Makala H

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 25

MAKALAH

PEMBIAYAAN DENGAN SISTEM JASA / IJARAH

DISUSUN OLEH :

NAMA : PUTRI VIRGAMAYANTI


NPM : 2103140014
SEMESTER : V (LIMA)
DOSEN : DIAN MELIZA, S.HI.,MA

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM KUANTAN SINGINGI
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhanallahu Wa Ta a’la yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat serta salam terlimpah curahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam beserta para sahabat, keluarga serta
umatnya terbaik sepanjang zaman.
Makalah yang berjudul “PEMBIAYAAN DENGAN SISTEM JASA /
IJARAH” disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen
Pembiayaan Bank Syariah.
Penyusun menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini, tidak luput dari
dari bimbingan, arahan, bantuan dan dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari
kekurangan karena manusia adalah tempatnya salah dan lupa, untuk itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk
kemajuan penyusunan makalah yang akan datang. Akhir kata, penyusun berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk kemajuan pembaca terutama
penyusun.

Penyusun
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................3
BAB I...........................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................4
1.1. Latar Belakang.........................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................5
1.3. Tujuan Penulisan......................................................................................5
BAB II..........................................................................................................................7
LANDASAN TEORI...................................................................................................7
2.1. Pengertian Ijarah.......................................................................................7
2.2. Landasan Hukum......................................................................................7
2.3. Rukun Ijarah.............................................................................................8
2.4. Syarat ijarah..............................................................................................9
2.5. Skema transaksi Ijarah..............................................................................9
2.6. Jenis Akad Ijarah....................................................................................10
2.7. Sifat Akad Ijârah....................................................................................11
2.8. Pembagian Akad Ijârah..........................................................................12
2.9. Penentuan Ujroh.....................................................................................12
2.10. Model Pembayaran Akad Ijârah...........................................................13
2.11. Berakhirnya Akad Ijârah.......................................................................14
BAB IV......................................................................................................................15
PEMBAHASAN........................................................................................................15
4.1. Implementasi Akad Ijarah.......................................................................15
1. Ijarah......................................................................................................15
2. Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT).................................................17
BAB V........................................................................................................................23
PENUTUP..................................................................................................................23
5.1. Kesimpulan............................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama
lain baik untuk bersosialisasi ataupun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
seperti kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Sebagai makhluk ciptaan
Allah SWT, manusia tidak hanya diperintahkan untuk beribadah, akan tetapi
juga untuk bermuamalah agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut.
Untuk itu lahirlah fiqh muamalah yang merupakan aturan atau tata cara yang
bisa dijadikan pedoman bagi manusia untuk berhubungan dengan manusia
lainnya dalam sebuah masyarakat. Segala tindakan manusia yang bukan
merupakan ibadah masuk kedalam kategori ini termasuk kegiatan
perekonomian masyarakat.
Di dalam kehidupan ini terbagi 2 (dua) golongan masyarakat, yaitu
golongan masyarakat yang kelebihan dana dan masyarakat yang kekurangan
dana. Oleh karena itu muncullah lembaga keuangan bank maupun non bank
sebagai lembaga intermediasi antara 2 (dua) golongan masyarakat tersebut
agar keseimbangan dapat terjadi dalam memenuhi kebutuhan hidup masing-
masing.
Di Indonesia telah banyak lembaga-lembaga keungan bank maupun
non-bank baik yang konvensional maupun syariah yang menyediakan jasa
pembiayaan demi terpenuhinya kebutuhan manusia. Perbedaan yang
mendasar diantara lembaga keuangan konvensional dan syariah ini adalah
penggunaan system bunga yang merupakan riba di lembaga keuangan
konvensional dan penggunaan system bagi hasil pada lembaga keuangan
syariah.
Sebagai masyarakat Islam yang menganut ajaran Allah SWT, haruslah
kita mentaati perintahnya dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam
bermuamalah. Masyarakat yang membutuhkan dana bisa menggunakan jasa
pembiayaan yang telah disediakan oleh lembaga keuangan syariah, salah
satunya adalah pembiayaan ijarah yang merupakan akad untuk menjual
manfaat yang dilakukan oleh seseorang dengan orang lain dengan
menggunakan ketentuan syari’at islam. Pembiayaan ijarah ini mempunyai
konsep yang berbeda dengan konsep kredit pada bank konvensional,
pembiayaan Ijarah juga dikatakan sebagai pendorong bagi sektor usaha karena
pembiayaan Ijarah mempunyai keistimewaan dibandingkan dengan jenis
pembiayaan syari’ah lainnya. Keistimewaan tersebut adalah bahwa untuk
memulai kegiatan usahanya, pengusaha tidak perlu memiliki barang modal
terlebih dahulu, melainkan dapat melakukan penyewaan kepada lembaga
keuangan syari’ah, sehingga pengusaha tidak dibebankan dengan kewajiban
menyerahkan jaminan, maka dapat dikatakan bahwa pembiayaan Ijarah lebih
menarik dibandingkan jenis pembiayaan lainnya seperti Mudharabah dan
Musyarakah.
Berdasarkan hal tersebut, penyusun tertarik untuk membahas
pembiayaan ijarah yang dilakukan oleh lembaga keuangan syariah pada
makalah ini.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Bagaimana penerapan akad Ijarah pada lembaga keuangan syariah ?
2. Bagaimana perhitungan pada aplikasi akad Ijarah pada lembaga keuangan
syariah ?

