Biota,+juni 115-+123

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati, Vol.

5 (2): 115-123, Juni 2020


p-ISSN 2527-3221, e-ISSN 2527-323X, https://ojs.uajy.ac.id/index.php/biota
DOI: 10.24002/biota.v5i2.2946 URL terbitan

Variasi Morfologi Empat Spesies Jati ( Tectona Sp) di Asia Tenggara:


Potensi Pemuliaan Pohon dan Bioteknologinya

Morphology Variation Of Four Teak Species (Tectona Sp) In Southeast


Asia: The Potential Of Tree Breeding And Its Biotechnology
Mohamad Anis Fauzi1*, Tri Maria Hasna1, Dedi Setiadi1, Hamdan Adma Adinugraha1
1
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
Jl. Palagan Tentara Pelajar KM 15, Sleman, Yogyakarta, Indonesia
Email: [email protected] *Penulis Korespondensi

Abstract
Knowledge of teak plant morphological variations and their use for biotechnology and
breeding activities is still around one species, namely Tectona grandis. While other species
such as Tectona abludens, Tectona hamiltoniana and Tectona philiphinensis are not widely
known. The study was conducted to examine the character of several teak plant species by
taking leaf samples from three teak plant development sites in Java, namely Cepu and
Randublatung (Central Java), Nglambangan, Bojonegoro (East Java), and Ciamis (West
Java). For Tectona abludens species, leaf samples were taken in Yogyakarta Special Region,
namely in Dlingo, Bantul and Selang, Gunungkidul. Leaf samples of each type were taken 2
leaves (young leaves and old leaves) with 5 replications. As for the type of Tectona
philiphinensis, it is further studied based on information obtained from the Ministry of
Forestry of the Philippines. Meanwhile, the Tectona hamiltoniana type is equipped with
data and information from the Ministry of Forestry of Myanmar. Tectona grandis has a
morphology that is closer to Tectona abludens, while Tectona hamiltoniana and Tectona
phillipinensis have a distinctive morphology that is different from the others. Some of the
morphological characters of the four species have the opportunity to be used for teak tree
breeding, including stem straightness, adaptability in dry land and resistance to disease.

Keywords: morphological variation, tree breeding, biotechnology, species, Tectona sp

Abstrak
Pengetahuan mengenai variasi morfologi tanaman Jati dan pemanfaatannya untuk kegiatan
bioteknologi dan pemuliaan masih berkisar pada satu spesies saja yaitu Tectona grandis.
Sedangkan spesies lain seperti Tectona abludens, Tectona hamiltoniana dan Tectona
philiphinensis belum banyak diketahui. Penelitian dilakukan untuk mengkaji karakter
beberapa spesies tanaman jati dengan mengambil sampel daun di tiga lokasi pengembangan
tanaman Jati di Pulau Jawa yaitu Cepu dan Randublatung (Jawa Tengah), Nglambangan,
Bojonegoro (Jawa Timur), dan Ciamis (Jawa Barat). Untuk Spesies Tectona abludens
sampel daun diambil di Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu di Dlingo, Bantul dan Selang,
Gunungkidul. Sampel daun dari tiap jenis diambil 2 daun (daun muda dan daun tua)
dengan 5 ulangan. Sedangkan untuk jenis Tectona philiphinensis lebih dalam dipelajari
berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kementrian Kehutanan Philipina. Sementara
itu untuk jenis Tectona hamiltoniana dilengkapi dengan data dan informasi dari
Kementrian Kehutanan Myanmar. Tectona grandis memiliki morfologi yang lebih dekat
dengan Tectona abludens, sedangkan Tectona hamiltoniana dan Tectona phillipinensis
memiliki morfologi khas yang berbeda dengan lainnya. Beberapa karakter morfologis dari
keempat spesies tersebut berpeluang diamanfaatkan untuk kegiatan pemuliaan pohon Jati
antara lain kelurusan batang, kemampuan adaptasi di lahan kering dan ketahanan
terhadap penyakit.

Kata Kunci: variasi morfologi, pemuliaan pohon, bioteknologi, spesies, Tectona sp

Diterima: 10 Desember 2019, disetujui: 8 Maret 2020


Mohamad Anis Fauzi dkk.

Pendahuluan dilakukan pada jenis Tectona grandis saja.


Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji variasi
Tectona grandis memiliki sebaran alam morfologi dari empat spesies Jati yang ada di
yang luas tetapi terputus dari India, Myanmar, Asia Tenggara serta memberikan informasi
Laos, Kamboja dan Thailand. Sebaran jati di tentang potensi, dan peluang bioteknologi dan
Asia Tenggara mulai dari 73° - 103° BT dari pemuliaan pohonnya.
India melalui Myanmar ke Thailand dan Laos.
Sebaran alam jati yang tumbuh di India –
Metode Penelitian
Myanmar terletak pada 9° - 25° LU
(Sastrosumarto dan Suhaendi,1985). Di Penelitian ini dilakukan dengan
Indonesia jenis ini mengalami proses mengambil sampel daun untuk jenis Tectona
naturalisasi sehingga mampu tumbuh dengan grandis di Jawa Tengah (Cepu dan
baik dalam lingkungan tanah, iklim dan curah Randublatung), di Jawa Timur (Nglambangan
hujan yang ada. Jati di Indonesia pada awalnya Bojonegoro) dan Jawa Barat (Ciamis) masing-
tumbuh sebagian besar di Pulau Jawa, Pulau masing lokasi 10 pasang daun. Jenis Tectona
Madura, Pulau Kangean, Sulawesi Tenggara, hamiltoniana diambil dari Cepu dan
Pulau Muna dan Pulau Buton. Randublatung sebanyak 10 pasang dan koleksi
Saat ini tanaman Jati dikembangkan di bijinya diperoleh dari Ministry of Forestry of
berbagai wilayah di Indonesia antara lain di Myanmar, sedangkan untuk Tectona abludens
Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Sulawesi daun diambil dari pohon Desa Jatimulyo,
Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Dlingo Bantul masing-masing 10 pasang daun.
Barat-Timur, Maluku bahkan Papua. Secara Tectona philippinensis didapatkan
internasional jati sudah dikenal secara luas, informasinya dari Ministry of Forestry
karena kualitas kayunya, kegunaan, kelas awet Philipine karena di Indonesia belum ada yang
dan nilai ekonomi yang tinggi. Sehingga jenis melakukan penanaman jenis tersebut.
ini dikembangkan di luar sebaran alaminya Penelitian dilaksanakan ± 11 bulan
meliputi Indonesia, Malaysia, Bangladesh, (Februari 2015 - Januari 2016) dengan
Thailand, Afrika (Cote d'Ivore dan Nigeria) membandingkan morfologi daun keempat jenis
dan Amerika Selatan serta Amerika Tengah jati tersebut. Pengamatan dan penelitian
(Costa Rica, Trinidad, Tobago dan Brazil). dilakukan pada parameter morfologi daun
Tectona sp merupakan salah satu genus (bentuk daun, ukuran, pertulangan daun
yang menghasilkan kayu yang baik untuk primer, pertulangan daun sekunder, duduk
pertukangan dan kegunaan lainnya. Di dunia, daun, jumlah duduk daun, bentuk pinggir daun
genus Tectona terdapat 23 genera yang dan ciri khusus lain yang hanya dimiliki
sebagian besar tanaman tersebut menghasilkan spesies tersebut). Hasil pengamatan dan
kayu. Di Indonesia Jati (Tectona sp) penelitian didokumentasikan serta dicatat
diperkirakan telah dibudidayakan sejak 800 untuk diperbandingkan pada tiap parameter
tahun yang lalu (Midgley dkk., 2009) dan morfologi. Data mengenai biji, bunga, musim
mengalami proses naturalisasi sehingga pembungaan, bentuk batang, kulit batang dan
mampu tumbuh dengan baik pada iklim dan lainnya disertakan untuk melengkapi data
kondisi tanah setempat. pengamatan morfologi daun jati.
Indonesia mengelola hutan tanaman jati
seluas ± 1 juta ha, dimana luasan itu
merupakan 31% dari total seluruh luasan hutan Hasil dan Pembahasan
tanaman Jati yang ada di dunia yaitu 5,7 juta
ha (Bhat and Ma, 2004). Jati telah lama Morfologi dan sebaran Jati (Tectona
dikenal di Indonesia sejak jaman dahulu dan grandis)
dipergunakan kayunya untuk bahan rumah,
Pohon jati mampu tumbuh sampai
jembatan, kapal kayu dan perahu. Jati memiliki
mencapai tinggi 30-35 m pada tanah yang
peranan penting dalam kehidupan manusia
bersolum tebal dan subur. Jati menggugurkan
karena memiliki kekuatan, keawetan dan
daunnya pada musim kemarau untuk
mudah dalam pengerjaannya. Meskipun
mengurangi penguapan. Pohon jati memiliki
demikian, upaya pengelolaan, pemuliaan dan
tajuk membulat, batang silindris, tinggi batang
bioteknologinya lebih mendalam hanya

116 Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati, Vol. 5 (2), Juni 2020
Mohamad Anis Fauzi dkk.

