Semantik Al Alaq

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

AL WARAQAH: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab

P-ISSN: - E-ISSN: -
Vol. 1 No. 1, Januari-Juni 2021

ANALISIS LINGUISTIK DALAM AL-QUR’AN (STUDI SEMANTIK TERHADAP QS AL-


‘ALAQ)

Baiq Raudatussolihah, Ritazhuhriah


Universitas Nahdatul Wathan Mataram, IAIN Bone

Abstract
This research aims at investigating kinds of meaning and sense relation
contained in QS al-‘Alaq according to commentators. This research used
qualitative method which was focused on library research. This research used a
multidisciplinary approach which seeks to study and discuss objects from several
disciplines or relate them to different disciplines i.e interpretive and semantics
approaches. The data collected was proceed using qualitative research method
and used descriptive analysis technique for data analysis and interpretation.
Semantics is to study the meaning of each word that is used as interpretation
Word to interpret the verses in QS al-‘Alaq according to some commentators
based on semantics theory in general. The result of the study showed that kinds
of meaning that was used by commentators in interpreting verses in QS al-‘Alaq
consisted of some kinds of meaning, they are reference meaning, root or
dictionary meaning, connotative meaning and denotative meaning. Meanwhile
the sense relation between verses and the interpretation occurred in four kinds of
relation namely synonymy, polysemy, hyponymy, and hypernym ‫ز‬Discussion
about semantics studies is certainly very broad, particularly when using tafsir
book as the object of study. Hence this research hopefully can become a
reference for other researchers especially those who are involved in the field of
Arabic in order to always study and examine arabic works including tafsir book.
In addition, this research is expected to give contribution to the development of
science.

Keywords: Linguistic, Semantic, sintaksis, QS al-‘Alaq

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semantik merupakan salah satu cabang ilmu linguistik teoritisyang membahas tentang
makna, meliputi asal makna, bagaimana makna itu terbentuk serta hakikat tentang makna.
Secara umum ada tiga macam jenis makna, yaitu makna leksikal, makna kalimat (sentential
meaning), serta makna wacana (discourcial meaning). Yang dimaksud dengan makna leksikal

J u r n a l A l W a r a q a h , V o l 1 N o 1 J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 41
adalah makna setiap kata yang ada dalam sebuah ujaran, misalnya dalam bahasa Arab makna
kata qara’a adalah “membaca”. Sedangkan sentential meaning adalah makna dari gabungan
kata per kata tersebut sehingga menimbulkan sebuah kefahaman dan kemanfaatan. Adapun
discourcial meaning adalah makna yang dihasilkan lebih dari sekadar kalimat yang disusun
saja.1 Makna leksikal itu ada beragam bentuknya, yaitu konotatif, denotatif, homonim,
homofon dan lain sebagainya termasuk di dalamnya adalah majaz-majaz atau figurative
meaning.
Semantik merupakan kunci untuk memahami berbagai konsep puncak dari sebuah welt
anscahuung alias pandangan dunia dari pemilik kata yang ingin diketahui maknanya. Apabila
tidak sampai pada pemahaman pandangan dunia pemliki bahasa, maka makna yang ingin
dipahami juga tidak dapat tercapai. Bahasa tidak hanya berfungsi sebagai sarana untuk
berbicara atau berkomunikasi namun yang lebih penting adalah untuk melakukan konsepsi dan
penafsiran atas dunia yang ada di sekitar bahasa tersebut. Jadi, apabila membahas semantik
dalam al-Qur’an maka makna yang akan dihasilkan harus selaras dengan pandangan dunia al-
Qur’an itu sendiri (qur’anic world view), ini yang harus disadari.2
Pembahasan tentang semantik al-Qur’an ini tampaknya hanya pada batas leksikal saja,
para pengkaji al-Qur’an biasanya hanya mencari makna yang terkandung dalam setiap kata
yang ada di dalamnya. Dalam kajian semantik al-Qur’an, makna itu dibagi menjadi dua macam
yaitu makna dasar dan makna relasional. Makna dasar adalah kandungan arti yang tetap
melekat pada kosakata, meskipun kata tersebut dipisahkan dari konteks pembicaraan kalimat
seperti contoh kata kita>b makna dasarnya tetaplah buku. Sedangkan makna relasional adalah
makna yang dihasilkan apabila sudah ada hubungan dengan kata lain atau konteks lain, seperti
kata kita>b (buku) apabila dihubungkan dengan konsep yang lain, maknanya bukan lagi buku.
Misalnya dihubungkan dengan Allah, tanzi>l, la> raiba fi>h, maka kita>b bisa bermakna al-Qur’an.
Contoh lain adalah kata yaum yang bermakna asli “hari” namun apabila dihubungkan dengan

1
Dimyathi Ahmadin, Semantics Course; Levels of Meaning (Malang: UIN Malang, 2008).
2
Toshihiko Izutsu, God and Man in the Qur’an; Semantics of the Qur’anic Weltanschauung (Kuala
Lumpur: Islamic Book Trust, 2002), h. 3.
J u r n a l A l W a r a q a h , V o l 1 N o 1 J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 42
world view nya al-Qur’an maka kata yaum ini bermakna banyak, bisa al-qiya>mah, hisab,
ataupun al-di>n.3
Dalam menganalisis semantik, seseorang harus menyadari bahwa bahasa itu bersifat
unik dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya. Maka
analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja dan tidak dapat digunakan untuk
menganalisis bahasa lain. Itu semua karena bahasa adalah produk budaya. Jadi makna sebuah
kata bisa menjadi berbeda atau memiliki nuansa makna yang berlainan.
Teks adalah objek utama dalam kajian semantik, ketika berhadapan dengan teks, maka
akan menemukan dua unsur pembangun, yaitu penulis dan pembaca. Sebuah teks tidak ada
artinya jika tidak ada penulis sebagai pengirim makna (sender) dan pembaca sebagai penerima
makna (receiver) dari penulis. Di samping sebagai penerima makna, pembaca juga sebagai
pemberi makna ke-dua. Dalam hal ini, pembaca diartikan sebagai penafsir makna.
Sebagai teks, al-Qur’an telah include dalam kajian semantik. Al-Qur’an sebagai kitab
suci tidak hanya berisi kumpulan-kumpulan ayat berbahasa Arab yang sastrawi dan indah,
tetapi juga telah menjadi pedoman hidup kaum muslimin. Agar menjadi pegangan hidup, maka
kaum muslimin perlu menafsirkan al-Qur’an agar senantiasa aplikatif dalam kehidupan.
Berdasarkan pembahasan di atas, penulis akan memfokuskan pembahasan pada QS. Al-
‘Alaq dengan menganalisis makna-makna semantik yang terkandung di dalam QS. Al-‘Alaq,
mengingat QS. Al-‘Alaq pada dasarnya membicarakan tentang proses penciptaan manusia,
namun banyak di antara mufassir berpandangan bahwa QS. Al-‘Alaq mengandung konsep
pendidikan yang lengkap. Oleh karena itu penulis tertarik mengkaji dan mnganalisis ayat per
ayat dalam QS. Al-‘Alaq dengan menggunakan salah satu pendekatan linguistik, yaitu
pendekatan semantik (al-dila>lah).

