Kimia Praktik Editan

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 107

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENGENALAN ALAT 3
PEMBUATAN REAGENSIA. 21
ALKALIMETRI.. 40
ACIDIMETRI.. 54
ARGENTOMETRI.. 65
KOMPLEKSOMETRI.... 77
PERMANGANOMETRI. 91
IODOMETRI 101

KATA PENGANTAR
Puji dan Syukuran praktikan ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkat
rahmat Dan karunia-Nya jualah sehingga laporan ini dapat praktikan selesaikan
sebagaimana Mestinya. Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Kimia Dasar

Semester. 1

Praktikan menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurnaan


banyak Kekurangan dan kesalahannya. Oleh karena itu praktikan mengharapkan
kritik dan Saran yang sifatnya membangun dari rekan-rekan dan bimbingan dari
dosen Pembimbing untuk perbaikan dalam penyusunan dimasa yang akan datang.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah praktikan meyampaikan terima
kasih
yang terhormat :
b. Ibu Siti Mas'Odah S.Pd dan Bapak Jujuk Anton Cahyono S.Si selaku
dosen pembimbing mata kuliah Kimia Dasar.
c. Para asisten yang banyak membimbing praktikan selama kegiatan
praktikum berlangsung.
d. Rekan-rekan mahasiswa

Politeknik

Kesehatan

Jurusan

Gizi

Banjarmasin tercinta, yang turut membantu dalam penyelesaian


laporan ini.
e. Dan semua pihak yang telah banyak membantu praktikan baik secara
langsung maupun tidak langsung yang tidak bisa praktikan sebutkan
satu persatu.
Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi praktikan sendiri
Khususnya dan bagi pembaca laporan ini umumnya. Semoga laporan praktikum
Kimia Dasar ini dapat menjadi tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam
menyusun sebuah laporan dan semoga Allah SWT selalu menyertai dan
memberkati kita semua Amin...... ya rabbal a'lamin.
Banjarmasin,Januari 2008

Penulis

PENGENALAN ALAT-ALAT

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Dalam melakukan percobaan di laboratorium tentunya seorang praktikan

harus mengenal alat-alat yang akan dipergunakan. Pengenalan alat-alat yang akan
dipergunakan dalam laboratorium ini sangat penting guna kelancaran percobaan
yang dilaksanakan diantaranya adalah menghindari kecelakaan kerja dan gagalnya
percobaan. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memperkenalkan alat-alat
laboratorium beserta fungsinya dalam praktikum kimia dasar. Praktikan
dikenalkan dengan alat-alat yang ada di laboratorium yang akan dipakai ketika
melakukan percobaan-percobaan. Kemudian praktikan diajarkan cara memakai
alat-alat sesuai dengan fungsinya masing-masing. Hasil yang didapatkan adalah
praktikan dapat mengenal dan mengetahui alat-alat laboratorium beserta
fungsinya. Seperti cara pengisian buret yang benar.
1.2

Tujuan Praktikum
Mengidentifikasi beberapa alat alat praktikum di dalam laboratorium

kimia serta kegunaan dari alat tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Dasar Teori
Pada dasarnya setiap alat mmiliki nama yang menunjukkan kegunaan alat,

prinsip kerja atau proses yang berlangsung ketika alat digunakan. Beberapa
kegunaan alat dapat dikenali berdasarkan namanya. Penamaan alat-alat yang
berfungsi mngukur biasanya diakhiri dengan kata meter seperti thermometer,
hygrometer, dan spektrofotometer. Alat-alat pengukur yang disertai dengan
informasi tertulis, biasanya diberi tambahan graph seperti thermograph,
barograph (Firebiology, 2007).
Sebelum melakukan praktikum, terlebih dahulu kita harus mengenal atau
mengetahui tentang alat-alat yang digunakan dalam melakukan praktikum
tersebut. Hal ini berguna untuk mempermudah kita dalam melaksanakan
percobaan,

sehingga

resiko

kecelakaan

di

laboratorium

dapat

ditanggulangi. Kebersihan dan kesempurnaan alat sangat penting untuk bekerja di


laboratorium. Alat yang kelihatan secara kasat mata, belum tentu bersih,
tergantung pada pemahaman seorang analis mengenai apa artinya bersih. Alat
kaca seperti gelas piala atau erlenmeyer paling baik dibersihkan dengan sabun
atau deterjen sintetik. Pipet, buret, dan labu volumetrik mungkin memerlukan
larutan deterjen panas untuk bisa bersih benar (Day & Underwood, 1998).
Ketetapan hasil analisa kimia sangat tergantung pada mutu bahan kimia dan
peralatan yang dipergunakan, disamping pengertian pelaksanaan tentang dasar
analisa yang sedang dikerjakan serta kecermatan dan ketelitian kerjanya sendiri.
Ketelitian dan kecermatan kerja, selain merupakan sifat pribadi seseorang akan
dapat pula diperoleh karena bertambahnya pengamatan kerja seseorang sehingga
menjadi kebiasaan yang berguna bagi kelancaran kerjanya. Penanganan bahan
kimia dan peralatan pokok yang banyak dipergunakan merupakan persyaratan
penting demi keselamatan dan hasilnya pekerjaan analisa kimia (Day &
Underwood, 1998).

Analisa kimia menentukan macam, struktur, dan jumlah zat, maka setiap
cabang kegiatan manusia yang menyangkut materi, langsung atau tidak langsung
memerlukan analisa kimia. Yang dimaksud dengan cabang kegiatan adalah segala
sesuatu yang manusia, termasuk ilmu pengetahuan, perdagangan, perindustrian,
pencegahan penyakit dan penyembuhan si sakit, produksi bahan pangan,
penyemaian, pengolahan, peran, olahraga, penyusutan kejahatan, dan sebagainya
(Harjadi, 1990).
Dalam mengukur suatu zat atau benda hendaknya menggunakan suatu alat,
alat yang digunakan mengukur suatu zat dalam kimia adalah gelas ukur, akan
tetapi hasil pengukuran dari gelas ukur sangat kurang tepat, sehingga dalam
penggunaannya tidaklah terlalu teliti. Salah satu contoh alat pengukuran lain yang
mempunyai tingkat ketelitian lebih baik dari pipet isap, namun pengukuran
dengan pipet sendiri tidak terlepas dari kesalahan (Rohman, 1998).

BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1

Alat alat kimia


- Secara Kuantitatif
- Mortir

- Sendok tanduk

- Desikator

- Pipet tetes

- Kaca Arloji

- Penjepit tabung reaksi

- Krus porselin

- Plat tetes

- Batang Pengaduk

- Pembakar spritus

- Cawan Porselin

- Klem buret

- Pendingin

- Oven

- Neraca Digital

- Inkubator

- Bola Isap

- Tanur

- Kaki tiga

- Centrifuge

- Corong

- Ring

- Mortir dan stamfer

- Hot hands

- Secara Kualitatif
- Beaker gelas

- Gelas Ukur

- Labu Erlenmayaer

- Buret

- Tabung reaksi

- Pipet volume

- Labu takar

- pipet gondok

- labu alas bulat


- termometer

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1

Hasil Pengamatan

Gambar

Fungsi

o
1

untuk Menggerus dan menghaluskan suatu zat

Mengambil suatu zat yang berupa serbuk atau padat, ex : salep(adeps


lanae)

Menjepit tabung reaksi selama melakukan proses pemanasan

Memindahkan beberapa tetes zat cair

Menegakkkan corong, buret

Menghisap larutan yang akan diukur

Menyaring cairan kimia atau larutan yang tidk bisa larut

Berfungsi untuk Tempat untuk mereaksikan zat dalam jumlah kecil

Membakar zat atau memanaskan larutan

10

Mengaduk larutan

11

Memegang buret yang digunakan untuk titrasi

12
untuk mereaksikan atau mengubah suatu zat pada suhu tinggi

13

Mengeringkan peralatan yang akan digunakan

14

Memisahkan dan mengendapkan padatan dari larutan

15
Untuk menyimpan bahan-bahan yang harus bebas air dan
mengeringkan zat-zat dalam laboratorium. Dikenal dua jenis
desikator yaitu desikator biasa dan desikator vakum.

10

16
Untuk memegang peralatan gelas yang masih dalam kondisi panas

17

Memisahkan larutan dan gas

18

Penyangga pembakar spiritus

19

Terbuat dari persolen dan bersifat inert, digunakan untuk


memanaskan logam-logam.

20

Untuk menjepit corong pemisah dalam proses pemisahan dan untuk


meletakan corong pada proses penyeringan

21

sebagai pemanas pada suhu tinggi, sekitar 1000 C

22
untuk fermentasi dan menumbuhkan media pada pengujian secara
mikrobiologi.

11

23

Tempatuntukmenyimpandanmembuatlarutan.

Beaker

glass

memilikitakarannamunjarangbahkantidakdiperbolehkanuntukmenguk
ur volume suatuzatciar

24

Untuk membuat dan atau mengencerkan larutan dengan ketelitian


yang tinggi.

25
Digunakan untuk titrasi, tapi pada keadaan tertentu dapat pula
digunakan untuk mengukut volume suatu larutan.

26

Menampung larutan dalam jumlah yang sedikit

27

Mengukur volume larutan

28

Mengukur volume larutan

29

Tempat membuat larutan.

12

30
Untuk mengukur suhu badan

3.2

Pembahasan
Dari hasil praktikum tentang menganalisis alat-alat kimia dapat digolongkan menjadi

beberapa bagian yaitu :


1.

Alat-alat pemanasan
Alat-alat yang digunakan dalam pemanasan adalah pembakar gas, kaki tiga, segitiga

porselin, gegep, pemanas air, alat-alat porselin (cawan, pinggan).


1.

Kaki tiga
Kaki Tiga digunakan sebagai tungku, dimana diatasnya terdapat wadah bahan-bahan yang

dipanaskan di antara ketiga kakinya tempat untuk pemanasan.


2. Segitiga porselin
Segitiga porselin digunakan sebagai alat penopang wadah yang akan dipanaskan diatas
kaki tiga.
3.

Gegep (penjepit)
Geget (penjpit) digunakan untuk membantu mengambil alat-alat yang tidak boleh diambil

dengan tangan. Misalnya botol-botol timbang, alat-alat panas dan sebagainya.


4. Cawan porselin (Crucible)
Cawan Porslin (crucible) digunakan untuk mereaksikan zat dalam suhu tinggi,
menggabukan kertas saring, menguraikan endapan dalam gravimetric sehingga menjadi
bentuk yang stabil.
5. Pinggan porselin (Evaporating Dish)
Pinggan porselin (Evaoratng Dish) digunakan untuk menguapkan / mereaksikan larutan
sehingga lebih pekat atau menjadi lebih kering dan mengkristalkan zat serta untuk
menyublimkan zat.
2.

Alat-alat gelas
13

Sebelum digunakan, alat-alat gelas harus diperiksa terlebih dahulu, apakah ada cacat dan
diteliti kebersihannya. Apabila alat tersebut retak jangan meneruskan untuk penggunaannya.
Kebersihan alat sangat penting, data yang dihasilkan menjadi tidak akurat jika melakukan
percobaan pada alat yang terkontaminasi.
Dibersihkan peralatan dengan sabun dan air keran. Digunakan sikat yang sesuai dengan
ukuran dan kehalusan. Mula-mula dibilas peralatan gelas dengan air keran, kemudian satu atau
dua kali dengan akuades. Kadang kala perlu direndam pipet atau buret beberapa lama dengan air
sabun dan K2CrO7 serta H2SO4 bila sulit dihilangkan kotoran. Baliklah peralatan gelas yang
bersih diatas serbet. Jangan mengeringkan peralatan gelas yang ditera dalam oven atau diatas api
langsung. Bilaslah peralatan gelas dengan pelarut atau larutan yang akan digunakan.
Jangan mengeluarkan cairan dari pipet atau buret terlalu cepat atau lambat karena bila
terlalu cepat akan meninggalkan cairan yang sulit dihilangkan dan juga jangan terlalu lambat
karena akan memperlambat percobaan.
a.

Gelas Wadah
Botol sebagai wadah pereaksi dapat dibedakan dengan warnanya yang gelap untuk

tempat zat yang peka terhadap cahaya, oksidasi, botol tak berwarna dan lainnya. Tutup botol
bermacam-macam ; tutup pipih tidak boleh ditaruh diatas meja, tutup paruh dan pipih tidak boleh
diambil. Mulutnyapun bermacam-macam; mulut kecil untuk zat yang mudah menguap,dan mulut
besar uantuk pereaksi selain itu.
b. Alat-alat untuk mereaksikan zat
1) Tabung reaksi
Terbuat dari gelas dan dapat dipanaskan, terutama digunakan untuk mereaksikan zat-zat
kimia dalam jumlah sedikit.
2) Gelas piala
Alat ini disebut juga gelas beker, fungsi utama adalah untuk mereaksikan zat kimia dalam
jumlah sedikit. Dapat juga digunakan sebagai tempat larutan untuk memanaskan larutan zat
kimia.
3) Erlenmeyer
Alat ini digunakan untuk tempat zat yang dititrasi dan bukan alat pengukur. Kadangkadang boleh untuk memanaskan larutan.
14

3.