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan memahami penerapan atau pengaplikasian akad
Ijarah pada lembaga keuangan syariah.
2. Untuk mengetahui dan memahami cara perhitungan yang dilakukan
lembaga keuangan syariah untuk memberikan pembiayaan Ijarah pada
nasabah.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Ijarah


Al-ijarah berasal dari kata al-ajru, yang berarti al-iwadhu (ganti).
Menurut pengertian syara, al-ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil
manfaat dengan jalan pengganti.
Al- ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan epemilikan
(ownership / milkiyyah) atas barang itu sendiri1.
Menurut Fatwa Dewan Syarah Nasional No.09/DSN/MUI/IV/2000,
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat ) atas suatu barang atau
jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, dengan demikian dalam
akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak
guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa2.

2.2. Landasan Hukum


 QS Al-Baqarah ayat 233
      
        
       
         
          
        

1
Rifki Muhammad, Akuntansi Keuangan Syariah (Konsep dan implementasi PSAK Syariah), P3EI,
Yogyakarta, 2008, hlm. 357
2
Rumah Makalah, Pembiyaan Ijarah dan IMBT diambil dari
http://rumahmakalah.wordpress.com/2008/11/08/pembiayaan-ijarah-dan-imbt/, pada tanggal 2 maret
20013 pukul 06:10 wib
       
        
  
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah
memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang
tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah
seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah
karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya
ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin
anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu
kerjakan.”
 Hadits
Diriwayatkan dari ibnu abbas, bahwa Rasulullah bersabda :
“Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada
tukang bekam itu” (HR. Bukhari dan Muslim)

2.3. Rukun Ijarah


Rukun dari akad ijarah yang harus dipenuhi dalam transaksi adalah3 :
 Pelaku akad, yaitu mustajir (penyewa), adalah pihak yang menyewa aset
dan mu’jir/muajir (pemilik) adalah pihak pemilik yang menyewakan aset.
 Objek akad, yaitu ma’jur (aset yang disewakan) dan ujrah (harga sewa).
 Sighat yaitu ijab dan qabul.

3.
Ascarya, Akad dan Produk Syari’ah, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta , 2007, hal.99.
2.4. Syarat ijarah
Syarat ijarah yang harus ada agar terpenuhi ketentuan-ketentuan hukum
Islam, sebagai berikut :
a. Jasa atau manfaat yang akan diberikan oleh aset yang disewakan tersebut
harus tertentu dan diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak.
b. Kepemilikan aset tetap pada yang menyewakan yang bertanggung jawab
pemeliharaannya, sehingga aset tersebut harus dapat memberi manfaat
kepada penyewa.
c. Akad ijarah dihentikan pada saat aset yang bersangkutan berhenti.
d. memberikan manfaat kepada penyewa. Jika aset tersebut rusak dalam
periode kontrak, akad ijarah masih tetap berlaku.
2.5. Skema transaksi Ijarah4

Produsen Bank Nasaba


h

(2) beli objek (3) sewa beli


Sewa
(1) pesan objek
Bank
sewa

Penjelasan
1. Transaksi ijarah ditandai dengan adanya pemindahan manfaat. Jadi
dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli. Namun
perbedaan terletak pada objek transaksinya adalah barang maka, pada
ijarah objek transaksinya adalah jasa.
2. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang
disewakan kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah

4
. Rifki Muhammad, loc. cit
dikenal dengan al-ijarah muntahiyah bit-tamlik ( sewa yang diikuti
dengan perpindahan kepemilikan).
3. Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian antara bank
dengan nasabah.