B. Pengertian Judul
Semantik secara etimologis, berasal dari bahasa Inggris ‘semantic’ yang diambil dari
bahasa Yunani ‘sema’ yang berarti ‘tanda’ atau dari verba ‘semaino’ yang berarti ‘menandai’.4
Secara terminologis, semantik adalah cabang linguistik yang membahas tentang arti dan

3
Toshihiko Izutsu, God and Man in the Qur’an; Semantics of the Qur’anic Weltanschauung, h. 12-13.
4
Djoko Kentjono, Dasar-dasar Linguistik Umum (Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1982),
h. 73.
J u r n a l A l W a r a q a h , V o l 1 N o 1 J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 43
makna.5 Adapun padanannya dalam bahasa Arab adalah ‘ilm al-dila>lah yang berasal dari kata
‫ َدلّ– ّيَ ِدلّ– ِدالَلَّة‬yang berarti ‘menunjukkan’ seperti dalam QS. Al-S{af/61:10 ّ ‫ّعلَى‬
َ ‫َه ْل ّأ َُدل ُك ْم‬
ّ‫( ِِتَ َارة‬sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan)
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa semantik adalah salah satu
cabang dari ilmu linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan
hal-hal yang ditandainya, atau membahas dan menganalisa bahasa pada tataran makna. Yakni
mempelajari makna yang terkandung dalam suatu lafal kata serta korelasi yang meliputi makna
itu sendir, seperti hubungan dalam hal padanan makna (sinonim), dan lawan kata (antonim).
Istilah semantik lebih dikenal dalam bahasa Inggris, istilah dila>lah dikenal dalam bahasa Arab
sedangkan istilah makna lebih dikenal dalam bahasa Indonesia.
Berkaitan dengan judul di atas, maka ruang lingkup pembahasan adalah telaah terhadap
kajian makna-makna (semantik/ dila>lah) ayat per-ayat dalam QS. Al-‘Alaq dengan
menggunakan semantik sebagai pisau analisisnya untuk mengetahui jenis makna dan relasinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Arab akan ditemui adanya hubungan kemaknaan
atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata. Hubungan atau
relasi kemaknaan ini bisa menyangkut hal asa-usul kata (etimologi), kesamaan makna
(sinonim), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi), ketercakupan makna
(hipernim dan hiponim), dan sebagainya.6
Etimologi adalah salah satu cabang dari ilmu linguistik yang berusaha menelusuri asal-
usul kata secara historis sejak munculnya kata tersebut, dan menjelaskan perubahan-perubahan
yang terjadi pada makna. Penjelasan asal-usul kata, tidak terbatas pada satu bahasa saja, tetapi
juga meliputi kumpulan bahasa yang berkembang.Adapun Sinonim (al-tara>duf) adalah suatu
ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan
ungkapan lain. Sedangkan Antonim (al-tad}a>d) adalah dua buah kata atau lebih yang maknanya

5
J. W. M. Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum (Cet. III; Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
2001) h. 385.
6
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahsa Indonesia, h. 82-104.
J u r n a l A l W a r a q a h , V o l 1 N o 1 J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 44
dianggap berlawanan. Polisemi (al-ta’addud al-ma’na ) adalah sebuah kata yang maknanya
lebih dari satu, sebagai akibat adanya lebih dari sebuah komponen konsep makna pada kata
tersebut. Hipermini (al-sya>mil) adalah kata-kata yang maknanya melingkupi makna kata-kata
yang lain. Hipomini (masymu>l) adalah kata yang maknanya termasuk di dalam makna kata atau
ungkapan lain.
A. Tinjauan Umum QS. Al-‘Alaq
1. Ringkasan Isi Kandungan

