Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Pendidikan Guru Penggerak Modul 1
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Pendidikan Guru Penggerak Modul 1
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Pendidikan Guru Penggerak Modul 1
A. Pendahuluan
Dalam pendidikan guru, jurnal refleksi dipandang sebagai salah satu elemen kunci
pengembangan keprofesian karena dapat mendorong guru untuk mengaitkan teori
dan praktik, serta menumbuhkan keterampilan dalam mengevaluasi sebuah topik
secara kritis (Bain dkk, 1999). Menuliskan jurnal refleksi secara rutin akan
memberikan ruang bagi seorang praktisi untuk mengambil jeda dan merenungi
apakah praktik yang dijalankannya sudah sesuai, sehingga ia dapat memikirkan
langkah berikutnya untuk meningkatkan praktik yang sudah berlangsung (Driscoll &
Teh, 2001). Jurnal ini juga dapat menjadi sarana untuk menyadari emosi dan reaksi
diri yang terjadi sepanjang pembelajaran (Denton, 2018), sehingga Anda dapat
semakin mengenali diri sendiri.
Menjadi seorang pendidik tidak sulit, tetapi menjadi seorang pendidik luar biasa itu
tidak mudah terlebih menjadi seorang guru yang bermakna Karena itulah jurnal
refleksi dwi mingguan ini secara khusus dibuat untuk guru yang luar biasa. Tergerak,
bergerak dan menggerak kan. Ini lah moto seorang guru penggerak yang nantinya
mampu mengubah warna, jati diri, bahkan mengubah dunia pendidikan menjadi
lebih menyenangkan. Menciptakan generasi emas, menghadirkan pemimpin yang
benar-benar bertanggung jawab atas tugas kepemimpinannya karena hal ini dilatih
khusus selama 6 bulan.
3. Findings (pembelajaran)
Dari pembelajaran ini saya menemukan hal-hal yang kurang saya
pahami sebelumnya yaitu tentang filosofis Ki Hajar Dewantara. Saya
mendapat ilmu-ilmu baru yang sangat saya perlukan untuk meningkatkan
kompetensi saya sebagai seorang pendidik. Melalui Dasar pemikiran ki hajar
Dewantara saya merasa mendapat bekal yang tidak ternilai harganya.
Sebagai seorang pendidik saya harus menuntun segala kekuatan
kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan
dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun
anggota masyarakat dengan mengacu pada trilogi pendidikan yaitu ing
ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso dan tut wuri handayani dan
berhubungan dengan kearifan budaya lokal, dima ada Kato Nan Ampek,
Sumbang Duo Baleh, Alam Takambang Jadi Guru dan hal hal lain yang dapat
mewujudkan Profil Pelajar pancasila.
Saya menyadari bahwa anak memiliki kodrat merdeka, merdeka batin
adalah pendidikan sedangkan merdeka lahir adalah pengajaran. Dua hal
yang saling bergantug satu sama lain. Oleh karena itu saya harus
memberikan kemerdekaan kepada anak-anak untuk menyelesaikan tugas-
tugasnya sesuai dengan minat, bakat , dan kreatifitasnya sebab manusia
merdeka adalah manusia yang hidupnya tidak tergantung pada orang lain,
akan tetapi bersandar atas kekuatan sendiri.
Sebagai pendidik saya harus senantiasa menghamba kepada anak
atau dengan kata lain berpihak pada mereka. Saya juga harus memandang
murid bukanlah kertas yang bisa digambar sesuai kemauan saya, karena
mereka lahir dengan kodrat yang samar. Tugas kita adalah menebalkan
garis-garis samar itu agar dapat memperbaiki lakunya untuk menjadi manusia
seutuhnya sesuai dengan tujuan pendidikan yang sebenarnya.
Menerapkan Praktik baik dan budi pekerti yang luhur merupakan
keharusan yang tidak terbantahkan dengan cara mengintegrasikan setiap
proses pembelajaran dengan pencapaian profil pelajar Pancasila yaitu
beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia,
berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri , Kreatif dan bernalar kritis
4. Future (penerapan)
Saya akan melakukan hal terbaik dalam proses pembelajaran saya
dikelas, agar tujuan pendidikan bisa tercapai dengan baik. Banyak hal yang
akan saya benahi, karena saya sadar selama ini yang saya lakukan jauh dari
kata sempurna jika dikaitkan dengan filosofis pemikiran Ki Hajar Dewantara .
Pembelajaran yang berpusat pada guru harus segera diganti dengan
pembelajaran yang berpusat pada murid, agar tercipta interaktif yang
menyenangkan didalam kelas ataupun dilapangan. Memberi kebebasan
kepada anak-anak untuk menggali potensi yang dimilikinya harus terjadi
dalam proses pembelajaran agar mereka menemukan jati dirinya sehingga
menjadi manusia seutuhnya.
Mengarahkan bukan lagi hal yang perlu dipertahankan tetapi kita harus
merubahnya dengan menuntun peserta didik agar kodrat alam yang
dimilikinya sejak lahir bisa berkembang kearah yang lebih baik dan kodrat
zaman dimana mereka hidup saat ini bisa mereka dapatkan sehingga akan
mempermudah mereka dalam mengatasi persoalan hidupnya dimasa kini
ataupun masa mendatang.