Alat-alat pengukur volume


a.

Gelas ukur
Alat ini digunnakan untuk mengukur volume zat kimia cair, tidak boleh

untuk mengukur pelarut panas.


b.

Pipet ukur yang terdiri dari pipet gondok dan pipet volume
Pipet gondok terbuat dari gelas, tengahnya membesar ujungnya meruncing.

Untuk mengambil larutan dan pipet ini lebih tepat dibandingkan gelas ukur, dan dibantu degan
propipet.Pipet volum dibubuhi skala mirip dengan buret, untuk mengambil larutan dan lebih
tepat dari gelas ukur.
c.

Buret
Alat ini terbuat dari gelas berskala dan memiliki kran. Untuk melakukan

titrasi, larutan dikeluarkan sedikit demi sedikit dari kran. Volume dapat dilihat dari skala. Untuk
menggunakannya buret dicuci dua kali dengan larutan yang akan diisikan dan untuk titrasi
dilakukan minimal tiga kali , hasilnya adalah rata-ratanya. Normalitas dan penitrasi jangan
terlalu tinggi atau pekat dan volumenya sedikit mungkin (10 / 20 cc). Buret digunakan untuk
menghantarkan volume yang diketahui dan dapat diubah-ubah.
d.

Labu ukur
Alat ini digunakan untuk membuat larutan standar atau larutan tertentu

secepat-cepatnya.
4.
a.

Alat lain
Pengaduk gelas
Alat ini dipakai untuk mengambil suatu campuran atau larutan zat kimia dalam bentuk

serbuk, padat, dan pasta ketika melakukan reaksi kimia dan untuk membantu menuangkan cairan
dalam proses penyaringan.
b.

Gelas arloji
Alat ini terbuat dari gelas, berguna untuk alas dan menimbang zat kristal, untuk menutup

bejana saat pemanasan dan untuk menguapkan cairan.


c.

Corong
Alat ini terbuat dari gelas, untuk membantu memasukkan larutan cair ketempat yang

sempit mulutnya.
d. Botol semprot
15

Alat ini digunakan untuk membersihkan dinding bejana dari sisa-sisa endapan,
mengeluarkan air/cairan dalam jumlah terbatas, dan tempat menyimpan air .
e.

Eksikator
Alat ini digunakan untuk menyimpan zat agar tetap kering atau untuk mengeringkan zat.

Zat pengering yang dipakai adalah zat hogroskopis seperti CaO, CaCl 2 anhidrid, PCl5. Jangan
memasukkan benda yang terlalu panas, karena akan menyebabkan udara didalamnya akan
berkembang dan dapat mengangkat tutupnya, disamping itu suhu benda/bahan akan lambat
turunnya, sehingga tidak dapat cepat ditimbang.
5.

Hal-hal yang perlu diperhatikan


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan alat-alat gelas kimia, antara lain :
1. Peralatan dikeringkan, setelah itu dicuci diletakkan terbalik, hanya bagian luar yang dilap,

bagian lain tidak boleh dilap. Apabia perlu cepat kering alat dipanaskan sedikit (di atas atau
dalam oven).
2. Tutup botol; pada bagian yang tutup botol berbentuk paruh, maka tutup botol jangan
dicabut, menutup atau membuka botol dengan cara mengatur saluran pada botol dan tutup, ini
dilakukan untuk menjaga kemurnian isi botol.
3. Cairan dituang dari botol yang beretiket; memegang etiket menghadap telapak tangan dan
cairan dialirkan dari sisi yang berjauhan dengan etiket jadi isi botol dapat selalu diketahui dengan
mudah.
4. Isi botol dicium dengan cara mengibaskan tangan pada mulut botol dan mengarahkannya
ke hidung.
5. Ditimbang ;

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penimbangan suatu zat;


a.

Penimbangan dilakukan dalam ruang tertutup.

b.

Bahan diletakkan dalam gelas arloji (untuk zat padat) atau botol timbang (untuk zat cairan).

c.

Jika akan dilarutkan atau direaksikan bahan dalam wadah, maka berat wadah kosong dicari

sebelum dimasukkan. Jika akan memindahkan bahan ke tempat lain, berat bahan kosong dicari
sesudah bahan dipindahkan.
d.

Bahan diletakkan atau mengambil timbangan atau anting-anting dengan pinset.


16

e.

Jangan ditimbang bahan panas sebelum mendinginkannya.

f.

Selalu jaga kebersihan timbangan.

6.

Alat dibersikan ; alat-alat volumetirik harus bersih dan bebas dari lemak.

7.

Penggunaan buret;
1) Buret dijepitkan pada statif dengan hati-hati.
2) Buret diletakan pada angka 0 sejajar tegak lurus dengan mata.
3) Sebelum dikalibrasi, bersihkan buret dengan akuades, setelah itu kita buang dengan

cara tangan kiri memegang kran dan tangan kanan memegang gelas beker.
4) Bahan kimia yang akan digunakan dimasukan dan diperhatikan agar batas kalibrasi
tetap pada batas 0.
5) Bahan lain disiapkan pada gelas beker yang kita gunakan dalam praktikum.
6)

Jumlah tetesan yang diperlukan diperhatikan karena dapat mempengaruhi warna bahan

yang ada di gelas beker.

17

BAB V
KESIMPULAN

1. . Pembakar gas terdiri dari bebeapa bagian, Api tidak boleh di pergunakan untuk
pemanasan reaksi sebab kurang panas dan mengotori alat alat yang di panaskan.
2. Pembakar gas di gunakan untuk memanaskan.
3. Alat alat gelas sebelum di gunakan harus di periksa terlebih dahulu baik
kebersihannya, atau keadaan alat tersebut Karena apabila alat tersebut mengalami
kerusakan dan tidak di bersihkan terlebih dahulu maka akan mempengaruhi hasil
pengamatan.
4. Alat alat gelas berfungsi sebagai wadah bagi suatu larutan.

18

DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A. Jr. and A.L. Underwood. 1998. Kimia Analisis Kuantitatif. Edisi Revisi, Terjemahan R.
Soendoro dkk. Erlangga. Jakarta.
Dicky, D.P. 2012. Pengenalan alat-alat Laboratorium. dsikreatif.blogspot.com
Harjadi ,W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Grammedia. Jakarta.
Rohman, Taufiqur. 1998, Penanganan Bahan Kimia Dengan Alat Gelas Kimia Serta Penanganan
Korban Akibat Kontak Dengan Bahan Kimia. MakalahSeminar Pada Pelatihan Dosen Biokimia.
Banjarbaru.
Feribiology.2007, teknik

pengenalan,

penyiapan

dan

penggunaan

alat laboratorium

mikrobiologi. http://firebiology07.wordpress.com

19

GRAVIMETRI

20

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Analisis gravimetri merupakan salah satu cabang utama kimia analisis. Tahap pengukuran
dalam metode gravimetri adalah penimbangan analitnya secara fisis dipisahkan dari semua
komponen lain dari sampel itu maupun pelarutnya. Pengendapan merupakan teknik yang paling
luas penggunaannya untuk memisahkan analit dari penganggu-pengganggunya, elektrolis,
ekstraksi pelarut, kromatografi dan pengastirian merupakan metode penting lain untuk
pemisahan itu.
Cara gravimetri disebut dengan cara klasik, karena perhitungannya berdasarkan reaksi kimia dari
zat yang terlibat.
I.2 Tujuan
1. Dapat mengetahui konsep gravimetri
2. Menentukan kadar Cl sebagai AgCl secara gravimetri

21

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau
senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penentuan senyawa gravimetri meliputi transformasi
unsur atau radikal senyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang
dapat ditimbang dengan teliti. Berat unsur dapat dihitung berdasarkan rumus senyawa dan
berat atom unsur unsur atau senyawa yang dikandung dilakukan dengan berbagai cara,
seperti : metode pengendapan; metode penguapan; metode elektroanalisis; atau berbagai
macam cara lainya. Pada prakteknya 2 metode pertama adalah yang terpenting, metode
gravimetri memakan waktu yang cukup lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji
dan bila perlu faktor faktor pengoreksi dapat digunakan (Khopkar,1999).
Gravimetri adalah pemeriksaan jumlah zat dengan cara penimbangan hasil reaksi
pengendapan. Gravimetri merupakan pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan paling
sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Kesederhaan itu kelihatan
karena dalam gravimetri jumlah zat ditentukan dengan cara menimbang langsung massa zat
yang dipisahkan dari zat-zat lain (Rivai,1994).
Pada dasarnya pemisahan zat dengan gravimetri dilakukan dengan cara sebagai
berikut. Mula-mula cuplikan dilarutkan dalam pelarutnya yang sesuai, lalu ditambahkan zat
pengendap yang sesuai. Endapan yang terbentuk disaring, dicuci, dikeringkan atau
dipijarkan, dan setelah itu ditimbang. Kemudian jumlah zat yang ditentukan dihitung dari
faktor stoikiometrinya. Hasilnya disajikan sebagai persentase bobot zat dalam cuplikan
semua (Rivai,1994).
Suatu metode analisis gravimetri biasanya didasarkan pada reaksi kimia seperti
aA + R AaRr
dimana a molekul analit, A, bereaksi dengan r molekul reagennya R. Produknya,
yakni AaRr, biasanya merupakan suatu substansi yang sedikit larut yang bias ditimbang
22

setelah pengeringan, atau yang bisa dibakar menjadi senyawa lain yang komposisinya
diketahui, untuk kemudian ditimbang. Sebagai contoh, kalsium biasa ditetapkan secara
gravimetri melalui pengendapan kalsium oksalat dan pembakaran oksalat tersebut menjadi
kalsium oksida, dengan reaksi:
Ca2 + CaO42- CaC2O4(S)
CaC2O4 CaO(S) + CO2 (g) + CO(g)
Pemisahan unsur atau senyawa dari senyawa atau larutan dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa cara atau metode analisa gravimetri. Beberapa metode analisa
gravimetri sebagai berikut :
Metode pengendapan
Pelarut yang dipilih harus lah sesuai sifatnya dengan sampel yang akan di larutkan,
Misalnya : HCl, H2SO4, dan HNO3 digunakan untuk melarutkan sampel dari logam
logam.
Metode peguapan atau pembebasan ( gas )
Metode elektroanalisis
Metode ekstraksi dan kromatogravi
Pada percobaan yang dilakukan praktikan menggunakan cara pengendapan.

Gravimetri pengndapan adalah merupakan gravimetri yang mana komponen yang


hendak didinginkan diubah menjadi bentuk yang sukar larut atau mengendap dengan
sempurna.

