Identifikasi Jenis Jenis Sagu Metroxylon SP

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanaman sagu (Metroxylon sp) merupakan salah satu komoditi bahan
pangan yang banyak mengandung karbohidrat, sehingga sagu merupakan bahan
makanan pokok untuk beberapa daerah di Indonesia seperti Maluku, Irian Jaya
dan sebagian Sulawesi.

Sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku

industri pangan yang antara lain dapat diolah menjadi bahan makanan seperti
bagea, mutiara sagu, kue kering, mie, biskuit, kerupuk dan laksa (Harsanto,
1986).
Luas areal tanaman sagu di Indonesia sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Beberapa literatur yang ada memberikan data yang berbeda-beda,
tetapi berdasarkan perkiraan M. Yusuf Samad (2002) luas areal sagu di Indonesia
sekitar. 1.000.0000 hektar.
Pada tahun 2007 luas areal sagu di Sulawesi Tenggara diperkirakan sekitar
5.607 hektar(BPS Sultra 2007). Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah
yang memiliki potensi sagu yang cukup luas dengan sebagian penduduknya
menjadikan sagu sebagai bahan makanan pokok atau pun bahan makanan
tambahan. Luas areal tanaman sagu di Sulawesi Tenggara semakin berkurang
karena banyaknya areal sagu yang dikonversi menjadi areal persawahan dan
lokasi pemukiman. Sagu di Sulawesi Tenggara tumbuh pada tiga macam kondisi
lingkungan tumbuh yang berbeda, yaitu : tanah kering, tanah rawa dan pinggir

sungai. Tanaman sagu ditemukan paling banyak pada kondisi tanah rawa dan
paling sedikit pada kondisi tanah pinggir sungai (Kanwil Perindustrian Sultra,
1995).
Sagu yang tumbuh di Sulawesi Tenggara dikenal ada empat jenis sagu
dengan nama lokal setempat, yaitu : runggamanu, rui, boruwila dan roe. Tiga
jenis pertama merupakan jenis sagu yang berduri, sedangkan jenis sagu roe tidak
berduri. Sagu jenis roe mempunyai aci yang putih dan rasanya enak sehingga
jenis sagu ini yang banyak diolah oleh penduduk setempat untuk dijadikan
sebagai bahan makanan (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Beberapa
menyimpulkan

hasil

penelitian

yang

dirangkum

bahwa

tanaman

sagu

mempunyai

oleh

Wahid

beberapa

(1987)

keuntungan

dibandingkan dengan tanaman penghasil karbohidrat lainnya, yaitu : (1) pohon


sagu dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang berawa-rawa dimana tanaman
lain tidak dapat tumbuh dengan baik; (2) panen tidak tergantung musim, tahan
dan mudah dalam menyimpannya; (3) pohon sagu mengeluarkan anakan sehingga
panen dapat berkelanjutan tanpa melakukan penanaman ulang. Meskipun
tanaman sagu cukup penting di Sulawesi Tenggara, namun perhatian terhadap
tanaman sagu tidaklah sebesar dengan perhatian mereka terhadap tanaman pangan
lainnya.
Sagu di Sulawesi Tenggara merupakan tumbuhan yang tumbuh dalam
bentuk hamparan hutan yang dipelihara sebagaimana mestinya, sampai saat ini
belum ada sagu yang dibudidayakan secara intensif. Sagu dapat tumbuh di daerah

rawa atau tanah marginal (kahat hara) dimana penghasil karbohidrat lainnya
sukar/sulit tumbuh dengan wajar. Di indonesia, khususnya di Sulawesi Tengara
pada umumnya masyarakat setempat baru memanfaatkan aci sagu sebagai bahan
pakan lokal/tradisional seperti : sinonggi, kapurung, bagea dan lain-lain, serta
masyarakat Sulawesi Tenggara memanfaatkan daunnya sebagai bahan atap.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan dapat dirumuskan
beberapa permasalahan :
1. Jenis-jenis sagu apa saja yang terdapat di Kecamatan Abeli Kota Kendari
Sultra?
2. Jenis-jenis sagu apa saja yang paling dominan di Kecamatan Abeli Kota
Kendari Sultra?
3. Jenis-jenis sagu apa saja yang berpotensi untuk dikembangkan di Kecamatan
Abeli kota Kendari Sultra?
C. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan jenis
sagu yang terdapat di Kecamatan Abeli Kota Kendari. Kegunaan penelitian ini
diharapkan sebagai sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam
mengoptimalkan produksi tanaman sagu (Metroxylon sp) dan merupakan bahan
pembanding pada penelitian selanjutnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Klasifikasi
Sagu (Metroxylon spp) termasuk tumbuhan monokotil dari famili Palmae,
marga Metroxylon dan ordo Spadiciflorae (Ruddie et al., 1976) dalam Haryanto
dan Pangloli (1992). Metroxylon berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua
suku kata, yaitu Metra berarti isi batang atau empelur dan xylon yang berarti
xylem (Flach, 1977).
Secara garis besar sagu digolongkan dalam dua golongan, yaitu yang
berbunga atau berbuah sekali (Hapaxanthic) dan yang berbunga atau berbuah
lebih dari sekali (Pleonanthic) (Deinum, 1984 dalam Djumadi, 1989). Golongan
pertama mempunyai nilai ekonomi yang penting karena kandungan acinya tinggi.
Golongan ini terdiri dari lima jenis yaitu : (1) metroxylon sagus Rottb.; (2)
Metroxylon rumphii Mart.; (3) Metroylon micracanthum Mart.; (4) Metroxylon
Longispinum Mart. (5) Metroxylon sylvestre Mart.
Sedangkan golongan kedua terdiri dari spesies Metroxylon filarae dan
Metroxylon elatum yang banyak tumbuh di dataran yang relatif tinggi. Golongan
ini nilai ekonominya rendah karena kandungan acinya kurang.
Karateristik dari masing-masing jenis sagu yang tumbuh di Sulawesi
Tenggara dengan ciri morfologi sebagai berikut:
1. Runggamanu atau Tuni

