Artikel Etri Puji Rahayu
Artikel Etri Puji Rahayu
Artikel Etri Puji Rahayu
net/publication/340738655
Analisis Fitokimia Dari Ramuan Obat Tradisional Penurun Demam: Cabe Jawa
(Piper retrofractum. Vahl)
CITATIONS READS
0 6,183
3 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Analysis of drug using the under area curve method by ultraviolet spectrophotometry View project
All content following this page was uploaded by Harrizul Rivai on 18 April 2020.
ABSTRACT
Recipe of traditional Javanese chili medicine (Piper retrofractum. Vahl) have been
recommended in traditional medicine which has therapeutic effect for reduce fever with a dose of
2x3-4 grams/day. This study aims to analyze qualitatively and quantitatively the chemical compounds
contained in concoction of traditional Javanese chili medicine as a fever-lowering drug. The results
obtained from the qualitative test showed that in the formulation of traditional javanese chili as a
fever-lowering drug contains alkaloids compounds and essential oils. Quantitative tests of alkaloids
are determined by the gravimetric method, and steam distillation method for essential oils. The results
obtained from the quantitative test showed the total alkaloid content of concoction traditional
Javanese chili as a fever-lowering medicine was 1.28 %, the total essential oils in the traditional
remedy for Javanese chili as a fever-lowering drug of 0.1%. and obtained 61 components of essential
oils including them are compounds seskuiterpen as caryophyllene 11.76.
Keywords: Javanese chili, Piper retrofractum Vahl, Traditional medicine, Gravimetric, steam
distillations, GC-MS
ABSTRAK
Ramuan obat tradisional Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl) telah dianjurkan dalam
pengobatan tradisional yang memiliki efek terapi untuk obat penurun demam dengan dosis 2x3-4
gram/hari. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif senyawa kimia
yang terkandung dalam ramuan obat tradisional cabe jawa sebagai obat penurun demam. Hasil yang
diperoleh dari uji kualitatif menunjukkan bahwa dalam ramuan obat tradisional cabe jawa sebagai
obat penurun demam mengandung senyawa alkaloid dan minyak atsiri. Uji kuantitatif dari alkaloid
ditetapkan dengan metode gravimetri, serta metode destilasi uap untuk minyak atsiri. Hasil yang
diperoleh dari uji kuantitatif menunjukkan kadar alkaloid total dari ramuan obat tradisional cabe jawa
sebagai obat penurun demam sebesar 1,28 %, kadar minyak atsiri dalam ramuan obat tradisional cabe
jawa sebesar 0,1 %, dan didapatkan 61 komponen minyak atsiri diantaranya adalah senyawa
seskuiterpen seperti caryophyllene 11,76.
Kata kunci: Cabe Jawa, Piper retrofractum Vahl, Ramuan obat tradisional,Gravimetri,
Destilasi uap, GC-MS
1
merupakan suatu penyakit. Demam sering UV (CAMAG), plat KLT silika gel 60 F25,
ditandai dengan menggigil, naiknya suhu alat destilasi uap, alat GC-MS (QP2010
tubuh dan kemudian berkeringat dan turunnya ULTRA SHIMADZU).
suhu tubuh. Gejala sistemik seperti sakit
kepala, anoreksia, dan perilaku penyakit Bahan yang akan digunakan dalam
lainnya mungkin juga menyertai penelitian ini adalah simplisia Cabe Jawa
demam. Gejala-gejala ini disebabkan oleh efek yang dibeli di (PT. Temu Kencono) , air suling
sistemik produk mikroba dan sitokin pirogenik (H2O), (CV. Novalindo), etanol p (C2H5OH),
yang menyebabkan berbagai respon fase akut (EMSURE®), dan semua pelarut lain dibeli
dimediasi melalui sistem neuroendokrin dari Merck: Asam Sulfat pekat (H2SO4),
(Ogoina, 2014).
