Lebah Madu
Lebah Madu
Lebah Madu
ABSTRACT
The objective of this research was to identify Honeybee's diversity, plant potential as a
woof source, and the participation of Kelompok Tani Hutan (KTH) Sari Puspa member in
the Subanjeriji Production Forest, Muara Enim District, Sumatera Selatan Province.
Identification of bee types was carried out by collecting samples and then analyzed
using species key determination. Collecting the potential woof source employed the
transect method established around the beekeeping sites. Direct observation and
interviews with beekeeper samples were utilized to determine community participation
in forest conservation efforts to support beekeeping. The results indicated that it has
been identified in field the sting bee of Apis cerana Fabr and stingless bee of Trigona,
with variations of as many as six species: Genitrigona thoracica, Heterotrigona itama,
Tetrigona apicalis, Lepidotrigona terminata, Tetragonula testaceitarsis, and Tetragonula
laeviceps. The types of bee woof sources consisted of forestry plants such as Acacia
mangium, Multi-Purpose Tree Species (MPTS) such as rubber and fruit-producing
plants, and shrubs. Most of the honey beekeepers understand that forest plants'
existence is beneficial to support honey production so that the majority of farmers are
involved in land enrichment efforts with woody plants and MPTS species that produce
fruit.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis lebah madu, sumber pakan
potensial, dan mengetahui tingkat partisipasi anggota Kelompok Tani Hutan (KTH)
Sari Puspa dalam usaha pelestarian kawasan hutan di Hutan Produksi Subanjeriji,
Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Identifikasi jenis lebah dilakukan
dengan pengumpulan sampel lebah yang selanjutnya diidentifikasi berdasarkan kunci
determinasi. Pengumpulan data tanaman pakan potensial dilakukan dengan metode
transek yang dibuat disekitar lokasi budi daya lebah. Analisis tingkat partisipasi
masyarakat dalam usaha pelestarian hutan menggunakan metode wawancara dan
pengamatan secara lansung ke lokasi penelitian. Lokasi pengambilan data dilakukan
1
pada 3 desa, yaitu di dalam kawasan hutan, berbatasan dengan kawasan hutan dan diluar
kawasan hutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis lebah madu yang
dibudidayakan terdiri atas jenis lebah bersengat dari spesies Apis cerana Fabr dan jenis
lebah kelulut sebanyak 6 spesies yakni Genitrigona thoracica, Heterotrigona itama,
Tetrigona apicalis, Lepidotrigona terminata, Tetragonula testaceitarsis, dan
Tetragonula laeviceps. Jenis tanaman sumber pakan lebah potensial yang berhasil di
identifikasi terdiri atas jenis tanaman kehutanan yaitu Akasia (Acacia mangium),
tanaman multi guna/ Multi Purpose Tree Species (MPTS) seperti Karet (Hevea
brasiliensis) dan tanaman penghasil buah, tanaman perdu dan semak. Sebagian besar
pembudi daya memahami bahwa keberadaan tanaman hutan sangat bermanfaat untuk
mendukung produksi madu, sehingga mayoritas pembudi daya terlibat dalam upaya
pengkayaan lahan dengan tanaman berkayu dan tanaman jenis MPTS yang
menghasilkan buah-buahan.
I. PENDAHULUAN
Budi daya lebah madu merupakan salah satu usaha yang memiliki prospek cukup
baik. Keadaan alam Indonesia dengan luas hutan sekitar 143 juta hektar sangat cocok
untuk usaha budi daya lebah karena Indonesia kaya akan ragam tanaman berbunga
sebagai sumber pakan lebah. Kenyataan ini memungkinkan produksi madu di Indonesia
dapat terjadi sepanjang tahun (Novandra & Widnyana, 2013). Usaha budi daya lebah
madu dapat menjadi alternatif tambahan penghasilan bagi masyarakat sekitar kawasan
hutan, karena tidak membutuhkan biaya pengadaan pakan (zero feed cost), serta madu
dapat dipanen satu kali dalam 2 minggu atau setara dengan tujuh bulan dalam setahun
(Sihombing, 2005). Sebagai perbandingan, jika pembudi daya memiliki 100 kotak budi
daya (stup), maka dalam satu musim produktif akan mampu menghasilkan tiga sampai
Pemahaman jenis lebah dalam usaha budi daya lebah madu sangat penting, salah
satunya adalah berhubungan dengan preferensi jenis pakan dan produk yang dihasilkan.
2
Lebah sosial (social bees) dibedakan dari lebah soliter (solitary bees) karena memiliki
(Michener, 2007). Lebah sosial merupakan penyerbuk potensial yang memiliki peran
penting dalam regenerasi tumbuhan hutan dan tanaman pertanian. Kehidupan lebah
sosial sangat bergantung pada sumber pakan dari tumbuhan alami, liar dan tanaman
budi daya (Kahono & Erniwati, 2014). Lebah sosial memiliki sebaran horizontal dan
vertikal yang terbatas. Keberadaan suatu spesies lebah sosial sangat berhubungan
dengan kecocokan pada habitat persarangan dan sumber pakannya (Roubik, 1991).
