Analisis Konflik Pengelolaan Sumberdaya Alam Di Ka
Analisis Konflik Pengelolaan Sumberdaya Alam Di Ka
Analisis Konflik Pengelolaan Sumberdaya Alam Di Ka
net/publication/338962014
Article in Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat [JSKPM] · October 2018
DOI: 10.29244/jskpm.2.5.639-652
CITATIONS READS
0 2,456
2 authors, including:
Fredian Tonny
Bogor Agricultural University
37 PUBLICATIONS 203 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Fredian Tonny on 30 September 2020.
Analysis of Conflict Management of Natural Resources in the National Park Gede Pangrango
Mountain Area
ABSTRACT
Conflict can’t be separated from the activity of community life and both are integrated. Humans will make efforts in order
to fulfill their needs, including in terms of natural resources. Conservation areas or better known as the national park is
one of the areas most prone to conflict over natural resources. This study aimed to analyze reality of conflict, the factors
causing conflicts, the impact of conflict, the relationship of factors causing conflict with the intensity of emerging conflict
and the forms of conflict resolution in the park area. This research is a quantitative research was supported by qualitative
data with the instrument questionnaires and in-depth interview guide. The problem between farmers and the park is
caused by the change of status of Perhutani area into Gunung Gede Pangrango National Park. This transformation
changed rules of the people who initially worked on land in the region to be stalled. The conflicts natural resource issues
until 2016 increasingly complex due to intimidation received by farmers every year. In resolving conflicts, researchers
provide the idea of Community Based Conflict Management (CBCM) as a method of reducing conflict.
Keywords: Analysis of conflict, natural resources, national parks
ABSTRAK
Konflik tidak bisa dipisahkan dari aktivitas kehidupan bermasyarakat dan keduanya saling berintegrasi. Manusia akan
melakukan berbagai usaha agar kebutuhan hidupnya dapat tercukupi termasuk dalam hal sumberdaya alam. Kawasan
konservasi atau yang lebih dikenal dengan sebagai taman nasional merupakan salah satu daerah yang paling rawan terjadi
konflik sumberdaya alam. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis realitas konflik, faktor-faktor penyebab konflik,
hubungan faktor-faktor penyebab konflik dengan intensitas konflik emerging dan gagasan penyelesaian konflik di
kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif didukung oleh data
kualitatif dengan instrumen kuesioner dan panduan wawancara mendalam. Permasalahan antara petani penggarap dengan
pihak taman nasional disebabkan oleh adanya perubahan status kawasan Perhutani menjadi Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango. Perubahan ini merubah landasan pijak masyarakat yang awalnya menggarap lahan di kawasan menjadi
terhenti. Konflik permasalahan sumber daya alam hingga Tahun 2016 semakin kompleks akibat adanya intimidasi yang
diterima petani setiap tahunnya. Dalam menyelesaikan konflik, peneliti memberikan gagasan Manajemen Konflik
Berbasis Komunitas (CBCM) sebagai metode peredam konflik.
Kata Kunci: Analisis konflik, sumberdaya alam, taman nasional
yang saling bertentangan. Konflik adalah relasi sekitar hutan dapat terjadi karena selama ini
sosial antar aktor sosial yang ditandai oleh pembangunan kehutanan belum memperhatikan
pertentangan atau perselisihan dan kemarahan, baik kondisi sosial ekonomi masyarakat. Ketertinggalan
dinyatakan secara terbuka ataupun tidak, dalam dari segi ekonomi menyebabkan timbulnya sikap
rangka mencapai keinginan atau tujuan masing- bertahan dari masyarakat terhadap pihak luar yang
masing (Kinseng 2013). mengelola hutan.
Menurut Wulan et al. (2004), faktor utama penyebab Penutupan akses masyarakat, pemindahan
konflik di kawasan konservasi adalah penetapan permukiman, dan penegakan hukum merupakan
suatu kawasan konservasi yang biasanya dilakukan upaya pemenuhan ketentuan UU Nomor 5 Tahun
sepihak oleh pemerintah tanpa melibatkan 1990 (Dephut 1990) dan Peraturan Pemerintah
masyarakat, dan pihak-pihak terkait. Namun hal Nomor 68 Tahun 1998 (Dephut 1998) yang
tersebut dilakukan bukan tanpa alasan. menyatakan bahwa di dalam kawasan taman
Kekhawatiran akan semakin menurunnya fungsi nasional tidak dibenarkan adanya kegiatan-kegiatan
hutan yang lebih tinggi, dan dengan memperhatikan yang mengancam kelestarian kawasan. Keberadaan
keberlanjutan ekologi, ekonomi, dan sosial kawasan permukiman merupakan bentuk gangguan dan
hutan sebagai kawasan penyangga kehidupan, ancaman terhadap kelestarian kawasan sehingga
mendorong pemerintah mengambil kebijakan baru harus dikeluarkan dari dalam kawasan dan disertai
dengan mengubah status dan fungsi hutan pada pemindahan permukiman. Namun demikian,
kawasan Taman Nasional yang semula berfungsi alternatif solusi ini sangat berat untuk dilakukan
sebagai hutan produksi dan lindung menjadi karena untuk pelaksanaannya memerlukan
Kawasan Konservasi. pendanaan yang sangat besar dan kemungkinan
adanya resistensi yang besar dari masyarakat
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Marina dan
(Prabowo et al. 2010).
