Interaksi Sosial Antarumat Beragama Di Kelurahan Kingking, Tuban
Interaksi Sosial Antarumat Beragama Di Kelurahan Kingking, Tuban
Interaksi Sosial Antarumat Beragama Di Kelurahan Kingking, Tuban
Abstract
This paper examines social interactions between religious communities in Kingking Village, Tuban
Regency, social interactions or relationships that exist in religious life between individuals and individuals,
groups with groups, and individuals with groups. This research is a field research using qualitative
descriptive research methods. To approach the object of research, the researcher uses a sociological approach
as an auxiliary science, in addition to data collection techniques by means of observation, interviews,
and documentation. While the data analysis in this study, namely data collection, data reduction, data
presentation, and data verification. Kingking Village, Tuban District is a village inhabited by five religions,
namely Islam, Christian, Catholic, Buddhism, and Konghucu, with the diversity of religions and cultures
that are owned by each religion, the people in this village can live side by side in harmony and are able
to establish relationships. as well as interactions with each other. This is evidenced by the existence of
several activities that involve all religions in it, namely interactions in 17 August and Tuban Anniversary
activities, interactions in Tasyakuran and Tahlilan events, interactions during Eid al-Fitr and Christmas,
interactions at weddings, and interactions in visiting events. houses of people who want to perform Hajj.
Such an atmosphere has indeed become something that is commonly encountered in the life of the Kingking
community, while the factors that drive this interaction include: regional ties and the role of religious
leaders, as well as the role of the government. Therefore, this village is able to create a safe, comfortable, and
peaceful atmosphere.
Keywords: Tolerance, Social Interaction, Interreligious Tolerance, FKUB, Tuban
Abstrak
Tulisan ini mengkaji interaksi sosial antar umat beragama di Kelurahan Kingking Kabupaten
Tuban, interaksi atau hubungan sosial yang terjalin di dalam kehidupan beragama antara
individu dengan individu, kelompok dengan kelompok, maupun individu dengan kelompok.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode
penelitian deskriptif kualitatif. Untuk mendekati objek penelitian, peneliti menggunakan
pendekatan sosiologi sebagai ilmu bantu, selain itu teknik pengumpulan data dengan cara, yakni
observasi, interviu, dan dokumentasi. Sedangkan analisis data dalam penelitian ini, yakni koleksi
data, reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data. Kelurahan Kingking Kecamatan Tuban
merupakan suatu kelurahan yang dihuni oleh lima agama, yakni Islam, Kristen, Katolik, Budha,
dan Konghucu, dengan keberagaman agama maupun budaya yang dimiliki pada masing-masing
agama masyarakat di kelurahan ini dapat hidup berdampingan secara rukun dan mampu
menjalin hubungan baik maupun interaksi antar sesama. Hal ini dibuktikan dengan adanya
beberapa kegiatan yang melibatkan semua agama di dalamnya, yakni interaksi dalam kegiatan
17 Agustus dan Hari Jadi Tuban, interaksi dalam acara Tasyakuran dan Tahlilan, interaksi dalam
Idul Fitri dan Natal, interaksi dalam acara pernikahan, dan interaksi dalam acara berkunjung
ke rumah masyarakat yang hendak Ibadah Haji. Suasana seperti itu memang menjadi suatu
hal yang biasa ditemui di dalam kehidupan masyarakat Kingking, adapun faktor-faktor yang
menjadi pendorong terjadinya interaksi tersebut antara lain: faktor ikatan wilayah dan peranan
para tokoh agama, serta Peranan Pemerintah. Maka dari, itu di kelurahan ini mampu menciptakan
suasana yang aman, nyaman, dan tenteram.
Kata Kunci: Toleransi, Interaksi Sosial, Lintas Agama, FKUB, Tuban
PENDAHULUAN
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh
Rasimin dengan penelitian ini memiliki kesamaan yaitu dari segi toleransi yang
terjalin dalam kehidupan sehari-hari sehingga menciptakan lingkungan yang
rukun, aman, dan nyaman bagi masyarakat. Sedangkan perbedaannya terletak
pada fokus penelitian, penelitian yang dilakukan oleh Rasimin menekankan
pada dua bentuk kerukunan dalam masyarakat yaitu masyarakat yang seagama
dan lintas agama sedangkan penelitian ini hanya menekankan bentuk kerukunan
yang terjalin pada masyarakat lintas agama.
