Article - Budaya Tahlilan Sebagai Media Dakwah
Article - Budaya Tahlilan Sebagai Media Dakwah
Article - Budaya Tahlilan Sebagai Media Dakwah
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the value of da'wah in the culture of tahlilan
among the Nahdliyin community, especially in the dissemination, socialization and
actualization of religious values in tahlilan. The method of this research uses the case
study method with a naturalistic approach because the object raised is the culture of
tahlilan that exists among the residents of Nahdliyin and the object which is the case in
this study will be examined and detailed and comprehensive. The results of this study are
tahlilan culture as one of the religious practices among the Nahdliyin community in essence
is the media of preaching in an effort to disseminate the aspects of the delivery of religious
messages, the addition of religious knowledge, teaching of religious knowledge and
strengthening religious values. The socialization in this result shows the inculcation of
religious values and the cultivation of religious values. Actualization of religious values
in this study shows the application of religious values to social and spirutal aspects. In
addition, tahlil also experienced expansion of functions so that tahlil is not only
synonymous with death but also in it there is a good habituation process and passed down
from generation to generation.
Keywords: Tahlilan Culture, Media, Da'wah
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui nilai dakwah yang ada dalam budaya
tahlilan dikalangan masyarakat nahdliyin khususnya pada diseminasi,
sosialisasi dan aktualisasi nilai agama dalam tahlilan. Adapun metode
penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan
naturalistik karena objek yang diangkat adalah budaya tahlilan yang ada
dikalangan warga nahdliyin dan objek tersebut yang menjadi kasus pada
penelitian ini yang akan diteliti serta rinci dan komprehensif. Hasil dalam
Diterima: Januari 2019. Disetujui: April 2019. Dipublikasikan: Juni 2019 1
E.O.I. Librianti, Z. Mukarom, & I. Rosyidi
penelitian ini adalah budaya tahlilan sebagai salah satu praktek keagamaan
di kalangan masyarakat nahdliyin pada hakikatnya adalah media dakwah
dalam upaya proses diseminasi pada aspek penyampaian pesan agama,
penambahan pengetahuan ilmu agama, pengajaran ilmu agama dan
penguatan nilai-nilai agama. Sosialisasi dalam hasil ini menunjukkan adanya
penanaman nilai agama dan pembudayaan nilai agama. Aktualisasi nilai-nilai
agama dalam penelitian ini menunjukkan adanya penerapan nilai agama
pada aspek sosial dan aspek spirutal. Selain itu, tahlil juga mengalami
perluasan fungsi sehingga tahlil tidak hanya identik dengan kematian tapi
juga di dalamnya terdapat proses pembiasaan yang baik dan diwariskan
secara turun temurun.
Kata Kunci : Budaya Tahlilan, Media, Dakwah
PENDAHULUAN
Tradisi tahlilan yang memuat nilai-nilai keagamaan, menjadi salah satu
praktek keagamaan yang begitu khas di Indonesia. Tahlilan merupakan
ibadah ghairu mahdhah sekaligus praktek keagamaan yang sampai saat ini
masih terus dipraktekan oleh masyarakat Islam khususnya warga nahdliyin.
Sebagai agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat di Indonesia,
tentunya praktek ibadah tahlilan mejadikan karakteristik bagi warga nahdliyin
yang begitu adaptif terhadap budaya lokal.
Tradisi tahlilan merupakan suatu persinggungan antara Islam dan
budaya lokal. Dialog antara Islam dan budaya, sejatinya merupakan realitas
yang akan terus menerus menyertai agama ini. Aktualitas Islam dalam
sejarah, telah menjadikan Islam tidak dapat terlepas dari aspek lokalitas,
sehingga dengan karakteristiknya masing-masing akan menemukan benang
merah yang menyatukan dan memperkokoh yang kemudian akan
melahirkan nilai universal (tauhid) atau nilai-nilai keagamaan. Kemudia,
adanya dialektika antara Islam dan budaya lokal merupakan gambaran
bagaimana Islam yang merupakan ajaran normatif universal dari Tuhan
diakomodasikan dalam kebudayaan manusia tanpa kehilangan identitasnya.
(Susanto, 2008: 17).