bebas cabang antara 10-20 m, pada bagian itu, penduduk sekitar hutan juga sering dapat
batang sering beralur. Kulit batang memiliki memanen madu lebah dari hutan-hutan jati.
tebal 3 mm pada tanaman muda dan dapat Jati umumnya mulai berbunga umur 6 - 8
mencapai 0,5 – 0,7 cm pada tanaman tua, tahun setelah ditanam, tetapi pembungaan
berwarna coklat muda-keabuan. pertama bisa lebih awal, umur 3-4 tahun, dan
Kayu teras berwarna coklat muda – bisa juga lebih lambat, umur 20-25 tahun.
coklat tua atau coklat kemerahan, sedangkan Kebiasaan awal pembungaan menyebabkan
kayu gubal berwarna coklat muda keputihan berkembangnya percabangan menggarpu. Jati
atau putih kekuningan (Hardjodarsono, 1984). berbunga pada musim hujan. Awal
Daun tunggal, bertangkai pendek, memiliki pembungaan terjadi kira-kira satu bulan setelah
duduk daun berseling berhadapan, bentuk hujan pertama turun. Jati selalu berbunga
duduk daun elips-bulat telur, panjang daun setiap tahun, tetapi terjadi variasi besar dalam
antara 23-40 cm sedangkan lebar daun 11 – 21 intensitas pembungaan setiap tahunnya
cm. Daun yang masih muda (tunas) berwarna (Rachmawati et al, 2002). Waktu pembungaan
coklat kemerahan. Buah bertipe batu, bervariasi tergantung pada datangnya musim
memiliki bulu halus, inti tebal, memiliki 4 hujan. Awal Pembungaan di wilayah Asia
ruang biji (Steenis, 1978; Corner 1988 dalam Selatan dan Asia Tenggara biasanya terjadi
Hidayat, 1998). pada bulan Juni-Juli dan berlangsung sampai
Bunga jati bersifat majemuk yang dengan bulan Oktober-Desember (Kaosa-ard,
terbentuk dalam malai bunga (inflorescence) 1998).
yang tumbuh terminal di ujung atau tepi
cabang. Malai bunganya terdiri dari ratusan Morfologi dan sebaran Jati Kluwih (Tectona
bunga kecil, berwarna putih dan berbulu halus. abludens)
Bunga jati termasuk berumah satu, yaitu putik
Jati Kluwih tersebar dan ditemukan
dan benang sari berada dalam satu bunga
secara acak di hutan jati Pulau Jawa, terutama
(monoceous). Bunga jati berdiameter ± 1 cm
di daerah Desa Jati Mulyo Kecamatan Dlingo,
dan bersifat aktinomorfik, mahkota menyatu
Bantul dan Selang, Gunungkidul Yogyakarta.
sebanyak 6-7 helai. Bentuk bunga berkarang
Tectona abludens ditemukan oleh Santi dan
tersusun seperti anak payung menggarpu.
Rudjiman, sekitar tahun 1991 serta diajukan
Kelopak bunga berbentuk jentera corong
menjadi species baru genus Tectona. Hasil
dengan tabung pendek, berwarna putih, kadang
koleksi herbarium Tectona abludens yang
memiliki bentuk seperti bunga mawar (rose)
ditemukan di Dlingo dan Selang Yogyakarta
dan leher tidak berambut.
dibandingkan dengan koleksi genus Tectona
Putik tersusun dari bakal buah,
yang lain di Herbarium Kew London,Linnaean
memiliki empat buah bakal biji dan tangkai
Society Herbarium London, Herbarium Bogor
putik dengan kepala putik (stigma) yang
dan Herbarium Universitas Leiden Belanda.
bertiang. Tangkai putik dan benangsari
Informasi dari keempat tempat tersebut
(stamen) masing-masing memiliki panjang 6
dinyatakan, bahwa belum terdapat specimen
mm, diameter mahkota bunga 6 – 8 mm.
koleksi Tectona abludens seperti yang telah
Gugus-gugus bunga bunga jati merekah tak
ditemukan oleh Santi dan Rudjiman. Hal ini
lama setelah fajar.
mendorong Rudjiman, untuk mengusulkan
Masa penyerbukan bunga jati yang
hasil temuan spesies baru ini dengan usulan
terbaik terjadi di sekitar tengah hari, setiap
nama latin Tectona abludens.
bunga hidup hanya membuka selama satu hari.
Jati ini memiliki nama lokal Jati
Bila tidak terjadi pembuahan, bunga akan
Kluwih karena daunnya bergelombang
gugur pada sore hari atau keesokan paginya.
sehingga mirip dengan Kluwih (Artocarpus
Jenis penyerbukan pada jati merupakan
incise) atau Sukun (Artocarpus altilis). Pohon
penyerbukan silang (Kaosa-ard, 1998). Jati
Jati Kluwih di lapangan dapat mencapai
merupakan jenis yang penyerbukannya
ketinggian 10-20 m, tajuk cenderung
terutama dilakukan oleh serangga tetapi ada
bercabang banyak dan berbentuk payung
juga yang melalui angin. Penyerbukan bunga
membulat.
dilakukan oleh banyak serangga, tetapi
Batang berwarna coklat keputihan,
terutama oleh jenis-jenis lebah. Oleh karena
tebal kulit batang 0,8 - 1 cm, dan mengelupas

Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati, Vol. 5 (2), Juni 2020 117
Variasi Morfologi Empat Spesies Jati ( Tectona Sp) di Asia Tenggara

tipis. Batang kayu berbentuk membulat sampai perbedaan dengan Tectona grandis, antara
oval, dengan tinggi bebas cabang 4 – 7 m pada lain: bentuk daun, penampang pohon, bentuk
tinggi total 15 m. Daun jati kluwih pada bagian kulit kayu, panjang petiole, bentuk pinggir
pinggir daun berkelak-kelok atau daun, ukuran ovary dan bentuk epidermis
bergelombang sehingga tampak tidak rata. (Rudjiman, 1991).
Pada beberapa sampel daun yang diambil ada Sesuai hasil deskripsi morfologi dan
yang daunnya menjari menyerupai daun sukun dendrologi Rudjiman (1991) disimpulkan
atau kluwih. Permukaan daun lebih halus bila bahwa berdasarkan atas perbedaan bentuk
dibandingkan dengan daun jati umumnya. daun yang stabil pada Tectona abludens, jenis
Berdasarkan deskripsi yang dilakukan tersebut dibedakan menjadi dua varietas yaitu
oleh Santi dan Rudjiman, jenis Tectona Tectona abludens var. lacerate dan Tectona
abludens paling tidak memiliki beberapa abludens var. abludens.

Gambar 1. Bentuk daun dan bentuk tangkai daun Jati Kluwih (Tectona abludens)

Keberadaan Jati Kluwih ini ditemukan T.hamiltoniana biasanya tumbuh di hutan


dan diidentifikasi pertama kali oleh Santi dan bersama-sama dengan jenis tanaman Than
Rudjiman sebagai jenis jati yang memiliki (Terminalia olliverii) dan Acacia sp. Kegunaan
perbedaan dengan jati biasa (Tectona grandis). kayunya oleh masyarakat setempat sebagian
Sampai saat ini jenis ini belum dikembangkan besar untuk kayu energi (kayu bakar) (2009,
dalam skala penanaman yang luas, hanya Zaw Win pers.com). Keberadaan jenis ini
ditemukan tersebar pada daerah disekitar hutan sangat jarang dijumpai overlap dengan T.
jati. Jumlah pohon di habitat alam yang sangat grandis (Hedegart, 1978).
terbatas menyebabkan upaya konservasi Jati ini memiliki ciri berduduk daun
Tectona abludens perlu segera dilakukan. tiga, tidak seperti famili Lamiaceae lainnya
Berdasarkan pengamatan, paling tidak selain di yang memiliki dua pasang duduk daun
Dlingo dan Selang, Tectona abludens di tanam berselingan. Jenis ini mempunyai tiga daun
di Arboretum Pusbanghut Perhutani Cepu, pada setiap pasang duduk daunnya, berbatang
Wanagama UGM Gunungkidul dan Kampus lurus, tinggi bebas cabang yang tinggi dan
Instiper Maguwoharjo. mampu tumbuh di daerah kering.
Jati Dahat merupakan jenis yang
Morfologi dan sebaran Jati Dahat (Tectona menggugurkan daun, mempunyai ukuran
hamiltoniana) pohon yang sedang dengan ketinggian kurang
lebih 10-15 m dan mampu mencapai diameter
Tectona hamiltoniana merupakan jenis
kurang lebih 50-70 cm. Bagian ranting yang
jati yang secara alami terdapat di Myanmar
muda berbulu halus. Berbeda dengan T.
dengan sebaran sempit (Prosea,1994). Tumbuh
grandis yang memiliki bentuk cabang muda
sampai pada ketinggian 660 m dpl. Dikenal
bersegi empat, T. hamiltoniana bentuk cabang
dengan nama lokal Dahat teak, merupakan
mudanya bersegi 6-9 dengan kelopak buah
jenis yang toleran, mampu tumbuh di daerah
tidak menggembung (Tewari, 1992) Duduk
yang kering (curah hujan kurang dari 40
daun pada umumnya terdiri dari 3 helaian
inci/tahun) dan tidak subur bahkan pada lahan
daun, kadang terdiri dari 4 helaian daun
yang berbatu. Jenis jati ini merupakan
kadang bersilang berhadapan seperti pada T.
indigenous species yang memiliki sebaran di
grandis tetapi mempunyai ukuran yang lebih
Myanmar bagian tengah (daerah Yezin).
kecil. Ukuran helaian daun 10-20 cm, tangkai

118 Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati, Vol. 5 (2), Juni 2020
Mohamad Anis Fauzi dkk.

daun 1,5–2 cm. Bunga berukuran kecil 2,53 gram, berwarna coklat muda, berkulit ari
berwarna biru pucat atau putih. Ujung malai tipis dan berbulu halus pada buah bijinya.
bunganya berbulu halus (15-30 cm). Mahkota Kayu jenis ini memiliki penampakan yang
bunga berukuran 8 mm dan berbulu lebat pada berbeda dengan T.grandis. Kayu gubal
bagian leher (corolla throat). Periode berbunga berwarna putih kecoklatan atau putih pucat,
pada bulan Juni-Agustus. Buah masak setelah sedangkan kayu teras berwarna coklat muda.
musim dingin atau musim panas. Drupe Kayunya memiliki tekstur halus, keras dan
berukuran kecil (8 mm), terdiri dari 4 biji tanpa lingkaran tumbuh yang jelas. Kayunya lebih
rongga di bagian tengah, terbungkus rapat berat, keras dan padat dibandingkan dengan
dalam calyx yang berbulu halus (Hedegart, T.grandis. kayu jenis ini juga memiliki daya
1978). Memiliki biji yang kecil berdiameter 1 resistensi yang tinggi terhadap serangan jamur
– 1,5 mm dengan panjang biji antara 0,2 – 0,5 dan rayap (Hedegart, 1978).
cm. Berat benih T.hamiltoniana 100 butir =

