Jurnal Indo
Jurnal Indo
Jurnal Indo
1 JANUARI 2020
JURNAL PRIMATOLOGI INDONESIA Editorial
(The Indonesian Journal of Primatology)
Habitat satwa primata Indonesia semakin lama
semakin berkurang. Hal ini karena pertambahan areal
hutan yang dibuka menjadi lahan perkebunan dan
ISSN 1410-5373 pertanian. Pertambahan penduduk telah mendesak
habitat satwa primata, karena perluasan properti dan
pembangunan prasarana untuk memenuhi kebutuhan
Volume 17, Nomor 1, Januari 2020 masyarakat. Hutan lindung dan Taman Nasional yang
ada sekarang ini jika tidak dijaga akan terus berkurang
luasannya. Kawasan suaka alam yang diperuntukkan
secara khusus untuk perlindungan alam hayati,
sekarang sudah berfungsi ganda menjadi tempat
PENANGGUNG JAWAB
hidup margasatwa dan dijadikan Taman Wisata Alam.
Huda S. Darusman
Tentunya dengan bertambahnya fungsi kawasan suaka
(Kepala Pusat Studi Satwa Primata LPPM-IPB)
alam, maka areal tersebut perlu dipelihara dan dibina
Didik Prasetyo
untuk menjadi tempat pariwisata, rekreasi, sarana
(Perhimpunan Ahli dan Pemerhati Primata Indonesia)
pendidikan, dna kebudayaan.
KETUA EDITOR
Sri Supraptini Mansjoer
ANGGOTA EDITOR
Irma H. Suparto, Dyah Perwitasari,
Entang Iskandar, Audrey Maria Ungerer,
Hendra Adijuwana
*Korespondensi: [email protected]
Abstract. The management of plantation forests by PT Wana Subur Lestari (WSL) not only focuses on
the economic aspects but also on the biodiversity conservation aspects. To achieve the balance between
both aspects, WSL has introduced a new concept named Conservation Network, which is a comprehensive
network built in a landscape to connect core areas through green corridors. The coastal and riverbank areas of
the Conservation Network are the habitat for proboscis monkeys which are one of the endangered species on
the IUCN Red List. To protect the proboscis monkeys, WSL has established a green corridor 500 meter wide
which was determined by the existing proboscis monkey ecological studies. To evaluate the effects of the
Conservation Network, WSL conducted a survey of the proboscis monkey population in the concession area
of WSL in March 2019, using the river tracing method through on boat observation and ground observation.
The observation period was 12 days, and a total distance of 129.6 km. From the survey results, 196 of
proboscis monkeys were observed, 48 individuals of which were found in peatlands, while the other 148
individuals were found in mangrove forests. The estimated population density was 2 individuals/km2 on
average. Other primates observed were lutung kelabu (Tracypithecus cristatus), monyet beruk (Macaca
nemestrina), and monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). The results showed a relatively low density in
WSL. This might be caused by short-term observation and a small observed area (10,265 ha) compared to
the total area of the Conservation Network (84,742 ha). Further and continuous study is needed to evaluate
the effects of the Conservation Network.
Key words: Conservation network, forest plantation, mangrove, peat swamp forest, proboscis monkey
Simpulan
*Korespondensi : [email protected]
Abstract. Siamang (Simphalangus syndactylus Raffles, 1821) is a protected species and included in the
International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List categorized as an endangered species. This
research aimed to determine the daily behaviour of siamang such as eating, moving, resting, vocalizing,
grooming, and defecating at the Wildlife Rescue Center (WRC), Kulonprogo, Yogyakarta. The daily
behavior data collection was carried out from 06.00 AM until 5.00 PM. The observation subjects were
four male and one female siamang. In the initial observations the ad libitum method was used, while in the
daily observations the focal animal sampling and instantaneous sampling methods was used. The data were
analyzed descriptively and quantitatively, and made into an ethogram form. The siamang’s daily behaviour
was observed 10 hours a day, and the total observation time was 9000 minutes for all 5 subjects. The most
frequent behavior of siamang at WRC was resting, 57% in male and 50% in female. The high percentage
of resting was because siamang were accustomed to being in a less spacious cage, which limited other
behavour, and also food was available so that siamang did not need to actively move for foraging.
yang banyak. Umumnya siamang dapat sebagian besar pergerakan dilakukan dengan
melakukan aktvitas defekasi sebanyak dua berayun (brachiating); (4) pasangan owa dapat
sampai tiga kali sehari. Saat pengamatan, mengeluarkan bunyi (duetting) secara sering
ditemukan feses yang mengering dan ditumbuhi dan teratur; (5) pasangan owa dapat berkopulasi;
bibit tumbuhan. Hal ini mungkin karena biji (6) tiap owa dapat memperlihatkan perilaku
buah yang tertelan tidak hancur selama proses alaminya; dan (7) tidak menunjukkan adanya
pencernaan berlangsung (Atmanto et al. 2014). gejala stres.
Oleh karena itu, siamang berpotensi sebagai Agar rehabilitasi menjadi sukses
pemencar biji. diperlukan perencanaan yang matang
Perilaku bersuara pada siamang dan perawatan yang berkualitas. Ketika
dilakukan dengan posisi berayun, berdiri, dan dilepasliarkan perilaku satwa harus tetap
duduk. Perilaku ini merupakan aspek yang
menarik, karena siamang merupakan anggota diamati untuk mengetahui adaptasi dari satwa
famili Hylobatidae yang mempunyai suara rehabilitan. Apabila satwa tidak melalui proses
paling keras, karena adanya kantung suara rehabilitasi yang baik sebelum dilepasliarkan,
dan dapat membesar seiring dengan aktivitas maka kemungkinan besar tidak akan bertahan
bersuara. Selama pengamatan, siamang betina hidup di alam dan mati.
selalu mengeluarkan suara terlebih dahulu
lalu kemudian diikuti siamang jantan. Hal ini Pola Perilaku Harian Siamang
sesuai dengan Islam dan Feeroz (1992) yang Pada Gambar 2 dapat dilihat aktivitas
menyatakan aktivitas suara siamang betina makan meningkat seiring dengan berakhirnya
mendominasi aktivitas suara siamang jantan. waktu pengamatan pada jam 16.00 – 17.00
Siamang jantan maupun betina, WIB. Siamang betina cenderung sensitif dengan
mengeluarkan suara “boom” dengan kantung suara dan hanya makan apabila merasa keadaan
suara yang membesar. Siamang jantan juga sekitar kandang sepi, sehingga melakukan
mengeluarkan teriakan (scream) sedangkan aktivitas makan ketika perawat satwa pergi
pada betina mengeluarkan serangkaian suara atau area sekitar kandang sepi. Meningkatnya
(bark). Aktivitas bersuara secara berkelompok, aktivitas berpindah tempat pada jam 08.00 –
sering terjadi karena adanya gangguan dari luar 09.00, karena pada jam tersebut perawat satwa
seperti banyaknya pengunjung dan suara yang membersihkan kandang siamang dan adanya
keras (Chivers 1974). pengunjung yang datang di area sekitar kandang,
Siamang yang berada di WRC belum sehingga memicu pergerakan siamang. Setelah
dapat dilepasliarkan kembali, karena faktor itu pergerakan menurun, karena cuaca mulai
usia yang tua. Menurut Cheyne (2004), ada panas. Mulai pukul 09.00 aktivitas istirahat
beberapa aspek yang harus dipenuhi sebelum meningkat, karena hari semakin panas dan
dapat dilepasliarkan, diantaranya: (1) dapat siamang betina seringkali tidak melakukan
bergerak secara leluasa di sekitar kandang aktivitas apapun. Aktivitas istirahat meningkat
(enclosure); (2) menghabiskan sebagian besar pada jam 13.00 – 14.00 karena suasana sekitar
aktivitas di atas kandang (enclosure); (3) kandang panas. Rentang waktu 15.00 – 16.00
Jurnal Primatologi Indonesia, Vol. 17, No. 1, Januari 2020, hlm. 7-11 11
peningkatan aktivitas istirahat juga dapat Atmanto AD, Dewi BS, Nurcahyani N.
dilihat, hal ini karena hari sudah mulai sore 2014. Peran Siamang (Symphalangus
dan siamang betina mempersiapkan diri untuk syndactylus) sebagai Pemencar Biji di
beristirahat. Aktivitas menelisik terjadi tidak Resort Way Kanan Taman Nasional Way
menentu, namun sering dapat dilihat pada pukul Kambas Lampung. J Sylva Lestari 2(1):
10.00 – 11.00 ketika selesai makan dan waktu 49-58.