Dharmawan (2011), penyebab konflik kehutanan
yang terjadi di Taman Nasional Gunung Halimun- Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)
Salak disebabkan oleh empat sumber perbedaan, merupakan salah satu taman nasional di Indonesia.
yaitu: perbedaan persepsi, kepentingan, tata nilai, Kawasan TNGGP merupakan perwakilan hutan
dan akuan hak kepemilikan. Namun, permasalahan hujan tropis dataran tinggi dengan ketinggian 1000
utama dalam konflik di Taman Nasional Gunung meter hingga 3019 meter di atas permukaan laut.
Halimun-Salak terletak pada perbedaan dalam akuan Pengelolaan TNGGP dilaksanakan oleh Balai Besar
hak kepemilikan (klaim), terjadi ketika pihak taman Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BB
nasional menganggap bahwa kawasan Taman TNGGP) berdasarkan Keputusan Menteri
Nasional Gunung Halimun-Salak sebagai milik Kehutanan No.6186/Kpts-II/2003, Tanggal 10 Juni
negara karena tidak terbebani hak atas tanah, 2003. Kawasan TNGGP awalnya memiliki luas
sedangkan masyarakat adat menganggap bahwa 15196 ha, dan secara administratif terletak di tiga
kawasan Gunung Halimun adalah milik adat, karena wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Bogor
sudah diwariskan oleh leluhur untuk anak-cucu (4.514,73 ha), Kabupaten Sukabumi (6.781,98), dan
mereka. Kabupaten Cianjur (3.599,29 ha). Setelah adanya
perluasan kawasan maka luasnya menjadi 21975 ha
Dari Tahun 1997 sampai dengan Tahun 1999 konflik
sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan
di sektor kehutanan cenderung meningkat cukup
No.174/Kpts-II/tanggal 10 Juni 2003 (Karsodi
tajam. Jumlah konflik meningkat hampir empat kali
2007).
lipat pada Tahun 1999 dibandingkan dengan Tahun
1997. Pada Tahun 2000 jumlah konflik melonjak Sebelum dikelola oleh Balai Besar Taman Nasional
drastis sampai 153 kejadian. Angka ini mengalami Gunung Gede Pangrango, wilayah hutan dikelola
penurunan kembali pada Tahun 2001 dan 2002. oleh Perum Perhutani. Melimpahnya sumberdaya
Namun berdasarkan data sampai dengan bulan Juni alam khususnya lahan pertanian membuat
2003, jumlah konflik cenderung meningkat kembali masyarakat Desa Pasir Buncir mengandalkan
(Wulan et al. 2004). Konflik dengan masyarakat pertanian sebagai mata pencaharian dengan
sebanyak 2788 orang (76.25 persen) di bidang Kompleksitas aktor-aktor yang terlibat dalam
pertanian di sekitar kawasan TNGGP. Adanya pengelolaan sumberdaya alam di kawasan Taman
ketergantungan masyarakat petani di Kampung Nasional Gunung Gede Pangrango menyebabkan
Cipecang dengan menggunakan lahan yang termasuk banyaknya terjadi benturan-benturan yang dapat
dalam kawasan konservasi menimbulkan keresahan memicu terjadinya konflik dalam pengelolaan
bagi pengelola Taman Nasional Gunung Gede sumberdaya alam tersebut akibat penegakan yang
Pangrango pasca penetapan kawasan. Hal tersebut dilakukan pengelola taman nasional (Hidayah 2012).
dikarenakan didalam pengelolaan kawasan Manusia melakukan berbagai usaha dalam
konservasi masyarakat tidak diperbolehkan memenuhi kebutuhan dengan merealisasikan haknya
mengelola sumberdaya alam yang sesuai dengan yang merupakan bagian dari komunal, sering sekali
ketetapan UU Nomor 5 Tahun 1990 (Dephut). terjadi benturan-benturan antara pemenuhan hak-hak
Adanya ketetapan dalam perubahan kawasan tersebut. Benturan-benturan tersebut menimbulkan
menjadi area konservasi berdampak bagi masyarakat ketidakadilan dan memicu tumbuhnya konflik
yang berada di sekitar maupun di dalam kawasan antarmanusia (Marina dan Dharmawan 2011).
taman nasional. Realitas konflik menggambarkan proses konflik
melalui tindakan dan interaksi dari aktor-aktor yang
Menurut Mufrizal (2010), perubahan fungsi kawasan
ada, dengan masing-masing aktor tersebut secara
dari hutan lindung menjadi hutan konservasi dengan
terus menerus realitas dialami secara subjektif.
nama Taman Nasional menimbulkan berbagai
Konflik yang terjadi antara masyarakat khususnya
permasalahan sosial, ekonomi, dan membawa
petani dengan pengelola taman nasional bisa sering
konsekuensi yuridis dalam hal pengelolaannya. Hal
maupun tidak, sesuai dengan tingkat keterlibatannya
ini dikarenakan hampir tidak ditemukan landasan
dalam konflik melalui kegiatan yang dilakukan
pijak bagi masyarakat untuk bertahan mengelola
dalam mengupayakan hak atas penguasaan lahan
hutan yang mengakibatnya masyarakat sekitar
yang dimilikinya. Berdasarkan pemaparan tersebut,
merasa dirugikan. Berdasarkan penelitian
hal ini memunculkan pertanyaan, bagaimana
Agustinawati (2011) masyarakat Desa Pasir Buncir
realitas konflik sumberdaya alam yang terjadi di
hidup bergantung pada sumberdaya tersebut dengan
kawasan Taman Nasional Gunung Gede
mendapatkan penghasilan pendapatan rumah tangga
Pangrango?
sekitar 25.38 persen dari dalam kawasan TNGGP.
