Laporan Surimi Dan Kamaboko
Laporan Surimi Dan Kamaboko
Laporan Surimi Dan Kamaboko
Hari/Tanggal
Dosen
J3E111044
J3E111064
Suci Saelan AB
J3E111068
J3E111073
Shelly Maulanie
J3E111075
Zahra Ainnurkhalis
J3E111079
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Ikan merupakan salah satu produk perairan yang mengandung protein
hewani. Produk perikanan sangat baik untuk dikonsumsi karena dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan protein di dalam tubuh manusia
karena protein dari hewani memiliki nilai tinggi. Sebagai sumber protein
hewani, ikan harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk memenuhi
kebutuhan manusia dan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Salah
satu produk olahan perikanan adalah surimi dan kamaboko.
Surimi merupakan produk hasil olahan ikan yang masih asing di
Indonesia, dan bahkan sangat sukar untuk mendapatkannya di pasaran. Tetapi
dinegara asalnya, yaitu jepang surimi telah ratusan tahun dikenal dan sekarang
telah menjadi bagian industri perikanan yang cukup penting di Jepang.
Surimi dibuat dari daging ikan giling yang telah di ekstraksi dengan air
dan diberi bahan anti denaturasi, lalu dibekukan. Surimi merupakan produk
antara atau bahan-bahan baku dasar dalam pembuatan kamaboko, sosis, fish
nugget, ham ikan dan lain-lain. Kamaboko dibuat dengan surimi dengan cara
menambahkan pati kemudian dimasak (dikukus) hingga terbentuk gel ikan.
Keuntungan menggunakan surimi bila dibandingkan dengan ikan segar dalam
pembuatan kamaboko adalah dapat menjaga mutu agar seragam dan
mempercepat pengolahan.
Kamaboko merupakan produk hasil olahan daging ikan yang berbentuk
gel, bersifat kenyal dan elastis. Produk ini berasal dari jepang. Di Indonesia
dikenal produk semacam kamaboko yaitu baso ikan, otak-otak, dan empekempek.
Kamaboko dibuat dari bahan daging giling, surimi, pati, garam dan
bumbu-bumbu. Proses pembuatan kamaboko pada prinsipnya melauli tahaptahap penggilingan ikan, pencucian, pembuatan adonan, pencetakan dan
pemanasan (pemasakan).
1.2 Tujuan
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah baskom, pisau,
food processor, panci, sendok, talenan, kain saring, nampan,
timbangan, piring, loyang dan mangkuk stainless. Bahan-bahan yang
digunakan pada praktikum ini adalah ikan tenggiri, gula, es batu/air es,
tapioka, STPP, gliserol 4%, NaHCO3, garam/NaCl, air bersih, minyak
goreng, dan bumbu yang terdiri dari lada dan bawang putih.
2.2 Metode
2.2.1 Pembuatan Surimi dan Kamaboko
Ikan tenggiri
Disiangi
Cuci dengan air es
Potongan kecil
Food Processor
Rendam dengan larutan NaHCO3 0,5%
Rendam dengan larutan air es/ air dingin
Surimi 50 gr+
gliserol 4%+ STPP
0,2%
Aduk perlahan
Simpan dalam
lalu kemas dalam
freezer
plastik
Lakukan uji
hedonik
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
pasaran. Surimi dibuat dari daging ikan giling yang telah diekstraksi dengan air da
diberi bahan anti-denaturasi, lalu dibekukan. Surimi merupakan produk antara
atau bahan-bahan baku dasar dalam pembuatan kamaboko (produk gel ikan),
sosis, fish nugget, ham ikan dan lain-lain. Pada prinsipnya ada empat tahap proses
dalam pembuatan surimi, yaitu pencucian daging ikan, penggilingan, pengemasan
dan pembekuan.
Kamaboko adalah produk hasil olahan daging ikan yang berbentuk gel,
bersifat kenyal dan elastis. Kamaboko berasal dari jepang. Di Indonesia dikenal
produk-produk kamaboko, ayitu bakso ikan, otak-otak dan empek-empek.
3.2.1.1 Bahan Baku Pembuatan Surimi dan Kamaboko
Surimi dibuat dari daging ikan yang digiling. Kamaboko dibuat dari bahan
daging ikan giling, surimi, pati, garam dan bumbu-bumbu. Bahan utama dari
pembuatan surimi adalah daging ikan segar, sedangkan bahan utama kamaboko
adalah daging ikan dan bumbu.
a. Ikan
Ikan merupakan hasil sumber daya di air. Ikan pada pengolahan
kamaboko biasanya adalah ikan laut. Ikan memiliki tiga jenis protein
yaitu protein miofibril, sarkoplasma dan jaringan ikan. Protein
miofibril adalah protein yang dapat larut dalam larutan garam. Protein
miofibril merupakan penyusun protein ikan terbanyak yaitu 66-77%.