15.00 – 16.00 ketika akan beristirahat dan Cheyne SM. 2004. Assesing Rehabilitation
tidur. Aktivitas vokalisasi termasuk fluktuatif and Reintroduction of Captive-Raised
dengan persentase tinggi pada pagi hari sekitar Gibbons in Indonesia [tesis]. Cambridge
pukul 07.00 – 08.00 yang biasanya merupakan (UK): University of Cambridge Pr.
panggilan pagi (morning call), sedangkan Chivers DJ. 1974. The Siamang in Malaya :
pada pukul 09.00 – 12.00 adanya kehadiran a field study of a primate in tropical rain
dari pengunjung, sehingga siamang betina forest. Contrib to primatol 4: 1-335.
merasa terganggu dan memicu adanya aktivitas Cowlishaw G, Dunbar R. 2000. Primate
bersuara. Aktivitas defekasi terjadi dengan Conservation Biology. Chicago (US): The
persentase yang sangat rendah, siamang betina University of Chicago Pr.
akan membuang kotoran berupa feses dan urine Fleagle JG. 2013. Primate Adaptation and
secara bersamaan pada pagi hari pukul 06.00 – Evolution. New York (US): Academic Pr.
07.00 setelah bangun tidur kemudian kembali Hardjosentono et al. 1978. Pedoman
melakukan aktivitas defekasi kembali jika Pengelolaan Satwa Langka (Mamalia,
mengkonsumsi pakan dalam jumlah banyak. Reptilia dan Amphibia), Jilid 1. Bogor
(ID): Direktorat Perlindungan dan
Pengawetan Alam.
Simpulan Islam MA, Feeroz MM. 1992. Ecology of
hoolock gibbon of Bangladesh. Primates
Perilaku harian siamang (Symphalangus 33(4) :451 – 464.
syndactylus Raffles, 1821) di Wildlife Rescue Martin P, Bateson PPG. 1993. Measuring
Center, Kulonprogo, Yogyakarta meliputi Behaviour: An Introductory Guide.
aktivitas makan (13%), aktivitas istirahat (54%), Cambridge (UK): Cambridge University
aktivitas menelisik (8%), aktivitas bersuara Pr.
(8%), aktivitas defekasi (1%) dan aktivitas Nijman V, Geissman T. 2008. Symphalangus
bergerak (17%). Berdasarkan pengamatan syndactylus. In: 2008 IUCN Red List of
tidak ada perbedaan perilaku antara siamang Threatened Species. Tersedia pada www.
jantan dan siamang betina. Siamang betina iucnredlist.org (diakses pada 22 Januari
lebih sensitif terhadap gangguan, sehingga 2019).
mengeluarkan suara terlebih dahulu kemudian Nowak RM. 1999. Walker's Primates of
memicu siamang jantan bersuara. the World. Baltimore (US): The Johns
Hopkins University Pr.
Rusita BS, Dewi GD, Winarno JB, Hombing
Ucapan Terima Kasih A, Arista AM, Putri B, Choirunnisa.
2015. Perilaku Harian Primata (Hylobates
Terima kasih kepada pihak instansi syndactylus, Macaca fascicularis,
Wildlife Rescue Center khususnya kepada Presbytis melalophos) di Pusat Primata
drh. Irna Irhamna Putri dan drh. Warih Schmutzer Taman Margasatwa Ragunan
Pulung Nugrahani yang telah membantu dan Jakarta. Lampung (ID): Fakultas
membimbing dalam proses penelitian ini. Pertanian Universitas Lampung.
Suhandi AP, Yoza D, Arlita T. 2015. Perilaku
Harian Orangutan (Pongo pygmaeus
Daftar Pustaka Linnaeus) Dalam Konservasi Ex-Situ
Di Kebun Binatang Kasang Kulim
Altmann J. 1974. Observational study of Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar
behavior: sampling method. Behav 49: Riau. J Online Mahasiswa Fakultas
227-267. Pertanian 2(1) :1-14.
Jurnal Primatologi Indonesia, Vol. 17, No. 1, Januari 2020, hlm. 12-15
ISSN 1410-5373
*Korespondensi: [email protected]
Abstract. Long-tailed macaques (Macaca fascicularis) are primates living in groups with multi-male multi-
female mating systems with a number of approximately 20–50 individuals and moving around depends
on the availability of food. Basic living needs of primates led to the formation of a social structure. The
observation aimed to determine the social structure of long-tailed macaques (Macaca fascicularis) in Angke
Kapuk Protected Forest, North Jakarta. The method of observation was used scan sampling with two repeats.
The result showed a decrease in number of individuals in one grup, from 21 to 19. This decrease was caused
by several factors, such as food availability and habitat loss. Other factors that influenced the size of social
structure, were resource availability, reproduction rates, energy use, and the presence of predators.
Key words: Angke Kapuk Protected Forest, group size, long-tailed macaques, social structure
individu yang lebih banyak. Hubungan tersebut bagian atas dan mengecil pada bagian pinggang,
akan menghasilkan suatu aturan sosial dan akan rambut pada muka yang lebih panjang, penis
membentuk struktur sosial dengan kebiasaan yang kecil dan skrotum berbentuk tombol
yang diterapkan dalam kelompok tersebut bundar.
(McFarland 1999). Betina dewasa memiliki ukuran tubuh
Besar kecilnya ukuran kelompok sangat sekitar 50-75% dari ukuran jantan dewasa
dipengaruhi beberapa hal, diantaranya sumber dengan bobot sekitar 3-6 kg, kelenjar payudara
daya yang ada, tingkat reproduksi, penggunaan berkembang dengan baik dan perilaku lebih
energi dan keberadaan predator. Secara tenang.
mendasar terdapat tiga tipe struktur kelompok Remaja mempunyai ukuran tubuh yang
yaitu bertetangga dan soliter, hidup berpasangan lebih kecil dibandingkan individu dewasa,
serta hidup secara berkelompok (Kappeler dan warna rambut lebih kecokelatan dan belum
van Schaik 2002). Pembentukan kelompok mempunyai rambut yang berbentuk seperti
secara umum terjadi pada satwa primata, karena jambul di kepalanya.
pemenuhan kebutuhan yang sama dan cara Anakan (juvenile) mempunyai ukuran
pemenuhan cenderung sama, selain itu juga tubuh lebih kecil daripada individu pradewasa,
didukung dengan tingkat intelegensia satwa sudah lepas dari induk, bergerak mandiri
primata yang lebih tinggi dibandingkan dengan (independent) dan mempunyai tingkah laku
jenis satwa lainnya. Penelitian bertujuan untuk bermain yang lebih menonjol dari individu
mengamati struktur sosial MEP yang terdapat kelompok umur lainnya.
di kawasan bakau Hutan Lindung Angke Kapuk Bayi (infant) berwarna cokelat atau hitam
Jakarta Utara. dan selalu berada dalam gendongan betina
dewasa ataupun menggelantung pada perut
induk.