ِ ِ ِ ِْ ‫( َخلَ َق‬۱)ّ‫ّخلَ َق‬ ِ ِ‫اِقْ رأّْ ِِبس ِمّرب‬


ّ‫ِّبّالْ َقلَِم‬
َ ‫ّعلَّ َم‬َ ‫( الَّذ ْي‬۳)ّ‫ّاْلَ ْكَرُم‬ ْ ‫ك‬ َ ‫(ّاقْ َرأْ َّوَرب‬۲) ّ‫ّعلَق‬ َ ‫ّاْلنْ َسا َنّم ْن‬ َ ‫كّالَّذ ْي‬َ َ ْ َ
ِ ِْ ‫( َكآل ّإِ َّن‬٥) ّ ‫ّاْلنْسا َن ّما ََل ّي علَم‬
ّ‫ك‬َ ِ‫( ّا َّن ّإِ ََل َّرب‬٧) ‫ن‬ َّ ‫ّاستَ ْغ‬
ْ ُ‫( ّاَ ْن َّراه‬٦) ‫ّاْلنْ َسا َن ّلَيَطْغَى‬ ْ ْ َ ْ َ َ ِْ ‫( َعلَّ َم‬٤(
ّ‫( اَْواََمَر‬۱۱) ‫ّعلَى ّا ْْلَُدى‬ ِ ‫( اَرأَي‬۱۰)ّ ‫( عبداإِذَاصلَّى‬٩) ‫) ّاَرأَيت ّالَّ ِذي ّي ن هى‬٨(‫الرجعى‬
َ ‫ت ّا ْن ّ َكا َن‬ َ َْ َ ً َْ َ َْ ْ َ َْ َْ
ّ‫(ّّ َكالَّ ّلَئِ ْن ّ ََلْ ّيَْن تَ ِه ّلَنَ ْس َف ًعا‬۱٤)ّ ‫َن ّهللاَ ّيََرى‬ ِ ‫( ّاَََلْ ّيَ ْعلَم‬۱۳ )‫َل‬ ِ ّ ‫(اَراَي‬۱۲(‫ِِبالتَّ ْقوى‬
َّ ‫ِّب‬ ْ َ ‫ت ّا ْن ّ َك َّذ‬
َّّ‫ب َّوتَ َو‬ َ َْ َ
ُّ‫( َكالَّ ّالَتُ ِط ْعه‬۱٨)َ‫ّالزَِبنِيَّة‬ َّ ُ‫( ّ َسنَ ْدع‬۱٧ّ )ّ ُ‫َّنِديَّه‬ َ ُ‫( ّفَ ْليَ ْدع‬۱٦)ّ ‫اطئَة‬ ِ ‫( ّ ََن ِصية ّ َك ِاذبة ّخ‬۱٥)ّ ‫َّاصي ِة‬
َ َ َ
ِ
َ ‫ِِبالن‬
ّ. (۱٩) ‫ب‬ ّْ ‫اس ُج ْد َّواقْ ََِت‬
ْ ‫َو‬
Terjemahnya:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar
(manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya
serba cukup. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali (mu). Bagaimana pendapatmu
tentang orang-orang yang melarang seorang hamba ketika mengerjakan s}alat. Bagaimana
pendapatmu jika orang yang melarang s}alat itu berada di atas kebenaran (petunjuk), atau dia
menyuruh bertakwa (kepada Allah)?. Bagaimana pendapatmu jika dia (yang melarang) itu
mendustakan dan berpaling?. Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat
(segala perbuatannya)?. Sekali-kali tidak! Sungguh, jika dia tidak berhenti (berbuat demikian)
niscaya kami tarik ubun-ubunnya (ke dalam neraka). (yaitu) ubun-ubun orang yang
mendustakan dan durhaka. Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya).
Kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah (penyiksa orang-orang yang berdosa). Sekali-
kali tidak! Janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah serta dekatkanlah (dirimu kepada
Allah).7

7
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Syam al-Qur’an, 2000), h. 597.
J u r n a l A l W a r a q a h , V o l 1 N o 1 J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 45
Ketika QS. Al-‘Alaq/96:1-5 turun, ada dua perintah Allah kepada Rasul-Nya. Pertama
Allah memerintahkan membaca dan mempelajari apa yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad saw. tentang dakwah dan ketauhidan Allah swt. Kedua, Allah memerintahkan Nabi
Muhammad saw. membacanya untuk disampaikan kepada manusia dan memberitahukan kepada
mereka di antara sifat-sifat yang dimiliki Allah yaitu:
a. Bahwasanya Allah swt. menciptakan manusia dari segumpal darah.
b. Bahwasanya Allah Maha Suci lagi Maha Mulia yang melimpahkan nikmat-Nya atas
manusia, yang mengajarkan mereka membaca dan menulis serta mengajarkan mereka apa
yang belum mereka ketahui.
c. Bahwasanya Allah menghukum orang-orang yang tidak mensyukuri nikmat yang
diberikan kepadanya, menghukum orang-orang yang sombong dan melampaui batas serta
Allah mengancam mereka atas kelalaian mereka.
2. Asba>b al-Nuzu>l QS. Al-‘Alaq
Adapun hadits tentang turunnya QS. Al-‘Alaq

ّ‫ّفقالّأَلّأهنكّعنّهذا؟‬،‫ّكانّرسولّهللاّصلىّهللاّعليهّوسلمّيصلىّفجاءهّأبوّجهل‬:‫عنّابنّعباسّقال‬

ّ‫ّإنكّلتعلمّماّهباَّند‬:‫ّفقالّأبوّجهل‬،ّ‫فزجرهّالنيبّصلىّهللاّعليهّوسلمّوانتهرهّوأغلظّلهّيفّالقولّوهدده‬

ّ‫ّأهتددينّوأَنّأكثرّأهلّالواديَّنداي؟ّفأنزلّهللاّ"أرايتّالذيّينهى"ّإَلّآخرّالسورة‬:‫ّويفّرواية‬.‫أكثرّمين‬

ّ .)‫ّحديثّحسنّصحيح‬:‫(أخرجهّأمحدّوالَتمزيّوقال‬
Sehubungan dengan pernyataan Abu Jahal yang dijelaskan dalam hadis di atas,
maka Allah swt. menurunkan ayat ke-6 sampai dengan ayat ke-19 dari QS al-‘Alaq
kepada Rasulullah saw. yakni menginformasikan tentang ancaman Allah swt. terhadap
orang-orang yang melampaui batas dan berbuat dosa.
3. Hubungan QS al-‘Alaq dengan Surah Sebelum dan Sesudahnya
QS al-‘Alaq terdiri dari 19 ayat dan diturunkan di Makkah (Makkiyah).
Hubungan QS al-‘Alaq dengan surah sebelumnya (QS al-Ti>n) adalah pada surah
sebelumnya membicarakan tentang penciptaan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya.
Sedangkan dalam QS al-‘Alaq membicarakan tentang penciptaan manusia dari al-‘Alaq

J u r n a l A l W a r a q a h , V o l 1 N o 1 J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 46
(segumpal darah) hingga nasibnya di akhirat nanti.8 Dengan demikian QS al-‘Alaq ini
tak ubahnya seperti al-syarah wa al-baya>n (penjelasan dan keterangan) terhadap
keterangan terdahulu (pada QS al-Ti>n).
Hubungan QS al-‘Alaq dengan surah sebelumnya (QS al-Qadr) adalah pada QS
al-‘Alaq, Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk membaca al-Qur’an dengan
menyebut nama Tuhan yang menciptakan dan mengajari manusia berbagai hal yang
belum diketahuinya. Sedangkan pada QS al-Qadr, Allah menjelaskan tentang turunnya
al-Qur’an dan keutamaannya, bahwa al-Qur’an diturunkan dari sisi Tuhannya yang
Maha Agung lagi Maha Kuasa, Maha Mengetahui kemaslahatan manusia dan apa yang
mendatangkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.9 Dengan demikian, QS al-‘Alaq
sebagai penjelasan bagi surah setelahnya (al-Qadr) tentang cara membaca al-Qur’an
dengan baik.