Adanya penghentian beraktivitas oleh pengelola Konflik sosial dapat dikonsepsikan sebagai
taman nasional berujung pada benturan antara hubungan sosial yang tidak harmonis sebagai
masyarakat dengan taman nasional yang konsekwensi dari perbedaan nilai, kepentingan dan
menimbulkan konflik. Sikap dan reaksi petani tindakan yang terdapat dalam masyarakat terkait
bermunculan hingga mencuat untuk dengan pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan
memperjuangkan lahan sumber penghidupannya. (Kausar 2010). Konflik dalam pemanfaatan lahan di
Adanya penguasaan tanah memunculkan perlawanan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
kepada pihak taman nasional agar masyarakat tetap terjadi karena adanya perbedaan pemahaman antara
dapat mengakses. Namun perlawanan yang masyarakat dengan pemerintah tentang peruntukan
dilayangkan tentu tidak hanya oleh pihak pemanfaat lahan dalam kawasan hutan. Apabila dibiarkan
(pengguna) yaitu petani, namun bisa jadi komunitas, begitu saja dengan ketidaksesuaian yang terus
pemerintah, swasta ikut terlibat sebagai akibat terjadi, maka akan ada bentuk konflik yang lebih
perluasan wilayah TNGGP yang mengambil hak atas besar. Berdasarkan pemaparan tersebut, hal ini
penguasaan tanahnya. Berdasarkan pemaparan yang memunculkan pertanyaan, faktor-faktor apa yang
telah dijabarkan, fenomena ini memunculkan suatu menyebabkan timbulnya konflik pengelolaan
pertanyaan yaitu bagaimana permasalahan konflik sumberdaya alam di kawasan Taman Nasional
yang terjadi dalam pengelolaan sumber daya Gunung Gede Pangrango?
alam di Taman Nasional Gunung Gede
Adanya pembentukan Taman Nasional Gunung
Pangrango?
Gede Pangrango menimbulkan konflik sosial. Hal ini
disebabkan masyarakat di sekitar taman nasional
ditutup aksesnya untuk memanfaatkan sumberdaya tujuan khusus penelitian adalah sebagai berikut:
alam yang ada didalamnya. Apabila ditutup, Menganalisis (1) realitas konflik pengelolaan
masyarakat sekitar khususnya petani menjadi sumberdaya alam yang terjadi pada di kawasan
kehilangan sumber penghasilan untuk mencukupi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (2)
kebutuhannya. Berdasarkan pemaparan tersebut, hal Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan
ini memunculkan pertanyaan, bagaimana dampak timbulnya konflik pengelolaan sumberdaya alam di
konflik yang dirasakan petani sebagai akibat kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
(3) Menganalisis dampak konflik yang dirasakan
konflik pengelolaan sumberdaya alam di
petani sebagai akibat konflik pengelolaan
kawasan Taman Nasional Gunung Gede
sumberdaya alam di kawasan Taman Nasional
Pangrango? Gunung Gede Pangrango (4) Menganalisis hubungan
Perbedaan permasalahan menimbulkan konflik faktor-faktor penyebab konflik dengan intensitas
antara petani dengan pihak Taman Nasional Gunung konflik emerging pada konflik sumberdaya alam di
Gede Pangrango semakin kompleks. Hal ini akan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
semakin bertambah apabila permasalahan tersebut (5) Menganalisis gagasan penyelesaian konflik
sebagai resolusi konflik di kawasan Taman Nasional
tidak mampu diselesaikan sehingga terjadi eskalasi
Gunung Gede Pangrango.
konflik yang semakin meningkat. Salah satunya, hal
ini didasari dengan tingkat keuntungan yang didapat PENDEKATAN TEORITIS
dari hasil sumberdaya alam yang berada di kawasan Konflik Sumberdaya Alam
taman nasional, sehingga petani intensif ikut serta
dalam berbagai kegiatan konflik untuk Fisher et al. (2001) berpendapat bahwa konflik
adalah hubungan antara dua pihak atau lebih
mengadvokasi lahan sumber penghidupannya agar
(individu atau kelompok) yang memiliki, atau
tidak direbut oleh pihak TNGGP. Berdasarkan
merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan.
pemaparan tersebut, maka pertanyaannya, Konflik menurut Fuad dan Maskanah (2000) yaitu
bagaimana hubungan faktor-faktor penyebab benturan yang terjadi antara dua pihak atau lebih
konflik dengan intensitas konflik emerging dalam yang disebabkan adanya perbedaan budaya, nilai,
konflik sumberdaya alam di kawasan Taman status, kekuasaan dan kelangkaan sumberdaya,
Nasional Gunung Gede Pangrango? dimana masing-masing pihak mempunyai
kepentingan yang sama terhadap sumberdaya.
