0% found this document useful (0 votes)
23 views

366 763 1 SM

1. The document discusses a study on the relationship between socioeconomic level, parenting patterns, and nutritional status of toddlers in Desa Kedungori, Kecamatan Dempet, Kabupaten Demak. 2. The study found no relationship between family socioeconomic level and toddler nutritional status, but found a relationship between parenting patterns and toddler nutritional status. 3. It concludes that socioeconomic level does not play an important role in toddler nutrition, and that parents should pay close attention to and control the nutrition provided to toddlers.

Uploaded by

Arthala Citra
Copyright
© © All Rights Reserved
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
23 views

366 763 1 SM

1. The document discusses a study on the relationship between socioeconomic level, parenting patterns, and nutritional status of toddlers in Desa Kedungori, Kecamatan Dempet, Kabupaten Demak. 2. The study found no relationship between family socioeconomic level and toddler nutritional status, but found a relationship between parenting patterns and toddler nutritional status. 3. It concludes that socioeconomic level does not play an important role in toddler nutrition, and that parents should pay close attention to and control the nutrition provided to toddlers.

Uploaded by

Arthala Citra
Copyright
© © All Rights Reserved
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 10

PROSIDING HEFA 4th 2019 P ISSN 2581 – 2270

E ISSN 2614 – 6401

HUBUNGAN TINGKAT SOSIAL EKONOMI KELUARGA DAN


POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA
KEDUNGORI KECAMATAN DEMPET KABUPATEN DEMAK

Rina Afifah1, Galia Wardha Alvita2


1,2
Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cendekia Utama Kudus
Jl. Lingkar Raya Kudus – Pati Km. 5 Jepang Kec. Mejobo Kudus Kode Pos 59381
Email : [email protected]

ABSTRACT

Toddlers are a period where growth and development processes with parenting and nutrition
given by their parents. Nutritional status is called a reflection of the size of the fulfillment of
nutritional needs obtained from the intake and use of nutrients by the body. Nutritional status in
Indonesia there are 32,521 (14%) under-fives with malnutrition cases and (17%) under-fives
with malnutrition (malnutrition). From the case of nutritional status, the number of new cases
that are increasing every year can be seen from the factors of nutritional status namely socio-
economic level and family upbringing. This type of research is a quantitative study using the
cross sectional method with a population of 260 people and a sample of 72 people using simple
random sampling technique. 1. The results of the study of the relationship between the
socioeconomic level of the family and the nutritional status of the toddler obtained p value of
0.072> (α = 0.05), this shows that there is no relationship between the socioeconomic level of
the family and the nutritional status of the toddler. 2. The results of the study the relationship
between parenting and nutritional status of children under five years obtained p value of 0.028
<(α = 0.05), this shows that there is a relationship between parenting and nutritional status of
children. It can be concluded that for the community, especially the two parents of children
under five, so that they always pay attention to and control the nutrition given to toddlers. In
fulfilling nutrition, the socio-economic level is not an important role in the nutritional status of
children because the higher income is not necessarily followed by an increase in the nutritional
status of children.

Keywords : Nutritional Status, Socio-Economic Level, Parenting Pattern

INTISARI

Balita merupakan masa dimana peroses pertumbuhan dan perkembangan dengan pola asuh dan
gizi yang diberikan oleh orang tuanya. Status gizi disebut cerminan ukuran terpenuhinya
kebutuhan gizi yang didapatkan dari asupan dan penggunaan zat gizi oleh tubuh. Status gizi di
Indonesia terdapat 32.521 (14%) balita dengan kasus gizi buruk dan (17%) balita dengan
kekurangan gizi (malnutrisi). Dari kasus status gizi, jumlah kasus baru yang semakin meningkat
setiap tahunnya dapat di lihat dari faktor status gizi yaitu tingkat sosial ekonomi dan pola asuh
keluarga. Metode jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan
metode cross sectional dengan jumlah populasi sebanyak 260 orang dan sampel sebanyak 72
orang dengan menggunakan teknik simple random sampling. 1. Hasil penelitian hubungan
antara tingkat sosial ekonomi keluarga dengan status gizi balita didapatkan nilai p value sebesar
0,072 > (α = 0,05), hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat sosial
ekonomi keluarga dengan status gizi balita. 2. Hasil penelitian hubungan antara pola asuh
dengan status gizi balita didapatkan nilai p value sebesar 0,028 < (α = 0,05), hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola asuh dengan status gizi balita. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa bagi masyarakat terutama kedua orang tua balita agar selalu memperhatikan
dan mengontrol gizi yang diberikan kepada balita. Dalam pemenuhan gizi tingkat sosial

Pengembangan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat


Berbasis Luaran Kekayaan Intelektual 121
PROSIDING HEFA 4th 2019 P ISSN 2581 – 2270
E ISSN 2614 – 6401

ekonomi tidak menjadi peran penting dalam status gizi balita karena semakin tinggi pendapatan
belum tentu diikuti kenaikan status gizi balita.