Tinggi batang sekitar 10 15 meter, tebal kulit 2 -3 cm. Daunnya berwarna


hijau tua dengan tangkai daun berwarn hijau kekuningan. Panjang tangkai
daun sekitar 6,85 meter, sedangkan pnjang pelepah daun sekitar 2,71 meter,
tangkai daun berduri pada pangkal sampai ujung pinggiran daun.

Pada

anakan sagu durinya sangat banyak dan rapat. Setiap tangkai daun terdiri atas
100-200 helai daun dengan panjang 151-155 cm dan lebar 8,1-9,1 cm (Tenda
et al. 2003). Menurut Haryanto dan Pangloli (1992) produksi tepung sagu
tuni di Sulawesi Tenggara dapat mencapai 250-300 kg. Sagu ini merupakan
jenis sagu yang paling besar ukurannya dibandingkan dengan jenis lainnya
(Manan et al. 1984) dalam Haryanto dan Pangloli (1992).
.
2. Roe atau Molat
Tinggi batang sekitar 10-14 meter, diameter sekitar 40-60 cm dan berat batang
mencapai 1,2 ton atau lebih. Jenis sagu ini tidak berduri, ujung daun panjang
meruncing sehingga dapat melukai orang bila menyentunya.

Letak daun

berjauhan, panjang tangkai daun sekitar 4-6 meter, panjanhg lembaran daun
sekitar 1,5 meter dan lebernya sekitar 7 cm.

Bunganya adalah bunga

majemuk berwarna sawo matang kemerah-merahan. Empulurnya lunak dan


berwarna putih. Berat empulur sekitar 80% dari berat batang dan kandungn
acinya sekitar 18%. Setiap pohon dapat menghsilkan aci basah sekitar 800 kg
atau sekitar 200 kg aci kering (Haryanto dan Pangloli, 1992).
3. Barowila

Jenis sagu ini mempunyai tinggi batang sekitar 10 meter dengan dimeter
sekitar 40-50 cm. Pelepah berwarna hijau keputih-putihan, empulurnya lunak
dan berwarna putih. Setiap pohon dapt menghasilkan sekitar 120 kg aci
kering. Produksi tepung sagu jenis barowila sangat sedikit jika dibandingkan
dengan jenis sgu lainnya (Haryanto dan Pangloli, 1992).
4. Rui atau Rotan
Jenis sagu ini dicirikan dengan tinggi batang yang relatif lebih pendek yaitu
7,20 meter, dengan diameter batang sekitar 40 cm. Panjang tangkai daun
dapat mencapai 6,07 meter, sedangkan panjang pelepah daun sekitar 3,56
meter. Setiap tangkai daun terdiri atas 100-200 helai daun yang berwarna
hijau dengan panjang daun antara 130-147 cm dan lebar daun 6-7 cm. Sagu
ini memiliki empulur agak keras, mengandung banyak serat, dan berwarna
kemerh-merahan serta kandungan aci paling sedikit (Tenda et al. 2003).
Kandungan aci dalam empulur hanya sekitar 200 kg per pohon dan rasanya
kurng enak (soerjono, 1980) dalam Harynto dan Pangloli (1992).
B. Morfologi sagu
Sagu tumbuh dalam bentuk rumpun. Setiap rumpun terdiri dari 1-8 batang
sagu, pada setiap pangkal tumbuh 5-7 batang anakan. Pada kondisi liar rumpun
sagu akan melebar dengan jumlah anakan yang banyak dalam berbagai tingkat
pertumbuhan (Harsanto, 1986). Lebih lanjut Flach (1983) dalam Djumadi (1989)
menyatakan bahwa sagu tumbuh berkelompok membentuk rumpun mulai dari
anakan sampai tingkat pohon. Tajuk pohon terbentuk dari pelepah yang berdaun

sirip dengan tinggi pohon dewasa berkisar antara 8-17 meter tergantung dari jenis
dan tempat tumbuhnya.
C. Batang
Batang sagu merupakan bagian terpenting karena merupakan gudang
penyimpanan aci atau karbohidrat yang lingkup penggunaannya dalam industri
sangat luas, seperti industri pangan, pakan, alkohol dan bermacam-macam
industri lainnya (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Batang sagu berbentuk silinder yang tingginya dari permukaaan tanah
sampai pangkal bunga berkisar 10-15 meter, dengan diameter batang pada bagian
bawah dapat mencapai 35 samapi 50 cm (Harsanto, 1986), bahakan dapat
mencapai 80 sampai 90 cm (Haryanto dan Pangloli, 1992). Umumnya diameter
batang bagian bawah agak lebih besar daripada bagian atas, dan batang bagian
bawah umumnya menagndung pati lebih tinggi daripada bagian atas (Manuputty,
1954 dalam Haryanto dan Pangloli, 1992)
Pada waktu panen berat batang sagu dapat mencapai lebih dari dari 1 ton,
kandungan acinya berkisar antara 15 sampai 30 persesn (berat basa), sehingga
satu pohon sagu mampu menghasilkan 150 sampai 300 kg aci basah (Harsanto,
1986; Haryanto danPangloli, 1992).
D. Daun
Daun sagu berbentuk memanjang (lanceolatus), agak lebar dan berinduk
tulang daun di tengah, bertangkai daun dimana antara tangkai daun dengan lebar
daun terdapat ruas yang mudah dipatahkan (Harsanto, 1986).

