Laporan Praktikum Kta I

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28

I.

PENDAHULUAN

Penggunaan lahan sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan lahan. Saat


ini banyak dijumpai penggunaan-penggunaan lahan yang kurang sesuai sehingga
terjadi alih fungsi lahan, misalnya adalah perubahan lahan pertanian menjadi
permukiman atau industri. Tak dapat dipungkiri, pertumbuhan penduduk yang
pesat

Indonesia menimbulkan persaingan penggunaan lahan untuk berbagai

kepentingan menjadi sangat tinggi. Pembangunan yang gencar dilaksanakan


mengiringi pertumbuhan penduduk yang membutuhkan banyak lahan, sementara
jumlah lahan terbatas. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang tak
dapat diperbaharui dan memiliki jumlah yang terbatas. Diperlukan perencanaan
yang matang dalam penggunaan lahan agar tanah tersebut masih dapat digunakan
untuk generasi mendatang. Oleh karena itu evaluasi lahan diperlukan agar
penggunaan lahan tepat guna sesuai dengan kemampuannya sehingga tanah tidak
menjadi rusak atau kritis.

II.

Tujuan

1. Menyusun tinjauan akademis system pertanian pada lahan yang tidak sesuai
(Kelas V VIII)

III. TINJAUAN PUSTAKA

Lahan sendiri merupakan lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief,
tanah, air dan vegetasi serta benda yang diatasnya sepanjang ada pengaruhnya
terhadap penggunaan lahan. Sedangkan penggunaan lahan merupakan setiap
bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya baik material maupun spritual.
Pembangunan di Indonesia yang gencar dilakukan seiring perkembangan
jaman dan pertumbuhan penduduk menyebabkan kebutuhan akan lahan semakin
besar. Kebutuhan lahan yang semakin besar ini memicu alih fungsi lahan yang
sudah sering terlihat saat ini. Selama ini kebutuhan akan lahan diidentikan
dengan kebutuhan lahan untuk pertanian karena memang saat ini pertanian
merupakan sumber utama pangan manusia. Peralihan fungsi lahan perlu
mendapat perhatian lebih karena penggunaan lahan sedikit banyak pasti
berpengaruh terhadap kehidupan manusia itu sendiri.
Pengetahuan akan kondisi lahan dan kemampuan lahan sangat penting
karena banyak masyarakat kurang mengetahui sehingga mereka menggunakan
lahan secara sembarangan yang akhirnya merusak lahan itu sendiri. Setelah
lahan menjadi rusak, maka pemulihan kembali sangatlah sulit dan masyarakat
sendiri yang akan dirugikan.

III. PEMBAHASA

]Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya : pasir


lolos saringan 0,5 mm, dan aquades. Alat-alat yang digunakan pada praktikum
Pengukuran Energi Kinetik Hujan dengan Metode Splash Cups, diantaranya :
splash cup, timbangan analitis, dapur pengering, pengayak pasir, kantong plastik,
botol pemancar, penggaris, alat tulis, dan lembar pengamatan.

1
2

A Prosedur Kerja
Dibersihkan Splash Cups lalu dikeringkan.
Diisi Splash Cups dengan tanah, kemudian sambil diketuk-ketuk secara pelan

3
4

hingga rata dan ditimbang.


Dicatat hasil timbangan.
Lalu, ditempatkan Splash Cups tersebut yang telah diketahui beratnya pada
dua titik pengamatan yang telah ditentukan, yaitu : dibawah naungan

bervegetasi dan tanpa naungan vegetasi sebagai pembanding.


Diamati kembali setelah 24 jam hingga turun hujan, dicatat besarnya curah
hujan (dari alat pengukur curah hujan yang terpasang pada tempat yang

6
7
8

terbuka), jika tidak terjadi hujan tetap langsung dilakukan perhitungan.


Kemudian dikeringkan tanah dalam Splash Cups.
Ditimbang berat tanah setelah dikeringkan.
Dihitung energi kinetiknya dengan rumus :
E=

AB
d

Keterangan :
E = Besarnya energi kinetis
A = Berat pasirkering mutlak + Splash Cups sebelum kehujanan (g)
B = Berat pasirkering mutlak + Splash Cups setelah terkena hujan (g)
d = Luas lingkaran Splash Cups (m2)

Dibandingkan vegetasi mana yang paling baik dalam menahan energi kinetik

air hujan dengan statistik (uji t).