Kata Kunci : Status Gizi, Tingkat Sosial Ekonomi, Pola Asuh

LATAR BELAKANG

Balita bisa dikatakan masa dimana proses pertumbuhan dan perkembangan anak
berhubungan dengan pola asuh dan gizi yang diberikan oleh orang tuanya. Balita
merupakan kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan
yang bersifat unik, artinya memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan fisik. Usia
balita dibagi dalam 3 tahap yaitu masa sebelum lahir, masa bayi, dan masa awal kanak-
kanak. Pada ketiga tahap tersebut banyak terjadi perubahan, baik fisik maupun
psikologis yang akan mempengaruhi tumbuh kembang anak (Septiari, 2012).
Kegemukan atau obesitas menjadi salah satu penyebab masalah kesehatan bagi
balita. Kegemukan atau obesitas merupakan keadaan patologis dengan adanya
penimbunan lemak yang berlebih dari fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2012).
Gizi buruk atau gizi kurang pada balita dapat berakibat terganggunya kesehatan jasmani
dan kecerdasan mereka, jika cukup banyak orang yang termasuk golongan ini
masyarakat akan sulit sekali untuk berkembang. Dengan demikian masalah gizi juga
masalah bersama dan semua keluarga harus bertindak, berbuat sesuatu bagi perbaikan
gizi (Adriani M, 2012).
Menurut World Health Organization (WHO) prevalensi gizi kurang di dunia pada
anak dengan umur dibawah lima tahun pada tahun 2010-2012 masih terbilang tinggi
yaitu 15% namun sudah mengalami penurunan dari 25%. Prevalensi malnutrisi tidak
hanya meningkat di Negara maju tetapi juga di Negara berkembang. Selain gizi kurang
diperkirakan 44 juta (6,7%) anak dibawah umur lima tahun mengalami gizi lebih dan
jumlah ini terus meningkat tiap tahunnya. Anak gizi lebih didefinisikan dengan nilai
berat badan untuk tinggi badan melebihi dua standar deviasi atau lebih dari nilai median
standar pertumbuhan anak. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai pencapaiannya
dalam Millennium Development Goals (MDGs) 2015 yaitu status gizi balita. Status gizi
balita dapat diukur berdasarkan umur, berat badan (BB), dan tinggi badan (TB)
(Kemenkes RI, 2013). Target nasional gizi kurang pada tahun 2019 adalah sebanyak
17%, maka prevalensi kekurangan gizi pada balita harus diturunkan sebanyak 2,9%,
dalam periode tahun 2013 (19,9%) sampai tahun 2019 (17%) (Sardjoko, 2016).
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Demak pada tahun 2017
menunjukkan prevalensi balita berdasarkan indikator pengukuran berat badan menurut
umur (BB/U) ditemukan 4,3% anak mengalami gizi buruk, 15% anak mengalami gizi
kurang, 79% anak megalami gizi baik dan 1,7% anak mengalami gizi lebih. Laporan
perkembangan kasus gizi buruk pada bulan Desember 2018 terbanyak dilaporkan oleh
Puskesmas Dempet sebanyak 68 kasus dan Puskesmas Wonosalam I sebanyak 56 kasus
(Dinkes Kabupaten Demak, 2017).
Jumlah penduduk di kabupaten Demak pada tahun 2012 yaitu sebanyak 178.120
jiwa dengan presentase penduduk miskin sebesar 16,73%. Hal ini dilihat dari banyaknya
rumah tangga yang menempati rumah dengan lantai bukan tanah. Pata tahun 2012
tercatat sebesar 75,29% rumah tangga yang menempati rumah dengan lantai bukan
tanah (BPS Demak, 2012).
Berdasarkan data yang didapatkan peneliti dari Puskesmas Dempet Kabupaten
Demak pada tanggal 9 Februari 2019 didapatkan data bahwa Balita di Desa Kedungori

