Tugas paper ini membahas implementasi program perhutanan sosial di Indonesia. Program perhutanan sosial bertujuan untuk mendistribusikan lahan negara kepada masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Akan tetapi, terdapat beberapa masalah pelaksanaan di lapangan seperti kurangnya penyuluhan kepada masyarakat setempat dan ketidakjelasan pengambilan keputusan oleh para pelaksana program. Lingkungan implementasi
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
20 tayangan5 halaman
Tugas paper ini membahas implementasi program perhutanan sosial di Indonesia. Program perhutanan sosial bertujuan untuk mendistribusikan lahan negara kepada masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Akan tetapi, terdapat beberapa masalah pelaksanaan di lapangan seperti kurangnya penyuluhan kepada masyarakat setempat dan ketidakjelasan pengambilan keputusan oleh para pelaksana program. Lingkungan implementasi
Tugas paper ini membahas implementasi program perhutanan sosial di Indonesia. Program perhutanan sosial bertujuan untuk mendistribusikan lahan negara kepada masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Akan tetapi, terdapat beberapa masalah pelaksanaan di lapangan seperti kurangnya penyuluhan kepada masyarakat setempat dan ketidakjelasan pengambilan keputusan oleh para pelaksana program. Lingkungan implementasi
Tugas paper ini membahas implementasi program perhutanan sosial di Indonesia. Program perhutanan sosial bertujuan untuk mendistribusikan lahan negara kepada masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Akan tetapi, terdapat beberapa masalah pelaksanaan di lapangan seperti kurangnya penyuluhan kepada masyarakat setempat dan ketidakjelasan pengambilan keputusan oleh para pelaksana program. Lingkungan implementasi
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 5
TUGAS PAPER PERHUTANAN SOSIAL
“Kajian Terhadap Implementasi Program Kehutanan Sosial di Indonesia”
Disusun oleh : Miftahul Zannah (H0420049)
PROGRAM STUDI PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2022 Kajian Terhadap Implementasi Program Kehutanan Sosial di Indonesia
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membangun Indonesia dari
pinggiran, didefinisikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), salah satunya melalui program Perhutanan Sosial, sebuah program nasional yang bertujuan untuk melakukan pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan ekonomi melalui tiga pilar, yaitu: lahan, kesempatan usaha dan sumberdaya manusia. Perhutanan Sosial juga menjadi benda legal untuk masyarakat disekitar kawasan hutan untuk mengelola kawasan hutan negara seluas 12,7 juta hektar. Pelaku Perhutanan Sosial adalah kesatuan masyarakat secara sosial yang terdiri dari Warga Negara Republik Indonesia, yang tinggal di kawasan hutan, atau di dalam kawasan hutan Negara, yang keabsahannya dibuktikan lewat Kartu Tanda Penduduk, dan memiliki komunitas sosial berupa riwayat penggarapan kawasan hutan dan tergantung pada hutan, dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan. Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan Peneliti merasa bahwa program Perhutanan Sosial dapat menjadi terobosan yang sanggup meningkatkan perekonomian masyarakat dengan signifikan. Akan tetapi, Pemerintah harus dapat mengawal jalannya program Perhutanan Sosial, pasalnya Pemerintah Pusat kurang memahami kondisi dilapangan saat pelaksanaan program berlangsung. A. Definisi Implementasi Kebijakan Kebijakan dapat dikatakan sebagai sistem. Bila kebijakan dipandang sebagai sebuah sistem, maka kebijakan memiliki elemen-elemen pembentuknya. Menurut Dunn (2003), terdapat tiga elemen kebijakan yang membentuk sistem kebijakan. Ketiga elemen kebijakan tersebut sebagai kebijakan publik, pelaku kebijakan, dan lingkungan kebijakan. Ketiga elemen ini saling memiliki andil dan saling mempengaruhi. Sebagai contohnya, pelaku kebijakan dapat memiliki andil dalam kebijakan namun mereka juga dapat pula dipengaruhi oleh keputusan pemerintah. Implementasi yang merupakan terjemahan dari kata “implementation”, berasal dari kata kerja “to implement”. Sehubungan dengan kata implementasi ini, para ahli mengemukakan bahwa: “implementation as to carry out, accomplish, fulfill, produce, complete”. Maksudnya implementasi yaitu untuk membawa, menyelesaikan, mengisi, menghasilkan, dan melengkapi. Jadi secara etimologis implementasi itu dapat dimaksudkan sebagai suatu aktivitas yang bertalian dengan penyelesaian suatu pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat) untuk memperoleh hasil. Implementasi kebijakan merupakan suatu tahapan yang krusial, sebagaimana pendapat Kartiwa (2012) yang menyatakan