Daun sagu mirip dengan daun kelapa mempunyai pelepah yang menyerupai
daun pinang. Pada waktu muda, pelepah tersusun secara berlapism tetapi setelah
dewasa terlepas dan melekat sendiri-sendiri pada ruas batang (Harsanto, 1986;
Haryanto dan Pangloli, 1992).

Menurut Flach (1983) dalam Haryanto dan

Pangloli (1992) menyatakan bahwa sagu yang tumbuh pada tanah liat dengan
penyinaran yang baik, pada umur dewasa memiliki 18 tangkai daun yang
panjangnya sekitar 5 sampai 7 meter. Dalam setiap tangkai sekitar 50 pasang
daun yang panjangnya bervariasi antara 60 cm sampai 180 cm dan lebarnya
sekitar 5 cm.
Pada waktu muda daun sagu berwarna hijau muda yang berangsur-angsur
berubah menjadi hijau tua, kemudian berubah lagi menjadi coklat kemerahmerahan apabila sudah tua dan matang. Tangkai daun yang sudah tua akan lepas
dari batang (Harsanto, 1986).
E. Bunga dan Buah
Tanaman sagu berbunga dan berbuah pada umur sekitar 10 sampai 15
tahun, tergantung jenis dan kondisi pertumbuhannya dan sesudah itu pohon akan
mati (Brautlecht, 1953 dalam Haryanto dan Pangloli, 1992).

Flach (1977)

menyatakan bahwa awal fase berbunga ditandai dengan keluarnya daun bendera
yang ukurannya lebih pendek daripada daun-daun sebelumnya.
Bunga sagu merupakan bunga majemuk yang keluar dari ujung atau pucuk
batang sagu, berwarna merah kecoklatan seperti karat (Manuputty, 1954 dalam
Haryanto dan Pangloli, 1992). Sedangkan menurut Harsanto (1986), bunga sagu

tersusun dalam manggar secara rapat, berkuran secara kecil-kecil, waranya putih
berbentuk seperti bunga kelapa jantan dan tidak berbau.
Bunga sagu bercabang banyak yang terdiri dari cabang primer, sekunder
dan tersier (Flach, 1977). Selanjutnya dijelaskan bahwa pada cabang tersier
terdapat sepasang bunga jantan dan betina, namun bunga jantan mengeluarkan
tepung sari sebelum bunga betina terbuka atau mekar. Oleh karena itu diduga
bahwa tanaman sagu adalah tanaman yang menyerbuk silang, sehingga bilamana
tanaman ini tumbuh soliter jarang sekali membentuk buah.
Bilamana sagu tidak segera ditebang pada saat berbunga maka bunga akan
membentuk buah. Buah bulat kecil, bersisik dan berwarna coklat kekuningan,
tersusun pada tandan mirip buah kelapa (Harsanto, 1986). Waktu antara bunga
mulai muncul sampai fase pembentukan buah diduga berlangsung sekitar dua
tahun (Haryanto dan Pangloli, 1992).
F. Lingkungan Tumbu Tanaman Sagu
Tanaman sagu merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik di daerah
khatulistiwa, di daerah tepi pantai dan sepanjang aliran sungai pada garis lintang
antara 10 LU dan 10 LS dan pada ketinggian 300 sampai 700 meter di atas
permukaan laut (dpl), mempunyai curah hujan lebih dari 2000 mm per tahun
(Tan, 1982; Harsanto, 1986).
Menurut Harsanto (1986) bahwa jumlah curah hujan yang menguntungkan
bagi pertumbuhan sagu diduga antara 2000 sampai 4000 mm per tahun, tersebar
merata sepanjang tahun dengan temperatur rata-rata 24C sampai 30C.

Lingkungan yang baik untuk pertumbuhan sagu adalah daerah yang


berlumpur, dimana akar napas tidak terendam, kaya mineral dan bahan organik,
air tanah berwarna cokelat dan bereaksi agak asam (Flach, 1977). Selanjutnya
dikatakan habitat yang demikian cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme yang
sangat berguna bagi pertumbuhan tanaman sagu. Pada tanah-tanah yang tidak
cukup mengandung mikroorganisme pertumbuhan sagu kurang baik. Selain itu
pertumbuhan sagu juga dipengaruhi oleh adanya unsur hara yang disuplai dari air
tawar terutama unsur P, K, Ca, dan Mg. Apabila akar napas sagu terendam terus
menerus, maka pertumbuhan sagu terhambat dan pembentukan aci atau
karbohidrat dalam batang juga terhambat.
Selain kondisi tersebut di atas, sagu juga dapat tumbuh pada tanah-tanah
organik akan tetapi sagu yang tumbuh pada kondisi tanah demikian menunjukkan
berbagai gejala kekahatan beberapa unsur hara tertentu yang ditandai dengan
kurangnya jumlah daun dan umur sagu akan lebih panjang yaitu sekitar 15 sampai
17 tahun (Flach, 1977). Sagu banyak juga yang tumbuh dengan baik secara
alamiah pada tanah liat yang berwarna dan kaya akan bahan-bahan organik seperti
di pinggir hutan mangrove atau nipah. Selain itu, sagu juga dapat tumbuh dengan
tanah vulkanik, latosol, andosol, podsolik merah kuning, alluvial, hidromorfik
kelabu dan tipe-tipe tanah lainnya (Manan et al., 1984 dalam Haryanto dan
Pangloli, 1992).