Melihat adanya realitas tahlilan yang menjadi bagian dari budaya yang
telah melembaga dikalangan warga nahdliyin serta syarat dengan nilai-nilai
agama di dalamnya, maka Geertz mengungkapkan bahwa apa yang diyakini
dan diamalkan oleh masyarakat yang menjadi bagian dari agamanya, maka
itulah yang disebut sebagai agama bagian dari sistem budaya (Geertz, 1992:
47).
Menurut Madjid, pola budaya yang ada di masyarakat itu berkembang
berdasarkan agama sebagai dialog dinamis dan tidak terlepas dari lokalitas
dan hal-hal bersifat historis, menunjukkan bahwa budaya itu berakar dalam
2 Prophetica : Scientific and Research Journal of Islamic Communication and Broadcasting
Budaya Tahlilan sebagai Media Dakwah
agama, maka harus dinilai sebagai suatu yang selalu berkembang, tidak
statis, dan terus mengakar (Madjid, 1999:482). Maka suatu tradisi
keagamaan (tahlilan) itu merupakan unsur-unsur yang terbentuk dari hasil
interpretasi manusia dalam interaksinya, dengan sejarah dan juga unsur
budaya lainnya.
Tahlilan dikalangan warga nahdliyin sudah membudaya dan juga
melembaga. Pada awalnya tahlilan sebagai suatu prosesi untuk menghibur
orang yang sedang berduka dan dilakukan untuk mendoakan orang yang
telah meninggal dengan membaca do’a dan dzikir tertentu. Kegiatan tahlilan
ini dilaksanakan sebagai rangkaian kegiatan takziyah yang membawa nilai-
nilai luhur dalam mengembangkan nilai-nilai agama Islam. Hal ini sudah
bertahun-tahun lamanya menjadi suatu tradisi yang telah mengakar di
tengah-tengah masyarakat yang dilakukan mulai dari 3 hari, 7 hari, 40 hari,
100 hari, sampai 1000 hari, bahkan sampai 1 tahun yang kemudian dikenal
dengan istilah haul.
Tahlilan sebagai budaya keagamaan, dalam perspektif dakwah
merupakan satu tradisi yang bernilai Islami karena dalam prakteknya tradisi
tahlil begitu syarat dengan pesan moral dan tidak selalu identik dengan
kematian, seperti dalam rangka melaksanakan ibadah sosial dan sekaligus
sebagai salah satu wadah untuk berdzikir kepada Allah, tapi juga sebagai
proses tabligh (penyampaian), mau’izhah (pengajaran), washiyyah (nasihat),
dan tadzkirah (peringatan).
Tradisi tahlilan merupakan aktivitas keagamaan dan juga suatu bentuk
budaya agama yang sampai saat ini terus dilakukan oleh warga nahdliyin yang
tidak hanya mengandung nilai-nilai budaya, namun mengandung nilai-nilai
dakwah. Pada kacamata dakwah Islam, Menurut Khoeriyah, kebudayaan
manusia dapat dikatakan memiliki nilai dakwah jika kebudayaan tersebut
menjadi media penanaman nilai-nilai agama dan sebagai aktualisasi untuk
manusia tunduk dan beribadah kepada Allah (Khoriyah, 2011: 15).
Studi tentang tahlil ini mecoba menelaah terhadap salah satu produk
budaya bagi lahirnya konsep dakwah yang berpangkal dari budaya lokal
(tahlilan), serta mencoba mengkaji bagaimana tahlilan sebagai khazanah
budaya lokal memiliki dimensi dakwah yang dapat berjalan secara efektif
dan efisien sebagai proses dakwah di kalangan masyarakat khususnya warga
nahdliyin.
Mengenai penelitian budaya tahlil atau praktek keagamaan berbasis
kearifan lokal sudah ada yang melakukan, seperti penelitian yang dilakukan
Nur Khadiantoro (2011) Penerimaan Tradisi Tahlilan dalam kehidupan
sosial masyarakat Desa Sokaraja Lor Banyumas. Hasil dari penelitian
tersebut menunjukan bahwa tahlilan memiliki penilaian positif, berupa
mampu meningkatkan hubungan masyarakat dan sedangkan secara batin
mampu meningkatkan keimanan. Penelitian lainnya seperti yang dilakukan
Volume 5 Nomor 1 (2019) 1-20 3
E.O.I. Librianti, Z. Mukarom, & I. Rosyidi
LANDASAN TEORITIS
Tradisi tahlilan merupakan aktivitas keagamaan dan juga suatu bentuk
budaya agama yang sampai saat ini terus dilakukan oleh warga nahdliyin yang
tidak hanya mengandung nilai-nilai budaya, namun mengandung nilai-nilai
dakwah. Pada kacamata dakwah Islam, Menurut Khoeriyah, kebudayaan
manusia dapat dikatakan memiliki nilai dakwah jika kebudayaan tersebut
menjadi media penanaman nilai-nilai agama dan sebagai aktualisasi untuk
manusia tunduk dan beribadah kepada Allah (Khoriyah, 2011: 15). Sebagai
praktek keagamaan dan realitas budaya lokal tahlil memiliki relasi dengan
dakwah sebagai diseminasi nilai agama, sosialisasi nilai agama dan aktualisasi
nilai agama.