Pakan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi keberlanjutan budi daya
lebah madu. Kekurangan pakan menjadi masalah yang sangat serius dan dapat
menghambat perkembangan usaha budi daya lebah madu yang akan berdampak pada
penurunan produksi madu, polen lebah dan royal jelly. Pada akhirnya hal ini akan
memengaruhi koloni lebah, diantaranya adalah jumlah lebah pekerja sedikit, produksi
madu, polen lebah dan royal jelly yang rendah, produktivitas lebah ratu menurun karena
kurangnya pasokan pakan nektar dan polen sebagai sumber karbohidrat dan protein
madu, royal jelly, polen lebah (bee pollen), lilin, perekat (propolis), dan racun lebah.
Produk-produk lebah madu ini mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi, yang
dapat meningkatkan upaya pemenuhan gizi masyarakat dan dapat menjadi pendapatan
tambahan pembudi daya lebah. Manfaat tidak langsung (indirect benefits) budi daya
lebah antara lain adalah berkaitan dengan proses pelestarian lingkungan dan sumber
3
daya hutan, peningkatan produktivitas tanaman, dan adanya hubungan simbiosis yang
saling menguntungkan. Tanaman yang berada di hutan, kawasan perkebunan atau area
pertanian akan menjadi penghasil nektar dan tepungsari melalui bagian bunga tanaman
yang dimanfaatkan sebagai pakan oleh lebah, sementara lebah madu akan membantu
Salah satu kawasan hutan yang mempunyai peran dalam budi daya lebah
masyarakat sekitarnya adalah Hutan Produksi Subanjeriji. Hutan produksi ini terletak
di Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan yang izin konsesinya dimiliki
oleh PT. Musi Hutan Persada (MHP) yang bergerak dalam usaha budi daya tanaman
akasia (Acacia mangium) sebagai bahan baku pembuatan bubur kertas (pulp). Program
pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan budi daya lebah madu telah dilakukan
dengan tujuan untuk menekan laju degradasi dan alih fungsi lahan pada kawasan hutan.
Namun demikian upaya ini memerlukan dukungan agar tingkat partisipasi masyarakat
dalam pelestarian hutan semakin meningkat. Salah satu dukungan yang diperlukan
adalah pengetahuan jenis lebah yang dibudidayakan, sumber pakan potensial dan
partisipasi masyarakat saat ini. Oleh sebab itu, tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi jenis lebah madu, pakan potensial lebah madu dan partisipasi pembudi
daya dalam upaya pengkayaan tanaman pakan lebah sebagai bagian dari usaha
Gunung Megang, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan dasar untuk pengembangan budi daya lebah madu
kedepannya.
4
Sumatera Selatan
Penelitian ini dilaksanakan di lokasi budi daya lebah madu KTH Sari Puspa
dan terdiri atas 3 lokasi yang berbeda, yaitu Desa Aur Duri (desa di dalam kawasan
hutan), Desa Sumaja Makmur (desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan),
dan Desa Bangun Sari (desa yang berada di luar kawasan) Hutan Produksi (HP)
5
B. Metode Pengambilan Data dan Analisis Data
kuantitatif. Pengumpulan sampel lebah dilakukan pada 3 desa yang dijadikan lokasi
budi daya lebah madu dengan cara mengunjungi stup/kotak penangkaran di tiap lokasi
penelitian. Sampel lebah pada setiap stup diambil dengan cara meletakkan kantong
plastik bening tepat di pintu stup kemudian mengetuknya hingga lebah terbang keluar.
Jika sampel individu sudah masuk, maka plastik ditutup dan ditambahkan alkohol 70%.
Pengamatan dan pengukuran morfologi lebah madu dilakukan untuk setiap sampel dan
dianalisis secara deskriptif. Penentuan jenis lebah yang diidentifikasi dilakukan dengan
Pengumpulan data jenis tanaman potensial yang dijadikan sumber pakan lebah
dilakukan dengan cara observasi lansung pada 3 desa yang dijadikan lokasi budi daya
lebah madu. Pada masing-masing lokasi dibuat transek sejauh 100 meter dari lokasi
stup. Tanaman yang menurut referensi pustaka potensial menjadi tanaman pakan lebah
Narasumber yang dijadikan sasaran adalah pembudi daya lebah madu yang tergabung
dalam KTH Sari Puspa yang berjumlah 20 pembudi daya dan tersebar pada 3 desa
lokasi penelitian. Informasi yang digali dari para narasumber adalah sikap dan persepsi
dalam budi daya lebah dan pelestarian lingkungan, seperti pilihan teknik dalam
produktivitas madu. Informasi lainnya adalah tentang usaha setiap pembudi daya untuk
6
melakukan penanaman tanaman sebagai bagian dari kegiatan pengkayaan kawasan.