Materi dan Metode
sehingga terjadi hubungan antara individu antara lain ketersediaan pakan dan berkurangnya
tersebut dan berlanjut antar beberapa ekor habitat. Besar kecilnya kelompok ditentukan
yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan ada tidaknya pemangsa atau kelimpahan sumber
tersebut. Hubungan tersebut akan menghasilkan pakan di alam. Ketersediaan pakan MEP di
suatu aturan sosial dan akan membentuk struktur HLAK bersumber pada tanaman bakau yang
sosial dengan kebiasaan yang diterapkan berada di kawasan tersebut dengan keragaman
dalam suatu kelompok (McFarland 1999). vegetasi yang sedikit. Habitat MEP di HLAK
Satwa primata membentuk suatu kelompok, yang berdekatan dengan kawasan pemukiman
yaitu untuk mempertahankan sumber daya, menyebabkan MEP mulai terganggu dan
terutama pakan, perlindungan dari predator terdesak.
untuk mengurangi tekanan lingkungan dan
persaingan makanan, efisiensi dalam foraging
dan keberhasilan reproduksi. Struktur sosial
juga menyebabkan persaingan dalam kelompok
terutama dalam hal sumber daya pakan dan
pasangan kawin.
Kelompok sosial MEP di Hutan Lindung
Angke Kapuk (HLAK) pada mulanya terdiri
atas dua kelompok, namun karena jantan
dominan pada salah satu kelompok mati,
sehingga saat ini hanya terdapat satu kelompok
yang dapat diamati struktur sosialnya dengan
jelas. Hasil pengamatan struktur kelompok
pada satu kelompok MEP di HLAK dengan Gambar 2 Tingkatan umur monyet ekor panjang
empat kelompok umur berbeda (infant, juvenile, (Macaca fascicularis). Keterangan :
jantan, dan betina dewasa disajikan dalam (a) jantan dewasa dominan (α-male),
Gambar 1 dan Gambar 2. (b) betina dewasa dan (c) infant
Struktur sosial MEP di Hutan Lindung Beberapa faktor lain yang mempengaruhi
Angke Kapuk (HLAK) dalam satu kelompok besar kecilnya struktur sosial antara lain sumber
mengalami penurunan dari 21 ekor menjadi daya yang ada, tingkat reproduksi, penggunaan
19 ekor dalam kurun waktu satu tahun. energi dan keberadaan predator (Lehmann et al.
Jumlah individu dalam satu kelompok MEP 2007). Besar kecilnya kelompok ditentukan oleh
di HLAK lebih rendah dibandingkan dengan kelimpahan sumber daya pakan dalam menjamin
keberlangsungan hidupnya. Satwa pemakan
hasil penelitian yang dilakukan Hidayat (2017) daun (folivores) cenderung hidup dalam
dan Baihaqi et al. (2016) masing-masing 27 kelompok yang kecil dibandingkan dengan
ekor dan 26 ekor. Penurunan jumlah individu satwa pemakan buah (frugivores). Kelimpahan
dalam satu kelompok di HLAK selama rentang sumber daya pakan berupa dedaunan di kawasan
pengamatan diduga karena beberapa faktor, bakau HLAK mempengaruhi ukuran kelompok
Jurnal Primatologi Indonesia, Vol. 17, No. 1, Januari 2020, hlm. 12-15 15
*Korespondensi: [email protected]
Abstract. Tarsier (Tarsius spectrum) is primitive primates (prosimii) from the Tarsiidae family which is
endemic in North Sulawesi. The International Union for Conservation of Nature and Natural Resources
(IUCN) stated that T. spectrum is categorized as vulnerable animals. This study aimed to evaluate farm
management of gastrointestinal endoparasites in T. spectrum. Faeces samples were collected from 6 T.
spectrum for 9 days. The stool samples were collected using the native method, McMaster, simple floatation,
sedimentation, and fecal culture, while the rearing management data were collected through observation and
interviews. The laboratory analyses on T. spectrum at PSSP LPPM, IPB, did not show any endoparasites.
The absence of endoparasites in T. spectrum showed that rearing management was in accordance with the
procedures applied, such as the hygiene of the cages that was always well kept, the use of personal protective
equipment, regular feeding and deworming.
menjadi halus dan merata sambil diberi air terpapar sinar matahari menghambat stadium
secukupnya, agar pupukan larva menjadi preparasitik. Natadisastra dan Agoes (2009)
lembab. Pupukan larva disimpan pada suhu menyebutkan bahwa lingkungan yang paling
kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung baik untuk berkembangnya telur dan larva
selama tujuh hari. Setelah itu, pupukan larva cacing yaitu pada tempat yang terhindar dari
dipindahkan ke dalam gelas Baermann yang sinar matahari langsung dan lembab.
berisi akuadestilata dan ditunggu selama 24 jam. Infeksi parasit dapat bersumber dari air,
Larva yang terkumpul pada dasar gelas diambil pakan, dan lingkungan, serta untuk penularan
menggunakan pipet pasteur dan dimasukkan
ke dalam tabung reaksi. Larva yang sudah parasit secara langsung pada satwa primata
diperoleh diperiksa dengan mikroskop stereo. dipengaruhi tingginya populasi, kepadatan, dan
besarnya ukuran kelompok (Chapman et al.
Data Manajemen 2005). Semakin besar jumlah populasi inang
Data manajemen berkaitan dengan maka infeksi semakin tinggi dan beragam
kebersihan kandang, pakan, alat pelindung diri, infeksi yang akan terjadi (Baines et al. 2015).
dan pemberian antelmintik diperoleh melalui Selain itu, penyimpangan perilaku satwa
observasi dan wawancara dengan perawat dari primata juga berpotensi terjadinya infeksi
hewan tersebut. endoparasit, antara lain aktivitas satwa primata
yang lebih menyukai lantai dari pada dahan,
Analisis Data daya jelajah yang relatif sempit, meminum air
kencing sendiri, menjilati alat genital dan dubur
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan
dan hasil observasi manajemen pemeliharaan satwa primata lain (Thompson dan Monis
dianalisis secara deskriptif. 2004). Kandang tarsius PSSP IPB memiliki
desain setiap kandang satu individu sehingga
tidak mempengaruhi kepadatan. Feses tarsius
Hasil dan Pembahasan juga tidak langsung menyetuh tanah, sehingga
dapat mengurangi kontaminasi dari tanah dan
Endoparasit pada Tarsius lingkungan saat melakukan pemeriksaan feses
Feses sebagai media mendeteksi tarsius. Lantai kandang tarsius di PSSP IPB
mikroorganisme pada saluran pencernaan dari keramik, sehingga perkembangan parasit
tarsius, salah satunya endoparasit. Berdasarkan pada feses dapat terhambat. Kondisi kandang
hasil analisis secara makroskopis pada feses yang selalu dibersihkan juga meminimalisir
tarsius diperoleh hasil dalam Tabel 1 sebagai terjadinya kontak tarsius dengan feses.
berikut :
diteliti sangat mirip T. perarmata seperti dari keramik, sedangkan dinding kandang
yang dijelaskan Purwaningsih et al. (2004). dibuat dari kawat yang memudahkan tarsius
Pemeriksaan yang dilakukan pada tarsius mencekram saat melompat. Atap kandang
di PSSP IPB tidak ditemukannya nematoda terbuat dari asbes dan terdapat kanopi untuk
pada feses tarsius. Tingkah laku hidup tarsius sinar matahari. Terdapat kandang berukuran
yang arboreal menyebabkannya tidak mudah kecil untuk tarsius beristirahat pada pagi hari,
terinfeksi endoparasit. Hal ini dapat menurunkan karena tarsius termasuk hewan nokturnal.
kontak tarsius dengan feses yang ada di bawah, Ranting pohon pada kandang mempermudah
sehingga sangat kecil kemungkinan terjadinya tarsius beradaptasi dengan lingkungan selama
proses penularan. di penangkaran dan membantu dalam lokomosi
Cacing trematoda tidak ditemukan, karena seperti di alam.
tidak adanya siput sebagai inang antara cacing Kondisi kandang yang tidak menyerupai
ini. Infeksi dapat pula terjadi akibat satwa habitat aslinya menyebabkan tarsius kehilangan
primata yang meminum air yang bersumber sifat alamiah. Tarsius pada habitatnya lebih
dari aliran air yang mengandung telur cacing sering beraktivitas pada pohon besar yang
(Munnig dan Phill 1950). Air yang diberikan memiliki lubang–lubang kecil dibatang pohon.
