam berbeda dengan pendidikan Barat, karena proporsi al-Qur’an sebagai
sumber normative memuat dasar-dasar pendidikan anak yang menitik
beratkan pada dimensi jasmani dan ruhani secara berimbang. Oleh
karenanya, pendidikan anak dalam Islam dengan mendasarkan pada al-
Qur’an berbeda dengan pendidikan Barat (baik dalam pereode klasik

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 57


Pendidikan Orang Tua pada Anak:
Telaah pada Al-Qu’an Surat An-Nisā’ Ayat 9 dan At-Tahrīm Ayat 6

maupun modern) yang secara mendasar filsafat Barat bertolak dari beberapa
pandangan, diantaranya: humanisme, rasionalisme, empirisme dan
positivisme.
Humanisme memposisikan manusia memiliki kemampuan mengatur
dirinya dan alam. Rasionalisme mendasarkan kebenaran pada pertimbangan
ide rasional belaka. Empirisme yang mendasarkan kebenaran pada peranan
indra. Pandangan ini dikokohkan oleh aliran realisme yang menegakkan
kenyataan fisik sebagai kenyataan sebenarnya. Postivisme menekankan
kebenaran pada realitas logis dengan bukti empiris yang terukur. (Huda,
2008: 9-10)
Selain itu, penulis juga mendengarkan ceramah dalam pengajian
yang disampaikan oleh Gus Yusuf Khudlori. Seorang tokoh
NahdlatulUlama (NU) di desa Tegalrejo, putra dari almarhum Bapak
Khudlori. Seorang Kiai yang sangat disegani dan dihormati di kota
Magelang. Beliau mengatakan “ semua orang tua itu wajib hukumnya
mendidik putra-putrinya dengan baik, terlebih lagi pendidikan keagamaan,
pendidikan agama kepada anak dapat diibaratkan seperti pondasi dalam
sebuah bangunan. jika kita ingin membuat rumah, langkah awal yang harus
kita lakukan adalah membuat atau memikirkan fondasinya terlebih dahulu,
barulah kemudian, kita membuat atau memikirkan tentang tiang, jendela,
pintu, atap dan lain sebagainya. Begitu juga dengan anak kita, jika kita ingin
menjadikan atau memikirkan masa depan anak, terlebih dahulu yang harus
kita lakukan adalah mendidiknya dengan ilmu agama, barulah kita
memberikan ilmu yang lainnya. sehingga, ketika anak tumbuh besar dan
memiliki jabatan dalam sebuah instansi, ia akan mampu menjalankan dan
bertanggungjawab atas pekerjaannya dengan baik. Setidaknya anak tersebut
bisa dipercaya dan diandalkan oleh Bos atau teman kerjanya”.
Dari kutipan di atas dapat penulis simpulkan bahwasannya, betapa
pentingnya pendidikan Islam dalam keluarga, terlebih kepada anak-anaknya.
Jika kita menginginkan masa depan anak menjadi baik saat mereka dewasa

58 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Dadang Kurniawan

nanti, langkah awal yang harus orang tua lakukan adalah mendidik anak
dengan pendidikan agama.
Allah berfirman dalam al-Qur’an mengenai pendidikan anak, dalam
beberapa ayat, antara lain:
Pertama, dalam Q.s. al-Kahfi aya 46
ّٰ ‫ٌٌٌٌۖو ْال ٰبق ِٰيتُ ٌٌٌٌال‬
َ َ‫ص ِلحٰ تُ ٌٌٌٌ َخيْرٌٌٌٌعِند‬
ٌ َ‫ٌٌٌٌربِِك‬ ْ ُ‫ٌٌٌٌزينَة‬
َ ٌٌٌٌ‫ٌٌٌٌال َحيَ ٰوةٌٌٌٌِالدُّ ْنيَا‬ ِ َ‫ٌٌٌٌُو ْالبَنُون‬
َ ‫ْال َمال‬
َ
ٌٌ﴾٨٤:‫اٌٌٌٌو َخيْرٌٌٌٌأ َمَلٌٌٌٌ﴿الكهف‬ َ ‫ٌٌٌث َ َواب‬
Artinya: harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia,
tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik
pahalanya di sisi tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.

Kedua, Q.s. al-Furqon ayat 74


ٌٌٌٌ‫ٌٌٌٌواجْ عَ ْلنَا‬
َ ‫َاٌٌٌٌوذ ُ ِريّٰتِنَاٌٌٌٌُُ َّرة ٌٌٌٌَأ َ ْعي ٍُن‬ َ َ‫َوالَّذِينَ ٌٌٌٌ َيقُولُون‬
َ ‫ٌٌٌٌربَّنَاٌٌٌٌهَبْ ٌٌٌٌلَنَاٌٌٌٌمِ ْنٌٌٌٌأ َ ْز ٰو ِجن‬
﴾٢٨:‫ل ِْل ُمتَّقِينَ ٌٌٌٌإِ َماماٌٌٌٌ﴿الفرُان‬
Artinya: Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami,
anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami
sebagtai penyenang hati (kami), dan jadikan kami imam bagi orang-
orang yang bertakwa.

Berdasarkan ayat-ayat di atas, istilah al-awlad dan al-banun


menandakan anak potensial menjadi impian yang menyenangkan, manakala
diberi pendidikan dengan baik, dan sebaliknya, akan menjadi malapetaka
(fitnah) jika tidak dididik. Inilah yang ditimbulkan, yaitu rasa optimistis atau
pesimistis. hal ini juga membawa pada pemahaman bahwa manusia
dilahirkan dengan fitrah dapat dididik yang juga berpotensi menjadi tidak
terdidik karena keabaian pendidikannya. (Huda, 2009: 10
Menurut Budiharjo, (2007: 19), kata al-awlad berasal dari walad
ytang artinya anak. sedangkan kata al-banun berasal dari kata ibn berarti
sesuatu yang dilahirkan oleh sesuatu. Kata tersebut dapat berarti:
1. Anak yang dijadikan oleh Allah menjadi ada karena adanya ayah.
2. Segala sesuatu yang dihasilkan dari satu arah atau dari pendidikan.
3. Banyaknya pengabdian yang dilaksanakan sesuai dengan perintah.

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 59


Pendidikan Orang Tua pada Anak:
Telaah pada Al-Qu’an Surat An-Nisā’ Ayat 9 dan At-Tahrīm Ayat 6

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ibn adalah


seorang hamba yang banyak mengabdi dan menaati perintah-perintah Allah,
sampai-sampai digambarkan seperti hubungan antara orang tua pada anak.
karena begitu cintanya Allah pada hamba terebut.
Berdasarkan pemaparan-pemarapan di atas, maka penulis
memberanikan diri unuk malakukan peneliian dengan mengambil judul “
PENDIDIKAN ORANG TUA PADA ANAK: TELAAH PADA AL-
QUR’AN SURAT AN-NISĀ’ AYAT 9 DAN AT-TAHRĪM AYAT 6”

Permasalahan
Rumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara
tersurat pertanyaan-pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya. Rumusan
masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang
lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan cakupan
masalah yang telah dilakukan. (Dwiloka, 2012: 28)
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana konsep pendidikan yang orang tua pada anak yang tersirat
dalam al-Qur’an surah an-Nisā’ ayat 9 dan at-Tahrīm ayat 6 ?
2. Bagaimana Implementasi pendidikan orang tua pada anak yang
terkandung dalam al-Qur’an surah an-Nisā’ ayat 9 dan at-Tahrīm ayat
6?

Tinjauan Pustaka
A. Pendidikan
Pendidikan adalah terjemahan dari bahasa yunani, yaitu paedagogie.
Asal katanya adalah pais yang artinya “anak”, dan again yang
terjemahannya adalah “membimbing” dengan demikian maka paedagogie
berarti “bimbingan yang diberikan kepada anak”. Orang yang memberikan
bimbingan kepada anak disebut paedagog. Dalam perkembangannya

60 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Dadang Kurniawan

pendidikan atau paedagogie tersebut berarti bimbingan atau pertolongan


yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak agar ia
menjadidewasa. (Sudirrman, 1989: 4). istilah pendidikan, dalam bahasa
inggris “education”, berakar dari bahasa latin “educare”, yang dapat
diartikan dengan pembimbingan berkelanjutan (to lead forch). Jika
diperluas, arti etimologis itu mencerminkan keberadaan pendidikan yang
berlangsung dari generasi ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan
manusia. (Suhartono, 2008: 77)
Dalam arti sempit, pendidikan adalah seluruh kegiatan yang
direncanakan, dengan materi terorganisasi, dilaksanakan secara terjadwal
dalam sistem pengawasan, dan diberikan evaluasi berdasar pada tujuan yang
telah ditentukan. (Suhartono, 2008: 84). Sedangkan dalam arti luas,
pendidikan adalah kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang
zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan. Pendidikan berlangsung
disegala jenis, bentuk, dan tingkat lingkungan hidup, yang kemudian
mendorong pertumbuhan segala potensi yang ada di dalam diri individu.
Dengan kegiatan pembelajaran seperti itu, individu mampu mengubah dan
mengembangkan diri menjadi semakin dewasa, cerdas, dan matang. Jadi
singkatnya, pendidikan merupakan sistem proses perubahan menuju
pendewasaan, pencerdasan, dan pematangan diri. (Suhartono, 2008: 79)
Islam berasal dari kata salama artinya patuh atau menerima; Berakar
dari huruf sin lam mim (s-l-m). Kata dasarnya adalah salima yang berarti
sejahtera, tidak tercela, tidak tercacat. Dari kata itu terbentuk kata masdar
salāmat (yang dalam bahasa indonesia berarti selamat). (Daud Ali, 1998:
49)
Menurut Djumransjah (2007: 21) Kata “Islam” yang bersumber dari
al-Qur’an memiliki banyak pengertian, diantaranya adalah:
1. Kata Islam berasal dari kata kerja (fi’il) aslama-yuslimu yang artinya
menyertahkan diri, menyelamatkan diri, taat, patuh dan tunduk.

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 61


Pendidikan Orang Tua pada Anak:
Telaah pada Al-Qu’an Surat An-Nisā’ Ayat 9 dan At-Tahrīm Ayat 6

2. Dilihat dari segi kata dasar “salima” yang berarti selamat, sejahtera,
sentosa, bersih, dan bebas dari cacat dan cela.
3. Dilihat dari kata dasar “salaam” maka berarti damai, aman tentram.
Pendidikan Islam adalah suatu proses penggalian, pembentukan,
pendayagunaan dan pengembangan pikir, dzikir dan kreasi serta potensi
manusia, melalui pengajaran, bimbingan, latihan dan pengabdian yang
dilandasi dan dinapasi oleh nilai-nilai ajaran Islam, sehingga terbentuk
pribadi muslim yang sejati, mampu mengontrol, mengatur dan merekayasa
kehidupan dengan penuh tanggungjawab berdasar nilai-nilai ajaran Islam.
(Ahid, 2010: 153).Pendidikan Islam pada hakekatnya adalah pendidikan
yang berdasarkan atas al-Qur’an dan sunnah Rasul, bertujuan untuk
membentu perkembangan manusia menjadi lebih baik. Karena manusia pada
dasarnya lahir dalam keadaan fitrah, (bertaukhid), pendidikan adalah upaya
seseorang untuk mengembangkan potensi taukhid agar dapat mewarnai
kualitas kehidupan pribadi seseorang. (Thoha, 1996: 25)
Menurut Achmadi, (1992: 20), pendidikan Islam adalah “segala
usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta
sumberdaya insani yang ada padanya menuju terbenuknya manusia
seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma islam.”

B. Orang Tua (Keluarga)


Orang tua adalah ayah ibu kandung, orang yang dianggap tua
(cerdik, pandai, ahli), orang yang dihormati dan disegani di kampung.
(KBBI, 2007: 802). Orang tua atau keluarga adalah lembaga yang pertama
dan utama yang dikenal oleh anak. Hal ini disebabkan, karena kedua orang
tuanyalah orang yang pertama dikenal dan diterimanya pendidikan.
Bimbingan, perhatian, dan kasih sayang yang terjalin antara kedua orang tua
dengan anak-anaknya, merupakan basis yang ampuh bagi pertumbuhan dan
perkembangan psikis serta nilai-nilai soaial dan religius pada diri anak didik.
(Ahid, 2010: 61)

62 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Dadang Kurniawan

Dari penjelasan di atas dapat disempulkan bahwa orang tua adalah


ayah dan ibu dari anak, yang melahirkan dan memberikan pendidikan atau
membiayai pendidikannya dan orang yang paling pertama memberikan
pendidikan kepada anaknya.

C. Anak
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2007: 41), disebutkan
bahwa anak adalah manusia yang masih kecil (berumur 6th). Anak
merupakan tumpuan harapan zaman depan, bukan saja sebagai penyambung
keturunan, tetapi anak juga sebagai penerus yang akan melanjutkan cita-cita
dan perjuangan. (Fachruddin, 1992: 113)
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, anak adalah
manusia yang masih kecil (0-6th) yang akan menjadi penyambung
keturunan dan sekaligus sebagai penerus cita-cita dan perjuangan orang tua.

D. Al-Qur’an surah an-Nisā’ayat 9 dan at-Tahrīm aya 6


Al-Qur’an merupakan bentuk masdar dari qa-ra-a, sehingga al-
Qur’an dimengerti oleh setiap orang sebagai nama kitab suci yang mulia.
(Ash-Shalih, 1993: 10). “Al-Qur’an” menurut bahasa, ialah: bacaan atau
yang dibaca. al-Qur’an adalah “masdhar” yang diartikan dengan arti
isimmaf’ul, yaitu “maqru = yang dibaca.”
Menurut istilah ahli agama (‘uruf syara’), al-Qur’an ialah: “nama
bagi kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
ditulis dalam mashhaf.” (Ash-Shiddieqy, 1990: 1)
Ali as-Sabuni dalam bukunya at-Tibyanmendefinisikan bahwa al-
Qur’an adalah kalam Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada
Nabi Muhammad, penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Jibril,
dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita
secara mutawatir(langsung atau terus-menerus), serta membaca dan

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 63


Pendidikan Orang Tua pada Anak:
Telaah pada Al-Qu’an Surat An-Nisā’ Ayat 9 dan At-Tahrīm Ayat 6

mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surah an-Fatihah


dan ditutup dengan surah an-Nas. (Faizah, 2008: 97)
Surah an-Nisā’ (Arab: ‫النساء‬, an-Nisā’, “wanita”) adalah surah yang
ke-4 dalam al-Qur’an. Surah ini terdiri dari 176 ayat yang diturunkan setelah
surah al-Mumtahanah. Dinamai an-Nisā’ karena surat ini banyak
menceritakan tentang wanita. Semua ayatnya diturunkan di Madinah. (Ash-
Shiddieqy, TT: 337)
Surah at-Tahrīm (Arab: ‫التحرٌيم‬, at-Tahrīm ”mengharamkan”). Surah
ini adalah surah yang ke-105 dari segi perurutan turunnya surah al-Qur’an,
surah ini turun setelah surah al-Hujarat dan sebelum surah al-Jumuah.
Jumlah ayat-ayatnya menurut berbagai cara perhitungtannya adalah 12 ayat.
(Shihab, jilid 14. 2009. 161) Surah ini termasuk golongan surah madaniyah.
dinamai surah at-Tahrīm karena pada awal surah ini terdapat kata
“tuharrim” yang kata dasarnya adalah at-Tahrīm yang berarti
“mengharamkan”.

Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti tergolong penelitian
pustaka (library research), penelitian tersebut dengan mengumpulkan data-
data yang berhubungan dengan objek penelitian, dengan mengumpulkan
data-data yang diperlukan, baik yang primer maupun yang sekunder, dicari
dari sumber-sumber kepustakaan (seperti buku, majalah, artikel, jurnal).
(Kuswaya, 2009: 11)

Pembahasan
A. Pandangan Beberapa Ahli Tafsir Terhadap Al-Qur’an Surat Al-
Nisā’ Ayat 9 Dan At-Tahrīm Ayat 6
1. Tafsir surat an-Nisā’ ayat 9
ٌٌٌٌ‫علَ ْي ِه ْم‬ ۟ ُ‫ٌٌٌٌضعٰ فاٌٌٌٌخَاف‬
َ ٌٌٌٌ ‫وا‬ ِ ۟ ‫ش ٌٌٌٌالَّذِينَ ٌٌٌٌلَ ْو ٌٌٌٌت ََر ُك‬
‫وا ٌٌٌٌمِ ْن ٌٌٌٌخ َْل ِف ِه ْم ٌٌٌٌذ ُ ِريَّة‬ َ ‫َو ْليَ ْخ‬
﴾٩:‫سدِيداٌٌٌٌ﴿النساء‬ ۟ ُ‫ٌٌٌٌو ْليَقُول‬
َ ٌٌٌٌ‫واٌٌٌٌَُ ْوَل‬ َّ
َ َ‫ٌٌٌٌَّللا‬ ۟ ُ‫فَ ْليَتَّق‬
‫وا‬

64 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Dadang Kurniawan

Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang


seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan
hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.

a. Dalam Tafsir al-Misbah


Ayat di atas berpesan: Dan hendklah orang-orang yang memberi
nasihat kepada pemilik harta agar membagikan hartanya kepada orang lain
sehingga anak-anaknya terbengkalai, hendaklah mereka membayangkan
seandainya mereka akan meninggalkan dibelakang mereka, yakni setelah
kematian mereka, anak-anak yang lemah karena masih kecil atau tidak
memiliki harta, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan atau
penganiayaan atas mereka, yakni anak-anak lemah itu. Apakah jika keadaan
serupa mereka alami, merekaakan menerima nasihat-nasihat seperti yang
mereka berikanitu? Tentu saja tidak! Karena itu, hendaklah mereka
takutkepada Allah atau keadaan anak-anak mereka dimasa depan. Oleh
sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dengan mengindahkan
sekuat kemampuan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dan
hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar lagi tepat.
Kata ( ‫)سديدا‬sadīdan, terdiri dari kata sīn dan dāl yang berarti
istīqomah/konsistensi. Kata ini juga digunakan untuk menunjuk pada
sasaran. Dengan demikian, kata sadīdan diatas, tidak sekedar berarti benar,
tetapi ia juga harus berati tepat sassaran. Dalam konteks keadaan ayat di
atas, keadaan sebagai anak-anak yatim pada hakikatnya berbeda dengan
anak-anak kandung, dan ini menjadikan mereka menjadi lebih peka,
sehingga membutuhkan perlakuan yang lebih hati-hati dan kalimat yang
lebih terpilih, bukan saja kandungannya benar tetapi juga yang tepat.
Pesan ayat ini berlaku umum sehingga pesan-pesan agamapun, jika
bukan pada tempatnya, tidak diperkenankan untuk disampaikan. (Shihab,
jilid 2, 2002: 425)

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 65


Pendidikan Orang Tua pada Anak:
Telaah pada Al-Qu’an Surat An-Nisā’ Ayat 9 dan At-Tahrīm Ayat 6

b. Dalam Tafsir Ibnu Katsir


Firman Allah Ta’ala, “Dan hendaklah takut kepada Alllah orang-
orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah.” Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata,
“Ayat ini berkaitan dengan seorang yang menjelang ajal, ada orang lain
yang mendengar orang itu menyampaikan wasiat yang menyengsarakan ahli
warisnya, maka Allah Ta’ala menyuruh orang yang mendengar wasiat itu
agar bertaqwa kepada Allah, meluruskan, dan membenarkan orang yang
berwasiat serta agar memperhatikan ahli warisnya yang tentunya dia ingin
berbuatbaik kepada mereka dan khawatir jika dia membuat mereka
terlantar.”
Dalam shahihain ditegaskan, “Tatkala Nabi saw menjenguk Sa’ad
bin Abi Waqash, dia bertanya, “Wahai Rasulullah, kami seorang yang kaya
raya dan tidak memiliki ahli waris kecuali seorang anak perempuan. Adakah
boleh aku menyedekahkan dua pertiga dari harta kekayaanku?”. Jawab
Rasulullah: “Tidak boleh”. Kata Sa’ad: “Adakah separuh dari harta
kekayaanku?”. Jawab Rasulullah: “Tidak!”. Kata Sa’ad: “Adakah sepertiga
dari harta kekayaanku?”. Jawab Rasulullah: “Ya sepertiga. Sepertiga itu
sangat banyak”. Kemudian Rasulullah saw. Bersabda: “ Sesengguhnya
kamu meninggalkan mereka dalam keadaan kaya (kecukupan) adalah lebih
baik daripada meninggalkan mereka dalam keadaan kekuranngan sehingga
mencukupi kebutuhan dirinya dari orang lain.” (Ar-Rifai, jilid 1, 1999: 656)
c. Dalam Tafsir Departemen Agama RI
Dalam tafsir Departemen Agama RI dijelaskan bahwa orang yang
telah mendekati akhir hayatnya diperintahkan agar mereka memikirkan,
janganlah mereka meninggalkan anak-anak atau keluarga yang lemah
terutama tentang kesejahteraan hidup mereka dikemudian hari. Untuk itu
selalu bertakwalah dan mendekatkan diri kepada Allah. Selalu berkata
lemah lembut, terutama kepada anak yatim yang menjadi tanggungjawab

66 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Dadang Kurniawan

mereka seperti memberlakukan anak kandung sendiri. (Depag RI, jilid 2,


2009: 123)
2. Tafsir surat at-Tahrīm ayat 6
ٌٌُ‫ٌٌٌٌو ٌْالحِ َجا َرة‬
َ ِ‫ا‬ َ ‫ٌٌٌٌوأ َ ْهلِي ُك ْمٌٌٌٌنَار‬
ُ َّ‫اٌٌٌٌوُُودُهَاٌٌٌٌالن‬ َ ‫س ُك ْم‬ َ ُ‫واٌٌٌٌُُ ٰٓو ۟اٌٌٌٌأَنف‬
۟ ُ‫ٰ ٰٓيأَيُّ َهاٌٌٌٌالَّذِينَ ٌٌٌٌ َءا َمن‬
ُ ْ ُ َ ٰٓ َّ ُ ‫علَ ْي َهاٌٌٌٌ َم ٰلٰٓئِكَةٌٌٌٌغ ََِلظٌٌٌٌ ِشدَادٌٌٌٌَلٌٌٌٌيَ ْع‬
ٌٌٌٌ‫صونَ ٌٌٌٌَّللاٌٌٌٌَ َماٌٌٌٌأ َم َره ٌْمٌٌٌٌ َويَفعَلونَ ٌٌٌٌ َما‬ َّ َ ٌٌ
ٌ﴾٤:‫يُؤْ َم ُرونَ ٌٌٌٌ﴿التحريم‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

a. Dalam Tafsir al-Misbah


Dalam suasana peristiwa yang terjadi di rumah tangga Nabi saw.
seperti yang diuraikan oleh ayat-ayat yang lalu (1-5), ayat di atas memberi
tuntunan kepada kaum beriman: hai orang-orang yang beriman, peliharalah
diri kamu, antara lain dengan meneladani Nabi, dan pelihara juga keluarga
kamu, yakni istri, anak-anak, dan seluruhyang berada di bawah
tanggungjawab kamu, dengan membimbing dan mendidik mereka agar
kamu semua terhindar dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia-manusia yang kafir dan juga batu-batu antara lain yang dijadikan
berhala. Di atasnya yakni yang menangani neraka itu dan bertugas menyiksa
penghuni-penghuninya, adalah malaikat-malaikat yang kasar-kasar hati dan
perlakuannya, yang keras-keras perlakuannya dalam melaksanakan tugas
penyiksaan yang tidak mendurhakai Allah menyangkut apa yang Dia
perintahkan kepada mereka sehingga siksa yang mereka jatuhkan, kendati
mereka kasar, tidak kurang dan juga tidak berlebih dari apa yang
diperintahkan Allah, yakni sesuai dengan dosa dan kesalahan masing-
masing penghuni neraka, dan mereka juga senantiasa dan dari saat ke saat
mengerjakan dengan mudah apa yang diperintahkan Allah kepadanya.
Ayat di atas menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan harus
bermula dari rumah. Walau secara redaksional ayat di atas tertuju kepada

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 67


Pendidikan Orang Tua pada Anak:
Telaah pada Al-Qu’an Surat An-Nisā’ Ayat 9 dan At-Tahrīm Ayat 6

kaum pria (ayah), bukan berarti hanya tertuju kepada mereka. Ayat ini
tertuju kepada perempuan dan laki-laki (Ibu dan ayah) untuk
bertanggungjawab kepada anak-anak dan juga pasangan masing-masing
sebagaimana masing-masing bertanggungjawab atas kelakuannya.
Malaikat yang disifati dengan(‫ )غَلظ‬gilāzh/kasar bukanlah dalam arti
jasmaninya, karena malaika adalah makhluk-makhluk halus yang tercipta
dari cahaya. Atas dasar ini, kata tersebut harus dipahami dalam arti kasar
perlakuannya atau ucapannya. Karena mereka telah diciptakan Allah khusus
untuk menangani neraka. “Hati” mereka tidak iba atau tersentuh oleh
rintisan, tangis atau permohonan belas kasih, mereka diciptakan Allah
dengan sifat sadis, dan karena itu maka mereka(‫)شداد‬syidād/keras, yakni
makhluk-makhluk Allah yang keras hatinya dan keras pula perlakuannya.
(Shihab, jilid 14, 2002: 177)
b. Dalam Tafsir Ibnu Katsir
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orangyang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dariapi neraka,” yaitu kamu diperintahkan dirimu
dan keluargamu yang terdiri dari istri, anak, saudara, kerabat, sahaya wanita
dan sahaya laki-laki untuk taat kepada Allah. Dan kamu larang dirimu
beserta semua orang yang berada di bawah tanggungjawabmu untuk tidak
melakukan kemaksiatan kepada Allah. Kamu ajari dan didik mereka serta
pimpim mereka dengan perintah Allah. Kamuperintah mereka untuk
melaksanakannya dan kamu bantu mereka dalam merealisasikannya. Bila
kamu melihat ada yang berbuat maksiat kepada Allah maka cegah dan
larang mereka. Ini merupakan kewajiban setiap muslim, yaitu mengajarkan
kepada orang yang berada di bawah tanggungjawabnya segalasesuatu yang
telah diwajibkan dan dilarang oleh Allah Ta’ala kepada mereka.
Allah SWT berfirman, “Yang bahan bakarnya dari manusia dan
batu,” yaitu yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan jin.
Allah SWT berfirman, “Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,”
yaitu yang tabiatnya kasar. Allah telah mencabut dari hati-hati mereka rasa

68 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Dadang Kurniawan

kasih sayang terhadap orang-orang kafir. “Yang keras,” yaitu susunan tubuh
yang sangat keras, tebal, dan penampilannya yang mengerikan. Wajah-
wajah mereka hitam dan taring-taring mereka menakutkan. Tidak tersimpan
dalam hati masing-masing mereka rasa kasih sayang terhadap orang-orang
kafir.
Allah SWT berfirman, “Yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.” Yaitu, mereka tidak pernah menangguhkan bila
datang perintah dari Allah walaupun sekejap mata, padahal mereka bisa saja
melakukan hal itu dan mereka tidak mengenal lelah. (Ar-Rifa’i, jilid 4,
2000: 751)
c. Dalam Tafsir Departemen Agama RI
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman
agar menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari
manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah untuk
menyelamatkan mereka dari api neraka. Mereka juga diperintahkan untuk
mengajarkan kepada keluarganya agar taat dan patuh kepada perintah Allah
untuk menyelamatkan mereka dari api neraka. Keluarga merupakan amanat
yang harus dipelihara kesejahteraannya baikjasmani maupun rohani.(Depag
RI, jilid 10, 2009: 204)

B. Pendidikan Orang Tua pada Anak dalam Al-Qur’an Surat an-Nisā


Ayat 9 dan at-Tahrīm Ayat 6
1. Pendidikan Orang Tua pada Anak yang diajarkan dalam al-Qur’an
surat an-Nisā’ ayat 9
ٌٌٌٌ‫علَ ْي ِه ْم‬ ۟ ُ‫ٌٌٌٌضعٰ فاٌٌٌٌخَاف‬
َ ٌٌٌٌ‫وا‬ ِ ۟ ‫شٌٌٌٌالَّذِينَ ٌٌٌٌلَ ْوٌٌٌٌت ََر ُك‬
‫واٌٌٌٌمِ ْنٌٌٌٌخ َْل ِف ِه ْمٌٌٌٌذ ُ ِريَّة‬ َ ‫َو ْليَ ْخ‬
ٌ﴾٩:‫سدِيداٌٌٌٌ﴿النساء‬ َ ٌٌٌٌ‫واٌٌٌٌَُ ْوَل‬۟ ُ‫ٌٌٌٌو ْليَقُول‬ َّ
َ َ‫ٌٌٌٌَّللا‬ ۟ ُ‫فَ ْليَتَّق‬
‫وا‬
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 69


Pendidikan Orang Tua pada Anak:
Telaah pada Al-Qu’an Surat An-Nisā’ Ayat 9 dan At-Tahrīm Ayat 6

oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan


hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.

