Lebah Madu

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 24

JENIS LEBAH MADU DAN TANAMAN SUMBER PAKAN PADA BUDI DAYA

LEBAH MADU DI HUTAN PRODUKSI SUBANJERIJI,


KABUPATEN MUARA ENIM, SUMATERA SELATAN

(Honeybee diversity and woof source of beekeeping in Subanjeriji production forest,


Muara Enim District, South Sumatera)

Beni Rahmad1, Nurhayati Damiri2, & Mulawarman3


1,2,3
Program Pasca Sarjana, Universitas Sriwijaya Palembang
Jl. Padang Selasa No. 524, Kota Palembang, Sumatera Selatan 30139
Telp. (0711) 352132, Fax. (0711) 317202
Email: [email protected]

ABSTRACT

The objective of this research was to identify Honeybee's diversity, plant potential as a
woof source, and the participation of Kelompok Tani Hutan (KTH) Sari Puspa member in
the Subanjeriji Production Forest, Muara Enim District, Sumatera Selatan Province.
Identification of bee types was carried out by collecting samples and then analyzed
using species key determination. Collecting the potential woof source employed the
transect method established around the beekeeping sites. Direct observation and
interviews with beekeeper samples were utilized to determine community participation
in forest conservation efforts to support beekeeping. The results indicated that it has
been identified in field the sting bee of Apis cerana Fabr and stingless bee of Trigona,
with variations of as many as six species: Genitrigona thoracica, Heterotrigona itama,
Tetrigona apicalis, Lepidotrigona terminata, Tetragonula testaceitarsis, and Tetragonula
laeviceps. The types of bee woof sources consisted of forestry plants such as Acacia
mangium, Multi-Purpose Tree Species (MPTS) such as rubber and fruit-producing
plants, and shrubs. Most of the honey beekeepers understand that forest plants'
existence is beneficial to support honey production so that the majority of farmers are
involved in land enrichment efforts with woody plants and MPTS species that produce
fruit.

Keywords: Honeybee, Woof source, Participation, Subanjeriji

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis lebah madu, sumber pakan
potensial, dan mengetahui tingkat partisipasi anggota Kelompok Tani Hutan (KTH)
Sari Puspa dalam usaha pelestarian kawasan hutan di Hutan Produksi Subanjeriji,
Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Identifikasi jenis lebah dilakukan
dengan pengumpulan sampel lebah yang selanjutnya diidentifikasi berdasarkan kunci
determinasi. Pengumpulan data tanaman pakan potensial dilakukan dengan metode
transek yang dibuat disekitar lokasi budi daya lebah. Analisis tingkat partisipasi
masyarakat dalam usaha pelestarian hutan menggunakan metode wawancara dan
pengamatan secara lansung ke lokasi penelitian. Lokasi pengambilan data dilakukan

1
pada 3 desa, yaitu di dalam kawasan hutan, berbatasan dengan kawasan hutan dan diluar
kawasan hutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis lebah madu yang
dibudidayakan terdiri atas jenis lebah bersengat dari spesies Apis cerana Fabr dan jenis
lebah kelulut sebanyak 6 spesies yakni Genitrigona thoracica, Heterotrigona itama,
Tetrigona apicalis, Lepidotrigona terminata, Tetragonula testaceitarsis, dan
Tetragonula laeviceps. Jenis tanaman sumber pakan lebah potensial yang berhasil di
identifikasi terdiri atas jenis tanaman kehutanan yaitu Akasia (Acacia mangium),
tanaman multi guna/ Multi Purpose Tree Species (MPTS) seperti Karet (Hevea
brasiliensis) dan tanaman penghasil buah, tanaman perdu dan semak. Sebagian besar
pembudi daya memahami bahwa keberadaan tanaman hutan sangat bermanfaat untuk
mendukung produksi madu, sehingga mayoritas pembudi daya terlibat dalam upaya
pengkayaan lahan dengan tanaman berkayu dan tanaman jenis MPTS yang
menghasilkan buah-buahan.

Kata kunci: Lebah Madu, Tanaman Pakan, Partisipasi, Subanjeriji

I. PENDAHULUAN

Budi daya lebah madu merupakan salah satu usaha yang memiliki prospek cukup

baik. Keadaan alam Indonesia dengan luas hutan sekitar 143 juta hektar sangat cocok

untuk usaha budi daya lebah karena Indonesia kaya akan ragam tanaman berbunga

sebagai sumber pakan lebah. Kenyataan ini memungkinkan produksi madu di Indonesia

dapat terjadi sepanjang tahun (Novandra & Widnyana, 2013). Usaha budi daya lebah

madu dapat menjadi alternatif tambahan penghasilan bagi masyarakat sekitar kawasan

hutan, karena tidak membutuhkan biaya pengadaan pakan (zero feed cost), serta madu

dapat dipanen satu kali dalam 2 minggu atau setara dengan tujuh bulan dalam setahun

(Sihombing, 2005). Sebagai perbandingan, jika pembudi daya memiliki 100 kotak budi

daya (stup), maka dalam satu musim produktif akan mampu menghasilkan tiga sampai

empat ton madu per tahun.

Pemahaman jenis lebah dalam usaha budi daya lebah madu sangat penting, salah

satunya adalah berhubungan dengan preferensi jenis pakan dan produk yang dihasilkan.

2
Lebah sosial (social bees) dibedakan dari lebah soliter (solitary bees) karena memiliki

kehidupan sosial berupa pembagian tugas dalam kasta-kasta. Lebah sosial

dikelompokkan dalam tiga subfamili yaitu Apinae, Melliponinae dan Bombicinae

(Michener, 2007). Lebah sosial merupakan penyerbuk potensial yang memiliki peran

penting dalam regenerasi tumbuhan hutan dan tanaman pertanian. Kehidupan lebah

sosial sangat bergantung pada sumber pakan dari tumbuhan alami, liar dan tanaman

budi daya (Kahono & Erniwati, 2014). Lebah sosial memiliki sebaran horizontal dan

vertikal yang terbatas. Keberadaan suatu spesies lebah sosial sangat berhubungan

dengan kecocokan pada habitat persarangan dan sumber pakannya (Roubik, 1991).