Timbal Asetat (Pb(C2H3O2)2) , Natrium
Berdasarkan hasil penelitian yang Hidroksida (NaOH), serbuk Magnesium (Mg),
dilakukan oleh Mulia et al. (2016), ekstraksi Asam Klorida (HCl), Kloroform (CHCl3),
Cabe Jawa menggunakan pelarut etanol 70 % Metanol (CH3OH), Benzen (C6H6), Asam
pada dua daerah yang berbeda didapatkan hasil Borat (H3BO3), Asam Oksalat (C2H2O4),
Daerah Pertama memiliki kandungan senyawa Serbuk Vanilin (C8H8O3), Eter Minyak Tanah ,
kimia alkaloid, steroid, flavonoid, tanin, dan Timbal (II) Asetat Pb(CH3COO)2, Natrium
saponin. Sedangkan Daerah Kedua memiliki Sulfat Anhidrat (NA2SO4), Sudan III
kandungan senyawa kimia alkaloid, steroid, (C22H16N4O).
flavonoid, dan saponin. Total senyawa fenolik
ekstrak Cabe Jawa yang berasal dari Daerah Prosedur
Pertama sebesar 26,719 mg GAE/g dan Penyiapan simplisia
Daerah Kedua sebesar 29,531 mg GAE/g. Serbuk Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl.)
Daerah Pertama memiliki aktivitas antioksidan dibeli di (PT. Temu Kencono) sebanyak 100
sebesar 288,037 μg/ mL. Daerah kedua gram.
memiliki aktivitas antioksidan sebesar 285,613
Identifikasi simplisia
μg/mL.
Identifikasi Cabe Jawa dilakukan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh berdasarkan Farmakope Herbal Indonesia
Krisnawan et al. (2017), Ekstrak Cabe Jawa Edisi I (Departemen Kesehatan Republik
dengan pelarut air mampu menghambat Indonesia, 2008) sebagai berikut :
Staphylococcus aureus dengan diameter 1. Pengujian makroskopik
penghambatan tertinggi sebesar 4,49 mm . Pengujian makroskopik dilakukan
Skrining fitokimia diujikan juga dalam dengan mengamati bentuk organoleptik
penelitannya sebagai landasan bagi perlakuan simplisia menggunakan panca indra
kadar setiap konsentrasi terhadap kekuatan
dengan mendeskripsikan bentuk, warna,
daya hambat ekstrak Cabe Jawa dimana
menunjukkan bahwa dalam ekstrak Cabe Jawa bau, dan rasa.
positif mengandung senyawa flavonoid dan 2. Pengujian mikroskopik
saponin. Kemudian dilakukan uji kuantitatif Pada pengujian mikroskopik,
menunjukkan kadar flavonoid pada ekstrak pengamatan ini dilakukan menggunakan
Cabe Jawa berkisar antara 37,031 ppm - mikroskop yaitu dengan cara letakkan
222,567 ppm. Kadar flavonoid tertinggi pada sampel diatas kaca objek kemudian
ekstrak Cabe Jawa pada yaitu 222,567 ppm. berikan sedikit tetesan air fluroglusin LP
Kadar flavonoid terendah pada ekstrak Cabe dan kloralhidrat LP lalu tutup dengan kaca
Jawa pada yaitu 37,031 ppm. penutup dan lihat dibawah mikroskop.
Metode Penelitian 3. Penetapan susut pengeringan
Timbang seksama 2 g simplisia dalam
Alat dan Bahan botol timbang dangkal bertutup yang
sebelumnya telah dipanaskan pada suhu
Alat-alat yang akan digunakan penetapan selama 30 menit dan telah
dalam penelitian ini adalah timbangan ditara. Ratakan bahan dalam botol timbang
analitik (Precisa), mikroskop (SMIC), lampu dengan menggoyangkan botol, hingga
2
lapisan setebal lebih kurang 5 sampai 10 kocok berkali-kali selama 6 jam pertama,
mm, masukkan dalam ruang pengering, biarkan selama 18 jam. Saring cepat untuk
buka tutupnya, keringkan pada suhu menghindari penguapan etanol, uapkan 20
menetap hingga bobot tetap. Sebelum mL filtrat hingga kering dalam cawan
pengeringan, biarkan botol dalam keadaan dangkal beralas datar yang telah
tertutup mendingin dalam eksikator hingga dipanaskan 105˚ dan ditara, panaskan sisa