23

Bahan yang akan ditentukan di endapkan dalam suatu larutan dalam bentuk yang
sangat sedikit larut agar tidak ada kehilangan yang berarti bila endapan disaring dan
ditimbang.
Syarat syarat senyawa yang di timbang :
Stokiometri
Mempunyai kestabilan yang tinggi
Faktor gravimetrinya kecil
Adapun beberapa tahap dalam analisa gravimetri adalah sebagai berikut :
1.Memilih pelarut sampel
Pelarut yang dipilih harus lah sesuai sifatnya dengan sampel yang akan di larutkan,
Misalnya : HCl, H2SO4, dan HNO3 digunakan untuk melarutkan sampel dari logam
logam.
2.Pengendapan analit
Pengendapan analit dilakukan dengan memisahkan analit dari larutan yang
mengandungnya dengan membuat kelarutan analit semakin kecil, dan pengendapan ini
dilakukan dengan sempurna.
Misalnya : Ca+2 + H2C2O4 => CaC2O4 (endapan putih)

3.Pengeringan endapan
Pengeringan yang dilakukan dengan panas yang disesuaikan dengan analitnya dan
dilakukan dengan sempurna. Disini kita menentukan apakah analit dibuat dalam bentu
oksida atau biasa pada karbon dinamakan pengabuan.
24

4.Menimbang endapan
Zat yang ditimbang haruslah memiliki rumus molekul yang jelas
Biasanya reagen R ditambahkan secara berlebih untuk menekan kelarutan endapan
(Day and Underwood, 2002).
Dalam menentukan keberhasilan metode gravimetri ada beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi, yaitu :
1.Proses pemisahan hendaknya cukup sempurna sehingga kuantitas analit yang tak
terendapkan secara analitis tak dapat dideteksi (biasanya 0,1 mg atau kurang dalam
menentukan penyusunan utama dalam suatu makro)
2.Zat yang ditimbang hendaknya mempunyai susunan yang pasti dan hendaknya
murni, atau sangat hampir murni. Bila tidak akan diperoleh hasil yang galat.
Persyaratan yang kedua itu lebih sukar dipenuhi oleh para analis. Galat-galat yang
disebabkan faktor-faktor seperti kelarutan endapan umumnya dapat diminimumkan dan
jarang menimbulkan galat yang signifikan. Masalahnya mendapatkan endapan murni dan
dapat disaring itulah yang menjadi problema utama. Banyak penelitian telah dilakukan
mengenai pembentukkan dan sifat-sifat endapan, dan diperoleh cukup banyak pengetahuan
yang memungkinkan analis meminimumkan masalah kontaminasi endapan (Day and
Underwood, 2002).
Dalam analisa gravimetri penentuan jumlah zat didasarkan pada penimbangan hasil
reaksi setelah bahan yang dianalisa direaksikan. Hasil reaksi ini didapatkan sisa bahan
suatu gas yang dibentuk dari bahan yang dianalisa. Dalam cara pengendapan, zat
direaksikan dengan menjadi endapan dan ditimbang. Atas dasar membentuk endapan, maka
gravimetrik dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : endapan dibentuk dengan reaksi antara zat
dengan suatu pereaksi dan endapan yang dibentuk dengan elektrokimia. Untuk
memisahkan endapan dari larutan induk dan cairan pencuci, endapan dapat disaring.
Endapan grevimetri yang disaring kertas tidak dapat dipisahkan kembali secara kuantitatif.
25

Sudah dijelaskan bahwa dalam analisa gravimetri, penentuan jumlah zat didasarkan
pada penimbangan. Dalah hal ini, penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisa
direaksikan. Hasil reaksi ini dapat berupa sisa bahan atau suatu gas yang terjadi, atau suatu
endapan yang dibentuk dari bahan yang dianalisa tersebut. Berdasarkan macam hasil yang
ditimbang itu dibedakan cara-cara gravimetri yaitu cara evolusi dan cara pengendapannya
(Hardjadi, 1993).
Endapan murni adalah endapan yang bersih, artinya tidak mengandung molekulmolekul lain (zat-zat lain yang biasanya disebut pengotor atau kontaminan). Pengotor oleh
zat-zat lain mudah terjadi, karena endapan timbul dari larutan yang berisi macam-macam
zat. Sedangkan endapan kasar adalah endapan yang butir- butirnya tidak kecil, halus
melainkan besar. Hal penting untuk kelancaran penyaringan dan pencucian endapan.
Adapun tujuan dari pencucian endapan adalah untuk menyingkirkan kotoran yang
teradsorpsi pada permukaan endapan maupun yang terbawa secara mekanis (Harjadi,
1993).
Gravimetri dengan cara pengendapan, analat direaksikan sehingga terjadi suatu
pengendapan dan endapan itulah yang ditimbang. Atas dasar cara membentuk endapan,
maka gravimetri dibedakan menjadi 2 macam :
(1) Endapan dibentuk dengan reaksi antara analat dengan sutau pereaksi, endapan
biasanya berupa senyawa. Baik kation maupun anion dari analat mungkin diendapkan,
bahan pengendapnya anorganik mungkin pula organik. Cara inilah yang biasa disebut
dengan gravimetri.
(2) Endapan dibentuk dengan cara elektrokimia, dengan perkataan lain analat
dielektrolisa, sehingga terjadi logam sebagai endapan. Cara ini biasa disebut dengan
elektrogravimetri.
Salah satu masalah yang paling sulit dihadapi oleh para analis adalah menggunakan
endapan sebagai cara pemisahan dan penentuan gravimetrik adalah memperoleh endapan
tersebut dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Zat-zat yang normalnya mudah larut dapat
diturunkan selama pengendapan zat yang diinginkan dengan suatu proses yang disebut
26

kopresipitasi. Misalnya, bila asam sulfat ditambahkan pada barium klorida yang
mengandung sejumlah kecil ion nitrat, endapan barium sulfat yang diperoleh mengandung
barium nitrat. Maka dikatakan bahwa nitrat tersebut terkorosipitasi dengan sulfat (Day and
Underwood, 2002).
Kontresipitasi merupakan suatu fenomena yang ahli-ahli kimia analitik biasanya coba
hindari. Namun, fakta bahwa endapan cenderung mengabsorpsi zat-zat asing tidak selalu
mengganggu; kopresipitasi telah digunakan secara luas untuk mengisolasi runut isotopisotop radio aktif. Ketika isotop-isotop ini dibentuk dalam reaksi uklir. Jumlah yang
terbentuk bisa sangat kecil, dan prosedur pengendapan umumnya gagal pada konsentrasi
yang sangat kecil. Untuk meminimalisirkan kopresipitasi dapat digunakan beberapa
prosedur dibawah ini, yaitu :
1. Metode penambahan pada kedua reagen, jika diketahi bahwa baik sampel maupun
enapan mengandung suatu ion yang mengotori, larutan yang megandung ion tersebut dapat
ditambahkan pelarut lain, dengan cara ini konsentrasi pencemaran dijaga serendah mungkin
selama tahap awal-awal pengendapan
2. Pencucian
3. Pencernaan
4. Pengendapan kembali
Suatu endapan kristalin, seperti BaSO4, kadang-kadang mengabsorpsi pengotor
(impurities) bila partikel-partikelnya kecil. Dengan bertumbuhnya ukuran partikel,
pengotor tersebut bisa tertutup dalam kristal. Kontaminasi jenis ini disebut dengan
pengepungan (acclusian). Untuk membedakan dari kasus dimana padatan tidak tumbuh di
sekitar pengotor. Pengotor yang terkepung tidak dapat dipindahkan dengan mencuci
endapan tersebut, tetapi mutu endapan tersebut seringkali dapat disempurnakan dengan
pencernaan (Day and Underwood, 2002).

27

Dalam hal ini penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang direaksikan dianalisa.
Hasil reaksi ini dapat : sisa bahan, atau suatu gas yang terjadi, atau suatu endapan yang
terbentuk dari bahan yang diananlisa itu. Berdasarkan macam hasil yang ditimbang itu
dibedakan cara-cara gravimetri; cara evolusi dan cara pengendapan (Harjadi, 1993).
Banyak sekali reaksi yang digunakan dalam analisis kualitatif melibatkan endapan.
Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan.
Endapan mungkin berupa kristalin atau koloid, dan dapat dilakukan dengan penyaringan
atau pemusingan (centrifuge). Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan
zat yang bersangkutan. Kelarutan (s) suatu endapan, menurut definisi adalah sama dengan
konsentrasi molar larutan jenuhnya. Kelarutan suatu zat tergantung pada berbagai kondisi,
seperti suhu, tekanan, konsentrasi bahan- bahan lain dalam larutan itu, dan komposisi
pelarutnya (Svehla, 1990).
Dalam prosedur gravimetrik yang lazim suatu endapan ditimbang dan darinya nilai
analit dalam sampel dihitung. Maka persentase analit A adalah:
%A = Bobot A x 100 %
Bobot sample
atau, jika kita tentukan faktor gravimetrik endapan, yaitu:
fg = BA atom A x 100 %
BM endapan
Maka, persentase analitnya:
%A = Berat endapan x faktor gravimetri (fg) x 100%
berat sampel
Dalam cara evolusi bahan direaksikan sehingga timbul suatu gas; caranya dapat
dengan memanaskan bahan tersebut, atau mereaksikan dengan suatu pereaksi. Pada
28

umumnya yang dicari ialah banyaknya gas yang terjadi. Cara mencari jumlah gas tersebut
adalh sebagai berikut :
1. Tidak langsung
Dalam hal ini analatlah yang ditinbang setelah bereaksi; berat gas diperoleh sebagai
selisih berat analat sebelum dan sesudah reaksi.
2. Langsung
Gas yang terjadi ditimbang setelah diserap oleh suatu bahan yang khusus untuk gas
yang bersangkutan. Sebenarnya yang ditimbang ialah bahan penyerap itu yaitu sebelum
dan sesudah penyerapan sedangkan berat gas diperoleh dari selisih kedua penimbangan
(Harjadi, 1993).
Dalam cara pengendapan, analat sekarang direaksikan sehingga terjadi suatu endapan
dan endapan itulah yang ditimbang. Atas dasar cara membentuk endapan, maka gravimetric
dibedakan menjadi dua macam:
1. Endapan dibentuk dengan reaksi antara analat dengan suatu pereaksi endapan
biasanya berupa senyawa. Baik anion dan kation dari analat mungkin diendapkan. Bahan
pengendapnya mungkin organik atau anorganik.
2. Endapan dibentuk secara elektrokimia, dengan perkatan lain analat dielektrolisa,
sehingga terjadi logam sebgai endapan. Cara ini disebut dengan elektrogravimetri (Harjadi,
1993).

29

BAB III
METODE PRAKTIKUM

III.1 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan :

Gelas ukur
Beaker glass 250 ml
Timbangan teknis
Pipet
Batang pengaduk
Gelas arloji
Kertas karbon
Krus
Kertas saring
Deksikator
Corong
Ring stand
Oven

Bahan-bahan yang digunakan :


-

Larutan HNO3 pekat


Larutan AgNO3 0,1 N
Larutan HNO3 encer
Larutan HCl 0,1 N

III.2 Cara Kerja


a. Pembuatan Larutan HNO3 encer

30

Untuk membuat larutan HNO3 encer pertama-tama ambil 0,5 ml HNO3 pekat
dengan gelas ukur, kemudian masukkan dalam beaker glass 250 ml. Tambahkan
aquadest, add 200 ml, campur hingga rata.
b. Pembuatan larutan AgNO3 0,1 N
Pertama timbanglah dengan seksama 1,70 gram AgNO 3 dengan timbangan teknis.
Masukkan dalam beaker glass, kemudian add 100 ml dengan aquadest, campur semua
bahan.
c. Pembuatan larutan HCl 0,1 N
Ambil 0,83 ml HCl pekat dengan gelas ukur, masukkan dalam beaker glass
kemudian add 100 ml dengan aquadest, campur semua bahan.
d. Penetapan kadar Cl
(1) Pengendapan
Pipet 25 ml sampel, masukkan ke dalam beaker glass 250 ml yang
dilengkapi dengan batang pengaduk dan tutup gelas arloji. Tambah 150 ml
aquadest, aduk hingga rata. Tambahkan 0,5 HNO3 pekat. Kemudian
tambahkan larutan AgNO3 0,1 N pelan-pelan sambil diaduk dan sedikit
berlebih. Percobaan ini dilakukan dengan sinar yang suram, diatasi dengan
melapisi beaker glass dengan kertas karbon.
Panaskan suspense ini sampai hamper mendidih sambil diaduk-aduk dan
biarkan pada temperature ini sampai endapan terkoagulasi dan larutan menjadi
jernih (2-3 menit).
Periksa apakah pengendapan telah sempurna dengan menambahkan
beberapa tetes larutan AgNO3 0,1 pada larutan jernihnya. Jika tidak timbul
endapan, simpan beaker glass di tempat gelap dan biarkan endapan selama 1
jam sebelum disaring.
(2) Menyaring dan mencuci endapan
Pertama-tama timbang krus yang berisi kertas saring yang telah
dikeringkan pada suhu 1300C dan dibiarkan dingin dalam desikator sampai
didapat berat yang konstan (selisih penimbangan tidak lebih dari 0,2 mg).
Leetakkan kertas saring pada corong dan letakkan corong pada ring stand.

31

Ddekanterr larutan melalui batang pengaduk lewat kertas saring kedalam


beaker di bawahnya.
Setelah semua larutan dituang, periksa apakah ada keruhan pada
filtrate, bila keruh ulangi lagi penyaringn dan bila filtrate jernih maka
filtrate dibuang.
Cuci endapan dengan 10 ml HNO3 encer yang dingin. Masukkan air
pencuci dari corong ke dalam tabung reaksi, tambahkan 1-2 tetes HCl 0,1
N apabila masih terjasi endapan, pencucian dilanjutkan sampai air pencuci
yang ditambah HCl 0,1 N tidak keruh lagi.
(3) Memijar dan menimbang endapan
Pindahkan kertas saring dan endapan yang setengah kering kedalam
krus dan keringkan dalam oven pada suhu 130-150 0 C selama 1 jam.
Dinginkan dalam desikator kemudian timbang. Ulangi pemansan dan
pendinginan sampai didapat berat krus yang konstan (selisih penimbangn
tidak lebih dari 0,2 mg).

