332-Article Text-1193-1-10-20210828

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

URGENSI PENDIDIKAN NON FORMAL

DALAM KONSEP PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT

M. Yusuf1

Abstract:
In this paper, we will examine how non-formal education contributes to
reviving and implementing the concept of life long education, because it is a
part of the education system which has a very important role in the service of
life long education, which is very much needed now and in the future. Non-
formal education units consist of course institutions, training institutions,
study groups, community learning centers (PKBM), and majelis taklim, and
similar education units. As is well known, students learn about the world of
formal education and their learning is limited to certain times, at that time
also, students in learning control, meaning that all academic activities are
monitored directly by the teachers or educators.
But as stated at the outset, the learning time is limited, after school, the
teacher's task seems to have been completed in escorting the learners, the only
one who can be relied upon is parents who are tasked with controlling and
supervising them in learning. But with various reasons that emerged such as
busyness, educational background and so on. So education must always get
serious escort while the student lives, the education control relay baton must
not break up only during school hours, but must also be passed on to parents,
if parents are unable, then it can be thrown at tutors who located in non-formal
institutions that are now popping up by including students in these institutions.
The concept of lifelong education by utilizing non-formal educational
institutions will supply energy and enthusiasm that humans should not stop
learning even though age has begun to increase, because in this concept
education does not recognize age and place, because humans are created as
human learners who must not be bored and stop to learn.
Keyword: non formal education, life long education

A. Pendahuluan
Pendidikan luar sekolah yang biasa disebut sebagai pendidikan non formal dan
juga informal, merupakan sebuah bagian dari sistem pendidikan memiliki peran yang
sangat penting dalam rangka pelayanan pendidikan sepanjang hayat, yang sangat

1 STAI Darussalam Krempyang Tanjunganom Nganjuk


Urgensi Pendidikan Non Formal Dalam Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat

dibutuhkan saat ini dan ke depan. Pendidikan luar sekolah dianggap sebagai
pendidikan yang mampu memberikan jalan serta pemecahan bagi persoalan-persoalan
layanan pendidikan masyarakat, terutama masyarakat yang tidak terlayani oleh
pendidikan formal. Ahmed (Wahyudi Ruwiyanto, 1994: 40) menjelaskan bahwa
dalam konteks sosio-ekonomi bagi individu dari suatu program pendidikan (termasuk
pendidikan luar sekolah) adalah memberikan kebermanfaatan atau perbaikan dari segi
penghasilan, produktivitas, kesehatan dan partisipasi.2
Undang-Undang Nomor 20, Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(UU 20/2003) pasal 13 ayat 1 menegaskan bahwa jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling mengganti dan
memperkaya. Berdasarkan definisi dari pasal 1 ayat 11, 12, dan 13 masing- masing
jalur pendidikan mempunyai kejelasan makna dan pengertian. Pendidikan formal
merupakan jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan non
formal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, sedangkan pendidikan informal
adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.3 Dari penjelasan ini, peran dan
fungsi dari pendidikan non formal memang tidak bisa dianggap remeh.
Dan kini, layanan pendidikan non formal memang tengah memiliki tempat di
hati masyarakat, karena dengan adanya layanan pendidikan itu, seolah menjadi
penyempurna peningkatan keterampilan peserta didik yang tidak dapat diperoleh di
bangku sekolah yang dalam hal ini adalah lembaga pendidikan formal.
Satuan pendidikan non formal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan,
kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), dan majelis taklim,
serta satuan pendidikan yang sejenis. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi
masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup,

2I Ketut Sudarsana, “Peningkatan Mutu Pendidikan Luar Sekolah Dalam Upaya Pembangunan
Sumber Daya Manusia” Jurnal Penjamin Mutu, (N.D.), 1–14.
3Ida Kintamani, Dewi Hermawan, And Sekretariat Jenderal Kemdikbud, “The Performance Of

Equality Education As A Type Of Non Formal,” No. September 2011 (2012), 65–84.

