As Akmsd

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

Draft 01

Rencana Strategis
Direktorat Bina Usaha
Perhutanan Sosial dan Hutan
Adat
Tahun 2015-2019

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


DIREKTORAT BINA USAHA PERHUTANAN SOSIAL DAN
HUTAN ADAT

Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

DAFTAR ISI

I.

PENDAHULUAN
A. UMUM
1. LATAR BELAKANG
2. SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENSTRA
B. KONDISI SAAT INI
1. REALISASI PENGEMBANGAN USAHA PERHUTANAN SOSIAL DAN HUTAN
ADAT
2. DUKUNGAN MANAJEMEN (ORTALA, ANGGARAN, DAN PERATURAN
PERUNDANGAN)
C. KONDISI YANG DIINGINKAN
1. PENGEMBANGAN USAHA PERHUTANAN SOSIAL DAN HUTAN ADAT
2. DUKUNGAN MANAJEMEN

II.

TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN


A. SASARAN STRATEGIS, PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKATOR KINERJA
B. PENDANAAN

III.

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BUPSHA


A. PENGEMBANGAN USAHA PERHUTANAN SOSIAL DAN HUTAN ADAT
B. DUKUNGAN MANAJEMEN

IV.

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

I. PENDAHULUAN

A.

UMUM

1. Latar Belakang
Perhutanan sosial diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 pasal
3 huruf d bahwa dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan
kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan
berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan
ekonomi seta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal. Demikian pula dalam
penjelasan pasal 23 diamanatkan bahwa hutan sebagai sumberdaya nasional harus
dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi masyarakat sehingga tidak boleh terpusat
pada seseorang, kelompok atau golongan tertentu. Oleh karena itu, pemanfaatan
hutan harus didistribusikan secara berkeadilan melalui kegiatan peran serta
masyarakat, sehingga masyarakat semakin berdaya dan berkembang potensinya.
Perhutanan sosial dilaksanakan melalui pemberian akses legal kepada masyarakat
setempat berupa HKm, HD, HTR, Kemitraan, Pengembangan Hutan Rakyat, dan
pemberian akses pembiayaan melalui pinjaman dana bergulir untuk meningkatkan
modal dan akses pasar yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2007 jo Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008. Kegiatan-kegiatan dilapangan
antara lain peningkatan kapasitas dan penguatan kelembagaan; devolusi dan
desentralisasi kewenangan Menteri sampai ditingkat tapak seperti perencanaan
kawasan, penguatan usaha.
Pada tahun 2012 Mahkamah Konstitusi menerbitkan putusan MK Nomor 35 Tahun
2012 yang membatalkan pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999
bahwa hutan adat bukan merupakan hutan negara. Sedangkan Pasal 67 Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 tidak dibatalkan. Dalam pasal 67 Undang-undang
Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa masyarakat hukum adat sepanjang
menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaanya berhak melakukan
pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat
adat yang bersangkutan, melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan
hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang, dan
mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan. Untuk
pengaturan masyarakat hukum adat telah diterbitkan Peraturan Menteri Dalam
Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan


Masyarakat Hukum Adat.
Kemitraan lingkungan diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
pada pasal 70 bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan
seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Peran masyarakat dilakukan untuk meningkatkan kepedulian
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; meningkatkan kemandirian,
keberdayaan masyarakat, dan kemitraan; menumbuhkembangkan kemampuan dan
kepeloporan masyarakat; menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat
untuk melakukan pengawasan sosial; dan mengembangkan dan menjaga budaya
dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Untuk
meningkatkan peranserta masyarakat tersebut, telah dilakukan pemberian berbagai
upaya pemberian insentif antara lain Kalpataru kepada individu, Adiwiyata untuk
sekolah

berbudaya

lingkungan,

Adipura

untuk

pemerintah

daerah

dalam

pengelolaan sampah, Proper bagi dunia usaha.


Demikian juga berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 pasal 37 bahwa
peran serta rakyat dalam konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
yang diarahkan dan digerakan oleh pemerintah melalui berbagai kegiatan yang
berdayaguna dan berhasilguna. Dalam mengembangkan peran serta masyarakat,
pemerintah menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya dikalangan rakyat melalui pendidikan dan penyuluhan.
Selanjutnya berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 pasal 27 bahwa
Pemerintah daerah kabupaten/kota secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat
bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan
pengelolaan sampah. Kemitraan dituangkan dalam bentuk perjanjian antara
pemerintah daerah kabupaten/kota dan badan usaha yang bersangkutan. Tata cara
pelaksanaan kemitraan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Namun demikian kemajuan penyelenggaraan Perhutanan Sosial dan Kemitraan
Lingkungan sampai saat ini belum maksimal yaitu adanya gap antara apa yang
telah dilaksanakan oleh pemerintah, pelaku usaha dengan harapan masyarakat
terutama dialam demokrasi sejak tahun 1998. Oleh karena itu, untuk memperkecil
gap antara harapan masyarakat dengan program pemerintah dibidang Perhutanan
Sosial dan Kemitraan Lingkungan perlu disusun renstra secara partisipatif.
Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

Rencana Strategis (Renstra) PSKL 2015 2019 ini merupakan satu kesatuan
dengan RPJM Nasional 2015-2019 dan bagian dari Renstra Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015 2019.
Renstra Ditjen PSKL Tahun 2015-2019 ini menjadi acuan umum bagi perencanaan
dan pelaksana kegiatan pembangunan di lingkup Ditjen PSKL dan UPT BPDAS
yang melaksanakan 2 program yaitu Program Pengendalian DAS dan Hutan
Lindung dan Program Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan.

