Gangguan Jiwa Pada Lansia (Fix)
Gangguan Jiwa Pada Lansia (Fix)
Gangguan Jiwa Pada Lansia (Fix)
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi
fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu
cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa
secara khusus pada lansia. Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah
kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian
dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi
aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain. Timbulnya perhatian pada
orang-orang usia lanjut dikarenakan adanya sifat-sifat atau faktor-faktor khusus yang
mempengaruhi kehidupan pada usia lanjut.
Lansia merupakan salah satu fase kehidupan yang dialami oleh individu yang
berumur panjang. Lansia tidak hanya meliputi aspek biologis, tetapi juga psikologis dan
sosial. Perubahan yang terjadi pada lansia dapat disebut sebagai perubahan `senesens` dan
perubahan senilitas. Perubahan `senesens adalah perubahan-perubahan normal dan
fisiologik akibat usia lanjut. Perubalian senilitas adalah perubahan-perubahan patologik
permanent dan disertai dengan makin memburuknya kondisi badan pada usia lanjut.
Sementara itu, perubahan yang dihadapi lansia pada amumnya adalah pada bidang klinik,
kesehatan jiwa dan problema bidang sosio ekonomi. Oleh karma itu lansia adalah kelompok
dengan resiko tinggi terhadap problema fisik dan mental.
Proses menua pada manusia merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan.
Seinakin baik pelayanan kesehatan sebuah bangsa makin tinggi pula harapan hidup
masyarakatnya dan padan gilirannya makin tinggi pula jumlah penduduknya yang berusia
lanjut. Demikian pula di Indonesia.
Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lansia sangat perlu
ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal
tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan
pada lansia yang membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif.
Usia lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja,
tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Lansia sebagai tahap
akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai dengan kondisi hidup yang tidak sesuai
dengan harapan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang mengalami gangguan mental
seperti depresi.
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
B.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
C.
1.
2.
3.
4.
D.
1.
a.
Berbeda dengan psikosis, depresi tampak tak pernah terjadi pada stadium lebih lanjut
dari penyakit Alzheimer, meski sering merupakan manifestasi paling awal dari penyakit itu
dan dapat mendahului gejala kognitif sejauh banyak bulan atau tahun.
Depresi juga sering terjadi bersama infark atau cidera otak lain, dengan atau tanpa
demensia serentak. Patologi yang menimpa regio otak frontal dipercayai khususnya terkait
dengan simtomatologi afektif. Depresi berkaitan dengan infark otak secara khas berkaitan
dengan inkontinensia emosional, yaitu episod mendadak menangis tanpa disforia pervasive,
konsisten, atau afektif.
Selain demensia dan trauma otak jelas, depresi pada manula sering disebabkan oleh
patologi fisik dengan etiologi beraneka. Misal, gangguan elektrolit akibat diuretik saja atau
bersamaan dengan obat lain dapat menyebabkan presentasi gangguan mood, juga defisiensi
b.
vitamin B12 akibat malabsorpsi yang mungkin berkaitan dengan operasi saluran cerna.
Terapi
Penyakit depresi primer (idiopatik) pada manula bersifat serius dan dalam banyak hal
merupakan keadaaan yang mengancam nyawa. Cara terapi yang harus diberikan prioritas
1)
terhadap status mental pasien dan setiap resiko bunuh diri. (Harold, 1994)
MAOI
Aman untuk manula bila diberikan dengan kewaspadaan lazim. Pada manula, terapi
depresi akibat penyakit lain tidak berbeda jauh dari terapi depresi idiopatik kecuali bahwa
terapi gangguan yang mendasari, jika mungkin, dapat mendahului atau mengesampingkan
perlunya menterapi gejala afektifnya secara lebih langsung. Bila depresi dan demensia terjadi
bersamaan, terapi depresi mungkin dapat atau tidak mengakibatkan resolusi gangguan
kognitif. Meski jika gangguan kognitif remisi seluruhnya, pada sekitar separuh kasus itu,
gejala dini kehilangan kognitif akan jelas lagi dalam sekitar 2-3 tahun. (Harold, 1994)
2.
3.
a.
Secara lebih spesifik, pada manula penurunan aneka sistem neurotransmitter telah
ditunjukkan secara meyakinkan. Misalnya terdapat penurunan fungsi dopaminergik berkaitan
dengan kehilangan sel berkaitan usia pada substansia nigra, dengan atau tanpa gejala
parkinsonian jelas. Juga terdapat perubahan berkaitan usia pada fungsi noradrenergik
berkaitan dengan bukti fisik kehilangan sel di lokus seruleus. Demikian juga, perubahan
sistem neurotransmitter kolinergik berkaitan-usia terjadi berkaitan dengan turunnya aktivitas
enzim asetiltransferase kolin. Secara keseluruhan, perubahan neurokimia SSP ini semua
mengakibatkan penetapan ulang imbangan (resetting) neurotransmitter SSP, dan dalam
banyak hal perubahan itu dapat menjadi predisposisi bagi psikosis pada manula. (Harold,
b.