2.6. Jenis Akad Ijarah


Dilihat dari sisi obyeknya, akad ijarah dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Ijarah manfaat (Al-Ijarah ala al-Manfa’ah)
Hal ini berhubungan dengan sewa jasa, yaitu memperkerjakan jasa
seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang
mempekerjakan disebut musta’jir, pihak pekerja disebut ajir, upah yang
dibayarkan disebut ujrah.5 Misalnya, sewa menyewa rumah, kendaraan,
pakaian dll. Dalam hal ini mu’jir mempunyai benda-benda tertentu dan
musta’jir butuh benda tersebut dan terjadi kesepakatan antara keduanya,
di mana mu’jir mendapatkan imbalan tertentu dari musta’jir dan
musta’jir mendapatkan manfaat dari benda tersebut.6
2. Ijarah yang bersifat pekerjaan (Al-Ijarah ala Al-‘Amal)
Hal ini berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu memindahkan
hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain
dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing
(sewa) di bisnis konvensional.7 Artinya, ijarah ini berusaha
mempekerjakan seseorang untuk melakukan sesuatu. Mu’jir adalah orang
yang mempunyai keahlian, tenaga, jasa dan lain-lain, kemudian musta’jir
adalah pihak yang membutuhkan keahlian, tenaga atau jasa tersebut
dengan imbalan tertentu. Mu’jir mendapatkan upah (ujrah) atas tenaga
yang ia keluarkan untuk musta’jir dan musta’jir mendapatkan tenaga atau

5
Ascarya, “Akad & Produk Bank Syari’ah”, cet ke-3, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 99.
6
Yazid Afandi, “FIQH MUAMALAH DAN IMLEMENTASINYA DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH”,
(Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), hlm. 187-188.
7
Ascarya, “Akad & Produk Bank Syari’ah”, hlm. 99.
jasa dari mu’jir.8 Misalnya, yang mengikat bersifat pribadi adalah
menggaji seorang pembantu rumah tangga, sedangkan yang bersifat
serikat, yaitu sekelompok orang yang menjual jasanya untuk kepentingan
orang banyak. (Seperti; buruh bangunan, tukang jahit, buruh pabrik, dan
tukang sepatu.9
Ijarah bentuk pertama banyak diterapkan dalam pelayanan jasa
perbankan syari’ah, sedangkan ijarah bentuk kedua biasa dipakai sebagai
bentuk investasi atau pembiayaan di perbankan syari’ah. Selain dua jenis
pembagian di atas, dalam akad ijarah juga ada yang dikenal dengan
namanya akad al-ijarah muntahiya bit tamlik (sewa beli), yaitu transaksi
sewa beli dengan perjanjian untuk menjual atau menghibahkan objek sewa
di akhir periode sehingga transaksi ini diakhiri dengan alih kepemilikan
objek sewa.10
Dalam akad ini musta’jir sama-sama dapat mempergunakan obyek
sewa untuk selamanya. Akan tetapi keduanya terdapat perbedaan.
Perbedaan tersebut ada dalam akad yang dilakukan di awal perjanjian.
Karena akad ini sejenis perpaduan antara akad jual beli dan akad sewa,
atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan penyewa
atas barang yang disewa melalui akad yang dilaksanakan kedua belah
pihak.11

2.7. Sifat Akad Ijârah


Ulama Hanâfiyah berpendirian bahwa akad ijârah mengikat, tetapi
boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak
yang berakad, misanya penyewa wafat. Akan tetapi Jumhur Ulama

8
Yazid Afandi, “FIQH MUAMALAH DAN IMLEMENTASINYA DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH”, hlm.
188.
9
Abdul Aziz Dahlan, dkk, “Ensiklopedi Hukum Islam”, hlm. 662-663.
10
Ibid, hlm. 100
11
Yazid Afandi, Loc. cit.
berpendapat bahwa akad ijârah mengikat, kecuali terdapat cacat pada objek
sewa dan atau objek sewa tidak boleh dimanfaatkan.12

2.8. Pembagian Akad Ijârah


Dilihat dari segi objeknya, maka ijârah dibagi menjadi 2 bagian yaitu
ijârah ’ala al-manâfi’i yang artinya sewa atas manfaat barang dan ijârah ’ala
al-a’amâl yang artinya sewa atas suatu pekerjaan. Ijârah ’ala al-
manâfi’i adalah ijârah yang menjadikan manfaat dari barang sebagai objek
akad, misalnya rumah, kendaraan dan lain sebagainya dengan remunerasi
yang akan diterima si Pemilik Objek berupa ujroh atau fee. Sedangkan, ijârah
’ala al-a’amâl adalah ijârahy ang berkaitan dengan pekerjaan dengan
remunerasi yang diterima berupa al-ajr yang berarti upah.13

2.9. Penentuan Ujroh


Dalam fatwa DSN no : 09/DSN MUI/IV/2000 perihal Pembiayaan
Ijârah dinyatakan bahwa Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau
upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
Merujuk pada Buku 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Bab X
tentang Ijarah Bagian Keenam Pasal pasal 271 ayat 1 dan 2 dinyatakan
bahwa : (1) Nilai atau harga ijârah antara lain ditentukan berdasarkan
satuan waktu dan (2) Satuan waktu yang dimaksud dalam ayat (1) adalah
menit, jam, hari, dan atau tahun.
Selain itu, pada pasal 272 dinyatakan bahan (1) Awal waktu ijarah
ditetapkan dalam akad atau atas dasar kebiasaan. (2) Waktu ijarah dapat
diubah berdasarkan kesepakatan para pihak. Sedang pada pasal 273
dinyatakan : Kelebihan waktu dalam ijarahan yang dilakukan oleh pihak
penyewa, harus dibayar berdasarkan kesepakatan atau kebiasaan.