10 Dibuat kesimpulannya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Tipe Vegetasi Naungan (N)


No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

E1=

Tanggal
14-12-2015
14-12-2015
14-12-2015
15-12-2015
15-12-2015
15-12-2015
16-12-2015
16-12-2015
16-12-2015
A 1B 1
=
d1

Curah
Hujan
(cm)
3,3
3,4
3,5
0,8
1
1
2
0,8
2
251,5239,5
0,28

Berat Awal
(g) A
251,5
279,5
288,5
241,3
271
288,5
247,8
271
274,3

A 2B 2
d2

= 3,14 (6:2)2 =28,26 cm2 =0,28 dm2


=

279,5251
0,28

d= r2 (d2/d5/d8)
= 3,14 (6:2)2 =28,26 cm2 =0,28 dm2

= 101,78
E3=

A 3B 3
d3

288,5262,5
0,23

d= r2 (d3/d6/d9)
= 3,14 (5,5:2)2 = 0,23 dm2

= 113,04
E4=

A 4B 4
d4

Energi kinetis
(Joule/dm3
)
42,05
101,78
113,04
20,64
60,71
105,21
35
35,71
19,13

d= r2 (d1/d4/d7)

= 42,85
E2=

Berat
Akhir
(g) B
239,5
251
262,5
233
254
264,3
238
261
269,9

241,3233
0,28

E5 =

271254
0,28
= 29,64

= 60,71

A 5B 5
d5

A 6B 6
d6

E6=

288,5264,3
0,23

E7=

A 7B7
d7

E9=

A 9B 9
d9

247,8238
0,28
= 105,21
A 8B 8
d8

E8=

= 35
=

271261
0,28

274,3269,9
0,23
= 35,71
2

= 19,13

Tabel Tipe Vegetasi Tanpa Naungan (T)


No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

E1=

Tanggal
14-12-2015
14-12-2015
14-12-2015
15-12-2015
15-12-2015
15-12-2015
16-12-2015
16-12-2015
16-12-2015
A 1B 1
=
d1

Curah
Hujan
(cm)
2,6
4,0
4,5
2,3
2,0
1,1
2,7
2,5
2,0
312295,5
0,28

Berat Awal
(g) A
312
326
333
306
319
299
323
315,5
304,1

E2=

= 3,14 (6:2)2 =28,26 cm2 =0,28 dm2


=

32634
0,28

d= r2 (d2/d5/d8)
= 3,14 (6:2)2 =28,26 cm2 =0,28 dm2

= 78,57
E3=

A 3B 3
d3

Energi kinetis
(Joule/dm3
)
58,92
78,57
168,07
38,57
35,71
126,92
33,92
64,28
152,69

d= r2 (d1/d4/d7)

= 58,92
A 2B 2
d2

Berat
Akhir
(g) B
295,5
304
289,3
295,3
309
266
313,5
297,5
264,4

333289,3
0,26

d= r2 (d3/d6/d9)
= 3,14 (5,8:2)2 = 0,26 dm2

= 168,07

E4=

A 4B 4
d4

306295,2
0,28

E5 =

A 5B 5
d5

E7=

A 7B7
d7

E9=

A 9B 9
d9

319310
0,28
= 38,57
E6=

= 35,71

A 6B 6
d6

299266
0,26

323313,5
0,28
= 1026,92
E8=

= 33,92

A 8B 8
d8

315,5297,5
0,28

304,1264,4
0,26
= 64,28

= 152,69

Uji t Ek

Tabel Uji t
T
58,92
78,57
168,07
38,57
35,71
126,92
32,92
64,28
152,69

xx

N
42,85
101,78
113,04
29,64
60,71
105,21
35
35,71
219,53
543,49
60,39

T-TT
-25,28
-5,63
83,87
-45,163
-48,49
42,72
-50,28
-19,92
68,49

N-NT
-17,54
41,39
52,65
-30,75
0,32
44,82
-25,39
-24,68
-40,8

(T-TT)2
639,07
31,69
7034,17
2082,09
2351,28
1824,99
2528,07
396,81
4690,88
21.578,99

(N-NT)2
307,65
1713,13
2772,02
945,56
0,1
2008,83
644,65
609,1
1669,54
10.400,58

Perhitungan

Uji F (populasi identik atau tidak)