Protein sarkoplasma bersifat larut dalam air. Adanya sarkoplasma
dalam ikan dapat mempengaruhi pembuatan gel pada pengolahan
kamaboko. Protein yang larut air ini memepengaruhi gel yang
terbentuk sehingga gel menjadi tidak elastis karena selama pemanasan
protein ini mengalami koagulasi dan melekat bersama protein
miofibril. Jumlah protein ini adalah sekitar 10% total protein ikan.
Sementara yang lainnya merupakan protein jaringan ikat yang tidak
dapat diekstrak dengan air, larutan garam, dan larutan alkali pada
konsetrasi 0,01-0,1 M.
b. Bumbu
Bumbu merupakan faktor penting pembentuk cita rasa pada produk
akhir kamaboko. Disini praktikan dibebaskan untuk menentukan
bumbu apa saja yang akan digunakan sesuai dengan selera masingmasing kelompok.
3.2.1.2 Proses Pengolahan Surimi dan Kamaboko
Pada dasaranya bahan baku dan proses pengolahan keduanya hampir sama
tetapi surimi prosesnya hanya sampai pengemasan dan pembekuan, sedangkan
kamoboko diolah kembali dengan menggunakan penambahan bumbu.
3.2.1.2.1 Proses Pengolahan Surimi
Pada prinsipnya ada empat tahap proses dalam pembuatan surimi, yaitu
pencucian daging ikan, penggilingan, pengemasan dan pembekuan.
1. Pencucian
Pencucian dengan air sangat diperlukan dalam pembuatan surimi karena
dapat menunjang kemampuan dalam pembentukan gel dan mencegah
danaturasi protein akibat pembekuan. Pencucian yang berulang-ulang akan
meningkatkan sifat hidrofilik daging ikan. Selama pencucian, daging ikan
dibersihkan dari darah, pigmen, lemak, lendir dan protein yang larut air.
Melalui cara ini warna dan bau daging ikan menjadi lebih baik,
kandungan aktomiosinnya meningkat dan secara nyata dapat memperbaiki
elasitisitas produk yang dihasilkan.
2. Penggilingan
Ikan digiling dengan menggunakan food processor. Selama penggilingan
sebaiknya ditambahkan krioprotektan (bahan anti denaturasi protein
terhadap pembekuan) berupa gula dan bahan pengikat (pati).
3. Pengemasan dan Pembekuan
Surimi yang diperoleh (berupa adonan), kemudian dikemas dalam kantong
plastik dan selanjutnya dibekukan pada suhu -10oC sampai -20oC. Sebelum
digunakan surimi harus dicairkan (dithawing) dan digiling terlebih dahulu,
kemudian diolah menjadi produk akhir yang diinginkan (kamaboko).
3.2.1.2.2 Proses Pengolahan Kamaboko
Proses
pembuatan
kamaboko
pada
prinsipnya
melalui
tahap-tahap
dengan
perebusan,
pengukusan,
penggorengan,
atau
pemanggangan.
3.2.2 Uji Hedonik
Penilaian terhadap daging tergantung pada kesukaan atau selera konsumen
dan kepuasan dalam mengkonsumsi daging yang dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik
suka [3], tidak suka [2] dan sangat tidak suka [1]. Hal ini bertujuan untuk melihat
kesan pertama yang timbul saat panelis melakukan penilaian terhadap
karakteristik mutu yang diujikan.
A. Uji Hedonik Keseragaman Warna
Kesan yang ditimbulkan setelah setelah panelis melihat suatu produk
(daging) adalah warna yang ditimbulkan. Warna merupakan hasil dari indera mata
yang bisa menjadi pertimbangan dalam penilaian suatu produk. Menurut Winarno
(1991) dalam Surnesih (2000), bahwa secara visual faktor warna tampil terlebih
dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan sebelum faktor-faktor lain
dipertimbangkan.
Panelis diminta untuk melakukan pengujian uji hedonik terhadap warna
pada keenam produk kamaboko dari enam kelompok. Panelis disediakan enam
contoh uji kamaboko dengan kode berbeda yaitu, UIN [Kelompok 1], UPI
[Kelompok 2], ITB [Kelompok 3], UGM [Kelompok 4], IPB [Kelompok
5], dan ITS [Kelompok 6]. Panelis diminta untuk menilai warna dari keenam
kamaboko tersebut lalu memberikan penilaian berupa suka atau tidak suka
terhadap warna kamaboko tersebut pada kolom respon form uji. Adapun skala
hedonik atau skala numerik yang diberikan, yaitu sangat suka [7], suka [6], agak
suka [5], netral [4], agak tidak suka [3], tidak suka [2], dan sangat tidak suka [1].