Wulan et al. (2004) mengungkapkan penyelesaian
Sumberdaya alam merupakan salah satu potensi kuat
konflik merupakan suatu upaya atau inisiatif yang dalam menciptakan situasi konflik. Sumberdaya
dilakukan untuk mengatasi dan mencari jalan keluar alam memberikan penghidupan bagi pemanfaat
dari suatu peristiwa konflik. Inisiatif ini bisa datang dalam melakukan aktivitas maupun memperoleh
dari para pihak yang terlibat dalam konflik baik manfaat ekonomis untuk memenuhi kebutuhannya.
masyarakat (petani), pemerintah, ataupun Taman
Faktor-Faktor Penyebab Konflik
Nasional Gunung Gede Pangrango, sehingga
didalamnya terjadi negosiasi untuk mencapai Menurut Fuad dan Maskanah (2000) menjelaskan
kesepakatan yang menguntungkan bersama. Konflik konflik dapat dikelompokkan dan dianalisis dengan
yang muncul dalam pengelolaan sumberdaya alam menggunakan ruang-ruang konflik sebagai berikut
bukan untuk dihilangkan tetapi perlu dicarikan ini: (1) Konflik data. Terjadi ketika orang
solusinya (Kadir et al. 2013). Berdasarkan kekurangan informasi, mendapat informasi yang
pemaparan tersebut, hal ini memunculkan salah, tidak sepakat mengenai data yang relevan,
pertanyaan, bagaimana gagasan penyelesaian menterjemahkan informasi dengan cara yang
konflik sebagai resolusi konflik di kawasan berbeda. (2) Konflik kepentingan. Disebabkan oleh
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango? persaingan kepentingan yang dirasakan atau secara
nyata memang tidak bersesuai dengan yang
Tujuan umum dari penelitian adalah menganalisis
diinginkan. (3) Konflik hubungan antar manusia.
permasalahan permasalahan konflik yang terjadi
Terjadi karena adanya emosi-emosi negatif yang
dalam pengelolaan sumber daya alam di Taman
kuat, salah persepsi atau stereotype, salah
Nasional Gunung Gede Pangrango. Sedangkan
komunikasi atau tingkah laku negatif yang berulang
(repititif). (4) Konflik nilai. Disebabkan oleh sistem- penyelesaian konflik, yaitu: lumping it, avoidance or
sistem kepercayaan yang tidak bersesuaian, mungkin exit, coercion, negotiation, concilliation, mediation,
hal itu hanya dirasakan atau memang sesungguhnya arbitration, adjudication. Dari kedelapan prosedur
ada. (5) Konflik struktural. Terjadi ketika umum penyelesaian konflik di atas, hanya butir
ketimpangan untuk melakukan akses dan kontrol negoisasi, konsiliasi dan mediasi yang merupakan
terhadap sumberdaya. penyelesaian konflik di luar pengadilan yang
dipandang kondusif. Hal ini dikarenakan ketiganya
Aktor-Aktor dalam Konflik
mengandung unsur win-win solution yang sifatnya
Banyaknya aktor yang terlibat bukan berarti lebih langgeng.
distribusi dalam manfaat sumberdaya alam juga turut
banyak ataupun merata dengan baik. Oleh karena itu, Kerangka Pemikiran
konflik pun muncul dengan melibatkan banyak pihak Munculnya penetapan kawasan konservasi Taman
dari luar, baik untuk mempertahankan kepentingan Nasional Gunung Gede Pangrango menjadi pemicu
masing-masing ataupun untuk pendampingan utama penyebab konflik. Hal ini apabila dianalisis,
konflik. Oktaviana (2015) menyebutkan aktor-aktor konflik dapat disebabkan petani Kampung Cipecang
dalam konflik diantaranya: (1) Masyarakat Lokal (2) tidak diperkenankan untuk menggarap lahan di
Swasta (Private Sector) (3) Pemerintah/Negara kawasan TNGGP.
(State) (4) Kelembagaan Masyarakat. Faktor Penyebab
Konflik
Intensitas Konflik Intensitas
- Perbedaan data (X.1) Konflik
Menurut Fuad dan Maskanah (2000), konflik yang - Perbedaan
terjadi dapat berupa konflik latent, konflik emerging, kepentingan (X.2) Konflik
- Masalah hubungan Emerging (Y)
dan konflik manifest. Konflik latent dicirikan dengan
antar manusia (X.3)
adanya tekanan-tekanan yang belum terlihat - Masalah struktural
sehingga tidak muncul ke permukaan. Selain itu, (X.4)
biasanya ada pihak yang terlibat belum menyadari
adanya konflik. Konflik emerging adalah pihak- Gambar 1 Bagan Kerangka Berfikir
pihak yang terlibat dalam konflik mengakui adanya
perselisihan yang terjadi dengan konteks METODE PENELITIAN
permasalahan yang telah diketahui bersama secara
jelas, namun dalam penyelesaian masalahnya sendiri Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam
belum ada. Konflik manifest adalah pihak-pihak penelitian deskriptif dan penelitian penjelasan
terlibat secara aktif dalam konflik, dan melakukan (explanatory research). Penelitian deskriptif
adanya aksi tindakan yang menunjukkan pertikaian digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih
dalam memperjuangkan kepentingannya. Konflik ini mendalam mengenai kondisi sosial atau fakta suatu
bisa jadi pihak yang bertikai sudah mulai melakukan peristiwa di daerah tertentu. Penelitian ini
upaya penyelesaian. menggunakan pendekatan data kuantitatif dengan
didukung data kualitatif. Faktor-faktor penyebab
Dampak Konflik konflik dan intensitas konflik emerging akan diukur
Menurut Karlinda (2015) dampak konflik dapat secara kuantitatif. Penelitian ini dilakukan di
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti (1) Kampung Cipecang, Desa Pasir Buncir, Kecamatan
penurunan luas penguasaan lahan, (2) keresahan Caringin, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi
petani, (3) Persepsi negatif petani, (4) Kesadaran penelitian dilakukan secara sengaja (purposive).
