Konservasi Gajah Sumatera

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 3

KONSERVASI GAJAH SUMATERA

Gajah Sumatera layaknya Sang Raksasa yang tiada daya. Tidak berdaya
menghadapi keganasan manusia, dengan tubuh besarnya yang mencapai tinggi 2,6 meter dan
berat total maksimal 6 ton, menasbihkan gajah sumatera sebagai hewan darat terbesar di
Indonesia. Sayang, ukuran tubuhnya masih tidak sanggup menandingi kerakusan para
manusia.
Nama latin hewan ini adalah Elephas maximus sumatrensis dan merupakan salah satu
subspesies dari gajah asia (Elephas maximus). Gajah Sumatera sejak 1986, oleh IUCN Red
List dilabeli status Critically Endangered lantaran populasinya yang semakin terancam
punah. Sehingga Alamendahs Blog pun memasukkannya sebagai 25 Hewan Paling Langka
di Indonesia.

Berdasarkan informasi dari tulisan Lili Rambe (kontributor Jambi dari Frankfurt
Zoological Society (FZS) ) pada tanggal 6 september 2013 tentang ditemukannya bangkai
seekor gajah yang ditemukan oleh petani Desa Tanjung Simalidu, Kecamatan VII Koto,
Kabupaten Tebo, Jambi. Bangkai gajah yang diduga telah mati sejak satu bulan yang lalu
ditemukan oleh petani di ladang tempat petani bercocok tanam. Gajah yang ditemukan itu
tubuhnya telah rusak dan kepalanya sudah hilang. Gajah tersebut diperkirakan berumur
sekitar 15 tahun dan penyebab kematiannya adalah diracuni karena tidak jauh dari lokasi
bangkai gajah ditemukan 6 botol racun pembasmi rumput yang telah kosong.
Gajah yang masuk ke lahan pertanian warga disebabkan karena habitat dari gajah
tersebut di alih fungsikan untuk sektor perkebunan dan pertanian. Gajah yang memiliki

kebiasaan untuk berjalan menjelajahi habitat aslinya dan memakan tanaman yang ditemukan.
Karena habitatnya dikonversi menjadi sektor pertanian dan perkebunan, sehingga pada saat
menjelajah di kawasan pertanian dan perkebunan memakan tanaman yang di tanam petani.
Gajah makan dapat menghabiskan daun-daunan atau tanaman sekitar 140 270 kg dan 180
liter air setiap hari. Hal ini yang menyebabkan terjadinya konflik antara petani dengan gajah
karena tanaman yang ditanam habis di makan gajah dan rusak. Berbagai upaya yang
dilakukan petani untuk memusnahkan gajah tersebut. Petani mungkin menganggap bahwa
gajah tersebut sebagai hama yang bisa merusak tanaman mereka. Seperti yang terdapat pada
kasus di jambi tersebut yang diduga petani membunuh gajah sumatera dengan menggunakan
racun. Berdasarkan data yang dimiliki oleh FZS diperkirakan jumlah populasi gajah sumatera
terutama di jambi sekitar 150 ekor.
Melihat terjadinya semakin bertambahnya jumlah kematian gajah sehingga semakin
mendekati kepunahan dan kelangkaan satwa gajah di indonesia. Upaya pelestarian gajah
sangat diperlukan untuk mencegah kepunahan dan kelangkaan. Upaya pelestarian ini harus
melibatkan semua pihak antara lain pemerintah, masyarakat, dan petani yang memiliki lahan
pertanian dan perkebunan di sekitar habitat gajah. Pemerintah harus melindungi habitat gajah
dari perusakan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Mulai dari
penebangan pohon dan alih fungsi hutan menjadi lokasi perkebunan dan pertanian harus
dicegah. Disamping itu, masyarakat harus menjaga kelestarian alam dan satwa yang terdapat
di sekitar kawasan. Jika satwa atau gajah ditemukan di daerah sekitar kawasan oleh
masyarakat sebaiknya tidak dilakukan pembunuhan yang menyebabkan menurunnya jumlah
satwa yang dilindungi. Selanjutnya, jika petani menemukan satwa atau gajah di sekitar
wilayah pertanian sebaiknya secepatnya melaporkan ke dinas kehutanan terdekat agar bisa
diupayakan sebaik mungkin untuk mengembalikan gajah atau satwa tersebut ke habitatnya.
Populasi gajah sumatera saat ini sudah terancam punah karena jumlahnya kurang dari
2000 ekor. Oleh karena itu, International Union for Conservation of Nature (IUCN)
memasukkan gajah sumatera kedalam kategori sangat terancam punah. Gajah sumatera
termasuk dalam kelas mamalia sehingga berkembangbiak dengan cara melahirkan. Masa
kehamilan gajah sumatera selama 22 bulan dan gajah sumatera melahirkan anak 4 tahun
sekali. Jumlah anak yang dilahirkan hanya 1 ekor anak setiap kali melahirkan. Hal ini yang
membuat populasi gajah sangat sulit untuk bertambah.

Menurunya Populasi gajah selain disebabkan oleh penyempitan habitat karena


pembalakan liar dan alih fungsi hutan, konflik dengan manusia, pembakaran hutan tetapi juga
karena adanya perburuan liar untuk diperdagangkan secara illegal dan pengambilan dari
taring gajah tersebut. Masyarakat yang tidak sadar konservasi dan kurang mendapatkan
pendidikan konservasi sebagian dari mereka banyak yang memburu gajah untuk diambil
gadingnya dan anak dari gajah tersebut. Anak gajah tersebut dijual secara illegal dengan
harga yang mahal kepada orang orang memiliki hobi untuk memelihara satwa. Disamping
itu, gading gajah tersebut dijual secara illegal karena beberapa orang yang memiliki
kepercayaan bahwa gading gajah dapat dijadikan sebagai obat yang dapat menyembuhkan
berbagai macam penyakit.
Gajah sumatera ini selain ditemukan di pulau sumatera, tetapi juga dapat ditemukan di
kalimantan timur (Elephant maximus boornensis). Masa kehamilan gajah yang cukup lama
yang menyebabkan gajah sumatera menjadi salah satu satwa yang langka. Untuk me
ningkatkan populasi gajah sumatera tersebut agar tidak terancam kepuanahan adalah dengan
melakukan pengembangbiakan gajah secara massal di habitat yang aman dan cocok untuk
berkembangbiaknya gajah, tentu harus dengan pengawasan dan patroli yang ketat dari pihak
kehutanan. Disamping itu, perlu ada kerjasama dengan pihak penangkar untuk membuat
konsep penangkaran gajah yang baik sehingga dapat meningkatkan populasi gajah yang
terancam punah. (Fadli, SE, Staf Umum IWF)

Anda mungkin juga menyukai