suhu ruang. pada suhu 105˚ hingga bobot tetap. Hitung
4. Penetapan kadar abu total kadar dalam % sari larut etanol.
Timbang seksama 2 g bahan uji yang
telah dihaluskan dan masukkan ke dalam Pola kromatografi simplisia Cabe Jawa
krus silikat yang telah dipijar dan ditara. Pada pola kromatografi simplisia Cabe
Pijarkan perlahan-lahan hingga arang Jawa menggunakan fase gerak
habis, dinginkan dan timbang. Jika dengan diklorometan P-etil asetat P (30 :10), fase diam
cara ini arang tidak dapat hilang, silika gel 60 F254 deteksi UV254,
tambahkan air panas aduk, saring melalui menggunakan larutan pembanding piperin 0,1
% dalam etanol pereaksi. larutan uji 1 %
kertas saring bebas abu. Pijarkan kertas dalam etanol P, Volume penotolan dengan
saring beserta sisa penyaringan dalam krus cara totolkan 20 μl larutan uji dan 2 μL
yang sama. Masukkan filtrat ke dalam larutan pembanding. Penjenuhan Bejana :
krus, uapkan dan pijarkan hingga bobot Tempatkan kertas saring dalam bejana
tetap, timbang. Kadar abu total dihitung kromatografi. Tinggi kertas saring 18 cm dan
terhadap berat bahan yang telah lebarnya sama dengan lebar bejana. Masukan
dikeringkan di udara. sejumlah larutan pengembang kedalam bejana
5. Penetapan kadar abu tidak larut dalam kromatografi, hingga tingginya 0,5 sampai 1
asam cm dari dasar bejana. Tutup kedap dan biarkan
Didihkan abu yang telah diperoleh hingga kertas saring harus selalu tercelup
kedalam larutan pengembang pada dasar
pada penetapan kadar abu total dengan 25
bejana. Kecuali dinyatakan lain dalam masing-
mL asam klorida encer P selama 5 menit. masing monografi, prosedur KLT dilakukan
Kumpulkan bagian yang tidak larut dalam dalam bejana jenuh.
asam, saring melalui kertas saring bebas
abu, cuci dengan air panas, pijarkan dalam Larutan Uji Kromatografi Lapis Tipis :
krus hingga bobot tetap, timbang. Hitung Timbang seksama lebih kurang 2 g bahan uji,
kadar abu yang tidak larut dalam asam rendam sambil dikocok di diatas penangas air
terhadap bahan yang telah dikeringkan di dengan 10 mL pelarut yang sesuai selama 10
udara. menit. Masukan filtrat kedalam labu ukur 10
mL tambahkan pelarut sampai tanda.
6. Penetapan kadar sari larut air
Timbang seksama lebih kurang 5 g Prosedur Kromatografi Lapis Tipis : Totolkan
serbuk (4/18) yang telah dikeringkan di larutan uji dan larutan pembanding dengan
udara. Masukkan ke dalam labu, jarak 1,5 sampai 2 cm dari tepi bawah
bersumbat tambahkan 100 mL air jenuh lempeng, dan biarkan mengering. Tempatkan
kloroform, kocok berkali-kali selama 6 lempeng pada rak ke dalam bejana
jam pertama, biarkan selama 18 jam. kromatografi. Larutan pengembang dalam
Saring, uapkan 20 mL filtrat hingga bejana harus mencapai tepi bawah lapisan
kering dalam cawan dengan beralas datar penyerap, totolan jangan sampai terendam.
Letakan tutup bejana pada tempatnya dan
yang telah dipanaskan 105˚ hingga bobot
biarkan sistem hingga fase gerak merambat
tetap. Hitung kadar dalam % sari larut air. sampai batas jarak rambat. Keluarkan lempeng
7. Penetapan kadar sari larut etanol dan keringkan di udara, dan amati bercak
Timbang seksama lebih kurang 5 g dengan sinar tampak, ultraviolet gelombang
serbuk (4/18) yang setelah dikeringkan di panjang 254 nm. Ukur dan catat jarak tiap
udara. Masukkan ke dalam labu bercak dari titik penotolan serta catat panjang
bersumbat, tambahkan 100 mL etanol P, gelombang untuk tiap bercak yang diamati.
3
Tentukan harga Rf (Departemen Kesehatan 3. Uji Flavonoid
Republik Indonesia, 2008). Larutan percobaan
4
putih atau kuning yang larut metanol P maka jingga (Departemen Kesehatan Republik
ada kemungkinan terdapat alkaloid Indonesia, 1995).