A B

C D

Gambar 2. A) Pohon Tectona hamiltoniana di Yezin Myanmar; B dan C) Bentuk dan ukuran biji; D) duduk
daun.

Pengembangan Jati di Negara Morfologi dan sebaran Jati Philipina


Myanmar hanya terbatas di daerah tertentu, (Tectona philippinensis)
tidak ditanam diseluruh area pengembangan
Tectona philippinensis memiliki nama
tanaman jati, disebabkan karena
lokal yang bermacam-macam yaitu Philippine
T.hamiltoniana lebih cocok ditanam didaerah
teak (umum), Bunglas (Panay Bisaya) dan
yang kering, curah hujan yang rendah dan suhu
Malapangit (Tagalog) (Prosea,1994).
sekitar 32-35° C. Karena sifatnya ini,
T.philippinensis ini merupakan jenis endemik
penanaman dan perluasan areal T.hamiltoniana
lokal yang sebarannya hanya terdapat di
kurang berkembang dengan cepat. Kegiatan
Philippina, tersebar di Pulau Luzon dan Pulau
pengembangan yang dilakukan adalah lebih
Iling. Di Pulau Luzon terdapat di daerah Lobo
banyak kearah konservasi genetik pada jenis
dan San Juan, Propinsi Batangas, sedangkan
Tectona hamiltoniana .
di Pulau Iling ditemukan di daerah
Katayungan dan Baclayon Barangays,

Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati, Vol. 5 (2), Juni 2020 119
Variasi Morfologi Empat Spesies Jati ( Tectona Sp) di Asia Tenggara

Mindoro (Madulid, Agoo, & Caringal, 2008). Pohon relatif kecil dapat mencapai
Jati Philipina ini memiliki sebaran dari pantai tinggi sampai 15 m, diameter batang dapat
sampai hutan dataran rendah yang mencapai 50 cm (Castaneto and
mengandung tanah kapur. Pada hutan semi- Edmiston,2003) bentuk daun bulat telur
decidous (menggugurkan daun saat musim sampai bulat memanjang, dimensi daun
kering) tanaman ini mendominasi dan mampu panjang 8-13 cm sedang lebar 3-6 cm. Panjang
hidup berasosiasi dengan Terminalia tangkai 5-7 mm. Bunga memiliki panjang 8
polyalthia. Jenis tanaman lain yang berasosiasi mm dan berdiameter 10 mm, calyx berbentuk
dengan T.philippinensis yaitu Vitex parviflora, corong, mahkota bunga berwarna putih dan
Asam (Tamaricus indicus), Mangga berambut halus pada bagian corolla throat.
(Mangivera indica), Randu (Ceiba petandra), Buah Tectona philippinensis dibungkus oleh
Syzygium sp, Parkia Roxburgii dan Beringin calyx yang tidak menggelembung (Prosea,
(Ficus sp).(Madulid, Agoo and Caringal, 1994), drupe berukuran sekitar 8 mm.
2008). Kayunya digunakan untuk konstruksi
bangunan dan mebel.

Gambar 3. Morfologi daun Jati Philipina (T. philippinensis).