Kata (‫ )يخشى‬yakhsya, besasal dari kata (‫ )خشي‬khasyiya, yang artinya


takut kepadanya/sesuatu, (Al-Habsyi, 1991: 82). Kata yakhsya, dapat
diartikan sebagai takut terhadap barang yang terlihat. Yaitu, ciptaan-ciptaan
Allah yang besar. Karena Allah mampu menciptakan alam semesta yang
sangat besar. Contohnya takut terhadap siksa atau azab dari Allah karena
kesalahan yang ia lakukan. (http://nasimfauzi.blogspot.com. diakses pada 25
Agustus 2015)
Dalam kamus Muhammad Hadi Al-Liham, (2008: 211) yaksya
berasal dari kata khasyiya, yakhsya, khasyatan yang artinya sama dengan
khāfahu (‫ٌخافه‬:‫خشيةٌالشيء‬-‫يخشي‬-‫ )خشي‬yaitu takut terhadap sesuatu.
Kata (‫)خافو‬khāfū, besaral dari kata (‫ )خاف‬khafa, (‫ )يخافو‬yakhafu, (‫)خوفا‬
khaufan yang artinya takut sesuatu. (Al-Habsyi, 1991: 88). Kata (‫)خافو‬
khāfū, merupakan sinonim dari kata (‫ )تقو‬taqwa, artinya rasa takut saat
mengahapa Allah (yang ghoib) karena dosa-dosa yang telah ia lakukan.
Sebagai contohnya adalahtakut akan murka Allah.
(http://nasimfauzi.blogspot.diakses pada 25 Agustus 2015)
Dalam kamus Muhammad Hadi Al-lihan (2008: 229), Kata
(‫)خافو‬khāfū, besaral dari kata khafa,yakhafu,khaufan yang artinya sama
dengan fazi’a (‫ٌفزع‬:‫ٌخوفا‬-ٌ‫ٌٌ(خافٌ–ٌيخاف‬takut.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa yaksya adalah takut
terhadap siksa Allah (sesuatu yang terlihat) sedangkan khāfū merupakan
takut terhadap murka dari Allah (sesuatu yang ghoib). Jika mereka mati
meninggalkan anak-anak (keturunan yang lemah)
Kata (‫)ذريِة ٌضعافا‬
ِ Zurriyyah Di’āfan dalam al-Qur’an sekurangnya
disebutkan dua kali istilah yang hampir serupa. Pertama, istilah zurriyyah
du’afā yang disebutkan didalam surah al-Baqarah/2: 226. Kedua, istilah
zurriyyah di’āfan yang disebutkan didalam ayat ini. zurriyyah du’afā

70 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Dadang Kurniawan

Berarti “anak-anak (keturunan) yang masih kecil-kecil, dalam arti belum


dewasa”. Sedangkan kata zurriyyah di’āfanberarti “keturunan yang serba
lemah”, lemah fisik, mental, sosial ekonomi, ilmu pengetahuan, spiritual dan
lain-lain yang menyebabkan mereka tidak mampu fungsi utama manusia,
baik sebagai khalifah maupun sebagai makhluk-Nya. (Depag RI, 2009: 122)
Dalam ayat ini menjelaskan bahwa yang dimaksud lemah itu, berarti
yang lemah badannya. Melaikan lemah dalam segala hal. Baik lemah Iman
sehingga lupa kalau manusia itu sebagai khalifah fi al-ardh,lemah dalam
ilmu pengetahuan sehingga mereka kalah bersaing dalam mencari pekerjaan,
lemah mental sehingga anak menjadi kurang percaya diri, lemah ekonomi
sehingga anak hidup dengan kemiskinan, lemah sosial sehingga anak tidak
mau membantu orang yang membutuhkan pertolongan/individual, lemah
moral sehingga anak suka melanggar norma-norma sosial dan lain
sebagainya.
Selain itu ayat di atas bisa sebagai peringatan atau teguran kepada
para orang tua untuk memikirkan masa depan anak-anaknya dengan
membekali anak dengan ilmu agama, pengetahuan (iptek), sosial,
ekonomi,moral dan lain-lain sebagai pertanggungjawaban mereka kepada
Allah ketika mereka mati.
Maka ayat di atas sejalan dengan sebuah Hadits yang diriwayatkan
oleh Abu Dawud bahwa Nabi SAW berssabda:
َ ُ‫َكفَىٌبِال َم ْرءِ ٌإِثْماٌأ َ ْنٌي‬
)ٌ١٤٩٧ٌ:‫ٌنمرة‬:‫(روهٌابيٌداود‬. ُ‫ضيِ َعٌ َم ْنٌيَقُ ْوت‬
“cukuplah dosanya bagi orang-orang yang menyia-yiakan orang
yang berhak diberi nafkah darinya”

Pengertian “menyia-nyiakan”dalam hadist diatas adalah mutlak.


Artinya, siapa yang menyia-nyiakan hak anaknya dalam pemberian nafkah,
berarti ia telah meyia-nyiakan mereka, dan siapa yang menyia-nyiakan hak
mereka dalam pendidikan, berarti ia juga telah menyia-nyiakannya, dan
siapa yang telah menyia-nyiakan hak orang yang berada dalam
tanggungjawabnya untuk mendapatkan pendidikan berarti ia telah menyia-

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 71


Pendidikan Orang Tua pada Anak:
Telaah pada Al-Qu’an Surat An-Nisā’ Ayat 9 dan At-Tahrīm Ayat 6

nyiakan mereka, begitu juga dalam masalah cinta, keadilan, kasih sayang,
dan seterusnya.
2. Pendidikan Orang Tua pada Anak yang diajarkan dalam al-Qur’an
Surat at-Tahrīm ayat 6
ٌٌٌٌِ‫ا‬ َ ُ‫واٌٌٌٌُُ ٰٓوٌ۟اٌٌٌٌأَنف‬
ٌُ َّ‫س ُك ٌْمٌٌٌٌ َوأ َ ْهلِي ُك ٌْمٌٌٌٌنَاراٌٌٌٌ َوُُودُهَاٌٌٌٌالن‬ ٌ۟ ُ‫ٰيٰٓأَيُّ َهاٌٌٌٌالَّذِينٌٌٌٌٌَ َءا َمن‬
ٰٓ ٰ
ٌٌٌٌ‫َّللاٌٌٌٌَ َمٌا ٌٌٌٌٰٓأ َ َم َر ُه ٌْم‬
ٌَّ ٌٌٌٌٌَ‫صون‬ ٌ َّ ٌٌٌٌٌ‫َِلظٌٌٌٌٌ ِشدَاد‬
ُ ‫َلٌٌٌٌيَ ْع‬ ٌ َ ‫علَ ْي َهاٌٌٌٌ َملئِكَةٌٌٌٌٌغ‬ َ ‫َو ْالحِ َج‬
َ ٌٌٌٌُ ‫ار ٌة‬
ٌ﴾٤:‫َويَ ْفعَلُونٌٌٌٌٌَ َماٌٌٌٌيُؤْ َم ُرونٌٌٌٌٌَ﴿التحريم‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Kata (‫ )ُواأنفسكم‬qū anfusakum, secara kebahasan, terdiri darti dua


suku kata, yaitu (‫)ُوا‬qū, yang merupakan bentuk amr lil jama’ (kata perintah
bentuk plural) dari (‫ )وُى‬waqā, yang berarti janganlah oleh kalian, dan kata
anfusakum yang berarti diri kalian. (Depag RI, jilid 10, 2009: 203).
Sedangkan Kata waqā berasal dari kata (‫ )وُى‬waqā, (‫ )يقي‬yaqī, (‫)وُاية‬
wiqāyatan, yaitu memelihara dari kesakitannya.(Yunus, 2007: 507).
Dengan demikian kata qū anfusakum dalam konteks ayat ini
bermakna perintah untuk senantiasa menjaga diri dan keluarga dari sengatan
api neraka.
Dari berbagai uraian di atas penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa, ayat diatas mengingingatkan kepada orang tua untukmenyelamatkan
dirinya dan keluarganya khususnya dengan mendidik anakn-anaknya untuk
beriman dan bertakwa kepada Allah SWT dengan menjalankan perintah-
Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya.
Dalam buku tafsir Departemen Agama RI, (2009: 204), dijelaskan
bahwa diantara cara menyelamatkan diri dar dan keluarganya itu untuk
untuk mendirikan shalat dan bersabar, sebagaimana firman Allah:

72 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Dadang Kurniawan

ٌٌُ‫َلٌٌٌٌنَسْـَٔلُكٌٌٌٌٌَ ِر ْزُاٌٌٌٌ ٌٌٌٌۖۖنَّحْ ن‬


ٌ َ ٌٌٌٌۖۖ ٌٌٌٌ‫علَ ْي َها‬ َ ‫ص‬
َ ٌٌٌٌ‫ط ِب ٌْر‬ ْ ‫صلَ ٰو ٌِةٌٌٌٌ َوا‬ َّ ‫َوأْ ُم ٌْرٌٌٌٌأ َ ْهلَكٌٌٌٌٌَ ِبال‬
ٌ﴾١٣٧:‫ىٌٌٌٌ﴿طه‬ ٌٰ ‫ٌٌٌن َْر ُزُُكٌٌٌٌٌَ ٌٌٌٌۗۖ َو ْالعٰ ِقبَ ٌةٌٌٌٌلِلتق َو‬
ْ َّ ُ
“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan salat tdan sabar
dalam mengerjakannya.” (Tāhā/20: 132)

﴾٧١٨:‫ِيرت َكٌٌٌٌٌَ ْاْل َ ُْ َربِينٌٌٌٌٌَ﴿الشعراء‬


َ ‫عش‬ ٌْ ‫َوأَنذ‬
َ ٌٌٌٌ‫ِر‬
“Dan berilan peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad)
yang terdekat.” (asy-Syu’arā’ 26: 214)

C. ImplementasiPendidikan Orang Tua pada Anak dalam Al-Qur’an


Surat an-Nisā Ayat 9 dan at-Tahrīm Ayat 6
1. Surat an-Nisā ayat 9
Secaca garis besar dari tafsir ayat ini, Allah SWT memberi
peringatan kepada orang tua untuk memikirkan nasib anak-anaknya ketika ia
tinggal mati dengan cara memberikan pendidikan dengan sebaik dan
semaksimal mungkin kepada anak-anaknya sebagai bekal mereka hidup.
Terlebih lagi dalam memberikan pendidikan Akidah atau Keimanan dan
Ketakwaan kepada Allah SWT. Sehingga ketika ia meninggal ia tidak akan
khawatir terhadap kesejahteraan anak-anaknya.
Kata diāfan “Lemah” dalam ayat ini bukan berarti lemah secara
fisikal saja. akan tetapi lemah dalam segala hal, lemah iman, ekonomi,
sosial, mental ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari penafsiran ini, dapat
disimpulkan bahwa ayat ini juga memerintahkan kepada orang tua bukan
sekedar membekali anak dengan ilmu keagamaan saja tetapi juga membekali
anak dengan ilmu ekonomi, sosial, mental (psikologi), dan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2. Surat at-Tahrīm ayat 6
Dalam kaitannya dengan kehidupan saat ini, tafsir ayat ini sangat
relevan terlebih kaitannya dalam pendidikan anak. orang tua diperintahkan
menjaga keluarganya dari siksa api neraka yang bahan bakarnya dari
manusia dan batu. Saat ini banyak sekali anak-anak yang berbuat melampaui
batas mereka, banyak sekali kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh anak.

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 73


Pendidikan Orang Tua pada Anak:
Telaah pada Al-Qu’an Surat An-Nisā’ Ayat 9 dan At-Tahrīm Ayat 6

sehingga, orang tua memiliki kewajiban menberikan ilmu Tauhid atau


keimanan dan ketakwaan kepada allah, Sebagai upaya untuk menjaganya
mereka dari siksa api neraka.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang konsep pendidikan orang tua
pada anak yang terkandung di dalam ayat-ayat al-Qur’an yang telah disusun
oleh peneliti, peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Konsep Pendidikan Orang tua ada anak yang terkandung dalam ayat-ayat
al-Qur’an.
Pendidikan orang tua pada anak yang ditanamkan oleh Allah dalam
al-Qur’an surat an-Nisā’ ayat 9 dan at-Tahrīm ayat 6, yaitu meliputi tentang
macam-macam pendidikan. Antara lainsebagai berikut:
a. Pendidikan anak harus di perhatikan lebih serius oleh orang tua.
b. Jangan orang tua mati dengan meninggalkan anak yang lemah, baik
lemah secara iman, fisikal, ekonomi, sosial, mental, dan ilmu
pengetahuan dn teknologi.
c. Pendidikan Keimanan dan ketakwaan
d. Pendidikan keluarga, menjaga keluarga dari siksa neraka dan berkata
benar..
2. Implementasi pendidikan orang tua pada anak dalam al-Quran.
Suatu keberhasilan bagi orang tua adalah ketika mereka mampu
mendidik anak-anak mereka menjadi anak yang kuat. Baik itu kuat
agamanya, ketawaannya kepada Allah, ekonomi, sosial, mental, ilmu
pengetahuan dan teknonologi dan lain sebagainya. Sehingga, ketika mereka
meninggal. Anak-anak mereka bisa hidup mandiri dan beriman kepada
Allah SWT bukan meninggalkan anak yang lemah yang akan menjadi
terlantar dan ingkar kepada Allah SWT.

74 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Jumico Randi Wirana

NILAI - NILAI PENDIDIKAN AKHLAQ DALAM AL-QUR’AN


(KAJIAN TAFSIR SURAT AL HUJURAT AYAT 11, 12, DAN 13)

Jumico Randi Wirana


Instansi

Abstract
This study discusses the values of moral education in the Al-Hujurat verse
11, 12, and 13. The study focus on how to interpret surah Al-Hujurat verse
11, 12, and 13 in three ways, namely Al- Maraghi, Ibn Kathir and Al-
Misbah and what are the values of moral education contained therein. The
purpose of this study was to determine the interpretation of Surah Al-
Hujurat verse 11, 12, and 13 and to know and apply the values of moral
education in the verse. This study use literary research methods. The results
of this study indicate that all three interpretations, namely Al-Maraghi, Ibn
Kathir and Al-Misbah are comparable, but the explanation in complete and
uncomplete. Additionally verses 11, 12, and 13 of Surah Al-Hujurat have
educational values morality, namely the prohibition of insult, a ban
denounce, ban call with a bad command to repent, prohibition of prejudice,
the ban tajassus, prohibition of backbiting, command devoted, and command
to know each other.

Keywords: educational value, akhlaq, surah Al-Hujurat verse 11,


12, and 13

Pendahuluan
Nilai berkaitan erat dengan pendidikan sehingga muncul istilah
pendidikan nilai. Nilai ada bermacam-macam, pada penelitian ini hanya
difokuskan pada nilai pendidikan akhlaq. Nilai yang dimaksud adalah nilai
nilai yang berhubungan dengan tingkah laku yang harus dipegangi dan
dihormati. Pada konteks ini yang dimaksud nilai bukan angka seperti
misalnya Ahmad mendapat nilai 100 dalam ujian akhlaq.
Pendidkan merupakan aspek terpenting dalam membudayakan
manusia. Melalui pendidikan, kepribadian dibentuk dan diarahkan sehingga
dapat membentuk derajat kemanusiaan sebagai makhluk berbudaya yang
berkualitas dan bertanggung jawab serta mampu mengantisipasi masa depan.

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 75


Nilai - nilai Pendidikan Akhlaq dalam al-Qur’an

Demikian pula peran pendidikan dikalangan umat islam merupakan salah


satu bentuk manifestasi cita-cita hidup untuk melestarikan, mengalihkan,
dan menanamkan nilia-nilai kultural religius yang di cita-citakan dapat
berfungsi dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan
teknologi. (Uhbiyati, 1997: 14)
Pendidikan pertama kali dilakukan di lingkungan keluarga. Pada
tahap ini peran orang tua sangat menentukan proses masa depan anak.
Orangtua bisa mendidiknya mengenai cara makan, cara berpakaian, atau
mungkin mendidik ilmu-ilmu agama mislnya tentang akhlaq yaitu cara
bertamu dengan mengucapkan salam. Yang terpenting harus diajarkan
tentang cara-cara beragama, agar menjadi generasi penerus muslim yang
dibanggakan.
Jika kita lihat catatan sejarah pra abad ke 19 tentang Pendidikan
Agama Islam tingkat dasar yang menginformasikan bahwa sebagian
keluarga muslim melaksanakannya sendiri pendidikan agama dasar untuk
anak anak mereka yang diajarkan oleh orang tua, kakak laki-laki, atau kakak
perempuannya yang dilakukan di rumah. (Saerozi, 2013:22)
Sementara itu menurut Snouck Hurgronje dalam buku Pembaruan
Pendidikan Islam yang ditulis oleh Saerozi (2013:22) keluarga yang kurang
memiliki kompetensi agama, menyerahkan anak-anaknya untuk mempelajari
dasar-dasar agama kepada orang lain, seperti tetangga, kiai, modin, atau
lebai yang biasanya membuka pengajian di langgar, serambi masjid, atau
rumahnya sendiri.
Berdasarkan pendapat Hurgronje tersebut, maka pendidikan sudah
tidak di keluarga lagi. Untuk itu pendidikan yang kedua setelah di keluarga
yaitu di sekolah. Pada tahap ini yang berperan aktif dalam mendidik anak
adalah pendidik atau guru. Guru sebagai pengganti orang tua di sekolah
yang akan membantu menentukan perkembangan anak.
Pendidikan yang terakhir dilakukan di lingkungan mayarakat setelah
melalui proses kedua pendidikan sebelumnya. Artinya setelah anak melalui

76 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Jumico Randi Wirana

kedua proses pendidikan trsebut diharapkan dapat bermanfaat bagi


masyarakat. Tentu saja masyarakat juga memiliki peran dalam membentuk
perkembangannya. Dalam proses pendidikan harus didasarkan pada
Alqur’an.
Alqur’an merupakan kitab Alloh yang dijadikan pedoman hidup
manusia yang terdiri atas 30 juz, 114 surat, 6323 ayat, 74437 kalimat, dan
325345 huruf. (Busyra, 2010: 66). Yang didalamnya menjelaskan tentang
pokok-pokok ajaran islam yang terdiri dari akidah, akhlaq, ibadah,
muamalah, hukum, sejarah, dan ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada
konteks ini hanya difokuskan pada persoalan akhlaq.
Akhlaq menjadi pokok isi Alqur’an yang dapat mengantarkan
manusia ke dalam surga atau neraka. Untuk itu akhlaq dibagi menjadi dua
yaitu akhlaq yang baik (mahmudah) yaitu akhlaq yang harus dikerjakan oleh
manusia di dunia. Menurut Busyra dalam buku Aqidah Akhlaq (2010:58)
akhlaq tersebut antara lain sabar, tawakal, dermawan, tawadhu’, ikhlas, dan
lain-lain. Yang kedua akhlaq yang buruk (madzmumah) yaitu akhlaq yang
harus dihindari. Yang meliputi zalim, dengki, ghibah, riya’, sombong. Dan
lain-lain. (Busyra, 2010:60) jika manusia berakhlak baik maka balasannya
surga, jika berakhlaq buruk balasannya neraka. Maka berlombalah dalam
melakukan akhlak yang baik. Belum tentu orang yang memakai peci,
memakai keudung memiliki akhlaq yang baik.
Dalam ajaran Islam, akhlaq menempati kedudukan yang istimewa.
Selain menjadi pokok isi alqur’an akhlaq juga merupakan salah satu ajaran
pokok agama Islam. Oleh karena itu rasululloh saw mendefinisikan agama
dengan akhlaq yang baik atau husn al khuluq. Rasululloh bersabda bahwa
ada laki laki yang bertanya kepadanya, ya rosululloh apakah agama itu,
beliau menjawab agama adalah akhlaq yang baik. Definisi agama tersebut
dengan akhlaq yang baik itu sebanding dengan pendefinisian ibadah haji
dengan wukuf di arafah. (ilyas, 1999: 6-7)

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 77


Nilai - nilai Pendidikan Akhlaq dalam al-Qur’an

Akhlaq merupakan pribadi yang ideal yang didasarkan pada ikrar


yang kita ucapkan ketika bermunajat kepada Allah. Ikrar tersebut adalah
wa’anaminal muslimin yang artinya sayalah orang-orang yang berserah diri.
Atau wa’ana awwalul muslimin yang artinya sayalah orang yang paling
dahulu memperjuangkan kebenaran. Perjuangan tersebut merupakan contoh
akhlaq yang harus disempurnakan. Karena menyempurnakan akhlaq adalah
suatu perintah. Dalam hadits dijelaskan bahwa sesungguhnya aku diutus
ditengah-tengah masyarakat untuk menyempurnakan akhlaq yang tinggi dan
budi mulia utama. (HR. Al Baihaqy dalam Asy Syu’ab)
Penyempurnaan akhlaq harus memiliki konsep yang sesuai dengan
aturan Islam. Konsep tersebut yaitu bahwa akhlaq jika disaring, ditapis, dan
jelas, tidak lain merupakan pekerjaan dan tingkah laku yang terealisasikan
dalam kenyataan walaupun sangat rumit. Disini akhlaq bukanlah teori yang
digambarkan oleh pengarang dan penyusun kitab akhlaq, tetapi amalan yang
dilaksanakan. Perilaku yang dibiasakan, dan adab yang dipraktekkan yang
mengendalikan jiwa manusia. (Husein, 2002:2-3)
Akhlaq merupakan poin terpenting dalam islam. Yang sering disebut
dengan sopan santun, etika, moral, atau adab. Istilah-istilah tersebut
memiliki pengertian yang sama. Akhlaq dapat diturunkan dari berbagai
sumber. Sumber akhlak yaitu yang menjadi ukuran baik dan buruk, atau
mulia dan tercela. Sebagaimana kesekuruhan ajaran islam, sumber akhlaq
adalah Alqur’an dan sunnah, bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat,
(Ilyas, 1999: 4).
Sumber-sumber tersebut menurut Suyanto dalam buku ilmu
pendidikan isalm karya Abdul Mujib (2006:xiii) antara lain:
1. Ajaran agama, artinya semua agama menghendaki umatnya berlaku dan
bertindak baik. Bahkan doktrin ini menjadi inti dalam ajaran agama.

78 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Jumico Randi Wirana

2. Filsafat hidup berbangsa dan bernegara, artinya setiap negara memiliki


filsafat hidup yang menjadi pedoman bagi bangsanya untuk berperilaku
baik.

3. Tradisi yang melekat pada suatu masyarakat, artinya tradisi ini


merupakan adat istiadat atau kebiasaan masyarakat yang dilakukan
secara menetapdan konsisten oleh anggotanya.
Akhlaq yang dijunjung tinggi dalam islam yang mengharuskan
untuk dikerjakan manusia adalah akhlak mahmudah yang sangat berkaitan
dengan ukhuwah. Ukhuwah yaitu persamaan atau persaudaraan diantara
umat manuia. Yang harus berpedoman pada Allah karena Allah lah yang
menentukan akhlaq manusia,
Menurut saint Thomas Aquinas yang dikutip oleh Mann dan
kreyshe, teori tentang baik buruk dalam ajaran akhlaq sangat bergantung
pada kehendak Tuhan. Berdasarkan pendapat tersebut maka dalam akhlaq
apa yang dianggap dan ditemukan tergantung pada kehendak Tuhan. maka
apa yang dianggap dan ditentukan baik atau buruk oleh Tuhanmu, maka
baik atau buruk pula untuk manusia.
Akhlaq bukan hanya terhadap diri sendiri tetapi juga dengan yang
lain. Untuk itu terdapat akhlaq selain dengan diri sendiri. Antara lain:
1. Akhlaq terhadap Allah, misalnya bertaubat kepadanya
2. Akhlaq terhadap Alqur’an misalnya berusaha memahami dan
mengamalkan Alqur’an
3. Akhlaq terhadap rasululloh, mencari orang sholeh
4. Akhlaq terhadap kedua orangtuanya, misalnya menaati semua
perintahnya,
5. Akhlaq terhada muslim lain, misalnya mengucap salam lebih
dahulu ketika bertemu,
Akhlaq terhadap rasululloh, sebagai umat Islam dalam berperilaku
atau berakhlaq harus disesuaikan dengan apa yang diajarkan oleh rasululloh.

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 79


Nilai - nilai Pendidikan Akhlaq dalam al-Qur’an

Jika mengaku bahwa rosululloh adalah utusan Allah dan sebagai teladan
hidup, maka sebisa mungkin harus mencontoh akhlaq rasululloh.
Akhlaq harus didasari dengan ilmu pengetahuan agar dalam
berakhlaq, atau berperilaku dapat sesuai dengan aturan Islam. Karena itu
sangat penting untuk kesejhteraan manusia dan untuk menjadikan manusia
bisa dihargai orang. Misalnya seseorang ingin mendapatkan jodoh. Dalam
mendapatkannya pasti yang pertama kali dilihat adalah akhlaknya. Kisah
lain pada saat melamar pekerjaan pasti salah satu syaratnya adalah mengenai
akhlaq. Begitu juga dalam memilih pemimpin, yang dipilih juga yang
berakhlak. Terutama akhlaq yang baik. Dengan demikian untuk menentukan
akhlaq seseorang agar sesuai norma Islam maka peran ilmu pengetahuan
sangat menentukan kualitas seseorang. Menurut Soccrates dalam buku
akidah akhlaq karangan mansyur (1998: 90), akhlaq tidak menjadi benar
kecuali jika didasarkan pada ilmu pengetahuan.
Manusia yang memiliki akhlaq dan didasarkan pada ilmu
pengetahuan, sudah pasti akan memiliki kualitas perilaku yang baik,
sebliknya jika tidak didasari dengan ilmu maka kualitas tingkah laku
seseorang akan rendah sehingga hasilnya kurang memuaskan. Akibatnya
dalam bermasyarakat tidak dihargai oleh orang lain. Itu juga bisa
membedakan antara manusia sebagai muslim dengan manusia sebagai
preman. Artinya manusia sebagai muslim sudah pasti berperilaku sesuai
ajaran islam, karena dalam berperilaku tersebut didasari dengan ilmu
pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan. Sedangkan manusia
sebagai preman perilakunya tidak mencerminkan etika yang diharapkan,
sehingga yang dilakukannya adalah mencuri, merampok, dan lain
sebagainya yang dapat mengganggu ketenangan orang lain karena tidak
didasari dengan ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan sangat menntukan
kualitas akhlaq karena juga dapat membentuk hubungan manusia dengan
yang lain. Sejarah mencatat bahwa Soccrates adalah orang yang pertama
merintis berdirinya ilmu akhlaq. Hal ini dapat dibuktikan oleh

80 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Jumico Randi Wirana

kesungguhannya membentuk hubungan manusia dengan yang lain atas dasar


ilmu pengetahuan. (Mansyur, 1998: 90).
Dengan mengetahui banyaknya hal-hal yang berkaitan dengan
akhlaq, mulai dari macam-macam akhlaq, konsepnya seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya, maka penulis akan meneliti tentang akhlaq yang
difokuskan pada surat Al-Hujurat ayat 11,12, dan 13. Pemilihan surat Al-
Hujurat karena banyak sekali nilai-nilai akhlaq didalamnya. Dan untuk
memudahkan menghafal maka hanya tiga ayat itu yang akan diteliti dan
dalam buku tafsir Alqur’an yang ditulis oleh ibnu qoyim (1998,: 152)
menjelaskan tentang kajian tafsir hanya ayat 11 dan 12. Jadi dapat
disimpulkan bahwa ayat yang menjadi inti dalam surat Alhujurot adalah ayat
11 dan 12 yang menjelaskan tentang contoh-contoh akhlaq,
Berdasarkan latar belakang diatas mengingat pentingnya akhlaq
dalam kehidupan manusia yaang menjadi acuan dalam menentukan langkah
hidup manusia, yang menjadikan manusia bisa masuk kedalam surga atau
neraka, yang menjadikan manusia dihargai orang lain, maka penulis
mengambil judul: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAQ DALAM
ALQUR’AN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-HUJURAT AYAT 11,12,
DAN 13)

Permasalahan
Dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana PenafsiranSurat Al-Hujuratayat 11, 12, dan 13 ?
2. Apa nilai-nilai pendidikan akhlaq yang terkandung dalam surat al
Hujurat ayat 11, 12, dan13?

Tinjauan Pustaka
A. Nilai

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 81


Nilai - nilai Pendidikan Akhlaq dalam al-Qur’an

Nilai merupakan suatu yang abstrak yang berada dalam sudut


pandang subjek manusia sewaktu memaknai berbagai fakta yang bersifat
objektif. Yaitu sebuah fakta yang menumbuhkan nilai brmacam-macam
tergantung dari pengetahuan manusia.
Fraenkel membuat definisi nilai adalah ''Standar tingkah laku
keindahan, keadilan, kebenaran, dan efisiensi yang mengikat manusia yang
sepatutnya dijalankan dan dipertahankan''. ( Kartawisastra, 1981: 1)
Pendapat lain menyatakan bahwa nilai adalah sesuatu yang berharga,
baik menurut standar logika (benar-salah), estetika (baik-buruk), etika (adil-
tidak adil), agama (dosa, halal-haram), dan hukum (sah-tidak sah) serta
menjadi acuan dan atau sistem keyakinan diri maupun kehidupan.
(Djahiri,kosasih dan Aziz Wahab, 1996: 22-23)
Jadi nilai adalah standar tingkah laku yang harus dijalankan dan
dipegangi oleh manusia karena sangat berharga dalam kehidupannya.