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 8. Antrakuinon
1995). 2 mL ramuan tambahkan 5 mL asam sulfat
5. Uji saponin 2N, panaskan sebentar, dinginkan.
Cara percobaan pembuihan Tambahkan 10 mL benzena P kocok,
diamkan, Pisahkan lapisan benzena,
Masukan 5 mL ramuan yang diperiksa ke saring filtrat berwarna kuning,
dalam tabung reaksi, tambahkan 10 mL air menunjukan adanya antrakinon. Kocok
panas, dinginkan dan kemudian kocok kuat- lapisan benzena dengan 1 mL sampai 2
kuat selama 10 detik. (Jika zat yang diperiksa mL natrium hidroksida 2 N, diamkan,
berupa sediaan cair, encerkan 1mL sediaan lapisan air berwarna merah intensif dan
yang diperiksa dengan 10 mL air dan kocok lapisan benzena tidak berwarna.
kuat-kuat selama 10 menit, terbentuk buih
yang mantap selama tidak kurang dari 10 Analisis Kuantitatif
menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm. pada Setelah dilakukan analisis kualitatif pada
penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, buih ramuan Cabe Jawa, diperoleh kandungan
tidak hilang (Departemen Kesehatan kimia pada ramuan Cabe Jawa adalah alkaloid
Republik Indonesia, 1995). dan minyak atsiri . Langkah selanjutnya yaitu
analisis kuantitatif guna memperoleh nilai
6. Uji glikosida kadar dari masing-masing kandungan senyawa
Larutan percobaan tersebut.
Ramuan 3 mL dengan 30 mL campuran 7 1. Alkaloid
bagian volume etanol (95 %) P dan 3 bagian Timbang lebih kurang 2 gram filtrat
volume air dalam alat pendigin alir balik menggunakan 100 mL metanol P dan 10 mL
selama 10 menit, dinginkan, saring. Pada 20 amoniak P, panaskan diatas penangas air
mL filtrat tambahkan 25 mL air dan 25 mL selama 30 menit, saring. Ulangi 2 kali
timbal (II) asetat 0,4 M, kocok diamkan penyarian menggunakan jenis dan jumlah
selama 5 menit, saring. Sari filtrate 3 kali, tiap pelarut yang sama. Tambahkan 50 mL asam
kali dengan 20 mL campuran 3 bagian klorida 1N LP dan kumpulkan filtrate, uapkan
kloroform P dan 2 bagian volume isopopanol hingga volume kurang lebih 25 mL, saring ke
P. Pada kumpulan sari tambahkan natrium dalam corong pisah. Basahkan filtrate dengan
sulfat anhidrat P, saring dan uapkan pada suhu amoniak P sampai pH ± 10 menggunakan pH
tidak lebih dari 50º. Larutkan sisa dengan 2 indicator, sari 3 kali dengan 25 mL kloroform
mL metanol P. P. Kumpulkan dan uapkan fase kloroform
Cara percobaan pada suhu 50ºC, kemudian keringkan pada
a. Uapkan 0,1 mL larutan percobaan diatas suhu 100ºC hingga bobot tetap. Hitung sisa
penangas air, larutkan sisa dalam 5 mL pengeringan sebagai alkaloid total (
asam asetat anhidrat P. Tambahkan 10 Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
tetes asam sulfat P terjadi warna biru atau 2008).
hijau, menunjukan adanya glikosida 2. Minyak atsiri
(reaksi Lieberman burchard). Masukkan ramuan Cabe Jawa yang telah
b. Masukan 0,1 mL laruran percobaan dalam dibuat sebanyak 100 mL, masukkan kedalam
tabung reaksi, uapkan di atas penangas labu alas bulat 1 L, pasang alat Destilasi,
air. Pada sisa tambahkan 2 ml air dan 5 panaskan dengan tangas udara, sehingga
tetes Molish LP. Tambahkan hati-hati 2 penyulingan berlangsung dengan lambat tetapi
mL asam sulfat P, terbentuk cincin teratur. Setelah penyulingan selesai, biarkan
berwarna ungu pada batas cairan, selama tidak kurang dari 15 menit, catat
menunjukan adanya ikatan gula (reaksi volume minyak atsiri. Kadar minyak atsiri
Molish) (Departemen Kesehatan dihitung dalam % v/v (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 1995). Republik Indonesia, 2008). Uji lanjut dengan
7. Minyak atsiri alat GC-MS.
Pada 2 tetes ramuan tambahkan 2 tetes
sudan III diatas kaca objek terbentuk warna
5
7. Rata-rata kadar sari larut air simplisia
Hasil Dan Pembahasan Cabe Jawa adalah 6,2358 0,6572 %.