Karya ilmiah yang ditulis oleh Masthuriyah Sa’dan yang berjudul “Potret
Kerukunan Antar Aliran Keagamaan” (Studi Kasus Jema’at Ahmadiyah dan
Nahdlatul Ulama di Desa Winong Banjarnegara Jawa Tengah). Karya ilmiah
ini mengkaji mengenai kerukunan dan harmonisasi yang terjadi antar lintas
aliran keagamaan. Di mana, di Desa Winong ini terdapat berbagai aliran seperti
Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Ahmadiyah. Keberagaman aliran
keagamaan tersebut tidak menimbulkan suatu persoalan antara satu dengan
yang lain. Oleh karena itu, dalam karya ilmiah ini ingin melihat aliran Ahmadiyah
ini dapat hidup berdampingan di tengah-tengah mayoritas masyarakat
yang beraliran Nahdlatul Ulama dan beberapa masyarakat yang beraliran
Muhammadiyah. Selain itu, juga ingin melihat pola relasi sosial keagamaan dan
berbagai faktor yang menjadi pendorong terjalinnya kerukunan tersebut. Dari
hasil penelitian karya ilmiah ini, menunjukkan bahwa pedoman hidup yang
digunakan dalam masyarakat Desa Winong ini, yakni suatu kerukunan yang
terwujud dari pluralitas di mana realitas kehidupan pada masyarakat di desa
ini sama-sama saling menerima dengan berbagai keberagaman yang ada dan
memiliki tujuan yang sama. Ingin menciptakan kesejahteraan dalam hidup di
lingkungan desa tersebut tanpa melihat latar belakang aliran dari masing-masing
masyarakat (Sa’dan, 2015).
Berikutnya, terdapat karya ilmiah yang ditulis oleh Akhsin Ridlo yang
berjudul “Toleransi Keagamaan Masyarakat di Desa Guwa Lor Kecamatan
Kaliwedi Kabupaten Cirebon”. Karya ilmiah ini mengkaji mengenai sikap toleransi
masyarakat terhadap beberapa perbedaan praktik keagamaan dalam satu desa.
Perbedaan tersebut merupakan suatu hal yang sudah biasa bagi masyarakat,
justru hal ini menjadikan masyarakat memiliki sikap terbuka terhadap paham-
paham lainnya. Terciptanya sikap toleransi dan kerukunan antar aliran tersebut
tidak dapat dilepaskan dari peranan antartokoh agama, di mana memberikan
dakwah dan pemahaman kepada masyarakat. Kunci terciptanya hubungan
yang harmonis adalah senantiasa saling menjaga perilaku dan tutur kata satu
sama lain. Oleh karena itu, masyarakat dapat menyikapi berbagai perbedaan
dalam beragama tanpa menimbulkan berbagai macam konflik. Perbedaan
tersebut justru menjadikan sebuah akulturasi agama dan budaya yang beragam,
selain itu dapat memperkuat tradisi baik bagi agama maupun masyarakat serta
menyatukan perbedaan dalam satu kegiatan (Ridlo, 2020). Persamaan penelitian
yang dilakukan oleh Akhsin Ridlo dengan penelitian ini terletak pada peranan
antar tokoh agama dalam membentuk dan menciptakan sikap toleransi yang nyata
terjalin dalam kehidupan masyarakat yang plural. Sedangkan perbedaannya
terletak dari segi lokalitas dan fokus penelitian.
METODE
Metode analisis data dalam penelitian ini, yakni analisis data dan
informasi yang didapat dengan menggunakan metode deskriptif dan pendekatan
kualitatif yang dilakukan dengan analisis data model Miles dan Hubermen,
seperti halnya yang dikatakan oleh Sugiyono bahwa aktivitas dalam analisis
data antara lain: Pertama, Koleksi Data. Pada tahap ini, peneliti melakukan
pengumpulan data dengan metode interview, observasi, dan studi kepustakaan
yang dapat mendukung data penelitian. Pengumpulan data ini dilakukan guna
untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis data yang didapat. Adapun
data-data yang digunakan yaitu data lapangan yang diperoleh melalui interviu
kepada para tokoh lintas agama dan masyarakat Kelurahan Kingking. Selain itu,
data yang diperoleh melalui studi kepustakaan yaitu buku-buku yang berkaitan
dengan tema penelitian seperti Kabupaten Tuban dalam Angka 2019 terbit tahun
2019, Instrumen Pendataan Profil Desa dan Kelurahan Tuban terbit tahun 2017,
Tuban Bumi Wali; The Spirit of Harmoni terbit tahun 2013, dan jurnal-jurnal yang
membahas tentang isu toleransi.
