Jembatan Rangka Baja

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 10

STUDI ANALISIS MODIFIKASI BATANG TEGAK LURUS DAN

SAMBUNGAN BUHUL TERHADAP LENDUTAN, TEGANGAN PELAT


BUHUL DAN KEBUTUHAN MATERIAL PADA JEMBATAN
RANGKA BAJA AUSTRALIA KELAS A

JURNAL

Disusun Oleh:
MUHAMMAD SYAHID THONTHOWI
NIM. 105060100111060-61

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
MALANG
2014

STUDI ANALISIS MODIFIKASI BATANG TEGAK LURUS DAN


SAMBUNGAN BUHUL TERHADAP LENDUTAN, TEGANGAN PELAT
BUHUL DAN KEBUTUHAN MATERIAL PADA JEMBATAN
RANGKA BAJA AUSTRALIA KELAS A
Muhammad Syahid Thonthowi, Sugeng P. Budio dan Ari Wibowo
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Malang
Jl. MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Jembatan rangka baja Australia kelas A mempunyai bentuk konfigurasi jembatan
warren dengan ciri khas elemen diagonal tanpa elemen vertikal. Pada jembatan tipe ini
sambungan batang di setiap buhul mempunyai jarak yang relatif besar sehingga, pelat sambung
mengalami tegangan yang berlebih akibat momen sekunder yang bekerja dan gaya batang yang
tidak ditransfer ke batang lain secara langsung. Pada studi ini jembatan dimodifikasi dengan
menambahkan batang tegak lurus dan memodelkan sambungan buhul dengan batang yang
bertemu pada satu titik. Selanjutnya dilakukan analisis modifikasi batang tegak lurus dan
sambungan buhul terhadap lendutan, tegangan pelat buhul dan kebutuhan material pada
jembatan rangka baja Australia kelas A.
Studi ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan lendutan yang terjadi antara
jembatan rangka baja Australia kelas A dan jembatan rangka baja Australia kelas A dengan
modifikasi batang tegak lurus, perbedaan tegangan yang terjadi pada pelat sambung buhul
dengan gaya batang terbesar antara jembatan rangka baja Australia kelas A dan jembatan rangka
baja Australia kelas A dengan modifikasi sambungan buhul serta perbedaan kebutuhan material
antara jembatan rangka baja Australia kelas A dan jembatan rangka baja Australia kelas A
dengan modifikasi batang tegak lurus.
Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa penambahan batang tegak lurus mempunyai
pengaruh lebih besar dalam hal mengurangi lendutan jembatan pada bentang pendek dari pada
bentang panjang. Modifikasi buhul dengan mempertemukan batang-batang pada satu titik
berpengaruh pada persebaran tegangan pada pelat penyambung, dibuktikan dengan kondisi pelat
eksisting mengalami tegangan yang lebih besar pada beberapa titik sekitar baut dari pada pelat
kondisi ideal (modifikasi). Dari segi kebutuhan material baja dan selisih lendutan, penambahan
batang tegak lurus untuk mengurangi lendutan lebih cocok diterapkan pada jembatan dengan
bentang yang pendek.

Kata Kunci : Jembatan Rangka Baja Australia Kelas A, Modifikasi Batang Tegak Lurus,
Modifikasi Sambungan Buhul, Kebutuhan Material.
PENDAHULUAN
Sebagai negara kepulauan, Indonesia
memiliki keragaman bentuk muka bumi
mulai daratan hingga lautan. Kondisi yang
demikian ini mempunyai hubungan yang
erat dengan aktifitas manusia sebagai
penghuninya
terutama
kegiatan
transportasi. Penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi sangat berpengaruh pada
kegiatan manusia untuk megelola dan
memanfaatkan kondisi lingkungan fisik
untuk kesejahteraan hidupnya dalam hal ini

adalah sarana transportasi yang dapat


menunjang kegiatan manusia.
Jembatan sebagai salah satu sarana
transportasi mempunyai peranan yang
sangat penting bagi kelancaran lalu lintas.
Dimana
fungsi
jembatan
adalah
menghubungkan
rute
atau
lintasan
transportasi yang terpisah baik oleh rawa,
sungai, danau, selat, saluran, jalan raya,
jalan kereta api dan perlintasan lainnya.
Awalnya jembatan hanya dipakai untuk
menghubungkan dua tempat terpisah