35
M. Yusuf

dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha


mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dan juga
hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan
formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan.4
Pendidikan adalah suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh aspek
kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup (long life education). Pendidikan
tidak melulu hanya berlangsung di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas. Pendidikan
bukan bersifat formal saja, tetapi mencakup pula non formal. Pendidikan juga
merupakan proses, dalam mengembangkan potensi-potensi (kemampuan, kapasitas)
manusia yang mudah dipengaruhi oleh lingkungan dan kebiasaan-kebiasaan di mana
si terdidik tumbuh dan berkembang.5 Dari sini perhatian beberapa pakar pendidikan
mulai terfokus pada kondisi lingkungan peserta didik dalam kemajuan proses
pendidikannya.
Pendidikan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas itu sangat penting
pada zaman kemajuan yang serba cepat ini, lebih-lebih pada abad yang akan datang.
Dari sekarang telah terasa kuatnya persaingan antara orang perorang, antara
kelompok, juga antar bangsa agar mampu bertahan dalam kehidupan yang serba
dinamis. Hidup pada zaman seperti itu tidaklah mudah anak-anak harus disiapkan
sedini mungkin, terarah, teratur, dan berdisiplin. Dalam kehidupan seperti itu godaan
dan hal-hal yang dapat merusak mental serta moral manusia sungguh amat dahysat.
Dan menghadapi zaman itu agama akan terasa lebih diperlukan.6
Lebih lanjut dikatakan, Pendidikan adalah upaya pengembangan potensi atau
sumber daya insani. Itu artinya, pendidikan adalah proses merealisasikan (self

4Ibid.
5Asmal May, “Melacak Peranan Tujuan Pendidikan Dalam Perspektif Islam” Tsaqafah, Jurnal
Peradaban Islam, vol 2, no. 2 (2015), 209–222.
6Zulhaini, “ Peranan Keluarga Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Kepada

Anak” Jurnal al Hikmah, vol. 1, No. 1, 2019 (N.D.), 1–15.

36
Urgensi Pendidikan Non Formal Dalam Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat

realization) atau menampilkan diri sebagai pribadi yang utuh (Muslim sejati). Proses
pencapaian realisasi diri tersebut dalam istilah psikologi disebut becoming, yakni
proses menjadikan diri dengan keutuhan pribadi. Sedangkan untuk sampai pada
keutuhan pribadi diperlukan proses perkembangan tahap demi tahap yang disebut
proses development. Tercapainya self realization yang utuh itu merupakan tujuan
umum pendidikan Islam yang proses pencapaiannya melalui berbagai lingkungan
atau lembaga pendidikan, seperti yang dikatakan Ramayulis: (a) pendidikan keluarga,
(b) sekolah, dan (c) masyarakat, secara formal, non-formal, maupun informal.7
Pendidikan agama dan spiritual termasuk bidang-bidang pendidikan yang harus
dapat perhatian penuh dari keluarga terhadap anak-anaknya. Pendidikan agama dan
spritual ini berarti membangkitkan kekuatan dan kesediaan spritual yang bersifat
naluri yang ada pada anak-anak melalui bimbingan agama dan pengamalan ajaran-
ajaran agama.8 Dari segi kegunaan, pendidikan agama dalam rumah tangga berfungsi
sebagai berikut:
a. Penanaman nilai dalam arti pandangan hidup yang kelak mewarnai
perkembangan jasmani dan akalnya.
b. Penanaman sikap yang kelak menjadi basis dalam menghargai hidup dan
pengetahuan di sekolah.
Dengan kedua fungsi tersebut, pelaku pendidikan akan dengan senantiasa siap
menghadapi segenap problematika kehidupan karena telah ditempa pendidikan agama
yang baik di tengah-tengah keluarga mereka.

B. Pembahasan
1. Pendidikan non Formal
a. Pengertian Pendidikan non Formal

7May,“Melacak Peranan Tujuan Pendidikan Dalam Perspektif Islam.”


8Zulhaini,“Peranan Keluarga Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Kepada
Anak” Jurnal al Hikmah, vol. 1, No. 1, 2019 (N.D.), 1–15.