untuk air minum tarsius berasal dari sumber air Wirdateti dan Dahrudin (2006) menyatakan
yang sudah di evaluasi. Trematoda yang dapat salah satu jenis pohon yang digunakan sebagai
menginfeksi satwa primata yaitu Fasciolopsis sarang adalah jenis Ficus sp., karena memiliki
buski, Watsonius watsoni dan Gastrodiscoïdes akar pohon yang mempermudah tarsius
homini (Lacoste 2009). untuk berpegangan. Akar-akar Ficus sp. akan
Menurut Tarmudji (2006), siklus membentuk lubang-lubang kecil, sehingga
hidup cacing cestoda memiliki inang antara tarsius dapat berteduh dari hujan maupun cahaya
yaitu serangga, rodensia, dan sapi. Serangga matahari dan menghindari predator (Lowing et
merupakan salah satu pakan tarsius sehingga al. 2013).
kemungkinan terinfeksinya cestoda dapat Tarsius merupakan salah satu jenis satwa
terjadi, akan tetapi pakan tarsius berasal dari primata pemakan serangga. Serangga yang biasa
budidaya yang dapat mengurangi transmisi menjadi pakan untuk tarsius adalah jangkrik dan
dari cestoda. Salah satu jenis cacing cestoda ulat jerman. Hal tersebut yang melatarbelakangi
yang dapat menginfeksi satwa primata PSSP IPB membudidayakan jangkrik dan ulat
adalah Diphyllobothrium sp., Hymenolepis jerman sebagai kebutuhan pakan hewan. Sumber
sp., dan Bertiella studeri (Lacoste 2009). pakan yang dibuat sendiri menyebabkan kondisi
Pemeriksaan natif tidak ditemukan adanya pakan tarsius terjaga dari kontaminan agen
protozoa pada feses tarsius. Jenis protozoa penyakit parasit. Menurut Mootnick (1997),
yang dapat menginfeksi satwa primata antara semua pakan harus diperiksa untuk menjamin
lain Cryptospordium parvum, Entamoeba coli, kualitasnya. Pemberian pakan juga berpengaruh
Entamoeba histolytica, Balatidium coli, dan terhadap keberadaan endoparasit pada tarsisus.
Giardia lambia (Sulistiawati 2008). Berdasarkan pengamatan di areal
kandang, tarsius diberi pakan serangga dan
Manajemen Pemeliharaan air minum pada wadah yang sebelumnya telah
Manajemen pemeliharaan memiliki dibersihkan. Kebutuhan pakan jangkrik untuk
pengaruh yang sangat penting dalam suatu usaha setiap ekor tarsius sebanyak 40 ekor/hari,
penangkaran satwa. Kegiatan pemeliharaan sedangkan untuk ulat sebanyak 20 ekor/hari.
yang dilakukan di PSSP IPB seperti melakukan Selain itu, PSSP IPB secara rutin melakukan
sanitasi kandang, pemberian pakan, penerapan evaluasi air dan melakukan pengukuran pH air.
penggunaan PPE, dan pemberian antelmintik. Penerapan penggunaan Personal
Kebersihan kandang merupakan salah satu cara Protective Equipment (PPE) selalu dilakukan
untuk meminimalisir penyebaran dari penyakit. sebelum dan sesudah sanitasi di kandang
Kandang tarsius dibersihkan setiap pagi dan tarsius. Alat pelindung diri pada pekerja
menjelang sore baik di dalam maupun di sekitar antara lain masker, kaca mata (goggles), hair
kandang. Kegiatan yang dilakukan meliputi cap, wearpack, sepatu bot, dan sarung tangan
pengambilan sisa pakan, pengambilan kotoran, (Wismaningsih dan Oktaviasari 2015). Kandang
membersihkan lantai dan membersihkan jaring tarsius disediakan tempat untuk meletakkan
kandang bagian bawah, serta membersihkan alat pelindung diri yang akan dipakai lagi dan
dinding kandang. tempat sampah untuk membuang alat pelindung
Kandang dilengkapi jaring pada bagian diri yang hanya bisa digunakan satu kali.
bawah, sehingga tarsius tidak langsung kontak Pemeriksaan kesehatan tarsius di PSSP
dengan lantai kandang. Lantai kandang terbuat IPB dilakukan secara rutin. Tindakan ini
20 Abdul et al., Evaluasi Manajemen Pemeliharaan terhadap Endoparasit Saluran Pencernaan pada Tarsius
merupakan upaya pencegahan penyakit pada Chapman CA, Gillespie TA, Goldberg
tarsius. Salah satu prosedur pemeriksaan TL. 2005. Primate and The Ecology
kesehatan adalah deteksi dan kontrol parasit of Their Infectious Diseases: How will
yang mencakup pemeriksaan feses. Pemeriksaan Antropogenic Changes Affect Host-
kesehatan dilakukan tiap enam bulan atau Parasite Interaction. Evolutionary
apabila ditemukan kasus. Upaya pencegahan Anthropology. 14:134-144.
infeksi parasit dilakukan dengan pemberian Dewi K, Nugraha RTP. 2007. Endoparasit
kapur tohor tiap satu tahun sekali di kandang dan pada Feses Babi Kutil (Sus verrucosus)
pemberian antelmintik (deworming) golongan dan Prevalensinya yang berada di Kebun
pirantel pamoat selama enam bulan sekali. Binatang Surabaya Zoo Indonesia. J
Menurut Fauzi (2006), pengobatan infeksi Biologi. 16(1):13.
parasit pada satwa primata biasanya dilakukan Fauzi RPS. 2006. Medis Konsewasi Berbasis
dengan pemberian antelmintik golongan Kesejahteraan Hewan: Studi Kasus
pirantel pamoat dan yang berspektrum luas dari pada Orangutan di Taman Margasatwa
golongan mebendazol. Pengobatan dilakukan Ragunan [skripsi]. Bogor (ID): lnstitut
apabila pada hewan menunjukkan adanya gejala Pertanian Bogor.
klinis terinfeksi parasit dan pengobatannya Hansen J, Perry B. 1994. The Epidemiology,
diberikan dengan interval berkelanjutan serta Diagnosis and Control of Helminth
menjaga higienitas lingkungan. Frekuensi Parasites of Ruminants. Addis Ababa
pemberian antelmintik yang berlebihan dapat (ET): International Livestock Centre.
memicu perkembangan resistensi antelmintik, Iskandar T, Sa’im A, Shekelle M. 2014.
meningkatkan residu obat pada produk hewan Tarsius: monyet ini yang belum banyak
dan mempunyai efek negatif pada lingkungan. dikenal di indonesia dan parasitnya. J Vet.
Kondisi tersebut kemungkinan kecil 273-277.
antelmintik akan memberikan efikasi 100% Lacoste R. 2009. Intestinal Parasites of
terhadap semua jenis parasit dan 100% efektif the Crab-Eating Macaque (Macaca
sepanjang waktu. Hal tersebut karena parasit fascicularis): Experimental Study and
tahan terhadap antelmintik yang membawa gen Recommendations For The Diagnosis
resisten (Waller 1993). Situasi ini menyebabkan and The Management of Rhizoflagellates
perlunya strategi yang berbeda saat pemberian and Ciliates [thesis]. Paris (FR): National
antelmintik sehingga tidak mengalami kejadian Alfort Veterinary School.
resisten. Lestari MT, Budiasa K, Dwinata IM. 2018.
Efikasi Invermectin Peroral terhadap
Infeksi Cacing Nematoda Gastrointestinal
Simpulan pada Ternak Babi di Bali. Indonesia
Medicus Veterinus. 7(1):25-31.