2. Sistematika Penyusunan Renstra


Renstra Direktorat Jenderal PSKL tahun 2015-2019 merupakan tindak lanjut dan
pelaksanaan dari Perpres Nomor 16 Tahun 2015 dan Rencana Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bidang
Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan. Maksud penyusunan Renstra
Direktorat Jenderal PSKL adalah untuk memberikan kepastian dan kejelasan arah
kebijakan

strategis

agar

dapat

dilaksanakan

secara

bertahap,

terpadu,

komprehensif, efektif, dan efisian, dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
Dengan mempertimbangkan Prepres Nomor 16 Tahun 2015 dan RPJMN 2015-2019
yang telah ditetapkan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor 2 tahun 2015, maka :
1.

Renstra Direktorat Jenderal PSKL ini memuat kebijakan makro dalam jangka
waktu 2015-2019.

2.

Format Penyusunan Renstra Direktorat Jenderal PSKL Tahun 2015-2019


mengacu kepada Peraturan Menteri Negara PPN/Bappenas No. 5 Tahun 2009.

B. KONDISI SAAT INI


1.

Realisasi Perhutanan Sosial


Sampai dengan akhir 2014, capaian areal Perhutanan Sosial yang ditetapkan oleh
Menteri Kehutanan atau Penepatan Areal Kerja (PAK), adalah sebagai berikut :
a. Hutan Kemasyarakatan (Hkm) 328.452 Ha
b. Hutan Desa (HD) 318.024 ha
c. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) 734.397 Ha
Capaian Hkm dan HD tersebut hanya 30%, apabila dibandingkan dengan target
dalam Renstra 2010-2014 adalah 2 juta Ha Hkm dan 0,5 juta Ha HD. Sedangkan
Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

HTR, hanya mencapai 8% dari target Renstra seluas 5,6 juta Ha, sebagaimana
digambarkan dalam grafik di bawah ini.
Tindak lanjut dari Bupati untuk menerbitkan IUPHkm dan Gubernur untuk HPHD
juga sangat rendah (20-25%). Sedangkan dari pencadangan HTR seluas 734.397
Ha, baru diterbitkan IUP dari Bupati seluas 195.270 Ha atau 26,6%. Kondisi ini
dapat dilihat pada Grafik 1 dan 2.
800000
700000
600000
500000
Luas (Ha) 400000
300000
200000
100000
0

HKm

HD

HTR

Grafik 1. Capaian areal kelola HKm, HD dan HTR


6000000
5000000
4000000
luas ha 3000000
2000000
1000000
0

HKm dan HD

HTR

Grafik 2. Perbandingan PAK HKm, HD dan HTR dengan Renstra 2010-2014


Keterlibatan jumlah KTH dalam pengelolaan HKm, HD dan HTR cukup banyak.
Pada kegiatan HKm jumlah kelompok pengelola yang terlibat sampai dengan akhir
2014 berjumlah 834 KTH, 16 koperasi dan 96 Gapoktan. Sedangkan untuk Hutan
Desa sudah tersebar di 223 desa dan sudah terbentuk 51 kelembagaan BUM Desa.
Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

Pada skema HTR, kelompok yang terlibat sebanyak 330 KTH dan telah dibentuk
103 koperasi.
Berdasarkan jumlah kelompok di atas maka jumlah KK yang terlibat cukup besar
yaitu 102.738 KK terlibat dalam pengelolaan HKm, 82.482 KK mengelola HD dan
31.297 tenaga kerja, untuk HTR. Grafik 3 dan 4 menggambarkan kondisi tersebut.
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
Kelompok Tani Koperasi

Gapoktan

Desa

BUMDes

Grafik 3. Keterlibatan pada Kelompok Tani, Koperasi, Gapoktan


pada HKm, HD dan HTR

600000
500000
400000
300000
200000
100000
0

HKm

HD

HTR

Grafik. 4. Keterlibatan jumlah KK dan Tenaga Kerja pada HKm, HD dan HTR

2.

Realisasi Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial Dan Hutan Adat


Kegiatan pengembangan usaha perhutanan sosial sesuai dengan Renstra 2010
Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

2014 menargetkan 30 sentra HHBK unggulan setara 600 kelompok usaha. Tabel
berikut menggambarkan capaian pengembangan usaha perhutanan sosial melalui
pembentukan sentra HHBK Unggulan.
Tabel 1. Capaian pengembangan usaha perhutanan sosial melalui pembentukan
sentra HHBK Unggulan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

3.

Kabupaten
Simeulue
Pidie
Tapanuli Utara
Pasaman Barat
Bangka Tengah
Tanjung Jabung Timur
Merangin
Sarolangun
Kampar
Ogan Komering Ilir
Garut
Tasikmalaya
Lebak
Pekalongan
Tegal
Demak
Sleman
Malang
Nganjuk
Tanah Laut
Kapuas Hulu
Bulukumba
Kota Palu
Konawe Selatan
Bangli
Sumbawa
Lombok Tengah
Lombok Utara
Pulau Buru

Provinsi
Aceh
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Bangkabelitung
Jambi
Jambi
Jambi
Riau
Sumatera Selatan
Jawa Barat
Jawa Barat
Banten
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Jawa Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Barat
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Barat
Maluku