Pengembangan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat


Berbasis Luaran Kekayaan Intelektual 122
PROSIDING HEFA 4th 2019 P ISSN 2581 – 2270
E ISSN 2614 – 6401

sebanyak 260 balita yang terdiri dari 4 RW dan 5 Posyandu. Peneliti melakukan studi
pendahuluan di Desa Kedungori Kecamatan Dempet Kabupaten Demak dengan
melakukan wawancara dari rumah ke rumah dengan menggunakan media alat tulis
untuk mencatat apa yang di sampaikan selama wawancara berlangsung. Dengan 10
orang tua balita dan dengan hasil 2% orang tua menyatakan bahwa tingkat sosial
ekonomi cukup dan sudah mengerti pola asuh yang baik, 2% orang tua menyatakan
tingkat sosial ekonomi cukup dan belum mengerti pola asuh yang baik, 2% orang tua
menyatakan bahwa tingkat sosial ekonomi rendah dan sudah mengerti pola asuh yang
baik, 4% orang tua menyatakan tingkat sosial ekonomi rendah dan belum mengerti pola
asuh yang baik. Dari hasil wawancara dari 10 orang tua balita tersebut yang tingkat
sosial ekonomi rendah dan belum mengerti pola asuh anak yang baik sebanyak 6 orang
tua dan 4 orang tua tingkat sosial ekonomi cukup dan sudah mengerti pola asuh yang
baik.
Berdasarkan uraian diatas perlu diketahui apakah ada hubungan tingkat sosial
ekonomi dan pola asuh dengan status gizi balita. Sehingga peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga dan Pola
Asuh dengan Status Gizi Balita di Desa Kedungori Kecamatan Dempet Kabupaten
Demak.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan
cross sectional atau yang dilakukan dalam satu waktu kepada sampel penelitian yaitu
responden dengan jumlah populasi sebanyak 260 orang dan sampel sebanyak 72 orang
dengan menggunakan teknik simple random sampling atau setiap elemen diseleksi
secara acak di Posyandu Desa Kedungori Kecamatan Dempet Kabupaten Demak pada
tanggal 3 Mei 2019. Pengumpulan data didapatkan dari Posyandu Desa Kedungori
Kecamatan Dempet Kabupaten Demak dengan kuesioner berjumlah 35 pertanyaan, 15
pertanyaan tingkat sosial ekonomi dan 20 pertanyaan pola asuh, yang nantinya akan
diisi oleh ibu balita di Desa Kedungori Kecamatan Dempet Kabupaten Demak.
Kuesioner dengan jumlah 15 pertanyaan pilihan ganda, jika benar nilai 1 dan salah nilai
0. Dan 20 pertanyaan dengan menggunakan pendekatan skala likert, dimana jawaban S
(Selalu) skor 4, SR (Sering) skor 3, K (Kadang-kadang) skor 2 dan TP (Tidak Pernah)
skor 1. Analisis data yang digunakan yaitu menggunakan analisis univariat dan bivariat
karena untuk mengetahui hubungan tingkat sosial ekonomi keluarga dan pola asuh
dengan status gizi balita di Desa Kedungori Kecamatan Dempet Kabupaten Demak.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Analisa Univariat
Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga di Posyandu Kedungori


Kecamatan Dempet Kabupaten Demak

Tingkat Sosial Ekonomi Frekuensi Presentase (%)


Atas ( > Rp 4.480.000) 6 8,3
Menengah (Rp 2.240.000 - 4.480.000) 31 43,1
Bawah ( < Rp 2.240.000) 35 48,6
Total 72 100,0

Pengembangan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat


Berbasis Luaran Kekayaan Intelektual 123
PROSIDING HEFA 4th 2019 P ISSN 2581 – 2270
E ISSN 2614 – 6401

Berdasarkan tabel 1 dari 72 responden terdapat 35 (48,6%) responden dengan


tingkat sosial ekonomi bawah, 31 (43,1%) responden dengan tingkat sosial ekonomi
menengah, dan 6 (8,3%) responden dengan tingkat sosial ekonomi atas.
Pola Asuh

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Pola Asuh di Posyandu Kedungori Kecamatan Dempet


Kabupaten Demak

Pola Asuh Frekuensi Presentase (%)


Authoritative 42 58,3
Permisif 13 18,1
Authotarian 17 23,6
Total 72 100,0
Berdasarkan tabel 2 didapatkan bahwa pola asuh gizi dalam kategori
authoritative terdapat 42 (58,3%) responden, 17 (23,6%) responden dengan pola asuh
authotarian, dan 13 (18,1%) responden dengan pola asuh permisif.

Status Gizi

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita di Posyandu Kedungori Kecamatan


Dempet Kabupaten Demak

Status Gizi Frekuensi Presentase (%)


Gizi Buruk (>-3 SD) 0 0
Gizi Kurang (>-3 s/d <-2 SD) 6 8,3
Gizi Baik (>-2 s/d <2 SD) 66 91,7
Gizi Lebih (<2 SD) 0 0
Total 72 100,0
Berdasarkan tabel 3 didapatkan bahwa status gizi balita dalam kategori normal.
Didapatkan 66 (91,7%) responden dengan status gizi baik, dan 6 (8,3%) responden
dengan status gizi kurang.