B. Jenis dan Relasi Makna dalam QS al-‘Alaq

QS al-‘Alaq merupakan ayat yang pertama kali diwahyukan Allah kepada Nabi
Muhammad ketika berada di Gua Hira.Pada ayat pertama menggunakan dua kata kerja yang
berbeda bentuknya, yang pertama menggunakan kata kerja bentuk sekarang atau yang akan
datang (‫ ) فعل االمر‬yaitu ‫ اقرأ‬karena perintah yang terkandung dalam ayat tersebut bersifat action
dan temporal (‫)الحدوث والتجدد‬. Perintah di sini bukan hanya berlaku sekali saja namun berlaku
untuk seterusnya dan berkali-kali serta berlangsung dari satu waktu ke waktu yang lain.
Sedangkan kata kerja yang kedua menggunakan bentuk lampau (‫ )خلق‬menunjukkan bahwa
penciptaan manusia itu sudah selesai. Dengan demikian, makna dari ayat pertama adalah setiap
membaca sesuatu, baik dalam bentuk tulisan maupun non tulisan, sebutlah nama Allah terlebih
dahulu karena Allah-lah yang menciptakan manusia dan semua yang ada, baik yang bisa dibaca
atau dilihat langsung maupun yang tidak langsung. Membaca dengan memohon pertolongan
Allah agar apa yang dibaca bermanfaat bagi diri sendiri dan makhluk Allah yang lainnya.
Membaca di sini bukan hanya sesuatu yang tertulis dalam teks, namun membaca secara
keseluruhan baik teks-teks yang tertulis maupun yang tidak tertulis secara kodratnya, yaitu
8
Ahmad Mustafa> al-Mara>gi>, Tafsir al-Mara>gi>, Jilid X (Beirut: Da>r al-Fikr), h. 354.
9
Ahmad Mustafa> al-Mara>gi>, Tafsir al-Mara>gi>, Jilid X, h.360
J u r n a l A l W a r a q a h , V o l 1 N o 1 J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 47
membaca alam jagat raya (gejala-gejala alam), membaca perilaku atau aktivitas masyarakat dan
diri sendiri serta makhluk-makhluk selain manusia.
Fawasil pada dua ayat pertama serasi dari segi wazn (timbangan) dan ketukan, tujuannya
untuk mengantarkan pada makna umum surah ketika dua fasilah ayat yang pertama diakhiri
huruf qafpada kata khalaqdan yang kedua kata ‘alaq, keduanya menggambarkan suara yang
keras (menggelegar), karena ketika huruf ini dilantunkan aliran nafas terbuka dengan sempurna
sehingga memberikan pengaruh yang kuat pada pendengar. Huruf ini dari jenis suara yang
dikeraskan yang dapat menggetarkan pita suara ketika dilafalkan. Adapun konteks kedua ayat
tersebut datang untuk menguatkan jiwa Nabi Muhammad saw. dan menghilangkan kegaduhan
dan kegelisahan dari dalam dirinya. Jadi maknanya “bacalah kitab Tuhanmu dan janganlah
takut”
Adapun jenis makna yang digunakan adalah al-ma’na al-maja>zi> atau makna kiasan yaitu
pemakaian kata yang bukan makna sebenarnya. Jadi kata ‫( اقرأ‬bacalah) ditafsirkan menggunakan
makna kiasan karena maknanya sudah bergeser dari makna sebenarnya, akan tetapi masih
memiliki kaitan dengan kata yang ditafsirkan yaitu kata 10‫الجمع‬ (menghimpun) yakni
mengumpulkan atau menghimpun apa yang telah dibaca.Relasi makna antara kata ‫ اقرأ‬dan ‫الجمع‬
yaitu al-ta’addud al-ma’na (polisemi), karena kata ‫ اقرأ‬di sini tidak hanya bermakna ‫ الجمع‬tetapi
juga memiliki makna yang lain seperti ‫ النطق‬,‫ الطالع‬. Pada ayat kedua merupakan susunan jumlah
fi’liyyah yaitu kalimat yang diawali dengan kata kerja. Kata ‫ خلق‬berarti menciptakan (dari
tiada), menciptakan (tanpa satu contoh terlebih dahulu), mengukur memperhalus, mengatur,
membuat dan sebagainya. Kata ini biasanya meberikan penekanan tentang kehebatan dan
kebesaran Allah dalam ciptaan-Nya. Berbeda dengan kata ‫ جعل‬yang mengandung penekanan
terhadap manfaat yang harus atau dapat diperoleh dari sesuatu yang dijadikan itu. Adapun kata
‫ االنسان‬artinya manusia, berasal dari kata ‫ أنس‬berarti senang, jinak dan harmonis. Ada juga
berpendapat berasal dari kata ‫ نسي‬yang berarti lupa dan ‫ نوس‬yang berarti gerak atau dinamika.11
Makna-makna ini memberikan gambaran sepintas tentang potensi atau sifat manusia, bahwa ia
memiliki sifat lupa dan kemampuan bergerak yang melahirkan dinamika kehidupan. Ia juga