Pakan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi keberlanjutan budi daya

lebah madu. Kekurangan pakan menjadi masalah yang sangat serius dan dapat

menghambat perkembangan usaha budi daya lebah madu yang akan berdampak pada

penurunan produksi madu, polen lebah dan royal jelly. Pada akhirnya hal ini akan

menurunkan pendapatan pembudi daya lebah. Kekurangan pakan juga dapat

memengaruhi koloni lebah, diantaranya adalah jumlah lebah pekerja sedikit, produksi

madu, polen lebah dan royal jelly yang rendah, produktivitas lebah ratu menurun karena

kurangnya pasokan pakan nektar dan polen sebagai sumber karbohidrat dan protein

(Agussalim et al., 2017).

Usaha budi daya lebah menghasilkan produk perlebahan diantaranya adalah

madu, royal jelly, polen lebah (bee pollen), lilin, perekat (propolis), dan racun lebah.

Produk-produk lebah madu ini mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi, yang

dapat meningkatkan upaya pemenuhan gizi masyarakat dan dapat menjadi pendapatan

tambahan pembudi daya lebah. Manfaat tidak langsung (indirect benefits) budi daya

lebah antara lain adalah berkaitan dengan proses pelestarian lingkungan dan sumber

3
daya hutan, peningkatan produktivitas tanaman, dan adanya hubungan simbiosis yang

saling menguntungkan. Tanaman yang berada di hutan, kawasan perkebunan atau area

pertanian akan menjadi penghasil nektar dan tepungsari melalui bagian bunga tanaman

yang dimanfaatkan sebagai pakan oleh lebah, sementara lebah madu akan membantu

proses penyerbukan bunga tanaman (Saepudin et al., 2017).

Salah satu kawasan hutan yang mempunyai peran dalam budi daya lebah

masyarakat sekitarnya adalah Hutan Produksi Subanjeriji. Hutan produksi ini terletak

di Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan yang izin konsesinya dimiliki

oleh PT. Musi Hutan Persada (MHP) yang bergerak dalam usaha budi daya tanaman

akasia (Acacia mangium) sebagai bahan baku pembuatan bubur kertas (pulp). Program

pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan budi daya lebah madu telah dilakukan

dengan tujuan untuk menekan laju degradasi dan alih fungsi lahan pada kawasan hutan.

Namun demikian upaya ini memerlukan dukungan agar tingkat partisipasi masyarakat

dalam pelestarian hutan semakin meningkat. Salah satu dukungan yang diperlukan

adalah pengetahuan jenis lebah yang dibudidayakan, sumber pakan potensial dan

partisipasi masyarakat saat ini. Oleh sebab itu, tujuan penelitian ini adalah

mengidentifikasi jenis lebah madu, pakan potensial lebah madu dan partisipasi pembudi

daya dalam upaya pengkayaan tanaman pakan lebah sebagai bagian dari usaha

pelestarian kawasan hutan di sekitar kawasan hutan produksi Subanjeriji, Kecamatan

Gunung Megang, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat dijadikan dasar untuk pengembangan budi daya lebah madu

kedepannya.

4
Sumatera Selatan

Kab. Muara Enim

II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di lokasi budi daya lebah madu KTH Sari Puspa

dan terdiri atas 3 lokasi yang berbeda, yaitu Desa Aur Duri (desa di dalam kawasan

hutan), Desa Sumaja Makmur (desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan),

dan Desa Bangun Sari (desa yang berada di luar kawasan) Hutan Produksi (HP)

Subanjeriji di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Penelitian dilaksanakan pada

bulan November 2019 sampai dengan bulan Maret 2020.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian


Figure 1. Map of the study area

5
B. Metode Pengambilan Data dan Analisis Data

Penelitian menggunakan metode survei dengan pendekatan kualitatif dan

kuantitatif. Pengumpulan sampel lebah dilakukan pada 3 desa yang dijadikan lokasi

budi daya lebah madu dengan cara mengunjungi stup/kotak penangkaran di tiap lokasi

penelitian. Sampel lebah pada setiap stup diambil dengan cara meletakkan kantong

plastik bening tepat di pintu stup kemudian mengetuknya hingga lebah terbang keluar.

Jika sampel individu sudah masuk, maka plastik ditutup dan ditambahkan alkohol 70%.

Sampel kemudian diberi label dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.

Pengamatan dan pengukuran morfologi lebah madu dilakukan untuk setiap sampel dan

dianalisis secara deskriptif. Penentuan jenis lebah yang diidentifikasi dilakukan dengan

menggunakan kunci determinasi yang dikemukakan oleh Engel et al. (2018).

Pengumpulan data jenis tanaman potensial yang dijadikan sumber pakan lebah

dilakukan dengan cara observasi lansung pada 3 desa yang dijadikan lokasi budi daya

lebah madu. Pada masing-masing lokasi dibuat transek sejauh 100 meter dari lokasi

stup. Tanaman yang menurut referensi pustaka potensial menjadi tanaman pakan lebah

di catat yang meliputi informasi jenis dan jumlah tanaman.

Analisis tingkat partisipasi masyarakat, khususnya pembudi daya lebah, dalam

pelestarian hutan dilakukan menggunakan metode wawancara dan pengisian kuosioner.

Narasumber yang dijadikan sasaran adalah pembudi daya lebah madu yang tergabung

dalam KTH Sari Puspa yang berjumlah 20 pembudi daya dan tersebar pada 3 desa

lokasi penelitian. Informasi yang digali dari para narasumber adalah sikap dan persepsi

dalam budi daya lebah dan pelestarian lingkungan, seperti pilihan teknik dalam

pembukaan atau pembersihan lahan, dampak degradasi hutan terhadap berkurangnya

produktivitas madu. Informasi lainnya adalah tentang usaha setiap pembudi daya untuk

6
melakukan penanaman tanaman sebagai bagian dari kegiatan pengkayaan kawasan.