Analisis data hasil wawancara bertujuan untuk mengetahui persepsi dan sikap pembudi
daya lebah madu terkait keberadaan hutan terhadap pengembangan usaha budi daya
lebah madu. Analisis data menggunakan metode skor dengan skala Likert (Ramdani et
al., 2014). Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dengan demikian, skor
ideal untuk mengetahui seberapa besar pemahaman, persepsi dan sikap anggota KTH
Sari Puspa terkait keberadaan kawasan terhadap usaha budi daya lebah madu dapat
ditentukan. Hasil dari perhitungan skor kemudian di analisis secara deskriptif untuk
hutan bagi keberlansungan usaha budi daya lebah madu dan usaha-usaha yang
dilakukan dalam meningkatkan daya dukung kawasan hutan terhadap usaha budi daya
lebah madu.
Lebah madu yang berhasil di identifikasi pada lokasi budi daya lebah madu terdiri
dari lebah bersengat yaitu jenis Apis cerana dan lebah tanpa sengat dari genus Trigona.
Adapun jenis dan populasilebah madu yang dibudidayakan disajikan pada Tabel 1.
7
Tabel 1. Jenis Lebah Madu Yang Dibudidayakan Pembudi daya
(Table 1. Cultivated Types of Honey Bees Cultivators)
No Lokasi Budi daya Lebah Madu Jenis Lebah Madu Jumlah Stup/kotak
(No.) (Location of Beekeeping) (Beehoney types) (Amount of beeboxes)
1. Desa Aur Duri Apis cerana 280
Tetragonula laeviceps 50
Jumlah Stup 330
2. Desa Sumaja Makmur Apis cerana 70
Geniotrigona thoracica 70
Heterotrigona itama 30
Lepidorigona terminata 25
Tetrigona apicalis 10
Tetragonula laeviceps 25
Tetragonula testaceitarsis 10
Jumlah stup 240
3 Desa Bangun Sari Apis cerana 45
Tetragonula laeviceps 15
Heterotrigona itama 10
Lepidorigona terminata 13
Jumlah Stup 83
Jumlah Total 653
Berdasarkan Tabel 1 jumlah koloni lebah madu terbanyak ada di Desa Aur Duri
dan paling sedikit ada di Desa Bangun Sari. Jenis Apis cerana dijumpai di ketiga lokasi,
dengan jumlah stup terbanyak berada di Desa Aur Duri. Menurut Sihombing (2005)
koloni Apis cerana biasanya terdiri dari 20.000–24.000 lebah pekerja, beberapa ratus
lebah jantan dan seekor ratu. Stup Apis cerana pada tiap pembudi daya berisi satu
koloni lebah yang terdiri atas ratu, lebah jantan dan lebah pekerja. Jenis lebah madu
kelulut banyak dibudidayakan oleh pembudi daya di desa Sumaja Makmur. Para
pembudi daya beralasan jenis kelulut merupakan jenis lebah tidak bersengat dan cocok
dibudidayakan pada area perkebunan karet yang diperkaya dengan tanaman sumber
bunga lainnya. Berdasarkan informasi pembudi daya, preferensi dalam memilih jenis
lebah madu kelulut yang dibudidayakan juga dilandasi ketersediaan koloni bibit di alam.
Lebah kelulut biasanya didapatkan dari hasil mengumpulkan koloni yang sudah
8
terbentuk yang bersarang di batang kayu lapuk, rumah penduduk, bambu dan tempat-
tempat lain yang biasa dijadikan koloni lebah kelulut bersarang. Hal ini berbeda dengan
Apis cerana yang bisa didapatkan dengan cara “memancing” lewat glodokan.