Kedua, Reduksi Data. Pada tahap ini data maupun informasi yang diolah
untuk menelaah keseluruhan data dari berbagai sumber yang ditemukan terkait
dengan tema penelitian, yakni hasil dari interviu, buku, dan jurnal. Telaah ini
dilakukan untuk memilah data mana yang diperlukan dan data yang tidak
diperlukan dalam penelitian. Oleh karena itu, data yang telah melewati tahap
ini akan memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya.
Ketiga, Penyajian Data. Pada tahap ini dilakukan suatu kegiatan penyajian
data secara sistematis, terorganisir, tersusun dengan pola hubungan sehingga
lebih mudah dipahami dan penyajian data dalam bentuk teks. Maka, berdasarkan
kesimpulan inilah data tersebut diberi makna yang relevan dengan penelitian.
Keempat, Verifikasi Data. Tahap ini merupakan tahap yang terakhir dalam proses
analisis data, pada tahap ini dilakukan penarikan kesimpulan yang diperoleh
melalui beberapa sumber yang ditemukan, yakni informasi yang diperoleh
melalui interview, buku, jurnal, dan artikel. Kesimpulan dari penelitian ini
diharapkan dapat menjawab rumusan masalah dan memberikan gambaran
mengenai objek secara terperinci.
pertentangan dan konflik satu sama lain, akan tetapi dapat hidup berdampingan
secara damai. Selain itu, sikap toleransi dapat dilihat dari adanya kegiatan yang
diadakan salah satu pemeluk agama maka pemeluk-pemeluk agama lain juga
turut berkontribusi dan menghadiri kegiatan tersebut tanpa adanya paksaan.
Misalnya dalam Islam ada hari raya Idul Fitri, sebagian masyarakat Kristen
juga turut berkunjung ke rumah masyarakat Muslim dengan saling bermaaf-
maafan. Sebaliknya, apabila masyarakat Kristen merayakan Hari Natal maka
masyarakat Muslim yang notabene sebagai mayoritas di kelurahan tersebut juga
menunjukkan sikap toleransi. Oleh karena itu, dengan adanya sikap toleransi
yang tertanam pada diri setiap individu dapat menciptakan Kelurahan Kingking
yang dihuni oleh banyak pemeluk agama ini tetap nyaman, aman, dan tentram.
PEMBAHASAN
Gambaran Umum Kelurahan Kingking Kecamatan Tuban
Tuban adalah salah satu kabupaten yang berada di wilayah Jawa Timur,
Tuban terletak pada jalur pantai Utara Pulau Jawa (Pantura) (Tim Penyusun,
2019). Kota ini yang di masyarakat umum dikenal sebagai Tuban Bumi Wali,
The Spirit of Harmony berdasarkan keputusan Bupati Nomor 188.24/203/
KTPS/414.012/2012. Keputusan ini tentu telah melewati pertimbangan yang
begitu matang, Tuban berani menyandang nama tersebut karena melihat jauh
ke belakang, yakni histori itu sendiri. Dalam sejarahnya, kabupaten ini memiliki
kultur keagamaan yang begitu panjang. Potensi Tuban sebagai kabupaten dengan
sejarah kewaliannya, pernyataan ini dapat diperkuat dengan bukti banyaknya
tinggalan maupun warisan, seperti makam para tokoh Islam, masjid kuno, dan
bangunan-bangunan dengan gaya Islami. Oleh karena itu, cita-cita Tuban ingin
menciptakan citra positif dengan mencanangkan sebagai Tuban Bumi Wali, The
Spirit of Harmony (Tim Penyusun, 2013).
Kabupaten ini meskipun telah menahbiskan diri sebagai Tuban Bumi
Wali, namun tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakatnya ada berbagai macam
HARMONI Januari - Juni 2023
Interaksi Sosial Antarumat Beragama di Kelurahan Kingking, Tuban 195
pemeluk agama dan berdiri berbagai macam tempat ibadah. Berdasarkan data
dari sensus penduduk, jumlah warga berdasarkan keyakinan yang dianut tahun
2019 bahwa yang beragama Islam sebanyak 1.289594 jiwa, sedangkan untuk
agama Protestan sebanyak 5930 jiwa, Katolik sebanyak 2.005 jiwa, Hindu sebanyak
84 Jiwa, Buddha sebanyak 465 jiwa, dan lainnya sebanyak 224 jiwa (Badan Pusat
Statistik, 2019). Adapun kecamatan dengan jumlah keragaman agama paling
banyak adalah di kecamatan Tuban dan Kecamatan Semanding dengan jumlah
agama dan penganut terbanyak, kedua kecamatan ini merupakan kecamatan
pusat pertumbuhan di Kabupaten Tuban.