Analisa Bivariat

Hubungan Antara Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga dengan Status Gizi Balita

Tabel 4 Distribusi Hubungan Antara Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga dengan Status
Gizi Balita di Posyandu Kedungori Kecamatan Dempet Kabupaten Demak

Tingkat Sosial Status Gizi Total P Value


Ekonomi Gizi Kurang Gizi Baik
N % N % N %

Atas 1 1,4 5 6,9 6 100 0,072


Menengah 3 4,2 28 38,9 31 100
Bawah 2 2,8 33 45,8 35 100
Total 6 8,3 66 91,7 72 100

Pengembangan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat


Berbasis Luaran Kekayaan Intelektual 124
PROSIDING HEFA 4th 2019 P ISSN 2581 – 2270
E ISSN 2614 – 6401

Berdasarkan analisis tabel 4 hubungan antara tingkat sosial ekonomi keluarga


dengan status gizi balita di posyandu Kecamatan Dempet Kabupaten Demak didapatkan
bahwa tingkat sosial ekonomi keluarga kelas atas dengan status gizi kurang sebanyak 1
(1,4%) responden, sedangkan tingkat sosial ekonomi keluarga kelas atas dengan status
gizi baik sebanyak 5 (6,9%) responden. Tingkat sosial ekonomi keluarga kelas
menengah dengan status gizi kurang sebanyak 3 (4,2%) responden, sedangkan tingkat
sosial ekonomi keluarga kelas menengah dengan status gizi baik sebanyak 28 (38,9%)
responden. Tingkat sosial ekonomi keluarga kelas bawah dengan status gizi kurang
sebanyak 2 (2,8%) responden, sedangkan tingkat sosial ekonomi keluarga kelas bawah
dengan status gizi baik sebanyak 33 (45,8%) responden.

Hubungan Antara Pola Asuh dengan Status Gizi Balita

Tabel 5 Distribusi Hubungan Antara Pola Asuh dengan Status Gizi Balita di Posyandu
Kedungori Kecamatan Dempet Kabupaten Demak

Pola Asuh Status Gizi Total P Value


Gizi Kurang Gizi Baik
N % N % N %
Authoritative 5 6,9 37 51,4 42 100 0,028
Permisif 1 1,4 12 16,7 13 100
Authotarian 0 0 17 23,6 17 100
Total 6 8,3 66 91,7 72 100
Berdasarkan analisis tabel 5 hubungan antara pola asuh dengan status gizi balita
di posyandu Kecamatan Dempet Kabupaten Demak didapatkan bahwa pola asuh
authoritative dengan status gizi kurang sebanyak 5 (6,9%) responden, sedangkan pola
asuh authoritative dengan status gizi baik sebanyak 37 (51,4%) responden. Pola asuh
permisif dengan status gizi kurang sebanyak 1 (1,4%) responden, sedangkan pola asuh
permisif dengan status gizi baik sebanyak 12 (16,7%) responden. Pola asuh authotarian
dengan status gizi kurang tidak ada, sedangkan pola asuh authotarian dengan status gizi
baik sebanyak 17 (23,6%) responden.

Pembahasan
Analisa Univariat
Tingkat Sosial Ekonomi
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar tingkat sosial ekonomi keluarga
didapatkan paling banyak adalah tingkat bawah dengan pendapatan (<Rp 2.240.000)
yang berjumlah 35 (48,6%) responden. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat sosial
ekonomi keluarga dalam tingkat bawah, karena sebagian besar responden menjawab
kuesioner < 5 skor, sedangkan skor maksimal adalah 15. Hal ini dikarenakan rata-rata
pendapatan responden (<Rp. 2.240.00) karena mayoritas pekerjaan masyarakat yaitu
mengandalkan perekonomian dari hasil kebun, sawah, atau hewan ternak sehingga
masyarakat belum bisa mendapatkan Upah Minimum Regional (UMR) dan sebagian
masyarakat ada yang belum memiliki pekerjaan tetap. Penggunaan pendapatan yang
khusus buat kebutuhan sehari-hari dapat dilihat dari kuesioner yang menyebutkan rata-
rata pendapatan digunakan untuk kebutuhan makan dan non makan, kondisi rumah dan
kepemilikan rumah. Sedangkan faktor yang mempengaruhi pendapatan yaitu pekerjaan
dan jumlah kaluarga.