BPDAS
Krueng Aceh
Krueng Aceh
Asahan Barumun
Agam Kuantan
Baturusa cerucuk
Batanghari
Batanghari
Batanghari
Indragiri rokan
Musi
Cimanuk Citanduy
Cimanuk Citanduy
Citarum ciliwung
Pemali Jratun
Pemali Jratun
Pemali Jratun
SOP
Brantas
Brantas
Barito
Kapuas
Jeneberang walanae
Palu Poso
Sampara
Unda Anyar
Dodokan Moyosari
Dodokan Moyosari
Dodokan Moyosari
Waehapu Batumerah

Komoditas HHBK
Rotan
Rotan
Kemenyan
Aren
Gaharu
Getah Jelutung
Gaharu
Gaharu
Madu Hutan
Duku
Sutera
Bambu
Bambu
Bambu
Kapulaga
Bambu Rebung
Bambu
Bambu
Porang
Madu Budidaya
Madu Hutan
Madu Budidaya
Rotan
Jahe
Bambu
Madu
Bambu
Madu Budidaya
Kayu Putih

Realisasi Kemitraan Lingkungan


Role model komunitas yang berperan serta dalam penyelamatan sumber daya alam
(13 DAS, 15 Danau prioritas, Gambut, Kars dan mata air, pesisir, laut dan pulaupulau kecil) sekitar 50 role model dan melalui CSR bidang lingkungan (50 role
model) dan kemitraan dengan organisasi sosial politik, organisasi kepemudaan,
komunitas keagamaan (5 role model), organisasi profesi, dan kaukus legislatif (15
propinsi), pemulihan tanah terkontaminasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(1 role model).
Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

Selain itu, untuk peningkatan peduli lingkungan dilakukan kegiatan Bina Kader
Peduli Lingkungan. Sejak 2006, telah terdata pada 2014 sebanyak 290 kader dan
ini menunjukan penurunan kader peduli lingkungan pada tahun 2011, 2012, dan
2013 secara berurutan sebanyak 441 kader, 467 kader dan 464 kader. Dengan
demikian kegiatan kader peduli lingkungan masih perlu ditingkatkan. Kader peduli
lingkungan juga mencakup kegiatan kepanduan Saka Kalpataru dengan inti
kegiatan terkait dengan perubahan iklim, 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dan
keanekaragaman hayati di bawah Deputi Komunikasi dan Pemberdayaan
Masyarakat dengan jumlah 4000 orang.

Grafik 5. Kader Peduli Lingkungan


Penghargaan Kalpataru diberikan pada anggota atau kelompok masyarakat yang
telah menunjukkan kepeloporan dan memberikan sumbangsihnya bagi upayaupaya pelestarian fungsi lingkungan. Sejak tahun 1980 sampai 2014, telah diberikan
penghargaan Kalpataru kepada 326 orang penerima kalpataru. Penghargaan
Kalpataru tahun 2014 diberikan kepada 13 orang atau kelompok, yang dianggap
telah berjasa terhadap pengelolaan fungsi lingkungan, yang diberikan oleh Wakil
Presiden Republik Indonesia, tanggal 5 Juni 2014, di Istana Wakil Presiden,
Jakarta. Kegiatan ini merupakan rangkaian Hari Lingkungan Hidup Sedunia, yang
jatuh pada tanggal 5 Juni.

4.

Realisasi Penanganan Konflik, Tenurial dan Hutan Adat


Tipologi konflik berdasarkan sebaran di pulau Sumatera, Jawa, Bali Nusra,
Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

Kalimantan, Sulawesi, Papua terdiri dari (1) klaim kawasan hutan, (2) masyarakat
dengan perusahaan, (3) perambahan kawasan hutan (4) konflik antar pemegang
izin (5) Konflik antar masyarakat (6) Konflik masyarakat setempat dengan
pemerintah. Berdasarkan data yang ada sampai tahun 2015 dari Ditjen Planologi
Kehutanan, Ditjen BUK dan Ditjen PHKA Kemenhut, konflik antara masyarakat
dengan perusahan paling banyak di pulau Sumatera, tipologi perambahan kawasan
hutan paling banyak di pulau Kalimantan, tipologi klaim masyarakat kawasan hutan
paling banyak di pulau Jawa Sulawesi dan Bali Nusra. Dengan demikian
penyelesaian konflik tenurial, hutan adat dan pengembangan kearifan lokal
merupakan salah satu kegiatan yang akan diselesaikan oleh Direktorat Jenderal
Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan.

180
160

Data sampai dengan Januari 2015

140

Klaim
120

kawasan hutan

HutanKonservasi
:
Perambahan
kawasan hutan
102kasus

100
80
60

Masyarakat
40

dengan perusahaan

Antar pemegang izin

20
0

Pemerintah dengan pemerintah

Perusahaan dengan pemerintah

Sumber: Ditjen Planologi Kehutanan, Ditjen BUK


Grafik 7. Sebaran dan tipologi konflik di kawasan hutan
danDitjen PHKA (2015)

Berdasarkan fungsi hutan, lokus konflik pada hutan konservasi berjumlah 102
kasus, hutan produksi terkait perijinan berjumlah 319 kasus dan hutan produksi &
hutan lindung non-ijin berjumlah 152 kasus, secara keseluruhan berjumlah 573
kasus.
Pengakuan hutan adat merupakan salah satu upaya mengurangi konflik di dalam
dan di sekitar hutan. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 tentang
Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

10

hutan adat, berimplikasi luas terhadap pengakuan hutan hak adat. Salah satu
tuntutan MHA adalah adanya pengakuan terhadap keberadaan dan hak-haknya. UU
No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(PPLH) memberi perhatian terhadap pentingnya peran MHA dalam pelestarian
lingkungan.