Analisis data hasil wawancara bertujuan untuk mengetahui persepsi dan sikap pembudi

daya lebah madu terkait keberadaan hutan terhadap pengembangan usaha budi daya

lebah madu. Analisis data menggunakan metode skor dengan skala Likert (Ramdani et

al., 2014). Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi

seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dengan demikian, skor

ideal untuk mengetahui seberapa besar pemahaman, persepsi dan sikap anggota KTH

Sari Puspa terkait keberadaan kawasan terhadap usaha budi daya lebah madu dapat

ditentukan. Hasil dari perhitungan skor kemudian di analisis secara deskriptif untuk

menggambarkan persepsi, sikap dan partisipasi pembudi daya terhadap keberadaan

hutan bagi keberlansungan usaha budi daya lebah madu dan usaha-usaha yang

dilakukan dalam meningkatkan daya dukung kawasan hutan terhadap usaha budi daya

lebah madu.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Jenis Lebah Madu Yang Dibudidayakan

Lebah madu yang berhasil di identifikasi pada lokasi budi daya lebah madu terdiri

dari lebah bersengat yaitu jenis Apis cerana dan lebah tanpa sengat dari genus Trigona.

Adapun jenis dan populasilebah madu yang dibudidayakan disajikan pada Tabel 1.

7
Tabel 1. Jenis Lebah Madu Yang Dibudidayakan Pembudi daya
(Table 1. Cultivated Types of Honey Bees Cultivators)

No Lokasi Budi daya Lebah Madu Jenis Lebah Madu Jumlah Stup/kotak
(No.) (Location of Beekeeping) (Beehoney types) (Amount of beeboxes)
1. Desa Aur Duri Apis cerana 280
Tetragonula laeviceps 50
Jumlah Stup 330
2. Desa Sumaja Makmur Apis cerana 70
Geniotrigona thoracica 70
Heterotrigona itama 30
Lepidorigona terminata 25
Tetrigona apicalis 10
Tetragonula laeviceps 25
Tetragonula testaceitarsis 10
Jumlah stup 240
3 Desa Bangun Sari Apis cerana 45
Tetragonula laeviceps 15
Heterotrigona itama 10
Lepidorigona terminata 13
Jumlah Stup 83
Jumlah Total 653

Berdasarkan Tabel 1 jumlah koloni lebah madu terbanyak ada di Desa Aur Duri

dan paling sedikit ada di Desa Bangun Sari. Jenis Apis cerana dijumpai di ketiga lokasi,

dengan jumlah stup terbanyak berada di Desa Aur Duri. Menurut Sihombing (2005)

koloni Apis cerana biasanya terdiri dari 20.000–24.000 lebah pekerja, beberapa ratus

lebah jantan dan seekor ratu. Stup Apis cerana pada tiap pembudi daya berisi satu

koloni lebah yang terdiri atas ratu, lebah jantan dan lebah pekerja. Jenis lebah madu

kelulut banyak dibudidayakan oleh pembudi daya di desa Sumaja Makmur. Para

pembudi daya beralasan jenis kelulut merupakan jenis lebah tidak bersengat dan cocok

dibudidayakan pada area perkebunan karet yang diperkaya dengan tanaman sumber

bunga lainnya. Berdasarkan informasi pembudi daya, preferensi dalam memilih jenis

lebah madu kelulut yang dibudidayakan juga dilandasi ketersediaan koloni bibit di alam.

Lebah kelulut biasanya didapatkan dari hasil mengumpulkan koloni yang sudah

8
terbentuk yang bersarang di batang kayu lapuk, rumah penduduk, bambu dan tempat-

tempat lain yang biasa dijadikan koloni lebah kelulut bersarang. Hal ini berbeda dengan

Apis cerana yang bisa didapatkan dengan cara “memancing” lewat glodokan.

Jumlah stup jenis Apis cerana di Desa Aur Duri yang cukup banyak sangat

berhubungan dengan keberadaan akasia (Acacia mangium) yang ditanam pada Hutan

Produksi Subanjeriji. Hal ini menjadi faktor paling berpengaruh terhadap pemilihan

jenis lebah madu yang dibudidayakan di Desa Aur Duri. Lokasi desa yang berada di

dalam kawasan hutan menjadikan jarak antara lokasi budi daya dengan tanaman sumber

pakan juga menjadi dekat. Menurut Kuntadi (2012) Acacia mangium merupakan salah

satu tanaman sumber pakan yang menyediakan nektar ekstraflora. Bagian tanaman

Acacia mangium yang dikunjungi oleh lebah madu dan dimanfaatkan sebagai sumber

pakannya adalah nektar ekstrafloral. Nektar ini disekresi melalui stomata yang terdapat

pada pangkal-pangkal daun khususnya daun yang relatif muda. Ekstraflora pada Acacia

mangium disekresi sejak tanaman tersebut berusia dini, yaitu sejak awal tanaman

tersebut ditanam akan tetapi akan efektif dimanfaatkan oleh lebah setelah tanaman

berumur dua bulan. Bagian lain dari tanaman tersebut yang dimanfaatkan oleh lebah

adalah tepungsari yang terdapat pada bagian bunga. Ketersediaan tepungsari pada

Acacia mangium baru dapat diperoleh pada tanaman setelah mencapai umur dua tahun

ke atas. Musim bunga raya Acacia mangium adalah pada periode bulan Juni sampai

dengan Oktober (Kuntadi, 2012). Morfologi lebah Apis cerana yang ditemukan

disajikan pada gambar 2.