Manajemen pemeliharaan yang Lowing E, Rimbing SC, Rembet GDG,
dilakukan di PSSP LPPM-IPB sudah cukup Nangoy MJ. 2013. Karakteristik sarang
baik seperti kebersihan kandang yang selalu tarsius (Tarsius spectrum) di cagar alam
dijaga, pemakaian PPE (Personal Protective Tangkoko Bitung Sulawesi Utara. J
Equipment), pemberian pakan yang teratur serta Zootek. 32(5):61-73.
pemberian antelmintik secara teratur. Semua itu Mootnick AR. 1997. Nutrition, health,
dapat menekan kejadian transmisi endoparasit. and sanitation standardsused at the
International Center for Gibbon Studies
which couldbe applied at a Javan Gibbon
Daftar Pustaka Rescue. Int Zoo Yearbook. 35:271–279.
Munnig HO, Phil. 1950. Veterinary
Aguirre A, Tabor G. 2008. Global factor Helminthology and Enthomology. Ed Ke-
driving emerging infectious disease. 3. Britain (UK): Battimore The Wiliams
Annalas of the New York Academy of and Walkins Company.
Sciences.1149: 1–3. Napier JR, Napier PH. 1967. Handbook of
Baines L, Morgan ER, Ofthile M, Evans Living Primates: Morphology, Ecology
K. 2015. Occurrence and Seasonality of and Behaviour of Non human Primates.
Internal Parasites Infection in Elephants,
Loxodonta africana, in The Okavango New York (US): Academic Pr.
Delta, Botswana. Inernational Journal Natadisastra D, Agoes R. 2009. Parasitologi
Parasitology : Parasites and Wildlife. kedokteran: Ditinjau dari organ tubuh
4:43-48. yang diserang. Jakarta (ID): EGC.
Jurnal Primatologi Indonesia, Vol. 17, No. 1, Januari 2020, hlm. 16-21 21
*Korespondensi: [email protected]
Abstract. Sumatera slow loris in conservation are often infected by gastrointestinal endoparasites. The purpose
of this study was to evaluate the rearing management of the gastrointestinal endoparasites in sumatera slow loris.
The fecal sample was collected from slow loris in each cage. Fecal sample were assessed using the native method,
McMaster, floatation, sedimentation, and fecal culture. The management data were obtained from observation and
interiews with the keeper. The results obtained from each cage showed no endoparasites of the gastrointestinal,
neither worms nor protozoa. Good rearing management such as sanitation, daily cleaning of cages every day, and
feeding in the form of self-cultiated insects, can prevent endoparasite infection. In addition, slow loris were also
not infected with cestoda worms and trematodes because there were no intermediate hosts found, such as beetles
and snails. A regular anthelmintic program can also reduce worm infections.
menimbulkan penyumbatan secara mekanis. PSSP IPB serta wawancara dengan dokter
Secara umum infeksi parasit dalam saluran hewan dan perawat yang bertugas di kandang
pencernaan dapat berlangsung tanpa gejala atau konservasi kukang.
menimbulkan gejala ringan. Stres, kebuntingan,
umur tua, atau penyakit lain dapat menyebabkan Teknik Pengambilan Sampel
mekanisme pertahanan tidak bekerja dengan Sampel dikoleksi dari feses segar
baik, sehingga infeksi parasit dapat berujung yang diambil dari tempat kukang defekasi.
pada sakit atau kematian (Mirsageri et al. 2015). Sampel dimasukkan ke dalam plastik zipper
Endoparasit juga berpotensi sebagai zoonosis. menggunakan pinset dan diberi label berupa
Penyakit zoonosis parasitik dapat disebabkan spesies hewan, nomor kandang, tanggal
interaksi intensif antara manusia dengan satwa pengambilan, dan kolektor. Sampel kemudian
liar. dimasukkan ke dalam cooler box yang berisi
Faktor penyakit khususnya cacing dan
protozoa belum banyak mendapat perhatian, ice pack untuk dibawa ke laboratorium dan
padahal dapat berkontribusi terhadap disimpan di dalam refrigerator.
kepunahan satwa liar dilindungi (Candra et
al. 2016). Penelitian tentang endoparasit pada Metode Natif
kukang sudah pernah dilakukan sebelumnya Metode natif digunakan untuk mengetahui
di beberapa lembaga konservasi, akan tetapi jenis protozoa yang menginfeksi saluran
penelitian mengenai evaluasi manajemen pencernaan. Feses diletakkan pada kaca objek
pemeliharaan terhadap endoparasit saluran menggunakan tusuk gigi kemudian diteteskan
pencernaan pada kukang sumatera belum 2‒3 tetes akuades dan dihomogenkan.
pernah dilakukan. Informasi mengenai jenis Selanjutnya ditutup dengan kaca penutup dan
endoparasit yang ditemukan dapat dijadikan diamati menggunakan mikroskop dengan
acuan dalam pemberian antiparasit yang tepat pembesaran 10x10.
dan penerapan manajemen pemeliharaan pada
kukang sumatera. Metode McMaster
Penelitian ini bertujuan untuk Feses sebanyak dua gram dicampurkan
mengevaluasi manajemen pemeliharaan kukang dengan 58 mL larutan garam gula jenuh
sumatera meliputi kandang, pakan, dan sanitasi lalu disaring menggunakan saringan teh dan
yang diterapkan terhadap pencegahan infeksi dihomogenkan kembali. Suspensi diambil
endoparasit saluran pencernaan. menggunakan pipet tetes kemudian dimasukkan
ke dalam kamar hitung McMaster dan ditunggu
10 sampai 15 menit. Preparat diperiksa
Materi dan Metode menggunakan mikroskop cahaya dengan
pembesaran 10x10. Jumlah telur cacing setiap
Penelitian dilaksanakan pada bulan gram tinja (TTGT) dihitung dengan rumus:
Februari sampai Maret 2019. Penelitian TTGT=(n x Vt)/(Vk x Bf) , dengan keterangan:
dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap n = jumlah telur dalam kamar hitung; Vt =
pengambilan sampel dan observasi manajemen volume sampel total; Vk= volume kamar hitung;
pemeliharaan di Pusat Studi Satwa Primata dan Bf = bobot feses (Hansen dan Perry 1994).
(PSSP) LPPM IPB dan tahap identifikasi
endoparasit di Laboratorium Helmintologi, Metode Pengapungan
Divisi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Feses sebanyak dua gram dicampurkan
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan dengan 58 mL larutan garam gula jenuh dan
Kesmavet, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut disaring menggunakan saringan teh. Suspensi
Pertanian Bogor. dimasukkan ke dalam tabung reaksi hingga
Sampel feses yang diperiksa diambil penuh dan membentuk miniskus. Bagian atas
dari lima kandang kukang. Kandang 1, 2, 3, tabung reaksi ditutup dengan kaca penutup dan
dan 6 masing-masing terdiri dari satu ekor ditunggu 10‒15 menit. Kaca penutup di angkat
kukang, dan kandang 4 berisi dua ekor kukang. dan diletakkan pada kaca objek. Pengamatan
Pengambilan sampel dilakukan selama tiga hari dilakukan menggunakan mikroskop dengan
berturut-turut. Pemeriksaan secara kualitatif pembesaran 10x10 (Hansen dan Perry 1994).
dilakukan dengan metode natif, pengapungan,
pengendapan, dan pemupukan feses, sedangkan Metode Pengendapan (Sedimentasi)
pemeriksaan secara kuantitatif dilakukan Feses sebanyak tiga gram dicampurkan
dengan McMaster. Selanjutnya, hasil temuan dengan akuadestilata sebanyak 40‒50 mL lalu
diidentifikasi berdasarkan morfologi dan ukuran dihomogenkan. Suspensi kemudian disaring
telur cacing. Data manajemen pemeliharaan menggunakan saringan teh dan dimasukkan ke
diperoleh melalui pengamatan langsung di dalam tabung reaksi. Suspensi didiamkan selama
24 Kuntum et al., Evaluasi Manajemen Pemeliharaan terhadap Endoparasit Saluran Pencernaan pada Kukang
5 menit. Supernatan dibuang dengan menyisakan observasi secara langsung dan wawancara
sedimennya. Selanjutnya ditambahkan aquades dengan dokter hewan serta perawat kukang di
sebanyak 5 mL dan didiamkan selama 5 menit. PSSP LPPM IPB. Data dikumpulkan selama
Supernatan dibuang kembali dan sedimen yang dua minggu pada bulan Agustus 2018.
berada di dasar tabung diambil menggunakan
pipet tetes dan diletakkan pada kaca objek. Analisis Data
Sedimen ditambahkan dengan satu tetes larutan
methylene blue. Selanjutnya ditutup dengan Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan
kaca penutup dan diamati menggunakan feses dan observasi manajemen pemeliharaan
mikroskop dengan pembesaran 10x10 (Hansen meliputi kandang, pakan, dan sanitasi dianalisis
dan Perry 1994). secara deskriptif.