12
Haroen. 2000. Fiqh Muamalah. hal 236
13
Al-Zuhaili. 2002. Al-fiqh al-mu’âmalat al-mâliyah...Juz 5. hal 75 dan Abdullah ‘Alwi Haji Hasan.
1997. Sales and Contract in Early Islamic Commercial Law. New Delhi : Nusrat Ali Nasri for Kitab Bhavan.
hal 155 - 156
Dalam hal ujroh yang ditarik dari Rahn Emas, berdasarkan fatwa
Fatwa nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas bahwa besaran
ongkos yang dibebankan kepada nasabah harus didasarkan pada pengeluaran
yang nyata-nyata diperlukan untuk operasional Rahn Emas. Salah satu
komponen ongkos tersebut adalah ongkos yang dibebankan atas dasar tempat
penyimpananmarhun yang dilakukan berdasarkan akad ijârah.

2.10. Model Pembayaran Akad Ijârah


Terdapat 2 (dua) model pembayaran ijârah yang lazim digunakan di
industri keuangan syariah14 :
1. Contigent to Performance : Pembayaran tergantung pada kinerja objek
sewa. Contoh : Andi mengatakan akan memberikan uang sebesar Rp
500.000,- bagi orang yang dapat menemukan KTP milik Andi yang hilang
di rental komputer Aida.
2. Not Contigent to Performance : Pembayaran tidak tergantung pada
kinerja objek sewa. Contoh Sewa Safe Deposit Box selama 2 bulan tarif
Rp 100.000,-/bulan. Setelah akad bilamana nasabah hanya
mempergunakan SDB selama 1 ½ bulan, maka nasabah tetap bayar untuk
sewa 2 bulan yaitu sebesar Rp 200.000,-.
Dalam hal lain, dinyatakan bahwa ujroh akan menjadi wajib dibayar
oleh musta’jir dan dapat dimiliki oleh mu’jir jika ; i) dipersyaratkan segera
dibayar sebagaimana terdapat dalam kontrak, ii) menyegerakan
pembayaran ujroh dengan tujuan untuk mempercepat berakhirnya akad iii)
membayar atas penggunaan objek sewa secara bertahap berdasarkan waktu
penggunaan.
Jika telah disepakati bahwa pembayaran sewa dikenakan setelah masa
sewa berakhir maka kontrak sewa tetap sah. Kepemilikan ujroh adalah

14
Adiwarman Azwar Karim. 2006. Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan. Ed 3. Jakarta : Raja Grafindo
Persada. hal 141
mengikuti kepemilikan manfaat objek sewa, sedang kepemilikan manfaat
objek sewa mengikuti perjalanan waktu.
Menetapkan penyerahan objek sewa dapat mengikuti perkembangan
masa (waktu per waktu), namun hal tersebut sangat susah diterapkan, oleh
sebab itu ditetapkan bahwa pembayaran sewa adalah mengikuti hari atau
mengikuti peringkat. Metode tersebut didasari pada dalil istihsân.15

2.11. Berakhirnya Akad Ijârah


Para ulama menyatakan bahwa akad ijârah akan berakhir apabila16 :
1. Obyek hilang atau musnah, seperti rumah sewaan terbakar dan lain
sebagainya.
2. Waktu perjanjian berakhir. Apabila yang disewakan itu rumah, maka
rumah itu dikembalikan ke pemiliknya. Apabila yang disewa itu adalah
jasa seseorang, maka ia berhak menerima upahnya.
3. Karena pembatalan oleh kedua pihak yang berakad, sebagaimana
pembatalan dalam akad jual beli.
4. Menurut ulama Hanâfiyah berakhirnya akad ijârah karena salah satu
pihak yang berakad meninggal sebab akad ijârah tidak dapat diwariskan.
Sedangkan menurut jumhur ulama, akad ijârah tidak batal/berakhir
dengan wafatnya salah seorang berakad, karena manfaat boleh diwariskan
dan ijârah sama dengan jual-beli, yaitu mengikat kedua belah pihak yang
berakad.
5. Merujuk pada Buku 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Bab X tentang
Ijarah pasal 253 dinyatakan bahwa : “Akad ijarah dapat diubah,
diperpanjang, dan atau dibatalkan berdasarkan kesepakatan.”