9
Gambar 2. Morfologi lebah madu Apis cerana pada lokasi penelitian
Figure 2. Morfology of honey bee Apis cerana at research location

Jenis lebah kelulut yang dibudidayakan dan paling banyak ditemukan di Desa

Sumaja Makmur, yakni 6 jenis Kelulut (Gambar 3) dan didominsi dari jenis

Geniotrigona thoracica. Jenis kelulut Geniotrigona thoracicadapat diidentifikasi

sebagai kelulut berwarna keemasan dengan kaki berwarna hitam dan ujung sayap

memudar (Engel et al., 2018). Pembudi daya banyak membudidayakan jenis

Geniotrigona thoracica karena ukurannya yang cukup besar dan hasil madu yang relatif

banyak. Kelulut lain yang cukup banyak dibudidayakan adalah jenis Heterotrigona

itama. Lebah kelulut ini mirip dengan lalat berwarna hitam dan memiliki ciri khas pada

corong keluar masuk sarang yang berbentuk belalai gajah atau terompet (Engel et al.,

2018). Jenis kelulut Tetragonula laeviceps merupakan jenis yang dibudidayakan di

setiap desa lokasi penelitian. Meskipun berukuran paling kecil dan produksi madu

relatif sedikit, namun karena kelimpahannya yang sangat banyak di sekitar hutan

produksi Subanjeriji menjadikan kelulut jenis ini sebagai kelulut yang mudah didapat

dan dibudidayakan. Jenis kelulut lain yang dibudidayakan yaitu Lepidotrigona

terminata. Jenis ini dapat diidentifikasi sebagai kelulut kuning cerah dengan bagian

belakang hitam berpadu dengan garis kuning di bagian tepi (Engel et al., 2018). Kelulut

jenis ini juga menjadi primadona bagi pembudi daya lebah madu, karena ukuran yang

10
tidak terlalu kecil, produksi madu cukup banyak dan rasa madu yang lebih disenangi

oleh pembeli. Minat pembudi daya dalam budidaya lebah tanpa sangat meningkat pesat

setelah adanya informasi bahwa kelulut dapat menghasilkan propolis lebih banyak

dibandingkan dengan lebah bersengat (Haryanto et al., 2012). Propolis memiliki

berbagai macam manfaat kesehatan seperti mengandung antioksidan dan fenol yang

tinggi. Propolis berpotensi untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti sakit

gigi, influenza, diabetes mellitus, tuberkolosis, dan lain-lain (Agustina, 2007).

a b c

d e f

Gambar 3. Morfologi lebah madu Kelulut (Trigona spp.) pada lokasi penelitian,
Genitrigona thoracica (a), Heterotrigona itama (b), Tetrigona apicalis (c),
Lepidotrigona terminate (d), Tetragonula testaceitarsis (e), dan
Tetragonula laeviceps (f).
Figure 3. Morfology of stingless bee Kelulut (Trigona spp) in research location,
Genitrigona thoracica (a), Heterotrigona itama (b), Tetrigona apicalis
(c), Lepidotrigona terminate (d), Tetragonula testaceitarsis (e), and
Tetragonula laeviceps (f).

Berdasarkan hasil identifikasi, selain perbedaan morfologi, kelulut yang

dibudidayakan juga memiliki perbedaan pada ukuran tubuh, bentuk sarang dan bentuk

corong keluar-masuk pada sarang. Perbandingan ukuran lebah madu yang

dibudidayakan oleh pembudi daya pada lokasi penelitian disajikan pada gambar 4.

11
Gambar 4. Perbandingan ukuran lebah madu yang dibudidayakan pada lokasi
penelitian
Figure 4. Comparison of the size of the honey bees at the research location

Syafrizal et al. (2014) menyatakan bahwa ukuran tubuh sangat memengaruhi jarak

terbang lebah mencari makanan. Semakin besar tubuh lebah maka makin jauh jarak

terbangnya. Semakin jauh daya jelajah lebah, maka akan semakin banyak nektar dan

polen yang mampu ditemui dan dikumpulkan. Hal ini juga akan memengaruhi jumlah

produksi dari produk yang dihasilkan. Lebah berukuran kecil yang hanya intensif pada

area sekitar sarang tentunya akan menghasilkan produk yang relatif lebih sedikit

(Djajasaputra, 2010). Ukuran tubuh jenis lebah kelulut juga memengaruhi ukuran

lubang sarang lebah, semakin besar ukuran tubuh lebah, maka semakin besar juga

lubang sarangnya (Syafrizal et al., 2014). Trigona spp dengan ukuran 5 cm mempunyai

jarak terbang sekitar 600 meter.

Gambar 5. Bentuk-bentuk corong keluar-masuk sarang lebah kelulut


Figure 5. The shape of the hole in and out of the honeycomb

12
Roubik (2006) menyatakan sarang Trigona spp memiliki bentuk pintu masuk yang

beragam, seperti berbentuk corong, bulat tidak beraturan atau tanpa tonjolan (corong)

pada pintu masuknya. Kelulut Tetragonula testaceitarsis, sering disebut juga kelulut

matahari, karena memiliki corong keluar-masuk seperti matahari (Sanjaya et al., 2019).

Corong keluar-masuk pada sarang kelulut Tetragonula laeviceps hanya berupa lubang

yang dilapisi resin agar hewan lain tidak dapat masuk kedalam sarang. Menurut

Syafrizal et al. (2012), bahan dasar penyusun sarang juga berbeda-beda pada tiap jenis

lebah Trigona spp dengan bentuk warna dan aroma yang dipengaruhi oleh jenis

tumbuhan sumber resinnya.

Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah species dan sebaran populasi yang merata di

Desa Sumaja Makmur didukung oleh minat pembudi daya yang cukup besar baik dalam

hal perbanyakan koloni maupun dalam kegitan perbanyakan atau pengkayaan tanaman

pakan lebah madu. Kondisi ini menunjukkan bahwa ketersediaan pakan yang cukup dan

sangat beragam akan mendukung perkembangan koloni dan produktifitas madu. Hal ini

sejalan dengan hasil penelitian Pasaribu et al. (2017) yang melaporkan bahwa terdapat

hubungan tingkat perkembangan populasi lebah dengan ketersedian nektar pada suatu

tanaman yang ditanam oleh petani atau sistem integrasi yang di terapkan.

B. Jenis Tanaman Pakan Lebah Madu

Jenis tanaman pakan lebah madu pada tiga lokasi budi daya lebah madu

mempunyai tingkat keragaman yang berbeda baik dari jenis maupun populasi tanaman.

Pemilihan jenis tanaman sumber pakan lebah madu di dasarkan pada pemenuhan unsur

nektar dan polen bagi lebah madu. Mayoritas pembudi daya memilih menanam tanaman

penghasil nektar lebih banyak dibanding penghasil polen, hal ini bertujuan untuk

meningkatkan produksi madu. Pembudi daya juga memilih tanaman yang bergetah

13
khusus untuk lebah madu kelulut yang biasanya di manfaatkan oleh kelulut sebagai

bahan campuran membuat sarang dan corong pintu keluar–masuk.

Data hasil identifikasi jenis tanaman beserta jumlah individu tiap spesies

ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis Tanaman Sumber Pakan Lebah Madu


(Table 2. Woof Source Plant Types of honeybees)

Jenis Tanaman Jumlah of


Desa (Plant species) transek
(Village) Nama Ilmiah Nama Lokal (Amount of
(Scientific name) (Local name) transect)
Aur Duri Acacia mangium Akasia 40
Melastoma malabathricum Senduduk 18
Xanthostemon chrysanthus Santostemon 8
Calliandra calothyrsus Kaliandra 14
Sumaja Makmur Manilkara kauki Sawo 2
Mangifera indica Mangga 2
Artocarpus heterophyllus Nangka 1
Anacardium occidentale Jambu Monyet 1
Citrus aurantifolia Jeruk 15
Musa sp Pisang 2
Albizzia falcataria Albasia 6
Solanum torvum Cempokak 2
Jatropha multifida Yodium 2
Cocos Nucifera Kelapa 4
Elaeis guineensis Sawit 20
Dimocarpus longan Kelengkeng 1
Psidium guajava Jambu biji 2
Syzygium aqueum Jambu air 1
Bangun Sari Nephelium lappaceum Rambutan 4
Antigonon Air mata pengantin 2
Manilkara kauki Sawo 2
Tagetes erecta Gemitir 2
Citrus maxima Jeruk bali 2
Helianthus annuus Bunga matahari 10
Calliandra calothyrsus Kaliandra 22
Delonix regia Flamboyan 2
Hevea brasiliensis Karet 30
Passiflora edullis Markisa 4

Jumlah spesies tumbuhan yang ditemukan di masing-masing desa adalah empat

jenis di Desa Aur Duri, 14 jenis di Desa Sumaja makmur, dan 10 jenis di Desa Bangun

Sari. Keragaman jenis tanaman yang ditemukan pada setiap desa berbeda, sesuai dengan

14
peruntukan lahan. Di Desa Aur Duri, lokasi budi daya berada di dalam kawasan hutan,

tanaman sumber pakan di dominasi oleh jenis Acacia mangium yang merupakan

tanaman utama IUPHTI PT. MHP. Tanaman akasia dapat mengeluarkan titisan nektar di

dekat tangkai pangkal daun dan hampir semua pangkal daun akasia mengeluarkan

nektar sepanjang tahun sehingga dapat menjadi sumber nektar yang sangat potensial dan

berkelanjutan bagi lebah. Adgaba et al., (2016) menyatakan nektar dari tanaman akasia

merupakan nektar yang potensial sebagai sumber pakan lebah madu di Arab Saudi.

Produksi madu dari beberapa spesies tanaman akasia juga berbeda-beda, yaitu Acacia

asak 110 kg/ha; Acacia ehrenbergiana 443 kg/ha; Acacia etbaica 51 kg/ha; Acacia

gerrardii 511 kg/ha; Acacia johnwoodii 625 kg/ha; Acacia aoefota 120 kg/ha; Acacia

origena 325 kg/ha; Acacia tortilis 223 kg/ha. Jenis tanaman lainnya sebagai sumber

pakan di Desa Aur Duri adalah jenis senduduk. Seduduk merupakan jenis tanaman

semak yang bunganya dimanfaatkan oleh lebah sebagai sumber nektar. Mengantisipasi

lebah kekurangan pakan pada saat musim tebang akasia, pembudi daya di Desa Aur

Duri menanam tanaman jenis santostemon dan kaliandra.

Tanaman sumber pakan di Desa Sumaja makmur lebih banyak dan lebih variatif

dibandng dua desa lainnya. Hal ini berhubungan dengan lokasi budi daya lebah madu

di desa tersebut yang berbatasan lansung dengan kawasan hutan dan berada pada areal

perkebunan masyarakat. Pembudi daya meletakkan stup pada areal perkebunan karet

dan sawit yang juga telah diperkaya dengan tanaman jenis MPTS yang menghasilkan

buah dan beberapa tanaman kehutanan yang berbunga. Jumlah spesies tumbuhan yang

banyak di Desa Sumaja Makmur tidak terlepas dari usaha dan peran serta pembudi daya

lebah melakukan pengkayaan lahan dengan tanaman Multi Purpose Tree Species

(MPTS). Tanaman MPTS ditanam dengan orientasi untuk mendapatkan buah dan daun

15
yang bernilai ekonomis dan dapat dikonsumsi, selain sebagai sumber pakan lebah.