Jumlah stup jenis Apis cerana di Desa Aur Duri yang cukup banyak sangat
berhubungan dengan keberadaan akasia (Acacia mangium) yang ditanam pada Hutan
Produksi Subanjeriji. Hal ini menjadi faktor paling berpengaruh terhadap pemilihan
jenis lebah madu yang dibudidayakan di Desa Aur Duri. Lokasi desa yang berada di
dalam kawasan hutan menjadikan jarak antara lokasi budi daya dengan tanaman sumber
pakan juga menjadi dekat. Menurut Kuntadi (2012) Acacia mangium merupakan salah
satu tanaman sumber pakan yang menyediakan nektar ekstraflora. Bagian tanaman
Acacia mangium yang dikunjungi oleh lebah madu dan dimanfaatkan sebagai sumber
pakannya adalah nektar ekstrafloral. Nektar ini disekresi melalui stomata yang terdapat
pada pangkal-pangkal daun khususnya daun yang relatif muda. Ekstraflora pada Acacia
mangium disekresi sejak tanaman tersebut berusia dini, yaitu sejak awal tanaman
tersebut ditanam akan tetapi akan efektif dimanfaatkan oleh lebah setelah tanaman
berumur dua bulan. Bagian lain dari tanaman tersebut yang dimanfaatkan oleh lebah
adalah tepungsari yang terdapat pada bagian bunga. Ketersediaan tepungsari pada
Acacia mangium baru dapat diperoleh pada tanaman setelah mencapai umur dua tahun
ke atas. Musim bunga raya Acacia mangium adalah pada periode bulan Juni sampai
dengan Oktober (Kuntadi, 2012). Morfologi lebah Apis cerana yang ditemukan
9
Gambar 2. Morfologi lebah madu Apis cerana pada lokasi penelitian
Figure 2. Morfology of honey bee Apis cerana at research location
Jenis lebah kelulut yang dibudidayakan dan paling banyak ditemukan di Desa
Sumaja Makmur, yakni 6 jenis Kelulut (Gambar 3) dan didominsi dari jenis
sebagai kelulut berwarna keemasan dengan kaki berwarna hitam dan ujung sayap
Geniotrigona thoracica karena ukurannya yang cukup besar dan hasil madu yang relatif
banyak. Kelulut lain yang cukup banyak dibudidayakan adalah jenis Heterotrigona
itama. Lebah kelulut ini mirip dengan lalat berwarna hitam dan memiliki ciri khas pada
corong keluar masuk sarang yang berbentuk belalai gajah atau terompet (Engel et al.,
setiap desa lokasi penelitian. Meskipun berukuran paling kecil dan produksi madu
relatif sedikit, namun karena kelimpahannya yang sangat banyak di sekitar hutan
produksi Subanjeriji menjadikan kelulut jenis ini sebagai kelulut yang mudah didapat
terminata. Jenis ini dapat diidentifikasi sebagai kelulut kuning cerah dengan bagian
belakang hitam berpadu dengan garis kuning di bagian tepi (Engel et al., 2018). Kelulut
jenis ini juga menjadi primadona bagi pembudi daya lebah madu, karena ukuran yang
10
tidak terlalu kecil, produksi madu cukup banyak dan rasa madu yang lebih disenangi
oleh pembeli. Minat pembudi daya dalam budidaya lebah tanpa sangat meningkat pesat
setelah adanya informasi bahwa kelulut dapat menghasilkan propolis lebih banyak
berbagai macam manfaat kesehatan seperti mengandung antioksidan dan fenol yang
tinggi. Propolis berpotensi untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti sakit
a b c
d e f
Gambar 3. Morfologi lebah madu Kelulut (Trigona spp.) pada lokasi penelitian,
Genitrigona thoracica (a), Heterotrigona itama (b), Tetrigona apicalis (c),
Lepidotrigona terminate (d), Tetragonula testaceitarsis (e), dan
Tetragonula laeviceps (f).
Figure 3. Morfology of stingless bee Kelulut (Trigona spp) in research location,
Genitrigona thoracica (a), Heterotrigona itama (b), Tetrigona apicalis
(c), Lepidotrigona terminate (d), Tetragonula testaceitarsis (e), and
Tetragonula laeviceps (f).
dibudidayakan juga memiliki perbedaan pada ukuran tubuh, bentuk sarang dan bentuk
dibudidayakan oleh pembudi daya pada lokasi penelitian disajikan pada gambar 4.
11
Gambar 4. Perbandingan ukuran lebah madu yang dibudidayakan pada lokasi
penelitian
Figure 4. Comparison of the size of the honey bees at the research location
Syafrizal et al. (2014) menyatakan bahwa ukuran tubuh sangat memengaruhi jarak
terbang lebah mencari makanan. Semakin besar tubuh lebah maka makin jauh jarak
terbangnya. Semakin jauh daya jelajah lebah, maka akan semakin banyak nektar dan
polen yang mampu ditemui dan dikumpulkan. Hal ini juga akan memengaruhi jumlah
produksi dari produk yang dihasilkan. Lebah berukuran kecil yang hanya intensif pada
area sekitar sarang tentunya akan menghasilkan produk yang relatif lebih sedikit
(Djajasaputra, 2010). Ukuran tubuh jenis lebah kelulut juga memengaruhi ukuran
lubang sarang lebah, semakin besar ukuran tubuh lebah, maka semakin besar juga
lubang sarangnya (Syafrizal et al., 2014). Trigona spp dengan ukuran 5 cm mempunyai
12
Roubik (2006) menyatakan sarang Trigona spp memiliki bentuk pintu masuk yang
beragam, seperti berbentuk corong, bulat tidak beraturan atau tanpa tonjolan (corong)
pada pintu masuknya. Kelulut Tetragonula testaceitarsis, sering disebut juga kelulut
matahari, karena memiliki corong keluar-masuk seperti matahari (Sanjaya et al., 2019).