B. Pendidikan
Pendidikan yaitu proses penumpukan pengetahuan, ketrampilan, dan
sikap untuk mewujudkan potensi yang ada pada seseorang. (Buchori, 1994:
54). Bisa dipahami bahwa pendidikan merupakan proses untuk
mengembangkan potensi manusia.
C. Akhlaq
Menurut Zainudin Achmad busyra, dalam buku pintar aqidah akhlaq
(2010: 42), menjelaskan bahwa akhlaq adalah keadaan gerak jiwa yang
mendorong melakukan perbuatan dengan tidak memerkukan pikiran. Yang
memiliki prinsip bahwa akhlaq yang baik harus didasarkan pada Alqur’an
dan hadits dan bukan dari tradisi atau aliran-aliran tertentu yang tersesat.
D. Alqur’an
Alqur’an yaitu firman Allah yang diturunkan kepada nabi
Muhammad yang diriwatyatkan dengan jalan mutawatir yang dimulai dari

82 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Jumico Randi Wirana

surat Alfatihah dan diakhiri dengan surat an-nas yang dijadikan pedoman
hidup manusia
E. Tafsir
Tafsir adalah penjelasan terhadap kalam Allah atau menjelaskan
lafadz-lafadz Alqur’an dan pemahamannya. Ilmu tafsir sudah dikenal sejak
zaman rasululloh dan berkembang sampai sekarang. (Masfuk, 1997: 198))
F. Surat Al-Hujurat
Al-Hujurat yaitu surat ke 49 dalam Alqur’an yang terdapat dalam juz
26. Surat Alhujurot artinya adalah kamar-kamar yang terdiri dari 18 ayat,
termasuk surat madaniyah yang diturunkan sesudah surat Al Mujadilah.
(Busyra, 2010: 73)

Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (Library Research),
yang pengumpulan datanya diperoleh dengan penelusuran buku-buku dan
menelaahnya (Sutrisno Hadi, 2004: 11).

Pembahasan
A. Pandangan Beberapa Ahli Tafsir Terhadap Surat al-Baqarah Ayat
183-187
1. Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 183
ٌَ‫عٌلَىٌالَّذِينَ ٌمِ نٌَُ ْب ِل ُك ْمٌلَعَلَّ ُك ْمٌتَتَّقُون‬ ِ ِ ‫علَ ْي ُك ُمٌال‬
َ ‫صيَا ُمٌ َك َماٌ ُكت‬
َ ٌ‫ِب‬ َ ‫يَاٌأَيُّ َهاٌالَّذِينَ ٌآ َمنُواٌْ ُكت‬
َ ٌ‫ِب‬
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa (QS. al-Baqarah, 2: 183)

a. Dalam Tafsir Ibnu Katsir


Puasa artinya menahan diri dari makan, minurn, dan berjima disertai
niat yang ikhlas karena Allah Yang Maha mulia dan Agung, karena puasa
mengandung manfaat bagi kesucian, kebersihan, dan kecemerlangan diri dan

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 83


Nilai - nilai Pendidikan Akhlaq dalam al-Qur’an

percampuran dengan keburukan dan akhlak yang rendah. Allah menuturkan


bahwa sebagairnana Dia mewajibkan puasa kepada umat Islam, Dia pun
telah mewajibkan kepada orang-orang sebelumnya yang dapat dijadikan
teladan. Maka hendaklah puasa itu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh
dan lebih sempurna daripada yang dilakukan oleh orang terdahulu.
Pada permulaan Islam, puasa dilakukan tiga hari pada setiap bulan.
Kemudian pelaksanaan itu dinasakh oleh puasa pada bulan Ramadan. Dari
Muadz, Ibnu Mas’ud, dan yang lainnya dikatakan bahwa puasa itu
senantiasa disyariatkan sejak zaman Nuh hingga Allah menasakh ketentuan
itu dengan puasa Ramadan (Muhammad Nasib ar-Rifa’i, 1999: 287).
b. Tafsir al-Mishbah
Ayat puasa dimulai dengan ajakan kepada setiap orang yang
memiliki iman walau seberat apapun. Ia dimulai dengan satu pengantar yang
mengundang setiap mukmin untuk sadar akan perlunya melaksanakan
ajakan itu. Ia dimulai dengan panggilan mesra, “wahai orang-orang yang
beriman”.
Kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan kewajiban puasa tanpa
menunjuk siapa yang mewajibkannya, “Diwajibkan atas kamu”. Redaksi ini
tidak menunjuk siapa pelaku yang mewajibkan. Yang diwajibkan adalah
ash-shiyam, yakni menahan diri.
Menahan diri dibutuhkan oleh setiap orang, kaya atau miskin, muda
atau tua, lelaki atau perempuan, sehat atau sakit. Selanjutnya, ayat ini
menjelaskan bahwa kewajiban yang dibebankan itu adalah, “sebagaimana
telah diwajibkan pula atas umat umat terdahulu sebelum kamu”.
Ini berarti puasa bukan hanya khusus untuk generasi mereka yang
diajak berdialaog pada masa turunnya ayat ini, tetapi juga terhadap umat-
umat terdahulu, walaupun perincian cara pelaksanaanya berbeda-beda (M.
Quraish Shihab, 2012: 486).

84 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Jumico Randi Wirana

c. Tafsir Muyassar
Wahai orang-orang yang beriman, Allah mewajibkan puasa bulan
Ramadan kepada kalian sebagairnana Dia telah mewajibkan puasa seperti itu
kepada umat-umat sebelum kalian. Maka, laksanakanlah perintah ini
bagaimana mereka melaksanakannya. Karena, sesungguhnya di dalam puasa
itu terdapat hal-hal yang akan mengantarkan kalian kepada ketakwaan. Hal-
hal tersebut di antaranya adalah; ketaatan dalam melaksanakan perintah
mematahkan nafsu amarah, belajar bersabar; menjauhi larangan, melawan
hawa nafsu, memerangi setan, dan kesungguhan dalam beribadah (‘Aidh al-
Qarni, 2007: 140).
2. Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 184
ٌُ‫علَىٌالَّذِينَ ٌيُطِ يقُونَه‬ َ ‫سف ٍَر ٌفَ ِعدَّة ٌ ِم ْن ٌأَي ٍَّام ٌأُخ‬
َ ‫َرٌو‬ َ ٌ‫علَى‬َ ٌ ‫ت ٌفَ َمنٌ َكانَ ٌمِ ن ُكمٌ َّم ِريضا ٌأ َ ْو‬
ٍ ‫أَيَّاما ٌ َّم ْعد ُودَا‬
َ ُ ُ ُ َّ ْ
ٌَ‫صو ُمواٌ َخيْرٌلك ْمٌإِنٌكنت ْمٌت َ ْعل ٌُمون‬ َ َّ
ُ َ ‫عٌ َخيْراٌفَ ُه َوٌ َخيْرٌله ٌَُوأنٌت‬ َ
َ ‫ِينٌفَ َمنٌتَط َّو‬
ٍ ‫طعَا ُمٌمِ ْسك‬ َ ٌ‫فِ ْديَة‬
Artinya:
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara
kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib
mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari hari
yang lain. Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya wajib
membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi
barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu
lebih baik baginya. Dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui (QS. al-Baqarah, 2: 184).

a. Tafsir Ibnu Katsir


Allah berfirman, “Barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam
perjalanan, maka hendaklah mengulanginya pada hari-hari lain”. Yakni,
orang sakit dan yang bepergian tidak perlu berpuasa, namun boleh berbuka
dan mengqadha dengan cara mengulanginya pada hari-hari lain. Adapun
orang yang sehat dan berada di tempat bila dia mau maka berpuasalah dan
bila tidak mau maka berbukalah, namun dia harus memberi makan kepada
seorang miskin untuk tiap-tiap hari ia berbuka. Berpuasa lebih baik daripada
memberi makan. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud,
dan ulama salaf lainnya. Pendapat mereka didasarkan atas firman Allah,

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 85


Nilai - nilai Pendidikan Akhlaq dalam al-Qur’an

“Dan orang-orang yang merasa berat untuk melaksanakannya, wajib baginya


membayar fidyah dengan memberi makan kepada orang-orang miskin.
Barang siapa yang rnengerjakan kebajikan dengan kerelaan hati, maka hal
itu lebih baik baginya. Dan berpuasa adalah lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui”
Kemudian Allah menurunkan ayat lain, “Bulan Ramadan yang
padanya al-Qur’an diturunkan, barangsiapa di antara kamu hadir di bulan
itu, maka hendaklah dia berpuasa pada bulan itu.” Oleh karena itu, Allah
rnenetapkan kewajiban berpuasa Ramadan kepada orang yang berada di
tempat dan sehat. Dia memberi kemurahan untuk berbuka kepada orang
sakit dan yang bepergian. Dan, Allah menetapkan bagi orang tua yang tidak
sanggup berpuasa untuk memberi makan. Al-Bukhari meriwayatkan dari
Salamah bin Akwa’ bahwasanya dia berkata, Ketika ayat “dan orang-orang
yang merasa berat untuk melakukannya, maka wajib baginya membayar
fidyah berupa makanan kepada orang-orang miskin” ini diturunkan, maka
siapa saja yang mau berbuka boleh saja asal membayar fidyah. Kemudian
diturunkanlah ayat sesudahnya yang menasakh ketentuan tadi.” Juga
diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa ayat itu di nasakh. al-Bukhari
meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ayat itu tidaklah dinasakh, sebab yang
dimaksud oleh ayat itu ialah orang tua, baik laki-laki maupun perempuan,
yang sudah lanjut usia dan tidak kuat berpuasa. Maka keduanya harus
memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari berbuka.
Kesimpulannya, nasakh ini berlaku bagi orang yang berada di
tempat dan kuat dengan kewajiban berpuasa atasnya melalui ayat,
“Barangsiapa di antara kamu hadir pada bulan itu, maka hendaklah dia
berpuasa pada bulan itu.” Mengenai orang tua yang sudah renta lagi pikun,
maka terdapat dua pandangan. Pandangan yang sahih mengatakan bahwa dia
boleh berbuka dan wajib membayar fidyah untuk setiap hari berbuka. Dalam
Shahih al-Bukhari dikatakan, ‘Setelah Anas tua, dia memberi makan kepada
orang miskin berupa roti dan daging selama dua tahun untuk setiap hari

86 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Jumico Randi Wirana

berbuka, dan Anas sendiri berbuka.” al-Hafizh Abu Ya’la al-Mushili


menyandarkan keterangannya kepada hadits ini dalam musnadnya. Tercakup
ke dalam pengertian ini adalah orang yang hamil dan menyusui jika
keduanya mengkhawatirkan keselamatan dirinya atau anaknya (Muhammad
Nasib ar-Rifa’i, 1999: 288).
b. Tafsir al-Mishbah
“Barang siapa di antara kamu sakit” yang memberatkan baginya
puasa, atau menduga kesehatannya akan terlambat pulih bila berpuasa, “atau
ia benar-benar dalam perjalanan” kata benar-benar dipahami dari kata ‫ع ٰلى‬
َ
َ ٌ ‫ع ٰلى‬
dalam redaksi ٌ‫سف ٍَر‬ َ , jadi bukan perjalanan biasa yang mudah. Dahulu
perjalanan itu dinilai sejauh sekitar sembilan puluh kilometer, jika yang sakit
dan yang dalam perjalanan itu berbuka, maka wajiblah baginya berpuasa
“pada hari-hari lain”, baik berturut-turut maupun tidak, maka wajiblah
baginya berpuasa “pada hari-hari lain”, baik berturut-turut maupun tidak,
“sebanyak hari yang ditinggalkan itu” (M. Quraish Shihab, 2012: 486).
c. Tafsir Muyassar
Puasa yang diwajibkan itu hanya beberapa hari saja dan hanya
sebagian kecil dan waktu yang demikian panjangnya selama setahun. Masa
berbuka kalian pun lebih lama dari waktu puasa kalian; waktu makan kalian
lebih banyak dari masa menahan diri kalian. Semua ini merupakan rahrnat
Allah untuk kalian dan welas asih-Nya bagi orang yang lemah di antara
kalian.
Adapun orang sakit yang berat baginya untuk mengerjakan puasa
dan musafir yang pergi meninggalkan tempat tinggalnya maka keduanya
diperbolehkan untuk berbuka di siang hari bulan Ramadan dan menqadha’
puasa yang ditinggalkannya itu sesudah bulan Ramadan selesai.
Sementara bagi orang yang mampu berpuasa, akan tetapi ia harus
menjalaninya dengan kesulitan dan susah payah seperti orang-orang tua
yang sudah sangat renta dan para orangtua yang sudah lemah fisiknya,
apabila mereka terpaksa harus meninggalkan puasanya maka mereka

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 87


Nilai - nilai Pendidikan Akhlaq dalam al-Qur’an

diharuskan memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari yang ia tidak
berpuasa padanya.
Ketahuilah, puasa kalian itu lebih utama dari keadaan tidak puasa
kalian; puasa itu baik bagi kalian dalam hal piala, mendidik jiwa kalian
untuk lalu berada dalam ketaatan dan mematuhi perintah Allah, dan melatih
kesabaran diri kalian. Sungguh, jika kalian mengetahui semua manfaat puasa
dan faidah-faidahnya yang sangat luar biasa, niscaya kalian pasti akan
berpuasa (‘Aidh al-Qarni, 2007: 141).
3. Tafsir surat al-Baqarah ayat 185
ٌ‫ش ِهدَ ٌمٌِن ُك ُم‬ ِ َُ‫ىٌو ْالفُ ْر‬
َ ٌ‫ان ٌفَ َمن‬ َ َ‫ٌال ُهد‬ْ َ‫ٌوبَيِنَاتٍ ٌ ِمن‬ َ ِ‫ا‬ ِ َّ‫ٌالقُ ْرآنُ ٌهُدىٌلِِلن‬ ْ ‫نز َل ٌفِي ِه‬ ِ ُ ‫ِي ٌأ‬
َ ‫ضانَ ٌالَّذ‬ َ ‫ٌر َم‬ َ ‫ش ْه ُر‬َ
ٌُ‫ٌوَلٌَي ُِريد‬ ‫ْر‬
‫س‬ ‫ي‬ ْ
‫ٌال‬
َ َ ُ ُ ِ ُِ‫م‬‫ك‬ُ ‫ب‬ٌ ‫ٌَُّللا‬ ‫د‬‫ي‬‫ُر‬ ‫ي‬ٌ
ِ َ ٍ‫َر‬‫خ‬ ُ ‫ٌأ‬ ‫َّام‬ ‫ي‬ َ ‫أ‬ ٌ ‫ن‬ ْ ‫م‬ ٌ ‫َّة‬
ِ ِ ٍ َ ‫د‬‫ع‬َ ‫ف‬ ٌ ‫َر‬ ‫ف‬ ‫س‬ ٌ‫ى‬ َ ‫ل‬ ‫ع‬ ٌ
َ ْ ‫و‬َ ٌ
‫أ‬ ٌ ‫يضا‬ ‫ر‬ َ
ِ َ َ‫ال ْ َ َ ُ ْ َ َ ان‬
‫م‬ ٌ ‫ك‬ ٌ‫ن‬ ‫م‬ ‫ٌُو‬ ‫ه‬ ‫م‬ ‫ص‬ ‫ي‬ ْ
‫ل‬ َ ‫ف‬ٌ ‫ر‬ ‫ه‬ ‫ش‬َّ
َّ
‫ٌولعَل ُك ْمٌت َ ْش ُك ُرون‬ َ َ ‫علىٌ َماٌ َهدَا ُك ْم‬ َ ْ ْ ْ‫ٌو ِلت ُ ْكمِ لُوا‬
ِ ‫ٌال ِعدَّة ٌََو ِلت ُ َكبِ ُروا‬
َ ٌَ‫ٌَّللا‬ َ ‫ٌالعُس َْر‬ ْ ‫بِ ُك ُم‬
Artinya:
Bulan Ramadan adalah, bulan yang di dalamnya diturunkan Al qur’an
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu
barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan
barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka
(wajib menggatinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.(QS. al-Baqarah, 2: 185)

a. Tafsir Ibnu Katsir


Allah Ta’ala memuji bulan Ramadan di antara bulan-bulan lainnya
dengan rnemilihnya untuk menurunkan A1-Qur’an yang agung. Adapun al-
Qur’an diturunkan secara sekaligus ke Baitul Izzah di langit dunia dan hal
ini terjadi pada bulan Ramadan, yakni pada malam Lailatul Qadar.
Firman Allah “Dan penjelasan-penjelasan”, yakni dalil-dalil yang
menunjukkan kesahihan petunjuk dan bimbingan yang dibawa oleh
Muhammad serta yang membedakan antara hak dan batil, halal dan haram.
Firman Allah, “Barangsiapa di antara kamu hadir pada bulan itu, hendaklah
dia berpuasa pada bulan itu.” Ini merupakan kewajiban yang pasti bagi

88 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Jumico Randi Wirana

orang yang melihat datangnya hilal bulan Ramadan. Maksudnya, jika ia


berada di daerahnya ketika masuk bulan Ramadan dan dalam keadaan sehat,
maka ia harus berpuasa. Kebolehan berbuka puasa bagi orang yang sehat
dan berada di tempat serta menggantikannya dengan fidyah berupa
pemberian makanan kepada orang miskin untuk setiap hari dia berbuka
seperti telah dijelaskan dalam ayat sebelumnyang telah dinasakh oleh ayat
ini.
Setelah Allah menjelaskan tentang puasa, Dia lalu mengulang
mengenai rukhsah berbuka bagi orang yang sakit dan bepergian dengan
syarat dia harus mengqadhanya. Maka Allah berfirman, “Dan barangsiapa
dalam perjalanan, maka harus mengulanginya sebanyak hari yang
ditinggalkannya.” Yakni, barangsiapa yang sakit sehingga berat baginya
untuk berpuasa atau jika dipaksakan malah akan memperparah sakitnya,
atau dia sedang di perjalanan, maka dia boleh berbuka dan wajib
mengulangi sebanyak hari berbuka. Oleh karena itu Allah berfirman, “Allah
menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu.” Artinya, sesungguhnya Allah memberi rukhsah berbuka kepada
yang sakit atau orang yang bepergian, padahal puasa wajib dilakukan oleh
orang yang sehat dan berada di tempat, maka hal itu tiada lain merupakan
kemudahan dan rahmat bagimu.
Menqadha puasa tidak wajib dilakukan secara terus-menerus. Jika
dia mau, maka dapat diselang-seling, dan jika mau dapat dilakukan secara
terus-menerus. Ini pendapat jumhur ulama salaf dan khalaf yang dikuatkan
oleh beberapa dalil. Karena kesinambungan hanya diwajibkan dalam
berpuasa pada bulan Ramadan sebab keharusan pelaksanaannya pada waktu
itu. Apabila Rarnadhan telah berakhir, maka yang dimaksud menggantinya
ialah berpuasa sebanyak hari dia berbuka. Oleh karena itu, Allah Ta’ala
berfinman, “Maka harus mengulangi sebanyak hari yang ditinggalkannya.”
Firman Allah, “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya’’
sesungguhnya Allah memberi rukhsah untuk berbuka bagi orang yang sakit

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 89


Nilai - nilai Pendidikan Akhlaq dalam al-Qur’an

dan sedang dalam perjalanan, dan mendapat halangan semacamnya dalah


dimaksudkan untuk rnemberi kemudahan. Dan, sesungguhnya Dia
menyuruhmu supaya kamu menggenapkan bilangan puasamu menjadi
sebulan. Firmal Allah, “Supaya kamu bersyukur,” maksudnya, jika kamu
melaksanakan apa yang telah diperintahkan kepadamu, yaitu menaati-Nya
dengan menjalankan semua kewajiban kepada-Nya meninggalkan perkara
yang diharamkan-Nya, dan memelihara had-had-Nya mudah-mudahan
kamu termasuk orang-orang yang bersyukur karena hal itu (Muhammad
Nasib ar-Rifa’i, 1999: 293).
b. Tafsir al-Misbah
Beberapa hari yang ditentukan, yakni dua puluh sembilan atau tiga
puluh hari saja selama bulan Ramadan. Bulan tersebut dipilih karena ia
adalah bulan yang mulia. Bulan yang didalamnya diturunkan permulaan al-
Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu serta pembeda yang jelas antara yang haq dan yang batil.
al-Qur’an merupakan petunjuk bagi manusia menyangkut tuntunan
yang berkaitan dengan akidah, dan penjelasan-penjelasan mengani petunjuk
itu dalam hal perincian hukum-hukum syariat. Demikian satu pendapat. Bisa
juga dikatakan, al-Qur’an petunjuk bagi manusia dalam arti bahwa al-
Qur’an adalah kitab yang maha agung sehingga, secara berdiri sendiri, ia
merupakan petunjuk. Banyak nilai universal dan pokok yang dikandungnya,
tetapi nilai-nilai itu dilengkapi lagi dengan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu, yakni keterangan dan perinciannya. Wujud Tuhan dan keesaan
Nya dijelaskan sebagai nilai utama dan pertama. Ini dijelaskan perinciannya,
bukan saja menyangkut dalil-dalil pembuktiannya, tetapi sifat sfat dan
nama-nama yang wajar disandang-Nya. Keadilan adalah prinsip utama
dalam berinteraksi al-Qur’an tidak berhenti dalam memerintahkan atau
mewajibkannya. Dalam al-Qur’an dijelaskan lebih jauh beberapa perincian
tentang bagaimana menerapkannya, mislanya dalam kehidupan rumah

90 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Jumico Randi Wirana

tangga. Dengan demikian, al-Qur’an mengandung petunjuk sekaligus


penjelasan tentang petunjuk-petunjuk itu.
Penegasan bahwa al-Qur’an yang demikian itu sifatnya diturunkan
pada bulan Ramadan mengisyaratkan bahwa sangat dianjurkan untuk
membaca dan mempelajari al-Qur’an selama bulan Ramadan, dan yang
mempelajarinya diharapkan dapat memeroleh petunjuk serta memahami dan
menerapkan penjelasan-penjelasannya. Karena, dengan membaca al-Qur’an,
ketika itu yang bersangkutan menyiapkan wadah hatinya untuk menerima
petunjuk Ilahi berkat makanan ruhani bukan jasmani yang memenuhi
kalbunya. Bahkan, jiwanya akan sedemikian cerah, pikirannya begitu jernih,
sehingga ia akan memperoleh kemampuan untuk membedakan antara yang
haq dan yang batil.
Setelah jelas hari-hari tertentu yang harus diisi dengan puasa,
lanjutan ayat ini menetapkan siapa yang wajib berpuasa, yakni, karena puasa
diwajibkan pada bulan Ramadan, maka barangsiapa di antara kamu hadir
pada bulan itu, yakni berada di negeri tempat tinggalnya atau mengetahui
munculnya awal bulan Ramadan sedang dia tidak berhalangan dengan
halangan yang dibenarkan agama, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu. Penggalan ayat ini dapat juga berarti, maka barang siapa di antara kamu
mengetahui kehadiran bulan itu, dengan melihatnya sendiri atau melalui
informasi yang dapat dipercaya, maka hendaklah ia berpuasa.
Mengetahui kehadiran bulan dengan melihat melalui mata kepala,
atau dengan mengetahui melalui perhitungan, bahwa ia dapat dilihat dengan
mata kepala walau secara faktual tidak terlihat karena satu dan lain hal,
misalnya mendung maka hendaklah ia berpuasa. Yang tidak melihatnya
dalam pengertian di atas wajib juga berpuasa bila ia mengetahui
kehadirannya melalui orang terpercaya.
Melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit Ramadan adalah
tanda kewajiban berpuasa, sebagaimana melihat atau mengetahui kehadiran
bulan sabit Syawal adalah tanda berakhirnya puasa Ramadan. Hari

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 91


Nilai - nilai Pendidikan Akhlaq dalam al-Qur’an

kesembilan dan kehadiran bulan Dzulhijjah adalah hari wuquf di Arafah.


Dan, banyak kewajiban atau anjuran agama yang dikaitkan dengan bulan.
Mengapa bulan, bukan matahari? Manusia tidak dapat mengetahui bilangan
hari hanya dengan melihat matahari karena titik pusat tata surya yang berupa
bola dan memancarkan cahaya itu tidak memberi tanda-tanda tentang hari-
hari yang berlalu atau yang sedang dan akan dialami manusia. Setiap hari,
matahari muncul dan tenlihat dalam bentuk dan keadaan sama, yang berbeda
dengan bulan. Matahari hanya menunjuk perjalanan sehari; jika ia terbit, itu
tanda hari sudah pagi, jika telah naik sepenggalahan, ia menjelang tengah
hari, dan bila terbenam, sehari telah berlalu atau malam telah tiba.
Setelah menjelaskan hal di atas, ayat ini mengulang kembali
penjelasan yang lalu, yaitu, barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan
lalu ia berbuka, maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.
Pengulangan ini diperlukan agar tidak timbul kesan bahwa komentar
yang menyusul izin pada ayat 184 tersebut yakni berpuasa lebih baik bagi
kamu jika kamu mengetahui merupakan desakan dari Tuhan agar tetap
berpuasa walau dalam keadaan perjalanan yang melelahkan, sakit yang
parah, atau bagi orang-orang yang telah tua. Ini tidak dikehendaki Allah.
Maka, diulangilah penjelasan di atas, dan kali ini ditambah dengan
penjelasan bahwa Allah menghendaki kemudahan bagi kamu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagi kamu.
Keringanan untuk menggantikan puasa Ramadan pada hari-hari lain
juga dimaksudkan agar bilangan puasa 29 atau 30 hari dapat terpenuhi.
Karena itu, lanjutan ayat di atas menyatakan, Dan hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan hendaklah juga kamu mengagungkan Allah
atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kamu supaya kamu bersyukur (M.
Quraish Shihab, 2012: 490).