10

III. METODE PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Abeli Kota Kendari. Penelitian
ini berlangsung dari bulan April sampai Juni 2008.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kertas, sedangkan alat
yang digunakan meliputi; kamera, meteran, alat tulis, alat untuk mengidentifikasi
penyebaran tanaman sagu.
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei yaitu
survei bebas. Penentuan wilayah yaitu wilayah Kecamatan Abeli yang ditumbuhi
tanaman sagu dan kriteria sagu unggul adalah usia panen tidak lebih dari 11
tahun, populasi batang per rumpun lebih dari 15 batang, produksi sagu basah
minimal 200 kg/batang.
D. Prosedur Penelitian
Variabel yang akan diamati meliputi :
1. Batang (tinggi, diameter dan ketebalan kulit)
2. Daun (bentuk, warna, panjang, duri)
3. Jumlah anakan (kurang, sedang, banyak)
4. Usia panen dan produksi per batang.
E. Analisis
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara statistik
deskripsi.

11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. HASIL
Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa ada tiga jenis sagu yang
tersebar di Kec. Abeli yaitu Tuni/Runggumanu (Metroxylon Rumphii Martius),
Molat/Roe (Metroxylon Sagus Rottbol) dan Rotan/rui (Metoxylon Microcanthum
Martius) Ciri-ciri dari ketiga jenis sagu tersebut adalah:
1.

Metroxylon Rumphii Martius.


Tinggi batang sekitar 10-15 cm bahkan dapat mecapai 18 meter atau lebih,
dan tebal kulit sekitar 2-3 cm. Kulit pada bagian pangkal batang lebih tebal
dari pada kulit pada bagian tengah atau bagian ujung batang. Diameter sekitar
40-60 cm. Daun berwarna hijau tua, dan panjang tangkai daun sekitar 5-7
meter. Tangkai daun berduri pada pada pangkal sampai ujung, juga pada
bagian daunnya. Panjang duri sekitar 1-4 cm pada anakan sagu durinya sangat
banyak dan rapat. Setiap tangkai daun terdiri dari 100-200 anak daun yang
panjangnya 80-120 cm dan lebarnya 5-10 cm. Berat batang pada umur panen
lebih 1 ton. Empulurnya lunak dan mudah di tokok. Kadar empulurnya sekitar
82% dari berat batang dan dan kandungan aci sekitar 20%. acinya berwarna
putih dan enak rasanya. Setiap pohon dapat menghasilkan 170-500 kg aci
kering

(Soerjono,1980) dalam Haryanto dan Pangloli (1992)

sagu ini

merupakan jenis sagu yang paling besar ukurannya dibandingkan denga jenis
lainnya (Manan, dkk. 1984) dalam Haryanto dan Pangloli (1992).

12

2.

Metroxylon Sagus Rottbol.


Tinggi batang sekitar 10-14 meter, tidak berduri, diameter sekitar 40-60 cm
dan berat batang sekitar 1,2 ton atau lebih. Jenis sagu ini tidak berduri, ujung
daun meruncing sehingga dapat melukai orang jika tersentuh. Panjang daun
sekitar 7,40 meter yang tersusun atas 100-200 helai daun berwarna hijau
dengan panjang berkisar antara 1,54-1,55 meter dan lebar 9 cm. Bunganya
adalah

bunga

majemuk

berwarna

sawo

matang

kemerah-merahan.

Empulurnya lunak dan berwarna putih, oleh karena itu acinya berwarna putih
dan rasanya enak dan disukai penduduk. Berat empulur sekitar 80% dari berat
batang dan kandungan acinya sekitar 18% (Rumalatu, 1981) dalam Haryanto
dan Pangaloli. (1992). Setiap pohon dapat menghasilkan aci basah sekitar 800
kg atau sekitar 200 kg aci kering (Manuputy, 1954 dan Soeryono, 1980)
dalam Haryanto dan Pangloli (1992). Tenda et. al. (2003) menerangkan bahwa
produksi tepung dari sagu molat dapat mencapai 400 Kg.
3.

Metroxylon Micracanthum Martius.