=

(T TT )2
nT 1

( N NN )2
nN 1

ST

SN

Fhitung =

S2 N
S2T

21.578,99
9 1

210.400,58
9 1

1300,07
2697,37

= 2.697,37

= 1300,07

= 0,48

Ftabel ( = 5%, df = 8/8) = 3,44


Simpulan : Fhitung = 0,48 dan Ftabel = 3,44
Karena Fhitung < Ftabel, maka Ho diteruma dan H1 ditolak. Artinya, varians
kedua populasi identik (homogen).
2

Varietas Gabungan

Sp2

( 8 ) 697,37+ ( 8 ) , 07
8+ 8

31.979,52
16

21578,96+10.400,56

= 1998,72

Standard Error

Se(T-N) =

(nT 1)S 2 T +(nN1)S 2 N


nT 1+(nN 1)

Sp2 Sp2
+
nT nN

444,16 = 21,08

1998,72 1998,72
+
9
9

222,08+222,08

t hitung

NT TT
t=

23,81
21,08

Se (T N )

84,260,39

21,08

= 1,13

t tabel ( = 15%, df = ((9+9)-2 = 16) = 2,12


Simpulan : t hitung < t tabel (1,13 < 2,12) maka H0 diterima dan H1 ditolak
Artinya, tidak ada perbedaan antara energi kinetik pada naungan dengan energi
kinetik tanpa naungan.

B. Pembahasan

Sebagai suatu sistem yang dinamis, tanah akan selalu mengalami


perubahan perubahan yaitu perubahan segi fisik, kimia ataupun biologi.
Perubahan perubahan ini terutama terjadi karena pengaruh berbagai unsur iklim,
tetapi tidak sedikit pula yang dipercepat oleh tindakan atau perlakuan manusia.
Kerusakan tubuh tanah mengakibatkan berlangsungnya perubahan perubahan
yang berlebihan misalnya kerusakan dengan lenyapnya lapisan olah tanah yang
dikenal dengan istilah erosi tanah.
Erosi adalah proses hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian
tanah dari suatu tempat yang terangkut oleh air atau angin ke tempat lain. Tanah
yang tererosi diangkut oleh aliran permukaan akan diendapkan di tempat-tempat
aliran air melambat seperti sungai, saluran-saluran irigasi, waduk, danau atau
muara sungai (Dewi, 2012).
Penyebab utama erosi tanah pada daerah beriklim tropika basah adalah air.
Proses erosi oleh air merupakan kombinasi dua sub proses yaitu penghancuran

10

struktur tanah menjadi butir butir primer dan penghancuran struktur tanah
diikuti pengangkutan butir butir tanah tersebut. Proses penghancuran
pengangkutan

dan

oleh erosi air ditentukan oleh tenaga penghancur butir hujan,

jumlah, serta kecepatan aliran permukaan, daya tahan tanah terhadap dispersi, dan
pengangkutan oleh air.

Gambar 1.1. Tipe erosi akibat air


Pada saat berlangsungnya proses erosi terjadi pengikisan butir-butir tanah,
kemudian dengan adanya aliran air butir-butir tanah tersebut terangkut sampai
tidak mampu lagi mengangkut butir-butir tanah, maka tanah tersebut diendapkan.
Pengendapan ini akan terjadi pada daerah yang lebih rendah, misalnya: sungai,
waduk, saluran-saluran pengairan, dan laut. Pengendapan di sungai akan
mengakibatkan pendangkalan yang dapat mengurangi kemampuan sungai untuk
menampung air sehingga pada musim penghujan biasanya akan terjadi banjir
(Nursaban, 2006).

11

Gambar. 1.2. Proses erosi akibat air


Berdasarkan intensitas campur tangan manusia, Sitanala Arsyad (1989: 30)
menyatakan bahwa erosi dibedakan antara erosi alami atau erosi geologi
(geological erosion) dan erosi dipercepat (accelarated erosion). Sedangkan
menurut Nabalegwa Muhamud (2000) menambahkan bahwa tingkatan erosi tanah
diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu erosi alami, erosi dipercepat dan erosi
yang diperbolehkan (permissible erosion).
Erosi geologi (normal erosion) merupakan erosi yang berlangsung secara
alami tanpa adanya tenaga pendorong. Biasanya erosi geologi terjadi dengan laju
yang lambat yang memungkinkan terbentuknya tanah yang tebal yang mampu
mendukung pertumbuhan vegetasi secara normal.
Erosi dipercepat (accelerated erosion) yaitu laju erosi yang melebihi laju
pembentukan tanah di daerah tersebut. Erosi dipercepat ini biasanya dipengaruhi
tindakan manusia yang berakibat menimbulkan kerusakan tanah. Erosi dipercepat
ini juga terjadi karena manusia membuka tanah dengan membuang vegetasi baik
sebagian maupun seluruhnya, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya (tempat tinggal, industri, usaha tani, dan lain-lain). Proses erosi ini akan