dengan jarak yang relatif pendek. Seiring


dengan perkembangan teknologi, jembatan
dapat dipakai untuk menghubungkan
tempat terpisah pada jarak yang berjauhan
bahkan sampai menyeberangi laut. Dengan
semakin meningkatnya teknologi dan
fasilitas pendukung seperti perangkat lunak
serta perangkat keras komputer, bentangan
bukan merupakan kendala lagi. Dari segi
perkonomian, jembatan dapat mengurangi
biaya transportasi sedangkan dari segi
efisiensi waktu, dengan adanya jembatan
dapat mempersingkat waktu tempuh pada
perjalanan darat yang saling terpisah.
Jembatan juga dapat meningkatkan daerah
tertinggal untuk dapat lebih berhubungan
dengan daerah lain dengan mudah.
Mengingat
pentingnya
peranan
jembatan bagi kehidupan manusia, maka
harus ditinjau kelayakan konstruksi
jembatan tersebut, dalam hubungannya
dengan klasifikasi jembatan sesuai dengan
tingkat pelayanan dan kemampuannya
dalam menerima beban. Dalam kaitannya
dengan
keselamatan,
maka
perlu
diperhatikan juga tingkat keamanan dan
kenyamanan dalam pemakaian jembatan
tersebut apakah masih layak untuk
digunakan atau harus diadakan perbaikan
hingga penggantian.
Jembatan
berdasarkan
jenis
materialnya dibagi menjadi jembatan kayu,
beton bertulang dan prategang, komposit
serta jembatan baja. Dari keempat material
tersebut, baja menjadi salah satu material
yang sering digunakan karena dari segi
kekuatan baja mempunyai kuat tarik dan
kuat tekan yang tinggi, sehingga dengan
material yang sedikit bisa memenuhi
kebutuhan struktur. Keuntungan lain bisa
menghemat tenaga kerja karena besi baja
diproduksi di pabrikan dilapangan hanya
memasang saja. Setelah selesai masa layan,
besi baja bisa dibongkar dengan mudah dan
dipindahkan ke tempat lain dan juga bisa
dengan mudah diperbaiki dari karat.
Kelebihan lainnya dalam hal pemasangan,
jembatan baja di lapangan lebih cepat
dibandingkan dengan jembatan jika
menggunakan material lainnya.
Beberapa
konfigurasi
jembatan
rangka baja diantaranya adalah tipe Howe,
Pratt, Warren, K truss dan Baltimore.
Konfigurasi
jembatan
ini
terus
dikembangkan untuk mendapatkan desain

yang efisien dan ekonomis namun tetap


aman jika digunakan. Konfigurasi jembatan
yang sudah ada dimodifikasikan dengan
menambahan beberapa batang ataupun
mengurangi batang tertentu.
Jembatan rangka baja Australia kelas
A mempunyai bentuk konfigurasi jembatan
warren. Jembatan ini mempunyai ciri khas
elemen diagonal tanpa elemen vertikal.
Pada jembatan tipe ini sambungan batang di
setiap buhul mempunyai jarak yang relatif
besar sehingga, pelat sambung mengalami
tegangan yang berlebih akibat momen
sekunder yang bekerja dan gaya yang tidak
ditransfer ke batang lain secara langsung.
Penambahan batang tegak lurus pada
Jembatan rangka baja Australia kelas A
diharapkan bisa mempengaruhi kemampuan
layan jembatan yaitu mengurangi lendutan.
Konfigurasi batang yang dipakai sama
seperti pada jembatan tipe Australia, hanya
saja ditambahkan batang tegak lurus pada
konfigurasi batang yang membentuk
segitiga dengan satu sudut lancip berada di
atas.
Jembatan rangka baja Australia kelas
A ini sudah banyak diproduksi dan
digunakan, namun masih perlu dilakukan
modifikasi serta pengkajian agar diperoleh
desain yang efektif dan ekonomis. Oleh
karena itu dilakukan modifikasi mengenai
konfigurasi batang tipe jembatan ini yaitu,
penambahan batang tegak lurus pada
jembatan rangka Australia kelas A serta
pemodelan sambungan buhul jembatan
tersebut dengan mengondisikan bertemunya
setiap batang pada buhul. Dengan
melakukan kedua modifikasi tersebut maka
akan diketahui desain mana yang lebih
unggul dari segi lendutan, kekuatan pelat
buhul, maupun dari segi kebutuhan material
baja.
TUJUAN PENELITIAN
a) Mengetahui perbedaan lendutan yang
terjadi antara jembatan rangka baja
Australia kelas A dan jembatan rangka
baja Australia kelas A dengan
modifikasi batang tegak lurus.
b) Mengetahui perbedaan tegangan yang
terjadi pada pelat sambung buhul
dengan gaya batang terbesar antara
jembatan rangka baja Australia kelas A
dan jembatan rangka baja Australia