Tinggi batang sekitar 8 meter, dan diameter sekitar 40 cm. Panjang tangkai
daun sekitar 6 meter sedangkan panjang pelepah daun sekitar 3,56 meter.
Setiap tangkai daun terdiri atas 100-200 helai daun yang berwarna hijau
dengan panjang daun sekitar 130-147 cm dan lebar daun sekitar 8,6 cm. Pada
tangkai daun terdapat banyak duri atau duar rapat dan pada pinggir daun
penuh duri. Sagu rotan memiliki empulur agak keras, mengandung banyak
serat dan berwarna kemerah-merahan serta kandungan aci paling sedikit

13

hanya sekitar 200 kg dan rasanya kurang enak (Soerjono, 1980) dalam
Haryanto dan Pangloli (1992).
Tinggi Batang , Diameter Batang Dan Tebal Kulit Batang
Tinggi batang, diameter batang dan tebal kulit disajikan pada tabel 1. Pada
umumnya jenis sagu tuni memiliki tinggi batang tertinggi, diameter batang yang lebih
besar dan mempunyai ketebalan kulit yang lebih tebal bila dibandingkan jenis sagu
molat dan jenis sagu rotan.
Tabel 1. Tinggi batang, diameter batang, tebal kulit batang berbagai jenis
sagu dari masing-masing lokasi penelitian.
Parameter Batang
Tinggi Batang (m)
Diameter batang (cm)
Tebal kulit batang (cm)

Lokasi penelitian/jenis sagu


Kel. Abeli
Kel. Tobimeita
Kel. Nambo
Kel. Tonoggeu
Mr
Ms Mm Mr
Ms Mm
Mr
Ms Mm Mr
Ms
Mm
10
11
8
11
10
8
11
10
9
12
11
9
58.86 49.32 42.95 58.86 57.27 44.59 53.13 54.41 40.41 60.45 50.91 45.48
2,8
2,3
2,4
2,7
2,6
2,3
2,4
2,4
2,1
3
2,7
2,5

Keterangan : Mr = Metroxylon rumphii M,


Metroxylon Microcanthum M

Ms = Metroxylon Sagus R,

Mm =

Bentuk Daun, Warna Daun, Panjang Daun dan Duri Daun


Bentuk daun, warna daun, panjang daun dan duri daun, disajikan pada tabel 2.
Tabel tersebut menunjukkan bahwa jenis sagu memiliki daun terpanjang
dibandingkan dengan sagu molat sedangkan jenis sagu rotan memiliki panjang daun
terpendek. Bentuk daun dari tiga jenis sagu ini yaitu menyirip. Warna daun jenis sagu
tuni hijau tua, sedangkan warna daun jenis sagu molat dan sagu rotan berwarna hijau.
Duri daun dari tiga jenis sagu ini berduri.
Tabel 2. Bentuk daun, Warna daun, Panjang daun, Duri daun berbagai jenis
sagu dari masing-masing lokasi penelitian.

14

Parameter Daun

Menyirip
Hijau
Warna daun
tua
Panjang daun 7,10

Bentuk daun

(m)
Duri daun

Lokasi penelitian/jenis sagu


Kel. Tobimeita
Kel. Nambo
Mr
Ms
Mm
Mr
Ms
Mm

Kel. Abeli
Mr
Ms
Mm

Berduri

Menyirip
Hijau

Menyirip
Hijau

Menyirip
Hijau

Menyirip
Hijau

6,40

Menyirip
Hijau
tua
7

7
Berduri

7,70

Berduri

Berduri

Berduri

Keterangan : Mr = Metroxylon rumphii M,


Metroxylon Micracanthum M

Menyirip
Hijau

Menyirip
Hijau

6,20

Menyirip
Hijau
tua
6,70

6,80

Berduri

Berduri

Berduri

Kel. Tonoggeu
Mr
Ms
Mm
Menyirip
Hijau

Menyirip
Hijau

5,90

Menyirip
Hijau
tua
7,60

7,50

6,10

Berduri

Berduri

Berduri

Berduri

Ms = Metroxylon Sagus R,

Mm =

Jumlah Anakan
Jumlah anakan disajikan pada tabel 3. Tabel tersebut menunjukkan bahwa
jenis sagu molat memiliki anakan yang terbanyak, sedangkan jenis sagu tuni memiliki
anakan yang sedang dan hampir sama dengan jenis sagu rotan.
Tabel 3. Jumlah anakan bebagai jenis sagu dari dari masing-masing lokasi
penelitian
Lokasi penelitian/jenis sagu
Jumlah
Kel. Abeli
Kel. Tobimeita Kel. Nambo
Kel. Tonoggeu
anakan
Mr

Kurang
Sedang

Ms

Mm

Mr

Ms

Mm

Mr

Ms

Mm

Mr

Ms

Mm

Banyak

Keterangan : Mr = Metroxylon rumphii M, Ms


Metroxylon Microcanthum M

Usia Panen

15

= Metroxylon Sagus R, Mm =

Usia panen disajikan pada tabel 4, tabel tersebut menunjukkan bahwa jenis
sagu tuni memiliki usia panen yang lebih lama dan relatif sama dengan jenis sagu
molat, sedangkan jenis sagu rotan memiliki usia panen yang lebih cepat.
Tabel 4 Usia panen berbagai jenis sagu dari masing-masing lokasi penelitian
Parameter

Kel. Abeli
Mr

Ms

Mm

Lokasi penelitian/jenis sagu


Kel. Tobimeita Kel. Nambo

Kel. Tonoggeu

Mr

Mr

Ms

Mm

Mr

Ms

Mm

Usia panen
10 10
9
11 10
8
10 9,5 8
12
(umur)
Keterangan : Mr = Metroxylon rumphii M, Ms = Metroxylon Sagus R,
Metroxylon Microcanthum M