petani dan (5) peningkatan kohesivitas kelompok.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini
Penyelesaian Konflik adalah data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh melalui penelitian langsung di lapangan
Mengutip Condliffe (1991) dalam Marina dan dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner.
Dharmawan (2011) mengenai resolusi konflik, Isi kuesioner ditujukan kepada petani penggarap
terdapat delapan prosedur umum dalam rangka Kampung Cipecang, Desa Pasir Buncir yang terlibat
dalam konflik dengan menggunakan teknik menjadi kecil. Rumus korelasi Rank Spearman
pendekatan kuantitatif untuk melihat penyebab ' ∑ )* +
adalah sebagai berikut: 𝑟# = 1 −
konflik dan intensitas konflik emerging. Wawancara ,(,+./)
melakukan aktivitas seperti biasanya dalam jauh sebelum taman nasional ada, sehingga pihak
menggarap lahan. TNGGP seharusnya tidak melarang mereka untuk
c. Aparat Desa Pasir Buncir melakukan aktivitas seperti biasanya dalam
Ketidaktahuan aparat desa mengenai konflik yang menggarap lahan. Pergantian kekuasaan dari
ada dikarenakan faktor kepengurusan desa yang Perhutani menjadi Taman Nasional berdasarkan
baru berganti pada Tahun 2013, sehingga mereka Keputusan Menteri Kehutanan No.6186/Kpts-
mengaku tidak mengetahu informasi sebelumnya. II/2003, di Tahun 2003 belum menyebabkan dampak
Namun pihak Pemerintah Desa Pasir Buncir bagi petani penggarap Kampung Cipecang karena
sering menjalin interaksi dan koordinasi dengan penegakan kebijakan pelarangan aktivitas di
Pihak Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. kawasan TNGGP belum berjalan.
Pihak TNGGP berkoordiansi dalam memberikan
3. Frekuensi dan Intensitas (Eskalasi) Konflik
sosialisasi di desa mengenai penanaman pohon.
Kegiatan sosialisasi tersebut baru dilakukan di Intensitas konflik emerging petani dalam penelitian
Kampung Lengkong saja. Sementara itu ini diukur berdasarkan pernah atau tidaknya
pemerintah sebelumnya menjalin kerja sama mendapatkan perlakuan intimidasi, jumlah perlakuan
intimidasi yang diterima, pernah atau tidaknya
dengan Pihak TNGGP dalam membantu
mengikuti pertemuan rapat dengan RMI, dan jumlah
masyarakat Kampung Wangung Jaya mengganti
pertemuan rapat dengan RMI yang diikuti.
alih profesi dari petani penggarap menjadi
peternak. Hal ini dilakukan karena untuk Tabel 1 Jumlah dan persentase responden menurut
menghindari konflik sehingga pihak TNGGP perlakuan intimidasi di Kampung Cipecang,
memberikan pekerjaan lapangan yang baru. Desa Pasir Buncir
Namun aparat desa mengaku kegiatan tersebut No Perlakuan Jumlah Persentase
belum sama sekali dilakukan di Kampung Intimidasi (orang) (%)
Cipecang. 1 Tidak Pernah 27 73.0
2 Pernah 10 27.0
d. Rimbawan Muda Indonesia
Total 37 100.0
RMI masuk ke Kampung Cipecang Tahun 2014
untuk membantu masyarakat dalam
mempertahankan lahan garapan petani dari Pihak Dari tabel 1 menunjukkan bahwa sebanyak 27 orang
TNGGP. RMI membuat rapat yang membahas (73 persen) tidak pernah mendapatkan perlakuan
mengenai kegiatan yang tidak diperbolehkan intimidasi sehingga tingkat perlakuan intimidasi
didalam kawasan konservasi seperti menebang tergolong rendah. Hal ini terjadi dikarenakan
pohon di wilayah yang bukan lahan garapannya, responden hanya mengetahui petugas TNGGP
arahan/motivasi untuk tetap menggarap dan datang dan melakukan intimidasi dari petani yang
melakukan pengukuran terhadap lahan yang berada dilapangan saja. Kemudian informasi tersebut
petani garap di kawasan Taman Nasional Gunung diberitahukan oleh petani lainnya dari satu ke petani
Gede Pangrango. Selain itu juga dilakukan lainnya.