37
M. Yusuf

Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal


yang dapat dilaksanakan secara berjenjang dan terstruktur (UU No. 20 Tahun
2003 Pasal 1 ayat 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Karena sifatnya
adalah untuk mengganti, menambah, dan melengkapi pendidikan formal,
pendidikan ini dapat diselenggarakan oleh lembaga khusus yang ditunjuk oleh
pemerintah dengan berpedoman pada standar nasional pendidikan. Dan karena
berpedoman pada standar nasional pendidikan maka hasil dari pendidikan non
formal tersebut dapat dihargai setara dengan pendidikan formal.
Secara historis, pendidikan non formal memiliki kedudukan yang kuat
dalam berbagai jalur birokrasi pemerintahan maupun jalur kehidupan
masyarakat lainnya. Namun, seiring dengan berkembang waktu, jalur
pendidikan non formal perlu untuk melakukan revitalisasi pada komponen-
komponen program yang dianggap penting untuk dikembangkan. Tak perlu
ragu untuk menghapuskan berbagai pola-pola yang dianggap sudah tertinggal
(out of date) dalam percaturan pembangunan dan pengembangan masyarakat,
karena, bila hal tersebut dibiarkan akan mengakibatkan adanya stagnansi dalam
pengembangan program-program pendidikan non formal.9

b. Tujuan dan sasaran pendidikan non Formal.


Tujuan pendidikan non-formal adalah untuk mengembangkan potensi
peserta didik di lembaga pendidikan dengan menekan meningkatnya
masyarakat keaksaraan untuk memusatkan perhatian pada pelayanan bagi
warga masyarakat yang tergolong kurang beruntung disebabkan faktor
ekonomi, dan kurangnya sarana dan prasana.10 Jadi dengan adanya lembaga
pendidikan non formal, kesempatan masyarakat akan lebih luas dalam
mengakses layanan pendidikan yang disediakan oleh pemerintah.

9Dinno Mulyono, “Menegaskan Karakter Pendidikan Nonformal” 1, No. 1 (2012), 63–68.


10IjisIndonesian Journal, “Data Processing Information System For Non-Formal Students” 2, No.
April 2017 (N.D.), 1–9.

38
Urgensi Pendidikan Non Formal Dalam Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat

Tujuan kedua adalah dengan adanya pendidikan non formal, maka


keberadaan peserta didik akan selalu terpantau dan selalu dalam keadaan belajar
di mana saja. Sebagaimana diketahui bersama, bahwasannya peserta didik yang
mengenyam dunia pendidikan formal pembelajarannya hanya terbatas pada
waktu-waktu tertentu, di waktu itu pula, peserta didik dalam kontrolan
pembelajaran, artinya segala aktivitas akademiknya dipantau secara langsung
oleh para guru atau pendidiknya.
Namun seperti yang dikemukakan di awal, waktu pembelajarannya
terbatas. Sepulang sekolah, tugas guru seolah telah selesai dalam mengawal
para peserta didik belajar, satu-satunya yang dapat diandalkan adalah orang tua
yang bertugas mengontrol dan mengawasi mereka dalam belajar. Namun
dengan berbagai alasan yang mengemuka seperti kesibukan, latar belakang
pendidikan dan sebagainya, seolah semakin menegaskan bahwa orang tua kini
kurang mendapat peran dalam mengawal mereka agar terus belajar. Dalam
posisi ini, keberadaan orang tua seperti tidak berpengaruh lagi, tongkat estafet
pengawalan akademik seolah terputus hanya sampai di sini.
c. Fungsi-fungsi pendidikan non Formal.
Pendidikan non formal tumbuh berkembang seiring dengan pelbagai
problematika kehidupan dan perjalanan pendidikan di Indonesia. Adapun
fungsi-fungsi dari pendidikan non formal adalah :
1) Sebagai jalur pendidikan pelengkap atau penambah jalur pendidikan
formal. Sebagaimana tujuan dari diterapkannya pendidikan non formal, maka
posisinya adalah mengawal kegiatan akademis peserta didik ketika telah usai
pada jam sekolah.
2) Sebagai pendidikan penguat yang bergerak sejajar dan setara dengan
jalur-jalur pendidikan lainnya. Fungsi ini senada dengan amanat presiden
tentang prioritas pendidikan di tahun 2012, yaitu “Meningkatkan akses dan
pemerataan pelayanan pendidikan yang bermutu dan terjangkau, baik melalui