Berdasarkan hasil penilaian dari segi parameter warna kamaboko pada
Tabel 1, dapat dikatakan bahwa kamaboko kode UPI paling disukai diantara
warna kamaboko yang lain karena memiliki penilaian tertinggi, yaitu 5.07
berkisar antara agak suka sampai suka sedangkan penilaian terkecil terdapat pada
kode UGM. Tingkat intensitas warna ini tergantung dari lama dan suhu
penggorengan serta komposisi kimia pada permukaan luar dari bahan pangan,
sedangkan jenis lemak/minyak yang digunakan berpengaruh sangat kecil terhadap
permukaan bahan pangan. Suhu menggoreng yang optimum adalah sekitar 161190oC (Ketaren, 1986 dalam Surnesih, 2000). Salah satu pertimbangan pemilihan
suhu menggoreng yang optimum adalah pengaruhnya langsung terhadap warna
bahan pangan yang digoreng. Disamping itu, suhu tinggi dapat mengakibatkan
denaturasi protein dalam bahan pangan, terutama pada daging sehingga
menghasilkan bahan pangan dengan flavor yang tidak disukai (Ketaren, 1986
dalam Surnesih, 2000). Semakin tinggi suhu dan lama waktu penggorengan, akan
mengakibatkan tingkat kecerahan produk berkurang. Pada saat penggorengan,
bahan pangan mengalami reaksi Maillard karena adanya interaksi antara gugus
amino primer atau gugus amino dari protein dengan adanya senyawa karbonil
(gula pereduksi) menjadi melanoidin (polimer yang berwarna cokelat) dan tidak
larut dalam air (Winarno, 1997 dalam Surnesih, 2000).
B. Uji Hedonik Aroma
Aroma makanan dalam banyak hal menentukan enak atau tidaknya
makanan. Aroma atau bau-bauan lebih kompleks daripada rasa dan kepekaan
indera pembauan biasanya lebih tinggi dari indera pengecap. Bahkan industri
pangan menganggap sangat penting terhadap uji bau karena dapat dengan cepat
memberikan hasil penilaian, apakah produk disukai atau tidak (Soekarto, 1985
dalam Hermawan, 2002).
Panelis diminta untuk melakukan pengujian uji hedonik terhadap aroma
pada keenam produk kamaboko dari enam kelompok. Panelis disediakan enam
contoh uji kamaboko dengan kode berbeda yaitu, UIN [Kelompok 1], UPI
[Kelompok 2], ITB [Kelompok 3], UGM [Kelompok 4], IPB [Kelompok
5], dan ITS [Kelompok 6]. Panelis diminta untuk menilai aroma dari keenam
kamaboko tersebut lalu memberikan penilaian berupa suka atau tidak suka
terhadap aroma kamaboko tersebut pada kolom respon form uji. Adapun skala
hedonik atau skala numerik yang diberikan, yaitu sangat suka [7], suka [6], agak
suka [5], netral [4], agak tidak suka [3], tidak suka [2], dan sangat tidak suka [1].
Berdasarkan hasil penilaian dari segi parameter aroma kamaboko pada
Tabel 1, dapat dikatakan bahwa kamaboko kode UPI paling disukai diantara
aroma kamaboko yang lain karena memiliki penilaian tertinggi, yaitu 4.81
berkisar antara netral sampai agak suka sedangkan penilaian terkecil terdapat pada
kode UGM. Aroma muncul yang paling dominan diduga berasal dari ikan,
selain dari bahan-bahan lain seperti bumbu dan lain-lain. Menurut de Man (1997)
dalam Surnesih (2000), bahwa ikan mengandung gula dan asam amino yang
mungkin terlibat dalam reaksi Maillard. Adapun bumbu yang digunakan adalah
garam, gula, merica, dan bawang putih. Pemberian gula dapat mempengaruhi cita
rasa yaitu menambah rasa manis, kelezatan, dapat mempengaruhi aroma, tekstur
daging, dan mampu menetralisir garam yang berlebihan serta menambah energi.
Penggunaan bawang putih (Allium sativum L.) terutama dimaksudkan agar produk
memiliki cita rasa dan aroma yang merangsang. Karakteristik bau bawang muncul
setelah terjadi pemotongan atau perusakan jaringan (Matz, 1976 dalam Surnesih,
2000). Bau yang kuat pada bawang putih berasal dari minyak volatil yang
mengandung komponen sulfur. Ketika sel pecah, terjadi reaksi antara komponen
allisin dan enzim allinase membentuk allicin (Lewis, 1984 dalam Surnesih, 2000).