Di Pulau Iling kemungkinan jumlah mutu genetik tanaman melalui proses seleksi
jenis ini kurang dari 100 batang, sedangkan di dan persilangan dengan memanfaatkan potensi
Batangas Pulau Luzon T. Philippinensis lebih yang dimiliki suatu jenis atau individu pohon.
melimpah. Habitat jenis ini di Pulau Luzon Pemuliaan pohon bekerja dengan adanya
terfragmentasi dan keberadaannya semakin variasi/keragaman, sehingga dimungkinkan
terancam karena pembangunan infrastruktur untuk mendapatkan peningkatan genetik yang
yang sedang berjalan di daerah tersebut tinggi sesuai dengan daerah pengembangan
sedangkan di kedua daerah tempat asalnya (Leksono, 2001). Potensi yang dimiliki oleh
tidak dilindungi secara hukum. tanaman jati, merupakan modal dasar untuk
T.philippinensis yang tersisa semakin terancam mengembangkan program pemuliaan pohon.
keberadaannya karena kerusakan habitat, Potensi yang dimiliki tersebut berupa sebaran
konversi dan pengembangan lahan. Oleh alam dan ras lahan yang luas, varietas atau tipe
IUCN Tectona philippinensis ini memiliki penampilan jati yang berbeda maupun variasi
status membahayakan (EN= endangered) dari penampilan individu-individu pohonnya.
dalam kriteria B di tegakan alamnya. Program Apabila ketiga potensi tersebut digabungkan,
konservasi diperlukan untuk memapankan maka akan diperoleh keturunan atau benih
kembali jenis ini pada populasi alamnya yang unggul sesuai dengan yang diharapkan.
stabil, baik konservasi in situ maupun ex situ.
a. Luas sebaran alami jati
Potensi Pemuliaan Pohon dan Bioteknologi Jati memiliki sebaran alam yang cukup
luas mulai dari India, Myanmar, Laos,
Tujuan dari pemuliaan pohon hutan adalah
Kamboja dan Thailand (Keiding et.al, 1986).
untuk memodifikasi (meningkatkan) rata-rata
Di Asia Tenggara memiliki sebaran alami dari
penampilan fenotipe dari sifat yang bernilai
India melalui Burma dan Thailand pada 9º –
ekonomis tinggi (Finkeldey, 2005). Pemuliaan
25º LU (Sastrosumarto dan Suhaendi, 1985).
pohon merupakan upaya untuk meningkatkan
Kemudian jati menyebar di Indonesia dan

120 Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati, Vol. 5 (2), Juni 2020
Mohamad Anis Fauzi dkk.

mengalami proses naturalisasi di pulau Jawa warnanya keputih-putihan mengandung


selama ratusan tahun. Dari Jawa, jati ditanam banyak kapur CaCo3 (calcium biphosphat).
dan berkembang di pulau Kangenan, Madura, Kurang kuat dan kurang awet karena kayunya
Sulawesi Tenggara, pulau Buton, pulau Muna, mudah pecah bontos saat penebangan.
Bali dan NTT. Menurut batangnya dikenal pula yaitu: Jati Ri,
dengan bintik-bintik/bisul seperti duri, Jati
b. Keragaman Pohon Jati Pring, dengan gelang-gelang seperti buku-buku
Menurut Leksono (2001), program bambu, Jati Gembol, dengan adanya
pemuliaan jati dapat dilakukan dengan pembesaran batang abnormal yang mungkin
memanfaatkan secara optimal tiga level variasi disebabkan oleh suatu penyakit dan Jati
yang terdapat pada jati disebaran alamnya Keyong, berbisul kecil-kecil yang mengelupas
sebagai berikut: dan meninggalkan bekas lobang-lobang seperti
kerang.
b.1. Variasi interspesifik
Variasi jenis-jenis jati seperti tersebut di b.3. Variasi Individu Pohon
atas sering disebut dengan variasi interspesifik, Variasi antar individu ini disebut dengan
yaitu variasi yang disebabkan karena adanya variasi intra provenansi dan intra famili, yaitu
perbedaan kinerja antar spesies atau varietas variasi yang disebabkan karena adanya
sehingga dimungkinkan memperoleh suatu perbedaan performa diantara individu pohon.
species atau varietas yang memiliki potensi Materi yang diperoleh dari individu terbaik
tumbuh yang besar di suatu tapak dapat digunakan untuk program pemuliaan
pengembangan melalui uji species (species pohon tingkat lanjut, yaitu sebagai materi
trial). Keragaman jenis tersebut merupakan persilangan guna mendapatkan klonal unggul
modal dasar bagi pemuliaan untuk dengan kualitas genetik yang lebih tinggi dan
mendapatkan sifat-sifat unggul melalui karakteristik tertentu yang diinginkan.
persilangan. Persilangan antar spesies Meskipun populasi alam Jati sangat
merupakan salah satu cara yang digunakan penting untuk program pemuliaan, populasi
dalam meningkatkan keragaman genetik bahan tersebut mulai terancam keberadaannya.
pemuliaan. Keragaman tersebut nantinya akan Ukuran populasi (areal hutan jati) menurun
diseleksi untuk mendapatkan varietas yang drastis karena beberapa faktor antara lain alih
memiliki sifat unggul. Varietas bersifat unggul lahan untuk lahan pertanian, pemukiman, jalan
tersebut yang nantinya dapat dilepas sebagai dan lain-lain. Struktur genetik pada populasi
varietas unggul. yang tersisa juga terdegradasi dan
terfragmentasi karena pembalakan yang tidak
b.2.Variasi intraspesifik
terkontrol. Meskipun populasi pertanaman
Selain variasi antar spesies jati seperti
pada level awal seleksi mempunyai kontribusi
tersebut diatas, terdapat juga variasi
perolehan genetik (pertumbuhan) lebih besar
intraspesies. Variasi ini muncul karena adanya
dibandingkan dengan populasi alamnya,
perbedaan penampilan dan sifat-sifat yang
namun demikian populasi alam sangat penting
dimiliki suatu jenis pada tingkat provenan atau
untuk program seleksi dan breeding jangka
ras lahan. Didalam jenis T. grandis menurut
panjang (Kaosa-ard, 1998). Tegakan alam T.
Hardjodarsono (1997) terdapat perbedaan
grandis telah mengalami penurunan pada 50
berdasarkan sifat-sifat kayunya atau bentuk
tahun terakhir karena pembalakan liar dan lain-
pohonnya antara lain:
lain yang menyebabkan kerusakan hutan.
Jati Lengo/jati Malam, kalau diraba halus
Jumlah T. philippinensis hanya tersisa 4300
seperti berminyak (tectochinon), kayunya
spesimen hidup sedangkan spesimen T.
keras dan berat. Berwarna gelap, banyak
hamiltoniana dan T. abludens belum diketahui
berbercak dan bergaris. Jati Sungu, memiliki
namun keberadaannya terancam punah
kepadatan yang tinggi, kayu hitam (coklat
(Rivera,diakses 5 Agustus 2010 ).
gelap) dan berat. Jati Werut, kayunya keras
Di Indonesia, sebagian besar hutan alam
dan seratnya berombak. Jati Doreng, berkayu
jati telah dibudidayakan dan dikonversi
sangat keras dengan warna loreng-loreng hitam
menjadi hutan tanaman sejenis, akibatnya
menyala, sangat indah. Jati doreng lebih
struktur genetik populasinya menjadi lebih
disebabkan adanya unsur Si (Silica) yang
seragam (karena seleksi) daripada populasi
terserap dalam buluh kayu. Jati Kapur,

Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati, Vol. 5 (2), Juni 2020 121
Variasi Morfologi Empat Spesies Jati ( Tectona Sp) di Asia Tenggara

India dan Asia lainnya. Menurut Kartadikara Midgley, Stephen dkk., 2009, Pilihan-pilihan untuk
dalam Irwanto (2006) Observasi yang pengembangan industri kayu jati di
dilakukan pada T. grandis, di Indonesia Sulawesi Tenggara, Laporan Penelitian
menunjukkan bahwa dengan menggunakan 10 SADI-ACIAR no. Proyek
SMAR/2007/229, Canberra, Australia.
lokus alozim ditemukan bahwa jati di
Indonesia memiliki keragaman genetik yang Bhat,K.M. and Ok Ma,Hwan, 2004. Teak Growers
rendah dibanding jati India maupun Thailand. unites, Tropical Forest Update volume 14
Sehubungan dengan itu konservasi plasma no.1, ITTO( International Tropical Timber
nutfah jati serta pertukaran materi genetik Organization), Japan, Page 3-5.
untuk memperluas basis genetik dari negara Daryadi, L. 1959. Penyelidikan seleksi jati (Tectona
dengan sebaran alami jati menjadi hal yang grandis), Pengumuman No.70 Lembaga
sangat penting. Penelitian Hutan, Bogor.
FAO, 2001. Global forest resources assesement
Simpulan 2000,FAO Forestry Paper no.140, Food
and Agriculture Organization of the United
Tectona grandis memiliki Nation, Rome, Italy
morfologi yang lebih dekat dengan Finkeldey, R. 2005. An Introduction to Tropical
Tectona abludens, sedangkan Tectona Forest Genetics (In Indonesian). Bogor :
hamiltoniana dan Tectona phillipinensis Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
memiliki morfologi khas yang berbeda
Hardjodarsono. 1984. Jati, cetakan ke-4, Yayasan
dengan lainnya. Beberapa karakter Pembina Fakultas Kehutanan, Universitas
morfologis dari keempat spesies tersebut Gadjah Mada, Yogyakarta.
berpeluang dimanfaatkan untuk kegiatan
Hedegart, T. 1978. Data sheet species undergoing
pemuliaan pohon Jati antara lain kelurusan
genetic improverishment. In : Data sheet
batang, kemampuan adaptasi di lahan on Tectona philippinensis Benth. & Hook.
kering dan ketahanan terhadap penyakit. Forest Genetic Resources No 8
Website:http://www.fao.org/docrep/006/l7
530e/L7530E08.htm. Diakses tanggal 20
Ucapan Terima Kasih
Oktober 2010.
Terima kasih diucapkan kepada: Hedegart, T. 1978. Data sheet species undergoing
Puslitbang PERHUTANI Cepu; Prof. Dr. genetic improverishment. In : Data sheet
M. Naiem Fakultas Kehutanan UGM atas on Tectona hamiltoniana Wall. Forest
informasi mengenai pemuliaan Jati; Aris Genetic Resources No 8.
Website:http://www.fao.org/docrep/006/l7
Wibowo, S.Hut, MP (Puslitbang
530e/L7530E08.htm. Diakses tanggal 20
PERHUTANI) atas informasi dan data Oktober 2010.
mengenai varietas jati di Indonesia.
Hidayat, A.1998. Evaluasi Awal Uji Klon dari 121
pohon Plus Jati (Tectona grandis L.f.)
Daftar Pustaka dengan Okulasi, Tesis Pascasarjana,
Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta
Bhat, K.M and Ma, Hwan O., 2004, Teak growers (tidak diterbitkan).
unite!, ITTO Tropical Forest Update
Volume 14 No.1, Yokohama, Japan. Ko Ko Gyi, Mehm. 2009. Personal communication
with Mehm Ko Ko Gyi, Forestry
Castaneto, Y.T and Edmiston, Minda P.F, 2003. Department, Yangon Myanmar.
Response of Tectona philippinensis Benth.
& Hook (Philipine Teak) cutting to applied ----------------. 1991. In K.J. White. Proceedings of
mykovam and biocore, Philippine Journal the China/ESCAP/FAO Regional Seminar
of Science, vol 132 (2) December 2003 on Research and Development of Teak.
Madulid, D.A., Agoo, E.M.G. & Caringal, A.M. 19-27 March 1991
2008. Tectona philippinensis, The IUCN Kaosa-ard, A. 1998. Teak breeding and
Red List of Threatened Species 2008. Improvement Straregies. In : Teak for The