8. Rata-rata kadar sari larut etanol simplisia
Hasil Cabe Jawa adalah 12,7544 0,0882 %
Sebelum dibuat ramuan obat tradisional
dilakukan standarisasi simplisia dengan hasil • Hasil Analisis Kualitatif Ramuan obat
sebagai berikut: tradisional Cabe Jawa
1. Gambaran Makroskopis berupa bentuk: Analisis kualitatif ramuan obat
serbuk, warna: kecoklatan, bau: khas, rasa: tradisional Cabe Jawa mengandung senyawa
sedikit pedas. Alkaloid dan Minyak atsiri (Tabel 1.).
2. Gambaran mikroskopis berupa jaringan
epikarp, jaringan endosperm, sel butir • Hasil Analisis Kuantitatif Ramuan obat
amilum, jaringan mesokarp, sel batu. tradisional Cabe Jawa
3. Pola kromatografi lapis tipis dari simplisia 1. Kadar rata rata alkaloid total dari ramuan
Cabe Jawa dengan Rf1= 0,72 , Rf2 = 0,78, obat tradisional Cabe Jawa adalah 1, 28 %
Rf3 = 0,85, Rf4= 0,92 dan Rf pembanding= b/v (Tabel II.).
0,78. 2. Kadar minyak atsiri total dari ramuan obat
4. Rata-rata susut pengeringan dari simplisia tradisonal Cabe Jawa adalah 0,1 % v/v
Cabe Jawa adalah 4,8889 0,3205 %. (Tabel II.).
5. Rata-rata kadar abu total simplisia Cabe 3. Didapatkan Komponen minyak atsiri dalam
ramuan obat tradisional Cabe jawa sebesar
Jawa adalah 3,9957 0,0060 %.
4. 61 komponen diantara nya adalah senyawa
6. Rata-rata kadar abu tidak larut asam
caryophylene 11,76 (Gambar I, Tabel III. ).
simplisia Cabe Jawa adalah 1, 5003
0,0042 %.
6
Tabel III. Komponen minyak atsiri dari 57. 1,55 Tetrametyl
ramuan obat tradisional Cabe Jawa sebagai 58. 1,60 Caryophylen oxide
59. 2,29 2buten-1one
obat penurun demam. 1,96
60. 2h-pyran-3ol,tetrahydro
61. 2,15 Sikloheptan-4metilen1-metil
1. 2,86 Bicyclo
2. 3,77 Cis-ocimine
3. 1,85 Camphene
4. 4,23 Sabinene
5. 2,96 2-Beta-Pinene
6. 1,78 Delta-3-carene
7. 3,37 Alpha-trpinene
8. 1,67 Benzene
9. 2,63 Di-limonene
10. 4,17 1,3,6-octariene
11. 1,36 Gamma-terpinene
12. 1,93 Trans-sabinene hydrate
13. 1,76 Alfa-terpinene
14. 1,41 l-linalool
Gambar I. Kromatogram GC-MS minyak
15. 1,42 Cis-beta-terpineol atsiri ramuan obat tradisional Cabe Jawa
16. 1,60 Bicyclo 3,1,1-heptan-3-ol
17. 1,67 3-cyclohexen-1-ol Pembahasan
18. 2,08 Benzene metanol
19. 1,89 Delta-elemene Pada penelitian telah dilakukan analisis
20. 2,01 Alpha-cubebene fitokimia dari Cabe Jawa sebagai ramuan obat
21. 2,22 Longifolene tradisional penurun demam yang dibeli di PT.
22. 1,77 Copaene Temu Kencono ,sebelum dibuat ramuan obat
23. 1,87 Cinamaldehide
24. 2,89 Benzene-1metoksi
tradisional, dilakukan standarisasi simplisia
25. 2,33 Delta-elemene yang bertujuan untuk mendapatkan simplisia
26. 1,79 Alpha-cubene yang bermutu baik dan yang memenuhi
27. 4,15 Longifolene (v4) standarisasi Farmakope Herbal Indonesia
28. 5,29 Naphtalene (2008) yaitu meliputi uji makroskopis,
29. 3,54 Byclicol-undec mikroskopis, susut pengeringan, kadar abu
30. 3,46 Byclicol-nonane
31. 11,76 Caryophylene
total, kadar abu tidak larut asam, kadar sari
32. 0,10 Trans-caryopylen larut air, sari larut etanol dan pola
33. 2,89 Delta-cadinene kromatografi lapis tipis. Gambaran
34. 4,17 di-limonene makroskopis pada Simplisia Cabe Jawa, hasil
35. 2,96 Beta-pinene yang didapat meliputi bentuk: serbuk, warna:
36. 4,07 p-menth-1-en-ol kecoklatan, bau: khas, rasa: sedikit pedas.