Corong keluar-masuk pada sarang kelulut Tetragonula laeviceps hanya berupa lubang
yang dilapisi resin agar hewan lain tidak dapat masuk kedalam sarang. Menurut
Syafrizal et al. (2012), bahan dasar penyusun sarang juga berbeda-beda pada tiap jenis
lebah Trigona spp dengan bentuk warna dan aroma yang dipengaruhi oleh jenis
Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah species dan sebaran populasi yang merata di
Desa Sumaja Makmur didukung oleh minat pembudi daya yang cukup besar baik dalam
hal perbanyakan koloni maupun dalam kegitan perbanyakan atau pengkayaan tanaman
pakan lebah madu. Kondisi ini menunjukkan bahwa ketersediaan pakan yang cukup dan
sangat beragam akan mendukung perkembangan koloni dan produktifitas madu. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Pasaribu et al. (2017) yang melaporkan bahwa terdapat
hubungan tingkat perkembangan populasi lebah dengan ketersedian nektar pada suatu
tanaman yang ditanam oleh petani atau sistem integrasi yang di terapkan.
Jenis tanaman pakan lebah madu pada tiga lokasi budi daya lebah madu
mempunyai tingkat keragaman yang berbeda baik dari jenis maupun populasi tanaman.
Pemilihan jenis tanaman sumber pakan lebah madu di dasarkan pada pemenuhan unsur
nektar dan polen bagi lebah madu. Mayoritas pembudi daya memilih menanam tanaman
penghasil nektar lebih banyak dibanding penghasil polen, hal ini bertujuan untuk
meningkatkan produksi madu. Pembudi daya juga memilih tanaman yang bergetah
13
khusus untuk lebah madu kelulut yang biasanya di manfaatkan oleh kelulut sebagai
Data hasil identifikasi jenis tanaman beserta jumlah individu tiap spesies
jenis di Desa Aur Duri, 14 jenis di Desa Sumaja makmur, dan 10 jenis di Desa Bangun
Sari. Keragaman jenis tanaman yang ditemukan pada setiap desa berbeda, sesuai dengan
14
peruntukan lahan. Di Desa Aur Duri, lokasi budi daya berada di dalam kawasan hutan,
tanaman sumber pakan di dominasi oleh jenis Acacia mangium yang merupakan
tanaman utama IUPHTI PT. MHP. Tanaman akasia dapat mengeluarkan titisan nektar di
dekat tangkai pangkal daun dan hampir semua pangkal daun akasia mengeluarkan
nektar sepanjang tahun sehingga dapat menjadi sumber nektar yang sangat potensial dan
berkelanjutan bagi lebah. Adgaba et al., (2016) menyatakan nektar dari tanaman akasia
merupakan nektar yang potensial sebagai sumber pakan lebah madu di Arab Saudi.
Produksi madu dari beberapa spesies tanaman akasia juga berbeda-beda, yaitu Acacia
asak 110 kg/ha; Acacia ehrenbergiana 443 kg/ha; Acacia etbaica 51 kg/ha; Acacia
gerrardii 511 kg/ha; Acacia johnwoodii 625 kg/ha; Acacia aoefota 120 kg/ha; Acacia
origena 325 kg/ha; Acacia tortilis 223 kg/ha. Jenis tanaman lainnya sebagai sumber
pakan di Desa Aur Duri adalah jenis senduduk. Seduduk merupakan jenis tanaman
semak yang bunganya dimanfaatkan oleh lebah sebagai sumber nektar. Mengantisipasi
lebah kekurangan pakan pada saat musim tebang akasia, pembudi daya di Desa Aur
Tanaman sumber pakan di Desa Sumaja makmur lebih banyak dan lebih variatif
dibandng dua desa lainnya. Hal ini berhubungan dengan lokasi budi daya lebah madu
di desa tersebut yang berbatasan lansung dengan kawasan hutan dan berada pada areal
perkebunan masyarakat. Pembudi daya meletakkan stup pada areal perkebunan karet
dan sawit yang juga telah diperkaya dengan tanaman jenis MPTS yang menghasilkan
buah dan beberapa tanaman kehutanan yang berbunga. Jumlah spesies tumbuhan yang
banyak di Desa Sumaja Makmur tidak terlepas dari usaha dan peran serta pembudi daya
lebah melakukan pengkayaan lahan dengan tanaman Multi Purpose Tree Species
(MPTS). Tanaman MPTS ditanam dengan orientasi untuk mendapatkan buah dan daun
15
yang bernilai ekonomis dan dapat dikonsumsi, selain sebagai sumber pakan lebah.
