Jembatan Rangka Baja
Jembatan Rangka Baja
Jembatan Rangka Baja
JURNAL
Disusun Oleh:
MUHAMMAD SYAHID THONTHOWI
NIM. 105060100111060-61
Kata Kunci : Jembatan Rangka Baja Australia Kelas A, Modifikasi Batang Tegak Lurus,
Modifikasi Sambungan Buhul, Kebutuhan Material.
PENDAHULUAN
Sebagai negara kepulauan, Indonesia
memiliki keragaman bentuk muka bumi
mulai daratan hingga lautan. Kondisi yang
demikian ini mempunyai hubungan yang
erat dengan aktifitas manusia sebagai
penghuninya
terutama
kegiatan
transportasi. Penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi sangat berpengaruh pada
kegiatan manusia untuk megelola dan
memanfaatkan kondisi lingkungan fisik
untuk kesejahteraan hidupnya dalam hal ini
1/2P
1/2P
JEMBATAN A40
P
1/2P
1/2P
10
11
JEMBATAN A50
P
1/2P
1/2P
10
11
12
13
JEMBATAN A60
1/2P
1/2P
JEMBATAN A40
P
10
11
1/2P
1/2P
JEMBATAN A50
P
10
11
12
1/2P
1/2P
13
JEMBATAN A60
MODEL 3
MODEL 4
MODEL 2
MODEL 1
10
11
10
11
MODEL 2
MODEL 3
MODEL 4
MODEL 5
MODEL 1
JEMBATAN A40
MODEL 4
MODEL 6
MODEL 3
MODEL 5
MODEL 2
MODEL 1
JEMBATAN A50
12
13
JEMBATAN A60
MODEL 3
MODEL 4
MODEL 2
MODEL 1
10
11
10
11
MODEL 2
MODEL 3
MODEL 4
MODEL 5
MODEL 1
JEMBATAN M40
MODEL 6
MODEL 4
MODEL 5
MODEL 3
MODEL 2
JEMBATAN M50
MODEL 1
METODE PENELITIAN
Model jembatan yang dipakai
adalah jembatan rangka baja Australia kelas
A dengan bentang 40 m, 50 m dan 60 m
yang pada pembahasan selanjutnya
dinamakan A40, A50 dan A60 serta
jembatan rangka baja Australia kelas A
dengan penambahan batang tegak lurus
dengan variasi bentang yang sama.
Modifikasi
ini
pada
pembahasan
selanjutnya dinamakan M40, M50 dan
M60. Pada studi ini dimensi yang
dibedakan adalah pada panjang bentang,
sehingga untuk dimensi lebar jembatan
kedua jenis jembatan yang dianalisis adalah
sesuai dengan spesifikasi dari Bina Marga
Pemodelan
pertama
yang
dilakukakan
pada
dasarnya
hanya
menggunakan satu buah model jembatan
tipe warren yang merupakan bentuk
jembatan rangka baja Australia kelas A itu
sendiri. Sedangkan model jembatan
pembandingnya ditambahkan batang tegak
lurus. Kedua jembatan ini masing - masing
dibuat bentang 40 m, 50 m dan 60 m.
Kedua model tersebut menggunakan
perletakan sendi dan akan dianalisis dengan
pembebanan dengan beban rencana yang
sudah ditentukan dengan menggunakan
STAAD Pro V8i.
Pada analisis lendutan ini dilakukan
dua jenis metode pembebanan yaitu,
pembebanan secara menyeluruh pada titik
buhul dan pembebanan tidak menyeluruh
atau sebagian titik buhul (dikondisikan
seperti beban berjalan) dengan beban yang
diberikan merupakan beban yang ditransfer
dari gelagar melintang. Hal ini dilakukan
untuk memperkuat asumsi mengenai
pengaruh penambahan batang tegak lurus
itu sendiri terhadap lendutan jembatan.
Pada pembebanan menyeluruh pada
titik buhul, P adalah beban hidup rencana
dari jembatan pada masing-masing bentang.