kelas A dengan modifikasi sambungan


buhul.
c) Mengetahui
perbedaan kebutuhan
material antara jembatan rangka baja
Australia kelas A dan jembatan rangka
baja Australia kelas A dengan
modifikasi batang tegak lurus.

1/2P

1/2P

JEMBATAN A40
P

1/2P

1/2P

10

11

JEMBATAN A50
P

1/2P

1/2P

10

11

12

13

JEMBATAN A60

Gambar 3.1 Pemodelan Pembebanan


Menyeluruh Jembatan A40, A50 Dan A60
P

1/2P

1/2P

JEMBATAN A40
P

10

11

1/2P

1/2P

JEMBATAN A50
P

10

11

12

1/2P

1/2P

13

JEMBATAN A60

MODEL 3

MODEL 4

MODEL 2

MODEL 1

Gambar 3.2 Pemodelan Pembebanan


Menyeluruh Jembatan M40, M50 Dan M60

10

11

10

11

MODEL 2

MODEL 3

MODEL 4

MODEL 5

MODEL 1

JEMBATAN A40

MODEL 4

MODEL 6

MODEL 3

MODEL 5

MODEL 2

MODEL 1

JEMBATAN A50

12

13

JEMBATAN A60

MODEL 3

MODEL 4

MODEL 2

MODEL 1

Gambar 3.3 Pemodelan Beban Berjalan


Pada Jembatan A40,A50 Dan A60

10

11

10

11

MODEL 2

MODEL 3

MODEL 4

MODEL 5

MODEL 1

JEMBATAN M40

MODEL 6

MODEL 4

MODEL 5

MODEL 3

MODEL 2

JEMBATAN M50
MODEL 1

METODE PENELITIAN
Model jembatan yang dipakai
adalah jembatan rangka baja Australia kelas
A dengan bentang 40 m, 50 m dan 60 m
yang pada pembahasan selanjutnya
dinamakan A40, A50 dan A60 serta
jembatan rangka baja Australia kelas A
dengan penambahan batang tegak lurus
dengan variasi bentang yang sama.
Modifikasi
ini
pada
pembahasan
selanjutnya dinamakan M40, M50 dan
M60. Pada studi ini dimensi yang
dibedakan adalah pada panjang bentang,
sehingga untuk dimensi lebar jembatan
kedua jenis jembatan yang dianalisis adalah
sesuai dengan spesifikasi dari Bina Marga
Pemodelan
pertama
yang
dilakukakan
pada
dasarnya
hanya
menggunakan satu buah model jembatan
tipe warren yang merupakan bentuk
jembatan rangka baja Australia kelas A itu
sendiri. Sedangkan model jembatan
pembandingnya ditambahkan batang tegak
lurus. Kedua jembatan ini masing - masing
dibuat bentang 40 m, 50 m dan 60 m.
Kedua model tersebut menggunakan
perletakan sendi dan akan dianalisis dengan
pembebanan dengan beban rencana yang
sudah ditentukan dengan menggunakan
STAAD Pro V8i.
Pada analisis lendutan ini dilakukan
dua jenis metode pembebanan yaitu,
pembebanan secara menyeluruh pada titik
buhul dan pembebanan tidak menyeluruh
atau sebagian titik buhul (dikondisikan
seperti beban berjalan) dengan beban yang
diberikan merupakan beban yang ditransfer
dari gelagar melintang. Hal ini dilakukan
untuk memperkuat asumsi mengenai
pengaruh penambahan batang tegak lurus
itu sendiri terhadap lendutan jembatan.
Pada pembebanan menyeluruh pada
titik buhul, P adalah beban hidup rencana
dari jembatan pada masing-masing bentang.