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
32

Berat kertas saring basah (ada endapan) =4,38 gram


Berat kertas saring kering (timbangan I) =1,18
Berat kertas saring kering (timbangan II) =1,16 gram

Jumlah sampel = 10 ml
Berat cawan

= 49,4 gr

Berat basah

= Cawan + Kertas saring dengan endapan


49,4 + 4,38 = 53,78

Berat kering =

= 1,17

Berat endapan = Berat awal Berat akhir


= 53,78 1,17
= 52,61 gram

Faktor gravimetri =

= 0,2405

Kadar Analit =

x 100 %

x 100 %

= 0,12652 %
33

IV.2 Pembahasan
Pada praktikum ini, kami melakukan praktikum penentuan kadar Cl sebagai AgCl secara
gravimetri.
Pada percobaan kali ini yaitu tentang penentuan kadar Cl dalam AgCl dengan metode gravimetri.
Dengan metode gravimetri ini diharapkan kita dapat menentukan kadar Cl yang ada dalam AgCl.
Metode gravimetri itu sendiri merupakan metode analisis kimia berdasarakan proses isolasi
(pemisahan) dari campuran lain pengotor atau senyawa lain dan pengukuran berat suatu endapan.
Dapat juga dikatakan analisa yang didasarkan pada pengukuran volume.
Metode gravimetri selain memiliki kelebihan juga memiliki kekurangan. Kelebihannya antara
lain prosesnya lebih mudah, murah dan perhitungannya lebih akurat selain itu dapat diketahui
pengotornya. Sedangkan kekurangannya dari metode gravimetri ini yaitu membutuhkan waktu
yang cukup lama dan endapan yang diperoleh belum dalam keadaan murni, sehingga perlu
proses pemurnian terlebih dahulu untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Dalam percobaan yang kami lakukan AgNO3 yang ditambahkankan secara perlahan lahan. Hal
ini bertujuan agar kita dapat dapat melihat proses terbentuknya ndapan dan melihat larutan itu
larutan belum jenuh, tepat jenuh atau lewat jenuh. Larutan kurang jenuh merupakan larutan yang
memiliki hasil kali konsentrasi ion ionnya pangkat koefisien lebih kecil dari pada harga Ksp
atau larutan yang terbentuk karena pelarutnya masih mampu melarutkan zat terlarutnya dan
larutannya berwarna bening atau jernih..
Larutan Jenuh merupakan larutan yang memiliki hasil kali konsentrasi ion ionnya pangkat
koefisien sama denga harga Ksp atau larutan yang terbentuk karena pelarutnya masih mampu
melarutkan zat terlarutnya dan larutannya berwarna keruh. Larutan lewat jenuh. Larutan lewat
jenuh merupakan larutan yang memiliki hasil kali konsentrasi ion ionnya pangkat koefisien
lebih besar dari pada harga Ksp atau larutan dimana pelarutnya sudah tidak mampu lagi
melarutkan zat terlarut , pada kondisi ini akan terbentuk endapan.
Dari percobaan kami campuran AgCl dan AgNO3 termasuk larutan lewat jenuh, karena
terbentuknya suatu endapan berwarna putih. Endapan yang terbentuk merupakan endapan AgCl.
34

Endapan merupakan suatu komponen yang memisahkan diri dari campuran dan pada umumnya
berfase padatan. Selain itu terdapat juga supernatant. Supernatan merupakan cairan yang berada
diatas endapan.
Jika telah terbentuk endapan dan seluruh AgNO3 telah ditambahkan maka larutan dilakukan
penyaringan. Tujuan dari penyaringan yaitu untuk memisahkan antara endapan dengan cairan.
Sebelum disaring kertas saring terlebih dahulu diberi aqudes agar pori pori pada pada kertas
saring dapat terbuka. Dari hasil penyaringan akan diperoleh endapan dan filtrate. Filtrat
merupakan hasil dari penyaringan umumnya berfase cair. Filtranya merupakan cairan atau
larutan AgNO3.
Endapan yang didapat dilakukan pencucian. Pencucian pertama dilakukan dengan menggunakan
HCl yang bertujuan untuk mengikat kotoran dalam endapan. Setelah itu dilanjutkan dengan
menggunakan aquades. Pencucian dengan aquades bertujuan untuk mengikat HCl agar produk
yang terbentuk lebih murni. Zat yang digunakan untuk pencucian adalah adalah zat yang tidak
bereaksi dengan endapan, karena jika bereaksi dengan endapan dapat menyebabkan terjadinya
perubahan endapan.
Gravimetri dipengaruhi oleh beberapa Faktor diantaranya temperature. Semakin

rendah

temperature maka pembentukan endapan akan semakin cepat, dan sebaliknya jika terperatur
tinggi pembentukan endapan akan semakin lambat. Konsentrasi, semakin kecil konsentrasi maka
pembentukan endapan akan semakin lambat dan sebaliknya jika konsentrasinya besar
pembentukan endapan akan semakin cepat. Selain itu Ion senama, adanya ion senama
menyebabkan endapan yang terbentuk akan semakin cepat, berbeda dengan dengan ion asing
keberadaan ion asing memperlambat pembentukan endapan. Luas permukaan, Semakin luas
permukaan maka semakin besar endapan yang terbentuk, sebaliknya jika luas permukaan kecil
maka endapan yang akan terbentuk akan semakin kecil. Tekanan, semakin kecil tekanan maka
pembentukan endapan akan semakin besar, sebaliknya jika tekanan diperbesar maka endapan
yang akan terbentuk akan semakin kecil.

35

BAB V
KESIMPULAN

36

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Dari percobaan yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa :


Terbentuknya endapan berarti larutan lewat jenuh
Yang menjadi filtratnya adalah AgNO3
Yang mengendapan dan berwarna putih yaitu AgCl
Penyaringan untuk memisahkan endapan dengan filtratnya
Penyucian dengan HCl bertujuan untuk mengikat pengotor pada endapan
Pembilasan dengan aquades berfungsi untuk mengikat HCl pada endapan
Didapatkan kadar analit 0,12652 %

DAFTAR PUSTAKA

Day. N dan A.L. Anderwood. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi kelima. penerbit

Erlangga: Jakarta
Harjadi, W, 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia, Jakarta.
Khopkar, S. M, 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI-Press, Jakarta.
Rivai, H, 1994, Asas Pemeriksaan Kimia, UI-Press, Padang.

37

Svehla, G, 1990, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro EdisKalman
Media Pustaka, Jakarta.

38

ALKALIMETRI

39

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Reaksi asam-basa sering digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau
larutan basa. Penentuan itu dapat dilakukan dengan cara meneteskan larutan basa yang sudah
diketahui konsentrasinya atau sebaliknya. Dan dalam pembahasan praktikum ini akan banyak
membahas mengenai alkalimetri. Alkalimetri yaitu penentuan kadar asam dari suatu contoh
dengan menggunakan larutan baku standar serta indikator pH yang sesuai. Larutan baku standar
ialah larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti dimana larutan ini setiap liternya
mengandung sejumlah gram equivalen tertentu. Larutan baku standar biasa digunakan sebagai
titran, sedangkan larutan asam yang akan ditentukan kadarnya digunakan sebagi titrat. Pada
praktikum ini larutan basa yang bisa digunakan adalah NaOH.
NaOH bukan merupakan bahan baku primer karena bersifat higroskopis dan mudah
menyerap CO2 dari udara. Oleh karena itu NaOH harus disatandarisasi terlebih dahulu
menggunakan larutan baku primer didapat dari penimbangan langsung bahan murni, misalnya
asam oksalat (COOH)2.2H2O.

I.2 Tujuan
1. Dapat mengetahui konsep praktikum alkalimetri
2. Menentukan kadar CH3COOH secara Acidi - Alkalimetri

40

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Zat-zat anorganik dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan penting : asam, basa dan
garam.
Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan dalam air,
mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen sebagai satu-satunya ion positif.
Sebenarnya ion hidrogen (proton) tak ada dalam larutan air. Setiap proton bergabung
dengan satu molekul air dengan cara berkoordinasi dengan sepasang elektron bebas yang
terdapat pada oksigen dari air, dan terbentuk ion-ion hidronium :
H+ + H2O H3O+
Basa, secara paling sederhana dapat didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan dalam
air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-ion hidroksil sebagai satu-satunya ion negatif.
Hidroksida-hidroksida logam yang larut, seperti natrium hidroksida atau kalium hidroksida
hampir sempurna berdisosiasi dalam larutan air yang encer :

Karena itu basa-basa ini adalah basa kuat. Di lain pihak larutan air amonia, merupakan
suatu basa lemah. Bila dilarutkan dalam air, amonia membentuk amonium hidroksida, yang
berdisosiasi menjadi ion amonium dan ion hidroksida :

41

Karena itu, basa kuat merupakan elektrolit kuat, sedang basa lemah merupakan elektrolit
lemah. Tetapi tak ada pembagian yang tajam antara golongan-golongan ini, dan sama halnya
dengan asam, adalah mungkin untuk menyatakan kekuatan basa secara kuantitatif.
Menurut definisi yang kuno, garam adalah hasil reaksi antara asam dan basa. Proses-proses
semacam ini disebut netralisasi. Definisi ini adalah benar, dalam artian, bahwa jika sejumlah
asam dan basa murni ekuivalen dicampur, dan larutannya diuapkan, suatu zat kristalin tertinggal,
yang tak mempunyai ciri-ciri khas suatu asam maupun basa. Zat-zat ini dinamakan garam oleh
ahli-ahli kimia zaman dulu (G. Shevla, 1985).
Reaksi netralisasi dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau basa.
Caranya dengan menambahkan setetes demi setetes larutan basa kepada larutan asam. Setiap
basa yang diteteskan bereaksi dengan asam, dan penetesan dihentikan pada saat jumlah mol H+
setara dengan mol OH-. Pada saat itu larutan bersifat netral dan disebut titik ekuivalen. Cara
seperti ini disebut titrasi, yaitu analisis dengan mengukur jumlah larutan yang diperlukan untuk
bereaksi tepat sama dengan larutan lain. Analisis ini disebut juga analisis volumetri, karena yang
diukur adalah volume larutan basa yang terpakai dengan volume tertentu larutan asam (Syukri,
S. 1999).
Larutan basa yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang
berskala) dan jumlah yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi.
Larutan asam yang akan dititrasi dimasukkan ke dalam gelas kimia (erlenmeyer), dengan
mengukur volumnya terlebih dulu dengan memakai pipet gondok. Untuk mengamati titik
ekuivalen dipakai indikator yang perubahan warnanya di sekitar titik ekuivalen. Saat terjadi
perubahan warna itu disebut titik akhir (Syukri, S. 1999).

Berikut syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil :

Konsentrasi titran harus diketahui. Larutan seperti ini disebut larutan standar.
Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus diketahui.
42

Titik stoikhiometri atau ekivalen harus diketahui. Indikator yang memberikan perubahan
warna, atau sangat dekat pada titik ekivalen yang sering digunakan. Titik pada saat

indikator berubah warna disebut titik akhir.


Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui setepat
mungkin (Hardjono Sastrohamidjojo. 2005)
Proses titrasi asam-basa sering dipantau dengan penggambaran pH larutan yang dianalisis

sebagai fungsi jumlah titran yang ditambahkan. Gambar yang diperoleh tersebut disebut kurva
pH, atau kurva titrasi.
KURVA TITRASI
Larutan yang dititrasi dalam asidimetri-alkalimetri mengalami perubahan pH. Misalnya
bila larutan asam dititrasi dengan basa, maka pH larutan mula-mula rendah dan selama titrasi
terus menerus naik. Bila pH ini diukur dengan pengukur pH (pH-meter) pada awal titrasi, yakni
sebelum ditambah basa dan pada waktu-waktu tertentu setelah titrasi dimulai, maka kalau pH
dialurkan lawan volume titran, kita peroleh grafik yang disebut kurva titrasi.
Bila suatu indikator pH kita pergunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi, maka :
1. Indikator harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekivalen dengan titrat agar
tidak terjadi kesalahan titrasi.
2. Perubahan warna itu harus terjadi dengan mendadak, agar tidak ada keragu-raguan
tentang kapan titrasi harus dihentikan.
Untuk memenuhi pernyataan (1), maka trayek indikator harus mencakup pH larutan pada
titik ekivalen, atau sangat mendekatinya; untuk memenuhi pernyataan (2), trayek indikator
tersebut harus memotong bagian yang sangat curam dari kurva (Khopkar, 2003).
Titrasi asidimetri-alkalimetri menyangkut reaksi dengan asam dan atau basa diantaranya:

Asam kuat dan basa kuat

43

Reaksi untuk titrasi asam kuat-basa kuat adalah

Untuk menghitung [H+] pada titik tertentu dalam titrasi, kita harus menentukan jumlah H+
yang tetap tinggal pada titik tersebut dibagi dengan volume total larutan.