39
M. Yusuf

jalur formal maupun non-formal di semua jenjang pendidikan” (Kopertis XII,


2012).11
3) Sebagai pendidikan penumbuh dan pengembang bakat non akademik. Hal
itu terbukti dengan banyaknya lembaga-lembaga yang bermunculan dengan
spesifikasi kegiatan berdasarkan kemampuan dasar calon peserta didik.
4) Pengasah Keterampilan. Dengan adanya pendidikan non formal, maka
pengetahuan-pengetahuan peserta didik yang diterima di sekolah namun belum
menyentuh pada taraf psikomotorik, maka pendidikan non formal menjadi
alternatif para peserta didik dalam mengasah dan mengembangkan beragam
keterampilan.
d. Jenis-jenis pendidikan non Formal.
Lingkungan pendidikan non-formal merupakan lembaga kemasyarakatan
dan atau kelompok sosial di masyarakat, baik langsung maupun tak langsung,
ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif (Tirtarahardja dan Sula). Dalam
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab I Pasal 12
Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang
dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Adapun bentuk dan jenis
penyelenggaraan pendidikan non formal secara terstruktur dan berjenjang
antara lain;
1) Kelompok belajar paket A (setara dengan SD), kelompok belajar paket B
(setara dengan SMP), paket C (setara dengan SMA) yang merupakan lembaga
kursus yang mempunyai tingkat kecakapan.
2) Lembaga Kursus dan Pelatihan
Lembaga kursus dan pelatihan adalah pendidikan non formal yang
diselenggarakan oleh sekelompok masyarakat untuk memberikan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap mental tertentu kepada peserta didik. contoh; lembaga

11Mulyono, “Menegaskan Karakter Pendidikan Nonformal.”

40
Urgensi Pendidikan Non Formal Dalam Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat

kursus computer, lembaga kursus bahasa asing, lembaga kursus seni musik,
lembaga kursus kerajinan tangan, dan sebagainya.
3) Kelompok Belajar
Kelompok belajar adalah pendidikan non formal yang terdiri dari
sekelompok masyarakat yang saling berbagi pengalaman dan kemampuan satu
sama lain. Tujuan dari kelompok belajar ini adalah untuk meningkatkan mutu
dan taraf hidup setiap anggota kelompok belajar.
4) Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
Menurut Sutaryat, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat adalah pendidikan
non formal yang berfungsi sebagai tempat untuk belajar dari/oleh/dan untuk
masyarakat, tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan,
sikap, hobi, dan bakat anggota masyarakat sehingga bermanfaat bagi
masyarakat dan lingkungannya.
5) Majlis Ta’lim
Majlis Ta’lim adalah pendidikan non formal yang diselenggarakan oleh
masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap hidup,
yang berhubungan dengan agama Islam, seperti kelompok yasinan, kelompok
pengajian, pengajian kitab kuning, salafiah, dan sebagainya.
2. Konsep Pendidikan sepanjang hayat
a. Pengertian Pembelajaran sepanjang hayat
Pembelajaran sepanjang hayat atau yang biasa dikenal istilah
pendidikan seumur hidup (Life Long Education) adalah pendidikan yang
menekankan bahwa proses pembelajaran serta pendidikan berlangsung
terus menerus sejak seseorang dilahirkan hingga meninggal dunia, baik
dilaksanakan di jalur pendidikan formal, non formal maupun informal.12
Karena memang Pendidikan sebagai semua pengalaman belajar yang
berlangsung dalam segala lingkungan (dalam keluarga/sekolah dan atau