Pemupukan Feses
Pemupukan feses dilakukan untuk Hasil dan Pembahasan
mendapatkan larva L3 (infektif). Sampel
Endoparasit Saluran Pencernaan pada
yang positif terdapat telur cacing dimasukkan
ke dalam cawan petri dan dicampurkan Kukang
dengan vermikulit. Vermikulit ditambahkan Kukang sumatera yang berada di PSSP
dengan perbandingan 1:3 (tinja:vermikulit) LPPM-IPB merupakan kukang yang sengaja
yang bertujuan untuk mengatur kelembaban dikembangbiakkan untuk memperbanyak
udara (Padondan 2016). Campuran kemudian individu dengan tetap mempertahankan
dimasukkan ke dalam gelas plastik dan genetik aslinya. Kukang tersebut terdiri dari
ditutup dengan kain saring. Pupukan feses tiga ekor indukan (F0) dan tiga ekor hasil
diberi akuades secukupnya untuk menjaga pengembangbiakan (F1). Masing-masing
agar tetap lembab. Selanjutnya pupukan kukang ditempatkan pada kandang buatan
disimpan selama tujuh hari pada suhu kamar seluas 2x2 m. Pemeriksaan endoparasit saluran
dan terhindar dari panas matahari langsung. pencernaan pada kukang dilakukan secara non-
Pupukan feses kemudian dipindahkan ke invasif dari sampel feses. Hasil pemeriksaan
dalam gelas Baermann yang berisi akuadestilat
terhadap lima sampel feses dapat dilihat pada
dan didiamkan selama 24 jam. Larva yang Tabel 2.
terkumpul di dasar gelas kemudian diambil Berdasarkan hasil pemeriksaan feses
menggunakan pipet ukur dan dimasukkan ke menunjukkan bahwa semua sampel negatif atau
dalam tabung reaksi. Keberadaan larva dalam tidak ditemukan adanya endoparasit (cacing dan
suspensi selanjutnya dilihat menggunakan protozoa) yang menginfeksi saluran pencernaan
mikroskop stereo. Identifikasi larva dilakukan
kukang di PSSP. Cacing parasit dapat menginfeksi
dengan meneteskan suspensi pada kaca obyek hewan apabila termakan telur infektif atau larva
lalu ditetesi lugol. Pemberian lugol bertujuan
yang masuk menembus kulit (Kurniawan et al.
agar larva tersebut mati sehingga memudahkan2018). Beberapa penelitian pernah melaporkan
dalam pemeriksaan. Selanjutnya ditutup dengan
adanya infeksi cacing parasit pada saluran
kaca penutup dan diamati menggunakan pencernaan kukang. Cacing yang menginfeksi
mikroskop. merupakan cacing dari filum Nemathelminthes,
Platyhelminthes, dan Acantocephala. Cacing
Data Manajemen Pemeliharaan cestoda ditemukan pada usus halus dua ekor
Data manajemen pemeliharaan meliputi kukang sumatera di Pusat Penelitian Biologi
kandang, pakan, dan sanitasi diperoleh dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Jurnal Primatologi Indonesia, Vol. 17, No. 1, Januari 2020, hlm. 22-27 25
Cibinong (Setyorini dan Wirdateti 2005). Hasil pemeriksaan sampel feses tidak
Penelitian lain juga melaporkan adanya telur ditemukan cacing jenis trematoda yang
cacing cestoda jenis Hymenolepis sp. pada feses menginfeksi kukang. Cacing trematoda
kukang sumatera dan kukang jawa di Yayasan membutuhkan inang-perantara, yaitu siput.
Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) Siput mudah berkembang pada lingkungan yang
(Ulfa 2014; Wibowo 2014). Kukang dapat berair dengan tingkat curah yang tinggi (Putra et
terinfeksi cacing ini apabila termakan artropoda al. 2014). Cacing trematoda seperti Fasciola sp.
yang membawa sistiserkoid (Widiastuti et al. umumnya ditemukan pada daerah berair seperti
2016). Salah satu artropoda yang menjadi inang sawah atau padang rumput dekat sungai. Lokasi
antara cacing Hymenolepis sp adalah kumbang. kandang kukang berada jauh dari wilayah yang
Cacing nematoda jenis Ascaris, berair dan area di sekitar kandang kering dan
Strongylid, Strongyloides, Oxyuris, dan Tricuris bersih, sehingga siput sulit untuk berkembang.
juga dilaporkan menginfeksi kukang sumatera Pemeriksaan menggunakan metode natif
dan kukang jawa di YIARI (Ulfa 2014; tidak ditemukan adanya protozoa saluran
Wibowo 2014). Jenis lain yakni, Syphacia sp., pencernaan pada kukang di PSSP. Penularan
Enterobius sp. (Oxyuridae), dan Rictularia sp. protozoa terjadi apabila kukang memakan
(Rictularidae) tercatat menginfeksi kukang makanan yang terkontaminasi ookista infektif
sumatera di Pusat Penelitian Biologi LIPI, yang dikeluarkan dari feses hewan terinfeksi
Cibinong (Setyorini dan Wirdateti 2005). (Glantiga et al. 2016). Penularan protozoa juga
Cacing nematoda memiliki siklus hidup dapat terjadi melalui kontak langsung dengan
langsung, sehingga tidak membutuhkan inang feses tikus liar.
antara dalam perkembangannya. Penelitian lain melaporkan adanya
Infeksi cacing ini dapat terjadi akibat protozoa yang menginfeksi saluran pencernaan
termakan telur infektif yang mengandung kukang. Protozoa yang ditemukan pada
larva. Penularan telur tersebut dapat melalui kukang di YIARI berasal dari tiga famili yakni,
tanah, air, atau makanan yang terkontaminasi. Eimeriidae, Endamobidae, dan Balantiidae,
yang terdiri dari Isospora sp., Cryptosporidium
Di dalam tubuh hewan, telur infektif yang parvum, Entamoeba coli, dan Balantidium
mengandung larva Stadium 2 akan menetas dan coli (Rukmana 2016). Protozoa akan mudah
berkembang menjadi larva Stadium 3. Larva berkembang pada lingkungan yang lembab.
ini akan bemigrasi di dalam tubuh dan kembali Umumnya induk semang yang terinfeksi
ke usus untuk menjadi dewasa. Selanjutnya protozoa saluran pencernaan akan menimbulkan
cacing dewasa akan menghasilkan telur dan gejala klinis diare. Hasil pengamatan
dikeluarkan bersama dengan feses hewan. Telur memperlihatkan semua feses kukang memiliki
mudah berkembang pada lingkungan dengan konsistensi yang padat.
kelembaban yang tinggi (Nasution et al. 2013).