10
Ibn al-Maz}u>r, Lisa>n al-‘Arab (Jilid VII; Kairo: Da>r al-H{adi>s, 2013), h. 283.
11
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap (Cet. XIV; Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997), h. 964.
J u r n a l A l W a r a q a h , V o l 1 N o 1 J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 48
makhluk yang selalu melahirkan rasa senang, harmonisme dan kebahagiaan kepada pihak-pihak
lain.
Kata insa>n menggambarkan manusia dengan berbagai keragaman sifatnya. Kata ini
berbeda dengan kata ‫ بشر‬yang juga artinya ‘manusia’ tetapi maknanya lebih banyak mengacu
kepada manusia dari segi fisik serta nalurinya yang tidak berbeda antara seseorang manusia
dengan manusia lain.12 Sedangkan kata ‫ العلق‬berarti ‫( الدم الجامد‬darah yang membeku). Kata ‫العلق‬
dapat dipahami sebagai sebagai gambaran tentang siafat manusia sebagai makhluk sosial yang
tidak dapat hidup sendiri tetapi selalu bergantung kepada lainnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, jenis makna yang digunakan oleh para Mufassir adalah al
ma’na al-maja>zi> atau makna kiasan yaitu pemakaian kata yang bukan makna sebenarnya. Jadi,
kata(‫العلق‬: bergantung) ditafsirkan menggunakan makna kiasan karena maknanya sudah bergeser
dari makna sebenarnya, akan tetapi masih memiliki kaitan dengan kata yang ditafsirkan yaitu
kata (‫الدم الجامد‬: darah yang beku), yaitu darah yang membeku yang tergantung di dinding
rahim.Relasi maknanya (hubungan makna) antara kata ‫ العلق‬dan ‫ الدم الجامد‬yaitu al-ta’addud al-
ma’na (polisemi), karena kata ‫ العلق‬di sini tidak hanya bermakna ‫الدم الجامد‬, tetapi juga memiliki
makna lain seperti ‫الدودة الصغيرة‬.
Pada ayat ketiga, Allah memerintahkan untuk membaca kedua kalinya. Ada beberapa
pandangan tentang tujuan pengulangan kata iqra’ dalam surah ini. Al- Kalbi> mengatakan bahwa
perintah pertama ditujukan kepada pribadi Nabi Muhammad saw., sedangkan perintah yang
kedua untuk disampaikan kepada umatnya, atau yang pertama dibaca di waktu s}alat sedang
yang kedua di luar s}alat.13 Pendapat lain mengatakan yang pertama perintah belajar, sedang
yang kedua perintah mengajar orang lain. Ada juga yang mengatakan bahwa perintah kedua
berfungsi mengukuhkan guna menanamkan rasa percaya diri kepada Nabi Muhammad saw.
tentang kemampuan Nabi membaca, karena tadinya Nabi tidak pernah membaca.14
Pengulangan perintah membaca di ayat ketiga ini menegaskan bahwa membaca itu bukan hanya
sekali namun harus berulang kali agar dapat menelaah dan mengkaji bacaan tersebut kemudian

12
Quraish Shihab, Tafsi>r al-Misba>h: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Vol.15; Jakarta: Lentera
Hati, 2009) h. 459
13
Al-Dimasyqi>, Al-Luba<b fi> ‘Ulu>m al-Kita>bah, (Juz XX; Beirut: Da>r Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, t.th), h. 415.
14
Quraish Shihab, Tafsi>r al-Misba>h: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, h. 460
J u r n a l A l W a r a q a h , V o l 1 N o 1 J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 49
menghimpunnya agar dapat dibaca oleh orang lain sehingga apa yang sudah dikaji bermanfaat
bagi semua.
Pada ayat keempat, jenis makna yang digunakan mufassir untuk menafsirkan ‫علم بالقلم‬
yaitu ‫علم االنسان الكتابة والخط‬.15 Relasi makna (hubungan makna) antara kalimat ‫ علم بالقلم‬dengan
kalimat ‫ علم االنسان الكتابة والخاط‬yaitu hipernim atau hiponim, karena kedua kata tersebut merujuk
maknanya kepada penggunaan qalam (alat tulis), yaitu digunakan untuk menulis ataupun
menggaris (membuat kaligrafi). Jadi, maksudnya adalah Allah mengajarkan manusia menulis
setelah membaca tadi. Sedangkan Jenis makna yang digunakan oleh para mufassir adalah makna
referensial, karena maf’u>l yang mustatir tersebut merujuk kepada manusia. Makna referensial
(referential meaning) adalah makna yang langsung berhubungan dengan acuanya yang ditunjuk
oleh kata referen atau acuan boleh saja benda, peristiwa, proses, atau kenyataan. Referen adalah
sesuatu yang ditunjuk oleh lambang, seperti pada kata ‫ علم‬di atas terdapat ‫ المفعول المستتير‬yang
merujuk makna kepada ‘‫’ االنسان‬.
Pada ayat 3-5 diakhiri dengan suara mi>m (‫)بصوت الميم‬. Huruf mi>m termasuk huruf yang
jika pengucapan suaranya tidak terlalu ditahan akan terdengar agak lemah (‫)االصوات المتوسطة‬
dinamakan juga huruf ‫ الذالقة‬yaitu huruf yang pengucapannya mudah keluar karena makhrajnya
dari ujung lidah dan bibir. Ada beberapa huruf yang berulang-ulang pada ayat di atas, yaitu
la>m diulang 9 kali, huruf mi>m 7 kali, huruf ra> dan huruf ‘ain sebanyak 3 kali. Pemilihan al-aswa>t
pada ketiga ayat di atas merupakan pemilihan yang sangat mengagumkan, karena huruf la>m
dan mi>m yang paling banyak mengalami pengulangan termasuk huruf yang memiliki suara
tenang dan sunyi serta pengucapan hurufnya lembut tanpa harus memaksakan. Dari aspek
sintaksis umum, ayat ketiga merupakan kalimat tanya, ayat keempat dan kelima merupakan
kalimat berita.
Pada ayat keenam, para mufassir menafsirkan 16‫بمعنى حقا كال‬.jenis makna yang digunakan
adalahal-ma’na> al-as>asi> wa al-mu’ja>mi>. Yaitu makna kata secara lepas tanpa dengan kata
lainnya dalam sebuah struktur (frase, klausa atau kalimat), atau disebut juga dengan makna
dasar atau leksikal (lexical meaning) yaitu makna kata yang mengandung satu arti dalam sistem