Pembudi daya di Desa Aur Duri lebih mengandalkan tanaman Akasia yang ditanam oleh

PT. MHP yang berumur tiga tahun ke atas, sehingga tidak memungkinkan untuk

ditanam tumbuhan jenis lainnya karena pengaruh kerapatan tajuk dan lahan yang izin

konsensinya dimiliki oleh PT. MHP.

Jenis tanaman pada tiga desa lokasi penelitian juga berbeda pada jumlah tanaman

pokok yang tersedia dalam jumlah banyak, seperti akasia, tanaman karet dan tanaman

sawit. Hasil penelitian Mulyono et al., (2015), mengenai Kajian Ketersediaan Pakan

Lebah Madu Lokal (Apis cerana Fabr) di PUSBAHNAS Parung Panjang, Bogor

menyimpulkan bahwa tanaman akasia merupakan tanaman yang paling sering

dikunjungi lebah sebagai tanaman penghasil nektar ekstra floral, tanaman kelapa sawit

sebagai tanaman penghasil polen dan tanaman karet sebagai tanaman penghasil nektar

dengan intensitas kunjungan lebah yang lebih rendah. Penelitian lebih lanjut diperlukan

terutama yang berhubungan dengan volume nektar dan berat polen setiap tanaman,

sehingga dapat memprediksi volume nektar yang dihasilkan dan berat polen setiap

tangkai bunga, satu karangan bunga, satu pohon dan bahkan setiap satuan luas tanam.

Informasi keragaman tanaman sumber pakan lebah mempunyai peranan yang

penting dalam mendukung budi daya lebah madu. Pemilihan tanaman yang mampu

menyediakan nektar sepanjang tahun akan mendukung usaha peningkatan produktifitas

lebah madu. Produksi nektar dari jenis tanaman berbeda-beda setiap waktu (Roubik,

2006). Semakin tinggi keragaman jenis tanaman sumber pakan lebah madu

memungkinkan tersedianya nektar dan polen sepanjang tahun.

16
C. Partisipasi Masyarakat Dalam Usaha Pelestarian Hutan

Hasil analisis persepsi pembudi daya lebah madu terhadap urgensi kebeadaan

kawasan hutan bagi usaha budi daya lebah madu disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Persepsi pembudi daya lebah madu terhadap urgensi keberadaan


kawasan hutan bagi usaha budi daya lebah madu.
(Table 3. The perception of beekeepers on the urgency of the forest sustainability
for beekeeping.)

No Tolak Ukur Jumlah Skor (%)


(No. (Indicators) Responden (Score (%))
) (Respondances)
1 Keberadaan kawasan hutan sangat memengaruhi 20 80
keberhasilan budi daya lebah madu
2 Sangat memahami kebakaran hutan dan lahan dapat 20 60
mengurangi populasi lebah dan mengurangi jumlah hasil
panen madu
3 Sangat setuju tegakan tanaman dalam kawasan hutan sangat 20 85
memengaruhi produksi madu
4 Selalu melakukan pengkayaan lahan melalui penanaman 20 98
tanaman berkayu sebagai sumber pakan lebah madu
5 Jenis tanaman yang paling banyak di tanam sebagai sumber 20 80
pakan lebah adalah jenis tanaman MPTS

Hasil analisis menunjukkan bahwa persepsi pembudi daya lebah madu terhadap

urgensi keberadaan kawasan hutan bagi usaha budidaya lebah madu sangat baik.

Berdasarkan data pada Tabel 3, sebanyak 80% pembudi daya setuju bahwa keberadaan

kawasan hutan sangat memengaruhi keberhasilan budi daya lebah madu. Oleh sebab itu

para pembudi daya sepakat bahwa degradasi kawasan hutan hanya akan merugikan

usaha budi daya lebah madu yang mereka kembangkan. Pemahaman bahwa kebakaran

hutan dan lahan akan berdampak negatif pada berkurangnya populasi lebah sehingga

berdampak pada menurunnya jumlah produksi madu juga cukup tinggi. Hal ini

ditunjukkan oleh 60% pembudi daya yang memahami hubungan kebakaran hutan/lahan

dan produksi madu. Sebagian besar pembudidaya berpendapat bahwa ketika

17
membersihkan lahan dengan cara membakar maka akan berdampak pada migrasinya

lebah yang dibudidayakan di dalam stup. Pembudi daya juga mempunyai pengetahuan

bahwa pada sebagian gulma yang tumbuh terdapat beberapa jenis gulma yang sering

dikunjungi oleh lebah untuk mencari nektar dan polen. Oleh sebab itu pembakaran

untuk membuka lahan lebih dihindari. Keberadaan tanaman didalam kawasan hutan

juga memengaruhi produksi madu. Hal ini didukung oleh sikap 85% pembudi daya

yang sangat setuju dengan hal tersebut, sehingga 98% pembudi daya melakukan

pengkayaan lahan dengan jenis tanaman berkayu amupun MPTS. Sebanyak 80%

pembudi daya memilih jenis tanaman MPTS penghasil buah-buahan sebagai pilihan

utama dalam pengkayaan lahan.

Pembudi daya di tiga desa juga aktif dalam upaya pengkayaan lahan dengan

menanam tanaman jenis lain selain tanaman pokok berupa tanaman karet dan sawit.

Partisipasi aktif pembudi daya anggota KTH Sari Puspa didasari pemahaman bahwa

terdapat hubungan yang erat antara keberadaan tanaman sumber pakan dengan

peningkatan produktivitas lebah. Pembudi daya juga memahami bahwa ketersediaan

tanaman harus mampu mencukupi pakan lebah sepanjang tahun. Lebah dan tanaman

memiliki ketergantungan yang saling menguntungkan. Lebah dapat membantu tanaman

dalam melakukan penyerbukan tanpa merusak organ-organ yang terdapat pada tanaman.