12 Fathul Jannah, “Pendidikan Seumur Hidup Dan Implikasinya” 13, No. 1 (2013), 1–16.

41
M. Yusuf

masyarakat) dan berlangsung sepanjang hidup. Melalui pendidikan ada


ranah dalam diri manusia yang akan dikembangkan pada anak didik yaitu
ranah kognisi yaitu cipta otak (pikiran), ranah afeksi (rasa dan karsa) atau
yang lazim disebut perasaan dan kemauan, dan ranah psikomotor yaitu
keterampilan. Pendidikan yang berlangsung terus menerus akan
mendukung keseimbangan hidup antara jasmani dan rohani, kemudian
akan melahirkan manusia yang beriman dan berpengetahuan sehingga
dapat menjalankan misi penciptaannya sebagai khalifah yang dapat
mengelola alam dengan penuh pengabdian kepada penciptanya.13
Para pakar pendidikan memberikan beberapa pengertian terhadap
Pendidikan Sepanjang Hayat (Life Long Education), di antaranya;
1) Menurut Sthepens: pokok dalam pendidikan sepanjang hayat (Life
Long Education) adalah seluruh individu harus memiliki kesempatan
yang sistematik, terorganisir untuk instruksi, studi dan belajar di setiap
kesempatan sepanjang hidup mereka. Adapun tujuannya adalah
menyembuhkan kemunduran akan pendidikan sebelumnya sehingga
memperoleh keterampilan baru, meningkatkan keahlian, dan
mengembangkan kepribadian.
2) Silva menyatakan pendidikan sepanjang hayat (Life Long
Education) dengan prinsip pengorganisasian yang akhirnya
memungkinkan pendidikan untuk melakukan fungsinya yaitu proses
perubahan yang menuntut perkembangan individu.
3) Menurut Croppley: Pendidikan Sepanjang Hayat (Life Long
Education) diartikan dengan tujuan atau ide formal untuk
pengorganisasian dan penstrukturan pengalaman pendidikan.

13Ibid.

42
Urgensi Pendidikan Non Formal Dalam Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat

Pengorganisasian dan penstrukturan ini diperluas mengikuti seluruh


rentangan usia, dari usia yang paling muda sampai yang paling tua.14
b. Konsep life long education
Sejak abad ketujuh Masehi, Islam telah mencanangkan pendidikan
sepanjang hayat. Islam telah mewajibkan kepada umatnya, baik laki-laki
maupun perempuan, untuk menuntut ilmu pengetahuan, sejak lahir sampai
meninggal dunia. Bahkan, Islam menganjurkan kepada umatnya agar menuntut
ilmu pengetahuan sampai ke negeri Cina.15
Pendidikan sepanjang hayat atau pendidikan seumur hidup adalah sebuah
sistem konsep-konsep pendidikan yang menerangkan keseluruhan peristiwa-
peristiwa kegiatan belajar-mengajar yang berlangsung dalam keseluruhan
kehidupan manusia. Pendidikan sepanjang hayat memandang jauh ke depan,
berusaha untuk menghasilkan manusia dan masyarakat yang baru, merupakan
suatu proyek masyarakat yang sangat besar. Pendidikan sepanjang hayat
merupakan asas pendidikan yang cocok bagi orang-orang yang hidup dalam
dunia transformasi dan informasi, yaitu masyarakat modern. Manusia harus
lebih bisa menyesuaikan dirinya secara terus menerus dengan situasi yang
baru.16
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut manusia untuk
senantiasa belajar, oleh karenanya muncul konsep Pendidikan Sepanjang Hayat
(Life Long Education) yang menjamin setiap manusia untuk belajar sepanjang
hidupnya. Belajar Sepanjang Hayat (Life Long Education) adalah suatu konsep
tentang belajar terus menerus dan berkesinambungan (continuining-learning)
dari buaian sampai akhir hayat, sejalan dengan fase-fase perkembangan pada
manusia. Oleh karena setiap fase perkembangan pada masing-masing individu
harus dilalui dengan belajar agar dapat memenuhi tugas-tugas

14Hatta Moh, Alam Pikiran Yunani (Jakarta: Tinta Mas, 1961), 28 15.
15Wawan Wahyudin, Pendidikan Sepanjang Hayat Menurut Perspektif Islam (Kajian Tafsir
Tarbawi) M (2016), 191–208.
16Ibid.