Selain keberagaman agama dalam satu kelurahan yang menjadi daya tarik
tersendiri dari Kelurahan Kingking ini, khususnya masyarakat Tuban sendiri,
yakni berdiri dua tempat ibadah yang bersebelahan tepat. Fenomena tersebut
memang tidak hanya terjadi di Tuban saja, melainkan seperti di Jakarta Masjid
Istiqlal yang berdiri berdampingan dengan Gereja Katedral, di Malang Masjid
Agung Jami’ dengan GPIB Immanuel. Di Tuban sendiri, tepatnya di jantung kota
sebenarnya juga berdiri dua tempat ibadah yang berdampingan, yakni Masjid
Agung Tuban dan Klenteng Tjoe Ling Kiong, namun letak masing-masing masih
agak berjauhan. Masjid Agung yang terletak tepat di Barat Alun-alun sedangkan
Klenteng Tjoe Ling Kiong terletak tepat di Utara Alun-alun.
tersebut baru mendapat izin pada tahun 1985 oleh Soerati Moesram yang pada
waktu itu menjabat sebagai Bupati di Tuban (1980-195) (Soeparmo, 1983).
Pada waktu itu, suasana di sekitar lingkungan gereja memang masih belum
banyak penduduk yang bermukim. Di sebelah Utara Gereja Bethel Tabernakel itu
(sekarang masjid) berupa pekarangan yang digunakan oleh para nelayan untuk
memperbaiki perahu, yang kemudian juga dijadikan sebuah tempat ibadah,
yakni sebuah masjid. Peletakan batu pertama masjid pada tahun 1982 dan selesai
pembangunan pada tahun 1985 yang kemudian diresmikan pada 16 Agustus
1985 pada hari Jumat bertepatan dengan salat Jumat yang kemudian diberi nama
Masjid Baiturrahim. Pada awal pembangunannya bentuk masjid masih kecil dan
sangat sederhana, namun dalam perkembangannya masjid mengalami renovasi
hingga sekarang menjadi besar. Adapun tujuan utama dilakukan renovasi
tersebut tidak lain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat muslim sekitarnya,
di mana dulu masjid tersebut sudah tidak dapat menampung jamaah sehingga
dilakukan renovasi perluasan masjid.
Seperti yang telah dipaparkan di atas, di mana kelurahan ini dihuni oleh
banyak agama namun masyarakat di kelurahan ini hidup berdampingan dengan
rukun. Dapat hidup berdampingan tanpa memandang latar belakang agama
maupun budaya, sebenarnya berkaitan dengan konsep yang tertanam pada diri
setiap individu mengenai kemanusiaan dan kemajemukan serta yang utama,
yakni komunikasi. Perbedaan itu bukan untuk menjadi musuh maupun lawan,
namun perbedaan itu menjadikan indah. Kehadiran agama-agama di kelurahan
Kingking tersebut harus menjadikan lingkungan aman dan damai. Hidup di
dalam perbedaan itu harus bisa memahami dan menyadari.
Kasus lain yang terjadi, yakni pernah terjadi hari Natal dan hari raya
secara bersamaan yang jatuh pada hari Jumat. Jika melihat kondisi masjid
yang bersebelahan dengan gereja, maka tidak memungkinkan untuk
menyelenggarakan ibadah secara bersamaan. Fenomena tersebut tidak
menimbulkan konflik, namun dapat dikomunikasikan dengan mengambil jalan
tengah tanpa mendiskriminasi salah satu pihak. Jalan tengah yang dimaksud
adalah ibadah keduanya tetap dilaksanakan pada hari yang sama, namun hanya
berbeda waktu saja. Masyarakat muslim melaksanakan salat Idul Fitri pada pagi
hari, kemudian setelah selesai salat Idul Fitri masyarakat Kristen melakukan
ibadah. Oleh karena itu, kedua agama tersebut sama-sama bisa melaksanakan
ibadah di hari yang sama dengan nyaman. Dalam ruang lingkup keagamaan
memang keduanya sudah mengetahui jadwal beribadah satu sama lain sehingga
mereka sama-sama nyaman dalam melakukan ibadah tersebut.