12

berjalan dengan cepat, terlebih di daerah yang mempunyai potensi erosi dan tanpa
usaha pengendalian.
Erosi yang diperbolehkan (permissible erosion) merupakan erosi yang
berlangsung seimbang atau lebih kecil dari pembentukan tanah di daerah tersebut.
permissible erosion merupakan laju erosi yang tidak melebihi laju pembentukan
tanah. Sitanala Arsyad (1989) memperkirakan bahwa besar erosi yang
diperbolehkan di Indonesia yaitu 2-3 kali besar erosi di Amerika (15-33 ton/ha/th
atau 1,25-2,5 mm/th). Hal ini disebabkan karena jumlah curah hujan dan
temperatur di Indonesia lebih tinggi dibanding Amerika.
Erosi yang terjadi dapat dibedakan berdasarkan produk akhir yang
dihasilkan proses itu sendiri. Erosi juga dapat dibedakan karena kenampakan
lahan akibat erosi itu sendiri. Atas dasar itu erosi dibedakan, yaitu: 1) erosi
percikan (splash erosion), 2) erosi lembar (sheet erosion), 3) erosi alur (rill
erosion), 4) erosi parit (gully erosion), 5) erosi tanah longsor (land slide), 6) erosi
pinggir sungai (stream bank erosion) (Rahim, 1995).
Erosi percikan adalah erosi yang disebabkan oleh adanya air hujan yang
memberikan energi tertentu ketika jatuh (energi kinetis), kemudian melepaskan
partikel-partikel tanah, oleh sebab itu erosi percikan terjadi pada awal hujan. Erosi
percikan terjadi secara maksimum kira-kira 2-3 menit setelah hujan turun karena
pada saat itu tanah dalam keadaan basah, sehingga mudah dipercikan. Setelah 2-3
menit percikan akan menurun mengikuti ketebalan lapisan air. Terlepasnya
partikel-partikel tanah dari masa tanah akibat erosi percikan sangat bergantung
pada jenis tanah yang tererosi. Intensitas erosi percikan meningkat dengan adanya

13

air genangan, tetapi setelah terjadi genangan dengan kedalaman tiga kali ukuran
butir hujan, erosi percikan minimum. Erosi percikan akan berhenti apabila tetesan
air hujan sudah tidak mampu lagi untuk menembus ketebalan lapisan air. Pada
saat inilah proses erosi lembar dimulai. Erosi lembar akan dapat ditemukan secara
jelas di daerah yang relatif seragam permukaannya. Pada daerah yang
permukaannya

datar,

terjadinya

erosi

percikan

kurang

menimbulkan

permasalahan. Karena tetesan air hujan yang menimbulkan percikan akan terbagi
rata ke segala arah. Tetapi pada daerah miring akibat percikan tanah akan
terlempar ke bawah sesuai kemiringan lahan tersebut (Harjadi ,2004).
Setiap jenis tanah mempunyai kemampuan untuk menyerap air berbedabeda. Jika tanah sudah mencapai batas maksimum untuk menyerap air, tapi air
masih datang terus menerus sehingga terjadilah aliran air. Aliran air ini tentunya
mempunyai energi atau tenaga, makin miring permukaan tanah makin besar pula
tenaganya. Dengan tenaga tersebut air ini mampu membawa butir-butir tanah
yang terdapat di permukaan tanah. Kejadian inilah yang disebut erosi aliran
permukaan. Aliran air pada permukaan tanah tidak selamanya membawa butirbutir tanah. Terbawanya butir-butir tanah oleh aliran permukaan dipengaruhi oleh
faktor-faktor yaitu kecepatan dan turbulensi aliran (Harjadi ,2004).
Erosi Aliran di bawah tanah merupakan kelanjutan dari erosi aliran
permukaan. Erosi ini mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap kandungan
mineral-mineral basa yang terlarut. Mineral basa yang terlarut oleh aliran di
bawah permukaan bisa mencapai dua kali lipat dibanding dengan mineral yang
terlarut oleh aliran permukaan. Tapi bagi tanah yang tererosi oleh aliran dibawah