Pengembangan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat


Berbasis Luaran Kekayaan Intelektual 125
PROSIDING HEFA 4th 2019 P ISSN 2581 – 2270
E ISSN 2614 – 6401

Menurut Muslimah (2015) status sosial ekonomi menggambarkan tingkat


kehidupan seseorang. Status sosial ekonomi ditentukan oleh unsur-unsur seperti
pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan lingkungan tempat tinggal. Faktor sosial
ekonomi dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, kebiasaan makan pada
kehidupan sehari-hari. Salah satu faktor yang terkait dengan besar kecilnya pengeluaran
keluarga untuk makan. Totalitas pendapatan keluarga tidak semuanya digunakan untuk
memenuhi kebutuhan makan, sehingga secara langsung pendapatan tidak mempunyai
korelasi yang nyata dengan status gizi balita. Hal ini disebabkan tidak ada
kecenderungan bahwa responden yang mempunyai pendapatan tinggi dialokasikan
untuk pemenuhan kebutuhan pangan yang tinggi, demikian juga sebaliknya tidak ada
kecenderungan bahwa dengan pendapatan yang rendah alokasi untuk kebutuhan pangan
yang rendah.
Salah satu faktor sosial ekonomi pada suatu keluarga yaitu menyiapkan
kebutuhan keluarga yang pokok seperti kebutuhan makan dan minum, kebutuhan
pakaian untuk menutup tubuh, dan kebutuhan tempat tinggal. Sehubungan dengan
kebutuhan keluarga, maka orang tua diwajibkan untuk berusaha lebih keras lagi supaya
setiap anggota keluarga dapat cukup makan dan minum, cukup pakaian, serta tempat
tinggal (Suwandi, 2018).
Menurut peneliti hasil penelitian dapat diketahui bahwa tingkat sosial ekonomi
keluarga lebih banyak pada kategori tingkat bawah. Hal ini dikarenakan pendapatan
keluarga < Rp.2.240.000, sedangkan menurut Upah Minimum Regional (UMR) yaitu
sebanyak Rp 2.240.000. Hal ini terbilang cukup untuk daerah pedesaan dan keluarga
bisa memaksimalkan kebutuhan keluarganya.
Pola Asuh
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pola asuh didapatkan hasil paling
tinggi adalah kategori authoritative yaitu orang tua sangat memperhatikan kebutuhan
anak yang berjumlah 42 (58,3%) responden. Hal ini menunjukan bahwa pola asuh
keluarga dalam katogori baik, tetapi masih ditemukan adanya pola asuh authotarian
(otoriter) yaitu menggunakan pendekatan yang memaksakan kehendak orang tua kepada
anaknya yaitu sebanyak 17 (23,6%) responden, dikarenakan menjawab pertanyaan
kuesioner < 40 sedangkan skor maksimal adalah sebanyak 80. Hal ini dikarenakan
sebagian besar keluarga mengharuskan anak mengikuti perintah orang tua dan tidak
jarang keinginan anak terabaikan.
Menurut Soetjiningsih (dalam Natalina, et al 2015) pola asuh (kebutuhan fisik-
biomedis) yang dibutuhkan oleh balita ada 3 yaitu nutrisi yang adekuat dan seimbang,
perawatan kesehatan dasar serta hygiene diri dan sanitasi lingkungan. Melaksanakan
imunisasi yang lengkap maka diharapkan dapat mencegah timbulnya penyakit yang
dapat meimbulkan kematian. Praktek keperawatan kesehatan anak dalam keadaan sakit
merupakan satu aspek pola asuh yang dapat mempengaruhi status gizi anak balita. Hal
tersebut dapat menunjukkan bahwa ibu sangat memperhatikan ketika terjadi perubahan
tingkah laku dan perubahan pada tubuh balita karena balita mudah terserang penyakit
dan balita belum bisa mengenali/ memahami tempat yang rawan terhadap penyakit.
Menurut Supartini (dalam Rusilanti, et al, 2015) pola pengasuhan (parenting)
atau perawatan anak sangat brgantung pada nilai-nilai yang dimiliki keluarga. Pada
dasarnya tujuan utama pengasuhan orang tua adalah untuk mempertahankan kehidupan
fisik anak dan meningkatkan kesehatannya, memfasilitasi anak untuk mengembangkan
kemampuan sejalan dengan tahapan perkembangannya dan mendorong peningkatan
kemampuan perilaku sesuai dengan nilai agama dan budaya yang diyakininya. Menurut

Pengembangan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat


Berbasis Luaran Kekayaan Intelektual 126
PROSIDING HEFA 4th 2019 P ISSN 2581 – 2270
E ISSN 2614 – 6401

Notoatmodjo (dalam Helina, 2016) menyebutkan bahwa faktor predisposisi akan


mempengaruhi pola asuh seseorang dalam memberikan makanan bergizi pada anak,
dimana pola asuh dapat diperoleh dari pendidikan, pelatihan-pelatihan, penyuluhan, dan
melalui pengamatan berupa penglihatan, pendengaran dan penciuman.
Menurut peneliti hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa pola asuh orang tua
lebih banyak pada kategori baik (authoritative). Hal ini karena orang tua selalu
memperhtikan kebutuhan anak dan mencukupinya, meluangkan waktu dalam
mencurahkan kasih sayang kepada anak, mengajarkan/ meliatkan anak dan
membimbing anak dalam beribadah, serta menjaga kebersihan diri anak dan
makanannya.