15
Al-Zuhaili. 2004. Al-fiqh al-islâmi ... Juz 5. hal 3839-3840
16
Ibid. hal 3862-3863
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Implementasi Akad Ijarah


Akad-akad yang dipergunakan oleh lembaga keuangan syariah,
terutama perbankan syari’ah di Indonesia dalam operasinya merupakan akad-
akad yang tidak menimbulkan kontroversi yang disepakati oleh sebagian besar
ulama dan sudah sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diterapkan dalam
produk dan instrumen keuangan syari’ah. Akad-akad tersebut meliputi akad-
akad untuk pendanaan, pembiayaan, jasa produk, jasa operasional, dan jasa
investasi.17 Terkait dengan itu, disini penyusun hanya menjelaskan praktek
pembiayaan ijarah dan ijarah muntahiya bit tamlik dalam lembaga keuangan
syari’ah.

1. Ijarah
Menurut surat edaran No. 10/14/DPBS yang dikeluarkan Bank
Indonesia tertanggal 17 Maret 2008, dalam memberikan pembiayaan ijarah
Bank Syari’ah atau Unit Usaha Syariah (UUS) harus memenuhi langkah
berikut ini :
a. Bank bertindak sebagai pemilik dan/atau pihak yang mempunyai hak
penguasaan atas objek sewa baik berupa barang atau jasa, yang
menyewakan objek sewa dimaksud kepada nasabah sesuai kesepakatan,
b. Barang dalam transaksi ijarah adalah barang bergerak atau tidak bergerak
yang dapat diambil manfaat sewanya,
c. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk
pembiayaan atas dasar ijarah, serta hak dan kewajiban nasabah
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah,

17
Ascarya, “Akad & Produk Bank Syari’ah”, hlm. 209.
d. Bank wajib melakukan analisis atas rencana pembiayaan atas dasar ijarah
kepada nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisa
atas karakter dan/atau aspek usaha antara lain meliputi analisa kapasitas
usaha, keuangan dan/atau prospek usaha,
e. Objek sewa harus dapat dinilai dan diidentifikasi secara spesifik dan
dinyatakan dengan jelas termasuk besarnya nilai sewa dan jangka
waktunya,
f. Bank sebagai pihak yang menyediakan objek sewa, wajib menjamin
pemenuhan kualitas maupun kuantitas objek sewa serta ketepatan waktu
penyediaan objek sewa sesuai kesepakatan,
g. Bank wajib menyediakan dan untuk merealisasikan penyediaan objek
sewa yang dipesan nasabah,
h. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk
perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar ijarah,
i. Pembayaran sewa dapat dilakukan baik dengan angsuran maupun
sekaligus,
j. Pembayaran sewa tidak dapat dilakukan dalam bentuk piutang maupun
dalam bentuk pembebasan utang,
k. Bank dapat meminta nasabah untuk menjaga keutuhan objek sewa, dan
menanggung biaya pemeliharaan objek sewa sesuai dengan kesepakatan
dimana uraian pemeliharaan yang bersifat material dan structural harus
dituangkan dalam akad, dan Bank tidak dapat meminta nasabah untuk
bertanggungjawab atas kerusakan objek sewa yang terjadi bukan karena
pelanggaran akad atau kelalaian nasabah.

Berdasarkan SOP yang disampaikan oleh Bank Syari’ah, tahapan


pelaksanaan ijarah adalah sebagai berikut18 :
a. adanya permintaan untuk menyewakan barang tertentu dengan spesifikasi
yang jelas, oleh nasabah kepada bank syari’ah,

18
Ibid.
b. Wa’ad antara bank dan nasabah untuk menyewa barang dengan harga
sewa dan waktu sewa yang disepakati,
c. Bank Syari’ah mencari barang yang diinginkan untuk disewa oleh
nasabah,
d. Bank syari’ah menyewa barang tersebut dari pemilik barang,
e. Bank syari’ah membayar sewa di muka secara penuh,
f. Barang diserahterimakan dari pemilik barang kepada bank syari’ah,
g. Akad antara bank dengan nasabah untuk sewa,
h. Nasabah membayar sewa di belakang secara angsuran,
i. Barang diserahterimakan dari bank syari’ah kepada nasabah, dan
j. Pada akhir periode, barang diserahterimakan kembali dari nasabah ke bank
syari’ah, yang selanjutnya akan diserahterimakan ke pemilik barang.

Selain Bank Syari’ah sebagai pemberi sewa, di beberapa bank terdapat


juga posisi bank sebagai wakil atau menggunakan wakalah. Bank syari’ah
mewakilkan pemilik barang (objek sewa) kepada nasabah (penyewa).

2. Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT)


Di atas telah disebutkan bahwa produk pembiayaan perbankan syariah
berdasarkan akad sewa-menyewa terdiri dari sewa murni dan sewa yang
diakhiri dengan pemindahan hak kepemilikan atau dikenal dengan ijarah
muntahiya bit tamlik.19 Ijarah muntahia bit tamlik (IMBT) pada dasarnya
merupakan perpaduan antara sewa menyewa dengan jual beli. Semakin jelas
dan kuat komitmen untuk membeli barang di awal akad, maka hakikat IMBT
pada dasarnya lebih bernuansa jual beli. Namun, apabila komitmen untuk
membeli barang di awal akad tidak begitu kuat dan jelas (walaupun opsi
membeli tetap terbuka), maka hakikat IMBT akan lebih bernuansa ijarah.
Dari sisi ijarah, perbedaan IMBT terletak dari adanya opsi untuk
membeli barang dimaksud pada akhir periode. Sedangkan dari sisi jual beli,

19
Abdul Ghofur Anshori, “Hukum Perjanjian Islam di Indonesia”, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2010), hlm. 79
perbedaan IMBT terletak pada adanya penggunaan manfaat barang dimaksud
terlebih dahulu melalui akad sewa (ijarah), sebelum transaksi jual beli
dilakukan.
Secara teknis, implementasi IMBT juga diatur dalam Surat Edaran
Bank Indonesia (SEBI) No. 10/14/DPBS pada tanggal 17 Maret 2008 yaitu :
a. Bank sebagai pemilik objek sewa juga bertindak sebagai pemberi janji
(wa`ad) untuk memberikan opsi pengalihan kepemilikan dan/atau hak
penguasaan objek sewa kepada nasabah penyewa sesuai kesepakatan,
b. Bank hanya dapat memberikan janji (wa`ad) untuk mengalihkan
kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa setelah objek sewa
secara prinsip dimiliki oleh bank,
c. Bank dan nasabah harus menuangkan kesepakatan adanya opsi pengalihan
kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa dalam bentuk tertulis,
d. Pelaksanaan pengalihan kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa
dapat dilakukan setelah masa sewa disepakati selesai oleh Bank dan
nasabah penyewa, dan
e. Dalam hal nasabah penyewa mengambil opsi pengalihan kepemilikan
dan/atau hak penguasaan objek sewa, maka bank wajib mengalihkan
kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa kepada nasabah yang
dilakukan pada saat tertentu dalam periode atau pada akhir periode
pembiayaan atas dasar akad IMBT.
Sedangkan berdasarkan SOP yang disampaikan oleh Bank syari’ah,
tahapan pelaksanaan IMBT adalah sebagai berikut20 :
a. Adanya permintaan untuk menyewa beli barang tertentu dengan
spesifikasi yang jelas, oleh nasabah kepada bank syari’ah,
b. Wa’ad antara bank dan nasabah untuk menyewa beli barang dengan harga
sewa dan waktu sewa yang disepakati,
c. Bank Syari’ah mencari barang yang diinginkan untuk disewa beli oleh
nasabah,

20
Ascarya, “Akad & Produk Bank Syari’ah”, hlm. 209
d. Bank syari’ah membeli barang tersebut dari pemilik barang,
e. Bank syari’ah membayar tunai barang tersebut,
f. Barang diserahterimakan dari pemilik barang kepada bank syari’ah,
g. Akad antara bank dengan nasabah untuk sewa beli,
h. Nasabah membayar sewa di belakang secara angsuran,
i. Barang diserahterimakan dari bank syari’ah kepada nasabah, dan
j. Pada akhir periode, dilakukan jual beli antara bank syari’ah dan nasabah.

Berikut ilustrasi dari penerapan IMBT dalam KPR Bank Syariah yang
digunakan dalam rangka memenuhi kebutuhan nasabah terhadap kepemilikan
rumah tinggal dan atau investasi property.

Pelaksanaan IMBT dengan Wakalah :


Fatwa DSN nomor : 04/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 01 April 2000 tentang
Murabahah pada ketetapan Pertama ayat 9 dinyatakan:
“Jika LKS hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak
ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip,
menjadi milik LKS.”
Kalimat ”secara prinsip” yang ada di Fatwa DSN tersebut diterjemahkan dalam
tataran praktis dalam konteks penerapan IMBT pada saat LKS membeli rumah yang
akan dijadikan objek sewa dengan pernyataan sebagai berikut :
”Pada saat, LKS menyetujui permohonan nasabah untuk KPR secara IMBT, maka
jika LKS telah melakukan konfirmasi pembelian kepada developer, maka secara
prinsip LKS telah membeli rumah. Walaupun secara akuntansi belum terdapat aliran
dana kepada Developer/penjual, LKS berkomitmen untuk melakukan pembayaran
uang pembelian rumah kepada developer yang diwakilkan kepada nasabah dengan
menggunakan akad wakalah. Setelah rumah tersebut dibeli oleh LKS maka kemudian
baru dapat dilakukan akad IMBT”
Penggunaan akad wakalah dimaksudkan untuk membutikan secara hukum
positif bahwa nasabah telah menerima pembiayaan dari LKS serta nasabah telah
mengetahui telah terjadi transaksi jual-beli antara LKS dengan
developer/penjual/suplier. Jika terjadi wanprestasi di kemudian hari akan tertutup
peluang nasabah akan mengingkari bahwa ia telah menerima sejumlah pembiayaan
dari LKS.