1994)
Terapi
Perubahan system neurotransmitter SSP manula tampak berperan besar, baik dalam
etiologi maupun terapi psikosis. Pada umumnya psikosis pada manula sering bereaksi
terhadap dosis obat yang jauh lebih rendah dibandingkan psikosis pada pasien lebih muda.
Manula juga jauh lebih peka terhadap banyak efek samping obat antipsikotik dibandingkan
pasien lebih muda. (Harold, 1994)
4.
Gangguan ingatan berkaitan usia, penyakit Alzheimer, dan gangguan demensia lain.
Perubahan kognisi adalah termasuk yang paling sering dan penting (dalam hal morbiditas,
mortalitas dan dampak terhadap anggota keluarga dan masyarakat umumnya) daripada
a.
dalam kesinambungan.
1).
Stadium satu : normal : tanpa bukti objektif atau subjektif penurunan kognitif.
2).
Stadium dua : normal untuk usia : keluhan subjektif penurunan kognitif. Umumnya klien
lebih dari 65 mengeluh subjektif tak mengingat hal seperti nama dan lokasi objek seperti
halnya 5-10 tahun silam.
3).
Stadium tiga : kompatibel dengan penyakit alzheimer insipien : bukti samar penurunan
4).
5).
yang cermat.
Stadium lima : penyakit alzheimer sedang : defisit cukup berat hingga pasien tak lagi dapat
7).
Stadium tujuh : penyakit alzheimer berat : defisit cukup berat hingga butuh bantuan terus
menerus dalam aktivitas sehari-hari.
Perkiraan
penilaian
Karakteristik
fungsiona
Diagnosis klinis
lamanya
penyakit
alzeimer
Tanpa penurunan
Dewasa normal
alzeimer insipien
2 tahun
alzeimer 18 bulan
tepat
sedang
sedang
5 bulan
Inkonteninsia uri
4 bulan
Inkontinensia vokal
10 bulan
12 bulan
6a
7a
5 bulan
enam kata
b
Khazanah
kata
yang
dapat
dimengerti
18 bulan
12 bulan
12 bulan
18 bulan
12 bulan atau
hilang
lebih lama
b.
c.
3)
mungkin lebih cepat perjalannanya atau berdasarkan patologi neural, vokal dan terlokaliasasi.
Korea-huntington dapat tampil dengan ganguan demensia sebelum munculnmya patologi
koreiform.
4)
Hidrosefalus tekanan normal ditandai oleh gangguan berjalan inkontinensi uri, temuan
5)
E.
Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan
jiwa mereka adalah sebagai berikut:
1.
yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi
menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara
umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan
secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik,
psikologik
maupun
sosial,
yang
selanjutnya
dapat
menyebabkan
suatu
keadaan
c.
d.
e.
budaya.
Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
Pasangan hidup telah meninggal.
Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya
3.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan
aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.
4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam
kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan
penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang
memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah
diuraikan pada point tiga di atas.
Makin meningkatnya jumlah manula dalam masyarakat telah melahirkan sejumlah
penelitian psikologis tentang kemampuan orang lanjut usia. Penelitian ini telah mengukuhkan
bahwa orang lanjut usia cenderung lebih lamban dalam pemahaman mental dan kurang
mampu melakukan tugas-tugas yang menuntut ia mempelajari hal-hal baru.
F.
1.
2.
a.
sendiri tidak mendapatkan bantuan dari keluarga maupun pemberi asuhan (caregiver)
Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan sebagai berikut
primer : pendekatan kepada komunitas/lingkunganpeberi dukungan pada lansia,
memperkuat koping individu dan keluarga, pola sehat lingkungan, melihat tanda-tanda risiko
b.
c.
tinggi.
sekunder : diskusi,komunikasi yang efektif dengan keluarga
tersier : tidak menoleransi kekerasan, mengharagai dan peduli pada anggota keluarga,
memprioritaskan kepada keamanan, tulus secara utuh dan pendayagunaan. (Farida, 2010)
4.
Gangguan demensia
Faktor resiko demensia yang sudah diketahui adalah usia, riwayat keluarga, dan jenis
kelamin wanita. Perubahan khas pada demensia terjadi pada kognisi, memori, bahasa, dan
kemampuan visuospasial, tapi gangguan perilaku juga sering ditemui, termasuk agitasi,
restlessness, wandering, kemarahan, kekerasan, suka berteriak, impulsif, gangguan tidur, dan
waham.
5. Gangguan depresi
Gejala yang sering muncul pada gangguan depresif adalah menurunnya konsentrasi
dan fisik, gangguan tidur (khususnya bangun pagi terlalu cepat dan sering terbangun
(multiple awakenings), nafsu makan menurun, penurunan berat badan, dan masalah-masalah
6.
pada tubuh.