Ms

Mm

10

10

Mm =

Produksi Perbatang
Produksi perbatang disajikan pada tabel 5. tabel tersebut menunjukan bahwa
jenis tunimemiliki produksi perbatang lebih tinggi di ikuti sagu molat, sedangkan
jenis sagu rotan memiliki produksi perbatang yang ter rendah.
Tabel 5. Produksi perbatang berbagai jenis sagu dari masing-masing lokasi
penelitian
Lokasi penelitian/jenis sagu
Parameter
Kel. Abeli
Kel. Tobimeita
Kel. Nambo
Kel. Tonoggeu
produksi
Mr

Ms

Mm

Mr

Ms

Mm

Mr

Ms

Mm

Mr

Ms

Mm

Berat
tepung
sagu biasa 450 400 150 500 450 200 400 400 200 500 450 250
(Kg per 1
pohon)
Keterangan : Mr = Metroxylon rumphii M, Ms = Metroxylon Sagus R, Mm =
Metroxylon Microcanthum M

B. Pembahasan

16

Hasil penelitian menunjukan bahwa sagu yang dominan adalah jenis sagu
molat diikuti dengan jenis sagu tuni, dan jenis sagu rotan hampir punah. Menurut
Haryanto dan Pangloli (1992) jenis sagu molat banyak disukai masyarakat karena
acinya berwarna putih dan enak rasanya, disamping itu mudah dilakukan pengolahan
karena jenis sagu ini tidak berduri dan empulurnya lunak sehingga mudah di tokok
Jenis sagu rotan kurang disukai oleh masyarakat setempat karena sagu ini
berduri rapat dapat melukai orang yang menyentuhnya. Disamping itu empulurnya
agak keras dan banyak mengandung serat serta acinya berwarna kemerah-merahan
dan rasanya kurang enak. Produksi sagu rotan hanya dapat

mencapai 200 kg

kandungan acinya. Menurut Harsanto (1986) jenis sagu yang paling rendah
produksinya dibandingkan dengan jenis sagu lainnya.
Jenis sagu tuni memiliki batang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis sagu
molat dan sagu rotan, demikian pula pada diameter batang kecuali pada jenis sagu
rotan memiliki ukuran diameter batang yang kecil. Hal ini sesuai yang dinyatakan
oleh Ramalutu (1985) dalam Haryanto dan Pangloli (1992). Bahwa jenis sagu tuni
mempunyai ukuran tinggi batang 10-20 meter, dengan diameter 70-100 cm,
selanjutnya Manan Dkk (1994). Dalam Haryanto dan Pangloli (1992) menyatakan
bahwa jenis sagu tuni adalah jenis sagu yang paling besar ukurannya di bandingkan
dengan jenis sagu lainnya. Sedangkan dengan jenis sagu molat ukurannya sedang dan
dengan jenis sagu rotan diameter batangnya kecil. (Harsanto, 1986). Menurut
Rumalatu (1981) dalam Haryanto dan Pangloli (1992 ) menyatakan bahwa perbedaan
tinggi batang dari setiap jenis sagu pada tingkat umur dan lingkungan dan lingkungan

17

yang sama tergantung dari sifat genetis dan kemampuan pertumbuhannya. Jenis sagu
yang memiliki sifat genetis dan daya adaptasi terhadap lingkungan yahg baik akan
memperlihatkan pertumbuhan yang baik pula.
Jenis sagu tuni memiliki diameter batang terbesar, jenis sagu molat memiliki
diameter batang sedang, dan jenis sagu rotan memiliki diameter batang yang lebih
kecil. Hal ini sesuai yang dinyatakan Haryanto dan Pangloli (1992) yang menunjukan
bahwa jenis sagu tuni memiliki diameter batang 50-60 cm, jenis sagu molat memiliki
diameter batang 40-60 cm dan jenis sagu rotan memiliki diameter batang sekitar 40
cm. Adanya perbedaan ukuran tersebut diduga adanya toleransi dan kemampuan
suatu jenis sagu dalam memperoleh kebutuhan unsur hara, mineral, bahan organik
dah kecocokan pH air tanah dalam suatu lingkungan tumbuh, dengan demikian jenis
sagu yang mampu memenuhi kebutuhannya dalam jumlah maksimal akan
menampakan pertumbuhan yang lebih baik. Harsanto (1986) menyatakan bahwa jenis
sagu tuni mempunyai diameter yang paling besar, sagu molat mempunyai diameter
batang sedang, dan jenis sagu rotan mempunyai batang diameter yang kecil.
Jenis sagu tuni memiliki panjang daun yang paling panjang disusul dengan
jenis sagu molat, dan jenis sagu rotan memiliki panjang daun yang paling pendek.
Perbedaan ukuran daun tersebut disebabkan karena perbedaan sifat genetis dan
morfologis dari ketiga jenis sagu (Haryanto dan Pangaloli, 1992 ).
Jenis sagu molat memiliki jumlah anakan yang banyak, sedangkan jenis sagu
tuni dan jenis sagu rotan jumlah anakannya relatif sama. Hal ini diduga ada
hubungannya dengan jenis-jenis sagu tersebut dalam pengelolaannya. Pada jenis sagu