Berdasarkan data Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) sebaran wilayah adat
dalam kawasan hutan tersebar di 20 provinsi yang meliputi areal seluas 3,7 juta ha.
Rincian sebaran wilayah adat masing-masing provinsi disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Sebaran wilayah adat dalam kawasan hutan
No
.
1
2
3
4

Aceh
Banten
Bengkulu
Jawa Barat

Kalimantan Barat

6
7
8
9
1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
1
5
1
6
1
7
1
8
1
9
2
0

Provinsi

Kalimantan
Selatan
Kalimantan
Tengah
Kalimantan Timur
Maluku
Maluku Utara
NTT

HL
75.058
3.365
635
361.919
116.294

Tenggara

37.953

31.281
902

171.85
1
52.553
-

16.953

9.307

159.676

5.384

Nusa
Barat
Nusa
Timur

Luas Wilayah Adat (Ha)


HP
HPK
HPT
3.568
20.170
2.390
162.13
4.349 297.020
0

KSA/KPA
13.696
14.670
1.543

Jumlah
(Ha)
98.796
13.696
20.425
2.178

402.020

1.227.438

7.561

161.808

116.307

73.362

208.346

729.543

896
4.967

66.708
5.598

6.093
-

157.530
11.467

12.838

21.007

2.680

62.785

5.706

11.090

25

29.578

2.369

22.920

11.860

500

16.559

3.992

5.730

16.740

1.613

7.611

21.510

60.939

133.034

70.434

4.193

290.109

8.961

24.846

30.137

38.391

32.492

134.828

Sulawesi Selatan

257.417

6.323

4.569

115.867

31.956

416.132

Sulawesi Tengah

88.731

6.314

16.999

57.296

111.902

281.241

Tenggara

Papua
Papua Barat
Riau

Sulawesi Utara
Sumatera Barat

Grand Total

3.588

17.193
-

31.694

109

109

4.771

8.359

1.185.82
557.017 325.709 800.608
2

842.571

3.711.727

Sumber : Hasil Pemetaan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)


Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

11

Penyusunan profil 12 komunitas MHA melalui studi lapangan dan pemetaan


partisipatif; Pemberdayaan 10 komunitas MHA, antara lain MHA Rumbio (Kampar,
Riau), Haruku (Malteng, Maluku), Sasak (Lombok Utara, NTB).
Pendampingan proses pengakuan pada 6 komunitas MHA, yaitu komunitas Batin
Lapan di kab. Sarolangun Jambi, komunitas pembarap di Kab. Merangin Jambi,
komunitas Dayak Alai di Kab. Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan, komunitas
Dayak Loksado di Kab. Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan, komunitas Kajang
di Kab. Bulu Kumba Sulawesi Selatan, dan komunitas Karampuang di Kab. Sinjai
Sulawesi Selatan;
Secara lokal di berbagai daerah telah ditetapkan Peraturan Daerah tentang
masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya, seperti Peraturan Daerah
Kabupaten Kampar No. 12 tahun 1999 tentang Hak Ulayat; Peraturan Daerah
Kabupaten Lebak No. 32 tahun 2001 tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat
Masyarakat Baduy; Peraturan Daerah Provinsi Maluku No. 14 Tahun 2005 tentang
Penetapan Kembali Negeri Sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam
Wilayah Pemerintahan Provinsi Maluku, Perda Kabupaten Nunukan No 4 Tahun
2004 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Lundayah Kabupaten Nunukan;
dan Peraturan Daerah Kabupaten Malinau Nomor 10 Tahun 2012 tentang
Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat di Kabupaten Malinau.

5.

Dukungan Manajemen
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/Menhut-II/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan, kegiatan perhutanan sosial
berupa HKm, HD dan Kemitraan Hutan Rakyat dan Pengembangan usaha di bawah
Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial. Sedangkan
pembangunan Hutan Tanaman Rakyat di bawah binaan Direktorat Bina Usaha
Kehutanan. Pembinaan Kader Konservasi berada di Direktorat Jenderal PHKA.
Penyelesaian konflik dan tenurial berada di Sekretariat Jenderal dan Direktorat
Jenderal Planologi Kehutanan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup. Kegiatan kemitraan
Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

12

lingkungan berada di Deputi VI Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan


Masyarakat.

C. KONDISI YANG DIINGINKAN


1.

Penyiapan Areal Kelola Perhutanan Sosial


Dalam Renstra Kementerian LHK dialokasikan seluas 12,7 Juta Ha untuk HKm, HD,
HTR, Hutan Rakyat, Kemitraan Kehutanan, dan Hutan Adat berkaitan dengan
program ketahanan air dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan sebagai
implementasi Nawa Cita ke-7 yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan
menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik sebagaimana diatur dalam
Perpres Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN.
Sebagian besar masyarakat tinggal di sekitar hutan dan umumnya berada didaerah
pinggiran/perbatasan. Oleh karena itu, alokasi 12,7 juta Ha diutamakan dibangun
dari pinggiran yang sekaligus juga berkontribusi pada Nawa Cita ke-3 yaitu
membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa
dalam kerangka Negara Kesatuan dan sekaligus menyelesaikan ketimpangan
pemanfaatan/ pengusahaan kawasan hutan negara, menciptakan lapangan kerja,
mensejahterakan masyarakat dan menyelesaikan konflik.