(Hardjono. 2005)

Asam kuat dan basa lemah


Meskipun istilah penetralan lazim digunakan untuk reaksi apa saja antara asam dengan
basa, tak selalu akan dihasilkan larutan yang benar-benar netral. Memang larutan netral hanya
diperoleh bila asam dan basa itu sama kuatnya.
Pada hakekatnya titrasi basa lemah dengan asam kuat dapat dipahami seperti cara kerja
sebelumnya. Yang perlu diperhatikan adalah tentang komponen utama dalam larutan dan
kemudian memutuskan apakah reaksi terjadi menuju sempurna (Keenan, dkk. 1984).
Asam lemah dan basa kuat
Reaksi dalam larutan air dari asam lemah seperti asam asetat, HC2H3O2, dengan basa kuat
NaOH dapat dinyatakan oleh persamaan berikut:
Pemaparan lama :

Pemaparan baru :

44

Larutan natrium asetat yang dihasilkan agak bersifat basa, karena ion asetat berfungsi
sebagai basa dalam larutan air (Keenan, dkk. 1984).
Asam lemah dan basa lemah
Sebagai contoh akhir dari penetralan, perhatikan reaksi dalam larutan air dari asam asetat
yang lemah itu dengan basa lemah amonia. Larutan amonium asetat, yang dihasilkan, praktis
netral. Ini karena kuat asam ion NH4+ tepat diimbangi oleh basa kuat dari ion C2H3O2-.
Sebagai ringkasan, reaksi asam dan basa yang sama kekuatannya, akan menghasilkan
larutan netral. Asam dan basa yang bereaksi dapat keduanya kuat maupun keduanya lemah.

Indikator Asam Basa


Indikator asam basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya

berubah. Misalnya biru bromtimol (bb); dalam larutan asam ia berwarna kuning, tetapi dalam
lingkungan basa warnanya biru. Warna dalam keadaan asam dinamakan warna asam dari
indikator (kuning untuk bb), sedang warna yang ditunjukkan dalam keadaan basa disebut warna
basa.
Akan tetapi harus dimengerti, bahwa asam dan basa disini tidak berarti pH kurang atau
lebih dari tujuh. Asam berarti pH lebih rendah dan basa berarti pH lebih besar dari trayek
indikator atau trayek perubahan warna yang bersangkutan.
Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Berbagai indikator
mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna pada range
pH yang berbeda (Khopkar. 2003)

45

Kebanyakan indikator asam basa adalah molekul kompleks yang bersifat asam lemah dan
sering disingkat dengan HIn. Mereka memberikan satu warna berbeda bila proton lepas
(Hardjono Sastrohamidjojo. 2005)
Contoh : Fenolftalein, indikator yang lazim dipakai, tak berwarna dalam bentuk Hin-nya
dan berwarna pink dalam bentuk In, atau basa. Struktur Fenolftalein, sering disingkat PP, adalah
sebagai berikut :

46

BAB III
METODE PRAKTIKUM

III.1 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan :

Neraca
Labu takar
Pipet
Erlenmeyer
Buret

Bahan-bahan yang digunakan :


-

Larutan NaOH 0,1 N


Larutan H2C2O4 0,1 N
Larutan Indikator PP 1 %

III.2 Cara Kerja


e. Pembuatan larutan NaOH 0,1 N
Pertama timbang x gram kristal NaOH, kemudian tambah aquadest add 250 ml.
f. Pembuatan larutan H2C2O4 0,1 N
Untuk membuat larutan H2C2O4 0,1 N langkah awal timbang dengan tepat x gram
Kristal H2C2O4. Kemudian masukkan dalam labu takar 50 ml dan tambah aquadest, add
50 ml sambil diaduk supaya larut.
g. Standarisasi larutan NaOH dengan larutan H2C2O4 0,1 N

47

Pipet 5 ml larutan H2C2O4 0,1 N,masukkan kedalam Erlenmeyer. Tambahkan 3


tetes larutan indicator PP 1%. Kemudian titrasi dengan larutan NaOH sampai didapat
warna merah muda yang konstan.
h. Penetapan kadar CH3COOH
Pipet 10 ml larutan CH3COOH, masukkan kedalam Erlenmeyer. Tambahkan 2
tetes indicator PP 1 %. Kemudian titrasi dengan larutan standart sampai didapat warna
merah muda yang konstan.

BAB IV
48

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
c. Standarisasi larutan NaOH dengan larutan H2C2O4 0,1 N
Nilai rata-rata percobaan I, II, =

= 5,15 ml

N Baku Primer =

= 0,100076 N

0,1 N

N Baku Sekunder = N1.V1~N2.V


= 0,1.5ml~N2.5,15

N1=

= 0,097 N

d.Penetapan kadar CH3COOH


Nilai rata-rata percobaan I, II =

= 6,3

49

% CH3COOH =

x 100 %

= 1,222%

IV.2 Pembahasan
Pada praktikum analisa alkalimetri ini digunakan indicator

PP 1% yang dapat

menunjukan titik akhir titrasi yaitu dengan terjadinya perubahan warna dari jerrnih menjadi
merah muda. Salah satu reagent yang digunakan adalah larutan NaOH, karena pada reaksi
analisa alkalimetri ini NaOH berpera sebagai penetral. Sebagaimana diketahui bahwa NaOH
merupakan basa kuat. Basa kuat dapat bereaksi dengan asam lemah ( CH 3COOH ) akan
menyebabkan kelebihan basa kuat ( NaOH ). Kelebihan dapat menyebabkan warna merah muda.
Kelebihan basa tidak akan terjadi jika reagent bukan NaOH atau basa lemah.

50

BAB V
KESIMPULAN

Dari percobaan yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa :


1. Didapatkan standarisasi larutan NaOH dengan larutan H2C2O4 0,1 N , baku primer
0,100076 N, baku sekunder 0,097 N
2. Didapatkan penetapan kadar CH3COOH 1,222 %

51

DAFTAR PUSTAKA

Kenaan, dkk. 1984. Kimia untuk Universitas. Jakarta : Erlangga


Keenan, W Kleinferter. 1980. Kimia untuk Universitas. Jakarta : Erlangga
Khopkar, S M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia
Sastrohamidjojo, Handjono. 2005. Kimia Dasar. Yogjakarta : Gajah Mada University

Press
Shevla, G. 1985. Vogel Analisis Anorgami Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta : PT.

Kalman Media Pustaka


S, Syukri. 1999. Kimia Dasar Jilid 3. Bandung : ITB
Hardjono, S. 2005. Kimia Dasar. Yogyakarta : UGM

52

53

ACIDIMETRI

54

BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Keseimbangan asam basa yaitu titrasi yang mengangkat asam dan basa di isolasi asam
basa menggunakan pengaruhnya yang penting dalam proses metabolik di dalam sel hidup.
Proses yang digunakan untuk menentukan secara teliti konsentrasi suatu larutan biasa
dikenal sebagai standarisasi, suatu larutan standar kadang kadang dapat dibuat dari
sejumlah contoh solat yang diinginkan yang secara teliti ditimbang. Dalam melarutkannya
kedalam volume larutan secara teliti diukur volumenya disebut standar primer.
Untuk titrasi asam basa biasanya dibuat larutan asam basa dengan sekitar konsentrasi
yang diinginkan dan kemudian distandarkan salah satu dari larutan dengan suatu standar
atau baku primer sehingga dapat dipakai sebagai suatu standar sekunder untuk memperoleh
normalitas lainnya.
1. 2 Tujuan praktikum
Menentukan kadar Na2CO3 Secara Acidi-Alkimetri.
1. 3 Tinjauan Pustaka
Acidimetri disebut juga sebagai titrasi asam basa. Reaksi dasar dari asam basa adalah
sebagai berikut :
a. Asam Kuat dan basa kuat : H+ - OH- = H2O
b. Asam kuat dan basa lemah : H+ - BOH- = H2O + B+
c. Basa kuat dan asam lemah : OH- + HA = H2O + APada titrasi maka perlu adanya indikator asam basa. Pada titrasi antara asam kuat dengan
basa kuat maka titik ekivalen akan mempunyai pH = 7,0 , Tetapi bila asam atau basanya
merupakan
asam
lemah
atau
basa
lemah
titik
ekuvalen
mempunyai
pH 7 Atau 7, Karena garam yang terbentuk akan mengalami hidrolisa sehingga pemilihan
indikator asam basa tergantung pada pH Titik ekivalen.

Asam dan garam dari basa lemah dapat ditirasi dengan larutan standar basa
disebut alkalimetri, Contoh :
a. Asam Kuat basa Kuat. EX : HCl +NaOH
55

b.
c.
d.
e.

Asam Kuat basa lemah. EX : HCl + NH4Cl


Asam Lemah basa kuat. EX : CH3COOH + NaOH
Asam Kuat garam dari asam lemah. EX : HCl + Na2CO3
Basa Kuat garam dari basa Lemah

Indikator asam basa


Warna asam : warna pada PH Dibawah trayek PH
Warna basa : warna pada PH Diatas trayek PH
Beberapa Indikator asam basa

Baku primer untuk asam :


-

Natrium Karbonat(Na2CO3)
Indikator
Trayek PH
Warna Asam
Metil Kuning
1,2 2,8
Merah
Brom Feno Blue
3,0 4,0
Kuning
Metil Orange (MO)
3,1 4,4
Merah
Brom Kresol-green
3,8 5,4
Kuning
Metil Red ( MR)
4,2 6,3
Merah
Bromtimol Blue
6,0 7,6
Kuning
(BTB)
Phenol Ptalein
8,2 10
Tidak berwarna
(PP)
Thymolhtalin
9,3 10,6
Tidak berwarna
Natrium tetraborat dekahidrat ( Na2B407. 10H2O)

Warna Basa
Kuning
Biru
Kuning
Biru
Kuning
Biru
Merah
Biru

Baku primer untuk basa :


-

K-Ftalat asam (C6H4(COOKH)(COOK)


Asam oksalat (H2C2O4.2H20)
K-Biiodat(KH(IO3)2)
Asam Sulfamat (HSO3.NH2)

56

Dalam memilih asam untuk dipakai dalam larutan standar, faktor-faktor berikut harus
diperhatikan, yaitu ;
a.
b.
c.
d.
e.

Asam harus kuat


Asam tidak boleh menguap
Larutan asamnya harus stabil
Garam dari asamnya harus larut
Asamnya harus tidak merupakan suatu preaksi oksidator yang cukup kuat untuk merusak
senyawa-senyawa organik yang digunakan.

BAB II
METODE PRAKTIKUM
1. 1 Tempat dan waktu
57

Tempat
: Laboratorium Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Banjarmasin
Hari/ Tanggal : Senin / 3 Desember 2007
Waktu
: 11.00 13.00 WITA
2. 2 Alat dan Bahan
Alat-Alat yang digunakan antara lain :
-

Timbangan
Labu takar
Gelas ukur
Erlenmeyer

- Buret
- Statif
- Beaker Glass

Bahan yang digunakan adalah :


-

Larutan Na2B4O7 0, 1 N
Larutan HCl 0, 1 N
Larutan Indikator MO

1. 3 Cara Kerja
a. Pembuatan larutan Na2B4O7 0, 1 N
Menimbang dengan tepat 4,7712 gram Na2B4O7, memasukkan dalam labu
takar 50 ml, menambahkan aquadest panas 50 ml sambil mengaduk-aduk supaya larut
b. Pembuatan larutan HCl 0, 1 N
Mengambil 0,9115 ml HCl 12 N dengan gelas ukur dan memasukkan dalam beaker glass
yang sudah berisi aquadest 100 ml. Menambahkan auqdest, add 250 ml mengaduk supaya
rata.
c. Standarisasi larutan HCl dengan larutan Na2B4O7 0, 1 N

Mimipet 5 ml larutan Na2B4O7 Memasukkan dalam erlenmeyer. menambah 2 Tetes larutan


indikator MO.Menitrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna kuning
menjadi merah jingga / orange.
d. Penetapan Kadar larutan Na2CO3
Mimipet 5 ml larutan Na2CO3, Memasukkan dalam erlenmeyer. Menambahkan 2 Tetes
indikator MO. Menitrasi dengan larutan HCl 0, 1 N sampai terjadi perubahan warna dari
kuning menjadi merah jingga / orange.

