Metodologi Fatwa Dan Produk Fatwa DSN Mata Kuliah Hes (Hukum Ekonomi Syariah)
Metodologi Fatwa Dan Produk Fatwa DSN Mata Kuliah Hes (Hukum Ekonomi Syariah)
Metodologi Fatwa Dan Produk Fatwa DSN Mata Kuliah Hes (Hukum Ekonomi Syariah)
Disusun Oleh:
Kelompok 9
1. 1. Muhammad Irzyad Arkan (4120118)
2. 2. Lili Mafela (4120119)
3. 3. Erfa Salwa Nahdliana (4120123)
KELAS E
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN K.H. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
A. Konsep Fatwa.........................................................................................................3
BAB III...........................................................................................................................13
PENUTUP.......................................................................................................................13
A. Simpulan..............................................................................................................13
B. Saran....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam konteks ini, fatwa MUI sangat urgen bagi umat Islam
Indonesia agar produk-produk teknologi modern dapat bersinergi dengan
kaidah-kaidah syariat Islam. Sehingga produk ilmu pengetahuan dan
teknologi dapat sejalan dengan tauhid, keimanan dan ketaqwaan kepada
Allah SWT. Sejalan dengan hal tersebut di atas, para ulama Indonesia
yang tergabung dalam organisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah
melakukan transformasi hukum Islam dalam bentuk fatwa yang cukup
beragam. Keberagaman tersebut bersumber dari beragamnya
permasalahan yang muncul dalam masyarakat Indonesia. MUI sebagai
lembaga kajian hukum dan pemberi fatwa tetap berpegang pada semangat
1
melahirkan ide-ide hukum dan aspek keagamaan lainnya sesuai dengan
ajaran Al-Qur'an dan hadits dalam menjalankan fungsinya(Jamaa, 2018).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep fatwa?
2. Apa definisi, syarat, kedudukan, kaidah, metodologi, dan produk
fatwa?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep fatwa.
2. Untuk mengetahui definisi, syarat, kedudukan, kaidah, metodologi,
dan produk fatwa.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Fatwa
Secara historis, fatwa telah dilakukan oleh Nabi saw. Beliau adalah
mufti pertama dan utama. Pada masa Nabi saw., berbagai pertanyaan
menyangkut persoalan agama dan lebih khusus bidang hukum ditanyakan
langsung kepada Nabi saw. Pertanyaan-pertanyaan tersebut ada yang
dijawab melalui turunnya wahyu Allah dan ada yang dijawab melalui
hadis Rasulullah. Sepeninggal Nabi saw kegiatan pemberian fatwa
semakin berkembang karena perkembangan agama Islam dan masyarakat
Muslim yang semakin meluas dan kompleks di mana banyak kasus-kasus
baru timbul dan mengundang masyarakat untuk bertanya mengenai
ketentuan hukumnya. Kegiatan fatwa terus berkembang sepanjang zaman
klasik dan tengah Islam hingga zaman modem baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Pada zaman modern fatwa tidak hanya disampaikan
secara individual kepada penanya, melainkan untuk penyebarannya
digunakan berbagai media komunikasi yang tersedia seperti radio, surat
kabar, majalah, bahkan internet, sehingga penyebaran fatwa menjadi lebih
3
luas dan tidak hanya dibaca oleh pemintanya tetapi juga dapat diakses
oleh pembaca lain. Selain itu pada zaman modern fatwa, di samping
dilakukan oleh mufti perorangan, juga dikeluarkan oleh institusi yang
melibatkan mufti-mufti secara kolektif (jamâ’î). Fatwa-fatwa Majelis
Ulama Indonesia, dan fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)(Nova,
2016).
4
yang memberi fatwa disebut mufti, sedangkan yang meminta fatwa
disebut mustaf(Izmuddin, 2018).
5
2. Syarat Fatwa
6
a) Setiap keputusan fatwa harus mempunyai dasar atas kitabullah
dan sunnah Rasul yang mu’tabarak serta tidak bertentangan
dengan kemashlahatan umat.
b) Jika tidak terdapat dalam Kitabullah dan Sunah Rasul
sebagaimana ditentukan pada Pasal 2 Ayat 1, Keputusan Fatwa
hendaklah tidak bertentangan dengan ijma, qiyas yang
mu’tabar dan dalil-dalil hukum yang lain seperti istihsân,
maslahah mursalah dan saddu al dzari’ah.
c) Sebelum pengambilan keputusan fatwa, hendaklah ditinjau
pendapat-pendapat para imam madzhab terdahulu, baik yang
berhubungan dengan dalil-dalil hukum yang berhubungan
dengan dalil yang dipergunakan oleh pihak yang berbeda
pendapat.
d) Pandangan tenaga ahli dalam bidang masalah yang akan
diambil keputusan fatwanya, dipertimbangkan.