2.

Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat


Berdasarkan RPJMN 2015-2019 kegiatan pengembangan usaha meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk mengembangkan usaha di areal HKm, HD, HTR,
Kemitraan Kehutanan, Hutan Rakyat dan Hutan Adat sebanyak 5.000 kelompok.
Kegiatan ini diarahkan untuk penguatan kewirausahaan kelompok (community
enterpreneurship) baik berupa kayu, hasil bukan kayu, jasa lingkungan hutan
(ekowisata,

keanekaragaman

hayati,

sertifikat

karbon

hutan).

Dengan

mengembangkan kapasitas dan kelembagaan kewirausahaan kelompok akan


mengembangkan ekonomi pedesaan berbasis sumberdaya alam yang diperbaharui
yang berkontribusi terhadap ketimpangan pemanfaatan/ pengusahaan kawasan
hutan negara, menciptakan lapangan kerja, mensejahterkan masyarakat dan
mengurangi emisi gas rumah kaca.
Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

13

3.

Kemitraan Lingkungan dan Peran Serta Masyarakat


Kemitraan lingkungan ditempuh melalui kegiatan peningkatan role model perilaku
peduli lingkungan dan kehutanan, peningkatan kapasitas masyarakat di kawasan
(DAS, gambut, karst, pemukiman, industri, pesisir laut dan pulau-pulau kecil),
penguatan kearifan lokal dalam perlindungan dan pengelolaan sumberdaya alam
dan lingkungan, dan peningkatan jejaring lingkungan dan kehutanan (dunia usaha,
perguruan tinggi dan lain-lain). Untuk efektifitas kegiatan ini sebagai dasar perlu
payung peraturan perundangan, MoU dengan organisasi masyarakat, pelaku usaha
(CSER/Corporate

Social

and

Enviromental

Responsibility)

dan

pemerintah

(Kementerian/Lembaga).
Dalam 2015 2019 akan dikembangkan kegiatan kemitraan lingkungan dan peran
serta masyarakat sebanyak 2.500 komunitas, 22.000 orang serta 200 jejaring dan
mitra lingkungan. Selain itu, ada pengembangan kader konservasi alam (kader
konservasi, kelompok pecinta alam, kelompok swadaya masyarakat, kelompok
profesi yang bersifat aktif) sebanyak 6.000 orang dilakukan upaya peningkatan
indeks pengetahuan dan indeks perilaku peduli lingkungan untuk mengetahui
outcome pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan dan untuk itu dimasukan
dalam pengembangan unit kanal komunikasi yang dibangun untuk meningkatkan
akses informasi dan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan PSKL.

4.

Penanganan Konflik, Tenurial dan Hutan Adat


Berdasarkan Permenhut Nomor P.39/Menhut-II/2013 tentang pemberdayaan
masyarakat melalui kemitraan kehutanan, sesuai tipologi dan lokus konflik tenurial
maka penanganan konflik difokuskan pada hutan produksi yang berizin melalui
kemitraan kehutanan. Model pengembangan penanganan konflik yang telah
dilakukan oleh LSM Kemitraan dengan APHI di areal HTI PT. Arangan Hutani Lestari
Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi dapat direplikasi sesuai dengan keadaaan
setempat.

Dalam

hal

tidak

dapat

dilakukan

kemitraan

maka

pemerintah

(representatif negara) hadir melalui Reevaluasi perizinan untuk direalokasi melalui


HTR, HKm, Hutan Desa, atau Hutan Adat.
Selain itu tipologi konflik antara masyarakat dengan KPH/Taman Nasional baik di
Hutan Lindung maupun di hutan konservasi bisa juga dilakukan melalui skema
Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

14

kemitraan

sesuai

Permenhut

Nomor

P.39/Menhut-II/2013.

Model

yang

dikembangkan oleh LSM Kemitraan dengan KPH Rinjani Barat yang memfasilitasi
300 KK seluas 2.883 Ha dapat direplikasi di tempat lain sesuai dengan kondisi
setempat. Dalam hal tidak dapat dilakukan kemitraan dapat dilakukan melalui HKm,
Hutan Desa, atau Hutan Adat.
Untuk antisipasi pasca Keputusan MK Nomor 35 tahun 2012 tentang Hutan Adat
maka telah disusun PermenLHK tentang Hutan Hak yang mana dengan Permen
LHK ini, kawasan hutan akan terdiri dari kawasan Hutan Negara dan Hutan Hak
(perseorangan/badan usaha dan hutan adat) dan fungsi kawasan hutan akan tetap
berfungsi sebagai hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi.

5.

Dukungan Manajemen
Dukungan Manajemen Ditjen PSKL dilaksanakan oleh Sekditjen sesuai dengan
Permen Nomor P.18/MenLHK-II/2015. Untuk pelaksanaan program Ditjen PSKL
akan dilakukan oleh empat direktorat yaitu : 1) Direktorat Penyiapan Kawasan
Perhutanan Sosial; 2) Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat; 3)
Direktorat Kemitraan Lingkungan; dan 4) Direktorat Penanganan Konflik, Tenurial
dan Hutan adat. Jumlah pegawai yang ada saat ini berjumlah 106 orang yang
berasal dari eks Dit BPS dan Deputi VI Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan
Masyarakat. Kekurangan pegawai akan diperoleh dari realokasi hasil restrukturisasi
organisasi Kementerian LHK.
Sarana prasarana terdiri dari perkantoran di lantai 11 dan lantai 14 Blok I Gedung
MWB dengan peralatan yang memadai dan terus ditingkatkan untuk RPJMN 2015
2019.
Khusus untuk peraturan perundangan dan penguatan kebijakan dalam periode 2015
diselesaikan revisi PP. 6 Tahun 2007 jo PP 3 Tahun 2008, Permenhut Nomor
P.88/Menhut-II/2014, Permenhut Nomor P.89/Menhut-II/2014, Permenhut Nomor
P.55/Menhut-II/2011, Permenhut Nomor P.19/Menhut-II/2009. Selanjutnya akan
disusun peraturan baru terkait tata cara keterlibatan dan pemberdayaan masyarakat
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan, permen LHK
pengembangan usaha, permen LHK bantuan peralatan peningkatan ekonomi usaha
produktif.

Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

15

II. TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN

A. SASARAN STRATEGIS, PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKATOR


KINERJA
Sasaran strategis ke 3 (S3) Kementerian LHK dirujuk sebagai dasar renstra
Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan yaitu melestarikan keseimbangan
ekosistem dan keanekaragaman hayati serta keberadaan sumberdaya alam
sebagai

sistem

penyangga

kehidupan

untuk

mendukung

pembangunan

berkelanjutan.
Mengacu pada Rencana Strategis Kementerian LHK tahun 2015-2019, maka pada
Ditjen PSKL terdapat 1 (satu) program yang terkait dengan pembangunan
kehutanan di bidang Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan yaitu :
Program Perhutanan Sosial dan
Kemitraan Lingkungan (P4)
Sasaran Program dan Indikator Kinerja Program (IKP) Ditjen PSKL terdiri dari:
1. Meningkatnya akses pengelolaan hutan oleh masyarakat (S3.P4.1).
Indikator Kinerja Program : Luas hutan yang dikelola masyarakat meningkat
setiap tahun (S3.P4.1.IKP)
2. Meningkatnya upaya penyelesaian konflik dan tenurial di kawasan hutan
(S3.P4.2).
Indikator Kinerja Program : Luas hutan yang diselesaikan konfliknya meningkat
setiap tahun (S3.P4.2.IKP)
3. Meningkatnya perilaku peduli lingkungan dan kehutanan (S3.P4.3).
Indikator Kinerja Program : Jumlah role model peduli lingkungan hidup dan
kehutanan meningkat setiap tahun (S3.P4.3.IKP)
Kegiatan merupakan bagian dari program yang dilaksanakan oleh satuan kerja
setingkat Eselon 2 yang terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumberdaya
baik yang berupa personil (sumberdaya manusia), barang modal termasuk
peralatan dan teknologi, dana, dan/atau kombinasi dari beberapa atau kesemua
jenis sumberdaya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran
(output) dalam bentuk barang/jasa. Pada tingkat Direktorat, Sekretariat Direktorat
Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

16

Jenderal dan UPT Lingkup Ditjen PSKL terdapat 5 kegiatan, yaitu :


1. Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial (K1)
2. Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (K2)
3. Kemitraan Lingkungan dan Peran Serta Masyarakat (K3)
4. Penanganan Konflik, Tenurial dan Hutan Adat (K4)
5. Dukungan

Manajemen

dan

Pelaksanaan

Tugas

Teknis

Lainnya

Ditjen

Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (K6)

Indikator Kinerja Kegiatan adalah sebagai berikut :


Sasaran Program
Meningkatnya
akses pengelolaan
hutan oleh
masyarakat
(S3.P4.1)

Meningkatnya
perilaku
peduli
lingkungan
dan
kehutanan
(S3.P4.3)

Sasaran Kegiatan
Meningkatnya luas areal
kelola masyarakat
(S3.P4.K1)

Meningkatnya kelompok
usaha perhutanan sosial
dan
kemitraan
(S3.P4.K2)
Meningkatnya role
model komunitas yang
berperan serta dalam
penyelamatan SDA dan
ekosistem serta LHK
(S3.P4.K3)

Indikator Kinerja Kegiatan


Luas hutan yang di kelola masyarakat menjadi
12,7 juta ha dalam bentuk HKm, HD, HTR, HR,
Hutan Adat dan Kemitraan (S3.P4.1.K1.IKK.a)
Tersedianya regulasi hak dan akses masyarakat
atas hutan dan pasar (S3.P4.1.K1.IKK.b)
Proporsi kawasan hutan yang dikelola oleh
masyarakat meningkat setahun
(S3.P4.1.K1.IKK.c)
Luas pemanfaatan di bawah tegakan hutan
dalam bentuk agroforestry pada kegiatan HD,
HKm, HTR, HR seluas 250.000 ha
(S3.P4.1.K1.IKK.d)
Jumlah kelompok usaha perhutanan sosial dan
kemitraan menjadi 5.000 kelompok (HKm, HD,
HTR, HR, Hutan Adat dan Kemitraan)
(S3.P4.K2.a)
Jumlah komunitas penyelamat SDA &
Lingkungan pada kawasan DAS, Danau/Mata
Air, Karst, Rawa, Gambut, Pesisir, Laut, & Pulau
kecil, komunitas sekitar kawasan industri &
pemukiman, serta komunitas cinta alam pada
kawasan konservasi(S3.P4.K3.IKK.a)
Jumlah unit jejaring dan mitra (ormas, dunia
usaha,perguruan tinggi, legislator melalui
kaukus LHK dan lembaga lain) yang berperan
serta dalam membangun komunitas
penyelamatan SDA dan ekosistem serta
LHK(S3.P4.K3.IKK.b)
Jumlah unit kanal komunikasi yang dibangun
untuk meningkatkan akses informasi dan
aspirasi masyarakat dalam mengembangkan
perhutanan sosial dan kemitraan
lingkungan(S3.P4.K3.IKK.c)
Jumlah Kader Konservasi (KK), Kelompok
Pecinta Alam (KPA), Kelompok Swadaya
Masyarakat/ Kelompok Profesi (KSM/KP) yang
berstatus aktif sebanyak 6.000
Orang(S3.P4.K3.IKK.d)

Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

17

Sasaran Program
Meningkatnya
upaya
penyelesaian
konflik dan tenurial
di kawasan hutan
(S3.P4.2)

Sasaran Kegiatan
Meningkatnya
penyelesaian konflik
bidang lingkungan hidup
dan
kemitraan(S3.P4.K4)

Terwujudnya reformasi
tata kelola
kepemerintahan yang
baik di lingkungan Ditjen
PSKL (S3.P4.K6)

Luas kawasan hutan yang dikembangkan


melalui kemitraan/kerjasama pemerintah swasta
(KPS) dengan format baru CSR seluas 1,6 juta
ha (S3.P4.K3.IKK.e)
Indikator Kinerja Kegiatan
Luasan area konflik yang terselesaikan dalam
kaitannya dengan pengelolaan HTR, HKm, HD,
HR, dan Kemitraan sampai dengan tahun 2019
seluas 12,7 ha(S3.P4.K4.IKK.a)
Seluruh hutan adat diidentifikasi, dipetakan dan
ditetapkan pengelolaannya oleh masyarakat
adat (S3.P4.K4.IKK.b)
Tersedianya Standar Operasi penanganan
konflik (S3.P4.K4.IKK.c)
Jumlah konflik di kawasan hutan turun setiap
tahun (S3.P4.K4.IKK.d)
SAKIP Ditjen PSKL dengan nilai minimal 78,00
(A) di Tahun 2019 (S3.P4.K6.IKK.a)

B. PENDANAAN
Ditjen. PSKL bertanggung jawab atas program perhutanan sosial dan kemitraan
lingkungan dengan skenario alokasi budget selama 5 tahun (2015-2019) sebesar
Rp. 15.684.529.586.000,- Indikasi alokasi pembiayaan untuk pelaksanaan program
ini disajikan pada Tabel berikut :
No.

Program dan Kegiatan


Perhutanan sosial dan Kemitraan

1
2
3
4
5

Pembiayaan
(Rp. Milyar)
15.684,53

Lingkungan
Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial (K1)
Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat
(K2)
Kemitraan Lingkungan dan Peran Serta
Masyarakat (K3)
Penanganan Konflik, Tenurial dan Hutan Adat
(K4)
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas
Teknis Lainnya Ditjen Perhutanan Sosial dan
Kemitraan Lingkungan (K6)

Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

18

Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

19

III. ARAH DAN STRATEGI DITJEN PSKL

A. Penyiapan Areal Kelola Perhutanan Sosial


-

Prioritas revisi kebijakan untuk mempercepat/memperlancar akses Perhutanan


Sosial dengan melibatkan pemda

Pentingnya kebijakan 1 peta khususnya di planologi, sebagai acuan untuk maju


kedepan.

pengembangan data dasar (SDM, kawasan, tipologi)

Membangun online system dalam perijinan dengan melibatkan Pemda agar


mendukung online system tersebut, dan bisa diketahui prosesnya (MFP siap
membantu)

Perlu sosialisasi kebijakan baru dari Kemen LHK, kepada para pihak terkait
termasuk lembaga donor agar ikut berpartisipasi dalam mencapai target

B. Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat


-

Revisi kebijakan dalam pengembangan usaha Perhutanan Sosial dengan


melibatkan pemda

Pentingnya kebijakan 1 peta khususnya di planologi, sebagai acauan untuk maju


kedepan.

pengembangan data dasar usaha perhutanan sosial

Membangun online system dalam perijinan dengan melibatkan Pemda agar


mendukung online system tersebut, dan bisa diketahui prosesnya

Perlu sosialisasi kebijakan baru dari Kementerian LHK kepada para pihak terkait
termasuk lembaga donor agar ikut berpartisipasi dalam mencapai target

C. Kemitraan Lingkungan dan Peran Serta Masyarakat


-

Membuat panduan role model dan memasukkan penilaian IPPL

Database sebelum dan sesudah untuk melihat perubahan perilaku masyarakat

Mendorong kemitraan lingkungan dengan perusahaan (sudah ada panduan CSR


bidang lingkungan)

Mendorong kemitraan dan Kerjasama dengan CSO lingkungan, ormas, orsos

Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

20

Mendorong kemitraan dengan komunitas di pesisir dan sekitarnya serta komunitas


lainnya.

Penggalangan dukungan media (kompas, republika,dll)

D. Penanganan Konflik
-

Identifikasi permasalahan (Lokasi Sebaran, Luasan, Pihak yang berkonflik, Waktu


berkonflik, Kaitan dengan Kawasan Hutan, Kaitan dengan pengelolaan hutan,
Kaitan dengan akses masyarakat terhadap Sumberdaya Hutan dan Hal yang
pernah dilakukan dalam penanganan konflik)

Mengkonsultasikan dan memfasilitasi permasalahan tenurial kawasan hutan

Penyelesaian Konflik Tenurial Kawasan Hutan (Mediasi, Fasilitasi)

Rapat Koordinasi

E. Penanganan tenurial dan hutan adat


-

Perbaikan kebijakan dan percepatan proses pengukuhan kawasan hutan;

Perumusan pengertian kawasan hutan, hutan negara, dan hutan adat yang tepat

Perluasan wilayah kelola rakyat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat adat


dan masyarakat lokal lainnya.