58

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3. 1 Hasil Percobaan
Diketahui : BM Na2B4O7 . 10 H2O = 381/Valensi 2
: Berat Na2B4O7 . 10 H2O = 4,7712
250 ml
Standarisasi larutan HCl dengan larutan Na2B4O7 0, 1 N
Percobaan
Awal = 5,2 ml
Akhir = 5,3 ml
Rata-rata = 5,25 ml
Normalitas Na2B4O7
59

N Na2B4O7 =

Gram
BE X Volume
= 5,8804 g
58,5 x 1

= 0,1005 N

Standarisasi HCl : V1. N1 V2 . N2


0,1005.5 5,25.N2
N2= 0,5025/5,25
N2= 0,0957
Penetapan kadar larutan Na2CO3
Percobaan 1
Awal = 5 ml
Akhir = 4,8 ml
rata-rat= 4,9 ml
Kadar Na2CO3
Gram % = ml titrasi x Normalitas x 100 %
ml Sampel x 1000
=4, 9 Ml x 0, 0957 N x 100%
5 Ml x 1000
= 0,749 %
3. 2 Pembahasan
a. Metode analisa dengan mengukur volume larutan atau titrimetri, yaitu
Metode
analisa dimana zat yang bereasksi dengan zat lainnya yang konsentrasinya sudah
diketahui, ditambahkan melalui buret (titrasi). Yang salah satu metode ini adalah
acidemetri-alkalimetri yaitu meliputi asam basa.
b. Saat terjadi perubahan warna disebut titik akhir titrasi
60

c. Dalam percobaan acidimetri baku primer yang digunakan adalah Na 2B4O7 Dan baku
sekunder yang digunakan adalah NaOH
d. H2C2O4 Digunakan unuk menstandarisasi larutan NaOH Dengan tujuan mencari
normalitas NaOH
e. Penambahan larutan indikator PP 1 % DIlakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
warna merah muda yang konstan.
f. Volume larutan NaOH dan CH3COOH Hanya setengah dari volume keseluruhan
g. Penetapan kadar CH3COOH bertujuan untuk menentukan kadar dari CH3COOH
sendiri dalam CH2COONa secara alkalimetri
h. Kadar CH3COOH yang didapat secara alkalimetri adalah 0,0015 % yang diperoleh
dengan cara :
Gram % = Ml Titrasi x Normalitas x 100 %
Ml sampel x 1000

61

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kadar Na2CO3 Yang didapat secara alkalimetri adalah 0,749 %

62

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pada perkembangan teknologi sekarang ini sangat mempengaruhi berbagai bidang yang
ada disekitar kita, seperti halanya dalam bidang farmasi. Maka dari perkembangan teknologi
yang sekarang ini semakin meningkat jumlah produk-produak farmasi yang tersedia untuk
masyarakat. Dalam penyediaan suatu produk farmasi dipergunakan berbagai senyawa-senyawa
yang dikombinasikan satu dengan yang lain untuk menghasilkan suatu senyawa baru yang sangat
bermanfaat. Pengkombinasian ini melibatkan berbagai senyawa baik yang mudah larut dalam air,
maupun yang tidak.
Pada penetapan kadar yang sukar senyawa yang sukar larut digunakan metode tertentu,
karena sifat dari senyawa yang mudah larut sangat berbeda dengan senyawa yang sukar larut.
Dimana salah satu metode tersebut adalah metode argentometri. Argentometri adalah suatu titrasi
dengan menggunakan perak nitrat sebagai titran dimana akan terbentuk garam perak yang sukar
larut.
Dengan adanya percobaan ini diharapkan praktikan mampu mengetahui dan
mempelajari cara menentukan kadar suatu senyawa yang sukar larut dengan menggunakan
metode argentometri. Dari latar belakang diatas bisa dilihat bahwa percobaan ini sangat perlu
diadakan.

63

ARGENTOMETRI

64

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hasil kali konsentrasi ion-ion yang terkandung sutu larutan-larutan jenuh dari garam
yang sukar larut pada suhu tertentu adalah konstan. Misalnya suatu garam yang sukar larut AmBn
dalam larutan akan terdisosiasi menjadi

kation dan

anion. Titrasi argentometri ialah titrasi

dengan menggunakan perak nitrat sebagai titran dimana akan terbentuk garam perak yang sukar
larut. (Susanti.2003)
Untuk menentukan berakhirnya suatu reaksi pengendapan dipergunakan indikator yang
baru menghasilkan suatu endapan bila reaksi dipergunakan dengan berhasil baik untuk titrasi
pengendapan ini. Dalam titrasi yang melibatkan garam-garam perak ada tiga indikator yang telah
sukses dikembangkan selama ini yaitu metode Mohr menggunakan ion kromat, CrO 42-, untuk
mengendapkan Ag2CrO4 coklat. Metode Volhard menggunakan ion Fe3+ untuk membentuk
sebuah kompleks yang berwarna dengan ion tiosianat, SCN. Dan metode Fajans menggunakan
indikator adsorpsi. (Underwood.2004)
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan
senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO 3) pada suasana tertentu.
Metode argentometri disebut juga metode pengendapan karena pada argentometri memerlukan
pembentukan senyawa yang relative tidak larut atau endapan. (Gandjar,2007)
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yaitu metode Mohr, metode Volhard,
Metode K. Fajans, dan metode Leibig.
1. Metode Mohr
Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral
dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indkator.
Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah tercapai titik ekuivalen,
maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan
perak kromat yang berwarna merah. (Gandjar,2007)
65

2. Metode K. Fajans
Pada metode ini digunakan indicator arbsorbsi, yang mana pada titik ekuivalen, indicator
terarbsorbsi oleh endapan. Indicator ini tidak membeikan warna pada larutan, tetapi pada
permukaan endapan. (Gandjar,2007)
3. Metode Volhard
Perak dapat ditetapkan secara teliti dengan suasana asam dengan larutan baku kalium dan
ammonium tiosianat yang mempunyai hasil kali kelarutan 7,1 x 10-13. Kelebihan tiosianat dapat
ditetapkan secara jelas dengan garam besi (III) ntrat atau besi (III) ammonium sulfat sebagai
indicator yang membentuk warna merah dari kompleks besi (III)-tiosianat dalam lingkungan
asam nitrat 0,5-1,5N. Titrasi ini harus dilakukan dalam suasana asam, sebab ion besi (III) akan
diendapkan menjadi Fe(OH)3 jika suasana basa sehingga titik akhir tidak dapat ditunjukan. pH
larutan dibawah 3, Pada titrasi terjadi perubahan warna 0,7 1 % sebelum titik ekuaivalen.
Untuk mendapatkan hasil yang teliti pada waktu akan mencapai titik akhir, titrasi digojog kuatkuat supaya ion perak yang diarbsorbsi oleh endapan perak tiosianat dapat bereksi dengan
tiosianat. Metode volhard dapat digunakan untuk menetapkan asam klorida, bromide, dan
iondida dalam suasana asam. (Gandjar,2007)

66

BAB III
METODE PRAKTKUM
III.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan :
-

Corong
Labu ukur 100 ml dan 250 ml
Tissu
Buret dan Statif
Erlenmeyer 100 ml
Pipet volume 250 ml
Pipet tetes

Bahan-bahan yang digunakan :


1. Metode Mohr
- Larutan NaCl 0,1 N
-

Larutan AgN

0,1 N

Larutan Indikator

Larutan KBr

5%

2. Metode Fajans
- Larutan NaCl 0,1 N
-

Larutan AgN

0,1 N

Larutan

Larutan Indikator Eosin


Larutan KI

5%

3. Metode Volhard
- Larutan NaCl 0,1 N
-

Larutan AgN

0,1 N

67

Larutan Indikator

5%

Larutan HN

Larutan Indikator Amilum Ferri alum 40 %

Larutan N

6N
CNS

III.2 Cara Kerja


a. Pembuatan Larutan NaCl 0,1 N
Pertama-tama timbanglah dengan tepat x gram Kristal NaCl pa yang telah
dipijarkan (110-120C) 60 menit. Kemudian masukkan secara kuantitatif kedalam
labu takar 50 ml, d add sampai tanda batas aquadest, lalu dikocok sampai larutan
homogen.
b. Pembuatan Larutan AgN

0,1 N

Langkah pertama timbanglah x gram Kristal AgN


larutan AgN

. Kemudian larutkan

yang telah ditimbang dengan Aquadest didalam beaker glass. Add

sampai 250 ml sambil didaduk supaya larut. Setelah jadi, masukkan kedalam
botol berwarna coklat.
c. Standarisasi larutan AgN

denga larutan NaCl 0,1 N

Langkah pertama, pipetlah 5 ml larutan NaCl 0,1 N lalu masukkan


kedalam Erlenmeyer.kemudian, tambahkan 4 tetes larutan indikator

5%.

Stelah itu, titrasi larutan tersebut pelan-pelan menggunakan buret dengan larutan
AgN

sampai terlihat endapan yang berwarna coklat merah muda yang

permanen.
d. Penetapan kadar

68

1. Metode Mohr (penetapan kadar larutan KBr)


Pertama-tama, pipetlah 5 ml larutan KBr. Kemudian, masukkan kedalam
Erlenmeyer. Lalu, tambahkan 4 tetes indicator

5%. Setelah

ditambahkan indicator, mulailah titrasi larutan tersebut pelan-pelan


menggunakan buret denga larutan AgN

sampai terlihat endapan berwarana

coklat merah muda yang permanen.


2. Metode Fajans (Penetapan kadar Larutan KI)
Pertama-tama, pipetlah 5 ml larutan KI. Kemudian, masukkan kedalam
Erlenmeyer. Lalu, larutan trsebut ditambahkan dengan 15 ml aquadest. Setelah
ditambahkan aquadest, tambahkan juga 2 tets indicator eosin. Terakhir, titrasi
larutan tersebut pelan-pelan menggunkana buret engan larutan AgN

sampai larutan berubah menjadi warna merah.


3. Metode Volhard (Penetapan Kadar Larutan N

CNS)

Pertama-tama, pipetlah 5 ml larutan NaCl standart, kemudian masukkan


kedalam Erlenmeyer. Larutan tersebut kemudian ditamanhakan dengan 5 ml
larutan AgN

standart dan 1 ml larutan HN

6 N. Lalu, tambahkan juga 3

tetes Indikator Amonium Ferri Alum 40 %. Terahir, Titrasi larutan tersebut


pelan-pelan dengan larutan N

CNS menggunkan buret sampai larutan

berubah warna menjadi warna coklat merah.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
69

IV.1 Hasil
a. Standarisasi larutan AgN

denga larutan NaCl 0,1 N

Baku Primer NaCl


Diketahui :
Bobot NaCl = 5,8804 gram
V.NaCl
= 1000 ml/1L
BM NaCl
= 58,5

N (NaCl )

= 0,1005 N

0,1 N

Baku Sekunder
Diketahui :
N primer (NaCl)

= 0,1001 N

V. pemipetan

= 5 ml

V. Titk akhir titrasi

= 5,1 ml

NaCl

AgN

N1 . V1

N2 . V2
70

0,1005 . 5

N2

N2 . 5

0,1005N

b. Penetapan Kadar
1. Metode Mohr (penetapan kadar KBr)
Diketahui :
N AgN

= 0,1005 N

BA
= 79,909
V. Larutan dipipet = 5 ml
Titrasi awal = 5 ml
Titrasi akhir = 4,8 ml
Rata rata tutrasi =

= 4,9

%Br =

= 0,787 %

2. Metode Fajans (Penetapan Kadar KI)


Diketahui :
N AgN

= 0,1005 N

BA
= 126,904
V. Larutan dipipet = 5 ml
Titrasi awal = 2,3 ml
Titrasi akhir = 2,1 ml
71

Rata-rata titrasi =

= 2,2 ml

%I =

=
= 0,561 %
3. Metode Volhard (Penetapan Kadar N

CNS)

Diketahui :
N AgN

= 0,1005 N

BA
= 58,08
V. Larutan dipipet = 5 ml
Titrasi awal = 4,1 ml
Titrasi akhir = 4,5 ml
Rata-rata titrasi =

% CNS

= 4,3 ml

=
=

%
1,468 %

IV.2 Pembahasan
Argentometri merupakan metode titrasi pengendapan yang menggunakan perak nitrat
yang sebagai nitrat akan menghasilkan garam. Perak sukar larut. Titrasi argentometri pada
percobaan kali ini menggunakan metode Mohr, Fajans, dan Volhard dan perak dalam suasana
netral/basa lemah.