92 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Jumico Randi Wirana

c. Tafsir Muyassar
Pada bulan tersebut Kami (Allah) memuliakan kalian dengan
penurunan seluruh al-Quran langsung dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia,
sedang al-Quràn ini di dalamnya terkandung berbagai rahasia kebahagiaan,
kemuliaan, keselamatan, kemenangan, dan keberhasilan kalian di dua negeri
dunia dan akhirat. Maka, bersyukurlah kalian kepada Allah atas nikmat
tersebut dengan melaksanakan puasa di bulan yang mulia ini.
Di dalam al-Qur’an itu terkandung dalil-dalil yang nyata dan bukti-
bukti yang jelas berupa ilmu yang bermanfaat, amal saleh, dan penjelasan
mana yang halal dan mana yang haram, mana yang haq dan mana yang batil,
mana yang baik dan mana yang buruk, dan juga kabar tentang masa lalu dan
masa yang akan datang.
Dan bagi orang yang menjumpai bulan ini dalam keadan hidup,
sehat dan tidak bepergian maka ia wajib berpuasa padanya dan tidak ada
alasan baginya untuk meninggalkan puasa. Adapun orang yang sakit dan
bepergian, mereka boleh meninggalkan puasa sampai si sakit sembuh dan si
musafir telah kembali ke kampungnya. Namun, setelah Ramadan berakhir,
keduanya wajib mengqadha’ puasa sebanyak jumlah dari puasa yang mereka
tinggalkan.
Allah menghendaki kemudahan kepada kita. Maka dari itu, Dia
membolehkan seorang musafir berbuka (tidak berpuasa) saat dalam
perjalanannya dan membolehkan orang yang sakit untuk meninggalkan
puasa sampai sakitnya sembuh, meskipun mereka tetap harus menggantinya
di hari-hari lain selain di bulan Ramadan.
Bukti lain bahwa menghendaki kemudahan untuk kita adalah dengan
menetapkan hari-hari puasa hanya satu bulan saja, dan itu pun hanya dari
siang sampai permulaan malam hari.
Bahkan, dapat dibilang bahwa seluruh ketetapan syariat agama ini
sangat mudah, toleran, ringan, tidak ada yang mernberatkan, dan tidak pula
menyusahkan. Yang demikian itu, karena Allah tidak menghendaki kita

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 93


Nilai - nilai Pendidikan Akhlaq dalam al-Qur’an

mengalami kesusahan dan memikul behan yang terlalu berat. Perlu digaris
tebal, bahwasanya Allah telah menghilangkan segala beban dari belenggu
yang bisa menyusahkan kita; Allah senantiasa bersikap lembut dan penuh
kasih sayang terhadap kita. Maka, bagi-Nya-lah segala pujian dan rasa
syukur harus kita panjatkan.
Apabila orang-orang yang meninggalkan puasa karena suatu
halangan tadi telah rnengganti semua puasa yang telah mereka tinggalkan
sebelumnya, berarti mereka telah menyernpurnakan bilangannya.
Dan harus diingat, tidak diperbolehkan untuk berpuasa hanya pada
sebagian bulan dan berbuka pada sebagian lain bagi orang yang memiliki
kemampuan untuk rnelakukannya secara penuh. Artinya, setiap orang yang
mampu berpuasa maka ia wajib berpuasa selama sebulan penuh.
Bertakbirlah kalian kepada Allah bila bulan tersebut telah berakhir,
yaitu tatkala kalian melihat hilal bulan Syawwal. Bertakbirlah kalian sampai
biasa hari raya berakhir; karena hari raya itu merupakan hari berbahagia.
Dan hendaklah kita bersyukur kepada Allah atas apa yang Dia
anugerahkan pada kita dan berbagai kenikmatan, karunia, kemuliaan,
kelurusan jalan, dan hidayah-Nya. Dia-lah satu-satunya Pemilik karunia dan
Pembagi anugerah (‘Aidh al-Qarni, 2007: 143).
4. Tafsir surat al-Baqarah ayat 186
ٌ‫ِيٌو ْليُؤْ مِ نُواْ ٌ ِبي‬
َ ‫ان ٌفَ ْليَ ْست َِجيبُواْ ٌل‬
ِ ‫ع‬ ُ ‫سأَلَكٌَ ٌ ِعبَادِيٌ َعنِِيٌفَإِنِِيٌَُ ِريب ٌأ ُ ِج‬
َ َ‫يب ٌدَع َْوة ٌَالدَّاعِ ٌ ِإذَاٌد‬ َ ٌ‫َو ِإذَا‬
ٌَ‫شد ُون‬ُ ‫لَعَلَّ ُه ْمٌيَ ْر‬
Artinya:
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad)
tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan
permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku.
Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-
Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.(QS. al-Baqarah, 2: 186)

a. Tafsir Ibnu Katsir


Dalam penjelasan Allah Ta’ala, ayat yang memotivasi untuk berdoa
ini diselipkan di antara hukum-hukum puasa sebagai petunjuk agar

94 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Jumico Randi Wirana

bersungguh sungguh dalam berdoa setelah menyelesaikan jumlah hari dalam


sebulan, bahkan pada setiap kali berbuka.
Ayat yang memotivasi berdoa ini Allah Ta’ala jelaskan sebagai
selingan dari penuturan hukum-hukum puasa. Cara demikian merupakan
bimbingan dari Allah agar bersungguh-sungguh dalam berdoa setelah
menuntaskan bilangan puasa selama sebulan, bahkan setiap kali berbuka
(Muhammad Nasib ar-Rifa’i, 1999: 297).
b. Tafsir al-Misbah
Kata ‫ ِعبَا ِدي‬hamba-hamba-Ku adalah bentuk jamak. Kata biasa
digunakan al-Qur’an untuk menunjuk kejadian hamba-hamba Allah yang
taat kepada-Nya atau kalaupun mereka penuh dosa tetapi sadar akan
dosanya serta mengharap pengampunan dan rahma-Nya atau kalaupun
mereka penuh dosa tetapi sadar akan dosanya serta mengharap
pengampunan dan rahmat –Nya. Kata ini berbeda dengan dengan kata ‫عبيد‬
yang juga merupakan jamak dari ‘abd, tetapi bentuk jamak ini menunjuk
kepada hamba Allah yang bergelimang dalam dosa. Pemilihan bentuk kata
penisbatannya kepada Allah ‫ ِعبَادِي‬mengandung syarat yang bertanya dan
bermohon adalah hamba-hamba-Nya yang taat lagi menyadari kesalahannya
itu.
Kata jawablah tidak terdapat dalam teks ayat di atas. Itu
dicantumkan dalam terjemahan hanya untuk memudahkan pengertian
menyangkut makna ayat. Ulama al-Qur’an menguraikan bahwa kata
“jawablah” ditiadakan di sini untuk mengisyaratkan bahwa setiap orang
walau yang bergelimang dalam dosa dapat langsung berdoa kepada-Nya
tanpa perantara. Ia juga mengisyaratkan bahwa Allah begitu dekat kepada
manusia, dan manusia pun dekat kepada-Nya, karena pengetahuan tentang
wujud Allah melekat pada fitrah manusia, bukti-bukti wujud dan keesaan-
Nya pun terbentang luas. Berbeda dengan pengetahuan tentang hal-hal lain
yang dipertanyakan, seperti mengapa bulan pada mulanya terlihat berbentuk

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 95


Nilai - nilai Pendidikan Akhlaq dalam al-Qur’an

sabit, kemudian sedikir demi sedikit membesar lalu mengecil dan hilang dan
pandangan, demikian juga dengan pertanyaan-pertanyaan lain.
Anak kalimat “orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku,”
menunjukkan bahwa bisa jadi ada seseorang yang bermohon tetapi dia
belum lagi dinilai berdoa oleh-Nya. Yang dinilai-Nya berdoa antara lain
adalah yang tulus menghadapkan harapan hanya kepada-Nya, bukan kepada
selain-Nya, bukan juga yang menghadapkan diri kepada-Nya bersama
dengan selain-Nya. ini dipahami dan penggunaan kata kepada-Ku.
Bila al-Qur’an menggunakan bentuk tunggal untuk menunjuk
kepada Allah, itu berarti bahwa sesuatu yang ditunjuk itu hanya khusus
dilakukan atau ditujukan kepada Allah, bukan selain-Nya. Kalaupun ada
selain-Nya, ia dianggap tiada karena peranannya ketika itu sangat kecil. Itu
sebabnya mengapa pemberian taubat, dan perintah beribadah kepada-Nya,
selalu dilukiskan dalam bentuk tunggal. Ini berbeda bila Yang Mahakuasa
ditunjuk dalam bentuk jamak. Ini biasanya untuk menunjukkan adanya
keterlibatan selain dan Allah dalam sesuatu yang ditunjuk itu.
Firman-Nya: Hendaklah mereka memenuhi (segala perintah) Ku
mengisyaratkan bahwa yang pertama dan utama dituntut dari setiap yang
berdoa adalah memenuhi segala perintah-Nya. Selanjutnya, ayat di atas
memerintahkan agar percaya kepada-Nya. Ini bukan saja dalam arti
mengakui keesaan-Nya, tetapi juga percaya bahwa Dia akan memilih yang
terbaik untuk si pemohon (M. Quraish Shihab, 2012: 493).
c. Tafsir Muyassar
ّٰ ‫ٌفَأ َ ْنزَ ل‬،ُ‫عٌْنه‬
َ‫ٌََّللاٌُاََليَ ٌة‬ َ َ‫َاج ْيهٌِا َ ْمٌبَ ِع ْيدٌٍفَنُنَا ِد ْيهِ؟ٌف‬
َ ٌ َ‫س َكت‬ ِ ‫ٌربُّنَاٌفَنُن‬ ُ ‫ٌأََُ ِري‬:َ‫ٌفَقَال‬،ٌ‫ابيٌإِلَىٌالنَّبِي‬
َ ‫ْب‬ ْ ‫ٌ َجا َءٌأَع َْر‬:َ‫َُال‬
Seorang Arab Badui bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah Tuhan
kita dekat dengan kita sehingga kami cukup bermunajat kepada-Nya ataukah
Dia itu jauh sehingga kami harus memanggil-manggil-Nya?” Maka Allah
memerintahkan nabi -Nya agar memberi kabar kepada hamba-hamba-Nya
bahwa Dia Maha Mendengar, Mahadekat, lagi Maha Mengahulkan, Dia
telah Mendengar semua doa, mengabulkan setiap permintaan,

96 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Jumico Randi Wirana

menghilangkan kesusahan, menyingkirkan duka cita, menjauhkan kesulitan,


menjawab tuntutan, dan mengetahui setiap keadaan meneka.
Seorang hamba harus meminta dan tidak boleh berputus asa dalam
melakukannya; seorang hamba harus senantiasa memohon dan tidak
berhenti dalam melakukannya. Kemurahan Allah itu sangat luas, pemberian-
Nya sangat banyak, dan karunia-Nya sangat besar.
Setiap hamba harus taat kepada Tuhan mereka dengan mengikuti
rasul-Nya dan mengamalkan syariat-Nva, membenarkan apa yang Dia
turunkan di dalam kitab-Nya, serta meyakini kebenaran apa-apa yang
dibawa oleh Rasul-Nya.
Pelaksanaan perintah itu merupakan tindakan, keimanan adalah
keyakinan, dan doa adalah ucapan. Sementara agama merupakan gabungan
dari ucapan, amal, dan keyakinan. Barangsiapa taat kepada Allah, berarti dia
telah mendapat petunjuk; karena dia telah diberi ilham tentang mana jalan
yang benar dan diberi kesempatan untuk beristiqamah, menjalani kebenaran,
melawan hawa nafsu, dan menjauhi kesesatan. Dari buah (hasil) dan amal
saleh adalah bertambahnya iman dan balasan dari ketaatan adalah
bertambahnya hidayah (‘Aidh al-Qarni, 2007: 144).
5. Tafsir surat al-Baqarah ayat 187
ٌ َ‫ٌَّللاُ ٌأَنَّ ُك ْم ٌ ُكنت ُ ْم ٌت َْختانُون‬
ٌِ ‫عل َِم‬َ ٌ ‫ٌوأَنت ُ ْم ٌ ِلبَاِ ٌلَّ ُه َّن‬ َ ‫سآ ِئ ُك ْم ٌه َُّن ٌ ِلبَاِ ٌلَّ ُك ْم‬
َ ‫ث ٌ ِإلَى ٌ ِن‬ُ َ‫ٌالرف‬
َّ ‫صيَ ِام‬ ِ ِ ‫أُحِ َّل ٌلَ ُك ْم ٌلَ ْيلَةَ ٌال‬
ُ َ َّ ْ
ٌ‫ٌوا ْش َربُواٌ َحتىٌيَتَبَيَّنَ ٌلك ُم‬ ْ ُ
َ ‫ٌوكلوا‬ُ ُ َ
َ ‫ٌَّللاٌُلك ْم‬
ِ ‫َب‬ ْ
َ ‫ٌوا ْبتَغُواٌ َماٌ َكت‬ َ ‫عنك ْمٌفَاآلنَ ٌبَاش ُِروه َُّن‬ ُ َ ٌ‫عفَا‬َ ‫ٌو‬َ ‫علَ ْي ُك ْم‬ َ ‫س ُك ْمٌفَت‬
َ ٌ ‫َاب‬ َ ُ‫أَنف‬
ٌ‫عا ِكفُونَ ٌفِي‬ َ
َ ٌ‫ٌوأنت ُ ْم‬ َ ‫ُن‬ٌَّ ‫ٌوَلٌَتُبَا ِش ُروه‬ َّ
َ ‫امٌ ِإلَىٌالل ْي ِل‬ َ َ‫صي‬ َ ْ ْ
ِ ِ ‫ضٌمِ نَ ٌال َخيْطِ ٌاْلَس َْودٌِمِ نَ ٌالفَجْ ِرٌث ُ َّمٌأتِ ُّمواٌْال‬ ُ َ‫طٌاْل َ ْبي‬ ُ ‫ْال َخ ْي‬
ٌَ‫اٌِلَعَلَّ ُه ْمٌيَتَّقُون‬ ِ ِ ‫اجدٌِت ِْلكَ ٌ ُحد ُود‬
ِ ُ‫ٌَُّللاٌفََلٌَت َ ْق ٌَربُوهَاٌ َكذَلِكَ ٌيُبَيِن‬
ِ َّ‫ٌَّللاٌُآيَا ِتهٌِلِلن‬ ِ ‫س‬َ ‫ْال َم‬
Artinya:
Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu.
Mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi
mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu
sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka
sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan
Allah bagimu. Makan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan)
antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa sampai malam. Tetapi jangan kamu campuri
mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah,

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 97


Nilai - nilai Pendidikan Akhlaq dalam al-Qur’an

maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah


menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa
(QS. al-Baqarah, 2: 187).

a. Tafsir Ibnu Katsir


Ini merupakan rukhsah dari Allah bagi kaum muslim dan Allah
menghilangkan perkara yang dijalankan pada permulaan Islam. Pada masa
itu, apabila seorang muslim berbuka, maka dihalalkan bagimu makan,
minum, dan berjima hingga shalat isya atau dia tidur. Apabila dia sudah
tidur atau shalat isya, maka haram baginya makan, minum dan berjima
hingga malam berikutnya. Maka mereka mendapat kesulitan yang besar
karenanya. Yang dimaksud rafats di sini ialah jima’. Demikianlah menurut
pendapat sekelompok ulama Yang terdiri atas Ibnu Abbas dan beberapa
tabi’in.
Sehubungan dengan firman Allah, “Mereka adalah pakaian bagimu
dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Secara singkat dapat dikatakan
bawah laki laki dan perempuan saling menggauli, menyentuh, dan
mencampuri. Adalah sangat tepat bila Allah memberi mereka kemurahan
untuk bergaul pada malam Ramadan agar tidak memberatkan dan
menyusahkan mereka.
Firman Allah, “Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat
menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan member maaf
kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka” ini dturunkan berkenaan
dengan kasus Qais bin Sharimah yang diceritakan sebelumnya, “di sana ada
seorang muslim yang tidak mampu menahan nafsunya. Mereka mnggauli
istri-istri mereka pada malam bulan Ramadan, yaitu setelah isya dan setelah
tidur. Diantara yang melakukan hal itu adalah Umar bin Khattab. Perbuatan
semacam itu dilarang sebagaimana telah diutarakan, sebab sebelum itu,
apabila mereka telah shalat isya mereka diharamkan berjima, makan dan
sejenisnya. Kemudian mereka mengadu kepada Rasulullah SAW sehingga
Allah menurunkan ayat, “Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat

98 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Jumico Randi Wirana

menahan nafsumu”. Maksudnya, kamu mengauli istrimu, makan, minum


setelah isya. “Karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf
kepadamu. Maka sekarang gaulilah mereka,” yakni campurilah mereka,
“dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu”, yaitu anak, “dan
makan serta minumlah kamu hingga terlihat jelas olehmu benang putih dan
benang hitam, yaitu fajar. Hal tersebut sesuai dalam riwayat.
ْ ‫ع ْن‬
ٌ ِ‫ٌالبَ َراء‬ َ ٌ َ‫س َحق‬ ٌْ ‫ع ْن ٌأ َ ِبيٌ ِإ‬ َ ٌ ‫ي ٌأ َ ْخبَ َرنَاٌأَبُوٌأَحْ َمدٌَأ َ ْخبَ َرنَاٌ ِإس َْرائِي ُل‬ ُّ ِ‫ضم‬ َ ‫ٌال َج ْه‬ ْ ‫ص ٍر‬ ْ َ‫ي ٌِب ِْن ٌن‬ ِ ‫ع ِل‬ َ ٌ ُ‫ص ُر ٌبْن‬ ْ َ‫َحدَّثَنَاٌن‬
ٌ َ‫ٌُو َكان‬
َ ‫ه‬َ ‫ت‬ َ ‫أ‬ ‫ر‬ ‫ٌام‬
َ ْ ‫َى‬ ‫ت‬ َ ‫أ‬ ٌ ‫ي‬ ‫ار‬
َّ ِ َ ‫ص‬ ْ
‫ن‬ َ ‫ْل‬ ‫ٌا‬ ‫ْس‬ ‫ي‬َ ُ ٌ ‫ب‬ ٌ َ ‫ة‬ ‫م‬
ٍ َ‫ِ ٌمِ ِ َ َ ِ ِ ْ َ ْن‬ ‫ر‬ ‫ٌص‬ ‫ن‬ َّ ‫إ‬ ‫ٌو‬ ‫ا‬ ‫ه‬ ‫ل‬ْ ‫ث‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬ ‫إ‬ ٌ ٌ
‫ل‬ ْ ُ
‫ك‬ ْ ‫أ‬ ‫ي‬ ٌ ‫م‬ َ
َ ْ َ َ َ ‫ل‬ ٌ ‫َام‬ ‫ن‬ َ ‫ف‬ ٌ ‫ام‬ ‫ص‬ ٌ ‫ا‬َ ‫ذ‬ ِ ُ َّ َ‫َُا َل ٌ َكان‬
‫إ‬ ٌ ُ
‫ل‬ ‫ج‬ ‫ٌالر‬
ٌ‫ت ٌ َخ ْيبَة‬ َ
ْ ‫ت ٌفَقَال‬ ْ ‫ع ْينُهٌُفَ َجا ٌَء‬ َ ٌُ‫غلبَته‬ْ َ َ ‫ٌو‬ َ ‫ت‬ ْ َ‫شيْئاٌفَذَ َهب‬ َ ٌ َ‫ب ٌلك‬َ ُ ْ
ُ ‫َب ٌفَأطل‬ َ ْ
ُ ‫ت ٌَلٌلعَلِيٌأذه‬ َ ِ َ َ
ْ ‫صائِماٌفَقَا َل ٌ ِع ْندَكِ ٌش َْيء ٌَُال‬ َ
ٌِ‫علٌَْيه‬ َّ َّ‫صل‬
َ ٌ ُ‫ىٌَّللا‬ َ ٌِ ‫ي‬ ِ ِ ‫ب‬ َّ ‫ن‬ ‫ِل‬
‫ل‬ ٌ َ‫ِك‬‫ل‬َ ‫ذ‬ ٌ ‫َر‬َ ‫ك‬ َ ‫ذ‬ َ ‫ف‬ ٌ ‫ه‬
ِ ‫ض‬ ِ ‫ر‬
ْ َ ‫أ‬ ٌ‫ِي‬ ‫ف‬ ٌُ ‫ه‬ ‫م‬
َ ‫و‬
ْ َ ‫ي‬ ٌ ُ
‫ل‬ ‫م‬
َ ‫ع‬
ْ َ ‫ي‬ ٌ َ‫ان‬ َ
‫ك‬ ‫ٌو‬ َ ‫ه‬
ِ ‫ي‬
ْ َ ‫ل‬ ‫ع‬ َ ٌ ‫ِي‬َ ‫ش‬ ُ
‫غ‬ ٌ‫ى‬ َّ ‫ت‬ ‫ح‬َ ٌ ‫ار‬
ُ ‫ه‬
َ َّ ‫ن‬‫ٌال‬ ‫ف‬ ْ ٌ
‫َص‬ِ ‫ت‬ ْ
‫ن‬ َ ‫ي‬ٌ ‫م‬ْ َ ‫ل‬ َ ‫ف‬ ٌ َ‫لَك‬
ٌ:‫ٌنمرة‬،١٩٩٢ٌ،‫ٌالفَجْ ٌِر (ابوٌدود‬ ْ ‫سائِ ُك ْمٌَُ َرأٌَ ِإلَىٌَُ ْو ِلهٌِمِ ْن‬ َ ‫ن‬
ِ ٌ‫ى‬ َ ‫ل‬ ‫إ‬
ِ ٌ ‫ث‬ُ َ ‫ف‬ ‫ٌالر‬ َّ ِ َ ِ ِ ‫ام‬ ‫ي‬ ‫ص‬ ‫ٌال‬ َ ‫ة‬ َ ‫ل‬ ‫ي‬
ْ َ ‫ل‬ ٌ ‫م‬
ْ ُ
‫ك‬ َ ‫ل‬ ٌ َّ
‫ل‬ ِ‫ح‬ ُ ‫ٌأ‬ ‫ت‬ ْ َ ‫ل‬ َ‫َز‬ ‫ن‬َ ‫ف‬ ٌ ‫م‬ َّ
َ َ ‫َو‬ ‫ل‬ ‫س‬
)١٩٢١
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Ali bin Nashr Al
Jahdhami, telah mengabarkan kepada kami Abu Ahmad, telah
mengabarkan kepada kami Israil dari Abu Ishaq, dari Al Bara`, ia
berkata; dahulu seseorang apabila telah berpuasa ia tidur dan tidak
makan hingga keesokan hari. Sesungguhnya Shirmah bin Qais Al
Anshari datang kepada isterinya dan ia dalam keadaan berpuasa, ia
berkata; apakah engkau memiliki sesuatu? Isterinya berkata; tidak,
mungkin aku bisa pergi dan mencari sesuatu untukmu. Kemudian ia
pergi dan Shirmah telah tertidur, lalu isterinya datang dan berkata;
merugi engkau. Kemudian sebelum tengah hari ia pingsan, dan ia pada
hari itu sedang bekerja di lahan tanahnya. Kemudian ia menyebutkan
hal tersebut kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Kemudian
turunlah ayat: "Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa
bercampur dengan isteri-isteri kamu". Beliau membacanya hingga
firmannya: "yaitu fajar".

Kemudian sempurnakanlah puasa hingga malam.” Hal itu


merupakan pemaafan dan rahmat dari Allah. Maka Allah membolehkan
makan, minum, dan berjimak pada seluruh malam sebagai kemurahan,
rahmat, dan kasih sayang dari Allah. Firman Allah: “Makan dan minumlah
kamu hingga nyata bagimu benang putih dan benang hitam karena fajar”,
yakni hingga jelas terangnya pagi dan gelapnya malam. Dan untuk
menghilangkan kesamaran, maka Allah berfirman “Yaitu fajar.”

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 99


Nilai - nilai Pendidikan Akhlaq dalam al-Qur’an

Masalah: perbuatan Allah menjadikan fajar sebagai akhir dari


kebolehan berjima, makan, dan minum bagi orang yang hendak berpuasa
dapat dijadikan dalil bahwa barangsiapa yang junub pada waktu subuh,
maka mandi besar dan sempurnakanlah puasanya serta tiada dosa atasnya.
Itulah pandangan empat mazhab dan jumhur ulama, baik salaf maupun
khalaf.
Firman Allah, “Janganlah kamu campuri mereka ketika kamu tengah
beriktikaf dalam masjid.” Sebelumnya, Orang-orang yang beriktikaf di
masjid suka keluar kemudian mereka berjima semaunya. Kemudian turunlah
ayat ini yang melarang mereka berbuat demikian sebelum mereka
menyelesaikan iktikafnya. Yakni, janganlah kamu mendekati istrimu selagi
kamu beriktikaf di masjid. Dengan demikian, diharamkan kcpada orang
yang beriktikaf, bercampur dengan istrinya. Apabila dia mesti pulang ke
rumah karena ada suatu kebutuhan, maka dia mesti memenuhinya dalam
kadar waktu yang cukup untuk makan atau minum air, misalnya. Dia tidak
boleh mencium atau memeluk istrinya serta melakukan perkara lain selain
iktikaf.
Firman Allah, “Itulah larangan Allah,”‘yakni perkara yang telah
Kami jelaskan, fardhukan, dan tetapkan ihwal puasa dan hukum-hukumnya,
apa Kami bolehkan pada bulan itu, apa yang kami larang, Kami tuturkan
tujuan ihwal rukhsah dan ‘azimah-nya, itu merupakan had-had Allah yang
telah dijelaskan dan disyariatkan oleh Zat-Nya. “Maka janganlah kamu
mendekatinya. Maksudnya, janganlah kamu melewati dan melintasinya.
“Demikianlah, Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada manusia.” Yakni,
sebagaimana Allah menerangkan puasa, hukum, syariat, dan rinciannya,
maka demikianlah Dia menjelaskan hukum-hukum lainnya kepada manusia
melalui lisan hamba-Nya Muhammad saw. “agar mereka bertakwa”, yakni
agar mengetahui bagaimana mereka beroleh petunjuk dan bagaimana
melakukan ketaatan, sebagaimana Allah berfirman. “Dialah yang
menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang (Al-Qur’an) supaya

100 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Jumico Randi Wirana

Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. sesungguhnya Allah


benar-benar Maha Penyantun lagi Maha Penyayang terhadapmu”
(Muhammad Nasib ar-Rifa’i, 1999: 303).
b. Tafsir al-Misbah
Izin bercampur dengan istri yang ditegaskan dalam ayat ini
menunjukkan bahwa puasa tidak harus menjadikan seseorang terlepas
sepenuhnya dari unsur-unsur jasmaniahnya. Seks adalah kebutuhan pria dan
wanita. Karena itu, mereka para istri adalah pakaian bagi kamu wahai suami
dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengteahui bahwa
sesungguhnya kamu tidak dapat menahan nafsu kamu sehingga ada yang
bercampur di malam hari dan menjadikan kamu bagaikan mengkhianati diri
kamu sendiri akibat menduga bahwa hubungan seks di malam Ramadan
adalah hukumnya haram. Karena itu, Allah mengampuni kamu setelah kami
mengakui dan menyadari kesalahanmu, dan memaafkan kamu, yakni
menghapus dampak apa yang kamu lakukan itu dari lembaran hari kamu dan
lembaran catatan amal-amal kamu.
Mengapa mereka dimaafkan, sedang mereka tidak berdosa.
Bukankah Allah sejak semula tidak melarang hubungan seks di malam
puasa? Benar, Allah tidak melarang, tetapi mereka berdosa ditinjau dari
pengetahuan dan kegiatan mereka. Bukankah mereka menduga bahwa itu
terlarang, namun mereka mengerjakannya? Jika Anda menduga bahwa gelas
yang disodorkan kepada Anda berisi perasan apel, kemudian ternyata ia
adalah minuman keras, Anda tidak berdosa dengan meminumnya karena
Anda tidak melakukannya dengan niat melanggar, tetapi atas dasar sangkaan
bahwa ia adalah minuman halal. Di sini, Anda tidak sengaja berbuat dosa.
Ini sama dengan yang melakukan kegiatan terlarang tanpa mengetahui itu
terlarang.
Sebaliknya, jika yang disodorkan kepada Anda perasan apel, dan
Anda menduganya minuman keras, kemudian Anda minum atas dasar ia
minuman terlarang, ketika itu Anda berdosa, walaupun pada kenyataannya

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 101


Nilai - nilai Pendidikan Akhlaq dalam al-Qur’an

ia bukan minuman terlarang. Di sini, yang dinilai adalah niat dan tujuan
Anda minum.
Setelah menjelaskan bolehnya bercampur dengan pasangan pada
malam puasa dan pemaafan yang dianugerahkanNya, ayat ini melanjutkan
dengan perintah yang tidak bersifat wajib; perintah dalam arti izin
melakukannya atau, menurut ulama lain, anjuran. Perintah dimaksud adalah,
Maka sekarang yakni sejak beberapa saat setelah turunnya ayat ini dan
setelah jelas izin bercampur, makan dan minumlah di malam hari bulan
Ramadan jika kamu menghendaki dan campurilah mereka, yakni silakan
lakukan hubungan seks serta carilah, yakni lakukanlah itu, dengan
memerhatikan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kamu menyangkut
hukum dan anjuran yang berkaitan dengan apa yang diizinkan, baik yang
berkaitan dengan hubungan seks maupun makan dan minum.
Setelah menjelaskan apa yang boleh dilakukan pada waktu malam,
kini dijelaskan-Nya apa yang harus dilakukan di siang hari, sekaligus waktu
dan lamanya berpuasa, yaitu Makan dan minumlah hingga jelas benar
bagimu benang putih, yakni cahaya yang tampak membentang di ufuk
bagaikan benang yang panjang pada saat tampaknya fajar shadiq, dan
benang hitam yang membentang bersama cahaya fajar dan kegelapan
malam.
Karena ungkapan ini tidak jelas maknanya bagi sebagian orang
termasuk sahabat Nabi yang bernama ‘Adi Ibn Hatim, Allah menambah
keterangan tentang maksud-Nya dengan menurunkan tambahan kata bahwa
yang dimaksud adalah fajar. Ini berarti diperkenankan makan, minum, dan
berhubungan seks sejak terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar.
Terbitnya matahari adalah permulaan berpuasa, adapun akhir puasa
dijelaskan oleh lanjutan ayat, yaitu Kemudian, sempurnakan puasa itu sejak
terbitnya fajar sampai datang malam, yakni terbenamnya matahari; walau
mega merah masih terlihat di ufuk, dalam pandangan mayoritas ulama, atau

102 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Jumico Randi Wirana

sampai menyebarnya kegelapan malam dan hilangnya mega merah menurut


minoritas ulama.
Setelah menjelaskan hukum puasa, dan di celahnya dijelaskan
anjuran berdoa, kini diuraikan ibadah lain yang sangat dianjurkan,
khususnya pada bulan Ramadan, yaitu ber-i’tikaf yakni berdiam diri
beberapa saat atau sebaiknya beberapa hari untuk merenung di dalam
masjid. Ia begitu penting dan demikian banyak yang melaksanakan pada
masa turunnya ayat-ayat ini, sehingga seakan-akan setiap yang berpuasa
melakukannya. Kemudian, karena sebelum ini dijelaskan bolehnya
bercampur dengan pasangan pada malam hari Ramadan, sedang hal itu tidak
dibenarkan bagi yang ber-i’tikaf lanjutan ayat ini menegaskan. Janganlah
kamu campuri mereka itu, sedang kamu daam keadaan beriktikaf dalam
masjid, dan jangan juga campuni walaupun kamu berada di luar masjid.
Penyebutan kata masjiid di sini berkaitan dengan i’tikaf Ibadah ini tidak sah
kecuali bila dilakukan dalam masjid, bahkan harus di Masjid Jami’ di mana
dilaksanakan shalat Jumat menurut sebagian ulama. Kata masjid tidak
berkaitan dengan bercampur karena bagi yang ber-i’tikâf dan harus keluar
sejenak dan masjid untuk satu keperluan yang mendesak, i’tikáf-nya dapat ia
lanjutkan, namun ketika berada di luar masjid ia tetap tidak dibenarkan
berhubungan seks.
Akhirnya, ayat ini ditutup dengan firman-Nya: Itulah batas-batas
Allah, maka janganlah kamu mendekatinya karena, siapa yang mendekati
batas, dia dapat terjerumus sehingga melanggarnya. Dengan demikian,
larangan mendekati lebih tegas dan pasti daripada larangan melanggarnya.
Penggunaan kata tersebut dalam konteks puasa amat tepat karena puasa
menuntut kehatihatian dan kewarakan agar yang berpuasa tidak hanya
menahan diri dari apa yang secara tegas dilarang melalui ayat puasa,
(makan, minum, dan hubungan seks) tetapi juga menyangkut hal-hal lain
yang berkaitan dengan anggota tubuh lainnya bahkan dengan nafsu dan

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 103


Nilai - nilai Pendidikan Akhlaq dalam al-Qur’an

pikiran jahat. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat--Nya kepada


manusia supaya mereka bertakwa (M. Quraish Shihab, 2012: 497).
c. Tafsir Muyassar
Setelah sebelumnya diharamkan maka sekarang dihalalkan bagi
kalian untuk melakukan hubungan badan (bersetubuh) dengan istri-istri
kalian pada malam hari bulan Ramadan; karena betapa pun mereka (istri-
isteri kalian) itu adalah selimut dan ketenangan bagi kalian. Lebih dan itu,
adalah karena peran seorang istni adalah untuk menghiasi perilaku suaminya
dengan kebaikan, menghalanginya dan perbuatan buruk, dan menolongnya
dalam menundukkan pandangan, menjaga kemaluan, dan menenteramkan
batinnya serta mencegahnya dari berbuat keji dengan perempuan lain.
Sementara itu, laki-laki adalah laksana pakaian bagi istrinya.
Artinya, ia akan menambah kecantikannya, menutupinya, melindunginya,
dan mencegahnya dari hal-hal yang diharamkan dengan hal-hal yang
dihalalkan. Sungguh, alangkah bagusnya ungkapan ini dan alangkah
indahnya isyarat ini.
Penyebab dibolehkannya berhubungan badan pada malam hari bulan
ramadan adalah karena Allah mengetahui bahwa ketika hal itu masih
diharamkan, sebagian kaum Muslimin melanggar aturan tersebut dengan
tetap mempergauli istri mereka pada malam hari bulan Ramadan.
Demikianlah, maka sebagai rahmat-Nya Allah pun membolehkan hal itu,
memaafkan yang telah terjadi, dan memberikan rukhsah (keringanan)
kepada mereka. Dan hukum diperbolehkannya berhubungan hadan di malam
hari bulan Ramadan ini telah disepakati oleh para ulama.
Sesungguhnya Allah selalu menerima tobat hamba-hamha-Nya dan
tidak memberi hukuman atas kesalahan yang telah Dia ampuni. Maka dari
itu, setelah diturunkannya keringanan ini, kaum Muslirnin diperbolehkan
untuk menggauli istri mereka di malam hari bulan Ramadan untuk
mendapatkan anak dan keturunan yang saleh, menahan nafsu, dan
menunaikan haknya.