kali mengadakan acara Tahlilan dalam rangka seperti acara peringatan 3 hari
kematian, 7 hari kematian, 40 hari kematian, 100 hari kematian hingga 1000 hari
kematian. Dalam acara ini masyarakat muslim tidak hanya mengundang sesama
muslim saja, akan tetapi mengundang para tetangga yang non-muslim untuk
datang menghadiri acara tasyakuran maupun tahlilan itu. Begitu pula dengan
non-muslim, ketika ada undangan acara tasyakuran maupun tahlilan, mereka
juga turut hadir dan sangat hikmat mengikuti rangkaian acara yang dilakukan.
Akan tetapi, tetap dengan kepercayaannya, dalam artian ikut menghadiri
tradisinya bukan mengikuti acara keagamaannya. Kemudian setelah baca doa
dan serangkaian acara selesai dilanjutkan dengan makan-makan yang telah
disiapkan oleh tuan rumah. Fenomena tersebut sudah biasa terjadi di kelurahan
Kingking, hal tersebut sebagai bentuk penghormatan dan menghargai sesama
tetangga (Huseno, 2022).
3. Interaksi dalam Idul Fitri dan Natal
Perayaan hari raya Idul Fitri di kelurahan tersebut menjadi tidak biasa
karena yang merayakan hari itu bukan hanya masyarakat muslim saja, namun
dari agama lain juga turut merayakan seperti agama Kristen. Kebersamaan
yang terjalin antara masyarakat muslim dengan Kristen tersebut terlihat bahwa
sebagian masyarakat Kristen juga turut berkunjung ke rumah masyarakat Muslim
dan mengucapkan selamat hari raya idul fitri serta saling bermaaf-maafan atas
kesalahan yang mungkin selama bertetangga ada salah kata atau perbuatan yang
tidak sengaja menyakiti. Selain itu, biasanya masyarakat Muslim juga berbagi
makanan kepada tetangga-tetangga yang non-muslim (Huseno, 2022).
Seperti halnya pada agama Islam, di agama Kristen juga terdapat hari
raya, yakni Hari Natal. Kata Natal itu sangat umum, namun apabila dikatakan
Hari Natal itu merupakan hari kelahiran Jesus (Roham, 2009). Masyarakat
Kingking yang beragama Kristen, biasanya juga merayakan Hari Natal yang
jatuh pada setiap 25 Desember dengan merayakan di Gereja. Perayaan hari
Natal di Kelurahan Kingking memang tidak seramai Hari Raya Idul Fitri, hal itu
HARMONI Januari - Juni 2023
Interaksi Sosial Antarumat Beragama di Kelurahan Kingking, Tuban 201
belakang agama maupun budaya. Selain itu, juga terdapat suatu kebiasaan
mendatangi atau bersilarurrahmi ke rumah orang yang hendak menunaikan
dan sepulang dari ibadah haji, tidak terkecuali orang-orang non-muslim juga
turut bersilaturahmi dengan tujuan ikut merasakan kebahagiaan dan memberi
doa. Sering kali orang non-muslim juga meminta agar didoakan ketika berada
di tanah suci agar kebaikan senantiasa menyertai, diberikan kesehatan, lancar
rezeki dan lain sebagainya (Huseno, 2022).
Interaksi sosial antar masyarakat itu tidak akan terjalin apabila tidak
adanya faktor-faktor yang mendorongnya, adapun faktor-faktor itu antara lain:
1. Ikatan Wilayah
dan tujuan yang sama, yakni untuk menyukseskan dan memeriahkan acara
perayaan tersebut. Kerja sama lainnya dalam bentuk kerja bakti dengan tujuan
untuk menjadikan desa tersebut bersih dan indah, sehingga menimbulkan rasa
nyaman dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Selain itu, tercermin dalam
bentuk kerja sama, yakni dalam kegiatan perekonomian yang di sekitar gereja
terdapat banyak sekali pohon pisang. Umat muslim ketika menjelang hari raya
membutuhkan daun pisang untuk keperluan hajatan, yakni tradisi brokohan
atau bancakan yang dilakukan disetiap menjelang hari raya, yang kemudian
masyarakat muslim dengan membeli daun pisang yang ada di Gereja. Fenomena
tersebut menggambarkan adanya suatu kerja sama yang dilakukan masyarakat
lintas agama.