Tanaman memberikan pakan yang dibutuhkan oleh lebah berupa nektar dan polen. Di

daerah tropis seperti Indonesia, lebah dapat berkembang biak dengan baik dan produktif

sepanjang tahun karena ketersediaan sumber pakan yang berkelanjutan. Keberadaan

lebah didukung dengan adanya sumber pakan yang tersedia (Yunianto dan Jannetta,

2020).

Bentuk partisipasi aktif pembudi daya anggota KTH Sari Puspa dalam usaha

18
pelestarian hutan juga berupa penyediaan lahan seluas ± 4 hektar sebagai lahan

biodiversitas tanaman sumber pakan yang di dukung oleh program Coorporate Social

Responsibility (CSR) PT. MEDCO E&P Indonesia. Pada lahan ini ditanami jenis

tanaman yang terdiri atas tanaman Kehutanan, tanaman perkebunan, dan tanaman hias

sebagai sumber pakan lebah. KTH Sari Puspa juga aktif dalam mengajukan bantuan

bibit dari instansi terkait seperti bantuan bibit tanaman kaliandra dan tanaman akasia

jenis Acacia crassicarpa. Tanaman yang berasal dari bantuan dan hibah tersebut

ditanam pada lahan yang di jadikan lokasi budidaya lebah madu. Jenis kegiatan untuk

pembudi daya yang berada di dalam kawasan hutan berbeda. Lahan yang berasal dari

okupasi kawasan hutan yang semula ditanam dengan tanaman jenis karet dan sawit

diganti dengan tanaman jenis akasia.

Hasil pengamatan juga menemukan kondisi dimana beberapa pembudi daya telah

mulai mengembangkan dan menggunakan pestisida nabati yang lebih ramah

lingkungan. Hal ini sejalan dengan pengetahuan para pembudi daya bahwa dampak

negatif dari pestisida selain menyebabkan gangguan kesehatan juga dapat mencemari

lingkungan. Khusus bagi pembudi daya lebah madu, mereka juga mengetahui bahwa

beberapa jenis lebah tidak resisten terhadap pestisida dan mempunyai kemungkinan

dapat mencemari madu yang di hasilkan. Persepsi, sikap dan pengetahuan yang cukup

baik yang dimiliki pembudi daya lebah madu, dapat dijadikan sebagai modal dasar

pengembangan budi daya lebah madu kearah yang lebih baik lagi. Motivasi

mengembangkan usaha budi daya lebah madu tidak hanya sebatas orientasi ekonomi,

namun juga sebagai bagian dari pelestarian lingkungan dan turut serta dalam menjaga

keberlansungan keberadaan kawasan hutan. Hal ini tidak terlepas dari pengetahuan

nggota KTH Sari Puspa bahwa antara hutan, lebah dan pembudi daya terdapat

19
hubungan simbiosis yang saling menguntungkan.

Gambar 6. Pengembangan lahan pakan lebah madu


Figure 6. Woof source land development

IV. KESIMPULAN

Lebah madu yang dibudidayakan oleh pembudi daya anggota KTH Sari Puspa di

Desa Sumaja Makmur, Desa Aur Duri dan Desa Bangun Sari terdiri atas lebah

bersengat jenis Apis cerana Fabr dan lebah tak bersengat jenis Trigona sp, dengan

variasi sebanyak 6 spesies yakni Genitrigona thoracica), Heterotrigona itama,

Tetrigona apicalis, Lepidotrigona terminata, Tetragonula testaceitarsis, dan

Tetragonula laeviceps. Jenis tanaman sumber pakan lebah yang berhasil di identifikasi

terdiri atas jenis tanaman kehutanan antara lain jenis akasia, albasia, flamboyan dan

kaliandra, tanaman MPTS seperti mangga, nangka, dan jambu, tanaman perdu dan

semak. Pembudi daya juga memiliki pemahaman bahwa kebakaran hutan dan lahan

akan berdampak negatif berupa pengurangan populasi lebah sehingga berdampak pada

20
menurunnya jumlah produksi madu, lebih dari setengah pembudi daya anggota KTH

Sari Puspa sangat memahami hubungannya. Keberadaan tanaman didalam kawasan

hutan juga memengaruhi produksi madu, oleh sebab itu hampir seluruh pembudi daya

melakukan pengkayaan lahan dengan jenis dominan berupa jenis MPTS penghasil buah-

buahan.

Lebah madu yang diidentifikasi pada penelitian ini berasal dari stup budi daya

yang menurut informasi pembudi daya berasal dari kawasan hutan produksi Subanjeriji.

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengidentifikasi secara lansung lebah

madu yang bersarang dan hidup secara bebas pada kawasan hutan Subanjeriji.

Penelitian sumber pakan juga perlu mengamati jenis-jenis tanaman yang dikunjungi

lebah madu berdasarkan frekuensi dan durasi kunjungan, sehingga didapatkan data jenis

sumber pakan berdasarkan tingkat kesukaan dari lebah madu itu sendiri. Penelitian

lainnya yang dapat dilakukan adalah menghitung kontribusi usaha budi daya lebah

madu terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga pembudi daya lebah madu.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan usaha budidaya

lebah madu ke arah yang lebih baik adalah: (1) peningkatan kapasitas (skill) pembudi

daya lebah madu dan alih teknologi produksi produk turunan perlebahan lainnya seperti

beepollen, royal jelly, propolis, sabun lilin lebah dan produk lainnya yang juga bernilai

ekonomis tinggi, (2) alokasi lahan pada areal konsesi PT.MHP yang berada di sekitar

desa lokasi budi daya lebah madu, khusus ditanami dengan tegakan jenis akasia,

sehingga dapat menjadi sumber pakan lebah madu dan menjamin keberlansungan

produksi sepanjang tahun, (3) peningkatan jumlah stup budi daya lebah madu dengan

diiringi peningkatan jumlah dan jenis tanaman sumber pakan lebah khususnya penyedia

nektar, (4) bantuan permodalan, stimulus ekonomi dan hibah dari lembaga, institusi dan

21
perusahaan khususnya dalam peningkatan kualitas produk madu dan pengemasan

sehingga mampu bersaing dengan produk madu skala industri, dan (5) pembudi daya

yang akan mengembangkan skala usaha budi daya lebah madu maka disarankan

memilih jenis lebah Apis cerana untuk lebah bersengat dan jenis Genitrigona thoracica,

Heterotrigona itama, Tetrigona apicalis, dan Lepidotrigona terminate untuk jenis lebah

kelulut atau tidak bersengat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Suryadin selaku ketua Kelompok

Tani Hutan (KTH) Sari Puspa, Bapak Bustam, dan Bapak Darim, yang telah

memberikan dukungan selama pelaksanaan penelitian dan pengambilan data.