pengukuran terhadap lahan petani untuk Berdasarkan tabel 2, jumlah perlakuan intimidasi
mengetahui luas lahan yang digarap dan tergolong dalam intensitas yang rendah. Hal ini
memberikan batas-batas antara petani dengan ditunjukkan dengan sebanyak 26 orang (70.3 persen)
petani lainnya. Hal ini untuk mencegah konflik sama sekali tidak pernah mendapatkan intimidasi.
internal antar petani penggarap. Kemudian sebanyak 18.9 persen menyatakan pernah
2. Sumber Konflik mendapatkan intimidasi sebanyak 1 kali. Sisanya
hanya berkisar dibawah 11 persen saja.
Petani penggarap dan pihak TNGGP terjadi
perselisihan dikarenakan perebutan SDA berupa
lahan pertanian dan perkebunan yang berada di
kawasan taman nasional. Petani penggarap
mengganggap wilayah tersebut merupakan
peninggalan nenek moyangnya secara turun-temurun
kejadian tersebut, beberapa petani menjadi resah Tabel 10 Hasil uji statistika Rank Spearman antara
saat akan melakukan panen atau mengambil kayu faktor penyebab konflik dengan
didalam lahan garapannya. Selain itu, beberapa intensitas konflik emerging
petani juga mengaku berhati-hati apabila berada Intensitas Konflik
di lahan apabila sedang bertani. Mereka takut jika Faktor Penyebab Emerging
petugas TNGGP datang kemudian Konflik Koefisien
Sig
mengintimidasi mereka karena masih menggarap korelasi
dilahan Taman Nasional Gunung Gede Perbedaan Data 379* 010
Pangrango. Perbedaan Kepentingan 465** 002
Masalah Hubungan 524** 000
b. Peningkatan Kohesivitas Kelompok Antar Manusia
Petani penggarap Kampung Cipecang yang resah Masalah Struktural 512** 001
dan takut karena adanya penangkapan salah satu
petani di lahannya sendiri menimbulkan dampak Peneliti menganalisis hubungan antara faktor-faktor
konflik yang positif bagi petani yakni penyebab konflik dengan intensitas konflik
peningkatan kohesivitas kelompok. Selain itu,
emerging. Berdasarkan hasil analisis, diketahui
akibat peneguran dan intimidasi yang dilakukan
bahwa terdapat hubungan yang sedang antara
petugas Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango menjadikan kohesitivas mereka perbedaan data dengan intensitas konflik emerging
semakin meningkat. Adanya pembicaraan dari sebesar 0.379. Petani penggarap menganggap adanya
satu petani ke petani lainnya mengenai kejadian perbedaan pemahaman yang berdasarkan informasi
tersebut yang ada dilapangan membuat petani yang berbeda. Mereka hanya mendapatkan informasi
lainnya menjadi merasa iba sehingga akan dari satu petani ke petani lainnya, sedangkan pihak
membantu rekannya apabila terjadi kejadian yang TNGGP tidak pernah datang untuk memberikan
serupa. Hal ini dibuktikan dengan saat terjadi sosialisasi. Selanjutnya, perbedaan kepentingan
penangkapan Pak SM, beberapa petani langsung terdapat hubungan kuat dengan intensitas konflik
datang untuk meminta melepaskan Pak SM emerging dengan hasil uji korelasi sebesar 0.465.
melalui protes keras dan aksi. Sementara itu, Petani menginginkan terus melakukan penggarapan
melalui rapat yang dilakukan oleh petani untuk menghidupi keluarganya sehari-hari,
penggarap Kampung Cipecang dengan RMI pada
sedangkan pihak TNGGP berjuang melakukan
Tahun 2014 hingga Tahun 2016, menjadikan
peningkatan solidaritas antar petani akibat adanya penutupan pada lahan garapan petani agar
persamaan nasib. kelestarian ekosistem dalam kawaasan konservasi
tetap terjaga. Pada masalah hubungan antar manusia
2. Hubungan Antara Faktor-Faktor Penyebab terdapat hubungan dengan intensitas konflik
Konflik dengan Intensitas Konflik Emerging emerging dengan hubungan nyata yang kuat sebesar
0.524. Masalah timbul akibat adanya cara
Peneliti ingin mengkaji hubungan variabel yang
komunikasi pihak TNGGP yang dianggap melukai
terdapat pada faktor penyebab konflik, sebagai asal
hati petani. Sementara itu, terdapat hubungan yang
mula timbulnya konflik antara petani penggarap
kuat antara masalah struktural dengan intensitas
Kampung Cipecang dengan pihak Taman Nasional
konflik emerging sebesar 0.512. Petani penggarap
Gunung Gede Pangrango terhadap intensitas konflik
Kampung Cipecang merasa bahwa mereka memiliki
emerging melalui uji statistik menggunakan aplikasi
kuasa untuk menggarap lahan di dalam kawasan
SPSS version 16. Variabel faktor penyebab konflik
TNGGP karena faktor sejarah.