122 Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati, Vol. 5 (2), Juni 2020
Mohamad Anis Fauzi dkk.

Future, Proceeding of the Second Regional Pusat Penelitian dan Pengembangan


Seminar on Teak 29 Mei-3 Juni 1995, Hutan, Bogor.
Yangon, Myanmar. Thailand : FAO
Simatupang, Maruli H.,2000. Some Notes on
Regional Ofiice for Asia and The Pacific.
Origin and Establishment of Teak Forest
----------------, Suangtho V. and E.D. Kjaer. 1998. (Tectona grandis L.f.) in Java, Indonesia,
Experience from Tree Improvement of Prociding Third Regional Seminar on
Teak (Tectona grandis) in Thailand, Teak: Potentials and Opportunities in
Danida Forest Seed Center, Humlebaek, Marketing and Trade of Plantation Teak,
Denmark. Yogyakarta.
Kjaer, E.D., E.B. Lauridsen and H. Wellendorf. Singh, Gurcharan. 2004. Plant systematics: an
1995. Second evaluation of an integrated approach. USA : Science
International Series of Teak Provenance Publishers.
Trials, Danida Forest Seed Center,
Subramanian, K.N., A. Nicodemus and A.
Humlebaek, Denmark.
Radhamani. 1994.
Leksono, B. 2001. Workshop Nasional Jati 2001 Teak Improvement in India. Forest Genetic
Program Ilmu Kehutanan Universitas Resources Buletin No 22.
Sumatera Utara. Hotel Tiara, 4-6 V3965/E.Website:http://www.fao.org/docr
September 2001. Pentingnya Benih ep/006/v3965e/V3965E13.htm. Diakses
Unggul dalam Program Penanaman Jati tanggal 2 Desember 2010
dan Strategi Pencapaiannya.
Tewari, D.N. 1992. A Monograph on Teak
Palupi R. E. dan Murniati E. 1994. Studi (Tectona grandis L. f.). International Book
Pendahuluan Pembungaan Jati (Tectona Distributors.
grandis L.) dan Hubungannnya dengan
Tuntiwiwut, Manoonsak and Moonsarn, Suriyan.
Produksi Benih.
2000, A History of Teak Forestry in
Website:http://lppm.ipb.ac.id/ID/index.php
Thailand, Prociding Third Regional
?view=penelitian/hasilcari&status=buka
Seminar on Teak: Potentials and
&id_haslit=582.949++PAL++s.
Opportunities in Marketing and Trade of
Diakses tanggal 25 November 2010. Plantation Teak, Yogyakarta.
Prosea, 1994. Plant Resources of South-East Asia Madulid, D.A., Agoo, E.M.G. & Caringal, A.M.
5; (1) Timber trees: Major commercials 2008. Tectona philippinensis. In: IUCN
timbers, I.Soerianegara and R.H.M.J. 2010. IUCN Red List of Threatened
Lemmens (Editors), PROSEA Foundation, Species. Version 2010,.
Bogor, Indonesia, Page: 448-454. <www.iucnredlist.org>. Downloaded on
26 May 2010.
Rachmawati, H., Djoko Irianto dan Christian P.
Hansen. 2002. Tectona Grandis Linn. f. Win, Zaw. 2009. Personal communication with
Informasi Singkat Benih Nomor 15 Januari Zaw Win, Myanmar Forest Product and
2002. Direktorat Perbenihan Tanaman Timber Mercants Association, Myanmar
Hutan. Forestry Department.
Rivera, Eleena. Different Species of Teak Wood.
Website :www.ehow.com/teak-wood/.
Diakses tanggal 5 Agustus 2010.
Rudjiman,1991. New Species of Tectona, Prociding
of International Seminar, Page 171-175
Sastrosumarto, S. dan Hendi Suhaendi, 1985.
Tinjauan Mengenai Program Pemuliaan
Jati (Tectona grandis Linn.f) di Indonesia,

Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati, Vol. 5 (2), Juni 2020 123

You might also like