104 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Jumico Randi Wirana

Karenanya, bendaklah kalian senantiasa membaguskan niat kalian


dalam berhubungan badan, yaitu untuk rnendapatkan keturunan yang penuh
berkah dan hukan semata-mata untuk mendapatkan kenikmatan sesaat dan
memenuhi kehutuhan syahwat yang singkat. Ketahuilah, segala bentuk
kenikmatan yang dinikmati dengan niat yang baik akan menjadi perbuatan
taat, dan suatu kebiasaan bila disertai dengan niat yang baik akan menjadi
ibadah.
Makan dan minumlah kalian pada malam-malam puasa hingga
terbitnya fajar. Kemudian, bertahanlah dan segala yang membatalkan puasa
sejak terbit fajar itu hingga tenggelamnya matahari.
Adapun bagi orang yang beriktikaf di masjid pada bulan itu,
janganlah ia menggauli istrinya pada malam hari maupun siang hari selama
masa iktikafnya itu demi menghormati waktu, tempat, dan pelaksanaan
ibadah kepada ar-Rahmân. inilah apa yang diharamkan Allah, batasan-
batasan-Nya, penintah-perintah-Nya, dan larangan-larangan-Nya maka
janganlah kalian sekali-kali melanggarnya.
Maksud digunakannya kalimat “janganlah kamu mendekatinya”
pada ayat ini adalah agar kita pun mencegah diri dari hal-hal yang bisa
membawa kita kepada kemaksiatan. Sesungguhnya Allah menjelaskan
hukum-hukumNya jangan kalian menjauhi yang haram, bertakwa kepada
Raja Yang Maha Mengetahui, berhati-hati dan azab-Nya, takut dan siksa-
Nya, dan mengharap pahala-Nya (‘Aidh al-Qarni, 2007: 146).

B. Nilai–Nilai Kependidikan Dalam Pengamalan Ibadah Puasa


Ramadan Surat al-Baqarah ayat 183-187
Ibadah puasa di bulan Ramadan merupakan ibadah mahdhah yang
wajib dilaksanakan oleh umat Islam. Puasa Ramadan dilakukan dengan cara
menahan diri dari makan, minum, dan hubungan seksual antara suami isteri
sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Puasa ini dilaksanakan
selama satu bulan, yaitu pada bulan Ramadan. Sebelum fajar terbit dan

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 105


Nilai - nilai Pendidikan Akhlaq dalam al-Qur’an

sebelum waktu imsak tiba, sebaiknya orang yang puasa sudah makan sahur.
Pada saat matahari terbenam atau Maghrib tiba, ia sudah harus segera
berbuka.
Selain menunaikan ibadah puasa pada bulan Ramadan, umat Islam
juga dimotivasi untuk melakukan amalan-amalan sunah. Di antara amalan-
amalan tersebut adalah melaksanakan salat tarwih, salat rawatib, mengaji,
beriktikaf di masjid, berzikir, salat tahajjud, tadarrus, membaca buku-buku
keislaman berinfak, dan bersedekah.
Orang Islam yang sudah akil balig dan sehat jasmani dan rohani
diwajibkan untuk berpuasa Ramadan. Jika tidak, berarti rukun Islamnya
belum sempurna. Untuk itu, agar dapat menjadi muslim yang baik, ia
diwajibkan untuk melaksanakan seluruh ajaran Islam, baik aspek akidah
maupun aspek ibadah, termasuk puasa Ramadan dalam hidupnya.
Telah disebutkan dalam QS. al-Baqarah ayat 183 bahwa tujuan
kewajiban orang berpuasa adalah takwa. Kepribadian orang-orang yang
bertakwa ini akan berbuah kesehatan spiritual. Seseorang yang telah meraih
sehat spiritual akan memiliki rasa bahwa segala gerak-gerik, ucapan, dan
perbuatan yang akan maupun sedang di-lakukan selalu dalam pengawasan
Allah SWT. Dengan demikian, dia akan selalu mendisiplinkan diri untuk
berlomba-lomba dalam amalan kebajikan.
Selain al-Quran, hadis juga banyak berbicara tentang tentang hal-hal
yang berkaitan dengan ibadah puasa. Bahkan, hadis lebih banyak mem-
bicarakan mengenai persoalan puasa dibanding Alquran. Salah satu aspek
yang berkaitan dengan masalah puasa adalah aspek kependidikan atau nilai-
nilai kependidikan. Dalam tulisan ini selanjutnya akan dibahas tentang
aspek-aspek kependidikan dalam ibadah puasa ramadan.
1. Kejujuran
Jujur adalah salah satu sifat wajib bagi Rasulullah SAW yang sangat
mulia. Sifat ini telah melekat dalam kepribadian beliau, sejak belum
diangkat menjadi rasul. Kejujuran adalah salah satu ciri orang yang baik

106 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Jumico Randi Wirana

akhlak dan budi pekertinya. Orang yang jujur akan dipercaya orang lain di
manapun ia berada dan kejujuran akan membukakan jalan kemudahan
baginya pada saat ia menghadapi kesulitan dan permasalahan. Inilah
kebaikan sifat jujur yang dikatakan Rasulullah dalam sabdanya:
َ ‫صد ُُق‬
ٌ‫ٌويَت َ َح َّرى‬ ْ َ‫ٌُالر ُجلٌُي‬َّ ‫ٌِو َماٌيَزَ ال‬ ْ َ‫ٌالبِ َّرٌيَ ْهدِيٌإٌِل‬
َ ‫ىٌال َجنَّة‬ ْ ‫ٌوإِ َّن‬ َ ‫ىٌالبِ ِر‬ ْ َ‫صدْقَ ٌيَ ْهدِيٌ ِإل‬ ِ ِ ‫قٌفَإ ِ َّنٌال‬ِ ‫ص ْد‬ ِ ِ ‫علَ ْي ُك ْمٌبِال‬ َ
ٌ‫ورٌيَ ْهدِيٌ ِإلَى‬ َ ‫ج‬
ُ ُ ‫ف‬ ْ
‫ٌال‬ َّ
ٌ
‫ن‬ ‫إ‬ ‫ٌو‬
َِ ِ ‫ور‬‫ج‬ُ ُ ‫ف‬ ْ
‫ىٌال‬ َ ‫ل‬ ‫إ‬
ِ ٌ‫ِي‬
‫د‬ ‫ه‬
ْ َ ‫ي‬ٌ ‫ِب‬
َ ‫ذ‬ َ
‫ك‬ ْ
‫ٌال‬ َّ
‫ن‬ ‫إ‬َ
ِ َ ‫ف‬ ٌ ‫ِب‬ ‫ذ‬‫ك‬َ ْ
‫ال‬ ‫ٌو‬ ‫م‬
َ ْ َِ‫ك‬ُ ‫َّا‬ ‫ي‬‫إ‬ ‫اٌو‬ ‫ِِيق‬ ‫د‬ ‫ٌص‬ِ َّ
‫ٌَّللا‬
ِ َ ‫د‬‫ن‬ْ ‫ع‬
ِ ٌ ‫َب‬
َ ‫ت‬ ْ
‫ك‬ ُ ‫ي‬ٌ‫ى‬ َّ ‫ت‬ ‫ح‬َ ٌ ‫د‬
َ‫ْق‬ ‫ص‬
ِ ِ ‫ال‬
(٨٢٧١ٌ:‫ٌنمرة‬،١٩٩٢ٌ،‫ٌَّللاٌ َكذَّاباٌ(مسلم‬ َِّ َ‫َبٌ ِع ْند‬ ‫ت‬ ْ
‫ك‬
َ ُ َ َ ‫ي‬ ٌ‫ى‬ َّ ‫ت‬‫ح‬ ٌ ‫ِب‬ ‫ذ‬‫ك‬َ ْ
‫ىٌال‬ ‫ر‬ ‫ح‬ َ ‫ت‬ ‫ي‬ ٌ
‫ٌو‬ ‫ِب‬
َّ َ َ َ ُ َ ُ َّ ‫ذ‬‫ك‬ْ ‫ي‬ ٌُ ‫ل‬ ‫ج‬ ‫ٌُالر‬ ‫ل‬ ‫ا‬ َ‫ز‬ َ َ َ ِ ‫ال‬
‫ي‬ٌ‫ا‬ ‫م‬ ‫ٌو‬ ‫ار‬ َّ ‫ن‬
Artinya:
Kalian harus berlaku jujur, karena kejujuran itu akan membimbing
kepada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga.
Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan memelihara kejujuran,
maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah. Dan
hindarilah dusta, karena kedustaan itu akan menggiring kepada
kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan ke neraka.
Seseorang yang senantiasa berdusta dan memelihara kedustaan, maka
ia akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah.

Dalam hadis ini, nabi muhammad SAW berpesan kepada umat


Islam, bahwa dalam kondisi apapun seorang muslim harus bersikap jujur. Di
samping itu, sifat jujur akan memberikan banyak kebaikan dan akan
mengantarkan ke surga, karena orang yang jujur sangat dicintai oleh Allah.
Itu sebabnya, orang-orang yang beriman dituntut untuk selalu bersama
orang-orang yang jujur.
2. Kesabaran
Sabar yaitu menanggung segala masyaqqah (kesusahan) dan segala
kesukaran terhadap jiwa dari segala cobaan-Nya. Kita diperintahkan untuk
bersabar dalam dua hal: Pertama, bersabar dalam menunaikan segala fardu
dan kewajiban.
ْ َ ‫عل‬
ٌَ‫ىٌالخَا ِشعِين‬ َ ٌَّ‫يرةٌ ِإَل‬
َ ‫ٌو ِإنَّ َهاٌلَ َك ِب‬
َ ‫صَلَ ِة‬
َّ ‫ٌوال‬ َّ ‫َوا ْستَعِينُواٌْ ِبال‬
َ ‫صب ِْر‬
Artinya:
Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan jalan sabar dan
mengerjakan sembahyang. dan sesungguhnya sembahyang itu amatlah
berat kecuali kepada orang-orang yang khusyuk (QS. al-Baqarah, 2:
45).

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 107


Nilai - nilai Pendidikan Akhlaq dalam al-Qur’an

Kedua, bersabar dalam meninggalkan segala maksiat. Sabar adalah


dhiya’, seperti sinaran yang menyuluh jalan yang akan ditempuh. Sesulit
apapun jalan itu akan dapat dilalui dengan sabar. Sabar yang terpuji adalah
sabar mengerjakan taat kepada Allah, menjauhi segala maksiat yang
dilarang-Nya dan sabar atas segala takdir-Nya. Tetapi antara sifat sabar itu,
maka sifat sabar karena mengerjakannya dengan taat dan meninggalkan
maksiat adalah sabar yang lebih utama. Ia lebih utama dari pada sabar atas
segala takdir yang amat susah dan menggelisahkan perasaan (Fakhruddin
Nursyam, 2008: 171).
3. Kedisiplinan
Disiplin adalah sikap mental dan perilaku mematuhi peraturan yang
berlaku. Inilah salah satu sikap yang harus dimiliki oleh setiap muslim.
Karena salah satu ciri orang yang beriman adalah disiplin yang di tandai
dengan tidak menyia-nyiakan waktu. Sebab, orang yang menyiakan waktu
adalah orang yang merugi didunia dan akhirat.
Untuk menumbuhkan dan mendidik sikap disiplin, seorang muslim
dapat melatihnya dengan berpuasa. Sebab, puasa sangat berpengaruh pada
kedisiplinan hidup seseorang. Puasa menghendaki agar orang yang
melaksanakannya mempunyai disiplin yang tinggi. Hal ini dapat dilihat pada
hadis sebagai berikut:

َ ٌ َ ‫علَ ْي ُك ْم ٌفَأ َ ْكمِ لُوا ٌعِ دَّة‬


ٌ،‫ش ْعبَانَ ٌثََلثِينَ ٌ(بخارى‬ َ ٌ‫ي‬ ُ ٌ ‫ٌوأ َ ْفطِ ُروا ٌل ُِرؤْ يَتِ ِه ٌفَإ ِ ْن‬
َ ِ‫غب‬ َ ‫ِرؤْ يَتِ ِه‬
ٌُ ‫صو ُموا ٌل‬
ُ
)١٢٥٨ٌ:‫ٌنمرة‬،١٩٩٢
Artinya:
Berpuasalah kalian dengan melihatnya (hilal) dan berbukalah
dengan melihatnya pula. Apabila kalian terhalang oleh awan
maka sempurnakanlah jumlah bilangan hari bulan Sya'ban
menjadi tiga puluh.

Kandungan hadis ini memberi petunjuk bahwa kebolehan melaku-


kan puasa itu ada jika sudah masuk waktunya. Demikian pula, puasa diakhiri

108 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Jumico Randi Wirana

bila waktunya sudah tiba. Tidak boleh mendahulukan dan tidak


mengundurkan. Hal ini mengisyaratkan bahwa puasa memberi pelajaran
kepada umatnya untuk bersikap disiplin. Selain harus disiplin menjaga
waktu pelaksanannya, juga harus berdisiplin terhadap hal-hal yang boleh
dilakukan ketika sedang berpuasa dan berdisiplin terhadap hal-hal yang
tidak boleh dilakukan ketika sedang berpuasa.
4. Kepekaan Sosial
Manusia yang bertakwa di sisi Allah SWT bukanlah orang yang
menyibukkan dirinya dengan beribadah kepada Allah saja. Bukan juga
orang yang selalu berdzikir dan berdiam di masjid sepanjang waktu. Namun
orang yang bertakwa adalah orang yang gemar beribadah kepada Allah dan
memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Selain mengerjakan amalan yang
wajib dan sunah, ia juga memiliki budi pekerti yang luhur, jujur, peduli pada
sesama dan gemar menolong orang lain. Hal ini senada dengan ciri orang
bertakwa menurut hasan al-Bashri RA ia berkata:“ orang-orang yang
bertakwa memiliki tanda-tanda yang dapat dikenali. Jujur dalam perkataan,
menepati janji, silaturahmi, kasih sayang kepada orang yang lemah, tidak
berbangga diri dan sombong, mendermakan kebaikan, dan berakhlak baik.
Disamping itu Rasulullah bersabda:
ٌ،١٩٩٢ٌ،‫س ٍن ٌ(احمد‬ ٍ ُ ‫اِ ٌ ِب ُخل‬
َ ‫ق ٌ َح‬ َ ‫سنَةَ ٌت َْم ُح َه‬
َ َّ‫اٌوخَال ِْق ٌالن‬ ْ َ‫سيِئَة‬
َ ‫ٌال َح‬ َّ ‫ٌوأَتْ ِب ْع ٌال‬
َ َ‫ٌَّللاَ ٌ َح ْيث ُ َماٌ ُك ْنت‬
َّ ‫ق‬ ِ َّ ‫ات‬
(٧١٣٩٧ٌ:‫نمرة‬
Artinya:
Bertakwalah kamu kepada Allah di manapun kamu berada, dan
ikutilah perbuatan yang jelek dengan perbuatan yang baik maka ia
akan menjadi tebusannya, dan pergaulilah manusia dengan akhlak
yang baik.

Dalam hadis tersebut Rasulullah berwasiat agar kita bergaul dengan


sesama secara baik dan tatakrama yang terpuji. Bertakwa, tidaklah cukup
hanya beribadah setiap saat. Akan tetapi, haruslah menyambung hubungan

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 109


Nilai - nilai Pendidikan Akhlaq dalam al-Qur’an

dengan Allah SWT dan kepada semua manusia (Ubaidurrahim el-Hamdy,


2010: 232).

C. Implementasi Nilai-Nilai Kependidikan Surat al-Baqarah Ayat 183-


187 Dalam Kehidupan Sehari-Hari
1. Bersikap Jujur
Puasa adalah sarana yang paling tepat untuk mendidik kejujuran
orang muslim. orang yang terbiasa berpuasa karena Allah SWT akan terlatih
bersikap jujur. Sebab tidak ada paksaan bagi siapapun untuk menjalankan
puasa tersebut. Orang yang ikhlas berpuasa akan menyadari bahwa dirinya
selalu dalam pengawasan Allah SWT.
Puasa mengandung nilai pendidikan kejujuran. Nilai ini tercermin
dalam salah satu hadis yang berbunyi:
ٌ‫ع َّز‬ َّ ‫ٌض ْعفٍ ٌَُا َل‬
َ ٌ ُ‫ٌَّللا‬ َ ٌ‫ت ٌإِلَى‬
ِ ‫سبْعِ ٌمِ ائ َ ِة‬ ٍ ‫سنَا‬ َ ٌُ‫ِب ٌلَه‬
َ ‫ع ْش ُر ٌ َح‬ َ ‫عمِ لَ َهاٌابْنُ ٌآدَ َم ٌإَِلٌ ُكت‬ َ ‫َماٌمِ ْن ٌ َح‬
َ ٌ ‫سنَ ٍة‬
ٌ‫صائ ِِم‬ ِ ِ ‫طعَا َمهٌُمِ ْن ٌأَجْ لِيٌال‬
ٌَّ ‫صيَا ُم ٌ ُجنَّة ٌلِل‬ َ ‫ٌُو‬ َ ٌُ‫ِيٌوأَنَاٌأَجْ ِزيٌ ِب ِه ٌيَدَع‬
َ ‫ش ْه َوتَه‬ َ ‫ام ٌفَإِنَّهٌُل‬ ِ ِ ‫َو َج َّل ٌ ِإَلٌال‬
َ َ‫صي‬
ٌ‫يح‬
ِ ‫ن ٌ ِر‬ ِ َّ َ‫ب ٌعِ ْند‬
ٌْ ِ‫ٌَّللا ٌم‬ ْ َ ‫صائ ِِم ٌأ‬
ُ َ‫طي‬ ُ ُ‫ٌِولَ ُخل‬
َّ ‫وف ٌفَ ِم ٌال‬ َ ِ‫ٌِوفَ ْر َحة ٌ ِع ْندٌَ ِلقَاء‬
َ ‫ٌربِه‬ ْ ‫َان ٌفَ ْر َحة ٌ ِع ْندٌَف‬
َ ‫ِط ِره‬ ِ ‫ٌفَ ْر َحت‬
(٧١٥٨ٌ:‫ٌنمرة‬،١٩٩٢ٌ،‫ْالمِ سْكِ ٌ(النسائى‬
Artinya:
Tidak ada kebaikan yang dikerjakan anak Adam kecuali akan ditulis
untuknya sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat. Allah -Azza
wa Jalla- berfirman: 'Kecuali puasa, maka sesungguhnya puasa itu
untuk-Ku dan Aku akan membalasnya, ia meninggalkan syahwat dan
makanannya hanya karena Aku. Puasa itu perisai. Orang yang
berpuasa mempunyai dua kegembiraan; satu kegembiraan ketika
berbuka dan kegembiraan ketika bertemu Rabb-nya. Dan aroma mulut
orang yang berpuasa sungguh lebih harum di sisi Allah daripada
aroma minyak kasturi.

Dalam penjelasan hadis di atas terungkap bahwa ibadah puasa me-


rupakan ibadah yang tidak melibatkan aktivitas badani yang memudahkan
orang lain untuk menilainya. Orang yang puasa tidak dapat dinilai oleh
orang lain bahwa ia berpuasa. Demikian pula sebaliknya, ia tidak dapat
diketahui oleh orang lain bahwa ia tidak puasa, kecuali ia mengaku atau

110 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Jumico Randi Wirana

menceritakan kepada orang lain. Dengan demikian, dari orang yang


berpuasa dituntut kejujuran karena hanya dia dan Tuhanlah yang mengetahui
apakah ia berpuasa atau tidak.
Dalam puasa, manusia dituntut berlatih jujur dari yang paling ringan
sampai yang paling berat, yakni jujur terhadap diri sendiri. Dalam keadaan
berpuasa, minum sedikit ketika berwudhu menyebabkan puasa batal mes-
kipun orang yang berwudhu di sampingnya tidak mengetahuinya. Melalui
puasa, oleh muslim dituntut untuk berlaku jujur, baik ter-hadap diri sendiri,
maupun terhadap oleh lain. Menjalankan amanah Tuhan untuk berpuasa
menuntut kejujuran. Kejujuran dilakukan dengan menjaga diri dari segala
yang membatalkan puasa. Karenanya, tidak perlu berpura-pura puasa di
hadapan orang-orang karena selain dirinya, ada Allah yang maha
mengetahui segalanya, baik yang tersembunyi, maupun yang nyata.
2. Bersikap Sabar
Puasa sangat berperan penting dalam menumbuhkan dan melatih
kesabaran seseorang. Orang yang membiasakan puasa dengan ikhlas karena
Allah SWT, akan sangat menyadari dan memahami hakikat puasa. Ketika
berpuasa seseorang harus bersikap sabar untuk mempertahankan
kesempurnaan ibadah puasanya sehingga tidak melakukan perbuatan yang
mengurangi nilai puasanya atau hal yang membatalkanya. Sebagaimana
disebutkan dalam hadits:
َ ٌ‫ٌام ُرؤ ٌَُاتَلَه ٌُأ َ ْو ٌشَات َ َمهٌُفَ ْليَقُ ْل ٌإِنِِي‬
ٌِ‫صائِم ٌ َم َّرتَي ِْن ٌ َوالَّذِيٌنَ ْفسِيٌبِيَ ِده‬ ْ ‫ٌوإِ ْن‬ َ ‫ٌوَلٌيَجْ َه ْل‬ َ ‫ث‬ ْ ُ‫صيَا ُم ٌ ُجنَّة ٌفََلٌيَ ْرف‬
ِ ِ ‫ال‬
َ
ٌ‫ش ْه َوتَهُ ٌمِ ْن ٌأجْ لِي‬
َ ‫ٌو‬َ ُ‫ٌوش ََرابَه‬ َ ُ‫طعَا َمه‬ ْ
َ ٌ ُ‫يح ٌالمِ سْكِ ٌيَتْ ُرك‬ ‫ٌر‬ِ ‫ن‬ْ ِ‫ٌم‬ ‫ى‬َ ‫ل‬ ‫ا‬َ ‫ع‬َ ‫ت‬ٌ ٌ
ِ َّ
‫ٌَّللا‬ َ ‫د‬‫ن‬ْ ‫ع‬
ِ ٌ ‫ب‬
ُ َ ‫ي‬‫ط‬ْ َ ‫أ‬ ٌ ‫ِم‬
ِ ‫ئ‬‫ا‬ ‫ص‬
َّ ‫ٌال‬ ‫م‬
ِ َ ‫ف‬ ٌ ‫وف‬
ُ ُ‫لَ ُخل‬
ِ
(١٢٤١:‫ٌنمرة‬،١٩٩٢ٌ،‫سنَةٌُ ِبعَ ْش ِرٌأ َ ْمثَا ِل َهاٌ(بخرى‬ َ ‫ٌِو ْال َح‬
َ ‫ِيٌوأَنَاٌأَجْ ِزيٌ ِبه‬ َ ‫صيَا ُمٌل‬ ِ ِ ‫ال‬
Artinya:
Puasa itu benteng, maka (orang yang melaksanakannya) janganlah
berbuat kotor (rafats) dan jangan pula berbuat bodoh. Apabila ada
orang yang mengajaknya berkelahi atau menghinanya maka
katakanlah aku sedang shaum (ia mengulang ucapannya dua kali).
Dan demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh bau mulut
orang yang sedang shaum lebih harum di sisi Allah Ta'ala dari pada
harumnya minyak misik, karena dia meninggalkan makanannya,
minuman dan nafsu syahwatnya karena Aku. Shaum itu untuk Aku

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 111


Nilai - nilai Pendidikan Akhlaq dalam al-Qur’an

dan Aku sendiri yang akan membalasnya dan setiap satu kebaikan
dibalas dengan sepuiluh kebaikan yang serupa.

3. Melatih Kedisiplinan
Ketika berpuasa, manusia harus berlatih disiplin untuk mengatur
waktu yang ada, sehingga semuanya dapat berjalan dengan baik. Manusia
juga dilatih mengatur asupan gizi sehingga dapat terpenuhi selama sehari
semalam dengan jadwal yang berbeda. Dengan puasa, manusia dilatih untuk
menjadi pribadi disiplin.
Jadwal makan pada waktu puasa menjadi lebih teratur. Sarapan pada
dini hari yang biasa dikenal dengan sahur dan makan malam yang dikenal
dengan berbuka puasa sudah diatur waktunya. Mencuri star satu menit saja
untuk makan malam sudah cukup untuk membatalkan puasa. Demi-kian
pula dengan mengundurkan makan pagi (sahur) satu menit saja sudah masuk
waktu subuh.
Di sini, manusia dilatih untuk berdisiplin dengan diri sendiri, dengan
tubuhnya, dan dengan Tuhannya. Jangankan terhadap barang yang sangat
jelas diharamkan, terhadap barang yang dihalalkan saja jika belum wak-
tunya, manusia tidak boleh menjamahnya. Ini merupakan bentuk disiplin
tingkat tinggi.

4. Mempunyai Kepekaan Sosial


Puasa menuntut seorang muslim menghindari perbuatan keji dan
tercela. Sebab sedikit saja ia berkata atau berlaku keji, rusaklah ibadah puasa
yang dijalankannya. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW :
ٌ:‫ٌنمرة‬،١٩٩٢ٌ،‫ٌُوش ََرابَهٌُ(بخرى‬
َ ‫طعَا َمه‬ َ َ‫ٌّلِل ٌ َحا َجةٌفِيٌأ َ ْن ٌيَد‬
َ ٌ‫ع‬ َ ‫ٌو ٌْالعَ َم َل ٌ ِبهٌِفَلَي‬
ِ َّ ِ ‫ْس‬ َ ‫ور‬ ُّ ‫َم ْن ٌلَ ْم ٌيَدَعٌَُْ ْو َل‬
ِ ‫ٌالز‬
(١٢٢١
Artinya:
Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan keji dan berbuat keji,
Allah tidak butuh orang itu meninggalkan makan dan minumnya.

112 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Jumico Randi Wirana

Oleh karena itu, kualitas puasa kita hanya akan terjaga dengan
menahan diri dari berkata dusta dan tindakan jahat seperti menyuap, korupsi,
kolusi dan sebagainya. Sebab, itu semua akan merusak nilai ibadah kita.
Disamping melatih diri untuk sangat berhati-hati dalam bertindak dan
bertutur kata, puasa juga menuntut orang yang melaksanakannya agar
meningkatkan keshalehan sosialnya. Dorongan keshalehan ini akan muncul
ketika orang yang berpuasa merasa lapar dan dahaga. Secara tidak langsung,
hal ini akan mengingatkannya pada saudara-saudaranya, tetangganya, atau
masyarakatnya yang kekurangan bahan makanan. Rasa solidaritas dan
kepekaan pada sesama akan tumbuh dalam dirinya. Maka, tidak heran jika
pada bulan Ramadan, banyak orang yang melaksanakan kegiatan-kegiatan
peduli sosial, seperti memberikan santunan pada fakir miskin, makanan
sahur atau berbuka puasa bersama anak-anak jalanan, anak-anak yatim, dan
sebagainya (Ubaidurrahim el-Hamdy, 2010: 254).

Kesimpulan
1. Nilai-Nilai Kependidikan Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat
183-187
Berdasarkan pembahasan-pembahasan dan analisis pada bab-bab
sebelumya maka dapat disimpulkan bahwa terdapat nilai-nilai kependidikan
dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 183-187. Tujuan utama dari ibadah
puasa adalah membentuk pribadi yang bertakwa. Seoarang yang bertakwa
akan memiliki ciri-ciri diantaranya, jujur, disiplin, sabar dan berjiwa sosial
yang tinggi.