43
M. Yusuf

perkembangannya, maka belajar itu dimulai dari buaian, masa kanak-kanak,


sampai dewasa dan bahkan sampai masa tua (tutup usia). Proses Belajar
Sepanjang Hayat (Life Long Education) mencakup Tri Pusat Pendidikan yaitu
belajar secara informal, formal maupun non formal sehingga mencapai tujuan
pendidikan khususnya tujuan pendidikan Islam di mana seseorang bermanfaat
bagi orang lain serta mendapat kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.17
Pendapat ini menunjukan, pendidikan bukan hanya didapat dari bangku
sekolah atau pendidikan formal, namun juga dapat diperoleh dari pendidikan
informal dan non formal. Pendidikan berlangsung seumur hidup melalui
pengalaman-pengalaman yang dijalani dalam kehidupan manusia. Pendidikan
seumur hidup adalah sebuah sistem konsep pendidikan yang menerangkan
keseluruhan peristiwa kegiatan belajar mengajar dalam keseluruhan kehidupan
manusia. Proses pendidikan seumur hidup berlangsung secara kontinu dan tidak
terbatas oleh waktu, dan tempat sepanjang perjalanan hidup manusia sejak lahir
hingga meninggal dunia baik secara formal maupun non formal. Proses
pendidikan seumur hidup tidak hanya dilakukan oleh seseorang yang sedang
belajar pada pendidikan formal, namun bagi semua lapisan masyarakat.18
c. Fase Pendidikan pada Kehidupan Manusia
Pendidikan pada kehidupan manusia memiliki fase yang telah
diklasifikasi oleh beberapa pakar di bidangnya, Periode 1000 hari pertama
kehidupan terdiri dari 270 hari selama kehamilan dan 730 hari dari kelahiran
sampai usia 2 tahun. Dengan demikian, 1000 hari pertama kehidupan terjadi
pada saat ibu hamil dan menyusui hingga usia anak 23 bulan. Periode 1000 hari
pertama kehidupan merupakan periode kritis dalam kehidupan manusia dan
memberikan dampak jangka panjang terhadap kesehatan dan fungsinya.19

17Hatta Moh, "Alam Pikiran Yunani".


18Jannah, “Pendidikan Seumur Hidup Dan Implikasinya.”
19Siti Tatmainul Qulub, “1000 Hari Pertama Kehidupan Perspektif Hukum Islam” 2 (2016).

44
Urgensi Pendidikan Non Formal Dalam Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat

Pada kehamilan 8 minggu pertama sejak pembuahan terjadi pembentukan


semua cikal bakal yang akan menjadi otak, hati, jantung, ginjal, tulang, dan
lain-lain. Kemudian kehamilan 9 minggu hingga kelahiran, merupakan
pertumbuhan dan perkembangan lebih lanjut pada organ tubuh agar siap untuk
hidup di dunia baru atau di luar kandungan ibu. Perkembangan penting
sebagian organ terus berlanjut sampai kira- kira 2 tahun pertama kehidupan.
Dengan demikian, sebagian besar organ dan sistem, masa kritisnya terjadi pada
saat periode dalam kandungan.
Oleh karena itu, segala hal yang diperlukan oleh janin dan bayi pada 1000
hari pertama kehidupan tersebut harus dipenuhi, karena akan sangat besar
dampaknya terhadap kehidupannya kelak. Kebutuhan tersebut meliputi
kebutuhan asuh, asah dan asih. Kekurangan gizi yang merupakan salah satu
kebutuhan fisik pada masa janin dan usia dini akan memberikan dampak jangka
pendek dalam perkembangan otak, pertumbuhan (IUGR), dan metabolic
programing. Dampak jangka pendek tersebut, akan membawa pada dampak
jangka panjang yaitu; perkembangan otak akan menyebabkan kemampuan
kognitif dan pendidikan yang kurang, pertumbuhan (IUGR) akan menyebabkan
stunting/pendek, dan metabolic programing akan menyebabkan berbagai
penyakit seperti hipertensi, diabetes, obesitas, PJK, dan stroke.20
4. Persiapan Pembelajaran Sepanjang hayat menghadapi era 4.0
Konsep revolusi industri 4.0 pertama kali dikenalkan oleh Profesor Klaus
Schwab yang merupakan seorang ahli ekonomi melalui bukunya yang berjudul
“The Fourth Industrial Revolution”. Dalam bukunya Profesor Klaus
menjelaskan, bahwa revolusi industri 4.0 telah mengubah hidup, pola pikir dan
cara kerja manusia. Dalam perkembangannya, revolusi industri 4.0 ini
memberikan tantangan sekaligus dampak bagi generasi muda bangsa