12

13

JEMBATAN M60

Gambar 3.4 Pemodelan Beban Berjalan


Pada Jembatan M40,M50 Dan M60
Pada
analisis
lendutan
ini,
dilakukan dua jenis analisis yaitu metode
kerja virtual dan analisis menggunakan
software STAAD Pro V8i. Pada analisis
dengan metode kerja virtual, gaya batang
yang digunakan adalah gaya batang hasil
perhitungan STAAD Pro. Pada analisis
metode kerja virtual dan STAAD Pro ini
dilakukan dua jenis pemodelan struktur
rangka pada STAAD Pro yaitu sebagai

struktur rangka yang tidak bisa menahan


momen dan struktur rangka dengan
sambungan semi rigid yang bisa menahan
momen sebesar 20% momen jepit.
Pemodelan kedua adalah terhadap
sambungan buhul dimana pada jembatan
A40, A50 dan A60 pada sambungan
buhulnya batang tidak bertemu pada satu
titik tetapi hanya sampai pada batas
maksimum batang itu bersentuhan. Kondisi
ini merupakan kondisi eksisting sambungan
buhul jembatan jenis ini. Sedangkan untuk
kondisi yang ideal, maka batang batang
dimodifikasi menjadi bertemu pada satu
titik, dengan kata lain dilakukan
pemotongan terhadap batang profil agar
bisa memenuhi kondisi tersebut.
Sebagai tinjauan akan diambil
sambungan buhul dengan gaya batang
terbesar untuk bentang 60 m dan kemudian
dianalisis terhadap tegangan pelat buhulnya
dengan FEM (Finite Elemen Metode)
menggunakan software SAP 2000.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Lendutan Jembatan Dengan Beban
Menyeluruh
Analisis struktur menggunakan
metode kerja virtual dan STAAD Pro
dengan kondisi struktur rangka tidak bisa
menahan momen tidak menunjukkan
adanya perbedaan lendutan antara jembatan
A40, A50, A60 dan jembatan M40, M50,
M60 atau = 0%. Hal ini dikarenakan
konfigurasi segitiga rangka batang dapat
menahan gaya aksial saja tanpa ada momen
yang bekerja sehingga batang tegak lurus
pada jembatan M40, M50 dan M60 nilai
gaya batangnya adalah nol. Hal ini menjadi
indikator bahwa batang tegak lurus itu tidak
bekerja dan tidak akan berpengaruh pada
lendutan yang terjadi. Berbeda dengan
keadaan struktur dengan sambungan semi
rigid, struktur rangka batang menjadi
struktur rangka yang bisa menahan momen
sehingga batang tegak lurus ini dapat
menahan momen dan gaya aksial dan
berpengaruh untuk mengurangi lendutan.
0.685

Kondisi Ideal

Gambar 3.5 Kondisi Eksisting Sambungan


Buhul Dan Kondisi Ideal Setelah
Dimodifikasi
Setelah dilakukan analisa terhadap
lendutan dan tegangan pelat buhul, maka
dilakukan perhitungan kebutuhan material
baja untuk rangka induk jembatan akibat
penambahan batang tegak lurus. Material
yang dibutuhkan dihitung dalam satuan
kilogram (Kg). Perbandingan kebutuhan
material yang dilakukan adalah untuk
jembatan rangka baja Australia dan
jembatan modifikasinya pada bentang 40
m, 50 m dan 60 m.
Dengan
mengetahui
kebutuhan
material rangka induk ini maka bisa
menjadi pertimbangan seberapa efektif
penambahan batang tegak lurus untuk
mengurangi lendutan dengan biaya yang
dibutuhkan.

0.675
0.670

Beda
lendutan

0.665
0.660
0.655
0.650
30

40

50

60

70

Bentang Jembatan (m)

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Beda


Lendutan Metode Kerja Virtual Akibat
Penambahan Batang Tegak Lurus Pada
Jembatan A40, A50 dan A60 Dengan
Bentang Jembatan
0.180
0.160
Selisih Lendutan (%)

Kondisi Eksisting

Selisih Lendutan (%)

0.680

0.140
0.120
0.100
0.080
0.060

Beda
Lendutan

0.040
0.020
0.000
30

40

50

60

70

Bentang Jembatan (m)

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Beda


Lendutan Analisis STAAD Pro Akibat
Penambahan Batang Tegak Lurus Pada
Jembatan A40, A50 dan A60 Dengan
Bentang Jembatan

Selisih Lendutan (%)