2. Implementasi Nilai-Nilai Kependidikan Surat Al-Baqarah Ayat 183-187


Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Ibadah puasa Ramadan dapat menimbulkan rahmat, kedamaian,
ketenangan, kesucian jiwa, akhlak mulia dan perilaku yang indah di tengah-
tengah masyarakat. Dalam pelaksanaan ibadah puasa seseorang dituntut

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 113


Nilai - nilai Pendidikan Akhlaq dalam al-Qur’an

untuk disiplin dan berlaku jujur. Hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan
ibadah puasa yang harus sesuai dengan waktunya. Tidak boleh dilaksanakan
sebelum tiba waktunya, dan tidak boleh dilaksanakan setelah lewat.
Demikian pula puasa mengajarkan pelakunya untuk senantiasa berlaku jujur,
karena puasa merupakan ibadah yang tidak melibatkan demonstrasi fisik
yang gampang terlihat oleh orang. Ia lebih bertumpu pada aktivitas yang
hanya diketahui oleh pelaku dan Tuhannya. Puasa juga mengajarkan
seseorang agar terbiasa bersabar seperti halnya bersabar dalam
mempertahankan kesempurnaan ibadah puasanya sehingga tidak melakukan
perbuatan yang mengurangi nilai puasanya atau hal yang membatalkanya.
Kemudian orang yang berpuasa akan mempunyai jiwa sosial yang tinggi.
Saat Ramadan dilatih untuk disiplin dengan sahur dan berbuka pada
waktu yang telah ditentukan, maka di luar Ramadan pun harus berkomitmen
untuk senantiasa disiplin waktu. Karena tidak disiplin waktu akan berakibat
melemahnya produktifitas kerja. Saat berpuasa Ramadan dilatih untuk
bersikap jujur dan merasakan adanya pengawasan Allah SWT, maka usai
Ramadan harus berkomitmen untuk berperilaku jujur dan menghadirkan
Allah dalam setiap aktifitasnya. Dengan kehadiran Allah SWT dalam setiap
aktivitas dan perilakunya, maka seseorang akan senantiasa terbimbing dari
perbuatan-perbuatan yang dilarang-Nya. Saat puasa Ramadan juga dilatih
untuk senang berinfak, maka setelah Ramadan berkomitmen untuk peduli
terhadap mereka yang membutuhkan pertolongan.

Daftar Pustaka
Abdurrahman. 1992. Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: CV
Akademika Presindo.

Ali, Atabik A. Zuhdi Muhdlor. 2003. Kamus Kotemporer Arab


Indonesia. Yogyakarta: Multikarya Grafika.

114 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Jumico Randi Wirana

Anwar, Abu. 2002. Ulumul Qur'an Sebuah Pengantar. Pekanbaru:


Amzah.

Asrori. 2012. Tafsir Al-Asraar: Bahan Kultum Pengajian Jilid 1.


Yogyakarta: Daarut Tajdiid.

Baidan, Nashruddin. 2005. Wawasan Baru Ilmu Tafsir.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Departemen Agama RI. 2009. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang


Disempurnakan). Cet. III. Jakarta: CV Darus Sunnah.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa


Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Djalal, Abdul. 2000. Ulumul Qur’an 1. Surabaya: Dunia Ilmu.

El-Hamdy, Ubaidurrahim. 2010. Rahasia Kedahsyatan Puasa Senin


Kamis. Jakarta Selatan: Wahyu Media.

Farmawi, Abdul Hayy. 1977. Al Bidayah fi al Tafsir al Maudhu’I.


Mesir: Mathaba’at al Hadharat al Arabiyah.

Hadi, Sutrisno. 2004. Metodologi Research. Yogyakarta: Yayasan


Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Hasan, Kholiq. 2008. Tafsir Ibadah. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.

Hasby ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad. 2000. Tafsir al-


Qur’anul Majid an-Nur (jilid 1). Semarang: Pustaka Rizki
Putra.

__________ . 2014. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Semarang: Pustaka Rizki


Putra.

Huberman, Miles. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.

Mahali, Mudjab. 1989. Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman al-


Qur’an. Jakarta Utara: CV Rajawali.

Mandzur, Ibnu. 1996. Lisanul ‘Arob. Beirut: Darus Shodar.

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 115


Nilai - nilai Pendidikan Akhlaq dalam al-Qur’an

Maslikhah. 2009. Ensiklopedia Pendidikan. Salatiga: STAIN


Salatiga Press.

Muhammad al-Toumy al-Syaibany Omar. 1979. Falsafatul Tarbiyah


al-Islamiyah terj. Hasan Langgulung: filsafat pendidikan
Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Munawir, Ahmad Warson. 1984. al-Munawir Kamus Arab


Indonesia. Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-Buku Ilmiah
Keagamaan Pondok pesantren al-Munawir.

Nursyam, Fakhruddin. 2008. The Great Power Of Ramadhan. Solo:


Era Intermedia.

Purwadarminta. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:


Balai Pustaka.

Qarni, ‘Aidh. 2007. Tafsir Muyassar. Jakarta: Qisthi Press.

Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Razak, Nasruddin. 1989. Dienul Islam. Bandung: Alma’arif.

Rifa’i, Muhammad Nasib. 1999. Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema


Insani.

Salim, Peter. 1985. Dictionary: The Contempory English Indonesia.


Jakarta: Modern English Press.

Suma, Muhammad Amin. 1997. Tafsir Ahkam. Jakarta: Logos


Wacana Ilmu

Shihab, M. Quraish. 2012. Tafsir al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.

Supandi, Irfan. 2008. Ensiklopedia Puasa. Surakarta: Indiva Pustaka.

Suyuthi, Jalaluddin. 2000. Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis


Turunnya al-Qur’an. Bandung: Diponegoro.

116 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Eva Intan Sari

PENGARUH POLA ASUH OTORITER ORANG TUA


TERHADAP PERILAKU KEAGAMAAN SISWA

Eva Intan Sari


Instansi

Abstract
The background of this research is the number of parents who expect their
children to be excellent and have a good religious behavior. Therefore
researchers are searching for on the Influence Parenting Authoritarian
Parents against Religious Behavior Grade VIII MTs Salatiga.
The purpose of this study was (1) To determine the authoritarian parenting
parents MTs Salatiga. (2) To know the religious behavior of students MTs
Salatiga. (3) To determine the influence of authoritarian upbringing of
parents to religious behavior MTs students Salatiga. This study uses the
quantitative data collection techniques by Likert scale questionnaire as for
the population of students of class VIII MTs Salatiga with the number of
255 students and 50 students in grab samples with random sampling. Data
analysis used a percentage formula in the beginning and product moment in
advance. The results showed that (1) the pattern of authoritarian parents as
many as 37 students with a percentage of 74% to the category (2) Religious
behavior as many as 25 students with a percentage of 50% with a high
category (3) The negative influence between the authoritarian parenting
parents with behavior religious students of class VIII MTs Salatiga. This
hypothesis has been accepted, the higher the authoritarian parenting parents,
the religious behavior of the lower student at MTs Salatiga. Having analyzed
using the technique of product moment correlation r-xy values obtained -
0.380 which is smaller than the r-value with level of significant 1% (0,361)
by the N = 50.

Keywords: authoritarian parenting, parents, religious behavior

Pendahuluan
Keluarga adalah faktor pertama dan utama yang mempengaruhi
kehidupan, pertumbuhan dan pengembangan seseorang. Lingkungan
pertama yang mempunyai peran penting adalah lingkungan keluarga. Di
sinilah, anak dilahirkan, dirawat, dan dibesarkan. Di sini juga proses
pendidikan berawal. Orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anak.

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 117


Pengaruh Pola Asuh Otoriter Orang Tua Terhadap Perilaku Keagamaan Siswa

Karena, orang tua (ayah) adalah orang yang pertama kali melafazhkan adzan
dan iqamah di telinga anak di awal kelahirannya. Orang tua adalah orang
pertama kali mengajarkan anak berbahasa dengan mengajari anak
mengucapkan kata ayah, ibu, nenek, dan anggota keluarga lainnya. Orang
tua adalah orang yang pertama mengajarkan anak bersosialisasi dengan
lingkungan sekitarnya (Musbikin, 2009: 111). Bahkan lebih di tegas kan lagi
dalam hadits Nabi yaitu:
َ ٌُ ‫سلَّ َمٌ َماٌمِ ْنٌ َم ْولُودٌٍإِ ََّلٌيُولَ ٌد‬
ٌ‫علَى‬ َ ‫علَ ْيه‬
َ ‫ٌِو‬ َّ َّ‫صل‬
َ ٌُ‫ىٌَّللا‬ ِ َّ ‫سول‬
َ ٌ‫ٌَُّللا‬ َ ‫ٌَّللاٌُ َع ْنهٌَُُالٌََُال‬
ُ ‫ٌَر‬ َّ ‫ي‬ َ ‫ض‬ َ ‫ع ْنٌأَبِيٌه َُري َْرة‬
ِ ‫ٌَر‬ َ
َ ‫ص َرانِهٌِأ َ ْوٌيُ َم ِج‬
‫سانِ ٌِه‬ ْ ‫ْالف‬
ِ ِ َ‫ِط َرةٌِفَأَبَ َواهٌُيُ َه ِودَانِهٌِأ َ ْوٌيُن‬
“Dari Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah saw. bersabda:
“Tiadalah seorang dilahirkan melainkan dalam keadaan fitrah,
maka ayah ibunyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau
Majusi.” (HR. Bukhari)

Hadits di atas menjelaskan bahwa orang tualah yang pertama kali


menanamkan nilai-nilai aqidah, akhlak dan ibadah seorang anak. Oleh
karena itu, pola asuh orang tua dalam mendidik anak sangatlah penting.
Dengan mengajarkan keagamaan anak dan juga bersikap atau berperilaku
yang baik.
Fungsi dan Peran Orang Tua dalam keluarga bahwa orang tua
merupakan orang pertama yang bertanggung jawab terhadap proses
hubungan dalam keluarga, antara lain sebagai tauladan bagi anak,
mengarahkan tata cara bergaul dan pendidikan bagi anak-anaknya. Dan
untuk melaksanakan semua itu orang tua harus memerankan fungsi sebagai
pelindung, pemelihara dan juga sebagai pendidik.
Kepribadian tumbuh dan berkembang sepanjang hidup manusia,
terutama sejak lahir sampai masa remaja yang selalu berada dilingkungan
keluarga, diasuh oleh orang tua, dan bergaul dengan anggota keluarga
lainnya. Setiap hari berada di rumah dan hanya beberapa jam saja berada di
sekolah atau tempat lainnya di luar rumah. Karena itu, dapat dipahami cukup

118 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Eva Intan Sari

besar pengaruh dan peranan keluarga serta orang tua dalam membentuk
pribadi seorang anak (Ahmadi, 2005: 167).
Pembinaan perilaku keagamaan anak sangat berpengaruh kepada
kepribadian anak jika memandang sifat anak yang suka meniru perilaku
orang lain. Seperti dalam teori belajar sosial dari Albert Bandura
menurutnya sebagian besar perilaku individu diperoleh sebagai hasil belajar
melalui pengamatan atas tingkah laku yang ditampilkan oleh orang lain yang
dijadikan sebagai model. Maka dari itu membutuhkan peran dari semua
kalangan tidak hanya guru yang mengajarkan pendidikan agama islam
namun peran orang tua juga sangat berpengaruh pada perkembangan anak.
Orang tua berperan sebagai model yang ditiru anak, orang tua berperan
mendorong prestasi anak dan perkembangan perilaku anak.
Baumrind dalam (Santrock, 2002: 257) menyatakan bahwa pola
asuh otoriter adalah suatu gaya pengasuhan yang membatasi dan
menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang
tua dan menghormati pekerjaan dan usaha.
Melihat dari gaya pengasuhan tersebut maka cenderung anak akan
tertekan dalam mengerjakan sesuatu karena selalu didesak orang tua. Dalam
hal ini anak tidak diberi kesempatan untuk bermusyawarah dengan orang
tua. Orang tua menerapkan peraturan-peraturan yang tegas dan tidak
memberi peluang kepada anak untuk memutuskan sendiri keinginannya.
Dan seringkali orang tua akan menerapkan kekerasan dalam mendidik anak.
Pola asuh otoriter ini akan mengakibatkan tidak adanya kebebasan anak,
inisiatif anak dan juga aktivitasnya menjadi berkurang, cenderung anak
menjadi tidak percaya diri pada kemampuannya.
Perkembangan anak dalam belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah faktor internal dan eksternal (Sholeh, 2005: 47) seperti
unsur fisiologis atau faktor keturunan(warisan) hal ini seperti orang tuanya
memiliki sifat pemarah maka anaknya pun besar kemungkinan anak itu akan
memiliki sifat yang pemarah. dan psikologis hal ini adalah faktor

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 119


Pengaruh Pola Asuh Otoriter Orang Tua Terhadap Perilaku Keagamaan Siswa

kecerdasan anak dan juga faktor eksternal salah satunya adalah faktor
keluarga hal ini seperti anak yang pengasuhan orang tua menggunakan pola
asuh otoriter dengan kekerasan maka anak akan belajar kekerasan pula.
Banyak orang tua yang mengharapkan anak untuk berprestasi juga
memiliki perilaku keagamaan yang baik. Oleh karena itu orang tua banyak
menerapkan pola asuh otoriter yang kurang sesuai dengan kondisi anak.
Sehingga hal ini justru akan membawa hubungan antara orang tua dengan
anak menjadi kurang baik.
Sedangkan seorang anak mengharapkan lingkungan keluarga yang
hangat, terjalin komunikasi yang baik, kebersamaan, dan juga keteladan dari
orang tua yang dapat dicontoh oleh anak. Hal ini dapat dicontoh seorang
anak yang terbiasa dengan pola asuh orang tua yang memaksa dan keras
maka anak cenderung anak mengikuti hal itu dikemudian harinya.
Oleh karena itu dengan adanya pemahaman tentang pola asuh
otoriter orang tua diharapkan dapat mencegah perilaku orang tua yang
kurang sesuai dalam mendidik anak.
Berdasarkan dari uraian diatas, maka penulis tertarik mengadakan
penelitian dan pembahasan yang terkait dengan judul “PENGARUH POLA
ASUH OTORITER ORANG TUA TERHADAP PERILAKU
KEAGAMAAN SISWA KELAS VIII MTs NEGERI SALATIGA

Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan di teliti
adalah:
1. Bagaimana pola asuh otoriter orang tua siswa MTs Negeri Salatiga?
2. Bagaimana perilaku keagamaan siswa MTs Negeri Salatiga?
3. Adakah pengaruh pola asuh otoriter orang tua terhadap perilaku
keagamaan siswa MTs Negeri Salatiga?

Tinjauan Pustaka

120 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Eva Intan Sari

A. Pola Asuh Otoriter


Pola asuh merupakan pola interaksi orang tua dengan anak dalam
rangka pendidikan karakter anak (Muslich, 2011:100). Baumrind Dalam
(Santrock, 2002: 257) menyatakan bahwa pola asuh otoriter adalah suatu
gaya pengasuhan yang membatasi dan menghukum yang menuntut anak
untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan menghormati pekerjaan
dan usaha.
Pola asuh otoriter orang tua adalah sesuatu cara, interaksi atau
komunikasi orang terhadap anak yang menerapkan sistem pengasuhan yang
kaku dan memaksa anak agar mengikuti perintah orang tua.
Adapun indikator dari pola asuh otoriter adalah :
a. Kedisiplinan yaitu orangtua menerapkan disiplin dan kontrol yang ketat
b. Kepatuhan yaitu anak harus tunduk dan patuh kepada aturan orangtua,
dan orangtua akan menghukum jika anak menglanggar
c. Orangtua menilai sikap dan perilaku anak dengan standar mutlak
(Suparwi, 2013: 25).

B. Perilaku Keagamaan
Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan
atau lingkungan (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 859), sedangkan
menurut A. Bandura bahwa perilaku terbentuk bergantung pada pengaruh
orang lain dan kondisi stimulus (Muhibbin, 1995: 107). Maka perilaku
adalah suatu tindakan yang dilakukan terwujud dalam bentuk sikap tidak
hanya ucapan saja.
Keagamaan merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada
Tuhan dan kumpulan aturan-aturan yang terangkum dalam kitab suci
(Faridi, 2002: 19). Perilaku dalam konteks islam indikatornya adalah akhlak
yang sempurna. Akhlak yang sempurna mesti dilandasi oleh ajaran Islam
(Tohirin, 2005: 61).

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 121


Pengaruh Pola Asuh Otoriter Orang Tua Terhadap Perilaku Keagamaan Siswa

Perilaku keagamaan dalam penelitian ini adalah tentang nilai-nilai


agama dan ke dalam kepercayaan yang diekspresikan dengan melakukan
ibadah sehari-hari, berdoa, dan membaca kitab suci (Hawari, 1996:5).
Perilaku keagamaan adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk
mendekatkan diri kepada Allah yakni dengan melakukan ibadah, berdo’a dll.
Adapun indikator dari perilaku keagamaan adalah:
a. Melaksanakan shalat wajib lima waktu dengan baik
b. Melaksanakan shalat sunah dengan baik
c. Membaca doa sehari-hari dengan baik
d. Membaca Al-Quran dengan baik (Sodikin, 2014: 9).

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dan metode
korelasional. Untuk mencari hubungan variabel yang satu dengan variabel
yang lain.

Pembahasan
A. Analisis Data
Peneliti akan menganalisis data yang telah terkumpul sehingga
diketahui ada tidaknya Pengaruh antara Pengaruh Pola Asuh Otoriter Orang
Tua Terhadap Perilaku Keagamaan Siswa Kelas VIII MTs Negeri Salatiga.
Analisis ini diperlukan untuk mengetahui tujuan penelitian.
Maka data yang diperoleh akan dianalisis statistik dan analisa
kuantitatif. Dalam menganalisis data tersebut peneliti menggunakan teknik
product moment sebagai berikut:

n XY  ( X )( Y )
rxy 
{n X 2  ( X ) 2 }{n Y 2  ( Y ) 2 }

122 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Eva Intan Sari

Keterangan:
rxy : koefisien korelasi
N :jumlah
X :Nilai variabel 1
Y :Nilai variabel 2

Langkah selanjutnya yaitu menyiapkan tabel nilai pola asuh Otoriter


orang tua dan tabel nilai perilaku keagamaan dan tabel kerja untuk mencari
koefisien korelasi antara variabel pola asuh Otoriter orang tua dan Perilaku
keagamaan.
1. Data Tentang Pola Asuh Otoriter Orang Tua
Setelah data terkumpul yakni angket pola asuh otoriter orang tua
yang terdiri dari 25 pertanyaan. Dan masing-masing pertanyaan disediakan
empat alternatif jawaban yakni:
a. Alternatif jawaban SS (Sangat Setuju) memiliki nilai 4
b. Alternatif jawaban S (Setuju) memiliki nilai 3
c. Alternatif jawaban TS (Tidak Setuju) memiliki nilai 2
d. Alternatif jawaban STS (Sangat Tidak Setuju) memiliki nilai 1

Kemudian untuk mengetahui pola asuh otoriter orang tua dengan 25


pertanyaan diketahui nilai tertinggi adalah 82 dan nilai terendah adalah 42,
maka berdasarkan rumus interval sebagai berikut:
(𝑋𝑡−𝑋𝑟)+ 1
i=
𝐾𝑖
keterangan:
i = interval item
Xt = nilai tertinggi ideal
Xr = nilai terendah ideal
Ki = kelas inteval

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 123


Pengaruh Pola Asuh Otoriter Orang Tua Terhadap Perilaku Keagamaan Siswa

Kemudian dimasukkan dalam tabel untuk mengetahui berapa banyak


siswa dipengaruhi pola asuh otoriter orang tua: Tinggi, Sedang, maupun
Rendah.
i = (Xt-Xr)+1
Ki
= 100-25+1
3

=25
Tabel 4.1
Pola Asuh Otoriter Orang Tua
Interval Jumlah Siswa Nilai Nominasi
76-100 12 A
51-75 37 B
25-50 1 C
Jumlah 50 -

Maka dari pada itu dapat diketahui:


a. Pola asuh otoriter orang tua yang mendapatkan nilai tinggi antara 76-
100 adalah 12 siswa.
b. Pola asuh otoriter orang tua yang mendapatkan nilai Sedang antara 51-
75 adalah 37 siswa.
c. Pola asuh otoriter orang tua yang mendapatkan nilai Rendah antara 25-
50 adalah 1 siswa.

124 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Eva Intan Sari

Tabel 4.2
Nilai Nominasi Pola Asuh Otoriter Orang Tua
Nilai Nilai
No Nilai No Nilai
Nominasi Nominasi
1 66 B 26 72 B
2 82 A 27 71 B
3 58 B 28 56 B
4 76 A 29 63 B
5 65 B 30 70 B
6 76 A 31 67 B
7 77 A 32 42 C
8 63 B 33 71 B
9 53 B 34 54 B
10 63 B 35 76 A
11 76 A 36 59 B
12 55 B 37 73 B
13 76 A 38 74 B
14 51 B 39 64 B
15 64 B 40 66 B
16 58 B 41 69 B
17 58 B 42 58 B
18 76 A 43 81 A
19 59 B 44 52 B
20 55 B 45 73 B
21 77 A 46 59 B
22 72 B 47 78 A
23 67 B 48 63 B
24 77 A 49 66 B
25 66 B 50 65 B

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 125


Pengaruh Pola Asuh Otoriter Orang Tua Terhadap Perilaku Keagamaan Siswa

Setelah diketahui berapa banyak siswa yang memperoleh nilai


tinggi, sedang dan rendah, kemudian masing-masing variabel
diprosentasekan dengan rumus:

P=

Keterangan:
P = Prosentase
F = Frekuensi
N = Jumlah responden
100 = Bilangan Konstan

a. Untuk mengetahui pola asuh otoriter orang tua, siswa yang mendapat
nilai A sebanyak 12 siswa :
P=

P=

P=24%
b. Untuk mengetahui pola asuh otoriter orang tua, siswa yang mendapat
nilai B sebanyak 37 siswa :
P=

P=

P= 74%
c. Untuk mengetahui pola asuh otoriter orang tua, siswa yang mendapat
nilai C sebanyak 1 siswa :
P=

P=

P= 2%

126 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Eva Intan Sari

Tabel 4.3
Daftar Prosentase Pola Asuh Otoriter Orang Tua
No Kategori Interval Frekuensi Prosentase Nilai
1 Tinggi (A) 76-100 12 24%
2 Sedang (B) 51-75 37 74%
3 Rendah (C) 25-50 1 2%
Jumlah 50 100%

Dari tabel tersebut kemudian diketahui bahwa:


a. Siswa yang mendapat nilai A pada pola asuh otoriter orang tua
sebanyak 12 siswa dengan prosentase 24%
b. Siswa yang mendapat nilai B pada pola asuh otoriter orang tua
sebanyak 37 siswa dengan prosentase 74%
c. Siswa yang mendapat nilai c pada pola asuh otoriter orang tua
sebanyak 1 siswa dengan prosentase 2%

2. Data Tentang Perilaku Keagamaan


Setelah data terkumpul yakni angket perilaku keagamaan yang
terdiri dari 25 pertanyaan. Dan masing-masing pertanyaan disediakan empat
alternatif jawaban yakni:
a. Alternatif jawaban A memiliki nilai 4
b. Alternatif jawaban B memiliki nilai 3
c. Alternatif jawaban C memiliki nilai 2
d. Alternatif jawaban D memiliki nilai 1
Kemudian untuk mengetahui perilaku keagamaan dengan 25
pertanyaan diketahui nilai tertinggi adalah 89 dan nilai terendah adalah 45,
maka berdasarkan rumus interval sebagai berikut:
i = (Xt-Xr)+1
Ki

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 127


Pengaruh Pola Asuh Otoriter Orang Tua Terhadap Perilaku Keagamaan Siswa

keterangan:
i = interval item
Xt = nilai tertinggi ideal
Xr = nilai terendah ideal
Ki = kelas inteval

Kemudian dimasukkan dalam tabel untuk mengetahui berapa banyak


siswa dipengaruhi perilaku keagamaan : Tinggi, Sedang, maupun Rendah.
i = (Xt-Xr)+1
Ki
= 100-25+1
3

= 25
Tabel 4.4
Perilaku Kegamaan
Interval Jumlah Siswa Nilai Nominasi
76-100 25 A
51-75 24 B
25-50 1 C
Jumlah 50 -

Maka dari pada itu dapat diketahui:


a. Perilaku Keagamaan yang mendapatkan nilai tinggi antara 76-100
adalah 25 siswa.
b. Perilaku Keagamaan yang mendapatkan nilai Sedang antara 51-75
adalah 24 siswa.
c. Perilaku Keagamaan yang mendapatkan nilai Rendah antara 25-50
adalah 1 siswa.

128 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Eva Intan Sari

Tabel 4.5
Nilai Nominasi Perilaku Keagamaan
No Nilai Nilai Nominasi No Nilai Nilai Nominasi
1 77 A 26 80 A
2 61 B 27 73 B
3 71 B 28 85 A
4 73 B 29 80 A
5 78 A 30 59 B
6 59 B 31 76 A
7 66 B 32 57 B
8 86 A 33 65 B
9 83 A 34 66 B
10 56 B 35 59 B
11 77 A 36 65 B
12 83 A 37 81 A
13 77 A 38 69 B
14 77 A 39 72 B
15 84 A 40 61 B
16 83 A 41 76 A
17 74 B 42 76 A
18 76 A 43 67 B
19 71 B 44 77 A
20 67 B 45 55 B
21 89 A 46 76 A
22 79 A 47 45 C
23 80 A 48 72 B
24 71 B 49 77 A
25 78 A 50 75 B

Setelah diketahui berapa banyak siswa yang memperoleh nilai


tinggi, sedang dan rendah, kemudian masing-masing variabel
diprosentasekan dengan rumus:

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 129


Pengaruh Pola Asuh Otoriter Orang Tua Terhadap Perilaku Keagamaan Siswa

P=

Keterangan:
P = Prosentase
F = Frekuensi
N = Jumlah responden
100 = Bilangan Konstan
a. Untuk mengetahui perilaku keagamaan, siswa yang mendapat
nilai A sebanyak 25 siswa :
P=

P=

P=50%
b. Untuk mengetahui perilaku keagamaan, siswa yang mendapat
nilai B sebanyak 24 siswa :
P=

P=

P= 48%
c. Untuk mengetahui perilaku keagamaan, siswa yang mendapat
nilai C sebanyak 1 siswa :
P=

P=

P= 2%

130 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Eva Intan Sari

Tabel 4.6
Daftar Prosentase Perilaku Keagamaan
No Kategori Interval Frekuensi Prosentase Nilai
1 Tinggi (A) 76-100 25 50%
2 Sedang (B) 51-75 24 48%
3 Rendah (C) 25-50 1 2%
Jumlah 50 100%

Dari tabel tersebut kemudian diketahui bahwa:


a. Siswa yang mendapat nilai A pada pola asuh otoriter orang tua
sebanyak 12 siswa dengan prosentase 24%
b. Siswa yang mendapat nilai B pada pola asuh otoriter orang tua
sebanyak 37 siswa dengan prosentase 74%
c. Siswa yang mendapat nilai C pada pola asuh otoriter orang tua
sebanyak 1 siswa dengan prosentase 2%

Tabel 4.7
Persiapan untuk Mencari Korelasi antara Pola Asuh Otoriter Orang Tua
dengan Perilaku Keagamaan
No X Y X2 Y2 XY
1 66 77 4356 5929 4620
2 82 61 6724 3721 5002
3 58 71 3364 5041 4118
4 76 73 5776 5329 5548
5 65 78 4225 6084 5070
6 76 59 5776 3481 4484
7 77 66 5929 4356 5082
8 63 86 3969 7396 5418
9 53 83 2809 6889 4399
10 63 56 3969 3136 3528
11 76 77 5776 5929 5852
12 55 83 3025 6889 4565

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 131


Pengaruh Pola Asuh Otoriter Orang Tua Terhadap Perilaku Keagamaan Siswa

13 76 77 5776 5929 5852


14 51 77 2601 5929 3927
15 64 84 4096 7056 5376
16 58 83 3364 6889 4814
17 58 74 3364 5476 4292
18 76 76 5776 5776 5776
19 59 71 3481 5041 4189
20 55 67 3025 4489 3685
21 77 89 5929 7921 6853
22 72 79 5184 6241 5688
23 67 80 4489 6400 5360
24 77 71 5929 5041 5467
25 66 78 4356 6084 5148
26 72 80 5184 6400 5760
27 71 73 5041 5329 5183
28 56 85 3136 7225 4480
29 63 80 3969 6400 5040
30 70 59 4900 3481 4130
31 67 76 4489 5776 5092
32 42 57 1764 3249 2394
33 71 65 5041 4225 4615
34 54 66 2916 4356 3564
35 76 59 5776 3481 4484
36 59 65 3481 4225 3835
37 73 81 5329 6561 5913
38 74 69 5476 4761 5106
39 64 72 4096 5184 4608
40 66 61 4356 3721 4026
41 69 76 4761 5776 5244
42 58 76 3364 5776 4408
43 81 67 6561 4489 5427
44 52 77 2704 5929 4004
45 73 55 5329 3025 4015
46 59 76 3481 5776 4484
47 78 45 6084 2025 3510

132 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Eva Intan Sari

48 63 72 3969 5184 4536


49 66 77 4356 5929 5082
50 65 75 4225 5625 4875
Jumlah 3.308 3.620 222.856 266.360 237.928

Diketahui:
N = 50
ΣX = 3.308
Σ Y = 3.620
Σ X2 = 222.856
Σ Y2 = 266.360
Σ XY = 237.928

Selanjutnya dimasukkan ke dalam rumus product moment


sebagai berikut:

n XY  ( X )( Y )
rxy 
{n X 2  ( X ) 2 }{n Y 2  ( Y ) 2 }

Keterangan:
rxy : koefisien korelasi
N :jumlah
X :Nilai variabel 1
Y :Nilai variabel 2

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 133


Pengaruh Pola Asuh Otoriter Orang Tua Terhadap Perilaku Keagamaan Siswa

= -0,380150

B. Interpretasi Data
Setelah diperoleh nilai tersebut, langkah selanjutnya adalah
mengadakan konsultasi hasil perhitungan (rxy) dengan tabel statistik sebagai
berikut:
- Jika rxy < tabel r product moment: maka Ha diterima
- Jika rxy > tabel r product moment: maka Ho ditolak
Keterangan:
Ha: Ada pengaruh negatif yang signifikan antara variabel x dan y
Ho: Tidak ada pengaruh negatif yang signifikan antara variabel xdan y
Kemudian hasil tersebut dikonsultasikan dengan tabel r, dengan N
(responden)50.r tabel taraf signifikan 5% adalah 0,279, dan signifikan 1%
diperoleh 0,361 dari hasil penelitian diketahui rxy adalah -0,380 lebih kecil.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh pola asuh
otoriter orang tua terhadap perilaku keagamaan berada pada kategori rendah.
Maka hipotesis penelitian ini diterima dengan tingkat hubungan yang
rendah. Koefisien korelasi yang negatif memperlihatkan bahwa variabel
Pola Asuh Otoriter Orang Tua menunjukkan semakin tinggi pola asuh
otoriter orang tua maka semakin rendah perilaku keagamaan siswa. Dan
sebaliknya semakin rendah pola asuh otoriter orang tua maka semakin tinggi
perilaku keagamaan siswa.