14

permukaan memangb sangat sedikit sekali diperkirakan hanya akan mencapai 1%


dari total lahan yang tererosi di lereng bukit. Terjadinya erosi aliran di bawah
permukaan disebabkan adanya aliran air yang terpusat pada terowonganterowongan atau saluran-saluran air yang ada di permukaan tanah. Dengan
terjadinya erosi ini lama-kelamaan terowongan atau saluran yang dilewati aliran
air akan runtuh dan bisa menutup saluran. Akibat runtuhnya saluran atau
terowongan dapat terbentuk selokan-selokan yang berukuran kecil (Nursaban,
2006).
Erosi alur bisa merupakan kelanjutan dari erosi aliran permukaan yang
dimulai dari adanya konsentrasi limpasan permukaan. Erosi ini sering terjadi pada
lahan-lahan yang berada di lereng pegunungan sehingga membentuk alur-alur.
Penyebab terjadinya alur di kaki gunung adalah terjadi aliran yang cukup keras
secara mendadak atau aliran air terhadang oleh benda yang ada di kaki gunung.
Selain itu, erosi alur disebabkan oleh adanya tanaman yang ditanam berbaris
searah dengan lereng gunung. Erosi alur merupakan salah satu penyebab utama
terjadinya endapan. Erosi ini bisa mengikis dan mengangkut tanah secara efektif
pada jarak antara alur satu dengan yang lain antara 8-9 m. Apabila jarak tersebut
mencapai ratusan meter maka yang terjadi bukan erosi alur melainkan erosi aliran
permukaan. Bila ukuran alur sudah sangat besar, tidak dapat dihilangkan hanya
dengan melakukan pembajakan biasa, atau alur tersebut berhubungan langsung
dengan saluran pembuangan utama maka erosi yang terjadi telah memenuhi
kategori erosi parit (Nursaban, 2006).
Bentuk erosi parit seperti selokan sehingga sering disebut erosi selokan. Ada

15

beberapa hal yang bisa menimbulkan terbentuknya erosi parit yaitu; merupakan
kelanjutan dari erosi alur, akibat runtuhnya terowongan atau saluran di bawah
tanah, akibat terjadinya tanah longsor yang arahnya memanjang (Nursaban,
2006).
Erosi gerak masa tanah ditandai dengan bergeraknya sejumlah massa tanah
secara bersama-sama. Ada berbagai bentuk erosi gerak massa tanah yaitu:
rayapan, longsoran, runtuhan batu, dan larian lumpur. Terjadinya erosi gerak
massa tanah merupakan akibat meluncurnya suatu volume tanah yang berada di
atas lapisan kedap air (impermeable). Lapisan ini mengandung kadar liat yang
cukup tinggi dan setelah jenuh air bisa bertindak sebagai peluncur. Longsoran
tanah ini baru bisa terjadi apabila terdapat lereng yang cukup curam dan adanya
lapisan di bawah permukaan tanah yang kedap dengan air, serta cukup kandungan
air di dalam tanah sehingga tanah yang berada di lapisan kedap menjadi jenuh.
Adapun erosi pinggir sungai yang mirip erosi tanah longsor mengikis pinggir
sungai-sungai yang karena sesuatu hal mengalami longsor terutama bila pinggir
sungai itu vegetasi alaminya ditebang dan diganti dengan tanaman baru
(Nursaban, 2006).
Hubungan energi kinetik dengan terjadinya erosi adalah energi kinetik ikut
menentukan terjadinya erosi, ketika tetesan air hujan bertumbukan dengan
permukaan tanah, maka energi kinetik air hujan berubah menjadi energi
penghancur agregat tanah. Agregat tanah yang menpunyai kekuatan ikatan lebih
rendah dari energi kinetic hujan akan tercerai-berai menjadi ukuran yang lebih
tinggi.

16

Pengendalian erosi dapat dilakukan melalui tiga metode yaitu metode


vegetasi (biologi), metode teknik mekanis dan metode pemakaian bahan-bahan
pemantap tanah (soil conditioner) (Sarief, 1985).
1. Metode Vegetasi
Metode ini mempergunakan tumbuhan atau tanaman dan sisa-sisanya
untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh, jumlah dan daya rusak aliran
permukaan. Yaitu dengan melakukan penanaman berbagai jenis tanaman. Fungsi
tanaman untuk melindungi tanah terhadap daya tumbukan buti-butir air hujan,
melindungi tanah terhadap daya perusak aliran air di atas permukaan dan
memperbaiki penyerapan air oleh tanaman (Kartasapoetra, 1991). Disamping itu
tanaman dalam metode ini dapat berfungsi melindungi tanah dari aliran
permukaan, dan memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah dan penahanan air yang
akan mempengaruhi besarnya aliran permukaan.