sebagai variabel x yang diuji yakni perbedaan data,
perbedaan kepentingan, masalah hubungan antar 3. Gagasan Penyelesaian Konflik
manusia, dan masalah struktural. Sementara itu, Peneliti memberikan gagasan penyelesaian konflik
variabel y yakni intensitas konflik emerging. sebagai solusi untuk mengakhiri konflik antara
petani penggarap Kampung Cipecang dengan Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango yang sudah
berlangsung lama. Upaya penyelesaiaan konflik
belum dilaksanakan karena adanya perasaan curiga
dari masing-masing pihak sehingga apabila ingin Cipecang wacana penutupan akses tersebut dapat
melaksanakan pertemuan sulit terlaksana. Oleh menghilangkan lapangan pekerjaan dan penghasilan
karena itu, diperlukan pihak ketiga yang bersifat sehari-hari. Namun di sisi lain, pihak TNGGP
netral untuk dapat merealisasikan pertemuan yang bersikeras untuk tetap melakukan penutupan agar
dapat menyelesaikan konflik antar mereka sehingga ekosistem dalam kawasan tetap terjaga. Perebutan
diperlukan community based conflict manajement sumber daya alam di dalam kawasan TNGGP ini
(CBCM) atau manajemen konflik berbasis menimbulkan konflik emerging yang terjadi di
komunitas sebagai strategi dalam menyelesaikan berbagai pihak. Konflik permasalahan sumber daya
konflik yang terus berkelanjutan. Kegiatan yang ada alam hingga Tahun 2017 semakin kompleks akibat
dalam CBCM yakni mempertemuan antar pihak- adanya intimidasi yang diterima petani setiap
pihak yang berkonflik dan menggunakan forum tahunnya.
tersebut sebagai aktivitas yang secara nyata
Simpulan khusus dalam penelitian ini yaitu sebagai
membicarakan pokok permasalahan. Peneliti
berikut:
menawarkan pihak ketiga dapat melangsungkan
kegiatan di Aula Balai Desa Pasir Buncir sebagai 1. Aktor-aktor yang terlibat dalam konflik meliputi
lokasi yang strategis. petani penggarap Kampung Cipecang, pihak
TNGGP, aparat pemerintah Desa Pasir Buncir,
Kemudian, cara mediasi menjadi salah satu cara dan RMI. Kemudian, eskalasi konflik dimulai
dalam menyelesaikan konflik antara petani pada Tahun 2009 akibat pemberitahuan
penggarap Kampung Cipecang dengan pihak Taman pelarangan menggarap di kawasan TNGGP oleh
Nasional Gunung Gede Pangrango melalui adanya petugas taman nasional kepada petani penggarap
pihak ketiga. Kehadiran pihak ketiga sebagai Kampung Cipecang. Konflik terjadi akibat
mediator dalam mediasi ini diharapkan menjadi ketidakterimaan petani atas kebijakan yang
solusi untuk mempertemukan kedua pihak yang sulit merugikan mereka. Hal ini terus berlanjut hingga
dipertemukan akibat adanya rasa saling curiga. Pihak Tahun 2016, namun selama periode ini petani
ketiga yang dirumuskan dapat berasal dari lembaga selalu mendapatkan perlakuan intimidasi.
2. Faktor-faktor penyebab konflik yang terjadi di
swadaya masyarakat (LSM) Rimbawan Muda
kawasan Taman Nasional Gunung Gede
Indonesia, Pemerintah Desa Pasir Buncir, maupun Pangrango (TNGGP) disebabkan oleh empat
akademisi. Melalui metode CBCM dalam faktor, yaitu perbedaan data, perbedaan
pengelolaan konflik akibat perebutan sumber daya kepentingan, masalah hubungan antar manusia,
alam di kawasan TNGGP, diharapkan mampu dan masalah struktural. Pada perbedaan data,
mengakomodasikan berbagai kepentingan aktor petani penggarap tidak mengetahui informasi
sehingga terciptanya keselarasan antar pihak. mengenai waktu penetapan dan zonasi yang ada
dalam kawasan TNGGP sehingga memunculkan
SIMPULAN DAN SARAN konflik akibat kesalahan dalam pemahaman.
Simpulan Kemudian, perbedaan kepentingan antara petani
penggarap dengan pihak TNGGP memicu
Simpulan umum dalam penelitian ini adalah perebutan kekuasaan sumber daya alam akibat
permasalahan yang timbul antara petani penggarap perbedaan kebutuhan. Selanjutnya, masalah
dengan pihak Taman Nasional Gunung Gede hubungan antar manusia disebabkan oleh cara
Pangrango disebabkan oleh adanya perubahan status komunikasi yang salah oleh pihak TNGGP
kawasan Perhutani menjadi Taman Nasional Gunung kepada petani penggarap. Beberapa petani merasa
Gede Pangrango yang berdasarkan Keputusan di intimidasi untuk meninggalkan lahan garapan
Menteri Kehutanan No.6186/Kpts-II/2003. mereka. Adanya isu penangkapan salah satu
Perubahan ini merubah landasan pijak masyarakat petani oleh pihak TNGGP menimbulkan
yang awalnya menggarap lahan di kawasan menjadi kemarahan petani sehingga mempengaruhi petani
terhenti. Namun dampak kebijakan ini baru lainnya untuk ikut berselisih. Pada masalah
diberlakukan di Tahun 2009 semenjak petugas struktural disebabkan pembuatan kebijakan
TNGGP datang. Hal ini memicu pertenganan di dilakukan tanpa adanya koordinasi dan diskusi
kepada petani. Munculnya kebijakan pelarangan
berbagai pihak. Bagi petani penggarap Kampung
Pangrango (Studi Kasus di Desa Cinagara Ilham M. 2006. Analisa konflik pengelolaan
dan Desa Pasir Buncir, Kecamatan Caringin, sumberdaya alam masyarakat desa sekitar
Kabupaten Bogor, Jawa Barat). [Skripsi]. hutan (Kasus masyarakat Desa Curugbitung,
Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Dharmawan AH. 2006. Konflik-sosial dan resolusi Propinsi Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor [ID]:
konflik: Analisis sosiobudaya. Makalah Institut Pertanian Bogor.