KONTRIBUSI PENULIS
Beni Rahmad sebagai kontributor utama. Nurhayati Damiri sebagai analisis data dan
kontributor pendukung. Mulawarman sebagai analis data dan kontributor pendukung.

DAFTAR PUSTAKA

Adgaba, N., A. Al-Ghamdi, Y. Tadesse, A. Getachew, A. M. Awad, M. J. Ansari, A. A.


Owayss, S. E. A. Mohammed, & A. S. Alqarni. (2016). Nectar secretion
dynamics and honey production potentials of some major honey plants in Saudi
Arabia. Saudi J. Biological Sciences 24: 180-191.

Agussalim, Ali A., Nafiatul U., & I G Suparta Budisatria. (2017). Variasi jenis tanaman
pakan lebah madu sumber nektar dan polen berdasarkan ketinggian tempat di
Yogyakarta. Buletin Peternakan Vol. 41 (4): 448-460.

Agustina, I.Q., (2007). Pengaruh pemberian ekstrak propolis terhadap pertumbuhan


bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus epidermidis (Skripsi).
Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Malang,
Malang.

Djajasaputra, M. R. (2010). Potensi Budi daya Lebah Trigona dan Pemanfaatan

22
Propolis Sebagai Antibiotik Alami Untuk Sapi PO. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.

Engel, M.S., Kahono S, & Peggie D. (2018). A key to the genera and subgenera of
stingless bee in Indonesia (Hymenoptera: Apidae). Treubia, 45: 65-86.

Haryanto, B., Hasan, Z., Kuswandi & Artika,I.-M., (2012). Penggunaan propolis untuk
meningkatkan produktivitas ternak sapi Peranakan Ongole (PO). JITV Vol. 17
No3, p.202.

Kahono S, & Erniwati. (2014). Keragaman dan kelimpahan lebah sosial (Apidae) pada
bunga tanaman pertanian musiman yang diaplikasi pestisida di Jawa Barat.
Berita Biologi, 13(3): 231-238.

Kuntadi (2012). Pengembangan budi daya lebah madu dan permasalahannya. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Konsevasi dan Rehabilitasi Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan, Bogor.

Michener, C. D. (2007). The bees of the world 2nd ed. Johns Hopkins University Press,
Baltimore.

Mulyono, Tun Susdiyanti, & Bambang S. (2015). The study of availability of local
honey bees feed. Jurnal Nusa Sylva Volume 15 No.2 Desember 2015:18-26.

Novandra, A., & I. M. Widnyana. (2013). Peluang pasar produk perlebahan Indonesia.
Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu, Mataram.

Pasaribu R., H. D. Putranto, & Sutriyono. (2017). Perbandingan produksi lebah madu
Apis cerana pada dua sistem integrasi yang berbeda di Kabupaten Rejang
Lebong. Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 12 No. 4 Oktober-Desember
2017: 432-443

Ramdani F., Poltak BP Panjaitan, dan Kustin B. (2014). Persepsi kelompok tani
terhadap program pemberdayaan masyarakat budi daya lebah madu
Apismellifera di Tahura Ir. H. Djuanda Bandung. Jurnal Nusa Sylva Vol. 14
No.2. 2014: 33-42.

Roubik, DW. (2006). Stingless Bee Nesting Biology. Apidologie, 37: 124-143.

Roubik, DW. (1991). Aspects of Africanized honey bee ecology in tropical America. In:
The African Honey Bee. M. Spivak, D.J.C. Fletcher and M.D. Breed (Eds.).
Westview Press, Boulder. pp. 259-281.

Saepudin R, S. Kadarsih & R. Sidahuruk. (2017). Pengaruh integrasi lebah dengan


palawija terhadap produksi madu di daerah Rejang Lebong, Bengkulu. Jurnal
Sain Peternakan Indonesia Vol. 12 No. 1 Januari- Maret 2017:55-63.

Sanjaya, V. Dwi Astiani, & Lolyta S. (2019). Studi habitat dan sumber pakan lebah

23
kelulut di Kawasan Cagar Alam Gunung Nyiut Desa Pisak Kabupaten
Bengkayang. Jurnal Hutan Lestari, Vol. 7 (2) : 786 – 798.

Sihombing, D. T. H. (2005). Ilmu Ternak Lebah Madu. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Syafrizal, A. A. Bratawinata, M. Sila, & D. Marji. (2012). Jenis lebah kelulut (Trigona
Spp.) di Hutan Pendidikan Lempake. Mulawarman Scientifie, Volume 11, Nomor
1, April 2012: 11-18.

Syafrizal, Tarigan D, & Yusuf R. (2014). Keragaman dan habitat lebah trigona pada
hutan sekunder tropis basah di Hutan Pendidikan Lempake, Samarinda,
Kalimantan Timur. Jurnal Teknologi Pertanian, 9(1), 34-38.

Yunianto, A.S., & Syasri Jannetta. (2020). Potensi budi daya lebah madu sebagai
harapan di tengah pandemi Covid-19. Seminar Nasional Pemberdayaan
Masyarakat, Pekanbaru, 19 November 2020. Unri Conference Series:
Community Engagement. Volume 2, Riau.

24

You might also like