Berdasarkan
Gambar
4.1,
penambahan batang tegak lurus tidak terlalu
menunjukkan perbedaan lendutan yang
besar pada masing-masing jembatan. Beda
lendutan mulai dari yang terbesar yaitu
pada jembatan bentang 40 m sebesar
0,6779%, jembatan bentang 50 m sebesar
0,6778% dan jembatan bentang 60 m
sebesar
0,6684%
namun
masih
menunjukkan trend semakin panjang
bentang jembatan beda lendutan akibat
penambahan batang tegak lurus menjadi
semakin kecil.
Berdasarkan Gambar 4.2, besar
beda lendutan yang didapat berbanding
terbalik dengan panjang bentang jembatan.
Beda lendutan mulai dari yang terbesar
yaitu pada jembatan bentang 40 m sebesar
0,1698%, jembatan bentang 50 m sebesar
0,1213% dan jembatan bentang 60 m
sebesar 0,0755%. Hasil ini menunjukkan
trend semakin panjang bentang jembatan
beda lendutan akibat penambahan batang
tegak lurus menjadi semakin kecil. Jadi
penambahan batang tegak lurus akan lebih
signifikan mengurangi lendutan jika
digunakan pada bentang jembatan yang
pendek.
Lendutan dengan Beban Berjalan
Berdasarkan hasil analisis STAAD
Pro, lendutan di tengah bentang dengan
beban berjalan menggunakan beban hidup
menunjukkan lendutan jembatan M40, M50
dan M60 dengan berbagai model
pembebanan lebih kecil dari lendutan
masing-masing jembatan A40, A50 dan
A60. Sedangkan lendutan di tengah bentang
akibat
beban
berjalan
dengan
memperhitungkan
berat
rangka
menunjukkan hasil lendutan yang lebih
basar pada jembatan M40, M50 dan M60
dibandingkan dengan masing-masing pada
jembatan A40, A50 dan A60.
0.230
0.210
0.190
0.170
0.150
0.130
0.110
0.090
0.070
0.050
40

50

60

BEBAN
MODEL 1
BEBAN
MODEL 2
BEBAN
MODEL 3
BEBAN
MODEL 4
BEBAN
MODEL 5
BEBAN
MODEL 6

Bentang (m)

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Beda


Lendutan Di Tengah Bentang Akibat Beban
Berjalan Dengan Bentang Jembatan

Penambahan batang tegak lurus


pada jembatan A40, A50 dan A60 dapat
mengurangi lendutan akibat beban berjalan
dengan selisih lendutan berurutan dari yang
terbesar yaitu jembatan bentang 40 m, 50 m
dan 60 m.
Pada analisis lendutan beban
berjalan, beban mati yang berasal dari
selain rangka induk jembatan ditiadakan
karena memiliki nilai yang sama pada
masing-masing jembatan A40, A50 dan
A60 sehingga yang diperhitungkan hanya
berat
rangka
induk
masing-masing
jembatan tersebut. Jika berat rangka induk
diperhitungkan
pada
masing-masing
jembatan maka yang terjadi adalah lendutan
jembatan dengan penambahan batang tegak
lurus M40, M50 dan M60 akan menjadi
lebih besar dari lendutan jembatan A40,
A50 dan A60 .
Berdasarkan Gambar 4.3, maka
pada setiap model pembebanan jembatan
besar beda lendutan yang terjadi adalah
berbanding terbalik dengan
panjang
bentang jembatan.
Pada model pembebanan di tengah
bentang pada jembatan bentang 40 m
(model empat) menunjukkan beda lendutan
jembatan M40 sebesar 0,1888% lebih kecil
dari jembatan A40, sedangkan pada
jembatan bentang 50 m (model lima)
menunjukkan beda lendutan jembatan M50
sebesar 0,14% lebih kecil dari jembatan
A50 dan pada jembatan bentang 60 m
(model enam) menunjukkan beda lendutan
jembatan M60 sebesar 0,0901% lebih kecil
dari jembatan A60. Jadi penambahan
batang tegak lurus akan lebih signifikan
mengurangi lendutan jika digunakan pada
bentang jembatan yang pendek.
Besarnya
lendutan
adalah
berbanding terbalik dengan luas penampang
profil batang, sehingga mengurangi
lendutan sama dengan memperbesar profil
batang dan akan menambah beban mati
yang ada. Sehingga untuk menanggulangi
masalah ini pada jembatan bisa dibuat
chamber dengan anggapan bahwa pada saat
beban mati bekerja pada awal jembatan
didirikan, lendutan akibat beban mati
berada pada sumbu nol dan ketika beban
hidup bekerja maka lendutan mulai dihitung
akibat beban hidup.
Mengacu pada peraturan RSNI T03-2005. Bahwa lendutan yang dihitung