Pembudi daya di Desa Aur Duri lebih mengandalkan tanaman Akasia yang ditanam oleh
PT. MHP yang berumur tiga tahun ke atas, sehingga tidak memungkinkan untuk
ditanam tumbuhan jenis lainnya karena pengaruh kerapatan tajuk dan lahan yang izin
Jenis tanaman pada tiga desa lokasi penelitian juga berbeda pada jumlah tanaman
pokok yang tersedia dalam jumlah banyak, seperti akasia, tanaman karet dan tanaman
sawit. Hasil penelitian Mulyono et al., (2015), mengenai Kajian Ketersediaan Pakan
Lebah Madu Lokal (Apis cerana Fabr) di PUSBAHNAS Parung Panjang, Bogor
dikunjungi lebah sebagai tanaman penghasil nektar ekstra floral, tanaman kelapa sawit
sebagai tanaman penghasil polen dan tanaman karet sebagai tanaman penghasil nektar
dengan intensitas kunjungan lebah yang lebih rendah. Penelitian lebih lanjut diperlukan
terutama yang berhubungan dengan volume nektar dan berat polen setiap tanaman,
sehingga dapat memprediksi volume nektar yang dihasilkan dan berat polen setiap
tangkai bunga, satu karangan bunga, satu pohon dan bahkan setiap satuan luas tanam.
penting dalam mendukung budi daya lebah madu. Pemilihan tanaman yang mampu
lebah madu. Produksi nektar dari jenis tanaman berbeda-beda setiap waktu (Roubik,
2006). Semakin tinggi keragaman jenis tanaman sumber pakan lebah madu
16
C. Partisipasi Masyarakat Dalam Usaha Pelestarian Hutan
Hasil analisis persepsi pembudi daya lebah madu terhadap urgensi kebeadaan
kawasan hutan bagi usaha budi daya lebah madu disajikan pada Tabel 3.
Hasil analisis menunjukkan bahwa persepsi pembudi daya lebah madu terhadap
urgensi keberadaan kawasan hutan bagi usaha budidaya lebah madu sangat baik.
Berdasarkan data pada Tabel 3, sebanyak 80% pembudi daya setuju bahwa keberadaan
kawasan hutan sangat memengaruhi keberhasilan budi daya lebah madu. Oleh sebab itu
para pembudi daya sepakat bahwa degradasi kawasan hutan hanya akan merugikan
usaha budi daya lebah madu yang mereka kembangkan. Pemahaman bahwa kebakaran
hutan dan lahan akan berdampak negatif pada berkurangnya populasi lebah sehingga
berdampak pada menurunnya jumlah produksi madu juga cukup tinggi. Hal ini
ditunjukkan oleh 60% pembudi daya yang memahami hubungan kebakaran hutan/lahan
17
membersihkan lahan dengan cara membakar maka akan berdampak pada migrasinya
lebah yang dibudidayakan di dalam stup. Pembudi daya juga mempunyai pengetahuan
bahwa pada sebagian gulma yang tumbuh terdapat beberapa jenis gulma yang sering
dikunjungi oleh lebah untuk mencari nektar dan polen. Oleh sebab itu pembakaran
untuk membuka lahan lebih dihindari. Keberadaan tanaman didalam kawasan hutan
juga memengaruhi produksi madu. Hal ini didukung oleh sikap 85% pembudi daya
yang sangat setuju dengan hal tersebut, sehingga 98% pembudi daya melakukan
pengkayaan lahan dengan jenis tanaman berkayu amupun MPTS. Sebanyak 80%
pembudi daya memilih jenis tanaman MPTS penghasil buah-buahan sebagai pilihan
Pembudi daya di tiga desa juga aktif dalam upaya pengkayaan lahan dengan
menanam tanaman jenis lain selain tanaman pokok berupa tanaman karet dan sawit.
Partisipasi aktif pembudi daya anggota KTH Sari Puspa didasari pemahaman bahwa
terdapat hubungan yang erat antara keberadaan tanaman sumber pakan dengan
tanaman harus mampu mencukupi pakan lebah sepanjang tahun. Lebah dan tanaman
dalam melakukan penyerbukan tanpa merusak organ-organ yang terdapat pada tanaman.
Tanaman memberikan pakan yang dibutuhkan oleh lebah berupa nektar dan polen. Di
daerah tropis seperti Indonesia, lebah dapat berkembang biak dengan baik dan produktif
lebah didukung dengan adanya sumber pakan yang tersedia (Yunianto dan Jannetta,
2020).