Status Gizi
Hasil penelitian terhadap balita dengan menggunakan indeks BB/U yang
disesuaikan dengan standar WHO-NCHS dan dihitung dengan Z-score menunjukkan
sebagian besar status gizi didapatkan hasil paling banyak adalah kategori gizi baik
dengan jumlah 66 (91,7%) responden. Hal ini menunjukkan bahwa masih adanya balita
dengan status gizi kurang di Desa Kedungori Kecamatan Dempet Kabupaten Demak
yaitu sebanyak 6 (8,3%). Status gizi kurang dikarenakan balita dengan pengukuran
BB/U didapatkan nilai Z-score < -2 SD sedangkan nilai Z-score gizi baik yaitu (>-2 s/d
<2 SD).
Menurut Handayani, et al (dalam Roficha, et al, 2018) status gizi merupakan
indikator kesehatan yang sangat penting karena anak usia dibawah 5 tahun merupakan
kelompok yang retan terhadap kesehatan daan gizi. Gangguan gizi pada awal kehidupan
akan mempengaruhi kualitas kehidupan berikutnya. Gizi kurang pada balita tidak hanya
menimbulkan gangguan pertumbuhan fisik, tetapi juga mempengaruhi kecerdasan dan
produktivitas ketika dewasa. Menurut Myrnawati dan Anita (2016) setiap anak
menempuh proses perkembangan yang sangat penting baik mentalnya maupun fisiknya.
Status gizi merupakan derajat penilaian kebutuhan gizi anak sesuai dengan umurnya.
Dari situ dapat dinilai apakah anak bertumbuh normal, baik saat ini, maupun di waktu
lampau, atau ada riwayat pernah mengalami kekurangan gizi.
Menurut Engle PL, et al (dalam Pratiwi, et al, 2016) Status gizi kurang
disebabkan oleh berbagai faktor, pemberian makan yang baik sangat penting untuk
asupan nutrisi, tidak hanya dari segi apa yang dimakan anak, tapi peran dan sukap ibu
juga berpengaruh terhadap status gizi balita. Misalnya, dengan adanya kehadiran ibu
untuk mengawasi anak makan, dengan pemberian makan yang baik maka akan
menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. Status gizi merupakan indikator
penting untuk kesehatan anak. Hal ini disebabkan karena status gizi merupakan salah
satu faktor resiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik pada
anak akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga kemampuan dalam proses
pemulihan dari suatu penyakit.
Menurut peneliti dapat diketahui bahwa status gizi anak balita lebih banyak pada
kategori normal. Hal ini disebabkan karena ibu selalu peduli (care), selalu
memperhatikan keadaan gizi dan kesehatan anaknya.

Analisa Bivariat
Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga dengan Status Gizi Balita
Hasil penelitian uji statistik hubungan antara tingkat sosial ekonomi keluarga
dengan status gizi balita dengan menggunakan uji Rank Spearmant’s rho didapatkan

Pengembangan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat


Berbasis Luaran Kekayaan Intelektual 127
PROSIDING HEFA 4th 2019 P ISSN 2581 – 2270
E ISSN 2614 – 6401