Kondisi kandang di PSSP yang bersih dan kering Manajemen Pemeliharaan Kukang di PSSP
dapat menurunkan tingkat kejadian infeksi Salah satu faktor yang dapat menjadi
cacing nematoda. Perilaku kukang yang bersifat sumber penularan endoparasit pada kukang
arboreal atau menghabiskan sebagian waktunya adalah pakan. Pakan yang diberikan pada kukang
setiap harinya berupa buah-buahan, serangga,
di atas pohon dapat mencegah kukang terinfeksi dan telur ayam. Buah yang diberikan untuk
cacing nematoda yang terdapat di feses yang seekor kukang terdiri dari empat buah pisang,
berserakan di lantai kandang. Kukang akan dan sekitar 50 g pepaya, sedangkan serangga
turun ke lantai untuk mencari serangga, namun yang diberikan adalah 25‒30 ekor jangkrik
tidak dalam periode waktu yang cukup lama atau satu sendok teh ulat hongkong. Selain itu,
(Sinaga dan Masyud 2017). setiap kukang juga diberikan satu per empat
Pemberian antelmintik pirantel pamoat bagian telur ayam yang telah matang. Pakan
pada kukang di PSSP dapat menurunkan berupa serangga berpeluang untuk menularkan
berbagai jenis endoparasit baik protozoa
dan membunuh infeksi cacing nematoda. maupun cacing. Berdasarkan hasil observasi
Antelmintik tersebut diberikan setiap enam dan wawancara dengan perawat satwa kukang
bulan sekali. Mekanisme kerja pirantel pamoat bahwa jangkrik yang diberikan merupakan
dengan menghambat proses depolarisasi hasil budidaya perawat satwa kukang di PSSP,
neuromuskuler cacing sehingga meningkatkan sehingga jangkrik berpeluang lebih kecil
frekuensi impuls yang menyebabkan cacing mati sebagai inang antara. Pakan yang diberikan juga
terjaga kebersihannya. Pakan diletakkan pada
dalam keadaan spastik (Budiyanti 2010). Selain tempat pakan dan sebagian diletakkan pada
itu, pirantel pamoat juga bekerja dengan cara ranting kayu yang terdapat di dalam kandang,
menghambat kerja enzim asetilkolinesterase sedangkan air minum diletakkan pada wadah
yang dapat meningkatkan kontraksi otot cacing. minum.
26 Kuntum et al., Evaluasi Manajemen Pemeliharaan terhadap Endoparasit Saluran Pencernaan pada Kukang
Kukang yang berada di Pusat Studi Satwa PSSP LPPM-IPB juga menerapkan
Primata memiliki kandang dengan sirkulasi biosekuriti dan biosafety yang sesuai dengan
udara yang cukup. Kondisi lingkungan di dalam prosedur. Personil yang boleh memasuki
dan luar kandang bersih dan kering. Lantai kandang harus memenuhi beberapa persyaratan
dan sepertiga dinding bagian bawah kandang yang dibuktikan dengan surat keterangan sehat
terbuat dari semen. Sementara itu, dinding dari dokter serta menggunakan alat pelindung
bagian atas berupa kawat besi dan atap kandang diri (APD) sesuai dengan ketentuan. Hal ini
terbuat dari seng. Kandang dibersihkan setiap untuk mencegah agar agen penyakit tidak
pagi hari. Pembersihan kandang diawali dengan keluar dari area konservasi atau sebaliknya.
membersihkan sisa-sisa pakan dan feses yang Penggunaan APD juga bertujuan untuk
berada di lantai. Pembersihan feses setiap hari melindungi pekerja yang bertugas agar tidak
dapat menurunkan keberadaan telur atau larva terinfeksi agen penyakit dari satwa maupun
infektif (Goossens et al. 2005). Keberadaan sebaliknya. Penerapan sanitasi yang baik juga
feses di kandang juga dapat menjadi sumber dapat menurunkan kejadian infeksi endoparasit.
infeksi endoparasit. Secara perkembangan, Sanitasi merupakan suatu usaha pencegahan
telur belum infektif ketika dikeluarkan inang penyakit yang menitikberatkan kegiatannya
melalui feses dan akan berkembang menjadi kepada usaha kesehatan lingkungan hidup
infektif jika menemukan lingkungan yang terutama tanah, air, dan udara. Salah satu
menguntungkan (Dewi dan Nugraha 2007).
Kandang dibersihkan setiap satu kali seminggu program sanitasi adalah menjaga kebersihan
dengan air dan didesinfektan setiap tiga sampai kandang dan lingkungan sekitarnya. Sanitasi
enam bulan sekali. Kondisi kandang yang kering yang diterapkan berupa penyediaan air bersih,
dapat menghambat telur parasit seperti telur pengendalian serangga, dan pengolahan
cacing nematoda untuk berkembang, sehingga sampah. Lingkungan di sekitar kandang dijaga
infeksi dapat dicegah. Peralatan kandang kebersihannya agar hewan lain seperti hewan
seperti tempat pakan dicuci dengan sabun dan pengerat tidak memasuki area kandang yang
air mengalir, sedangkan wadah minum dicuci dapat menularkan penyakit pada kukang.
dengan air mengalir. Peralatan pakan dan wadah Sampah sisa pakan dan peralatan di tempatkan
minum dicuci dan di ganti setiap hari. Hal ini pada wadah yang berbeda sesuai dengan jenis
untuk mencegah peralatan sebagai sumber sampah.
penularan penyakit. Pembersihan kandang
dilakukan untuk menjaga kesehatan kukang
di dalam kandang agar tidak mudah terserang Simpulan
penyakit (Sinaga 2017).
Kandang kukang didesain agar aman dan Pemeriksaan endoparasit pada feses
nyaman serta menyerupai habitat alaminya. kukang sumatera di Pusat Studi Satwa Primata
Setiap kandang dilengkapi dengan enrichment IPB menunjukkan hasil negatif. Manajemen
(pengayaan) untuk mendukung terciptanya pemeliharaan yang baik melputi pembersihan
perilaku positif dari kukang. Enrichment yang kandang setiap hari, pemberian pakan jangkrik
diberikan berupa pohon kayu untuk kukang hasil budidaya PSSP, dan sanitasi yang
beraktivitas. Setiap kandang juga dilengkapi diterapkan dapat mencegah kukang dari infeksi
dengan kandang tidur untuk tempat istirahat penyakit parasitik. Pemberian antelmintik
dan bersembunyi bagi kukang. Jenis enrichment secara reguler juga dapat menurunkan kejadian
lain yang dapat diberikan untuk kukang adalah infeksi cacing.
food based enrichment, yaitu dalam pemberian
pakan dapat divariasikan seperti meletakkan Daftar Pustaka
pakan dalam wadah yang digantung pada
ranting-ranting pohon, sehingga dapat melatih Budiyanti RT. 2010. Efek antihelmintik
insting berburu kukang dan mencegah terjadinya infusa herba sambiloto (Andrographis
perilaku abnormal atau stres pada kukang. Selain paniculata, Nees) terhadap Ascaris suum
itu, juga dapat diberikan pohon dengan ranting- secara in vitro [skripsi]. Surakarta (ID):
ranting yang memiliki daun lebat, sehingga Universitas Sebelas Maret.
kukang dapat bersembunyi pada daun-daun Candra D, Waragnegara E, Bakri S, Setiawan
tersebut. Enrichment yang diberikan berupa A. 2016. Identifikasi kecacingan pada
tanaman akan lebih baik karena digunakan satwa liar dan ternak domestik di Taman
kukang untuk mencari makan, beraktivitas, atau Nasional Way Kambas, Lampung. Acta
tidur (Puspita 2017). Veterinaria Indonesiana. 4(2): 57‒67.
Jurnal Primatologi Indonesia, Vol. 17, No. 1, Januari 2020, hlm. 22-27 27
Dewi K, Nugraha RTP. 2007. Endoparasit (Pongo abelii) di Karantina Batu Mbelin,
pada feses babi kutil (Sus verrucosus) Sibolangit Provinsi Sumatera utara. J
dan prevalensinya yang berada di Kebun Medika Veterinaria. 7(2):67‒70.
Binatang Surabaya. Zoo Indonesia. 16(1): Padondan AT. 2016. Infeksi cacing nematoda
13‒19. gastrointestinal pada kerbau di Kabupaten
Fauzi F, Rahmawati R, Sandan P. 2017. Toraja Utara, Sulawesi Selatan [skripsi].