adalah berasal dari beban hidup dan


besarnya tidak boleh melebihi L/1000,
maka pada analisis lendutan dengan beban
menyeluruh, besar lendutan jembatan A40
dan M40 adalah 3,0621 cm dan 3,0569 cm
kurang dari L/1000 = 4000/1000 = 4 cm.
Lendutan jembatan A50 dan M50 adalah
4,5328 cm dan 4,5273 cm kurang dari
L/1000 = 5000/1000 = 5 cm. Lendutan A60
dan M 60 adalah 5,8251 cm dan 5,8207 cm
kurang dari L/1000 = 6000/1000 = 6 cm.
Jadi ketiga variasi panjang jembatan dengan
masing-masing
modifikasinya
telah
memenuhi syarat lendutan.
Tegangan Pelat Buhul
Model yang digunakan adalah
sambungan buhul jembatan rangka baja
Australia Kelas A bentang 60 m (Jembatan
A60) pada titik buhul ke-20 dan ke-24.
Kondisi eksisting ini akan dibandingkan
dengan
sambungan
buhul
yang
dimodifikasi dengan batang-batang yang
dipertemukan pada satu titik (kondisi ideal)
terhadap tegangan pelat buhulnya.
Pada titik buhul ke-20 terdapat dua
batang horizontal dengan masing-masing
nilai gaya batang (-) 767010,27 kg dan (-)
745711,25 kg. serta dua batang diagonal
dengan nilai gaya batang terbesar dengan
masing-masing nilai gaya batang (+)
28118,36 kg dan (-) 29882,23 kg.
Pada titik buhul ke-24 terdapat dua
batang horizontal dengan masing-masing
nilai gaya batang (-) 426925,9 kg dan (-)
236065,35 kg. serta dua batang diagonal
dengan nilai gaya batang terbesar dengan
masing-masing nilai gaya batang (+)
256786,62 kg dan (-) 261432,06 kg. Tanda
(-) merupakan batang tekan dan tanda (+)
adalah batang tarik.
14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

10

25

24

11

12

13

Gambar 4.4 Lokasi Titik Buhul Ke-20 dan


Ke-24 Pada Jembatan A60
20
767010,27 kg

28118,36 kg

24
745711,25 kg

29882,23 kg

426925,9 kg

256786,62 kg

236065,35 kg

261432,06 kg

Gambar 4.5 Besar dan arah gaya batang


pada buhul ke-20 dan 24
Dimensi dan spesifikasi Pelat yang
digunakan adalah berdasarkan Gambar
Standar Rangka Baja Bangunan Atas

Jembatan Kelas A yang dikeluarkan oleh


Bina Marga pada tahun 2005.

Gambar 4.6 Contour Stress Pelat Buhul


Ke-20 (Kondisi Eksisting)

Gambar 4.7 Contour Stress Pelat Buhul


Ke-20 (Kondisi Ideal)
Tabel 4.1Tegangan Pelat Buhul Ke-24
Kondisi Eksisting Dan Ideal Pada Beberapa
Titik
Tegangan (N/mm2)
Titik
Pelat Kondisi
Pelat Kondisi
Eksisting
Ideal
1
131,015
139,772
2
18,889
24,293
3
- 6,522
4,428
4
71,407
69,323
5
33,831
19,642
Sebagian besar titik menunjukkan
tegangan pelat kondisi ideal lebih kecil dari
pada tegangan pelat kondisi eksisting yaitu
titik 3 pada baut pojok kanan atas batang
horizontal
sebesar
471,764
N/mm2
sedangkan kondisi eksisting sebesar
535,193 N/mm2, titik 4 pada baut pojok kiri
bawah batang horizontal sebesar 466,369
N/mm2
dan kondisi eksisting sebesar
570,043 N/mm2. Pada titik 5 tengah-tengah
pelat sebesar -133,32 N/mm2 sedangkan
kondisi eksisting sebesar -134,71 N/mm2
Titik dengan tegangan pelat kondisi
ideal lebih besar dari pada tegangan pelat
kondisi eksisting adalah pada titik 1 pada
daerah sebelah kanan baut batang diagonal
sebesar -8,964 N/mm2 sadangkan kondisi
eksisting sebesar -8,114 N/mm2 , titik 2
pada tengah-tengah atas pertemuan batang
horizontal sebesar -379,023 N/mm2 dan
kondisi eksisting sebesar -374,143 N/mm2.