Membangun sistem pemetaan yang akuntabel, terbuka dan terintegrasi

Menyelesaikan tumpang tindih perizinan di kawasan hutan dan melakukan


penegakan hukum terhadap pemberian izin yang menyimpang dari fungsi hutan

Menyelesaikan status hukum desa dalam kawasan hutan

F. Dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya


Tata kelola pemerintahan yang baik di lingkungan Ditjen PSKL sesuai kerangka
reformasi birokrasi untuk menjamin kinerja yang optimal SAKIP dengan nilai
minimal 78,00 (A) di tahun 2019

Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

21

IV. PENUTUP
Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bidang Perhutanan Sosial dan
Kemitraan

Lingkungan

telah

mempertimbangan

perubahan

geopolitik,

sebagaimana tercantum dalam Nawa Cita, RPJMN, dan RPJMN Bidang Kehutanan,
serta

arahan

dari

Kabinet

Kerja

Pemerintahan

Presiden

Joko

Widodo.

Perkembangan dan perubahan yang terjadi, dengan mempertimbangkan antara lain


UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, UU No 6 Tahun 2013 tentang
Desa, UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH, TAP MPR RI Nomor IX/MPR/2001
Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam, Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-IX/2011 tentang Penguasaan Hutan oleh
Negara harus Memperhatikan dan Menghormati Hak-hak atas Tanah Masyarakat,
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 45/PUU-IX/2011 tentang Pengukuhan
Kawasan Hutan harus segera Dituntaskan untuk Menghasilkan Kawasan Hutan
yang Berkepastian Hukum dan Berkeadilan, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
35/PUU-X/2012 tentang Hutan Adat bukan merupakan Hutan Negara.
Dengan memperhartikan perubahan yang sangat mendasar sebagaimana tersebut
di atas, maka, Perpres No 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan dan penyusunan Eselon II, III, dan IV telah merespon
perkembangan dimaksud. Untuk itu, Renstra Ditjen PSKL ini disusun dengan spirit
keberpihakan dan spirit akselerasi dalam mendukung pemberian akses kelola hutan
oleh masyarakat, penyelesaian konflik, ternurial, dan hutan adat dengan kebijakan
yang sejalan dengan berbagai keputusan tersebut di atas. Termasuk di dalamnya
adalah pendampingan dalam rangka pemberdayaan masyarakat, meningkatkan
komunikasi multipihak dan terus memperkuat kemitraan untuk meningkatan
kesadaran kolektif semua pihak dalam menyelamatkan lingkungan hidup dan
kehutanan.

DIREKTUR JENDERAL PSKL,

DR. IR. HADI DARYANTO, DEA


Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

22

NIP. 19571020 198203 1 002


DAFTAR PUSTAKA

Aji, Gutomo Bayu., 2014. The Policy Paper.Poverty Reduction in Villages around the
Forest.The Development of Social Forestry Model and Poverty Reduction
Policies in Indonesia.Research Center of Population.Indonesian Institute of
Sciences.
Awang, SA., 2004. Dekonstruksi Sosial Forestri :Reposisi Masyarakat dan Keadilan
Lingkungan. BIGRAF Publishing & Program Pustaka.Didanai Ford
Foundation.
Bappenas., 2014. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019.
Buku I, Buku II, Buku III.
Gunarso, Petrus., 2013. Darurat Tutupan Hutan Indonesia dalam Darurat Hutan
Indonesia.50 Tahun Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.Penerbit
Wana Aksara. 2013.
Handadari.,Transtoto., 2013. KPH sebagai Kelembagaan Ideal Kehutanan :Konsep
Versus Realitas dalam Darurat Hutan Indonesia. 50 Tahun Fakultas
Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Penerbit Wana Aksara. 2013.
Ismatul Hakim dan Lukas R Wibowo (Editor), 2013. Meretas Jalan Terjal Reforma
Agraria di Sektor Kehutanan.Puspijak, Litbang Kehutanan.
Kementerian Kehutanan, 2011. Rencana Kehutanan Tingkat Nasional 2011-2030.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2014. Rencana Jangka Menengah
Nasional Bidang Kehutanan 2015-2019.
Kemitraan., 2014. Penyusunan Peta Jalan Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan
dan Hutan Desa di Indonesia.The Partnership for Governance Reform.
Santoso, H., 2014. Percepatan Proses Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di
Indonesia. Kerjasama antara KEMITRAAN dan Working Group
Pemberdayaan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Suharjito, D., 2014. Devolusi Pengelolaan Hutan dan Pembangunan Masyarakat
Pedesaan. OrasiI lmiah Guru Besar IPB, IPB. Auditorium Rektorat, 03 Mei
2014.
Verbist.,B.dkk., 2004. Penyebab alih guna lahan dan akibatnya terhadap fungsi
Daerah Aliran Sungai pada lansekap agroforestry berbasis kopi di
Sumatera.ICRAF SE Asia.Agrivita Volume 26 No.1, 1 Maret 2004.
Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

23

Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (Dir BUPSHA)

24

Anda mungkin juga menyukai