nilai p value sebesar 0,072 > (α = 0,05). Hasil menunjukkan hipotesis yang menyatakan
ada hubungan positif antara tingkat sosial ekonomi keluarga dan status gizi balita di
tolak, yang berarti bahwa semakin tinggi pendapatan belum tentu diikuti kenaikan status
gizi balita. Ditolaknya hipotesis disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu faktor yaitu
terkait dengan besar kecilnya pengeluaran keluarga sehari-hari, seperti makan atau non
makan. Totalitas pendapatan keluarga tidak semuanya digunakan untuk kebutuhan
makan, sehingga secara langsung pendapatan sosial ekonomi keluarga tidak mempunyai
korelasi yang nyata dengan status gizi balita.
Faktor sosial ekonomi meliputi pendidikan, pekerjaan, teknologi, budaya dan
pendapatan keluarga ikut mempengaruhi pertumbuhan anak. Faktor ini akan
berinteraksi satu dengan yang lain sehingga mempengaruhi masukan zat gizi. Keadaan
ekonomi keluarga yang sangat baik dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok
setiap anggota keluarga. Kekurangan gizi pada anak-anak merupakan masalah
kesehatan masyarakat karena sumber daya negara yang miskin (Sebataraja, et al 2014).
Menurut Rahma dan Nadhiroh (2016) daya beli keluarga pada makanan bergizi
dipengaruhi oleh pendapatan keluarga karena karena dalam menentukan ragam dan
jenis pangan yang akan di beli tersebut tergantung pada besar kecilnya pendapata. Ibu
yang memiliki pendapatan di samping ayah yang mencari nafkah akan lebih
memudahkan keluarga tersebut memenuhi kebutuhan rumah tangganya terutama
kebutuhanterhadap pangan.
Menurut peneliti hal ini dapat disimpulkan bahwa pedapatan rata-rata keluarga
<Rp.2.240.000, menurut Upah Minimum Regional (UMR) yaitu (Rp 2.240.000) angka
ini terbilang cukup untuk daerah pedesaan seperti Desa Kedungori Kecamatan Dempet
Kabupaten Demak. Untuk itu keluarga bisa memaksimalkan kebutuhan keluarga
terutama kebutuhan pangan balita untuk mencapai status gizi baik. Sehingga tidak ada
perbedaan yang mencolok antara keluarga yang memiliki tingkat pendapatan tinggi
dengan keluarga yang memiliki tingkat pendapatan rendah dalam hal pemenuhan gizi
balita.

Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi Balita


Hasil penelitian uji statistik hubungan antara pola asuh dengan status gizi balita
dengan menggunakan uji Rank Spearmant’s rho didapatkan nilai p value sebesar 0,028
< (α = 0,05). Hasil menunjukkan ada hubungan antara pola asuh dengan status gizi
balita di Desa Kedungori Kecamatan Dempet Kabupaten Demak. Hal ini dikarenakan
pola asuh sangat berpengaruh karena balita membutuhkan asupan makanan yang cukup
dan bergizi, adanya peran ibu atau keluarga dapat menjadi hal yang sangat positif bagi
balita hingga dapat tumbung kembang dengan optimal.
Menurut Natalina, et al (2015) menyebutkan kegiatan sehari-hari balita rentan
dengan penyakit terkait dengan sarana dan prasarana rumah tangga disekelilingnya,
balita berinteraksi dengan teman sebayanya maka resiko terserang penyakit akan
mudah. Hal tersebut diakibatkan kurangnya pengasuhan dalam pemberian nutrisi yag
baik kepada balita. Dan juga banyak orang tua yang membiarkan anaknya untuk
memilih makanan sendiri tanpa melihat gizi yang terdapat dalam makanan tersebut.
Dalam pemberian makanan selingan orang tua tidak memperhatikan gizi yang terdapat
dalam makanan tersebut dan hanya menuruti akan kemauan anak dan berfikir asalakan
anak tetap senang. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan dan faktor usia
orang tua, tingkat pendidikan rendah dan pendapatan keluarga. Menurut Soekirman
(dalam Helina, 2016) yang menyatakan bahwa kejadian gizi kurang pada anak sangat

Pengembangan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat


Berbasis Luaran Kekayaan Intelektual 128
PROSIDING HEFA 4th 2019 P ISSN 2581 – 2270
E ISSN 2614 – 6401

ditentukan praktek pengasuhan dalam keluarga. Pola pengasuhan anak berupa sikap dan
perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak. Memberikan
makan, merawat kebersihan dan memberikan kasih sayang sangat berhubungan dengan
keadaan ibu dalam hal kesehatan, status gizi, pendidikan, pengetahuan tentang
pengasuhan anak yang baik.
Peran pola asuh dalam pertumbuhan anak dapat dilihat dari status gizinya.
Berbagai faktor yang mengakibatkan orang tua (pengasuh) yang kurang memperhatikan
akan hal status gizi terhadap balitanya yaitu kurangnya informasi yang di dapat, tingkat
pendidikan yang rendah, pekerjaan yang mayoritas ibu rumah tangga, rendahnya
pendapatan sehingga membuat orang tua tidak terlalu peduli tentang pola asuh yang
dibutuhkan saat masih balita. Juga banyak orang tua yang menganggap bahwa anak
yang jarang sakit merupakan anak anak yang sehat dan baik (Natalina, et al, 2015).
Menurut Sulistijani (dalam Pratiwi, et al, 2016) mengungkapkan bahwa seiring dengan
pertambahan usia anak maka ragam makanan yang diberikan harus bergizi lengkap dan
seimbang, sehingga penting untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak.
Menurut peneliti dapat disimpulkan bahwa semakin baik pola asuh yang
diberikan akan semakin baik pula status gizi balita. Oleh karena itu orang tua harus
mempunyai keterlibatan langsung dalam perawatan, pola asuh, dan pemberian nutrisi
untuk balita, serta mempunyai peran yang sangat penting pada pemenuhan gizi balita.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
1. Tingkat sosial ekonomi keluarga sebagian besar adalah terdapat 35 (48,6%)
responden dengan tingkat sosial ekonomi bawah, 31 (43,1%) responden dengan
tingkat sosial ekonomi menengah, dan 6 (8,3%) responden dengan tingkat sosial
ekonomi atas.
2. Pola asuh sebagian besar didapatkan pada kategori authoritative yang terdapat 42
(58,3%) responden, 17 (23,6%) responden dengan pola asuh authotarian, dan 13
(18,1%) responden dengan pola asuh permisif.
3. Status gizi pada posyandu balita sebagian besar adalah status gizi baik yaitu 66
(91,7%) responden, dan 6 (8,3%) responden dengan status gizi kurang.
4. Tidak ada hubungan antara tingkat sosial ekonomi keluarga dengan status gizi balita
di Desa Kedungori Kecamatan Dempet Kabupaten Demak dengan p value 0,072 > (α
= 0,05).
5. Ada hubungan antara pola asuh dengan status gizi balita di Desa Kedungori
Kecamatan Dempet Kabupaten Demak dengan p value 0,028 < (α = 0,05).