15
Ala>u al-Di>n ‘Ali ibn Muhammad ibn Ibra>hi>m al-Bagda>d}i> al-Syahi>r bi al-Kha>zin, Tafsi>r al-Kha>zin (Juz
VI; Beirut: Da>r Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, t.th), h. 461.
16
Al-Dimasyqi>, Al-Luba<b fi> ‘Ulu>m al-Kita>bah, h. 417.
J u r n a l A l W a r a q a h , V o l 1 N o 1 J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 50
perkamusan.Relasi makna antara ‫ كال‬dengan ‫ حقا‬adalah sinonim (al-tara>duf), karena kedua kata
tersebut berarti sama “sungguh”. Sedangkan kata ‫ يطغى‬ditafsirkan dengan ‫ يستكب‬kata Relasi
maknanya yaitu ta’addud al-ma’na atau polisemi yaitu kata ‫ يطغى‬tidak hanya bermakna ‫يستكبر‬
tetapi juga memiliki makna lain seperti ‫ والكفر الشرك‬,‫وتطاول بأذ الناس‬..
Pada ayat ketujuh, kata ‫ استغنى‬ditafsirkan ‫غنيا‬. Jenis makna yang digunakan adalah al-
ma’na> al-haqi>qi> (makna denotatif). Keduanya berasal dari akar kata yang sama ( ‫غنى – يغنى‬
).Relasi makna antara kata ‫ استغنى‬dengan ‫ غنيا‬adalah sinonim (al-tara>duf), karena kedua kata
tersebut berarti sama “cukup/tidak butuh”. Pada ayat kedelapan kata ‫ الرجعى‬ditafsirkan dengan
kata ‫ الرجوع‬Jenis makna yang digunakan adalah al-ma’na> al-haqi>qi> (makna denotatif).
Keduanya berasal dari akar kata yang sama (‫)رجع – يرجع‬. Relasi makna keduanya adalah
sinonim (al-tara>duf), karena merujuk kepada makna “tempat kembali”. Pada ayat kesembilan
kata ‫ أرئيت‬ditafsirkan dengan ‫أخبرني‬. Jenis makna yang digunakan adalah al-ma’na> al-asa>si> wa
mu’jami>, yaitu makna kata secara lepas, tanpa dengan kata lainnya dalam sebuah struktur
(frase, klausa atau kalimat), disebut juga dengan makna dasar/leksikal. Relasi makna antara
‫ أرئيت‬dan ‫ أخبرني‬yaitu sinonim. Keduanya merujuk kepada makna memberitakan sesuatu atau
memberikan ide-ide tentang sesuatu. Sedangkan pada kata ‫ ينهى‬terdapat d}ami>r mustatir (‫)هو‬
yang merujuk kepada Abu jahal. Jenis makna yang digunakan menurut mufassir adalah makna
refrensial dan relasi maknanya bersifat subjektif.
Pada ayat kesepuluh, kata ‫ عبدا‬ditafsirkan Nabi Muhammad saw. jadi jenis makna yang
digunakan menurut mufassir adalah makna refrensial dan relasi maknanya bersifat subjektif.
Pada ayat kesebelas kata ‫ الهدى‬berasal dari kata ‫ هدى‬yakni memberi petunjuk atau sesuatu yang
mengantar kepada yang diharapkan.17Kata ‫( هدية‬hadiah) berasal dari akar kata yang sama yang
berarti sesuatu yang mengandung arti petunjuk secara halus dan lemah lembut guna mengantar
kepada persahabatan dan hubungan mesra. Adapun kata ‫ التقوى‬berasal dari kata ‫ وقى‬yang berarti
menjaga, menghindari, dan menjauhi.18 Kata ‫ التقوى‬ditafsirkan ‫ اإلخالص والتوحيد‬yang artinya
ketulusan hati dan keyakinan. Adapun . Jenis makna yang digunakan adalah al-ma’na> al-asa>si>
wa mu’jami>. Relasi maknanya yaitu ta’addud al-ma’na (polisemi).

17
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, h. 1496
18
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, h. 1577
J u r n a l A l W a r a q a h , V o l 1 N o 1 J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 51
Pada ayat ketigabelas, kata ‫ كذب‬berarti bohong, tidak benar.19 Tambahan tasydi>d pada
kata ‫ كذب‬memiliki arti mendustakan dan mengingkari. Sedangkan kata ‫تولى‬ditafsirkan dengan
kata ‫أعرض‬berarti menghindar. Jenis makna yang digunakan adalah al-ma’na> al-asa>si> wa
mu’jami>, dan relasi maknanya merupakan sinonim . Ayat tersebut didahului oleh kata istifha>m,
ini menunjukkan bahwa Allah bertanya kepada Nabi Muhammad. Pada ayat keempatbelas kata
‫يرى‬dengan ‫مطالع على أحواله‬. Jenis makna yang digunakan adalah al-ma’na> al-asa>si> wa mu’jami>,
dan relasi maknanya merupakan sinonim (al-tara>duf), keduanya memiliki makna yang sama
“melihat, meneliti semua perbuatannya (Abu Jahl)”.20
Adapun ayat 6-14 di atas diakhiri dengan huruf alif maqs}u>rah, oleh sebab itu setiap
ayat-ayatnya sesuai dalam timbangan dan suaranya. Menunjukkan makna peringatan dan
perhitungan bagi keadaan manusia yang banyak hartanya kemudian sombong dan melampaui
batas karena mereka serba berkecukupan. Mereka lupa bahwa Allah Maha Suci melihat segala
perbuatan mereka. Makna sintaksis umum dari ayat 6 merupakan kalimat ancaman, ayat 7,8,
dan 10 merupakan kalimat berita, sedangkan ayat 9,11,12,13 dan 14 merupakan kalimat Tanya.
Pada ayat kelimabelas, kata ‫ لنسفعا‬dengan kata ‫ لنأخذن‬. Jenis makna yang digunakan adalah
al-ma’na> al-asa>si> wa mu’jami>, dan relasi maknanya merupakan sinonim (al-tara>duf) dan
ta’addud al-ma’na, karena kata ‫ لنسفعا‬bisa diartikan juga ‫( لنأخذن‬mengambil) dan ‫لنسحبن‬
(menyeret/mencabut). Pada ayat keenambelas ‫ ناصية كاذبة خاطئة‬merupakan kalimat yang nakirah.
Salah satu makna sintaksis yang lahir dari penggunaan nakirah adalah al-ta’z}i>m dan al-taks|i>r. 21
Dalam konteks ayat ini, makna ‫ ناصية كاذبة خاطئة‬melebur dalam kontruksi kalimat sehingga
melahirkan d}ila>lah nahwiyah (makna sintaksis) yaitu makna penegasan beratnya azab bagi
orang-orang yang tidak mau berhenti melarang Nabi mengerjakan amalan-amalan yang
diperintahkan Allah. Kata ‫ نادية‬pada ayat ketujuhbelas berarti tempat pertemuan. Yang
dimaksud adalah orang-orang yang berkumpul di tempat itu. Kata ini digunakan dalam al-
Qur’an dalam konotasi negatif (perkumpulan kejahatan). Jenis makna yang digunakan adalahal-
ma’na> al-asa>si>atau al-mu’jami>. Kata ‫ النادية والمجلس‬mengandung makna yang sama yaitu tempat