72

Pada percobaan standarisasi larutan AgN

dengan larutan NaCl. Sebelum NaCl

sebanyak 5 ml yang sudah dtambahkan dengan 2 tetes larutan indicator


larutan AgN
AgN

dititrasi dengan

mula-mulanya larutan berwarna kuning. Namun, setelah dititrasi dengan larutan

larutan NaCl berubah warna dengan menghasilkan endapan berwarna coklat merah

muda yang permanen. titik akhir titrasi yang didapat dari titrasi tersebut sebanyak 5,1 ml. setelah
itu, didapat hasil perhitungan baku sekunder yang sesungguhnya sebesar 0,1001 N.
Pada penetapan kadar KBr yang menggunakan metode Mohr, larutan KBr yang dipipet
sebanyak 5 ml ditambahkan dengan 4 tetes larutan indicator

yang dititrasi dengan AgN

.kemudian, didapatkan titik akhir titrasi sebesar 4,975 ml. Setelah itu, didapat
hasilperhitungan penetapan kadar Br sebesar 0,779 %.
Pada penetapan kadar larutan KI dengan cara Fajans, menggunakan larutan KI sebanyak
5 ml dan ditambahkan dengan aquadest sebanyak 15 ml dan 3 tetes indicator eosin yang dititrasi
dengan larutan AgN

didapatkan titik akhir titrasi sebesar 3,9 ml. Kemudian, didapatkan hasil

perhitungan penetapan kadar I sebesar 0,9710 %.


Pada penetapan kadar N

CNS dengan cara volhard mrnggunakan larutan NaCl

sebanyak 5 ml yang ditambah dengan 5 ml larutan AgN

dan 1 ml larutan HN

. Kemudian

tambahkan juga 3 tetes indikatoramonium ferri alum 40%. Lalu, dititrasi denga larutan N

CNS

sampai terjadi perubahan warna menjadi coklat merah. Titik akhir titrasi yang didapat sebesar 1,3
ml dan hasil perhitungan penetapan kadar CNS didapatkan sebesar 0,148 %.

73

BAB V
KESIMPULAN

Dari percobaan yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa :


1. Hasil standarisasi larutan AgN

dengan larutan NaCl adalah 0,1005 N

2. Hasil Penetapan kadar Br dengan metode Mohr sebesar 0,787 %


3. Hasil Penetapan Kadar I dengan metode Fajans sebesar 0,561 %
4. Hasil Penetapan kadar CNS dengan metode Volhard sebesar 1,468 %

74

DAFTAR PUSTAKA
http://yovayuvitasari.blogspot.com/2013/05/laporan-praktikum-argentometri.html
http://arullatif.wordpress.com/2012/05/25/laporan-argentometri/

75

KOMPLEKSOMETRI

76

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Salah satu dari reaksi-reaksi matematis yang tidak disertai perubahan valensi adalah
reaksi pembentukan kompleks. Penetapan kualitatif yang berdasarkan reaksi komlpeks disebut
kompleksometri. Kompleksometri disebut juga dengan kelatometri. Kompleksometri merupakan
jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengompleks, membentuk hasil berupa kompleks.
Reaksi-reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan
penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup
luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi.
Reaksi pembentukan kompleks antara ion logam dengan EDTA sangat peka terhadap pH.
Karena reaksi pembentukan kompleks selalu dilepaskan H + maka (H+) didalam larutan akan
meningkat walaupun sedikit. Akan tetapi yang sedikit ini akan berakibat menurunnya stabilitas
kompleks pada suasana tersebut (reaksi ini dapat berjalan pada suasana asam, netral dan alkalis).
Untuk menghindari hal tersebut, maka perlu diberikan penahan (buffer). Sebagai larutan buffer
yang dapat langsung digunakan dengan campuran NH4Cl dan NH4OH. Indikator untuk
menetukan titik akhir titrasi adalah EBT (Erichrom Black T). Satuan yang digunakan molaritas.
EBT dipakai untuk titrasi dengan suasana pH = 7-11, untuk penetapan kadar dari logam
Cu, Al, Fe, Co, Ni, Pt dipakai cara titrasi tidak langsung, sebab ikatan kompleks antara logam
tersebut dengan EBT cukup stabil. EBT yang ditambahkan kedalam larutan ZnSO 4 yang telah
ditambahkan buffer menghasilkan ZnEBT yang berwarna merah anggur. Raeaksi dengan EDTA
yang dititrasi menghasilkan perubahan warna dari merah anggur ke biru.
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah
satu jenis asam amino polikarboksilat. EDTA sebenaranya adalah ligan seksidentat yang dapat
berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya
atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi permolekul,
misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiaminatetraasetat, EDTA) yang
mempunyai dua atom nitrogen penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam
molekul.

77

Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan agar praktikan dapat mengetahui penetuan
kalsium secara kompleksometri pada sebuah sampel.

78

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan
kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan
jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa
kompleks. Reaksireaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak
sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu
pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan
diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri :
Ag+ + 2 CN- Ag(CN)2
Hg2+ + 2Cl- HgCl2
(Khopkar, 2002).
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik
melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit
terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui
reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral (Basset, 1994).
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan
ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan.
Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi.
Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal
sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang
terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh
persamaan :
M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O
(Khopkar, 2002).
79

Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan
salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat
yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus
karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom
koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina
tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen penyumbang dan empat atom
oksigen penyumbang dalam molekul (Rival, 1995).
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah
besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang
agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks
logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang
ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion
logam yang ada dalam larutan tersebut (Harjadi, 1993).
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan
ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan.
Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi.
Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal
sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang
terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh
persamaan :
M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O
(Khopkar, 2002).
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan
salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat
yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus
karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom
koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina

80

tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen penyumbang dan empat atom
oksigen penyumbang dalam molekul (Rival, 1995).
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah
besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang
agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks
logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang
ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion
logam yang ada dalam larutan tersebut (Harjadi, 1993).
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan
Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri
mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja
kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri.
Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah
Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol),
PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue (Khopkar, 2002).
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia adala
ion sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap dengan
ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa kompleks
perak-sianida, sedagkan dengan ion nilkel membentuk nikel-sianida. Kendala yang
membatasi pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini
membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan ligan
bergigi satu (Rival, 1995).
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai
tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan
pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga
sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan
akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya
selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau
81

tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleksindikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin
agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke
kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator
bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator
harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna
terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat
dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome
black T. Pada pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi
hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide (Basset, 1994).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan
penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik
oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks
yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam
air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam
melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air,
sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan
kadmium (Harjadi, 1993)

82

BAB III
METODE PRAKTIKUM
III.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan :
-

Corong
Labu ukur 100 ml dan 250 ml
Tissu
Buret dan statif
Erlenmeyer 100 ml
Pipet volume 250 ml
Pipet tetes

Bahan-bahan yang digunakan :


-

Larutan

0,1 M

Larutan

EDTA 0,1 M

Larutan Buffer pH 10
Indikator EBT

Larutan CaC

III.2 Cara Kerja


i. Pembuatan Larutan

0,1 M

Untuk membuat larutan

pertama-tama timbanglah dengan seksama x gram

. Lalu dimasukkan secara kuantitatif kedalam labu takar sebanyak 50 ml.


Kemudian tambahkan aquadest sampai 50 ml sambil dikocok supaya larut.
j. Pembuatan larutan

EDTA 0,1

83

Pertama timbanglah denagn seksama x gram kristal

EDTA . Lalu, larutkan

dengan 500 ml aquadest yang telah dipanaskan didalam beaker glass.


k. Pembutaan larutan Buffer pH 10
Pertama timbangalah 3,5 gram kristal

. Kemudian, tambahkan 28,4 ml

pekat dengan menggunakan gelas ukur. Masukkan larutan tersebut kedalam satu
labu setelah itu add dengan aquadest hingga 50 ml.
l. Pembuatan larutan indikator EBT
Pertama timbanglah 0,2 gram EBT. Lalu, tambahkan15 ml larutan Trietanolamin
dan 5 ml larutan etanol absolut.
m. Standarisasi larutan

EDTA dengan larutan

Pertama pipetlah 5 ml larutan

0,1 M

0,1 M dan masukkan kedalam erlenmeyer.

Kemudian tambahkan 20 ml aquadest dan 1 ml larutan buffer pH 10. Tambahkan lagi 1


tetes indikator EBT. Terakhir, titrasi larutan tersebut dengan larutan

EDTA sampai

terjadi perubahan warna dari merah anggur menjadi biru.


n. Penetapan kadar CaC

Pertama pipetlah 5 ml larutan CaC

dan masukkan kedalam erlenmeyer.

Kemudian, tambahkan 20 ml aquadest dan 0,5 ml larutan buffer pH 10. Tambahkan juga
1 tetes indikator EBT . Terakhir, titarsilah larutan tersebut dengan larutan

EDTA

sampai terjadi perubahan warna dari merah anggur menjadi warna biru.

84

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
a . Standarisasi larutan

EDTA dengan larutan

0,1 M

Baku Primer
Diketahui :
Bobot

= 14,378 gram

V.

= 1000 ml/1L

BM

= 287,54

Titrasi awal = 5,6 ml


Titrasi akhir = 5,3 ml
Rata-rata titrasi 5,45 ml

M(

85

= 0,100 M
Baku Sekunder
Diketahui :
N primer (

= 0,1001 M

V. Pemipetan

= 5 ml

V. titk akhir titrasi

= 5,2 ml

=
M1 . V1

EDTA

M2 . V2

0,1 . 5

M2. 5,45

M2

0,09 M

b. Penetapan kadar CaC


Diketahui :
M
BA

EDTA

= 0,09 M
= 40,08
86

V. Larutan dipipet

= 5 ml

Titrasi awal

= 4,6

Titrasi akhir

= 5,2

Rata-rata titrasi

= 4,6 ml

% Ca =

= 0,331 %
IV.2 Pembahasan
Pada praktikum ini, kami melakukan proses titrasi kompleksometri. Titrasi
kompleksometri adalah titrasi yang melibatkan reaksi ion logam dengan zat pengompleks/zat
ligand. Dimana zat pengompleks yang digunakan pada praktikum ini yaitu EDTA (Ethylene
Diamine Tetra Acetate) dan ion logamnya yaitu, Ca. Pada praktikum yang kami lakukan larutan
baku

, larutan EDTA, larutan Buffer pH 10, serta larutan indikator EBT (Erichrome Black

T) sudaj tersedia.
Selanjutnya kami memulai proses titrasi larutan EDTA dengan larutan
5 ml larutan

. Mula-mula

dipipet. Kemudian dimasukkan kedalam labu erlenmeyer. Karena

penggunaan labu erlenmeyer akan lebih memudahkan dalam proses titrasi, terutama dalam
proses pengocokan. Setelah itu ditambahkan dengan larutan buffer pH 10 1 ml yang berfungsi
agar suasana tetap dalam keadaan basa ketika melakukan proses titrasi untuk mempertahankan
nilai pH. Kemudian ditambahkan 20 ml aquadest.

87

Sebelum melakukan titrasi, ditambahkan indikator EBT. Penambahan lndikator EBT


berfungsi sebagai indikator pH. Dengan ditambahkannya indikator EBT, maka terbentuk larutan
yang berwarna merah anggur (pink). Maka, proses titrasi antara EDTA denagn larutan
dapat langsung dilakukan. Setelah didapat larutan berwarna biru langit yang diinginkan, proses
titrasi segera dihentikan. Dari proses titrasi tersebut didapat konsentrasi EDTA sebesar 0,09625
M.
Titrasi berikutnya adalah penetapan kadar Ca pada larutan CaCl. Pada proses ini mulamulanya larutan

dipipet sebanyak 5 ml kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer. Lalu,

ditambahkan 20 ml aquadest, 0,5 ml larutan buffer untuk mempertahankan nilai pH dan 2 tetes
indikator EBT. Stelah ditambahkan indikator EBT terlihat larutan berwarna merah anggur.
Kemudian, titrasi bisa dilakukan dengan larutan

EDTA sampai terjadi perubahan warna

menjadi biru. Darititrasi tersebut didapatkan kadar Ca sebesar 0,3696 %.

BAB V
KESIMPULAN
Dari percobaan yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
5. Hasil standarisasi larutan

EDTA dengan larutan

adalah 0,095 M

6. Hasil Penetapan kadar Ca sebesar 0,331 %

88

DAFTAR PUSTAKA
http://annisanfushie.wordpress.com/2009/01/04/kompleksometri/
http://itatrie.blogspot.com/2012/10/laporan-kimia-analitik-kompleksometri.html

89

PERMANGANOMETRI

90

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permanganometri adalah penetapan kadar suatu redactor menggunakan larutan
standar KMnO4 adalah suasana encer. Permanganometri merupakan titrasi yang
dilakukan berdasarkan reaksi dari kalium permanganat (KMnO4), didasarkan pada reaksi
redoks. Dalam reaksi ini, ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan
berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam.
MnO4 + OH + 5e
Mn 2+ + 4N2O
2 KMnO4 + 3 N2SO4
K2SO4 + 2 MnSO4 + 3 N2O + 5 ON
(Titrasi )
ON + Reduktor
Hasil Oksidasi
(analit)
(TAT : Merah Muda )
1. Titrasi dengan KMnO4 tidak membutuhkan indicator karena larutan KMnO4 berwarna
ungu, titik akhir ditandai oleh warna merah muda.
2. Standarisasi larutan KMnO4 dilakukan dalam suasana H2SO4 encer dan pemanasan 70
0

c untuk mempercepat reaksi.