Keterangan
1. A : Rumah milik Developer PT. Makmur
1. B : Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan untuk memiliki rumah kepada
LKS dengan membawa semua berkas-berkas yang dibutuhkan. Kemudian LKS
melakukan proses analisa pembiayaan.

2. LKS telah menyetujui permohonan pembiayaan pemilikan rumah untuk nasabah,


LKS melakukan Akad Wakalah dengan Nasabah untuk (transfer) pembayaran uang
transaksi pembelian rumah sebesar Rp 450 juta atas nama LKS kepada
Developer/penjual yang berasal dari rekening nasabah. Dalam contoh ini, nasabah
telah melakukan pembayaran uang muka kepada LKS sebesar Rp 50 juta.
2. A : Rumah seluas xx m2 menjadi milik penuh LKS

3. LKS dan Nasabah melakukan Akad Pembiayaan berdasarkan Prinsip Ijarah


(Muntahiya Bit Tamlik) selama 100 bulan untuk menyewa Rumah seluas xx m2
dengan uang sewa sebesar Rp 7 juta /bulan.
3. A : Nasabah menyewa Rumah seluas xx m2 milik LKS dan memperoleh manfaat
dengan menempati rumah tersebut

4. Nasabah membayar uang sewa bulan pertama sebesar Rp 7 juta hingga 99


(sembilan puluh sembilan) bulan ke depan.

5. Pemindahan pemilikan dapat dilakukan dengan Akad Hibah bilamana perjanjian


pembiayaan beratahan sampai dengan akhir masa sewa. Jika, dipertengahan masa
sewa nasabah ingin melakukan pelunasan pembiayaan dipercepat, maka LKS akan
menggunakan akad Ba’i.

Contoh perhitungan pembiayaan Ijarah21


Haji Sabar bermaksud untuk memiliki mobil Avanza tipe G seharga Rp 140 juta.
Saat ini dana yang dimiliki oleh Haji Sabar sungguh terbatas sehingga tidak bisa
memberikan uang muka di awal pembelian. Haji Sabar baru memperkirakan akan
memiliki dana untuk dapat memiliki mobil tersebut di akhir tahun ketiga. Haji Sabar
datang ke Bank dan Bank menawarkan untuk memberikan skim pembiayaan Ijarah
dengan opsi membeli barang yang disewa di akhir.
a. Bagaimana skema pembiayaan yang akan diberikan Bank kepada Haji sabar ?
b. Apabila Bank mengenakan sewa sebesar Rp 3.200.000,00 setiap bulan untuk
jangka waktu 36 bulan, berapa keuntungan sewa yang diperoleh Bank apabila
seluruh biaya perawatan dan yang lainnya menjadi beban nasabah dan Mobil

21
Haris Ibrahim, Contoh Perhitungan Murabahah, Musyarakah dan Ijarah diambil dari
http://harisbsm.blogspot.com/2011/02/i.html diakses hari minggu, 17 maret 2013 pukul 17:14 wib
disusutkan selama jangka waktu 5 tahun (menggunakan metode penyusutan
garis lurus) ?
c. Apabila saat opsi beli kepada nasabah diberikan harga 65 juta sehingga mobil
menjadi milik nasabah di tahun ke-3, berapa total keuntungan dan prosentasenya
yang diperoleh Bank ?
Jawab: Skema pembiayaan yang diberikan kepada nasabah adalah Ijarah dengan
opsi beli di akhir atau disebut Ijarah Muntahiyah bit Tamlik dengan uraian
sebagai berikut:

 Kendaraan yang disewakan: Avanza Type G


Harga sewa setiap bulan: Rp 3.200.000,00
Seluruh biaya perawatan dan asuransi menjadi beban nasabah.
 Keuntungan sewa yang diperoleh Bank
Harga sewa: Rp 3.200.000,00/bulan
Penyusutan kendaraan setiap bulan: Rp 2.333.333,33/bulan
Keuntungan Bank setiap bulan: Rp 866.666,67/bulan
Keuntungan setara 27% per bulan selama 3 tahun.
 Apabila dibeli di akhir periode senilai Rp 65 juta, maka total keuntungan
yang diperoleh Bank adalah sebagai berikut:
Pendapatan sewa 3 tahun: Rp 115.200.000,00
Penyusutan Kendaraan selama 3 tahun: Rp 84.000.000,00
Keuntungan atas selisih sewa dan Peny.: Rp 31.200.000,00
 Pembelian Kendaraan di akhir: Rp 65.000.000,00
Nilai sisa kendaraan: Rp 56.000.000,00
Keuntungan penjualan di akhir: Rp 9.000.000,00