3. Kedudukan Fatwa
7
(fuqaha) tentang kedudukan hukum suatu masalah baru yang muncul di
kalangan masyarakat. Ketika muncul suatu masalah baru yang belum ada
ketentuan hukumnya secara eksplisit (tegas), baik dalam al-Qur’an, as-
Sunnah dan ijma’ maupun pendapat-pendapat fuqaha terdahulu, maka
fatwa merupakan salah satu institusi normatif yang berkompeten
menjawab atau menetapkan kedudukan hukum masalah tersebut. Karena
kedudukannya yang dianggap dapat menetapkan hukum atas suatu kasus
atau masalah tertentu, maka para sarjana Barat ahli hukum Islam
mengkategorikan fatwa sebagai jurisprudensi Islam(Riadi, 2010).
4. Kaidah Fatwa
8
perubahan yang terjadi kemudian, menjadikan pendapat
tersebut tidak sesuai lagi untuk zaman dan kondisi
setelahnya(Fauzi, 2018).
2. Fatwa bersifat meringankan, tidak memberatkan; memudahkan
dan tidak mempersulit.
Di antara pemberian kemudahan yang dituntut dalam hal fatwa
ini adalah pengakuan terhadap kebutuhan hidup yang
mendesak, baik keperluan individual maupun sosial. Untuk
keperluan ini, syari’ah menurunkan hukum‐ hukumnya yang
spesifik. Dengan hukum‐hukum itu pula, sesuatu yang pada
hakikatnya diharamkan dapat dihalalkan. Misalnya, dalam
kondisi darurat, makanan, pakaian, perjanjian dan muamalah
tertentu yang diharamkan menjadi diperbolehkan. Adapun
dasar pemberian kemudahan tersebut adalah Q.S. al-Baqarah
(2): 173, yang menyatakan bahwa kemudahan diperuntukkan
bagi orang yang memakan makanan yang diharamkan karena
keadaan terpaksa sementara ia sendiri sebenamya tidak
menginginkannya, dan tidak melebihi batas keperluan(Fauzi,
2018).
3. Fatwa harus memperhatikan hukum penahapan.
Di antara pemberian kemudahan yang dituntut dalam
menetapkan fatwa adalah mamperhatikan hukum penahapan,
sejalan dengan sunatullah dalam penciptaan makhluk, serta
metode penetapan syari’at Islam seperti dalam menetapkan:
kewajiban salat, puasa, dan lainya, ataupun larangan‐larangan.
Fatwa dapat diartikan sebagai jawaban atas permasalahan‐
permasalahan syari’ah ataupun perundang‐ undangan yang
belum jelas(Fauzi, 2018).
9
5. Metodologi Fatwa
Setiap produk fiqh yang dihasilkan oleh para pakar hukum Islam,
pasti melewati proses ijtihad. Proses ijtihad berjalan dengan benar jika
memiliki metodologi yang benar. Metodologi dalam hukum Islam adalah
ushul fiqh, setiap produk fiqh pasti mempunyai dasar-dasar ushul
fiqh(Zakirman, 2016).
10
ternyata lebih dari satu pendapat, MUI melakukan pemilihan pendapat
melalui tarjih menguatkan satu pendapat). Pendapat yang memiliki dasar
paling kuat dan maslahat paling besar untuk ummat akan dipilih sebagai
keputusan fatwa. Tarjih adalah menetapkan sesuatu lebih kuat dari yang
lain, Al-Râzi dalam kitab al-Mahshûl menyebutkan bahwa tarjih adalah
memperkuat salah satu pendapat yang ada setelah mengetahui mana yang
memiliki dasar paling kuat, lalu menggunakannya dan mengabaikan
pendapat yang lemah. Dalam melakukan tarjih seorang mujtahid perlu
memperhatikan rambu-rambu umum tarjih(Zakirman, 2016).
11
dengan ketentuan syariah dan dapat menjaga objektivitas dari pembuatan
fatwa-fatwa yang dikeluarkan DSN.
12
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Setiap produk fiqh yang dihasilkan oleh para pakar hukum Islam,
pasti melewati proses ijtihad. Proses ijtihad berjalan dengan benar jika
memiliki metodologi yang benar. Metodologi dalam hukum Islam adalah
ushul fiqh, setiap produk fiqh pasti mempunyai dasar-dasar ushul fiqh
B. Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
14
Zakirman, A. F. (2016). Metodologi Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Al-Hikmah,
10(2).
15