134 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Eva Intan Sari

Hasil pemaparan tersebut menunjukkan bahwa ada korelasi negatif


antara pola asuh otoriter orang tua terhadap perilaku keagamaan siswa kelas
VIII MTs Negeri Salatiga. Hubungan negatif antara variabel pola asuh
otoriter orang tua dengan Perilaku Keagamaan siswa hal ini disebabkan
karena sikap orang tua yang memberikan pengawasan yang tinggi dan
kontrol yang berlebihan terhadap perilaku keagamaan siswa. Hal ini sesuai
dengan pendapat Baumrind (Santrock, 2002: 257)orang tua yang
menerapkan pola asuh otoriter cenderung yang membatasi dan menghukum
yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua. Tingginya
dalam menerapkan aturan-aturan dalam keluarga namun rendah dalam
penerimaan dan kehangatan yang jarang ditampakkan oleh orang tua.
Cenderung anak tidak bahagia dengan apa yang dia lakukan, karena
perhatian orang tua yang berlebihan maka akan menimbulkan sifat
pembangkang dalam diri anak. Maka dari itu menjadikan perilaku
keagamaan siswa menjadikan rendah.
Berdasarkan hasil koefisien korelasi yang diperoleh yakni berupa
hubungan negatif bahwa semakin tinggi pola asuh otoriter orang tua
semakin rendah perilaku keagamaan siswa. Sebaliknya semakin rendah pola
asuh otoriter orang tua maka semakin tinggi perilaku keagamaan siswa.
Orang tua menerapkan tingkat pengawasan dan kontrol yang tinggi namun
rendah penerimaan dan kasih sayang terhadap siswa. Keadaan seperti ini
akan menyebabkan perilaku keagamaan siswa menurun.
Berdasarkan hasil statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh negatif antara pola asuh otoriter orang tua terhadap perilaku
keagamaan siswa kelas VIII di MTs Negeri Salatiga tahun pelajaran
2015/2016.

Kesimpulan

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 135


Pengaruh Pola Asuh Otoriter Orang Tua Terhadap Perilaku Keagamaan Siswa

Berdasarkan dari hasil penelitian yang lakukan tentang Pengaruh


Pola Asuh Otoriter Orang Tua terhadap Perilaku Keagamaan siswa kelas
VIII MTs Negeri Salatiga, maka peneliti dapat simpulkan sebagai berikut :
1. Pola asuh otoriter orang tua menunjukkan kategori dengan rincian
sebagai berikut prosentase tinggi 24%, sedang 74% dan rendah 2%.
2. Perilaku keagamaan menunjukkan kategoridengan rincian sebagai
berikut prosentase tinggi 50%, sedang 48% dan rendah 2%.
3. Pengaruh negatif antara pola asuh otoriter orang tua dengan perilaku
keagamaan diperoleh rxy sebesar -0,380 setelah dikonsultasikan
dengan tabel product moment denganN 50 pada taraf signifikansi 1%
(0,361) maka to<tabel (-0,380<0,361). Dengan demikian harga r
observasi lebih kecil dari r tabel, baik taraf signifikan 1%. Dinyatakan
apabila r observasi lebih kecil dari r tabel maka ada hubungan yang
negatif dan hipotesis yang menyatakan pengaruh negatif antara pola
asuh otoriter orang tua terhadap perilaku keagamaan diterima

Daftar Pustaka
Ahmadi, Abu & Noor Salimi. 1991. Dasar-dasar Pendidikan Agama
Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa
Indonesia edisi ketiga. Balai Pustaka.
Faridi. 2002. Agama Jalan Kedamaian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hawari, Dadang. 1997. Doa dan Dzikir sebagai Pelengkap Terapi
Medis. Jakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa.
Muhibbin, Syah. 1995. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Santrock, John. 2002. Life-Span Development Perkembangan Masa
Hidup Jilid 1. Alih bahasa Juda Damanik. Jakarta:
Erlangga.
Sholeh , Abu Ahmadi Munawar. 2005. Psikologi Perkembangan.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Tohirin. 2005. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

136 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Sari Famularsih

POLA PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK JALANAN


DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN

Sari Famularsih
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga
email: [email protected]

Abstract
This article simply reveal about the importance of religious formation to
form the personality of street children which is the identity of the individual
has the hallmark of a moeslim, both shown in the behaviour and attitude of
her inner outwardly. Some people judge the street children as a child too
quickly into adult life, working for a long time to get a wage under
conditions dangerous for their physical development and health, as well as
Miss access to education. The cultivation of the religious for the street
children of lahiriyah behaviour such as walking, eating, drinking,
communicating with parents, friends and others is very necessary. As
examples of such inner Frank Burton Cheyne behavior, sincere, don't envy
and other commendable attitude arising from within. The construction of the
Islamic religion, addressed to children will be able to provide a steady view
of life based on the values of Islam, was also able to get used to think,
behave and behave according to the norms of Islam or personality in
accordance with the teachings of Islam though has a different default
factors.

Keywords: coaching, personality, religious

Pendahuluan
Istilah anak jalanan lebih sering didengar dengan anak yang
dekat pada kebebasan dalam diri berdampak pada pola hidup yang
ia alami. Manusia merupakan makhluk yang dilahirkan dalam
keadaan lemah dan tidak berdaya, namun dengan demikian ia telah
mempunyai potensi bawaan yang bersifat laten. Dalam
perkembangannya manusia dipengaruhi oleh pembawaan dan

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 137


Pola Pembinaan Keagamaan Anak Jalanan dalam Membentuk Kepribadian

lingkungan, dan salah satu sifat hakiki manusia adalah mencapai


kebahagiaan, dan untuk mencapai kebahagiaan itu manusia
membutuhkan agama (Ismail, 2001:219). Sejak dilahirkan anak
membawa fitrah beragama, fitrah ini baru berfungsi setelah melalui
proses bimbingan dan latihan. Fitrah dapat bermakna potensi untuk
beragama, keinginan beragama, juga potensi untuk tidak beragama.
Kecenderungan potensi itu tidak akan berubah-ubah, artinya
memang demikian manusia diciptakan. Dengan demikian, manusia
sejak lahir sudah membawa potensi untuk beragama. Agama adalah
aturan-aturan dari Tuhan Yang Maha Esa, petunjuk kepada manusia
agar dapat selamat dan sejahtera/bahagia hidupnya di dunia dan
akhirat dengan petunjuk serta teladan-teladan Nabi beserta kitabnya
(Marimba,1989:128).
Apabila manusia telah memilih suatu agama sebagai anutan,
ia berkewajiban untuk melaksanakan ajaran dari perintah-perintah
agama tersebut. Agar dapat melaksanakan dengan benar maka
sebelumnya harus mengetahui terlebih dahulu apa-apa yang
dikehendaki untuk dijalankan dan harus mempelajari bagaimana
cara melaksanakan perintah-perintah agama tersebut. Dalam hal ini
pelaksanaan ajaran-ajaran agama, setiap pemeluk agama (Islam)
diharapkan dapat melaksanakan atau mengamalkan ajaran-ajaran
agamanya dalam kehidupan sehari-hari seperti adanya kewajiban
untuk menjalankan ibadah shalat, puasa, zakat, dan haji. Bahkan
bagi umat Islam seluruh kehidupannya idealnya adalah untuk
beribadah kepada Allah.
Hal ini sesuai tujuan diciptakannya manusia yang merupakan tujuan
pokok dalam pendidikan agama Islam, manusia itu diciptakan tak lain
hanyalah untuk beribadah/mengabdi kepada Allah. Sebagaimana tersebut
dalam Al-Qur’an surat Adz Dzariyat ayat 56 yang berbunyi :

138 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Sari Famularsih

ٌٌٌٌ﴾٨٤:‫ُونٌٌٌٌ﴿الذاريات‬ ٌ َّ ِ‫نسٌٌٌٌإ‬
ٌِ ‫َلٌٌٌٌ ِل َي ْعبُد‬ ٌَ ‫اْل‬ ٌَّ ‫َو َماٌٌٌٌ َخلَ ْقتٌٌٌٌٌُ ْال ِج‬
ِ ْ ‫نٌٌٌٌ َو‬
Artinya : “Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia itu kecuali
hanyalah untuk beribadah kepada-Ku” (QS Adz Dzariat:862).

Mengingat pentingnya peranan agama tersebut maka agama perlu


diketahui, digali, dipahami serta diamalkan oleh setiap pemeluk agama.
Dalam hal ini khususnya pemeluk agama Islam, sehingga nantinya akan
benar-benar menjadi milik dan kepribadian dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu usaha untuk mencapai hal tersebut dengan melalui pendidikan
yaitu pendidikan agama Islam. Melalui pendidikan manusia disuruh untuk
berfikir, menggunakan akal sesuai dengan fungsinya guna mencapai
pengetahuan yang benar. Selain itu Allah telah menugaskan Rasulullah
untuk mengajarkan ilmu kepada umat manusia dan berkewajiban mencari
ilmu pengetahuan sebagai modal hidup dan kehidupannya. Adapun cara
pendidikan untuk menanamkan dalam diri anak-anak nilai-nilai agama dan
budaya islami yang benar, pendidik juga harus mengajarkan anak-anaknya
moral Islami dan memberitahukan kepada mereka ketentuan-ketentuan
syariat agama (M Zuaihaili,2002:64).
Masyarakat juga kerkewajiban memberikan pendidikan bagi
anggotanya atau biasa disebut pendidikan yang bersifat informal. Karena di
masyarakatlah anak-anak melihat, meniru dan mencontoh apa yang
dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya, jika contoh yang diberikan oleh
masyarakat itu baik dan positif maka generasi mudanya akan terpengaruh
berperilaku dan berkepribadian baik pula. Memang diakui bahwa pengaruh
masyarakat berperan besar dalam pembentukan kepribadian anak.
Di samping masyarakat, sekolah dan lembaga sosial yang
memberikan pendidikan harus memperhatikan pembinaan agama pada anak
didiknya. Agama Islam bukan sekedar puasa, zakat atau haji, melainkan
juga berisi norma-norma dan nilai-nilai untuk berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya (orang tua, masyarakat dan alam sekitar). Dengan

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 139


Pola Pembinaan Keagamaan Anak Jalanan dalam Membentuk Kepribadian

demikian materi yang diajarkan harus menyeluruh baik aspek aqidah,


syariah dan akhlak sehingga tujuan pendidikan akan tercapai. Pembinaan
agama Islam khususnya pembinaan yang dilakukan pada anak adalah untuk
mengembangkan sikap, pengetahuan, daya cipta dan ketrampilan pada
anak. Dalam konteks agama Islam dapat dicapai dengan berbagai metode
pendidikan yang sangat menyentuh perasaan, mendidik jiwa dan
mengembangkan semangat menjalankan agama (keberagamaan) pada anak
sehingga menjadi anak yang saleh, beriman, taat beribadah, berakhlak
terpuji (Zakiah Darojat,1995:40).

Pembahasan
Istilah bahasa pembinaan berarti usaha, tindakan dan kegiatan yang
diadakan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil
yang lebih baik (Depdiknas,1990:37). Pembinaan juga dapat berarti suatu
kegiatan yang mempertahankan dan menyempurnakan apa yang telah ada
sesuai dengan yang diharapkan.
Dari definisi tersebut dapatlah disimpulkan bahwa pembinaan adalah
suatu usaha/kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan apa yang sudah
ada kepada yang lebih baik (sempurna), baik dengan melalui pemeliharaan
dan bimbingan terhadap apa yang sudah ada (yang sudah dimiliki) serta
juga dengan mendapatkan hal yang belum dimilikinya yaitu pengetahuan
dan kecakapan yang baru. Pembangunan di bidang agama diarahkan agar
semakin tertata kehidupan beragama yang harmonis, semarak dan
mendalam. Serta ditujukan pada peningkatan kualitas keimanan dan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terpeliharanya kemantapan
kerukunan hidup umat beragama dan bermasayarakat dan berkualitas dalam
meningkatkan kesadaran dan peran serta akan tanggung jawab terhadap
perkembangan akhlak serta untuk secara bersama-sama memperkukuh
kesadaran spiritual, moral dan etika bangsa dalam pelaksanaan
pembangunan nasional, peningkatan pelayanan, sarana dan prasarana

140 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Sari Famularsih

kehidupan beragama. Dimaksudkan untuk lebih memperdalam pemahaman


dan peningkatan pengalaman ajaran dan nilai-nilai agama untuk membentuk
akhlak mulia, sehingga mampu menjawab tantangan masa depan.
Peningkatan kualitas keimanan dan ketakwaan Terhadap Tuhan Yang
Maha Esa diarahkan agar dapat menjiwai kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang dilaksanakan melalui pemahaman dan
pengamalan nilai-nilai spiritual, moral, dan etik keagamaan, sehingga
terbentuk sikap batin dan sikap lahir yang setia (A Rahman
Shaleh,2000:204)
Agama berasal dari Bahasa Sansekerta yang artinya tidak kacau,
diambil dari dua suku kata “a” berarti tidak dan “gama” berarti kacau,
secara lengkapnya agama ialah peraturan yang mengatur manusia agar tidak
kacau (Dadang Kahmad, 2000:21). Agama adalah aturan dari Tuhan, untuk
petunjuk kepada manusia agar dapat selamat dan sejahtera atau bahagia
hidupnya di dunia dan akherat dengan petunjuk-petunjuk serta pekerjaan
nabi-nabi beserta kitab-kitab-Nya (Marimba,1989:128).
Jadi agama adalah merupakan aturan-aturan atau perundang-
undangan yang datangnya dari Tuhan diturunkan kepada manusia sebagai
pedoman hidup di dunia akherat agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan
akherat kelak. Agama sebagai refleksi atas cara beragama tidak hanya
terbatas pada kepercayaan saja, tetapi juga merefleksi dalam perwujudan-
perwujudan tindakan kolektifitas umat, bangunan perubahan. Perwujudan-
perwujudan tersebut keluar sebagai bentuk dari pengungkapan cara
beragama sehingga agama dalam arti umum dapat diuraikan menjadi
beberapa unsur/dimensi religiositas.
Agama yang dianggap sebagai suatu jalan hidup bagi manusia (way
of life) menuntun manusia agar hidupnya tidak kacau. Agama befungsi
untuk memelihara integritas manusia dalam membina hubungan dengan
tuhan dan hubungan dengan sesama manusia dan dengan alam yang
mengitarinya. Dengan kata lain, agama pada dasarnya berfungsi sebagai

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 141


Pola Pembinaan Keagamaan Anak Jalanan dalam Membentuk Kepribadian

alat pengatur untuk terwujudnya integritas hidup manusia dalam hubungan


dengan Tuhan dan hubungan dengan alam yang mengitarinya. Agama
merupakan firman Tuhan yang diwahyukan kepada utusannya untuk
disampaikan kepada umat.

A. Makna Keagamaan
Pengamalan berasal dari kata amal yang artinya perbuatan (baik
atau buruk) yang mendapat awalan “pe” dan akhiran “an”, yang berarti
proses. Jadi pengamalan berarti proses perbuatan, melaksanakan,
pelaksanaan, penerapan.
Agama sebagai refleksi atas cara beragama tidak hanya terbatas
pada kepercayaan saja, tetapi juga merefleksi dalam perwujudan-
perwujudan tindakan kolektivitas umat. Perwujudan-perwujudan
tersebut keluar sebagai bentuk dari pengungkapan cara beragama,
sehingga agama dalam arti umum dapat diuraikan menjadi beberapa
unsur, atau dimensi regiositas yaitu emosi keagamaan, sistem
kepercayaan, sistem upacara keagamaan dan umat atau kelompok-
kelompok keagamaan (Muslim Kadir,2002:4). Kemudian yang
dimaksud dengan pengamalan keagamaan disini adalah bagaimana
mengamalkan atau mengaplikasikan ajaran-ajaran agama Islam dalam
kehidupan sehari-hari seperti sholat, puasa, zakat, haji, pergaulan hidup
dalam masyarakat dan yang lainnya.

B. Dasar dan Tujuan Pembinaan Keagamaan


Dalam pembinaan keagmaan bahwa yang menjadi dasar
pembinaan adalah ajaran-ajaran yang ada dalam Al-Qur’an dan al
hadits yang semua telah difirmankan oleh Alah SWT dan telah
disabdakan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana tertulis di dalam al-
Qur’an. Q.S. Ali Imran : 104.

142 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Sari Famularsih

ٌٌٌٌ‫ن‬ َ ٌٌٌٌ ٌَ‫ْر ٌٌٌٌ َو َيأ ْ ُم ُرونٌَ ٌٌٌٌ ِب ْال َم ْع ُروفٌِ ٌٌٌٌ َو َي ْن َه ْون‬
ٌِ ‫ع‬ ٌِ ‫َو ْلت َ ُكن ٌٌٌٌ ِمن ُك ٌْم ٌٌٌٌأ ُ َّمةٌ ٌٌٌٌ َي ْدعُونٌَ ٌٌٌٌ ِإلَى ٌٌٌٌ ْال َخي‬
ٌٌٌ﴾١١٨:‫ْال ُمنك ٌَِرٌٌٌٌ ٌٌٌٌۚۖ َوأ ُ ۟و ٰ ٰٓلئِكٌٌٌٌٌَ ُه ٌُمٌٌٌٌ ْال ُم ْف ِل ُحونٌٌٌٌٌَ﴿آلٌعمران‬

Artinya: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang


menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan
mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang
beruntung”.(Q.S. Ali Imran: 104)

Oleh sebab itu orang yang beriman harus menyelamatkan dirinya


dan warganya sesama manusia dari kerusakan budi pekerti serta untuk
mencapai kebahagiaan yang berimbang antara dunia akherat dengan
cara memberi bimbingan agar mereka mempunyai budi pekerti yang
luhur segala perbuatannya berpedoman pada ajaran Islam.
Dari tujuan pembinaan adalah agar tercapainya kesempurnaan,
artinya untuk mengadakan peningkatan dari yang sebelumnya. Bila
sebelumnya kurang baik dan tidak sesuai dengan yang diinginkan.
Dengan demikian tujuan dari pembinaan keagamaan adalah
mewujudkan manusia yang mempercayai dan menjalankan ajaran
agama Islam dengan sepenuhnya.
Status ini mengimplikasikan bahwa manusia secara potensial
memiliki sejumlah kemampuan yang diperlukan untuk bertindak sesuai
dengan ketentuan Tuhan, sebagai khalifah. Manusia juga mengemban
fungsi Rububiyah Tuhan terhadap alam semesta termasuk diri manusia
sendiri. Sesuai dengan ajaran agama maka pendidikan Islam bukan saja
mengajarkan ilmu-ilmu sebagai materi, atau ketrampilan sebagai
kegiatan jasmani semata, melainkan mengaitkannya semuanya itu
dengan kerangka praktek (amaliyah) yang bermuatan nilai dan moral.
Hal ini mengimplikasikan bahwa tujuan pendidikan Islam tidak
hanya terbatas pada pencapaian materiil untuk kepentingan dirinya
melainkan meniscayakan keterpaduan antara aspek jasmaniah
(lahiriyah) dan rohani (batiniyah), antara kehidupan dunia dan akhirat,

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 143


Pola Pembinaan Keagamaan Anak Jalanan dalam Membentuk Kepribadian

dan antara kepentingan individual dan kepentingan kolektif, dan antara


kedudukannya sebagai khalifah (wakil Allah) dan tugas sebagai ‘abid
(hamba Allah). Karena pembinaan agama ini ditujukan kepada ibu
rumah tangga yang nantinya akan berperan dalam pembinaan generasi
muda pada umumnya dan kehidupan moral, dan agama khususnya,
sangat penting. Dan ini lebih banyak terjadi melalui pengalaman hidup
dari pada pendidikan formal dan pengajaran, karena nilai-nilai moral
Agama yang akan menjadi pengendali dan pengaruh dalam kehidupan
manusia itu adalah nilai-nilai yang masuk dan terjalin ke dalam
pribadinya.
Semakin cepat nilai-nilai itu masuk ke dalam pembinaan pribadi,
akan semakin kuat tertanamnya dan semakin besar pengaruhnya dalam
pengendalian tingkah laku dan pembentukan sikap pada khususnya.
Jika kembali kepada peranan wanita dalam pembinaan generasi muda
tadi, akan tampak bahwa wanita mempunyai fungsi yang sangat
penting, karena wanita masuk ke dalam segala segi kehidupan benerasi
muda sebagai ibu, wanita mempunyai fungsi sebagai pembina pertama
bagi pribadi anaknya, pendidikan dan perlakuannya menentukan
kesehatan jiwa anaknya di kemudian hari. Dengan demikian peranan
wanita dalam pembinaan generasi muda secara umum, terutama dalam
kehidupan moral dan agama sangat penting.

C. Metode Pembinaan Keagamaan Anak Jalanan


Dalam pembinaan terhadap anak jalanan memerlukan metode
khusus dimana metode yang akan di gunakan harus menyesuaikan
dengan karakter anak tersebut. Pengajaran yang penting untuk
menstransfer pengetahuan atau kebudayaan untuk anak jalanan melalui
metode pengajaran terjadi proses internalisasi dan pemilikan ilmu oleh
pelajar, sehingga murid dapat menyerap apa yang telah disampaikan
oleh gurunya dan memilikinya.

144 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Sari Famularsih

Bilamana dikaitkan dengan pembinaan agama Islam, maka


batasannya terletak pada metode atau teknik apakah yang lebih cocok
digunakan dalam penyampaian materi agama tersebut agar tujuan
pembelajaran yang ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efesien.
Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa metode pengajaran agama
Islam adalah cara yang tepat dan cepat. Inilah yang sering diungkapkan
dalam ungkapan efektif dan efesien. Kalau begitu metode pengajaran
agama Islam ialah cara yang paling efektif dan efesien dalam
mengajarkan agama Islam.
Metode yang digunakan dalam pembinaan keagamaan sama
halnya dengan pendidikan agama Islam. Meskipun demikian tidak
semua metode mengajar di dalam kelas (pendidikan formal) dapat
digunakan di luar kelas (pendidikan non formal) dalam hal ini pengajian
kaum muslimin. Sebuah metode yang akan digunakan hendaklah jelas
artinya yaitu menuju ke jalan Tuhan. Materi Pembinaan Agama Islam
sebagai agama terakhir yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
Sebagai utusan terakhir yang berfungsi sebagai rahmatan lil alamin
yaitu rahmat dan nikmat bagi seluruh alam, utamanya bagi kehidupan
manusia, sebagai risalah yang terakhir Islam memiliki nilai universal
dan eternal, sesuai dengan kebutuhan manusia. Islam memiliki bentuk
ajaran yang lebih sempurna dibanding ajaran sebelumnya.
Pada hakekatnya agama Islam tidak lain adalah sebagai
pemenuhan janji Tuhan bahwa akan memberikan petunjuk kepada
manusia tentang bagaimana seharusnya manusia ini menempuh
hidupnya secara wajar sehingga sejalan dan serasi dengan alam
sekitarnya.
Untuk memenuhi semua kebutuhan hidup manusia, Islam
memiliki tiga inti ajaran yang merupakan inti dasar ajaran Islam
meliputi aqidah, syariah dan akhlaq. Dasar-dasar ini terpadu menjadi
satu dan merupakan bagian yang tak terpisahkan satu dengan yang lain

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 145


Pola Pembinaan Keagamaan Anak Jalanan dalam Membentuk Kepribadian

(Zuhairini,1995:42). Secara garis besar ketiga materi tersebut dapat


dijabarkan sekaligus menjadikan sifat universalitas dan eternalitas Islam
adalah sebagai berikut:
1. Materi Aqidah
Materi aqidah (tauhid) membahas tentang kepercayaan
kepada ke-Esaan Allah SWT dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan ke-Esaan Allah SWT itu (rukun iman), berdasarkan dalil
naqliyah maupun aqliyah (ratio) menurut kemampuan akal manusa
yang dilandasi dengan iman (Matdawam,1995:6).
Pada prinsipnya di dalam aqidah yang terpenting bukanlah
pengetahuan tentang Allah, tetapi hubungan antara seseorang
hamba dengan Allah yang akan timbul sikap dedikasi (rasa
pengabdian, penyerahan). Dalam hal ini Islam merupakan anak
tangga yang terakhir dan tertinggi karena ketegasannya tentang
monotheisme yang mulus.
Doktrin tauhid (aqidah) bagi kehidupan manusia menjadi
sumber kehidupan jiwa dan pendidikan kemanusiaan yang tinggi.
tauhid akan mendidik jiwa manusia untuk mengikhlaskan seluruh
hidup dan kehidupannya kepada Allah semata. Tujuan hidupnya
ialah Allah dan harapan yang dikejarnya ialah keridhaan Allah.
Oleh sebab itu membawa konsekuensi pembinaan karakter yang
agung, menjadi manusia yang suci, jujur dan teguh memegang
amanah.
Tauhid akan membebaskan manusia dari perasaan keluh
kesah, bingung menghadapi persoalan hidup dan akan bebas dari
rasa putus asa. Jadi tauhid memberikan kebahagiaan hakiki pada
manusia di dunia dan kebahagiaan abadi di akherat kelak
(Nazaruddin R,1998:42).

146 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Sari Famularsih

2. Materi Syari’ah
Secara etimologi berarti jalan kemudian secara terminologi
(qaidah syari’ah Islamiyah) berarti suatu sistem norma ilahiyah
yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, sesama
manusia dan hubungan antar manusia dengan alam sekitarnya (E
Saefudin Ansory,1989:90).
Menurut Zuhairini, syari’ah berpusat pada dua segi yaitu segi
hubungan manusia dengan Tuhannya yang bersifat ibadah dan segi
hubungan manusia dengan sesamanya dan kemaslahatan hidupnya
disebut muamalah. Keduanya sangat erat kaitannya dan tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan lainnya, dalam arti kedua-duanya
harus bernilai ibadah dengan maksud dan tujuan manusia
diciptakan.
Maka ibadah dan mu’amalah, dalam pengamalan ajaran
Islam harus terpadu antara urusan pribadi dan masyarakat. Tidak
ada di antara ajaran Islam yang hanya merupakan urusan pribadi
dan tidak ada pula yang merupakan kepentingan masyarakat saja.
3. Materi Akhlaq
Akhlaq atau etika menurut ajaran Islam meliputi hubungan
dengan Allah (khaliq) dan hubungan dengan sesama makhluq (baik
manusia maupun non manusia). Dengan ajaran akhlaq merupakan
indikator kuat bahwa prinsip-prinsip ajaran Islam sudah mencakup
semua aspek dan segi kehidupan manusia lahir maupun batin dan
mencakup semua bentuk komunikasi, vertikal dan horizontal.
Pendidikan akhlaq yang berorientasi pada penanaman nilai
luhur sebagai sifat dasar dalam menjamin hubungan dengan
sesamanya sangat berkaitan dengan cara pandang dan watak dasar
manusia. Untuk itulah akhlaq merupakan pokok esensi ajaran islam
di samping aqidah dan syari’ah karena akan terbina mental dan
jiwa seseorang untuk memiliki hakikat kemanusiaan yang tinggi

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 147


Pola Pembinaan Keagamaan Anak Jalanan dalam Membentuk Kepribadian

dengan akhlaq dapat dilihat corak dan hakikat manusia yang


sebenarnya:
Menurut ajaran Islam berdasarkan praktek Rasulullah,
pendidikan akhlaqul karimah (akhlak mulia) adalah faktor penting
dalam membina suatu umat atau membangun suatu bangsa. Suatu
pembangunan tidaklah ditentukan semata dengan faktor kredit dan
investasi materiil, betapapun melimpahnya kredit dan besarnya
investasi.
Demikian pula pembangunan tidak mungkin berjalan hanya
dengan kesenangan melontarkan fitnah pada lawan-lawan politik
atau hanya mencari kesalahan orang lain. Yang diperlukan dalam
pembangunan ialah keikhlasan, kejujuran, jiwa kemanusiaan yang
tinggi, sesuainya kata dengan perbuatan, prestasi kerja,
kedisiplinan, jiwa dedikasi dan selalu berorientasi kepada hari
depan dan pembaharuan. Oleh karena itu program utama dan
perjuangan pokok dari segala usaha ialah pembinaan akhlak mulia.
Ia harus ditanamkan kepada seluruh lapisan dan tingkatan
masyarakat, mulai dari tingkat atas sampai ke lapisan bawah, dari
anak kecil sampai orang dewasa.