37. 2,65 1r-3z-,9s trimetil
38. 0,64 1,6,10-dodecatriene
Gambaran mikroskopis, hasil yang didapat
39. 1,33 Alpha-caryophylene yaitu epikarp, endokarp, endosperm, sel batu,
40. 1,56 Naphtalene sel butir amilum, jaringan mesokarp.
41. 2,15 Alpha-cubebene
42. 1,33 Germacrene D Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan
43. 2,37 Sikloheptan salah satu metode analisis kualitatif dengan
45. 2,89 Alpha-amorphene cara memisahkan komponen-komponen
46. 1,23 Sikloheksen
2,21
sampel berdasarkan perbedaan kepolaran
47. Delta-cadinene
48. 2,04 1s-cis-calamenene dengan tujuan untuk menentukan banyaknya
49. 2,92 Naphtalene komponen senyawa tersebut. Pada percobaan
50. 1,72 Alpha-calacorene ini digunakan plat silika gel 60 F254 yang
51. 2,07 Caryophylene ocide bersifat polar sebagai fase diam. Fase gerak
52. 2,43 Epi-bicyclosesquiphellandrene
akan bergerak melalui fase diam dan
53. 1,88 Humelene oxide
1,92
membawa komponen-komponen dengan
54. 1h-cycloprop
55. 1,88 Tetracyclo kecepatan yang berbeda untuk komponen yang
56. 2,20 1-napthahalenol berbeda. Fase gerak yang digunakan adalah
7
Diklorometan- etil asetat dengan perbandingan organik maupun anorganik yang diperoleh
30:10. Kemudian dilakukan penotolan sampel secara internal maupun eksternal.
pada plat KLT dan dimasukkan dalam Pengujian kadar abu tidak larut asam
chamber yang berisi fase gerak. Sebelum didapatkan rata-rata sebesar 1,5003 0,0042
dilakukan pemisahan, plat KLT diberi tanda % kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk
terlebih dahulu yaitu tanda batas bawah dan mengetahui jumlah abu yang diperoleh dari
batas atas dengan pensil. faktor eksternal, bersumber dari pasir atau
tanah silikat (Deperteman Kesehatan Republik
Fase gerak terlebih dahulu dijenuhkan Indonesia 2008). Penetapan kadar sari larut air
dengan menutup rapat chamber dengan tujuan dan etanol dilakukan untuk memberikan
agar eluen dalam chamber jenuh dengan uap gambaran awal jumlah senyawa yang dapat
pelarut, penjenuhan udara dalam chamber tersari dengan pelarut air dan etanol dari suatu
dengan uap dapat mencegah penguapan simplisia (Deperteman Kesehatan Republik
pelarut. Setelah chamber jenuh, maka plat Indonesia 2008), dari hasil pengujian
KLT yang sudah ditotolkan dengan sampel menujukkan kadar senyawa yang larut dalam
dimasukkan ke dalam chamber. Senyawa akan air sebesar 6, 2358 0, 672 % dan kadar
bergerak pada plat seperti bergeraknya pelarut, senyawa larut etanol sebesar 12,7544 0,0882
setelah itu terbentuk beberapa spot noda %.
karena sampel akan ikut berinteraksi dengan Setelah dilakukan standarisasi Simplisia
silika yang ada pada lempengan. Selanjutnya yang telah sesuai dengan Farmakope Herbal
noda dideteksi dibawah sinar UV pada Indonesia (2008). Maka simplisia dari Cabe
gelombang 254 nm dan diperoleh 4 noda dan 1 Jawa sudah dapat dijadikan ramuan obat
noda pembanding, pembanding yang tradisional, ramuan obat tradisional Cabe Jawa
digunakan adalah piperin yang berarti terdapat yang digunakan sebagai obat penurun demam
4 senyawa kimia yang terbawa oleh fase gerak dibuat dengan cara: Cabe Jawa yang telah
yang masing-masing memiliki nilai Rf1= 0,72 halus dan kering seperti simplisia, di timbang
Rf2 = 0,78 Rf3 = 0,85 Rf4 = 0,92 dan 1 senyawa sebanyak 3,5 gram tambahkan 100 ml air
pembanding, nilai Rf pembanding = 0,78 . mendidih aduk hingga merata dengan batang
Senyawa yang memiliki nilai Rf yang lebih pengaduk, kemudian di saring.