19
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, h. 1197
20
Muhammad ‘Ali> al-S}a>bu>ni>, S}afwah al-Tafsir, h. 853.
21
M. Ruslan, Menyibak Makna di Balik Teks al-Qur’an (Kajian Semantik), (Cet.I; Jakarta: Yapma, 2012)
h. 114.
J u r n a l A l W a r a q a h , V o l 1 N o 1 J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 52
orang-orang berkumpul untuk membicarakan sesuatu. Relasi maknanya adalah hipernim dan
hiponim karena kata ‫ المجلس‬melingkupi makna dari ‫ النادية‬atau ‫ النادية‬bagian dari ‫المجلس‬.
Pada ayat kedelapanbelas , kata ‫الزبانية‬ditafsirkan dengan kata ‫( المالئكة الغالظ الشداد‬malaikat
yang kasar lagi bengis/sadis). Jenis makna yang digunakan adalah makna refrensial. Kata ‫الزبانية‬
mengacu kepada salah satu dari malaikat yang bertugas di neraka. Relasi maknanya adalah
hipernim dan hiponim karena ‫ الزبانية‬merupakan salah satu nama dari malaikat ‫المالئكة الغالظ‬
‫الشداد‬.Pada ayat kesembilanbelas kata ‫ اسجد‬ditafsirkan dengan ‫( صل هللا‬s}alatlah kepada Allah), jadi
jenis makna yang digunakan adalah al-ma’na> al-maja>zi> atau makna kiasan. Karena pada
hakikatnya sujud merupakan salah satu rangkaian s}alat. Sedangkan relasi makna dengan
penafsiran adalah hipernim dan hiponim kata ‫ )الصالة( صل‬mencakup kata ‫ )السجود(اسجد‬.
Dilihat dari aspek sintaksis, ayat terakhir QS al-‘Alaq memiliki makna ancaman. Pada
ayat terakhir didahului dengan kata ‫ كال‬sebagai pencegah Abi Jahal untuk ketiga kalinya dalam
QS al-‘Alaq ini. Kemudian datnglah larangan dari Allah dalam penggalan ayat ‫( ال تطعه‬jangan
patuhi dia) wahai Rasulullah, kemudian Allah memerintahkan Nabi sujud (‫ )اسجد‬karena dengan
sujud seorang hamba dekat dengan Tuhannya. Ayat tersebut diakhir dengan huruf ba yang
merupakan huruf syiddah, yaitu pengucapan huruf dengan suara yang ditekan karena sangat
bergantung kepada makhrajnya. Huruf ba menetapkan hubungan bagian ayat terakhir ini dengan
kekuatan. Kekuatan yang diberikan untuk kepentingan Nabi dalam mengajak manusia
melaksanakan ibadah dan meninggalkan musuh, karena Allah-lah yang Akan memberikan
kekuatan dan pertolongan.
Secara garis besar jenis dan relasi makna yang terdapat dalam QS al-‘Alaq digambarkan
pada tabel di bawah ini:
No.
Lafal Ayat Lafal Tafsir Jenis Makna Relasi Makna
Ayat
‫اقرأ‬ ‫ّاجلمع‬،‫طالع‬ al-ma’na> al-maja>zi> atau Polisemi (ta’addud al-
1 makna kiasan ma’na>)
‫(أنت)ّاقرأ‬ ‫ايّحممد‬ Makna referensial Subjektif
Polisemi (ta’addud al-
2 ‫العلق‬ ‫الدمّاجلامد‬ al-ma’na> al-maja>zi>
ma’na>)
Polisemi (ta’addud al-
3 ‫اقرأ‬ ‫أفعل‬ al-ma’na> al-maja>zi>
ma’na>)
‫القلم‬ ‫الكتابةّواخلط‬ Makna referensial Hipernim dan hiponim
4
‫علم‬ )‫علمّ(االنسان‬ Makna referensial Subjektif
J u r n a l A l W a r a q a h , V o l 1 N o 1 J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 53
‫علم‬ )‫علمّ(حممد‬ Makna referensial Subjektif
5
‫االنسان‬ ‫حممد‬ Makna referensial Subjektif

‫كال‬ ‫حقا‬ al-ma’na> al-asa>si> wa al-


Sinonim (al-tara>duf)
mu’ja>mi>
6
Polisemi (ta’addud al-
‫طغى‬ ‫ّالشرك‬،‫ّالكفر‬،‫استكرب‬
ّ al-ma’na> al-maja>zi>
ma’na>)
‫استغن‬ ‫غنيا‬ al-ma’na> al-haqi>qi>atau
7 Sinonim (al-tara>duf)
makna denotative
‫الرجعى‬ ‫الرجوع‬ al-ma’na> al-haqi>qi>atau
8 Sinonim (al-tara>duf)
makna denotative
‫أرأيت‬ ‫أخربين‬ al-ma’na> al-asa>si> wa al-
Sinonim (al-tara>duf)
9 mu’ja>mi>
)‫ينهىّ(هو‬ ‫أبوّجهل‬ Makna referensial Subjektif
ّ‫رسولّهللاّصلىّهللاّعلبه‬
10 ‫عبدا‬ Makna referensial Subjektif
‫وسلم‬
‫أرأيت‬ ‫أخربين‬ al-ma’na> al-asa>si> wa al-
11 Sinonim (al-tara>duf)
mu’ja>mi>
‫التقوى‬ ‫اْلخالصّوالتوحيد‬ al-ma’na> al-asa>si> wa al- Polisemi (ta’addud al-
12
mu’ja>mi> ma’na>)
)‫أرأيتّ(أنت‬ ‫حممدّصلىّهللاّعلبهّ ّوسلم‬ Makna referensial Subjektif
13 al-ma’na> al-asa>si> wa al-
‫توَل‬ ‫أعرض‬ Sinonim (al-tara>duf)
mu’ja>mi>
)‫يعلمّ(هو‬ ‫أبوّجهل‬ Makna referensial Subjektif
14 al-ma’na> al-asa>si> wa al-
‫يرى‬ ‫مطلعّعلىّأحواله‬ Sinonim (al-tara>duf)
mu’ja>mi>
‫لنسفعا‬ ‫ّلنسحنب‬،‫لنأخذَن‬ al-ma’na> al-asa>si> wa al-
15 Sinonim (al-tara>duf)
mu’ja>mi>
ّ‫فاجرّوكثريّالذنوب‬
16 ‫كاذبةّخاطئة‬ al-ma’na> al-maja>zi> Subjektif
‫واْلجرام‬
‫النادية‬ ‫اجمللس‬ al-ma’na> al-asa>si> wa al-
17 Hipernim dan hiponim
mu’ja>mi>
18 ‫الزِبنية‬ ‫املالئكةّالغالظّالشداد‬ Makna referensial Subjektif
19 ‫املسجد‬ ‫صل‬ al-ma’na> al-maja>zi> Hipernim dan hiponim