12
13
JEMBATAN M60
Kondisi Ideal
0.675
0.670
Beda
lendutan
0.665
0.660
0.655
0.650
30
40
50
60
70
Kondisi Eksisting
0.680
0.140
0.120
0.100
0.080
0.060
Beda
Lendutan
0.040
0.020
0.000
30
40
50
60
70
Berdasarkan
Gambar
4.1,
penambahan batang tegak lurus tidak terlalu
menunjukkan perbedaan lendutan yang
besar pada masing-masing jembatan. Beda
lendutan mulai dari yang terbesar yaitu
pada jembatan bentang 40 m sebesar
0,6779%, jembatan bentang 50 m sebesar
0,6778% dan jembatan bentang 60 m
sebesar
0,6684%
namun
masih
menunjukkan trend semakin panjang
bentang jembatan beda lendutan akibat
penambahan batang tegak lurus menjadi
semakin kecil.
Berdasarkan Gambar 4.2, besar
beda lendutan yang didapat berbanding
terbalik dengan panjang bentang jembatan.
Beda lendutan mulai dari yang terbesar
yaitu pada jembatan bentang 40 m sebesar
0,1698%, jembatan bentang 50 m sebesar
0,1213% dan jembatan bentang 60 m
sebesar 0,0755%. Hasil ini menunjukkan
trend semakin panjang bentang jembatan
beda lendutan akibat penambahan batang
tegak lurus menjadi semakin kecil. Jadi
penambahan batang tegak lurus akan lebih
signifikan mengurangi lendutan jika
digunakan pada bentang jembatan yang
pendek.
Lendutan dengan Beban Berjalan
Berdasarkan hasil analisis STAAD
Pro, lendutan di tengah bentang dengan
beban berjalan menggunakan beban hidup
menunjukkan lendutan jembatan M40, M50
dan M60 dengan berbagai model
pembebanan lebih kecil dari lendutan
masing-masing jembatan A40, A50 dan
A60. Sedangkan lendutan di tengah bentang
akibat
beban
berjalan
dengan
memperhitungkan
berat
rangka
menunjukkan hasil lendutan yang lebih
basar pada jembatan M40, M50 dan M60
dibandingkan dengan masing-masing pada
jembatan A40, A50 dan A60.
0.230
0.210
0.190
0.170
0.150
0.130
0.110
0.090
0.070
0.050
40
50
60
BEBAN
MODEL 1
BEBAN
MODEL 2
BEBAN
MODEL 3
BEBAN
MODEL 4
BEBAN
MODEL 5
BEBAN
MODEL 6
Bentang (m)
15
16
17
18
19
20
21
22
23
10
25
24
11
12
13
28118,36 kg
24
745711,25 kg
29882,23 kg
426925,9 kg
256786,62 kg
236065,35 kg
261432,06 kg
Dengan
membandingkan
kebutuhan material antara jembatan
A40, A50 dan A60 serta jembatan M40,
M50 dan M60 terhadap lendutan yang
dimiliki oleh masing-masing jembatan
tersebut, maka bisa diketahui seberapa
besar
kebutuhan
material
yang
dibutuhkan untuk mengurangi lendutan
jembatan A40, A50 dan A60
Tabel 4.2 Perbandingan Kebutuhan
Material Rangka Induk Jembatan Dengan
Beda Lendutan
Jembatan
Kebutuhan
Material
(Kg)
A40
22661.2144
Penambahan
Material
(Kg)
(cm)
3.0621
1762.5861
M40
24423.8005
A50
34763.4650
0.1698
3.0569
4.5328
2203.2326
M50
36966.6976
A60
58793.1322
0.1213
4.5273
5.8251
2643.8791
M60
61437.0113
(%)
0.0755
5.8207
0.180
0.165
0.150
0.135
0.120
0.105
0.090
0.075
0.060
0.045
0.030
0.015
0.000
1500
Jembatan
Bentang 40 m
Jembatan
Bentang 50 m
Jembatan
Bentang 60 m
1750
2000
2250
2500
2750