Gambar 4.8 Contour Stress Pelat Buhul


Ke-24 (Kondisi Eksisting)

Gambar 4.9 Contour Stress Pelat Buhul


Ke-24 (Kondisi Ideal)
Tabel 4.23 Tegangan Pelat Buhul Ke-24
Kondisi Eksisting Dan Ideal Pada Beberapa
Titik
Tegangan (N/mm2)
Titik
Pelat Kondisi
Pelat Kondisi
Eksisting
Ideal
1
131,015
139,772
2
18,889
24,293
3
- 6,522
4,428
4
71,407
69,323
5
33,831
19,642
Berdasarkan tabel di atas diketahui
bahwa beberapa titik menunjukkan
tegangan pelat kondisi ideal lebih besar
dari pada tegangan pelat kondisi eksisting
yaitu titik 1 pada daerah sebelah kanan baut
batang diagonal sebesar 139,772 N/mm2
sadangkan kondisi eksisting sebesar
131,015 N/mm2 dan titik 2 pada tengahtengah pelat sebesar 24,293 N/mm2
sedangkan kondisi eksisting sebesar 18,889
N/mm2.
Titik 4 pada baut ujung pelat
batang horizontal kiri menunjukkan
tegangan pelat kondisi ideal lebih kecil dari
pada kondisi eksisting yaitu sebesar 69,323
N/mm2 sedangkan kondisi eksisting sebesar
71,407 N/mm2 begitu juga dengan titik 5
pada baut ujung bawah batang diagonal kiri
menunjukkan nilai tegangan pelat sebesar
19,642 N/mm2 lebih kecil dari pelat kondisi
eksisting yaitu sebesar 33,831 N/mm2 dan
titik 3 pada tengah-tengah pertemuan

batang-batang horizontal sebesar 4,428


N/mm2 lebih kecil dari kondisi eksisting
sebesar -6,522 N/mm2.
Dari hasil kedua analisis terhadap
dua tempat yang berbeda di atas yaitu pada
buhul ke-20 dan ke-24 menunjukkan bahwa
kondisi pelat eksisting mengalami tegangan
yang lebih besar pada beberapa titik sekitar
baut dari pada pelat kondisi ideal
(modifikasi).
Kebutuhan Material Jembatan
Hasil
perhitungan
kebutuhan
material jembatan menunjukkan bahwa
berat rangka induk jembatan A40 adalah
22661,214 Kg dan M40 sebesar 27860,272
Kg dengan selisih berat 5199,058 Kg.
Untuk berat rangka induk jembatan A50
adalah 34763,465 Kg dan M50 sebesar
44198,833 Kg dengan selisih berat
9435,368 Kg. Sedangkan untuk berat
rangka induk jembatan A60 adalah
58793,132 dan M60 sebesar 73198,124 Kg
dengan selisih berat 14404,991 Kg.

Dengan
membandingkan
kebutuhan material antara jembatan
A40, A50 dan A60 serta jembatan M40,
M50 dan M60 terhadap lendutan yang
dimiliki oleh masing-masing jembatan
tersebut, maka bisa diketahui seberapa
besar
kebutuhan
material
yang
dibutuhkan untuk mengurangi lendutan
jembatan A40, A50 dan A60
Tabel 4.2 Perbandingan Kebutuhan
Material Rangka Induk Jembatan Dengan
Beda Lendutan
Jembatan

Kebutuhan
Material
(Kg)

A40

22661.2144

Penambahan
Material
(Kg)

(cm)
3.0621

1762.5861
M40

24423.8005

A50

34763.4650

0.1698
3.0569
4.5328

2203.2326
M50

36966.6976

A60

58793.1322

0.1213
4.5273
5.8251

2643.8791
M60

61437.0113

(%)

0.0755
5.8207

Selisih Lendutan (%)

0.180
0.165
0.150
0.135
0.120
0.105
0.090
0.075
0.060
0.045
0.030
0.015
0.000
1500

Jembatan
Bentang 40 m
Jembatan
Bentang 50 m
Jembatan
Bentang 60 m

1750

2000

2250

2500

2750

Penambahan Material (Kg)