Bentuk partisipasi aktif pembudi daya anggota KTH Sari Puspa dalam usaha
18
pelestarian hutan juga berupa penyediaan lahan seluas ± 4 hektar sebagai lahan
biodiversitas tanaman sumber pakan yang di dukung oleh program Coorporate Social
Responsibility (CSR) PT. MEDCO E&P Indonesia. Pada lahan ini ditanami jenis
tanaman yang terdiri atas tanaman Kehutanan, tanaman perkebunan, dan tanaman hias
sebagai sumber pakan lebah. KTH Sari Puspa juga aktif dalam mengajukan bantuan
bibit dari instansi terkait seperti bantuan bibit tanaman kaliandra dan tanaman akasia
jenis Acacia crassicarpa. Tanaman yang berasal dari bantuan dan hibah tersebut
ditanam pada lahan yang di jadikan lokasi budidaya lebah madu. Jenis kegiatan untuk
pembudi daya yang berada di dalam kawasan hutan berbeda. Lahan yang berasal dari
okupasi kawasan hutan yang semula ditanam dengan tanaman jenis karet dan sawit
Hasil pengamatan juga menemukan kondisi dimana beberapa pembudi daya telah
lingkungan. Hal ini sejalan dengan pengetahuan para pembudi daya bahwa dampak
negatif dari pestisida selain menyebabkan gangguan kesehatan juga dapat mencemari
lingkungan. Khusus bagi pembudi daya lebah madu, mereka juga mengetahui bahwa
beberapa jenis lebah tidak resisten terhadap pestisida dan mempunyai kemungkinan
dapat mencemari madu yang di hasilkan. Persepsi, sikap dan pengetahuan yang cukup
baik yang dimiliki pembudi daya lebah madu, dapat dijadikan sebagai modal dasar
pengembangan budi daya lebah madu kearah yang lebih baik lagi. Motivasi
mengembangkan usaha budi daya lebah madu tidak hanya sebatas orientasi ekonomi,
namun juga sebagai bagian dari pelestarian lingkungan dan turut serta dalam menjaga
keberlansungan keberadaan kawasan hutan. Hal ini tidak terlepas dari pengetahuan
nggota KTH Sari Puspa bahwa antara hutan, lebah dan pembudi daya terdapat
19
hubungan simbiosis yang saling menguntungkan.
IV. KESIMPULAN
Lebah madu yang dibudidayakan oleh pembudi daya anggota KTH Sari Puspa di
Desa Sumaja Makmur, Desa Aur Duri dan Desa Bangun Sari terdiri atas lebah
bersengat jenis Apis cerana Fabr dan lebah tak bersengat jenis Trigona sp, dengan
Tetragonula laeviceps. Jenis tanaman sumber pakan lebah yang berhasil di identifikasi
terdiri atas jenis tanaman kehutanan antara lain jenis akasia, albasia, flamboyan dan
kaliandra, tanaman MPTS seperti mangga, nangka, dan jambu, tanaman perdu dan
semak. Pembudi daya juga memiliki pemahaman bahwa kebakaran hutan dan lahan
akan berdampak negatif berupa pengurangan populasi lebah sehingga berdampak pada
20
menurunnya jumlah produksi madu, lebih dari setengah pembudi daya anggota KTH
hutan juga memengaruhi produksi madu, oleh sebab itu hampir seluruh pembudi daya
melakukan pengkayaan lahan dengan jenis dominan berupa jenis MPTS penghasil buah-
buahan.
Lebah madu yang diidentifikasi pada penelitian ini berasal dari stup budi daya
yang menurut informasi pembudi daya berasal dari kawasan hutan produksi Subanjeriji.
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengidentifikasi secara lansung lebah
madu yang bersarang dan hidup secara bebas pada kawasan hutan Subanjeriji.
Penelitian sumber pakan juga perlu mengamati jenis-jenis tanaman yang dikunjungi
lebah madu berdasarkan frekuensi dan durasi kunjungan, sehingga didapatkan data jenis
sumber pakan berdasarkan tingkat kesukaan dari lebah madu itu sendiri. Penelitian
lainnya yang dapat dilakukan adalah menghitung kontribusi usaha budi daya lebah
madu terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga pembudi daya lebah madu.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan usaha budidaya
lebah madu ke arah yang lebih baik adalah: (1) peningkatan kapasitas (skill) pembudi
daya lebah madu dan alih teknologi produksi produk turunan perlebahan lainnya seperti
beepollen, royal jelly, propolis, sabun lilin lebah dan produk lainnya yang juga bernilai
ekonomis tinggi, (2) alokasi lahan pada areal konsesi PT.MHP yang berada di sekitar
desa lokasi budi daya lebah madu, khusus ditanami dengan tegakan jenis akasia,
sehingga dapat menjadi sumber pakan lebah madu dan menjamin keberlansungan
produksi sepanjang tahun, (3) peningkatan jumlah stup budi daya lebah madu dengan
diiringi peningkatan jumlah dan jenis tanaman sumber pakan lebah khususnya penyedia
nektar, (4) bantuan permodalan, stimulus ekonomi dan hibah dari lembaga, institusi dan
21
perusahaan khususnya dalam peningkatan kualitas produk madu dan pengemasan
sehingga mampu bersaing dengan produk madu skala industri, dan (5) pembudi daya
yang akan mengembangkan skala usaha budi daya lebah madu maka disarankan
memilih jenis lebah Apis cerana untuk lebah bersengat dan jenis Genitrigona thoracica,
Heterotrigona itama, Tetrigona apicalis, dan Lepidotrigona terminate untuk jenis lebah
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Suryadin selaku ketua Kelompok
Tani Hutan (KTH) Sari Puspa, Bapak Bustam, dan Bapak Darim, yang telah
KONTRIBUSI PENULIS
Beni Rahmad sebagai kontributor utama. Nurhayati Damiri sebagai analisis data dan
kontributor pendukung. Mulawarman sebagai analis data dan kontributor pendukung.