besar, berarti mempunyai kepolaran yang Setelah dibuat ramuan obat tradisional,
rendah. Hal tersebut dikarenakan fase diam kemudian dilakukan analisa kandungan
bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan senyawa kimia dengan metode skrining
tertahan kuat pada fase diam, sehingga fitokimia diantaranya adalah: pertama uji
menghasilkan nilai Rf yang rendah, fenol, dengan penambahan 2 tetes larutan
Standarisasi simplisia dilanjutkan dengan vanilin dan 2 tetes hcl P senyawa yang
Pengujian susut pengeringan Simplisia buah mengandung turunan fenol akan berwarna
merah intensif, tetapi hasil yang didapatkan
Cabe Jawa didapatkan rata-rata 4,8889
berwarna putih, kedua uji tanin, senyawa yang
0,3205 % ini menunjukkan bahwa susut
mengandung tanin akan berwarna hijau atau
pengeringan telah memenuhi standarisasi yang
biru sampai hitam dengan penambahan 2 tetes
terdapat dalam Farmakope Herbal Indonesia
besi (III) amonium sulfat, hasil yang
(2008) dimana nilai susut pengeringan tidak
didapatkan berwarna kuning, ketiga uji
lebih dari 10 %. Tujuan dilakukan susut
flavonoid, dilakukan uji senyawa glikosida-3-
pengeringan yaitu untuk memberikan batasan
flovanol tidak didapatkan warna merah
maksimal mengenai besarnya senyawa yang
intensif, kemudian dilakukan lagi uji senyawa
hilang pada proses pengeringan. Pengujian
flavon, kalkon, auron tidak terbentuknya
kadar abu total didapatkan rata-rata sebesar
warna jingga, diamati lagi dengan lampu UV
3,9957 0,0060 % yang telah memenuhi
366 pada larutan tidak terbentuknya flurosensi
persyaratan dalam Farmakope Herbal
kuning intensif menunjukan tidak adanya
Indonesia (2008) dan Penetapan kadar abu
senyawa flavonoid dalam ramuan obat
total dilakukan dengan tujuan untuk
tradisional Cabe Jawa, keempat dilalukan uji
memberikan gambaran kandungan mineral
kualitatif alkaloid dengan penambahan reagen
internal dan eksternal yang berasal dari proses
Mayer 2 tetes terbentuknya endapan berwarna
awal sampai terbentuknya simplisia. Kadar
putih atau kuning dan kemudian larut dengan
abu berikatan dengan mineral baik senyawa
8
penambahan metanol P, dengan penambahan 2 garam dari asam-asam organik. Penentuan
tetes reagen Bouchardat terbentuk endapan kadar alkaloid dari ramuan obat tradisional
hitam kecoklatan menunjukan dalam ramuan Cabe Jawa dilakukan dengan penambahan
obat tradisional Cabe Jawa positif amoniak, asam klorida dan kloroform.
mengandung Alkaloid, kelima dilakukan uji Amoniak P ditambahkan bertujuan untuk
senyawa glikosida dalam ramuan obat melepaskan ikatan alkaloid dengan asamnya
tradisional Cabe Jawa pada reaksi Lieberman sehingga alkaloid kembali berada dalam
Burchard tidak terbentuk warna biru atau kondisi bebas karena amoniak akan berikatan
hijau dan pada reaksi Molish tidak terbentuk dengan asam klorida yang membentuk garam
cincin ungu menunjukan dalam ramuan Cabe yang larut air sedangkan alkaloid dalam
Jawa tidak mengandung senyawa glikosida, kondisi bebas bersifat basa dan tidak larut
keenam dilakukan uji kualitatif saponin dalam air. Dengan penambahan kloroform
dengan cara percobaan pembuihan senyawa akan terbentuk dua lapisan yaitu lapisan asam
yang positif mengandung saponin akan dan lapisan kloroform, alkaloid dalam bentuk
menimbulkan busa selama 10 menit dengan bebas yang bersifat basa akan diekstraksi
tinggi 1 cm sampai 10 cm, tetapi hasil yang dengan pelarut kloroform, sehingga dihasilkan
didapatkan tidak menimbulkan busa, ketujuh ekstrak kloroform yang merupakan alkaloid
dilakukan uji kualitatif senyawa antrakuinon, total. Kumpulan fase kloroform diuapkan pada
hasil yang didapatkan pada lapisan benzen suhu 50C, kemudian keringkan pada suhu
dengan penambahan NaOH berwarna putih 100C hingga bobot tetap.