20Ibid.

45
M. Yusuf

Indonesia.21 Dalam buku tersebut dinyatakan bahwa dunia telah mengalami


empat tahapan revolusi, yaitu:
1) Revolusi Industri 1.0 terjadi pada abad ke 18 melalui penemuan mesin
uap, sehingga memungkinkan barang dapat diproduksi secara masal,
2) Revolusi Industri 2.0 terjadi pada abad ke 19-20 melalui penggunaan
listrik yang membuat biaya produksi menjadi murah,
3) Revolusi Industri 3.0 terjadi pada sekitar tahun 1970an melalui
penggunaan komputerisasi, dan,
4) Revolusi Industri 4.0 sendiri terjadi pada sekitar tahun 2010an melalui
rekayasa intelegensia dan internet of thing sebagai tulang punggung
pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin.22
Perubahan dahsyat sebagaimana penjelasan di atas sedikit banyak akan
mempenaruhi kehidupan umat manusia secara drastis termasuk dalam hal
pendidikan dan realita kehidupan manusia lainnya.
Realita kehidupan manusia secara fundamental juga mengubah cara
hidup, bekerja dan berhubungan antara satu dengan yang lain. Dalam skala
ruang lingkup dan kompleksitasnya, transformasi yang sedang terjadi
mengalami pergeseran gaya hidup dari sebelumnya. Kemajuan bidang
informasi komunikasi dan bioteknologi hingga teknik material mengalami
percepatan luar biasa dan membawa perubahan radikal di semua dimensi.23
Dampak negatif yang ditimbulkan dan dapat kita lihat sekarang ini adalah
kurangnya pemahaman mengenai pendidikan multikultural bagi generasi muda
kita dalam hal ini anak usia sekolah. Kurangnya pemahaman mengenai
pendidikan multikultural ini juga berdampak terhadap lunturnya identitas
nasional bangsa Indonesia, nilai-nilai luhur bangsa Indonesia mulai

21Abdul Rohman Et Al., “Pendidikan Multikultural : Penguatan Identitas Nasional Di Era,” No.
September (2018), 44–50.
22Banu Prasetyo, Umi Trisyanti, “Revolusi Industri 4.0 Dan Tantangan Perubahan Sosial” (N.D.),

22–27.
23Erfan Gazali, “Pesantren Di Antara Generasi Alfa Dan Tantangan” 2, No. 2 (2018), 94–109.