Seminar dan Lokakarya Nasional Karlinda E. 2015. Konflik Perluasan Kawasan
Pengembangan Perkebunan Wilayah Konservasi Taman Nasional Gunung Gede
Perbatasan Kalimantan. [internet]. [diunduh Pangrango di Desa Wates Jaya, Kecamatan
pada 23 Januari 2017]. Tersedia pada: Cigombong, Kabupaten Bogor. [Skripsi].
http://mfile.narotama.ac.id/files/Umum/JUR Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.
NAL%20IPB/Konflik- Karsodi ERJ. 2007. Analisis konflik areal eks
Sosial%20dan%20Resolusi%20Konflik- tumpang sari Perum Perhutani di wilayah
%20Analisis%20Sosio- perluasan Taman Nasional Gunung Gede
Budaya%20(Dengan%20Fokus%20Perhatia Pangrango (Kasus di Dusun Gunung Putri,
n%20Kalimantan%20Barat).pdf Desa Sukatani, Resort Gunung Putri, Seksi
Dody. 2014. Resolusi Konflik Perambahan Hutan Konservasi Wilayah III Cianjur Taman
Taman Nasional Lore Lindu di Dongi-Dongi Nasional Gunung Gede Pangrango).
Provinsi Sulawesi Tengah. [Tesis]. [skripsi]. [Internet]. [diunduh tanggal 23
Yogyakarta [ID]: Universitas Gadjah Mada. Januari 2017]. Dapat diunduh dari:
[internet]. [diunduh pada: 5 Januari 2017]. http://repository.ipb.ac.id/handle/12345678
Tersedia pada: 9/49170.
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?m Kausar. 2010. Konflik Kepentingan Dibalik
od=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail Konservasi Studi Di Taman Nasional
&act=view&typ=html&buku_id=77269 Kerinci Seblat (TNKS) Provinsi Jambi.
Fisher S, Abdi DI, Ludin J, Smith R, Williams S. Jurnal Ekonomi Pertanian. 2 (1), 132-149.
2001. Mengelola Konflik: Keterampilan dan [internet]. [diunduh pada 1 Desember 2016].
Strategi Bertindak. Kartika Sari SN, Tapilatu Tersedia pada:
MD, Maharani R,Rini DN, penterjemah. http://ejournal.unri.ac.id/index.php/IJAE/art
Terjemahan. Jakarta [ID]: The British icle/viewFile/471/464
Council. Kinseng RA. 2013. Identifikasi Potensi, Analisis,
Fitriyah, Manar DG. 2011. Anatomi Konflik Sosial dan Resolusi Konflik. Dalam: Nikijuluw
Di Jawa Tengah: Studi Kasus Konflik VPH, Adrianto L, Januarini N, editor. Coral
Penistaan Agama di Temanggung. Jurnal Governance. Bogor [ID]: IPB Press.
Ilmu Politik. 2 (2), 1-13. [internet]. [diunduh Maharani S. 2008. Sikap Rasional Petani dan
pada 23 Janurari 2017]. Tersedia pada: Konflik Pemanfaatan Lahan Pertanian di
http:// Perdesaan (Studi Kasus Desa Cibatok Satu,
ejournal.undip.ac.id/index.php/politika/artic Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten
le/viewFile/4938/4477 Bogor, Provinsi Jawa Barat). [Skripsi].
Fuad F, Maskanah S. 2000. Inovasi Penyelesaian Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.
Sengketa Pengelolaan Sumberdaya Hutan. Mangindaan EE. 1999. Pertemuan Regional
Bogor [ID]: Pustaka LATIN. Pengelolaan Taman Nasional Kawasan
Hidayah A. 2012. Manajemen Konflik Pengelolaan Timur Indonesia. [internet]. [diunduh pada
Sumberdaya Hutan Berbasis Komunitas 23 Januari 2017]. Tersedia pada
(Studi Kasus: Konsep PHBM di KPH pdf.usaid.gov/pdf_docs/Pnach574.pdf
Randublatung, Kabupaten Blora, Provinsi Marina I, Dharmawan AH. 2011. Analisis Konflik
Jawa Tengah) [Skripsi]. Bogor [ID]: Institut Sumberdaya Hutan Di Kawasan Konservasi.
Pertanian Bogor. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi,
dan Ekologi Manusia. 5 (2): 90-96.