dan lapisan air dengan penambahan NaOH
berwarna coklat, membuktikan tidak adanya Alkaloid yang terkandung dalam ramuan
senyawa antrakuinon dalam ramuan obat obat tradisional Cabe Jawa sebagai penurun
tradisional Cabe Jawa, terakhir uji minyak demam adalah senyawa piperin, dimana hasil
atsiri, dalam ramuan obat tradisional Cabe penelitian yang dilakukan oleh Sabina et al.
Jawa positif positif mengandung minyak atsiri (2013), piperin memiliki aktivitas sebagai
yang ditandai dengan adanya penambahan penurun demam dan mengurangi rasa nyeri
sudan III terbentuk warna jingga, dan pada tikus, dan menunjukan hasil yang
dibiarkan di udara terbuka menguap. sebanding dengan indometasin sebagai obat
Setelah dilakukan uji kualitatif dalam standar. Hasil kadar alkaloid total dari ramuan
ramuan obat tradisonal Cabe Jawa hanya obat tradisional Cabe Jawa diperoleh kadar
didapatkan 2 metabolit sekunder, sedangkan rata rata sebesar 1,28 % b/v.
pada penelitian sebelumya banyak metabolit Pada penetapan kadar minyak atsiri
sekunder yang didapatkan dengan digunakan alat destilasi uap, Destilasi
menggunakan pelarut organik, dalam merupakan suatu proses pemurnian yang
penelitian ini hanya menggunakan pelarut air, didahului dengan penguapan senyawa cair
hal ini menunjukan bahwa pelarut yang dengan cara memanaskan nya, kemudian
digunakan sangat mempengaruhi sedikit atau mengembunkan uap yang terbentuk. Prinsip
banyaknya senyawa yang tertarik. Setelah dasar dari destilasi adalah perbedaan titik didih
diperoleh hasil analisis kandungan kimia dari dari zat- zat cair dalam campuran zat cair
ramuan obat tradisional Cabe Jawa, tersebut sehingga zat atau senyawa yang
selanjutnya dilakukan penetapan kadar dari memiliki titik didih terendah akan menguap
Alkaloid dan minyak atsiri dalam ramuan obat terlebih dahulu, kemudian apabila didinginkan
tradisional Cabe Jawa sebagai obat penurun akan mengembun dan menetes sebagai zat
demam. murni (Destilat) penetapan kadar minyak atsiri
dalam ramuan obat tradisional Cabe Jawa
Penetapan kadar alkaloid total dari ramuan dibuat sebanyak 100 mL hasil yang di
obat tradisional menggunakan metode dapatkan sebanyak 0,1 % v/v .
gravimetri yaitu suatu metoda analisis yang Setelah didapatkan hasil penetapan kadar
didasarkan pada pengukuran berat, yang minyak atsiri, dilakukan uji lanjut yaitu
melibatkan pembentukan, pengukuran berat dengan alat kromatografi gas-spektrometri
ataupun isolasi dari suatu endapan. Alkaloid massa (GC-MS) adalah metode yang
memiliki sifat basa dari atom nitrogen menggunakan fitur dari kromatografi gas dan
penyusunnya. Umumnya alkaloid di dalam spektrometri massa untuk mengidentifikasi zat
tumbuhan sebagian besar sebagai garam- yang berbeda dalam sampel uji dan prinsip
9
dari alat GS-MS ini adalah spektrometer massa menjadi ion dalam spektrometer massa. Pada
adalah detektor universal untuk gas saat yang sama, sifat yang sangat spesifik
chromatographs karena setiap senyawa yang spektrum massa membuat spektrometer massa
dapat melewati kromatografi gas diubah detektor kromatografi gas yang sanga
10
Mulia, K., Hasan, A.E.Z., & Suryani. (2016).
Total Phenolic, anticancer and
antioxidant Activity of Ethanol Extract
of Piper retrofractum Vahl from
Pamekasan and karang Asem. Current
Biochemistry. 3 (2), 80-90.
11