KESIMPULAN

Hasil penelitian pertama, menjunkukkan bahwa pada surah al-‘Alaq ini Allah banyak
menggunakan kata kerja (fi’il) atau bentuk jumlah fi’liyah. Makna dasar dari struktur jumlah

J u r n a l A l W a r a q a h , V o l 1 N o 1 J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 54
fi’liyah adalah al-h}udus dan al-tajaddud (ation dan temporal). Oleh karena itu, awal dari ayat
ini merupakan perintah membaca dengan memohon pertolongan kepada Allah agar apa yang
dibaca tersebut bisa berguna bagi orang banyak. Membaca itu bukan hanya sekali tapi dituntut
untuk membaca secara berulang-ulang, karena dengan perulangan dan kebiasaan akan
membuatnya melekat di pikiran dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan
pengulangan tersebut mampu menelaah dan mengkaji bacaan secara mendetail. Bacaan yang
telah dikaji kemudian ditulis dan dicetak agar mampu menjadi peradaban dunia yang akan terus
berkembang dari waktu ke waktu. Selanjutnya bagi orang yang tidak mengingat apa yang
pernah diajarkan Allah kepadanya sebagaimana tercantum dalam ayat sebelumnya, yaitu orang-
orang yang pembangkang dan melampaui batas, maka ancaman Allah berlaku baginya di akhirat
kelak. Di akhir surat al-Alaq, perintah mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan
berbagai aktivitas yang menunjang. Seperti awal surat tersebut, perintah untuk membaca ini
merupakan salah satu cara mendekatkan diri kepada-Nya, sedangkan ayat terakhir menekankan
perintah mendekatkan diri secara umum sambil melarang taat kepada siapa pun yang
memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan ketetapan Allah. Hasil penelitian yang kedua
menunjukkan bahwa jenis makna yang digunakan oleh para Mufasir dalam menafsirkan ayat-
ayat al-Qur’an pada surah al-Alaq yaitu, makna referensial, makna dasar atau makna kamus (al-
ma’na> al-asa>si> wa al-mu’ja>mi>), makna kiasan (al-ma’na> al-maja>zi>), dan makna denotatif (al-
ma’na> al-haqi>qi>). Sedangkan relasi makna antara kata-kata atau lafal al-Qur’an dengan kata-
kata penafsirannya terjadi dalam empat macam relasi (hubungan makna) yaitu: sinonim (al-
tara>duf), polisemi (ta’addud al-ma’na>), konsep hiponimi dan hipernimi (al-isytima>l wa al-
masymu>l, dan hubungan makna yang bersifat subjektif.

J u r n a l A l W a r a q a h , V o l 1 N o 1 J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 55
REFERENSI

Al-Qur’an al-Karim.
‘Abd al-Jali>l, Manqu>r, ‘Ilm al-Dila>lah (Us}u>luh wa Maba>his|uh fi> al-Tura>s| al-‘Arab), Damaskus:
Mansyu>ra>t Ittih}a>d al-Kita>b al-‘Arabi>, 2001.

Ahmadin, Dimyathi.Semantics Course; Levels of Meaning,Malang: UIN Malang, 2008).

Al-Bagda>di, Muhammad al-Alu>si>. Ru>h al-Ma’a>ni>, Jilid XV; Kairo: Da>r al-Hadi>s|. 2005.

Chaer,Abdul.Pengantar Semantik Bahsa Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Al-Dimasyqi>, Al-Luba<b fi> ‘Ulu>m al-Kita>bah, Juz XX; Beirut: Da>r Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, t.th.

Ibn Jari>r, Abu> Ja’far Muhammad.Ja>mi’ al-Baya>n fi> Ta’wi>l al-Qur’a>n,Cet. 1; Muassasah al
Risa>lah, 2000

Ibn al-Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab. Jilid VII; Kairo: Da>r al-H{adi>s, 2013.

Izutsu,Toshihiko.God and Man in the Qur’an; Semantics of the Qur’anic Weltanschauung.


Kuala Lumpur: Islamic Book Trust, 2002.

Kentjono, Djoko. Dasar-dasar Linguistik Umum , Jakarta: Fakultas Sastra Universitas


Indonesia, 1982.

Al-Kha>zin, Ala>u al-Di>n ‘Ali ibn Muhammad ibn Ibra>hi>m al-Bagda>di} > al-Syahi>r.Tafsi>r al-Kha>zin,
Juz VI; Beirut: Da>r Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, t.th.

Al-Mara>gi>, Ahmad Mustafa>Tafsir al-Mara>gi>. Beirut: Da>r al-Fikr, t.th.

Munawwir, Ahmad Warson.Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya:


Pustaka Progressif, 1997.

Ruslan, M. Menyibak Makna di Balik Teks al-Qur’an (Kajian Semantik). Jakarta: Yapma, 2012.

Al-Sala>m, Fahd Nu>r al-Ami>n ‘Abd.al-Tafsi>r al-Tahli>li> li Surah al-‘Alaq, (Tesis Ja>mi’ah al-
Madi>nah al- A’lamiyyah, 2012.

Shihab, Quraish.Tafsi>r al-Misba>h: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta: Lentera
Hati, 2009.

Verhaar,J. W. M. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press,


2001.

J u r n a l A l W a r a q a h , V o l 1 N o 1 J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 56

You might also like