Estimation of population density and food Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
sort of kelasi (Presbytis rubicunda Muller Puspita IJ. 2017. Manajemen pengayaan
1838) in Nyaru Menteng Arboretum of kandang dan pemanfaatan ruang oleh
Palangka Raya. J Daun. 4(1):7–12. kukang sumatera (Nycticebus coucang
Glantiga GJR, Oka IBM, Puja K. 2016. Boddaert, 1785) di Taman Margasatwa
Prevalensi infeksi protozoa saluran Ragunan [skripsi]. Bogor (ID): Institut
pencernaan pada anjing kintamani bali di Pertanian Bogor.
Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani, Putra RD, Suratman NA, Oka IBM. 2014.
Kabupaten Bangli, Bali. Indonesia Prevalensi trematoda pada sapi bali yang
Medicus Veterinus. 5(5):446‒453. dipelihara peternak di Desa Sobangan,
Goossens E, Dorny P, Boomker J, Vercammen Kecamatan Mengwi, Kabupaten
F, Vercruysse J. 2005. A 12-moonth Badung. Indonesia Medicus Veterinus.
survey of the gastro-intestinal of antelopes, 3(5):394‒402.
gazelles and girrafids kept at two zoo in Rukmana N. 2016. Prevalensi protozoa usus
Belgium. Vet Parasitol. 303-312. pada kukang sumatera (Nycticebus
Hansen J, Perry B. 1994. The Epidemiology, coucang) di Pusat Rehabilitasi YIARI
Diagnosis, and Control of Helminth Ciapus, Bogor [skripsi]. Lampung (ID):
Parasites of Ruminants. Nairobi (KE): Universitas Lampung.
International Laboratory for Research and Setyorini LE, Wirdateti. 2005. Cacing parasit
Animal Disease. pada Nycticebus coucang. Berkala
Hernasari PR. 2011. Identifikasi endoparasit Penelitian Hayati. 10:93‒96.
pada sampel feses Nasalis larvatus, Sinaga MWA. 2017. Pengelolaan kandang dan
Presbytis comata, dan Presbytis siamensis pemanfaatan ruang oleh kukang sumatera
dalam penangkaran menggunakan metode (Nycticebus coucang Boddaert, 1785) di
natif dan pengapungan dengan sentrifugasi Taman Hewan Pematang Siantar (THPS)
[skripsi]. Depok (ID): Universitas Sumatera Utara [skripsi]. Bogor (ID):
Indonesia. Institut Pertanian Bogor.
[IPB PSSP] Institut Pertanian Bogor Pusat Sinaga MWA, Masyud B. 2017. Pemanfaatan
Studi Satwa Primata. 2017. Visi, Misi, ruang dan perilaku harian kukang
dan Tujuan [Internet]. [diunduh 2018 Jul sumatera (Nycticebus coucang Boddaert,
10]; Tersedia pada: https://primata.ipb. 1785) di Taman Hewan Pematang Siantar
ac.id/tentang-kami/profil/visi-dan-misi/. (THPS) Sumatera Utara. Med Kon.
[IUCN] International Union for Concervation 22(3):304‒311.
of Nature and Natural Resources. Ulfa N. 2014. Kecacingan pada kukang
2008. IUCN Red List of Threatened sumatera (Nycticebus coucang) di pusat
Species. Version 2014 [Internet]. rehabilitasi satwa primata Yayasan
[diunduh 2019 Mar 24]; Tersedia International Animal Rescue Indonesia
pada: https://www.iucnredlist.org/ (YIARI) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
search?query=nycticebuscoucang& Pertanian Bogor.
searchType=species. Wibowo MMA. 2014. Kecacingan pada
Kurniawan B, Ramadhian RR, Rahmadhin kukang jawa (Nycticebus javanicus) di
NS. 2018. Uji diagnostik kecacingan pusat rehabilitasi satwa primata Yayasan
antara pemeriksaan feses dan pemeriksaan International Animal Rescue Indonesia
kotoran kuku pada siswa SDN 1 (YIARI) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Krawangsari Kecamatan Natar Lampung Pertanian Bogor.
Selatan. J Kedokteran Universitas Widiastuti D, Astuti NT, Pramestuti N, Sari
Lampung. 2(1):20‒24. TF. 2016. Infeksi cacing Hymenolepis
Masy’ud B, Ginoya LN. 2016. Konservasi Eksitu nana dan Hymenolepis diminuta pada
Satwa Liar. Bogor (ID): IPB Pr. tikus dan cecurut di area pemukiman
Mirsageri M, Assidiqi J, Cahyaningsih U, Kabupaten Banyumas. J Vektor dan
Tiuria R, Zulfiqri. 2015. Endoparasit Reservoir Penyakit. 8(2):81‒90.
cacing pada orangutan ex-captive di Suaka Wirdateti, Indriana E, Handayani. 2016.
Margasatwa Sungai Lamandau Kalimantan Analisis sekuen DNA mitokondria
Tengah Indonesia. J Kedokteran Hewan. cytochrome oxidase I (COI) MtDNA
9(1):67‒70. pada kukang Indonesia (Nycticebus spp)
Nasution IT, Fahrimal Y, Hasan M. sebagai penanda guna pengembangan
2013. Identifikasi parasit nematoda identifikasi spesies. J Biol Indon.
gastrointestinal orangutan sumatera 12(1):119‒128.
Jurnal Primatologi Indonesia, Vol. 17, No. 1, Januari 2020, hlm. 28
ISSN 1410-5373
1. Jurnal Primatologi Indonesia (JPI) menerima key word yang tidak melebihi lima buah kata
naskah dalam bentuk: a) hasil penelitian, b) mengikuti huruf abjad.
catatan penelitian, c) ulasan atau tinjauan f. Pendahuluan.
pustaka, d) laporan kasus, e) paparan program/ g. Materi dan Metode.
kegiatan, dan f) resensi buku. Naskah dapat h. Hasil dan Pembahasan.
ditulis dalam bahasa Indonesia maupun Inggris. i. Simpulan.
2. Naskah tidak sedang dikirim ke atau dievaluasi j. Ucapan Terima Kasih (jika ada), dan
oleh berkala ilmiah untuk penerbitan. Naskah k. Daftar Pustaka.
yang dikirim ke JPI dan dinyatakan diterima
oleh Redaksi JPI untuk dimuat dalam JPI 5. Artikel hasil penelitian ditulis maksimum 25
menjadi milik JPI. halaman, termasuk lampiran gambar, grafik dan
tabel. Artikel lain ditulis maksimum 20 halaman
Naskah dikirim sebanyak tiga eksemplar dan diperbolehkan tidak mencantumkan
kepada Dewan Editor JPI, dengan alamat: subjudul sebagaimana tersebut di atas.
Priscillia
Kristiana A, Sutarno, Widiyani
V, Saepuloh T D, Pamungkas J
U, Iskandriati 78
Studi Perilaku
Diseminasi danHarian
MutasiSiamang
Gen ENV (Symphalangus
GP70 Simiansyndactylus Raffles, 1821)
retrovirus Serotipe-2 di Wildlife
(SRV-2) pada
Rescue Center, Kulonprogo,
Jaringan Macaca fascicularis Yogyakarta
The Daily Behaviour
Dissemination of Siamang
and Mutation (Symphalangus
of Simian Raffles, env
syndactylus(SRV-2)
retrovirus serotype-2 1821) in Wildlife
gp70 Gene in
Rescue Center, Kulonprogo,
Macaca fascicularis Tissues Yogyakarta
Priambada
Darmono GE,NP,Indriawati
Prameswari W, SanchezH,KL
I, Romdhoni Perwitasari-Farajallah D, Iskandar E 12
14
Komplikasi
Struktur MBD
Sosial dan Urolithiasis
Monyet Ekor Panjangpada(Macaca
Kukangfascicularis)
Sumatera (Nycticebus coucang)
di Hutan Lindung di
Angke
YIARI
Kapuk,Bogor
Jakarta Utara DAFTAR ISI
Complications MBD and Urolithiasis ofMacaques
Sumatran(Macaca
Kukang (Nycticebus
fascicularis)coucang) in Kapuk
The Social Structure
YIARI Bogor
of Long-Tailed in Angke (Table of Content
Protected Forest, North Jakarta