Baku Primer yang digunakan untuk pembakuan larutan kalium permangat adalah :
Natrium oksalat / Na2C2O4

Besi dilakukan dalam HCL kemudian Fe 3+ yang terjadi direduksi menjadi Fe 2+

Arsan tiroksida / AS2O3, sebelumnya larutan dalam NaOH kemudian asamkan

dengan HCL
Permanganometri digunakan untuk penetapan kadar :
Besi
Arson

N2O2

Nitrat

Oksalat

1.2 Tujuan Praktikum :

Mempelajari cara permanganometri secara tepat dan benar


Menentukan kadar besi (Fe) yang terdapat dalam sampel
Menghitung normalitas larutan KMnO4

91

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Permanganometri

merupakan

metode

titrasi

dengan

menggunakan

kalium

permanganat, yang merupakan oksidator kuat sebagai titran. Titrasi ini didasarkan atas
titrasi reduksi dan oksidasi atau redoks. Kalium permanganat telah digunakan sebagai
pengoksida secara meluas lebih dari 100 tahun. Reagensia ini mudah diperoleh, murah dan
tidak memerlukan indikator kecuali bila digunakan larutan yang sangat encer. Permanganat
bereaksi secara beraneka, karena mangan dapat memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6,
dan +7 (Day, 1999).
Dalam suasana asam atau [H+] 0,1 N, ion permanganat mengalami reduksi menjadi
ion mangan (II) sesuai reaksi :
MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O Eo = 1,51 Volt

92

Dalam suasana netral, ion permanganat mengalami reduksi menjadi mangan dioksida
seperti reaksi berikut :
MnO4- + 4H+ + 3e- MnO2 + 2H2O Eo = 1,70 Volt
Dan dalam suasana basa atau [OH -] 0,1 N, ion permanganat akan mengalami reduksi
sebagai berikut:
MnO4- + e- MnO42- Eo = 0,56 Volt
(Svehla, 1995).
Asam sulfat adalah asam yang paling sesuai, karena tidak bereaksi terhadap
permanganat dalam larutan encer. Dengan asam klorida, ada kemungkinan terjadi reaksi :
2MnO4- + 10Cl- + 16H+ 2Mn2+ + 5Cl2 + 8H2O
dan sedikit permanganat dapat terpakai dalam pembentukan klor. Reaksi ini terutama
berkemungkinan akan terjadi dengan garam-garam besi, kecuali jika tindakan-tindakan
pencegahan yang khusus diambil. Dengan asam bebas yang sedikit berlebih, larutan yang
sangat encer, temperatur yang rendah, dan titrasi yang lambat sambil mengocok terusmenerus, bahaya dari penyebab ini telah dikurangi sampai minimal. Pereaksi kalium
permanganat bukan merupakan larutan baku primer dan karenanya perlu dibakukan
terlebih dahulu. Pada percobaan ini untuk membakukan kalium permanganat ini dapat
digunakan natrium oksalat yang merupakan standar primer yang baik untuk permanganat
dalam larutan asam (Basset, 1994).
Untuk pengasaman sebaiknya dipakai asam sulfat, karena asam ini tidak
menghasilkan reaksi samping. Sebaliknya jika dipakai asam klorida dapat terjadi
kemungkinan teroksidasinya ion klorida menjadi gas klor dan reaksi ini mengakibatkan
dipakainya larutan permanganat dalam jumlah berlebih. Meskipun untuk beberapa reaksi
dengan arsen (II) oksida, antimoni (II) dan hidrogen peroksida, karena pemakaian asam
sulfat justru akan menghasilkan beberapa tambahan kesulitan. Kalium pemanganat adalah
oksidator kuat, oleh karena itu jika berada dalam HCl akan mengoksidasi ion Cl - yang
93

menyebabkan terbentuknya gas klor dan kestabilan ion ini juga terbatas. Biasanya
digunakan pada medium asam 0,1 N. Namun, beberapa zat memerlukan pemanasan atau
katalis untuk mempercepat reaksi. Seandainya banyak reaksi itu tidak lambat, akan
dijumpai lebih banyak kesulitan dalam menggunakan reagensia ini. (Svehla, 1995)

BAB III
METODE PRAKTIKUM
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan :
Gelas beaker
Pipet volume
Erlenmeyer
Labu ukur 100 ml
Corong
Buret
Bola isap
Bahan yang digunakan :

Larutan H2C2O4 0,1 N


Larutan H2SO4 2N
Larutan KMnO4

Prosedur kerja :
Standarisasi larutan KMnO4
94

Pipet 5 ml larutan H2C2O4 0,05 N masukkan dalam erlenmayer lalu , tambahkan 3 ml


larutan H2SO4 2N panaskan pada suhu 55-600C sesudah itu titrasi dengan larutan KMnO4

sampai terjadi warna merah muda yang konstan selama 1-2 menit.
Penetapan kadar FeSO4
Pipet 5 ml sampel, masukkan dalam erlenmayer tambah 5 ml larutan H2SO4 2N titrasi
dengan larutan KMnO4 sampai warna terjadi merah muda yang konstan selama 1-2 menit.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Perhitungan
Standarisasi H2C2O4

titrasi awal 5,4 ml


Titrasi akhir 5,3 ml

Penetapan Kadar FeSO4

rata-rata 5,35 ml

volume titrasi 2,2 ml

N Baku Primer sesungguhnya


Dik : gr H2C2O4 = 1,5727
BE = 63,03
Vol = 0,5 L
N=
gr
BE x Vol
= 1,5727
63,03 x 0,5
= 0,05

N Baku Sekunder ( N KMnO4)


Dik V1 : 5,4 ml
V2 : 5,3 ml
Rata-rata = 5,35 ml
N1 : 0.05
Dit N2..............?
V1.N1 ~ V2. N2
5 x 0.05 ~ 5,35 x N2
= 0.05.5
~ N2
5,35
95

N2 = 0,046
Penetapan Kadar
% Fe = V (ml) x N KMnO4 Sebenarnya x Massa Atom
5 x 1000
= 2,2 x 0.046 x 55,85
x 100 %
5000
= 0.113

x 100%

Pembahasan
Titrasi permanganometri adalah titrasi berdasarkan prinsip oksidasi reduksi dan
digunakan untuk menetapkan kadar reduktor akan suasana asam. Sulfat encer larutan baku
yang digunakan adalah KMnO4 atau metode permanganometri adalah didasarkan pada reaksi
oksidasi ion permanganometri oksidasi ini dapat digunakan dalam keadaan asam netral dan
alkalio, dan sampel yang digunakan besi sulfat (Fe SO4) dengan larutan penititernya adalah
lalutan kalium permangant (KMnO4) sehingga menghasilkan warna merah muda konstan.
DEngan hasil kadar Fe = 0,113 % dengan leteratur pada formakope piindonesia edisi III
dimana % FeSO4 pada II teratur yaitu 80%.

BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil percobaan yang kami lakukan standarisasi N Baku primer sesungguhnya = 0,05,
sedangkan N Baku Sekunder ( N KMnO4 ) = 0,046 dan kadar Fe sebenarnya = 0.113

96

DAFTAR PUSTAKA

Day, R. A. Dan Underwood, A. L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.


Svehla, G. 1995. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro. Kalman
Media Pustaka. Jakarta.

97

IODOMETRI

98

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Iodometri adalah titrasi terhadap iodium (I2) yang terdapat dalam larutan, sedangkan
iodimetri adalah titrasi dengan larutan I2 standar. Iodometri biasa dimanfaatkan untuk penerapan
kadar zat oksidator /redoktor. Apalagi zat yang diuji zat pksidator maka kita melaksanakan
iodometri sedankan apabila zat yang diuji zat oksidator maka prinsipnya zat tersebut direaksikan
dengan iodium berlebihan, maka terbentuk 1 dimana iod ditangkap dengan menggunakan titrasi
larutan natrium thiosulfat maka disebut iodometri.

1.2 Tujuan Praktikum Iodometri :

Mempelajari prinsip oksidasi dan reduksi

Memahami konsep reaksi oksidasi-reduksi melalui titrasi

Menentukan konsentrasi atau kadar logam dalam sampel.

99

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium
tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh
distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar
primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat
digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan
standar yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan
penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan iodium dari
iodida, suatu proses iodometrik (Underwood, 1986).
Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu kepada titrasi
dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (kadang-kadang
dinamakan iodometri), adlaah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi
kimia. Potensial reduksi normal dari sistem reversibel:
I2(solid) 2e

2I-

adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang jenuh dengan
adanya iod padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya, menjelang akhir titrasi iodida
dengan suatu zat pengoksid seperti kalium permanganat, ketika konsentrasi ion iodida menjadi
relatif rendah. Dekat permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida
terdapat dengan berlebih, terbentuklah ion tri-iodida.

100

BAB III
METODE PRAKTIKUM IODOMETRI

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan

Erlenmayer

Buret

Pipet

Gelas Beaker

Bola Isap

Bahan yang digunakan

Larutan KIO3 0,1 N

Larutan H2SO4 2 N

Larutan Na2S2O3

Prosedur kerja Iodometri :


Standarisasi larutan Na2S2O3 dengan larutan KIO3 0,1 N

101

Pipet 5 ml larutan KIO3 0,1 N, masukkan dalam erlenmayer lalu tambahkan 1 ml


larutan H2SO4 2 N titrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai terjadi warna kuning muda dan tambah
lagi 1 ml larutan amylum 1 %, setelah itu titrasi lagi dengan larutan Na2S2O3 samapi warna biru
tepat hilang.
Penetapan kadar CuSO4
Pipet 5 ml larutan sampel, masukkan dalam erlenmayer , laulu tambahkan 5 ml
larutan KI 10%, dan tambahkan 2 ml larutan H 2SO4 2 N titrasi dengan Na2S2O3 sampai
menjadi warna kuning muda dan tambahkan 1 ml larutan amylum 1 % lalu titrasi lagi dengan
larutan Na2S2O3 sampai warna biru tepat hilang.

102

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Standarisasi
Data Perhitungan Iodometri
Standarisasi larutan Na2S2O3
Penetapan Kadar CuSO4

N Baku Primer KIO3 =

titrasi awal 2,1 ml


titrasi akhir 0,3 ml
titik awal 3,3 ml
titik akhir 0,7 ml

total = 2,4

totsl = 4

BE x Vol
= 1,782
35,67 x 0,5
= 0.1 N
N Baku Sekunder Na2S2O3
Na2S2O3 x Vol Na2S2O3
N

x 2,4

= N KIO3 x Vol KIO3


= 0,1 x 5

103

= 0,208 N

Penetapan kadar CuSO4


Hasil titrasi = T.awal : 0
T.akhir : 2,4 ml

BE Cu = 63,54
CuSO4 yang di pipet = 5 ml
Berat CuSO4 1% = 5,1036

% Cu

x 100 %

x 100 %

= 1,05%
104

Pembasan Iodometri :
Cara Iodometri dapat digunakan untuk menentukan kadar iodium dalam garam pada
oksidator/garam ini ditambahkan larutan KI dan H2SO4 sebagai asam sehingga akan terbentuk
iodium yang yang akan dititrasi dengan Na 2S2O3 sehingga dapat ditentukan kadarnya. Namun
larutan Na2S2O3 ini harus dibekukan terlebih dahulu, larutan thiosulfat sebelum digunakan
sebagai larutan standar harus distandarkan oleh kalium iodat yang merupakan standar primer.
Larutan iodat ini dapat ditambahkan dengan asam sulfat, pekat, warna larutan menjadi bening,
dan setelah ditambahkan kalium iodide, berubah menjadi kuning kecoklatan. Fungsi penambahan
asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang
terdiri dari kalium iodat dan kalium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman
rendah. Indicator yang digunakan adalah kanji (amilum) yang dapat membentuk senyawa
absorpsi denagan iodium yang dititrasi dengan larutan natrium siosulfat. Penambahan amilum
saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan
menyebabkan amilum sukar untuk dititrasi untuk kembali kesenyawa semula.

105

BAB V
KESIMPULAN

Dari hasil percobaan yang kami lakukan standarisasi N Baku primer sesungguhnya = 0,1 ,
sedangkan N Baku Sekunder ( N Na2S2O3 ) = 0,208 dan kadar CuSO4 sebenarnya = 1,05

106

DAFTAR PUSTAKA

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta.

107

Anda mungkin juga menyukai