Gambar 1.3. Pengendalian erosi dengan metode vegetasi


Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam usaha konservasi tanah secara vegetasi
adalah:
a.

Sisa-sisa tumbuhan penutup tanah.

Pembenaman sisa-sisa tanaman ke dalam tanah akan meningkatkan kemampuan

17

tanah dalam menyerap air dan memelihara unsur hara tanaman.


b.

Penanaman tanaman penutup tanah

Tumbuh-tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai penutup tanah dapat


digolongkan dalam tiga jenis yaitu tumbuhan penutup tanah tinggi, tumbuhan
penutup tanah sedang dan tumbuhan penutup tanah rendah.
c.

Pergiliran tanaman

Yaitu sistem penanaman berbagai tanaman secara bergilir dalam urutan waktu
tertentu pada sebidang tanah.
d.

Penanaman tumbuhan dalam jalur

Penanaman dalam jalur (strip cropping) adalah suatu sistem bercocok tanam
dengan cara beberapa jenis tumbuhan ditanam dalam jalur yang berseling-seling
pada sebidang tanah dan disusun memotong lereng atau menurut garis kontur.
2. Metode Teknis Mekanis
Pengendalian erosi secara teknis mekanis adalah usaha-usaha pengawetan tanah
untuk mengurangi banyaknya tanah yang hilang di daerah lahan pertanian dengan
cara-cara mekanis. Usaha pengendalian erosi secara teknis mekanis berupa
bangunan-bangunan teknis pada lahan yang miring, berupa teras dan saluran
pembuangan air (Sarief, 1985). Metode mekanik dalam pengendalian erosi
berfungsi: a) memperlambat aliran permukaan, b) menampung dan menyalurkan
aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak, c) memperbaiki atau
memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah, serta d)
menyediakan air bagi tanaman.

18

Gambar 1.4. Sawah terasering


Adapun usaha-usaha teknis untuk pengendalian erosi dapat berupa:
A. Pembuatan Teras
Pembuatan teras dimaksudkan untuk mengubah permukaan permukaan
tanah miring menjadi bertingkat-tingkat untuk mengurangi kecepatan aliran
permukaan dan menahan serta menampung agar lebih banyak air yang meresap ke
dalam tanah.
1)

Teras Datar
Teras datar adalah jenis teras yang dibuat pada lahan yang kemiringannya

kurang dari 5% dengan maksud utama untuk membantu peresapan air ke dalam
tanah. Bentuk teras datar sangat sederhana, dengan bagian utama bibir teras dan
bidang olahan.
2)

Teras Kridit
Teras Kridit dibuat pada tanah dengan kemiringan 3-10% dengan maksud

untuk membantu peresapan air ke dalam tanah. Jenis teras ini pada umumnya
diterapkan pada tempat-tempat yang lahannya sulit menyerap air.
3)

Teras Bangku
Teras bangku adalah jenis teras yang dibuat pada tanah dengan kemiringan

15-50% disebut juga teras tangga. Bentuk teras paling sempurna yang terdiri atas

19

bibir teras, talud, bidang olahan dan saluran teras. Bidang olahan dibuat miring ke
dalam dengan kemiringan sebesar 0,2% tujuannya untuk meresapkan air ke dalam
tanah dan untuk mencegah erosi tanah.

4)

Teras Guludan
Teras guludan adalah jenis teras yang dibuat pada lahan yan

gkemiringannya antara 5-15% dengan bentuk sederhana terdiri atas bibir teras,
saluran teras dan bidang olahan serta dilengkapi saluran pembuangan air di
sepanjang bagian atas guludan.
B. Saluran Pembuangan Air (SPA)
Merupakan saluran terbuka yang dibuat pada permukaan tanah yang sudah
diteras dengan arah tegak lurus denan arah garis kontur dengan maksud
menampung sisa aliran permukaan untuk disalurkan ke tempat yang aman dari
bahaya erosi dan longsornya tanah.
C. DAM Penahan
DAM penahan adalah bendungan kecil dan sederhana yang dibuat pada
alur/parit alam, dengan urugan tanah diperkuat dengan maksud untuk
mengendapkan lumpur hasil erosi dari lahan bagian atasnya.
D. Penghijauan
Penghijauan adalah penanaman tanaman pada tanah-tanah rakyat dan
tanah lainnya yang telah mengalami kerusakan baik di dataran tinggi maupun
dataran rendah yang berada di luar kawasan hutan dengan pohon-pohon terpilih