bahwa Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sering dianggap paling krusial dalam pelaksanaan kebijakan publik. Jika suatu policy sudah diputus, policy tersebut tidak berhasil dan terwujud kalau tidak dilaksanakan. Pejabat politik harus memikirkan bagaimana memilih dan membuat policy. Mengenai bagaimana policy itu dilaksanakan bukan lagi menjadi pemikirannya. Usaha untuk melaksanakan policy itu membutuhkan keahlian dan keterampilan menguasai persoalan yang dikerjakan. Itulah sebabnya kedudukan birokrasi dalam hal ini sangat strategis. Jadi keberhasilan suatu kebijakan sangat dipengaruhi oleh keberhasilan implementasi kebijakan itu sendiri. Sementara itu pihak yang paling menentukan keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah aparatur birokrasi di samping sistem yang melingkupinya. B. Implementasi Kebijakan Program Perhutanan Sosial Dalam program Perhutanan Sosial skala Naional ingin terciptanya pemanfaatan tanah atau hutan negara yang teratur yang artinya adanya aturan yang jelas dalam pemanfaatan tanah negara oleh setiap Warga Negara Indonesia, terstruktur yang artinya disetiap Warga Negara Indonesia yang menginkan memiliki tanah garapan melalui mekanisme yang baik dan juga legal langsung dari pemerintah Pusat tanpa ada gangguan dari pihak-pihak yang mencoba merugikan, dan mengedepankan nilai keadilan yang artinya jika selama ini tanah negara yang dimiliki segelintir orang maka dapat dimiliki bersama masing-masing dua hektar setiap Kepala Keluarga. Dalam teori Merilee S. Grindle (1980) terdapat dua dimensi penting dalam proses implementasi kebijakan Perhutanan Sosial yaitu dimensi Isi Kebijakan (Content of Policy) dan Lingkungan Implementasi (Context of Implementation). 1. Isi Kebijakan (Content of Policy) Dimensi Isi Kebijakan (Content of Policy) merujuk pada UUD 1945 Pasal 33 yang menyebutkan bahwa “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan depergunakan untuk kemakmuran rakyat”. Hal tersebut sudah sangat sesuai dengan Peraturan Menteri LHK P.83. Pada peraturan tersebut disebutkan bahwa tanah Negara yang selama ini digunakan oleh segelintir orang akan reinventarisir kepada rakyat yang luasnya masing-masing Kepala Keluarga memiliki dua hektar tanah sebagai Hak Guna Garap dengan konsep Perhutanan Sosial. Dalam Pelaksanaan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.83 tahun 2016 Tentang Perhutanan Sosial yang seharusnya menjadi motor penggerak perekonomian yang berbasiskan keadilan, justru menimbulkan beberapa masalah baru di lapangan. Hal tersebut dikarenakan kurang optimalnya penyuluhan akan kebaikan yang akan diterima masyarakat dalam program Perhutanan Sosial ini, jadi asumsi publik menjadi takut lahan garapan mereka yang notabene milik negara akan diambil alih oleh negara. Letak pengambilan keputusan yang kurang jelas mendapatkan perhatian khusus untuk keberhasilan kebijakan Perhutanan Sosial, masyarakat merasa terombang-ambing oleh peraturan yang tidak tegas dalam pelaksanaannya yang menyebabkan asumsi masyarakat para pengambil keputusan tidak tegas dalam mengambil keputusan untuk mereinventarisir lahan yang akan dibagikan ke masyarakat dengan status Hak Guna Garap. Para pelaksana program kebijakan Perhutanan Sosial masih banyak yang mengedepankan egonya masing- masing, sebagai mana yang dijelaskan oleh narasumber dari pemangku kebijakan yaitu Kementerian Lingkunan Hidup dan Kehutanan. Maslah tersebut tentunya akan berdampak buruk pada pengimplementasian kebijakan di lapangan. 2. Lingkungan Implementasi (Context of Implementation) Dimensi Lingkungan Implementasi (Context of Implementation) dalam Kebijakan Perhutanan Sosial cukup kompleks, dalam dimensi ini menyinggung beberapa aspek diantara lain yaitu kekuasaan, kepentingan kepentingan, strategi aktor yang terlibat, karakteristik lembaga dan rezim yang sedang berkuasa, tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat yang dimiliki oleh para pemangku kebijakan dalam kebijakan Perhutanan Sosial cukup baik, dari pemerintah pusat sampai kepada lembaga-lembaga yang terkait. Mereka memakai kekuasaan hanya sebagai jembatan agar dapat memberikan pelayanan dan peningkatan taraf hidup masyarakat khususnya kebijakan Perhutanan Sosial yang ada di Kabupaten Bekasi. Strategi aktor dalam kebijakan Perhutanan Sosial yang lebih baik adalah menyelesaikan permasalahan yang ada di lapangan baru melaksanakan kebijakan dengan semaksimal mungkin. DAFTAR PUSTAKA Dunn, N. W. (2003). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Grindle, S. M. (1980). Politics and Policy Implementation in the Third World. University Press: United Kingdom. (Kartiwa, 2012. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 Tentang Perhutanan Sosial.