2. Hubungan Baik antar Tokoh Agama
3. Pemerintah Daerah
SIMPULAN
umum, khususnya masyarakat Tuban, yakni berdirinya masjid dan gereja yang
letaknya bersebelahan tepat hanya dibatasi dengan satu tembok. Kedua tempat
ibadah tersebut, yakni Gereja Bethel Tabernakel dan Masjid Baiturrahim. Hal
itu merupakan suatu simbol toleransi kerukunan umat beragama yang ada di
Tuban, khususnya di Kelurahan Kingking. Masyarakat yang mengedepankan
sikap toleransi dan saling menghargai serta menghormati satu sama lain, namun
semua itu terjadi tidak lepas dari pembinaan FKUB (Forum Kerukunan Umat
Beragama), para tokoh agama maupun masyarakat, dan perangkat desa serta
Pemerintah Daerah.
4. Dalam kehidupan bermasyarakat di Kelurahan Kingking memperlihatkan
hubungan atau interaksi sosial itu selalu terjalin dengan baik. Hal ini terlihat
pada kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh masyarakat setempat, di
mana kegiatan tersebut semua pemeluk agama ikut andil di dalamnya tanpa
membeda-bedakan satu sama lain. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain, yakni
pada perayaan 17 Agustus dan Hari Jadi Tuban, dalam acara Tasyakuran dan
Tahlilan, Idul Fitri dan Natal, dan acara pernikahan, serta silaturahmi hendak
menunaikan ibadah Haji. Adapun faktor-faktor yang menjadikan terjalinnya
hubungan baik antar masyarakat di Kelurahan Kingking antara lain, yakni
ikatan wilayah, komunikasi antar para tokoh, dan pemerintah daerah. Itulah
yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat yang hidup di lingkungan dengan
segala perbedaan. Hidup dengan lingkungan yang aman, damai, tenteram, dan
nyaman serta hidup dengan bebas tanpa adanya paksaan dalam hal agama
maupun hal lainnya antara satu dengan yang lain.
DAFTAR ACUAN
Ahmad, D. (2008). Interaksi simbolik: Suatu pengantar. Mediator, 9.
Anang & Adang. (2013). Sosiologi untuk universitas. Bandung: Reflika Aditama.
Arifin, J. & J. (2019). Tuntunan manasik haji dan umrah. Yogyakarta: CV Istana
Agensi.
Aziz, M. (2014). Lasem kota Tiongkok cecil; interaksi Tionghoa, Arab, dan Jawa dalam
silang budaya pesisiran. Ombak.
Badan Pusat Statistik. (2019). Kabupaten Tuban dalam angka 2019. Tuban: Kantor
Statistik Kabupaten Tuban.
Burke, P. (2001). Sejarah dan teori sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Habibi, R. S. (2022, March 28). Personal interview dengan pengasuh Ponpes Ash-
Shomadiyah.
Hanik, U. (2019). Interaksi sosial masyarakat plural agama. Yogyakarta: Kutub.
Hartono. (2022, February 24). Personal interview dengan moden kelurahan Kingking.
Hosein Bahannan, H. (2002). Tuntunan ibadah ramadhan dan hari raya. Maktabah
Salaafy Press.
Huseno, I. A. (2022, February 22). Personal interview dengan tokoh agama Kristen dan
ketua Bamag.
Jamal, M. (2015). Paradigma penelitian kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Marpuah. (2019). Toleransi dan interaksi sosial antar pemeluk agama di Cigugur,
Kuningan. Jurnal Harmoni; Multicultural and Multireligious, 18.
Masduqi. (2022, February 2). Personal interview dengan ketua FKUB.
Maunah, B. (2016). Interaksi sosial anak di dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Surabaya: Jenggala Pustaka Utama.
Miyadi. (2022, February 15). Personal interview dengan tokoh masyarakat.
Pemerintah Kabupaten Tuban. (2017). Instrumen pendataan profil desa dan kelurahan.
Tuban: Dinas Pemberdayaan Masyarakat.
Rasimin. (2016). Toleransi dan kerukunan umat beragama di masyarakat
Randuacir. INJECT; Interdisciplinary Journal of Communication, 1.
Ridlo, A. (2020). Toleransi keagamaan masyarakat di desa Guwa Lor kecamatan
Kaliwedi kabupaten Cirebon. Jurnal Harmoni; Multicultural and
Multireligious, 19.