46
Urgensi Pendidikan Non Formal Dalam Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat

ditinggalkan oleh generasi muda kita. Hal tersebut menimbulkan berbagai


permasalahan-permasalahan dalam dunia pendidikan yang berakibat pada
terhambatnya perkembangan kualitas pendidikan itu sendiri. Dimulai dari
munculnya radikalisme secara langsung ataupun melalui media sosial, tawuran
antar sekolahan, tindakan kriminal yang dilakukan oleh anak usia sekolah,
lunturnya nilai budaya bangsa pada diri generasi muda, dan intoleransi antar
sesama serta diskriminasi dalam dunia pendidikan yang masih saja terjadi
sampai saat ini.24
Jadi, dengan berkembangnya kemajuan teknologi yang tak terbendung
lagi ini, mau tidak mau pendidikan harus juga mengikuti perkembangannya,
upaya menjauhkan diri dan sikap konservatif terhadap perkembangan teknologi
dikarenakan kekhawatiran akan dampak dan efek negatif kepada pendidikan
agaknya harus mulai dirubah karena itu menjadi suatu hal yang tak beralasan.
Pendidikan harus mampu memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut
untuk pengembangan dan fasilitas media pembelajaran, apalagi sekarang untuk
bersentuhan dengan teknologi itupun dapat dilakukan dengan mudah dan
murah, artinya akses pengetahuan dan wawasan berbasis internet menjadi
sangat mudah untuk dilakukan baik di sekolah maupun di rumah, kapanpun dan
di manapun.
D. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulan bahwasannya memegang konsep
pendidikan sepanjang hayat, pendidikan harus selalu mendapatkan pengawalan
secara serius di mana peserta didik itu tinggal, tongkat estafet pengontrolan
pendidikan tidak boleh putus hanya sampai pada saat jam sekolah saja, namun
juga harus diteruskan kepada orang tua, jika orang tua tidak sanggup, maka bisa
dilemparkan kepada para tutor yang berada pada lembaga-lembaga non formal

24Rohman Et Al., “Pendidikan Multikultural : Penguatan Identitas Nasional Di Era.”

47
M. Yusuf

yang sekarang banyak bermunculan dengan memasukkan putra putrinya pada


lembaga-lembaga tersebut.
Konsep pendidikan sepanjang hayat dengan memanfaatkan lembaga
pendidikan non formal akan mensuplai energi dan semangat bahwasannya
manusia tidak boleh berhenti belajar kendati usia telah mulai bertambah, karena
dalam konsep tersebut pendidikan tidak mengenal usia dan tempat, karena
manusia tercipta sebagai manusia pembelajar yang tidak boleh bosan dan
berhenti untuk belajar.

Daftar Pustaka
Gazali. Erfan, “Pesantren di Antara Generasi Alfa Dan Tantangan” 2, No. 2 (2018):
94–109.
Jannah, Fathul. “Pendidikan Seumur Hidup Dan Implikasinya” 13, No. 1 (2013).
Journal, Ijis Indonesian. “Data Processing Information System For Non-Formal
Students” 2, No. April 2017 (N.D.).
Kintamani, Ida, Dewi Hermawan, And Sekretariat Jenderal Kemdikbud. “The
Performance Of Equality Education As A Type Of Non Formal,” No. September
2011 (2012): 65–84.
Hatta, Moh. “Alam Pikiran Yunani , (Jakarta: Tinta Mas, 1961), Hal. 28 15” (1961):
15–32.
May, Asmal. “Melacak Peranan Tujuan Pendidikan Dalam Perspektif Islam” 2, No. 2
(2015): 209–222.
Mulyono, Dinno. “Menegaskan Karakter Pendidikan Nonformal” 1, No. 1 (2012):
63–68.
Prasetyo, Banu. dan Umi Trisyanti, “Revolusi Industri 4.0 Dan Tantangan Perubahan Sosial”
(N.D.).
Qulub, Siti Tatmainul. “1000 Hari Pertama Kehidupan Perspektif Hukum Islam” 2
(2016).
Rohman, Abdul, Yenni Eria Ningsih, Magister Pendidikan Sejarah,
Universitassebelasmaret Surakarta, Kota Surakarta, And Identitas Nasional.
“Pendidikan Multikultural : Penguatan Identitas Nasional Di Era,” No.
September (2018): 44–50.
Sudarsana, I Ketut. “Peningkatan Mutu Pendidikan Luar Sekolah Dalam Upaya
Pembangunan Sumber Daya Manusia” (N.D.): 1–14.
Wahyuddin, Wawan. “Pendidikan Sepanjang Hayat Menurut Perspektif Islam (
Kajian Tafsir Tarbawi )” M (2016): 191–208.
Zulhaini, “Peranan Keluarga Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam
Kepada Anak” Jurnal al Hikmah, vol. 1, No. 1, 2019 (N.D.): 1–15.

48
Urgensi Pendidikan Non Formal Dalam Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat

49

You might also like