Saran
Bagi Peneliti Selanjutnya :
Diharapkan dapat mengembangkan penelitian yang sudah ada menjadi lebih luas
dengan mengembangkan penelitian ke dalam penelitian kualitatif yang lebih mendalam
dalam mengukur setiap variabel.

DAFTAR PUSTAKA
Adriani, M dan Wirjatmadi, B. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group.

Pengembangan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat


Berbasis Luaran Kekayaan Intelektual 129
PROSIDING HEFA 4th 2019 P ISSN 2581 – 2270
E ISSN 2614 – 6401

Badan Pusat Statistik Kabupaten Demak. 2012. Kecamatan Dempet dalam Angka.
Demak : BPS Kabupaten Demak.
Dinkes Kabupaten Demak. 2017. Profil Kesehatan Kabupaten Demak. Demak : Dinas
Kesehatan Kabupaten Demak.
Helina, Siska. 2016. Hubungan Status Gizi dengan Pola Asuh dan Sosial Ekonomi
Keluarga Balita di Puskesmas Kecamatan Padang Utara. Jurnal : Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Riau.
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS. Jakarta : Balitbang
Kemenkes RI.
Muslimah, Hayatun. 2015. Hubungan Antara Tingkat Sosial Ekonomi Dengan Status
Gizi Siswa Sekolah Dasar Sokowaten Baru Kecamatan Banguntapan Bantul.
Jurnal : Universitas Negeri Yogyakarta.
Natalina, Riasi, et al. 2015. Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi Balita di
Posyandu Tulip Wilayah Rindang Benua Kelurahan Pahandut Palangkaraya.
Vol. 1 No. 19. (Hal. 957 – 964). e-ISSN: 2527 – 7170.
Pratiwi, Tiara Dwi et al. 2016. Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Belimbing Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas.
Rahma & Nadhiroh. 2016. Perbedaan Sosial Ekonomi dan Pengetahuan Gizi Ibu Balita
Gizi Kurang dan Gizi Normal. Jurnal : Media Gizi Indonesia. Vol. 11, No. 1.
Januari – Juni 2016 : hlm. 55 – 60.
Roficha, Hertien Novi, et al. 2018. Pengetahuan Gizi Ibu dan Sosial Ekonomi Keluarga
terhadap Status Gizi Balita Umur 6-24 Bulan. Media Gizi Pangan. Vol. 25. Edisi
1.
Rusilanti, et al. 2015. Gizi dan Kesehatan Anak Prasekolah. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Sardjoko, S. 2016. Pelaksanaan Pengentasan Kelaparan Serta Konsumsi & Produksi
Berkelanjutan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di Indonesia.
Palembang : Kementerian PPN/ Bappenas.
Sebataraja, Lisbet Rimelfhi, et al. 2014. Hubungan Status Gizi dengan Status Sosial
Ekonomi Keluarga Murid Sekolah Dasar di Daerah Pusat dan Pinggiran Kota
Padang. Jurnal Kesehatan Andalas.
Septiari. 2012. Mencetak Balita Cerdas dan Pola Asuh Orang tua. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Soetjiningsih. 2012. Perkembangan Anak dan Permasalahannya dalam Buku Ajar I
Ilmu Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : Sagungseto.Pp 86-90.
Suwandi, Anjani Firna. 2018. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya dengan
Status Gizi Balita di Desa Banjar-Negeri Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan.

Pengembangan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat


Berbasis Luaran Kekayaan Intelektual 130

You might also like