Diseminasi secara umum dapat didefinisikan berupa suatu proses
yang ditujukan kepada individu maupun kelompok agar masyarakat
memperoleh informasi dan mereka dapat menerima informasi tersebut
sehingga timbul kesadaran. Istilah umumnya yang sering digunakan sebagai
sinomin adalah “penyebaran” (Wilson,dkk,2010: 89). Atas dasar pengertian
tersebut dalam kaitannya dengan dakwah diseminasi dapat diartikan sebagai
penyebar luasan nilai-nilai agama Islam pada masyarakat.
Proses diseminasi adalah penyebaran informasi yang cukup
sederhana karena hanya mengkomunikasikan suatu pesan kepada
masyarakat. Adapun tujuan diseminasi itu sendiri adalah masyarakat dapat
memanfaatkan pengetahuan yang mereka dapat karena adanya penyebaran
informasi (Farkas, 2015: 48). Pengetahuan atau informasi begitu indentik
dengan pemanfaatan informasi tersebut. Maka tujuan akhir dari proses
diseminasi ini adalah masyarakat bukan hanya menerima suatu informasi
tapi mereka dapat memanfaatkan informasi yang mereka dapatkan.
Sedangkan diseminasi nilai menurut Muflihin adalah tindak inovasi
yang disusun dan disebarkan berdasarkan suatu perencanaan yang matang
dengan pandangan menuju kebaikan melalui forum yang diprogramkan
(Muflihin, 2018: 17). Jika ditinjau melalui kacamata dakwah maka proses
disemenasi bisa diartikan sebagai proses penyebaran nilai-nilai Islam yang
direncanakan, diarahkan, dan dikelola secara terencana.
Adapun tahapan proses diseminasi agar manusia dapat mendalami
dan menghayati nilai-nilai utama, setidaknya ada tiga tahap, yakni: tahap
Selain itu, pada aspek lain dapat ditunjukkan dengan bagaimana nilai
agama tersebut terbentuk melalui hubungan warga nahdliyin dengan
masyarakat lainnya, atau dalam kata arti lain adalah hablum minannas. Budaya
tahlilan dapat dijadikan sebagai media kohesivitas sosial atau kedekatan
antar masyarakat, mempererat solidaritas masyarakat, dan mempererat
silaturrahmi (ukhuwah islamiyah).
Bagi masyarakat nahdliyin, tahlilan adalah salah satu media untuk
membina spiritual mereka kepada Allah. Adanya bacaan kalimat “tahlil”
selain salah satu bacaan dzikir, merupakan kalimat yang memberikan
penyadaran akan mengingat kematian. Sebaik-baiknya manusia ketika wafat
adalah mereka yang membaca kalimat tahlil. Hal tersebut seperti yang
diungkapkan oleh H. Rojali yang menyatakan bahwa:
“Ritual do’a bersama, berdizikir dalam tahlilan itu merupakan ibadah dalam
rangka membina spiritual kepada Allah. Selain itu dalam tahlilan intinya
adalah do’a, sedangkan do’a salah satu bentuk untuk melatih spiritual untuk
senantiasa meminta kepada Allah.” (Wawancara 29 April 2019).
Hal lain diungkpkan oleh Juanda bahwa pelajaran yang paling utama
dalam tradisi ini adalah dapat melatih untuk selalu mengucap dzikir. Selain
itu, tradisi ini juga menjadi media untuk mengingat kematian agar dirinya
senantiasa mengingat hari kematian tersebut, sehingga akan timbul
kesadaran untuk berbuat kebaikan selama hidup. Hal tersebut merupakan
suatu upaya untuk menjadikan hidupnya agar selalu mengingat Allah.