D. Perkembangan Kepribadian Anak Jalanan


Istilah kepribadian merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris
personality. Personality secara etimologis berasal dari bahasa latin
person (kedok) dan personare (menembus) (John M Echols, 1996:
426). Kepribadian juga dapat dimaknai sebagai sifat hakiki yang
tercermin pada sikap seseorang yang membedakannya dari orang lain.
Pengertian kepribadian muslim secara terminologis sebagaimana
dijelaskan Ahmad D. Marimba ialah kepribadian yang seluruh aspek-
aspeknya yakni baik tingkah laku luarnya kegiatan-kegiatan jiwanya,
maupun filsafat hidupnya dan kepercayaannya menunjukkan

148 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Sari Famularsih

pengabdian kepada Tuhan penyerahan diri kepadanya (Marimba: 67).


Sedangkan menurut Zakiah Daradjat kepribadian yang sesungguhnya
adalah abstrak (ma’nawi) sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang
dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan
aspek kehidupan. Misalnya dalam tindakan, ucapan, caranya bergaul,
berpakaian dan dalam menghadapi masalah baik ringan ataupun berat.
Kepribadian terpadu dapat menghadapi segala persoalan dengan sehat
dan wajar karena segala unsur dalam pribadinya bekerja seimbang dan
serasi (Dzakiah Darojat,1995:52).
Menurut Muhibbin Syah kepribadian pada prinsipnya adalah
susunan atau kesatuan antara aspek perilaku mental (pikiran, perasaan,
dan sebagainya) dengan aspek perilaku behavioral (perbuatan nyata).
Aspek-aspek ini berkaitan secara fungsional dalam diri seseorang
individu sehingga membuatnya bertingkah laku secara khas dan tetap
(Muhhibin Syah, 2000:225) Secara tidak langsung bahwa kepribadian
merupakan kwalitas keseluruhan dari seseorang. Kwalitas tersebut akan
tampak dalam cara-caranya berbuat, cara-caranya berpikir, cara-caranya
mengeluarkan pendapat, sikapnya, minatnya, filsafat hidupnya serta
kepercayaannya.
Pada dasarnya aspek-aspek kepribadian itu dapat digolongkan
dalam tiga hal: (1) Aspek-aspek jasmaniah, meliputi tingkah laku luar
yang mudah nampak dan ketahuan dari luar, misalnya: cara-caranya
berbuat, cara-caranya berbicara dan sebagainya. (2) Aspek-aspek
kejiwaan meliputi aspek-aspek yang segera dapat dilihat dan ketahuan
dari luar, misalnya: cara-caranya berpikir, sikap (pendirian, pandangan)
dan minat. (3) Aspek-aspek kerohanian yang luhur, meliputi aspek-
aspek kejiwaan yang lebih abstrak yaitu filsafat hidup dan kepercayaan.
Ini meliputi sistem nilai yang telah meresap di dalam kepribadian itu,
yang telah menjadi bagian dan mendarah daging dalam kepribadian itu
yang mengarahkan dan memberi corak seluruh kehidupan individu.

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 149


Pola Pembinaan Keagamaan Anak Jalanan dalam Membentuk Kepribadian

Sedangkan dalan pembentukan kepribadian dipengaruhi oleh beberapa


faktor. Baik hereditas (pembawaan) maupun lingkungan. Berikut adalah
faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian: (1) Fisik; faktor fisik
yang dipandang mempengaruhi kepribadian adalah postur tubuh
(langsing, pendek, gemuk atau tinggi) kecantikan, kesehatan, keutuhan,
tubuh (utuh atau cacat) dan berfungsinya organ tubuh. Kondisi fisik
yang berlainan itu menyebabkan sikap dan sifat-sifat serta temperamen
yang berbeda-beda. (2) Intelegensi; faktor intelegensi individu yang
tinggi atau normal biasanya mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan secara wajar, sedangkan yang rendah biasanya sering
mengalami hambatan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
(3) Keluarga; seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang
harmonis dan agamis, maka kepribadian anak cenderung positif.
Adapun anak yang dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang
adapun anak yang dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang
broken home, kurang harmonis, orang tua bersikap keras terhadap anak
dan tidak memperhatikan nilai-nilai agama, amak perkembangan
kepribadian cenderung akan mengalami, distorsi atau, mengalami
kelainan dalam penyesuaian dirinya (maladjusment). (4) Teman sebaya
(peer group); melalui hubungan interpersonal dengan teman sebaya
anak belajar menilai dirinya sendiri dan kedudukannya dalam
kelompok. Bagi anak yang kurang mendapat kasih sayang, bimbingan
keagamaan dan etika dari orang tuanya, biasanya kurang memiliki
kemampuan selektif dalam memilih teman dan mudah terpengaruh oleh
sifat dan perilaku kelompoknya. Proses terjadi setelah mulai masuk-
masuk sekolah. Berdasarkan kenyataan dilapangan, ternyata tidak
sedikit anak yang menjadi perokok berat, peminum minuman keras,
bergaul dengan bebas, karena pengaruh teman teman sebaya. (5)
Kebudayaan; tradisi atau kebudayaan suatu masyarakat memberikan
pengaruh terhadap kepribadian setiap anggotanya, baik menyangkut

150 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Sari Famularsih

cara berpikir, bersikap pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian


dapat dilihat dari adanya perbedaan antara masyarakat modern dengan
masyarakat primitif.
Perkembangan kepribadian menurut Ahmad D. Marimba
mempunyai beberapa tahapan. Tahapan-tahapan itu ialah dengan cara
melalui pembiasaan, pembentukan minat dan sikap dan pembentukan
kerohanian yang luhur. Pembiasaan dimaksudkan ialah mendisiplinkan
anak kepada tugas-tugas pribadi yang harus diselesaikan anak secara
mandiri dari mulai hal yang paling sederhana sampai yang sulit.
Contoh; waktu mandi, memberihkan kamar tidur, kebiasaan berkata
sopan sampai mengerjakan tugas-tugas sekolah, mengaji, ke masjid dan
lain-lain.
Pendidikan pembiasaan ini memerlukan tenaga kepribadian yang
lebih rendah karena banyak melibat aspek jasmaniah dari pada rohaniah
sehingga bagi anak pembiasaan yang dilakukan kontinyu bukan
menjadi beban bagi dirinya melainkan hal yang biasa.
Pola selanjutnya adalah pembentukan minat. Minat adalah
kecenderungan jiwa kepada sesuatu ada umumnya disertai rasa senang
akan sesuatu. Dan bisa berkembang menjadi rasa kecintaan. Jika dalam
masa perkembangan anak sudah didekatkan dengan keindahan,
kebajikan, rasa sosial dan rasa ketuhanan akan menimbulkan rasa
tertarik atau mempunyai kecendrungan pada hal-hal yang bersifat
positif dalam kehidupannya kelak. Kemudian pendidikan sikap ialah
pendidikan moal dan watak yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaa
oleh anak sejak dini sampai dewasa. Sehingga anak tidak mempunyai
akhlak atau sikap yang tercela dan yang terakhir adalam menanamkan
kepercayaan agama atau rukun iman sejak dini. Hasilnya adalah
kesadaran dan pengertian yang mendalam, segala yang dilakukan,
diputuskan dan dilakun berdasarkan keyakinan dan dengan penuh rasa

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 151


Pola Pembinaan Keagamaan Anak Jalanan dalam Membentuk Kepribadian

tanggung jawab dan pada akhirnya dari ketiga pola tersebut akan
melahirkan anak dengan kepribadian yang sehat.
Makna anak jalanan secara khusus, anak jalanan adalah anak
yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan untuk bekerja,
bermain atau beraktivitas lain. Anak jalanan tinggal di jalanan karena
dicampakkan atau tercampakkan dari keluarga yang tidak mampu
menanggung beban karena kemiskinan dan kehancuran keluarganya.
Umumnya anak jalanan bekerja sebagai pengasong, pemulung, tukang
semir, pelacur anak dan pengais sampah. Tidak jarang menghadapi
resiko kecelakaan lalu lintas, pemerasan, perkelahian, dan kekerasan
lain. Anak jalanan lebih mudah tertular kebiasaan tidak sehat dari kultur
jalanan, khususnya seks bebas dan penyalahgunaan obat.
Umur anak jalanan adalah antara 7 sampai 15 tahun, mereka
bekerja di jalanan dan tempet umum lainnya yang dapat mengganggu
ketenteraman dan keselamatan orang lain serta membahayakan dirinya
sendiri. Dalam hal ini penting bagi anak jalanan untuk diberikan
pembinaan keagamaan.

E. Karakteristik Anak Jalanan


Anak jalanan secara umum sebagai istilah yang dipakai untuk
menyebutkan anak-anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya
dijalanan untuk mencari nafkah dengan berkeliaran di jalanan atau
tempat-tempat umum lainnya. Kelompok ini sebagai suatu konstituen
dari komunitas yang berada di jalan yang dalam hidup keseharian
melakukan interaksi dengan berbagai elemen sosial yang ada di jalanan
baik sesama anak maupun orang dewasa dengan berbagai latar belakang
dan potensi yang berbeda.
Anak jalanan adalah anak-anak yang bekerja di jalan, studi
yang dilakukan oleh Soedijar (1989/1990) menunjukkan bahwa anak
jalanan adalah anak yang berusia antara 7-15 tahun yang bekerja di

152 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Sari Famularsih

jalanan dan dapat mengganggu ketentraman dan keselamatan orang lain


serta membahayakan dirinya sendiri. Sementara itu Direktorat Bina
Sosial DKI menyebutkan bahwa anak jalanan adalah anak yang
berkeliaran di jalan raya sambil bekerja mengemis atau menganggur
saja. Panti Asuhan Klender mengatakan bahwa anak jalanan adalah
anak yang sudah biasa hidup sangat tidak teratur di jalan raya, bisa
sambil bekerja tetapi bisa juga hanya menggelandang sepanjang hari.
Sebagian masyarakat menilai anak jalanan sebagai anak yang
terlalu cepat masuk ke dalam kehidupan orang dewasa, bekerja untuk
waktu yang lama untuk mendapatkan upah di bawah kondisi yang
berbahaya untuk kesehatannya dan perkembangan fisik mereka, serta
ketinggalan akses pendidikan. Secara umum, defenisi anak jalanan
dalam panduan Departemen Sosial RI (1999: iii), yaitu anak jalanan
adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan ataupun tempat-tempat
umum lainnya, usia mereka sekitar 6 hingga 8 tahun dan beraktivitas
minimal 4 jam sehari.
Pendapat lain mendefinisikan bahwa anak jalanan adalah anak
yang sudah biasa hidup tidak menentu di jalan raya atau tempat umum,
bisa jadi sebagian di antaranya beraktivitas dengan jalan mengemis,
mengamen, atau lap-lap mobil pada saat traffic light berwarna merah,
tetapi yang lainnya bisa jadi hanya menggelandang sepanjang hari.
Biasanya yang bekerja adalah mereka yang berusia 8 tahun ke atas
(maksimal 18 tahun), namun yang masih kecil-kecil kebanyakan hanya
bermain-main sambil menunggu para pengemudi kendaraan
melemparkan koin ke dalam kaleng uangnya.
Berbagai definisi yang ada itu setidaknya menunjukkan
adanya perbedaan mengenai usia dan batas pengertian. Mengenai usia
sebenarnya PBB sudah menetapkan angka 18 tahun meski masing-
masing negara masih berhak menentukan berdasar undang-undang

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 153


Pola Pembinaan Keagamaan Anak Jalanan dalam Membentuk Kepribadian

masing-masing. Komunitas anak jalanan di Indonesia tentunya


memberikan beragam corak interpretasi tentang pekerja anak.
Hidup menjadi anak jalanan bukanlah sebagai pilihan hidup yang
menyenangkan, melainkan keterpaksaan yang harus mereka terima
karena adanya sebab tertentu. Anak jalanan bagaimanapun telah
menjadi fenomena yang menuntut perhatian banyak orang. Secara
psikologis mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum
mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh, sementara pada
saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras
dan cenderung berpengaruh negatif bagi perkembangan dan
pembentukan kepribadiannya. Aspek psikologis ini berdampak kuat
pada aspek sosial. Di mana labilitas emosi dan mental mereka yang
ditunjang dengan penampilan yang kumuh, melahirkan pencitraan
negatif oleh sebagian besar masyarakat terhadap anak jalanan yang
diidentikkan dengan pembuat onar, anak-anak kumuh, suka mencuri,
sampah masyarakat yang harus diasingkan.
Pada taraf tertentu stigma masyarakat yang seperti ini justru akan
memicu perasaan alienatif mereka yang pada gilirannya akan
melahirkan kepribadian introvert, cenderung sukar mengendalikan diri
dan asosial. Padahal tak dapat dipungkiri bahwa mereka adalah generasi
penerus bangsa untuk masa mendatang.
Anak jalanan dilihat dari sebab dan intensitas mereka berada di
jalanan memang tidak dapat disamaratakan. Dilihat dari sebab, sangat
dimungkinkan tidak semua Anak Jalanan berada di jalan karena tekanan
ekonomi, boleh jadi karena pergaulan, pelarian, tekanan orang tua, atau
atas dasar pilihannya sendiri.

154 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Sari Famularsih

F. Pembinaan Agama Islam dengan Perkembangan Kepribadian


Anak
Pembentukan kepribadian itu berlangsung secara berangsur-
angsur, bukan hal yang sekali jadi, melainkan sesuatu yang
berkembang. Oleh karena itu pembentukan kepribadian merupakan
suatu proses. Kepribadian terbentuk melalui semua pengalaman dan
nilai-nilai yang diserap oleh anak, terutama pada masa
perkembangannya. Apabila nilai-nilai agama banyak masuk ke dalam
pembentukan kepribadian seseorang, maka tingkah laku orang tersebut
akan banyak diarahkan dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama.
Disinilah letak pentingnya pengalaman dan pendidikan agama pada
masa pertumbuhan dan perkembangan.
Hal ini didukung oleh teori mengenai kepribadian yang
berpendapat bahwa tipe kepribadian ditentukan oleh aspek biologis
seperti bentuk tubuh, kualitas sosial dan aspek psikologis yang
menyangkut unsur kejiwaan yang dimiliki oleh seseorang. Kepribadian
seseorang dapat dibentuk melalui bimbingan dari luar berupa
pendidikan maupun pembinaan karena manusia mengalami proses
belajar dalam hidupnya. Kenyataan ini memberikan peluang bagi usaha
pendidikan maupun pembinaan dalam pembinaan kepribadian.
Pembinaan agama Islam diharapkan mampu membentuk identitas
individu yang mempunyai ciri khas seorang muslim, baik yang
ditampilkan dalam tingkah laku secara lahiriah maupun sikap batinnya.
Tingkah laku lahiriyah seperti berjalan, makan, minum, berkomunikasi
dengan guru, orang tua, teman dan lain-lainnya. Sedangkan tingkah
laku batin seperti penyabar, ikhlas, tidak dengki dan sikap terpuji
lainnya yang timbuldari dalam batin.
Dari berbagai pemikiran di atas maka pembinaan agama Islam
yang ditujukan kepada anak akan mampu memberikan pandangan hidup
yang mantap berdasar pada nilai-nilai Islam, juga mampu terbiasa

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 155


Pola Pembinaan Keagamaan Anak Jalanan dalam Membentuk Kepribadian

berpikir, bersikap dan bertingkah laku menurut norma-norma Islam atau


kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam walau mempunyai faktor
bawaan yang berbeda.
Selanjutnya dari kepribadian tersebut mampu dipertahankan
sebagai kebiasaan yang tidak dapat dipengaruhi oleh sikap dan tingkah
laku orang lain yang bertentangan dengan apa yang dimiliki. Ciri khas
tersebut hanya mampu dipertahankan jika sudah terbentuk dalam waktu
yang lama atau mempunyai latar belakang yang lama dan tentunya
dalam lingkungan yang baik terutama dari lingkungan keluarga.
Kepribadian secara utuh hanya mungkin dibentuk melalui
pengaruh lingkungan khususnya pendidikan dengan sasaran mempunyai
iman yang kuat dan akhlak yang mulia, dengan pemikiran bahwa iman
adalah pengatur tingkah laku sedangkan akhlak adalah prwujudan dari
iman yang berhubungan dengan sikap dan prilaku sehari-hari.
Menurut al-Ashqar, jika pembinaan agama Islam benar-benar
berhasil maka anak akan mempunyai kepribadian dengan ciri-ciri
berikut: (1) Selalu menempuh jalan hidup yang didasarkan didikan
ketuhanan dengan melaksanakan ibadah. (2) Senantiasa berpedoman
kepada petunjuk Allah. (3) Merasa memperoleh kekuatan untuk
menyerukan dan berbuat benar dan menyampaikan kebenaran kepada
orang lain. (4) Memiliki keteguhan hati. (5) Mempunyai kemampuan
yang kuat dan tegas. (6) Tabah. (7) Memiliki kelapangan dan
ketentraman hati. (8) Mengetahui tujuan hidup dan (9)Tobat jika
melakukan kesalahan.
Kepribadian manusia juga memiliki dinamika yang unsurnya
secara aktif ikut mempengaruhi aktivitas seseorang. Unsur-unsur
tersebut ialah: (1) Energi rohaniah (psychis energy) yang berfungsi
pengatur aktivitas rohaniah seperti berpikir, mengingat, mengamati dan
sebagainya. (2) Naluri, yang berfungsi sebagai pengatur kebutuhan
primer seperti makan, minum dan seks. Sumber naluri adalah

156 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Sari Famularsih

kebutuhan jasmaniah dan gerak hati. Berbeda dengan energi rohaniah,


maka naluri mempunyai sumber pendorong, maksud dan tujuan. (3)
Ego (aku sadar) yang berfungsi untuk meredakan ketegangan dalam diri
dengan cara melakukan aktivitas penyesuaian dorongan-dorongan yang
ada dengan kenyataan obyektif (realitas). Ego meliki kesadaran untuk
menyelaraskan dorongan yang baik yang baik dan buruk hingga tidak
terjadi kegelisahan atau ketegangan batin. (4) Super ego yang berfungsi
sebagai ganjaran batin baik berupa penghargaan (rasa puas, senang,
berhasil) maupun berupa hukuman (rasa bersalah, berdosa, menyesal).
Penghargaan batin diperankan oleh ego-ideal, sedangkan hukuman
batin dillakukan oleh hati nurani.
Dalam kaitannya dengan tingkah laku, maka kepribadian manusia
sebenarnya telah diatur semacam sistem kerja yang menyelaraskan
tingkah laku manusia agar tercapai ketentraman dalam batinnya. Secara
fitrah manusia terdorong untuk melakukan sesuatu yang baik, benar dan
indah. Namun terkadang naluri mendorong manusia untuk segera
memenuhi kebutuhannya yang bertentangan dengan realita yang ada.
Misalnya dorongan untuk makan ingin dipenuhi, tetapi makanan tidak
ada (realitas), maka timbul dorongan untuk mencuri. Jika perbuatan itu
dilakukan, maka Ego (aku sadar) akan merasa bersalah, karena
mendapat hukuman dari Ego-ideal (norma agama) sebaliknya jika
dorongan untuk mencuri tidak dilaksanakan maka Ego akan
memperoleh penghargaan dari hati nurani.
Pemenuhan dorongan pertama akan menyebabkan terjadi
kegelisahan pada Ego, sedangkan pemenuhan dorongan kedua akan
menjadikan Ego tenteram. Dengan demikian, kemampuan Ego untuk
menahan diri tergantung dari pembentukan Ego-ideal. Dalam kaitan
inilah bimbingan dan pendidikan agama sangat berfungsi bagi
pembentukan kepribadian seseorang. Pendidikan moral dan akhlak ini
adalah dalam upaya membekali Ego-ideal dengan nilai-nilai luhur.

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 157


Pola Pembinaan Keagamaan Anak Jalanan dalam Membentuk Kepribadian

Pembentukan Ego-ideal ini terbentuk oleh lingkungan baik di keluarga


maupun masyarakat, sedangkan peletak dasarnya adalah orang tua.
Kemudian pendapat, Zakiah Daradjat menganalisis masalah pembinaan
agama kaitannya dengan pembinaan mental. Sejak anak dilahirkan
kedunia, mulailah ia menerima didikan-didikan dan perlakuan-
perlakuan. Mula-mula dari ibu bapaknya, kemudian dari anggota
keluarga yang lain, semuanya itu ikut memberikan dasar-dasar
pembentukan kepribadiannya. Pembinaan dan pertumbuhan kepribadian
itu kemudian ditambah dan disempurnakan oleh sekolah.
Pendidikan agama pada pada masa anak-anak dilakukan dengan
metode pembiasaan kepada tingkah laku dan akhlaq yang diajarkan
oleh agama. Dalam menumbuhkan kebiasaan akhlaq karimah seperti
jujur, adil, sopan dan sebagainya orang tua harus memberikan contoh,
karena anak ini mempunyai sifat meniru apa yang dia lihat. Apabila
anak telah terbiasa berbuat baik maka akan tertanamlah rasa itu ke
dalam jiwanya dan menjadi salah satu unsur kepribadiannya. Demikian
pula nilai-nilai agama dan kaidah-kaidah sosial yang lain, sedikit demi
sedikit masuk dalam perkembangan mentalnya.
Apabila pembinaan agama itu tidak diberikan kepada anak sejak
kecil, maka akan sukarlah baginya untuk menerima apabila ia dewasa,
karena dalam kepribadiannya yang terbentuk sejak kecil itu tidak
terdapat unsur-unsur agama. Jika dalam kepribadian itu tidak ada nilai-
nilai agama, akan mudahlah orang melakukan segala sesuatu menurut
dorongan dan keinginan jiwanya tanpa mengindahkan kepentingan dan
hak orang lain. Ia selalu didesak oleh keinginan dan kebutuhan yang
pada dasarnya tidak mengenal batas-batas, hukum dan norma. Tetapi
jika dalam kepribadiannya tertanam nilai-nilai agama maka segala
keinginan dan kebutuhannya akan dipenuhi dengan cara yang tidak
melanggar hukum, karena jika ia melanggar akan goncang jiwanya
karena tindakannya tidak sesuai dengan kepribadiannya. Maka

158 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


Sari Famularsih

pembinaan agama pada anak benar-benar akan menjadi kontrol pribadi


terhadap sikap dan perbuatannya. Dari berbagai paparan pendapat para
pakar diatas dapat disimpulkan bahwa pembinaan Agama akan
membentuk kepribadian anak.

Kesimpulan
Pendidikan agama pada pada masa anak-anak dapat dilakukan dengan
metode pembiasaan kepada tingkah laku dan akhlaq yang diajarkan oleh
agama. Dalam menumbuhkan kebiasaan akhlaq karimah seperti jujur, adil,
sopan santun. Perkembangan kepribadian anak mulai dari mendapatkan
materi pendidikan kepribadian, sampai pada taraf pembiasaan dan juga
selalu memantau prilaku sehari-hari anak sehingga prilaku yang anak yang
baik dapat dipertahankan dan prilaku yang kurang baik bahkan tidak baik
dapat segera diketahui dan diluruskan dengan demikian akan tercipta
kepribadian anak yang sehat dan harmonis.
Dalam pembiasaan beribadah dalam arti khusus (ibadah wajib)
maupun ibadah umum beserta ilmu-ilmunya seperti diharuskan membaca
Al-Qur’an dengan artinya, diajari tajwid, diterangkan makna yang
terkandung, dan tadarus bersama, diadakan kegiatan rutin pengajian,
diajarkan sholat, puasa, dan rukun Islam lainnya dan juga diajarkan
akhlaqul karimah sehingga anak akan menjadi seorang yang berkepribadian
muslim ideal.

Daftar Pustaka
Anshori, Endang Syaifuddin. 1989. Kuliah Al-Islam. Yogyakarta: CV
Rajawali.
Daradjat, Zakiah. 1995. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah.
Jakarta: Ruhama.
______________ . 1996. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT Bulan Bintang.
______________ . 2001. Kesehatan Mental. Jakarta: Toko Gunung Agung.
Depag RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Semarang: CV. Asy-Syifa’.

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 159


Pola Pembinaan Keagamaan Anak Jalanan dalam Membentuk Kepribadian

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa


Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Echols, John M. dan Hassan Shadily. 1996. Kamus Inggris Indonesia.
Jakarta: PT. Gramedia.
Jalaluddin dan Usman Said. 1996. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Jalaluddin, H. 2002. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Kahmad, Dadang. 2000. Metode Penelitian Agama. Bandung: Pustaka Setia.
Marimba, Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Islam. Bandung: Al Ma’arif.
_______________ . 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung:
Al-Ma’arif.
Mukhtar, Maksum. 2001. Madrasah Sejarah dan Perkembangannya.
Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Muslim. tt. Shohih Muslim, Jilid IV. Libanon: Darul Fikr, Beirut.
Nata, H. Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana
Ilmu.
Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana PT Agama/IAIN. 1984 / 1985.
Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta:
Purwanto, Ngalim. 1996. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Razak, Nasruddin. 1989. Dienul Islam. Bandung: Al-Ma’arif.
Shaleh, Abdul Rachman. 2000. Pendidikan Agama dan Keagamaan, Misi
Visi dan Aksi. Jakarta: PT Gemawindu Panca Perkasa.
Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Tafsir, Ahmad. 1995. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT
Remaja Rosda Karya.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa. 1993.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ulwan, Abdullah Nashih. 1999. Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta:
Pustaka Amani.
Usman, Basyiruddin. 2002. Metodologi Pembelajaran Agama Islam.
Jakarta: Ciputat Pers.
Wahjoetomo. 1979. Pendidikan Alternatif Masa Depan. Jakarta: Gema
Insani Press.
Zuhaili, Muhammad. 2002. Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini,
Jakarta:
Zuhairini dkk. 1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

160 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010


PEDOMAN PENULISAN

Jurnal MUDARRISA hanya akan memuat artikel yang memenuhi ketentuan-


ketentuan berikut ini:
Artikel merupakan ringkasan karya ilmiah hasil penelitian yang belum pernah
dipublikasikan atau tidak sedang dalam proses penerbitan.
Artikel ditulis dalam Bahasa Indonesia, Inggris, atau Arab sebanyak minimal 15
halaman kuarto dengan spasi 1,5.
Artikel dalam Bahasa Indonesia atau Inggris diketik dengan font Times New
Roman ukuran 12 point, sedangkan dalam Bahasa Arab diketik dengan font Arabic
Transparant ukuran 18 point.
Artikel ditulis dengan sistematika sebagai berikut:
1. Judul (huruf kecil tebal kecuali huruf pertama pada setiap kata menggunakan
huruf kapital dengan ukuran 14 point).
2. Identitas penulis (nama penulis tanpa gelar disertai nama instansi dicetak
miring).
3. Abstrak dalam bahasa Inggris sebanyak 90-250 kata spasi 1 (memuat tujuan,
metode, dan temuan).
4. Keywords dalam bahasa Inggris sebanyak tiga kata.
5. Pendahuluan.
6. Permasalahan.
7. Tinjauan pustaka (memuat penelitian sebelumnya yang relevan dan landasan
teori).
8. Metode penelitian.
9. Pembahasan (memuat temuan penelitian dan analisis).
10. Kesimpulan.
11. Daftar pustaka.
Mencantumkan identitas penulis yang terdiri dari nama dan alamat instansi.
Kutipan ditulis dengan model bodynote, contoh: (Rosenberg, 1955: 29).
Penulisan daftar pustaka mengikuti contoh berikut:
Contoh buku: Rahman, Fazlur. 1985. Islam dan Moderrnity: An
Intelectual Transformation. Chicago: Chicago
University.
Contoh jurnal : Dhofier, Zamakhsyari. 2002. Sekolah al-Qur’an dan
Pendidikan Islam di Indonesia. Jurnal Ulumul
Qur’an, Vol. III, No. 4: 20-35.
Mencantumkan daftar pustaka yang hanya dikutip dalam artikel dan disusun secara
alfabetis.
Tabel dan gambar diberi nomor dan judul atau keterangan yang jelas,
Penulisan transliterasi Arab menggunakan library of conggres (terlampir).
Artikel dikirim dengan menyerahkan dua eksemplar print out disertai soft copy
berupa CD atau attached file yang terformat MS Word (rtf).

Penulis yang artikelnya dimuat akan mendapatkan imbalan berupa nomor


bukti pemuatan sebanyak 3 (lima) eksemplar beserta cetak lepasnya. Artikel yang tidak
dimuat akan dikembalikan.

MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010 _________________________ 161


162 _________________________MUDARRISA, Vol. 2, No. 1, Juni 2010

You might also like