18

molat sering dilakukan penebangan terhadap pohon yang siap panen secara terus
menerus karena jenis sagu ini memiliki kandungan aci yang putih dan rasanya enak
sehingga banyak disenangi dan disukai masyarakat (Haryanto dan Pangloli, 1992) hal
ini mendorong anakan yang tumbuh dari induk yang di panen cenderung keluar
untuk menjauhi induknya sehingga memperluas jumlah anaknya.
Selanjutnya Haryanto dan Pangloli (1992) menjelaskan bahwa tanaman sagu
akan menghasilkan anakan secara berurutan dengan pola anak beranak yang
selanjutnya membentuk rumpun yang lebih luas. Jenis sagu rotan dibiarkan tumbuh
secara liar dan tidak ada usaha pemeliharaan. Lebih lanjut Haryanto dan Pangloli
(1992) menjelaskan bahwa populasi tanaman sagu tergantung dari jenis, daerah
produksi dan perlakuan yang diberikan selama masa pertumbuhan dimana
pertumbuhan sagu yang dipelihara atau dibudidayakan populasinya lebih padat dari
pada yang tumbuh secara liar.
Pada jenis sagu rotan usia panennya lebih cepat, kemudian diikuti jenis sagu
molat, sedangkan usia panen pada jenis sagu tuni lebih lama. Hal tersebut
berhubungan erat dengan tinggi batang dan jumlah daun, artinya batang yang tinggi
dan daun yang banyak secara umum mempengaruhi usia sagu. Semakin banyak
jumlah daun terbentuk dan tinggi batang lebih tinggi maka semakin lama usia panen
yang dilakukan. Dengan demikian tinggi batang dan jumlah daun pada sagu jenis
molat sangat mendukung untuk memiliki usia panen yang lebih panjang. Hasil ini
sama dengan yang dilaporkan Haryanto dan Pangloli (1992) bahwa jenis sagu tuni
memiliki usia panen yang lebih panjang dengan tinggi batang bahkan mencapai 18

19

meter. Adanya perbedaan usia sagu tersebut di duga kerena adanya perbedaan sifat
morfologis dan kondisi linkungan tumbuh.
Produksi aci sagu perbatang yang tertinggi terdapat pada jenis sagu tuni
diikuti jenis sagu molat. Sedangkan jenis sagu rotan memiliki produksi aci sagu
perbatang paling rendah, tingginya produksi jenis sagu tuni karena memiliki jumlah
daun yang banyak dan tinggi batang yang relatif tinggi dibandingkan dengan jenis
sagu lainnya. Menurut Flach (1977) dalam Haryanto dan Pangloli (1992) menyatakan
bahwa kandungan aci dalam batang sagu semakin lama semakin bertambah banyak
dan apabila sagu mendapatkan sinar matahari yang cukup selama pertumbuhannya,
kandungan aci dalam batangnya meningkat secara linear sampai terjadi pembentukan
bunga. Selain faktor lingkungan kandungan aci dalam batang sagu dipengaruhi oleh
umur dan jenisnya (Rumalatu, 1981) dalam Haryanto dan Pangloli (1992). Semakin
besar ukuran diameter batang sagu maka aci yang dihasilkan semakin besar pula.
Jumlah populasi sagu di Kecamatan Abeli Kota Kendari semakin berkurang karena
sebagian wilayah tanaman sagu digunakan untuk daerah pemukiman, persawahan,
tambak, dan kurangnya pemeliharaan pada tanaman sagu. Untuk mengatasi
kepunahan tanaman sagu maka perlu diadakan pembudidayaan sagu dan memilih
tanaman sagu yang mampu beradaptasi terhadap kondisi lingkungan tumbuh dan
keadaan iklim setempat. Jenis sagu yang cocok untuk dikembangkan dilokasi
penelitian adalah jenis sagu molat dan jenis sagu tuni karena kedua jenis sagu ini
memiliki keunggulan yaitu mampu beradaptasi terhadap kondisi lingkungan tumbuh
dan iklim setempat, empulurnya mudah ditokok, kadar empulurnya banyak dan

20

rasanya enak, acinya berwarna putih. Hal ini sesuai yang dinyatakan Haryanto dan
Pangloli (1992) bahwa jenis sagu tuni dan jenis sagu molat memiliki empulur yang
lunak sehingga mudah ditokok, acinya berwarna putih, dan rasanya enak sehingga
sangat disukai oleh penduduk setempat. Keunggulan lain dari kedua jenis sagu ini
memiliki diameter batang yang lebih besar bila dibandingkan dengan jenis sagu lain,
juga memiliki produksi yang lebih tinggi.

21

V. KESIMPULAN DAN SARAN.


A . Kesimpulan
1.

Jenis-jenis sagu yang tersebar di Kecamatan Abeli Kota Kendari ada tiga
jenis yaitu Tuni/Runggamanu (Metroxylon Rumphii Martius), olat/Roe
(Metroxylon Sagus Rottbol ) dan Rotan/Rui (Mitroxylon Micrachantum
Martius)

2.

Jenis sagu yang dominan di Kecamatan Abeli Kota Kendari adalah jenis
sagu molat.

3.

Jenis sagu tuni mempunyai mempunyai batang yang lebih tinggi dengan
lingar batang lebih besar dibandingkan dengan dua jenis sagu lainnya,
sehingga produksi yang dihasilkan lebih tinggi.

4.

Pada umumnya jumlah anakan dari ketiga jenis sagu relatif tidak merata
sehingga jarak populasi dalam satu rumpun nampak tidak teratur.

5.

Secara umum jenis sagu yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah
jenis sagu molat dan jenis sagu tuni karena kedua jenis tersebut mempunyai
kandungan aci yang tinggi.

B. Saran
Diharapkan kepada pemerintah, petani pengelola sagu serta pihak yang
berkepentigan dalam pengembangan tanaman sagu terhadap jenis molat secara
intensif maupun ekstensif guna memenuhi cadangan pangan serta untuk
komersialisasi sagu di masa mendatang.