“Bagi saya hal yang utama dalam tradisi tahlilan ini adalah mengingat
kematian. Selain itu, melatih untuk saya senantiasa berdzikir dan mengucap
kalimat-kalimat thoyyibah sehingga membuat diri kita itu ingat terus kepada
Allah. Sehingga dengan begitu timbul kesadaran bahwa dengan ingat
kematian, ada upaya untuk selalu bersikap positif dan menyadarkan diri
bahwa segala di dunia ini sudah diatur oleh Allah termasuk ajal kita. Maka
secara otomatis selalu ada upaya untuk memperbaiki ibadah” (Wawancara
29 April 2019).
Solidaritas masyarakat yang begitu tinggi akan kepedulian terhadap
sesama, dalam kontek ini dapat dilihat dengan antusiasnya masyarakat yang
ikut mendo’akan bahkan ikut membantu keluarga yang terkena musibah.
Hal itu mereka lakukan semata-mata karena keikhlasan tanpa untuk
mendo’akan dan perduli terhadap duka orang lain.
“Masyarakat disini sangat antusias untuk hadir dalam tahlilan. Kalau saya
pribadi didasari oleh keikhlasan. Ini merupakan bentuk dari adanya rasa
solidaritas di antara masyarakat di Desa Cipadung. Semua masyarakat guyub
menjadi satu, dari mana-mana datang” (Wawancara 29 April 2019).
Pada tahlilan di dapatkan bahwa adanya penerapan nilai agama
Islam baik pada aspek spiritual maupun pada aspek sosial. Nilai agama
16 Prophetica : Scientific and Research Journal of Islamic Communication and Broadcasting
Budaya Tahlilan sebagai Media Dakwah
PENUTUP
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa budaya tahlilan sebagai salah satu
praktek keagamaan di kalangan masyarakat nahdliyin pada hakikatnya
adalah media dakwah dalam upaya proses diseminasi, sosialisasi dan
aktualisasi nilai-nilai agama. Selain itu, tahlil juga mengalami perluasan
fungsi sehingga tahlil tidak hanya identik dengan kematian tapi juga di
dalamnya terdapat proses pembiasaan yang baik dan diwariskan secara
turun temurun.
Jika seperti itu, maka tahlil tidak harus dimonopoli oleh kaum
nahdliyin, karena di dalamnya syarat akan aktivitas keagamaan yang menjadi
sarana untuk berdakwah. Jadi, tahlilan pada hakikatnya merupakan media
dakwah yang berbasis kearifan lokal khususnya dikalangan masyarakat
nahdliyin. Setidaknya melalui tradisi tahlilan dapat memberikan suatu
gambaran bahwa tahlil merupakan realitas atau praktek keagamaan yang
memiliki nilai dakwah dengan pendekatan kultural.
Saran untuk penelitian lanjutan adalah penelitian ini berfokus pada
proses diseminasi, proses sosialisasi dan akualisasi nilai agama dalam budaya
tahlilan bagi masyarakat. Maka untuk yang memiliki kecenderungan yang
sama untuk mengkaji tahlil dapat membedah dengan pendekatan yang
komprehensif. Beberapa di antaranya yang terbuka untuk dikaji meliputi
tahlil dalam pendekatan sejarah, sosiologi, pendidikan, ekonomi, dan lain-
lain.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:
Rineka Cipta.
Barmawi, M. (2017). Aktualisasi Dakwah Islam (Kajian Analisis Formulasi
Dakwah Rasulullah). Religia, 12-25.
Beatty, A. (1999). Varieties of Javanese religion: An anthropological account (Vol.
111). Cambridge University Press.
Farihah, I. (2013). Media Dakwah Pop. At-Tabsyir; Jurnal Komunikasi
Penyiaran Islam, 1(2), 25-45.
Farkas, M., Jette, A. M., Tennstedt, S., Haley, S. M., & Quinn, V. (2003).
Knowledge dissemination and utilization in gerontology: An
organizing framework. The Gerontologist, 43(suppl_1), 47-56.
Geertz, C. (1992). The Interoretation of Culture: Selected Essays, London,
Hutchinson CO Publisher. Terj. Francisco Budi Hadirman,
Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: Kanisius.
Haidhuddin, D. (1998). Dakwah Aktual, Jakarta: Gema Insani Pers.