Gangguan kecemasan
Termasuk gangguan panik, ketakutan (fobia), gangguan obsesif-kompulsif, gangguan
kecemasan yang menyeluruh, gangguan stres akut, dan gangguan stres pasca trauma.
Tanda dan gejala ketakutan (fobia) pada lansia tidak seberat daripada yang lebih
muda, tetapi efeknya sama. Gangguan kecemasan mulai muncul pada masa remaja awal atau
pertengahan, tetapi beberapa dapat muncul pertama kali setelah usia 60 tahun.
Pengobatan harus disesuaikan dengan penderita dan harus diperhitungkan pengaruh
biopsikososial yang menghasilkan gangguan. Farmakoterapi dan psikoterapi dibutuhkan.
G.
1.
a.
b.
sendiri.
Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya
mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien usia
lanjut ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk
mempertahankan kesehatannya.
Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan,
mengingat sumber infeksi dapat timbul bila keberhasilan kurang mendapat perhatian.
Disamping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses penuaan, dapat mempengaruhi
ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk klien lanjut usia
yang masih aktif dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan
kulit dan badan, kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya,
hal makanan, cara memakan obat, dan cara pindahdari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya.
Hal ini penting meskipun tidak selalu keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala yang
ditemukan memerlukan perawatan, tidak jarang pada klien lanjut usia dihadapkan pada
dokter dalam keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif, misalnya
gangguan serebrovaskuler mendadak, trauma, intoksikasi dan kejang-kejang, untuk itu perlu
pengamatan secermat mungkin.
Adapun komponen pendekatan fisik yang lebuh mendasar adalah memperhatikan atau
membantu para klien lanjut usia untuk bernafas dengan lancar, makan, minum, melakukan
eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan, tidur, menjaga sikap, tubuh waktu
berjalan, duduk, merubah posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan
menukar pakaian, mempertahankan suhu badan melindungi kulit dan kecelakaan.Toleransi
terhadap kakurangan O2 sangat menurun pada klien lanjut usia, untuk itu kekurangan O2
yang mendadak harus disegah dengan posisi bersandar pada beberapa bantal, jangan
melakukan gerak badan yang berlebihan.
Seorang perawat harus mampu memotivasi para klien lanjut usia agar mau dan menerima
makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat menyebabkan
hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menghidangkan
makanan agak lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu bervariasi
dan bergizi, makanan yang serasi dan suasana yang menyenangkan dapat menambah selera
makan, bila ada penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan mereka sesuai dengan
diet yang dianjurkan.
Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan,
mengingat sumber infeksi bisa saja timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Oleh
karena itu, kebersihan badan, tempat tidur, kebersihan rambut, kuku dan mulut atau gigi perlu
mendapat perhatian perawatan karena semua itu akan mempengaruhi kesehatan klien lanjut
usia.
Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan, hal ini harus dilakukan kepada klien
lanjut usia yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala bila memperlihatkan
kelainan, misalnya: batuk, pilek, dsb. Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan
kesehatan,
jika
ada
mengkomunikasikan
keluhan
dengan
insomnia,
mereka
harus
tentang
cara
dicari
penyebabnya,
pemecahannya.
kemudian
Perawat
harus
mendekatkan diri dengan klien lanjut usia membimbing dengan sabar dan ramah, sambil
bertanya apa keluhan yang dirasakan, bagaimana tentang tidur, makan, apakah obat sudah
dimminum, apakah mereka bisa melaksanakan ibadah dsb. Sentuhan (misalnya genggaman
tangan) terkadang sangat berarti buat mereka.
2.
Pendekatan psikis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif
pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter , interpreter terhadap segala
sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab.
Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan
waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia
merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip Tripple, yaitu sabar, simpatik dan
service.
Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih sayang dari
lingkungan, termasuk perawat yang memberikan perawatan.. Untuk itu perawat harus selalu
menciptakan suasana yang aman , tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan
dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya.
Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam
memecahkan dan mengurangi rasa putus asa , rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat
dari ketidakmampuan fisik, dan kelainan yang dideritanya.
Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan
semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya
daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan,
peningkatan kewaspadaan , perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran
diwaktu siang, dan pergeseran libido.
Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang membosankan,
jangan menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa melakukan kesalahan . Harus
diingat kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.
Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan,
perawat bila melakukannya secara perlahan lahan dan bertahap, perawat harus dapat
mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang
dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka
pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain.
Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk
mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan
lain. Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya, biaya hidup,
keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran,
dan rasa kecemasan.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat
diatasi dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan
demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun
terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi
4.
Referensi :
Kaplan, Harold I & Benjamin J. Sadock. 1994. Buku Saku Psikiatri Klinik. Jakarta: Binapura Aksara.
Kusumawati, Farida & Yudi Hartono. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatn Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Maramis, W.F. 1994. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Purwaningsih, Wahyu & Ina Karlina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakartaa : Nuha Medika