Grand total keuntungan yang diperoleh Bank: Rp 40.200.000,00


Setara dengan 28,7% selama 3 tahun atau 9,57% per tahun
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka penyusun dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut : Bahwa produk pembiayaan perbankan syariah berdasarkan
akad sewa-menyewa terdiri dari sewa murni dan sewa yang diakhiri dengan
pemindahan hak kepemilikan atau dikenal dengan ijarah muntahiya bit
tamlik. Ijarah muntahia bit tamlik (IMBT) pada dasarnya merupakan
perpaduan antara sewa menyewa dengan jual beli. Semakin jelas dan kuat
komitmen untuk membeli barang di awal akad, maka hakikat IMBT pada
dasarnya lebih bernuansa jual beli. Namun, apabila komitmen untuk
membeli barang di awal akad tidak begitu kuat dan jelas (walaupun opsi
membeli tetap terbuka), maka hakikat IMBT akan lebih bernuansa ijarah.
Berdasarkan SOP yang disampaikan oleh Bank Syari’ah, tahapan
pelaksanaan ijarah adalah sebagai berikut :
a. adanya permintaan untuk menyewakan barang tertentu dengan
spesifikasi yang jelas, oleh nasabah kepada bank syari’ah.
b. Wa’ad antara bank dan nasabah untuk menyewa barang dengan
harga sewa dan waktu sewa yang disepakati.
c. Bank Syari’ah mencari barang yang diinginkan untuk disewa oleh
nasabah.
d. Bank syari’ah menyewa barang tersebut dari pemilik barang.
e. Bank syari’ah membayar sewa di muka secara penuh.
f. Barang diserahterimakan dari pemilik barang kepada bank
syari’ah.
g. Akad antara bank dengan nasabah untuk sewa.
h. Nasabah membayar sewa di belakang secara angsuran.
i. Barang diserahterimakan dari bank syari’ah kepada nasabah.
j. Pada akhir periode, barang diserahterimakan kembali dari nasabah
ke bank syari’ah, yang selanjutnya akan diserahterimakan ke
pemilik barang.

Secara teknis, implementasi IMBT juga diatur dalam Surat Edaran


Bank Indonesia (SEBI) No. 10/14/DPBS pada tanggal 17 Maret 2008 yaitu :
a. Bank sebagai pemilik objek sewa juga bertindak sebagai pemberi
janji (wa`ad) untuk memberikan opsi pengalihan kepemilikan
dan/atau hak penguasaan objek sewa kepada nasabah penyewa
sesuai kesepakatan.
b. Bank hanya dapat memberikan janji (wa`ad) untuk mengalihkan
kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa setelah objek
sewa secara prinsip dimiliki oleh bank.
c. Bank dan nasabah harus menuangkan kesepakatan adanya opsi
pengalihan kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa
dalam bentuk tertulis.
d. Pelaksanaan pengalihan kepemilikan dan/atau hak penguasaan
objek sewa dapat dilakukan setelah masa sewa disepakati selesai
oleh Bank dan nasabah penyewa.
e. Dalam hal nasabah penyewa mengambil opsi pengalihan
kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa, maka bank
wajib mengalihkan kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek
sewa kepada nasabah yang dilakukan pada saat tertentu dalam
periode atau pada akhir periode pembiayaan atas dasar akad IMBT.
DAFTAR PUSTAKA

 Abdul Ghofur Anshori, “Hukum Perjanjian Islam di Indonesia”,


(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010).
 Adiwarman Azwar Karim. 2006. Bank Islam : Analisis Fiqh dan
Keuangan. Ed 3. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
 Al-Zuhaili. 2002. Al-fiqh al-mu’âmalat al-mâliyah...Juz 5. hal 75 dan
Abdullah ‘Alwi Haji Hasan. 1997. Sales and Contract in Early Islamic
Commercial Law. New Delhi : Nusrat Ali Nasri for Kitab Bhavan.
 Yazid Afandi, “FIQH MUAMALAH DAN IMLEMENTASINYA DALAM
LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH.
 Abdul Aziz Dahlan, dkk, “Ensiklopedi Hukum Islam”, hlm. 662-663.
 Ascarya, Akad dan Produk Syari’ah, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta ,
2007, hal.99.
 Rifki Muhammad, Akuntansi Keuangan Syariah (Konsep dan
implementasi PSAK Syariah), P3EI, Yogyakarta, 2008
 Fatwa DSN MUI NO: 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang PEMBIAYAAN
IJARAH
 Rumah Makalah, Pembiyaan Ijarah dan IMBT diambil dari
http://rumahmakalah.wordpress.com/2008/11/08/pembiayaan-ijarah-dan-
imbt/, pada tanggal 2 maret 20013 pukul 06:10 wib.
 Haris Ibrahim, Contoh Perhitungan Murabahah, Musyarakah dan Ijarah
diambil dari http://harisbsm.blogspot.com/2011/02/i.html diakses hari
minggu, 17 maret 2013 pukul 17:14 wib

You might also like