20

atau rumput-rumputan dengan maksud pengawetan tanah dan dapat memberikan


tambahan pendapatan bagi para petani atau pemilik tanah yang bersangkutan.
3. Metode Kimiawi
Metode kimia dalam pengendalian erosi menggunakan preparat kimia
sintetis atau alami. Metode ini sering dikenal dengan sebutan soil conditioner,
yang bertujuan memperbaiki struktur tanah. Beberapa contoh soil conditioner
yaitu; PVA (Polyvinyl alcohol), PAA (Poly acrylic acid), VAMA (Vinyl acetate
malcic acidcopolymer), DAEMA (Dimethyl amino ethyl metacrylate), dan Emulsi
Bitumen.

Gambar 1.5. Soil conditioner


Sering pula dilakukan pengendalian erosi dengan mengkombinasikan dari dua
metode pengendalian erosi atau bahkan ketiga metode tersebut di atas dan
digunakan secara bersamaan dalam usaha mengendalikan erosi.
Erosivitas hujan merupakan fungsi dari intensitas, massa, lama, dan kecepatan
jatuh butir hujan. Indeks erosivitas hujan dinyatakan dalam kombinasi sifat hujan
dengan menghitung energi kinetiknya. Energi kinetik hujan didapatkan dari
persamaan :
E = 210 + 89 + log I

21

dimana :
E = energi kinetik
I = intensitas hujan
Ukuran butir hujan akan mempengaruhi laju aliran permukaan yang digunakan
untuk proses erosi, pengangkutan, dan pengendapan. Pada kondisi ukuran partikel
yang seragam, partikel halus yang kohesif membutuhkan aliran yang besar. Pada
kondisi campuran, partikel kasar akan cenderung melindungi partikel yang lebih
halus sehingga suatu partikel yang lebih halus hanya akan terangkut apabila
partikel pelindungnya telah terangkut (Kartasapoetra, 1985).
Suatu sifat hujan yang sangat penting dalam mempengaruhi erosi adalah energi
kinetik hujan tersebut, oleh karena merupakan penyebab pokok dalam
penghancuran agregat-agregat tanah.
Rumus : Ek = m v 2
Dimana : Ek = energi kinetik
m = massa butir
v

= kecepatan jatuhnya (Arsyad, 2009).

Energi kinetik hujan didapat dari persamaan (Wiscmeir dan Smith, 1958 & 1978).
E = 210 + 89 log I
Dimana : E = energi kinetik dalam metriton meter per hektar per sentimeter hujan
I = intensitas hujan dalam cm/jam
Termofraksi energi dengan intensitas max. 30 mnt, didapat dari hubungan:
El30 = E (I30. 10-2)
dimana : EI30 = intensitas energi dengan intensitas max. 30 mt

22

= Ek selama periode hujan ( ton/m/hk )

I30 = intensitas max. 30 mt ( cm / jam )


Untuk menghitung indeks erosivitas di daerah hujan tropis menggunakan
persamaan berikut:
Ek = 0,289 ( 1

4,29
I

keterangan:
Ek
I

: energi kinetik air hujan (MJ/ha/mm)


: intensitas hujan (mm/jam)
Menurut As-syakur (2008) Metode USLE (Universal Soil Loss Equation)

merupakan metode yang umum digunakan untuk memperediksi laju erosi. Selain
sederhana, metode ini juga sangat baik diterapkan di daerah-daerah yang faktor
utama penyebab erosinya adalah hujan dan aliran permukaan. Wischmeier (1976)
dalam Risse et al. (1993) mengatakan bahwa metode USLE didesain untuk
digunakan memprediksi kehilangan tanah yang dihasilkan oleh erosi dan
diendapkan pada segmen lereng, selain itu juga didesain untuk memprediksi ratarata jumlah erosi dalam waktu yang panjang.
A=RxKxLxSxCxP
Keterangan:
A = banyaknya tanah tererosi (ton/ha/tahun),
R = faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks
erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E)
dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30 ), tahunan,