22

DAFTAR ISI
ABSTRAK............................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................
DAFTAR ISI .........................................................................................................
DAFTAR TABEL .................................................................................................
I

II

III

IV

i
ii
iii
iv

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................

B. Rumusan Masalah .................................................................................

C. Tujuan dan Kegunaan ............................................................................

TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi ..............................................................................................

B. Morfologi Sagu ......................................................................................

C. Batang ....................................................................................................

D. Daun ......................................................................................................

E. Bunga dan Buah ....................................................................................

F. Lingkungan Tumbuh Tanaman Sagu .....................................................

METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu .................................................................................

10

B. Bahan dan Alat ......................................................................................

10

C. Metode Penelitian ..................................................................................

10

D. Prosedur Kerja .......................................................................................

10

E. Analisis Data .........................................................................................

10

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil .......................................................................................................

11

B. Pembahasan ...........................................................................................

16

PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................

22

B. Saran ......................................................................................................

22

23

DAFTAR PUSTAKA
Harsanto, P.B., 1986. Budidaya dan Pengolahan Sagu. Kanisius. Yogyakarta.
Haryanto, B. Dan Pangloli, P., 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius.
Yogyakarta.
Jumadi, A., 1989. Sistem Pertanian Sagu di Daerah Luwu Sulsel. Thesis Pasca
Sarjana IPB. Bogor.
Kantor Wilayah Perindustrian Sultra, 1983. Profil Pengembangan Industri
Pengolahan Sagu. Proyek Pengembangan Industri Kecil dan Menengah.
Kendari.
Kantor Wilayah Perindustrian Sultra, 1995.
Pengolahan Sagu. Kendari.

Profil Pengambangan Industri

Tenda, E.T, H.F. Mangindaan dan J. Kumaunang. Eksplorasi Jenis-Jenis Sagu


Potensial di Sulawesi Tenggara. Makalah Poster Pada Seminar Nasional
Sagu Untuk Ketahanan Pangan. Manado, 6 Oktober 2003.

24

ABSTRAK
La Siami (DIB11009). Identifikasi Jenis-Jenis Sagu (Metroxylon sp) di Kecamatan
Abeli Kota Kendari. (Dibimbing oleh Dirvamena Boer sebagai Pembimbing I dan
Muhidin sebagai Pembimbing II).
Suatu penelitian untuk mengetahui jenis-jenis sagu dan sagu yang dominan di
Kecamatan Abeli Kota Kendari.
Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis-jenis sagu yang ad di Kecamatan
Abeli Kota Kendari terdiri dari tiga jenis yaitu Metroxylon rumphii Martius (tuni/
runggamanu), Metroxylon sagus Rottbol (molat/roe) dan Metroxylon micracanthum
Martius (rotan/rui). Jenis sagu yang dominan penyebarannya adalah Metroxylon
sagus Rottbol (molat/roe).
Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis sagu tuni memiliki tinggi batang
tertinggi, diameter batang terbesar dibandingkan dengan jenis sagu molat dan jenis
sagu rotan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis sagu tuni memiliki panjang daun
yang terpanjang disusul sagu molat, sedangkan jenis sagu rotan memiliki panjang
daun terpendek.
Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis sagu molat memiliki jumlah anakan
yang terbanyak disusul sagu tuni, sedangkan jenis sau rotan memiliki jumlah anakan
yang kurang.
Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis sagu tuni memiliki usia panen lebih
lama diikuti jenis sagu molat sedangkan jenis sagu rotan memiliki siap panen yang
cepat. Jenis sagu tuni memiliki produksi perbatang yang tinggi diikuti jenis sagu
molat sedangkan jenis sagu rotan memiliki produksi perbatang yang terendah.
Dapat disimpulkan bahwa jenis sagu tuni dan jenis sagu molat mempunyai
potensi untuk dikembangkan karena memiliki sifat genetis yang baik dan adaptasi
terhadaplingkungan yang baik serta kandungan acinya lebih tinggi.

i
25

HALAMAN PENGESAHAN

Judul

Identifikasi Jenis-Jenis Sagu (Metroxylon sp) di Kecamatan


Abeli Kota Kendari

Nama

La Siami

Stambuk

D1B1 01 009

Prog. Studi

Agronomi

Jurusan

Budidaya Pertanian

Fakultas

Pertanian

Menyetujui :
Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc. Agr.


NIP. 131 956 602

Mengetahui
Ketua Program Studi Agronomi,

Ir. Rachmawati Hasid, M.Si


NIP. 131 960 783

26

Ir. Muhidin, M.Si


NIP. 132 008 122

ii

27

DAFTAR TABEL
No.
1.

Teks

Halaman

Tinggi batang, diameter batang, tebal kulit batang, berbagai


jenis sagu dari masing-masing lokasi penelitian .........................................

2.

Bentuk daun, warna daun, panjang daun, duri daun, dan tipe pelepah
daun, berbagai jenis sagu dari masing-masing lokasi penelitian..................

3.

13
14

Jumlah anakan berbagai jenis sagu dari masing-masing lokasi


penelitian .....................................................................................................

14

4.

Usia panen berbagai jenis sagu dari masing-masing lokasi penelitian .......

15

5.

Produksi perbatang berbagai jenis sagu dari masing-masing lokasi


penelitian. ....................................................................................................

iv
28

15

Anda mungkin juga menyukai