Gambar 4.10 Grafik Penambahan Material


Dengan Beda Lendutan Jembatan
Dari Tabel 4.2 dan Gambar 4.10
diketahui bahwa untuk mengurangi
lendutan jembatan A40 sebesar 0,1698%
dibutuhkan tambahan material baja seberat
1762,5861
Kg.
Sedangkan
untuk
mengurangi lendutan jembatan A50 sebesar
0,1213% dibutuhkan material baja seberat
2203,2326 Kg dan untuk mengurangi
lendutan jembatan A60 sebesar 0,0755%
dibutuhkan material baja seberat 2643,8791
Kg. Sehingga hasil analisis kebutuhan
material
ini
menunjukkan
bahwa
penambahan
material
baja
sebagai
modifikasi batang tegak lurus dapat
mengurangi lendutan secara signifikan pada
jembatan dengan bentang yang pendek.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan
penelitian
yang
dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai
berikut :
1. Penambahan batang tegak lurus
mempunyai pengaruh lebih besar dalam
hal mengurangi lendutan jembatan pada
bentang pendek dari pada bentang
panjang. Dari hasil analisis didapatkan
selisih lendutan antara jembatan
modifikasi dan jembatan eksisting yaitu
pada bentang 40 m sebesar 0,1698%,
bentang 50 m sebesar 0,1213% dan
bentang 60 m sebesar 0,0755%
2. Modifikasi
buhul
dengan
mempertemukan batang-batang pada
satu titik berpengaruh pada persebaran
tegangan pada pelat penyambung.
Kondisi pelat eksisting mengalami
tegangan yang lebih besar pada
beberapa titik sekitar baut dari pada
pelat kondisi ideal (modifikasi)
3. Penambahan batang tegak lurus pada
jembatan rangka baja Australia kelas A
pada bentang 40 m membutuhkan

tambahan material baja seberat


1762,5861 kg dan dapat mengurangi
lendutan sebesar 0,1698%. Pada
bentang 50 m dibutuhkan tambahan
material baja seberat 2203,2326 kg dan
dapat mengurangi lendutan sebesar
0,1213%, sedangkan pada bentang 60
m dibutuhkan tambahan material
seberat 2643,8791 kg dan dapat
mengurangi lendutan sebesar 0,0755%.
Sehingga dari segi kebutuhan material
baja dan selisih lendutan, penambahan
batang tegak lurus untuk mengurangi
lendutan lebih cocok diterapkan pada
jembatan dengan bentang yang pendek.
Saran
Dalam
studi
ini,
dilakukan
penyederhanaan
terhadap
pemodelan
rangka jembatan pada software STAAD Pro
V8i terhadap kondisi jembatan sebenarnya
di lapangan sebagai sambungan semi rigid,
namun untuk mendapatkan hasil yang lebih
mendekati sebenarnya sebaiknya digunakan
analisis menggunakan finite element dengan
pemodelan secara utuh.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Setyo M & Bambang Supriyadi,2007.
Jembatan. Yogyakarta : Beta
Offset.
Bina
Marga
No.
005/BM/2009,
Pemeriksaan Jembatan Rangka
Baja.
Bina Marga No. 07/BM/2005, Gambar
Standar Rangka baja Bangunan
Atas Jembatan Kelas A dan B
H.J. Struyk C.I. & K.H.C.W. Van Der Veen
C.I.
1985.
Bruggen.
Terj.
Soemargono. Jakarta : Pradnya
Paramita.
Pedoman
Perencanaan
Pembebanan
Jembatan Jalan Raya 1987
Hibbeler, Russel C, 2002. Struktural
Analysis, third edition. Terj. Yaziz
Hasan dan Drs. Masdin. Jakarta :
Prenhallindo
RSNI T-03-2005 Perencanaan Struktur
Baja Untuk Jembatan
RSNI T-02-2005 Standar Pembebanan
Untuk Jembatan
Nasution, Thamrin. 2012. Modul Kuliah
Struktur
Baja
II.
http://thamrinnst.files.wordpress.co
m/2012/04/modul-1-pengenalan-

jembatan-baja.pdf. Diakses pada


tanggal 18 Mei 2014
Willy C. Wungo. Pengenalan Software
Analisa dan Design Struktur
Staadpro.
http://azissriyono.staff.umm.ac.id/fi
les/2010/02/STAADTUTOR_06091.pdf. (diakses 18
Mei 2014).

Anda mungkin juga menyukai