DAFTAR PUSTAKA
Agussalim, Ali A., Nafiatul U., & I G Suparta Budisatria. (2017). Variasi jenis tanaman
pakan lebah madu sumber nektar dan polen berdasarkan ketinggian tempat di
Yogyakarta. Buletin Peternakan Vol. 41 (4): 448-460.
22
Propolis Sebagai Antibiotik Alami Untuk Sapi PO. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Engel, M.S., Kahono S, & Peggie D. (2018). A key to the genera and subgenera of
stingless bee in Indonesia (Hymenoptera: Apidae). Treubia, 45: 65-86.
Haryanto, B., Hasan, Z., Kuswandi & Artika,I.-M., (2012). Penggunaan propolis untuk
meningkatkan produktivitas ternak sapi Peranakan Ongole (PO). JITV Vol. 17
No3, p.202.
Kahono S, & Erniwati. (2014). Keragaman dan kelimpahan lebah sosial (Apidae) pada
bunga tanaman pertanian musiman yang diaplikasi pestisida di Jawa Barat.
Berita Biologi, 13(3): 231-238.
Kuntadi (2012). Pengembangan budi daya lebah madu dan permasalahannya. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Konsevasi dan Rehabilitasi Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan, Bogor.
Michener, C. D. (2007). The bees of the world 2nd ed. Johns Hopkins University Press,
Baltimore.
Mulyono, Tun Susdiyanti, & Bambang S. (2015). The study of availability of local
honey bees feed. Jurnal Nusa Sylva Volume 15 No.2 Desember 2015:18-26.
Novandra, A., & I. M. Widnyana. (2013). Peluang pasar produk perlebahan Indonesia.
Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu, Mataram.
Pasaribu R., H. D. Putranto, & Sutriyono. (2017). Perbandingan produksi lebah madu
Apis cerana pada dua sistem integrasi yang berbeda di Kabupaten Rejang
Lebong. Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 12 No. 4 Oktober-Desember
2017: 432-443
Ramdani F., Poltak BP Panjaitan, dan Kustin B. (2014). Persepsi kelompok tani
terhadap program pemberdayaan masyarakat budi daya lebah madu
Apismellifera di Tahura Ir. H. Djuanda Bandung. Jurnal Nusa Sylva Vol. 14
No.2. 2014: 33-42.
Roubik, DW. (2006). Stingless Bee Nesting Biology. Apidologie, 37: 124-143.
Roubik, DW. (1991). Aspects of Africanized honey bee ecology in tropical America. In:
The African Honey Bee. M. Spivak, D.J.C. Fletcher and M.D. Breed (Eds.).
Westview Press, Boulder. pp. 259-281.
Sanjaya, V. Dwi Astiani, & Lolyta S. (2019). Studi habitat dan sumber pakan lebah
23
kelulut di Kawasan Cagar Alam Gunung Nyiut Desa Pisak Kabupaten
Bengkayang. Jurnal Hutan Lestari, Vol. 7 (2) : 786 – 798.
Sihombing, D. T. H. (2005). Ilmu Ternak Lebah Madu. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Syafrizal, A. A. Bratawinata, M. Sila, & D. Marji. (2012). Jenis lebah kelulut (Trigona
Spp.) di Hutan Pendidikan Lempake. Mulawarman Scientifie, Volume 11, Nomor
1, April 2012: 11-18.
Syafrizal, Tarigan D, & Yusuf R. (2014). Keragaman dan habitat lebah trigona pada
hutan sekunder tropis basah di Hutan Pendidikan Lempake, Samarinda,
Kalimantan Timur. Jurnal Teknologi Pertanian, 9(1), 34-38.
Yunianto, A.S., & Syasri Jannetta. (2020). Potensi budi daya lebah madu sebagai
harapan di tengah pandemi Covid-19. Seminar Nasional Pemberdayaan
Masyarakat, Pekanbaru, 19 November 2020. Unri Conference Series:
Community Engagement. Volume 2, Riau.
24