Allicin ini yang berperan memberi aroma bawang putih dan merupakan salah satu
zat aktif yang bersifat antibakteri.
C. Uji Hedonik Kekenyalan
Kekenyalan adalah kemampuan produk pangan untuk pecah akibat gaya
tekan (Soekarto, 1990). Kekenyalan terbentuk sewaktu pemasakan, dimana
protein akan mengalami denaturasi dan molekul-molekulnya mengembang.
Kondisi tersebut mengakibatkan gugus reaktif pada rantai polipeptida terbuka dan
selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau
berdekatan (Winarno, 1988).
Kegiatan praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap
kekenyalan keenam produk kamaboko yang dibuat oleh keenam kelompok.
Panelis disediakan enam contoh uji kamaboko dengan kode berbeda yaitu, UIN
[Kelompok 1], UPI [Kelompok 2], ITB [Kelompok 3], UGM [Kelompok
4], IPB [Kelompok 5], dan ITS [Kelompok 6]. Panelis diminta untuk meraba
kekenyalan keenam kamaboko tersebut lalu memberikan penilaian berupa suka
atau tidak suka terhadap kekenyalan keenam kamaboko tersebut pada kolom
respon form uji. Adapun skala hedonik atau skala numerik yang diberikan, yaitu
sangat suka [7], suka [6], agak suka [5], netral [4], agak tidak suka [3], tidak suka
[2] dan sangat tidak suka [1].
Uji hedonik kamaboko untuk parameter kekenyalan berdasarkan hasil
penilaian pada Tabel 1, penilaian tertinggi untuk parameter kekenyalan kamaboko
adalah kamaboko ITS [kelompok 6] dengan rataan penilaian 4.67 dan penilaian
terendah adalah kamaboko ITB [kelompok 3] dengan rataan penilaian 4.15.
Hasil penilaian uji hedonik kekenyalan pada kamaboko dapat disimpulkan bahwa
Berdasarkan hasil dari uji hedonic untuk parameter sifat Irisan yang
dilakukan oleh setiap panelis dapat diketahui bahwa sifat irisan yang paling
disukai yaitu dari kelompok 6 kode ITS dengan nilai 4,81. Sedangkan untuk hasil
terendah didapatkan dari kelompok 4 kode UGM dengan nilai 4,07. Hasil
tertinggi untuk kamaboko yang didapat mungkin dikarenakan Penambahan bahan
pengisi berfungsi untuk memperbesar jumlah produk kamaboko. Bahan pengisi
(filler) yang ditambahkan dalam pembuatan kamaboko antara lain tepung tapioka
yang memiliki kandungan pati yang tinggi namun rendah protein. Bahan pengikat
(binder) yang umumnya digunakan dalam pembuatan kamaboko adalah lemak.
Bahan pengikat berfungsi sebagai bahan pengental, memperbaiki stabilitas emulsi,
memperbaiki hasil irisan, memperbaiki aroma, memperbaiki rasa,menahan lemak,
dan membentuk tekstur yang padat dan menarik air (Wilson 1960).
Nilai terendah yang didapat dalam parameter sifat irisan kamaboko ini
mungkin
dikarenakan
kurangnya
perhatian
dalam
menggiling
daging.
Maka dari produk surimi dari ketiga parameter tersebut dapat dikatakan baik
setelah dilakukan penyimpanan selama tiga hari. Hal ini dikarenakan daging akan
tetap bermutu baik apabila disimpan pada suhu rendah.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa dalam proses
pembuatan surimi dan kamaboko terdiri dari beberapa bahan yang umum
digunakan, yaitu daging ikan, bahan pengisi atau pengikat, bumbu-bumbu, garam,
air. Pada dasaranya bahan baku dan proses pengolahan keduanya hampir sama
tetapi surimi prosesnya hanya sampai pengemasan dan pembekuan, sedangkan
kamoboko diolah kembali dengan menggunakan penambahan bumbu.
DAFTAR PUSTAKA
Hermawan. 2002. Pengaruh konsentrasi tepung tapioka dan kalsium karbonat
(CaCO3) terhadap mutu kamaboko ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
[skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
Soekarto. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Jakarta: Bhatara Karya Aksara.
Surnesih. 2000. Pengembangan diversifikasi produk tradisional otak-otak dari
ikan sapu-sapu (Hyposacarus pardalis) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, IPB.
Hough CAM, Parker KJ dan Vlitos AJ. 1979. Developments in Sweeteners I.
applied Sci. Publ. Ltd. London.