23

K = faktor erodibilitas (kepekaan) tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi
hujan (R) untuk suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar,
yaitu petak percobaan yang panjangnya 22 meter (72,6 kaki) terletak pada
lereng 9% tanpa tanaman,
L = faktor panjang lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari
tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah
dengan panjang lereng 22 meter (72,6 kaki) di bawah keadaan yang
identik,
S = faktor kemiringan/kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang
terjadi dari suatu tanah dengan kemiringan lereng tertentu, terhadap
besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang
identik,
C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbah
antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan
pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang
identik tanpa tanaman,
P = faktor tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya
erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus seperti
pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras
terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam
keadaan yang identik.
Pada praktikum ini diperoleh hasil bobot total pasir mutlak awal pada
naungan dan non naungan selalu berubah rubah atau dinamis, hal ini disebabkan

24

Karena tingginya curah hujan dan tidak tentunya waktu turun hujan. Hasil
perhitungan menunjukan bahwa t table lebih besar daripada t hitung t hitung < t
tabel (1,13 < 2,12) hal ini menunjjukan tidak ada perbedaan antara energi kinetik
pada naungan dengan energi kinetik tanpa naungan hal ini disebabkan karena
tingginya curah hujan dan dan intensitas curah hujan sehingga membuat besarnya
energy kinetic di kedua jenis tempat dimana pada tempat yang bernaung daun
daun pohon tidak mempengaruhi intensitas hujan yang jatuh ke splash cup.

25

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1.

Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil bobot total pasir mutlak awal pada
naungan yaitu 2931,2 gram dan total bobot akhirnya yaitu 2861,9 gram

2.

bobot total pasir mutlak awal pada non naungan yaitu 2790 gram dan total bobot
akhirnya yaitu 2730,1 gram

3.

energy kinetic total naungan yaitu 11,52 dan energy kinetic total yaitu 9,97.
Kesmpulannya

4.

Hal ini menunjukkan bahwa energi kinetis hujan tidak menimbulkan erosi.

B. Saran
1. Pada saat praktikum, praktikan harus mengerjakan secara teliti dan benar.
2. Asisten harus mendampingi praktikan dengan baik.
3. Alat yang tersedia harus lengkap.

26

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2009. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor


Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
As-syakur, Abdul R. 2008. Prediksi Erosi Dengan Menggunakan Metode USLE
Dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Berbasis Piksel Di Daerah
Tangkapan Air Danau Buyan. PIT MAPIN XVII. 10, 12:1-11
Dewi, I Gusti Ayu S., Ni Made T., dan Tatiek K. 2012. Prediksi Erosi dan
Perencanaan Konservasi Tanah dan Air Pada Daerah Aliran Sungai
Saba. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika. 1, 1:12-23
Wahjunie, Enni Dwi. 2003. Surface Sealing-Crusting, Pembentukan dan
Pengendaliannya. Pengantar Ke Falsafah Sains (PPS702) Program
Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor
Harjadi, B. 2004. Penetapan Rumus Prediksi Erosi Sebagai Pendekatan Nilai
Erosi Aktual Pada Lahan Kering Palawija Di Banjarnegara. Sains
Tanah, Jurnal Penelitian Ilmu Tanah dan Agroklimatologi. 3, 1:1-5
Kartasapoetra, A.G, dan M.M. Sutedjo. 1985. Teknologi Konservasi Tanah dan
Air. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta
Lee. R. 1998. Hidrologi Hutan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Nabalegwa, Muhamud. (2000). Soil Conservation as an Effort to Attain
Sustainable Development In Sermo Reservoir Catchment Area.
Disertasi. Gadjah Mada University, Yogyakarta
Nursaban , Muhammad. 2006. Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya
Melestarikan Kemampuan Fungsi Lingkungan. Geomedia. 4, 2: 93-116
Rahim, S.E. 1995. Pelestarian Lingkungan Hidup Melalui Pengendalian Erosi
Tanah. UNSRI, Palembang.
Suharto, Edi. 2007. Model Empiris Intersepsi Tajuk Dan Curah Hujan Efektif
Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq). Jurusan Kehutanan,
Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Bengkulu 3: 365-370.

27

Wischmeier, W. D. D. Smith, and R. E. Uhland, 1958. Evaluation of Factors in the


Soil Loss Equation. Agricultural Enginering. 39, 8 : 458 462.

28

Anda mungkin juga menyukai